foreword - UNJ

266

Transcript of foreword - UNJ

Page 1: foreword - UNJ

iforeword

Page 2: foreword - UNJ

ii sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 3: foreword - UNJ

iiiforeword

Divisi Buku Perguruan TinggiPT RajaGrafindo Persada

J A K A R T A

Page 4: foreword - UNJ

iv sosiologi pendidikan émile durkheim

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Rakhmat Hidayat

Sosiologi Pendidikan Émile Durkheim/Rakhmat Hidayat –Ed. 1–cet. 2.–Jakarta: Rajawali Pers, 2016. lxxvi, 190 hlm., 21 cm Bibliografi:hlm.137 ISBN978-979-769-682-5

1. Sosiologi Pendidikan I. Judul 306.43

Hakcipta2014,padapenulis

Dilarangmengutipsebagianatauseluruhisibukuinidengancaraapapun,termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

2014.1379 RAJRakhmat HidayatSOSIOLOGI PENDIDIKAN ÉMILE DURKHEIM

Cetakanke-1,April2014Cetakanke-2,Januari2016

HakpenerbitanpadaPTRajaGrafindoPersada,Jakarta

[email protected]

DicetakdiKharismaPutraUtamaOffset

PT RAJAGRAFINDO PERSADAKantor Pusat: Jl.RayaLeuwinanggung,No.112Kel.Leuwinanggung,Kec.Tapos,KotaDepok16956Tel/Fax : (021)84311162–(021)84311163E-mail : [email protected]://www.rajagrafindo.co.id

Perwakilan:

Jakarta-14240Jl.PelepahAsriIBlokQJ2No.4,KelapaGadingPermai,JakartaUtara,Telp.(021)4527823.Bandung-40243Jl.H.KurdiTimurNo.8KomplekKurdiTelp.(022)5206202.Yogyakarta-PondokSoraganIndahBlokA-1,Jl.Soragan,Ngestiharjo,KasihanBantul,Telp.(0274)625093.Surabaya-60118,Jl.RungkutHarapanBlok.ANo.9,Telp.(031)8700819.Palembang-30137,Jl.KumbangIIINo.10/4459Rt.78,Kel.DemangLebarDaunTelp. (0711)445062.Pekanbaru-28294,Perum.De’Diandra LandBlok.C1/01 Jl.Kartama,MarpoyanDamai,Telp.(0761)65807.Medan-20144,Jl.EkaRasmiGg.EkaRossaNo.3AKomplekJohorResidenceKec.MedanJohor,Telp.(061)7871546.Makassar-90221,Jl.ST.AlauddinBlokA14/3,Komp.PerumBumiPermataHijau,Telp.(0411)861618.Banjarmasin-70114,Jl.BaliNo.31Rt.17/05,Telp.(0511)3352060.Bali, Jl.ImamBonjolg.100/VNo.5B,Denpasar,Bali,Telp.(0361)8607995

Page 5: foreword - UNJ

vforeword

Untuk Haniyya Ashavelin HidayatKelak bisa mengarungi dunia dengan

landasan iman, ilmu dan amal

Page 6: foreword - UNJ

vi sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 7: foreword - UNJ

viiforeword

Prof. Dr. Stjepan G. MeštrovićProfessor of SociologyTexas A & M University, USA

FOREWORD

This book offers an important analysis of Durkheim’s sociology of education, in general, and especially for non-Western audiences such as the one in Indonesia. This is because Durkheim was the least ethnocentric of all the founding fathers of sociology, and the one most open to the position known today as “cultural relativism”. Specifically, he did not believe that the Western path toward modernization was the only or best path. Conversely, he argued in all of his works that all religions and other cultural institutions are “true in their own way” so long as they provide a sense of personal meaning for individuals and social integration for societies, no matter if these societies are ancient, contemporary, traditional, or modern. It is no wonder that he is one of the founding fathers of anthropology (which is the least ethnocentric discipline in the social sciences) as well as sociology. Consider all the ancient and traditional cultures he takes up in his book, The Elementary Forms of the Religious Life, to conclude that all of the world’s religions are true in their own fashion. This is a radically different approach from Marx, who regarded any and all religions as alienating, and Max Weber, who

Page 8: foreword - UNJ

viii sosiologi pendidikan émile durkheim

regarded Protestantism as superior to all traditional religions, including Islam.

Durkheim’s sociology of education is similarly directed at the universal needs of all societies—not just Western ones. In his book, Moral Education, Durkheim argues that beneath the surface of transmitting knowledge, the functions of education also include socialization, the teaching of respect for society’s cherished and sacred values, and discipline—among other values required in all societies. In this book on education, he takes up the topic of suicide, to show that education is one of society’s tools for promoting a sense of belonging and what he calls “social integration”, which in turn protects against suicide. He also criticizes the use of corporal punishment in schools, and argues that punishment should not hurt the student: punishment should merely show displeasure with a student’s wrongly chosen path and point the way to the more approved paths. This author is right to integrate Durkheim’s insights in his works on education with his insights in other works regarding suicide, crime, marriage, gender, and other social phenomena. The classroom is not just preparation for later social life. It is social life in itself, and is part of the rest of culture.

In his book, The Evolution of Educational Thought, Durkheim traces the evolution of education throughout the centuries from ancient times to modern times. He seems to imply a Darwinian understanding of “evolution”, namely, that some ideas concerning teaching and pedagogy survive because they are functional and useful to society, while other approaches are dysfunctional and do not survive. He regards education itself as an institution that was born as the result of the “struggle for existence”, a struggle that becomes more fierce as societies develop. More than any other classical sociologist, Durkheim challenges us to confront the question: Education for what?

Page 9: foreword - UNJ

ixforeword

In other words, what is the purpose and meaning of pedagogy and curriculum for one’s own culture and for how the world’s cultures intermingle?

These are among the ideas that Durkheim raised over a century ago, and that Hidayat analyzes and introduces to Indonesia. They are significant ideas for all cultures at any phase of their development. Durkheim was truly the social theorist for all seasons.

Page 10: foreword - UNJ

x sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 11: foreword - UNJ

xikata pengantar

Prof. Dr. Stjepan G. Meštrović1

Profesor Sosiologi di Texas A & M University, Amerika Serikat

KATA PENGANTAR

Buku ini menawarkan sebuah analisis penting sosiologi pendidikan Durkheim pada umumnya dan khususnya bagi pembaca selain dari Barat seperti yang ada di Indonesia. Hal ini karena Durkheim adalah rujukan dari para pendiri sosiologi, dan yang paling terbuka untuk posisi saat ini dikenal sebagai “relativisme budaya”. Secara khusus, Durkheim tidak percaya bahwa jalan menuju modernisasi Barat adalah satu-satunya jalan terbaik. Sebaliknya, Durkheim berpendapat dalam semua karyanya semua agama dan lembaga kebudayaan lainnya adalah “benar dengan cara mereka sendiri” selama mereka memberikan rasa makna pribadi bagi individu dan integrasi sosial bagi masyarakat tidak peduli apakah masyarakat ini kuno, kontemporer, tradisional, atau modern. Hal ini tidak mengherankan bahwa Durkheim adalah salah satu pendiri antropologi (yang merupakan disiplin penting dalam ilmu sosial)

1Stjepan G. Meštrović juga dikenal sebagai salah seorang Durkheimian. Beberapa publikasinya terkait Durkheim antara lain “Durkheim’s Concepts of the Unconscious” (1984) in Current Perspectives in Social Theory 5: pp. 267-288 dan Émile Durkheim and the Reformation of Sociology, 1993 (Boston: Rowman and Littlefield).

Page 12: foreword - UNJ

xii sosiologi pendidikan émile durkheim

serta sosiologi. Pertimbangan semua budaya kuno dan tradisional dijelaskan Durkheim dalam bukunya The Elementary Forms of the Religious Life, untuk menyimpulkan bahwa semua agama di dunia adalah benar dengan cara mereka sendiri. Ini adalah pendekatan yang sangat berbeda dari Karl Marx yang menganggap semua agama sebagai sesuatu yang mengasingkan dan Max Weber menganggap Protestan sebagai superioritas untuk semua agama tradisional termasuk Islam.

Sosiologi pendidikan Durkheim diarahkan pada kebutuhan universal semua masyarakat bukan hanya orang-orang Barat. Dalam bukunya, Moral Education, Durkheim berpendapat bahwa di bawah transmisi pengetahuan, fungsi pendidikan juga mencakup sosialisasi, ajaran menghormati nilai-nilai sakral dan dihargai masyarakat, dan disiplin antara nilai-nilai lain yang diperlukan dalam semua masyarakat. Dalam bukunya tentang pendidikan, ia mengambil topik bunuh diri untuk menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu alat masyarakat untuk mempromosikan rasa memiliki dan apa yang dia sebut “integrasi sosial” yang pada gilirannya melindungi terhadap bunuh diri. Dia juga mengkritik penggunaan hukuman fisik di sekolah-sekolah dan berpendapat bahwa hukuman tidak boleh menyakiti siswa: hukuman hanya harus menunjukkan ketidaksenangan dengan jalan salah memilih siswa dan menunjukkan jalan ke jalur yang lebih disetujui. Penulis ini tepat untuk mengintegrasikan wawasan Durkheim dalam karya-karyanya pada pendidikan dengan wawasan dalam karya-karya lain tentang bunuh diri, kejahatan, perkawinan, jenis kelamin, dan fenomena sosial lainnya. Ruang kelas bukan hanya persiapan untuk kehidupan sosial berikutnya. Ini adalah kehidupan sosial dalam dirinya sendiri dan merupakan bagian dari bertahannya budaya.

Dalam bukunya, The Evolution of Educational Thought, Durkheim menelusuri evolusi pendidikan selama berabad-

Page 13: foreword - UNJ

xiiikata pengantar

abad dari zaman kuno sampai zaman modern. Dia tampaknya menyiratkan pemahaman Darwin tentang “evolusi”, yaitu beberapa ide tentang pengajaran dan pedagogi yang bertahan karena mereka fungsional dan berguna untuk masyarakat sedangkan pendekatan lain yang disfungsional dan tidak bertahan hidup. Durkheim menganggap pendidikan sebagai lembaga yang lahir dan hasil dari “perjuangan untuk eksistensi”, yaitu sebuah perjuangan yang menjadi lebih sengit seperti masyarakat berkembang. Durkheim lebih dari sosiolog klasik lainnya yang menantang kita untuk menghadapi pertanyaan: pendidikan untuk apa? Dengan kata lain, apa tujuan dan makna pedagogi dan kurikulum untuk budaya sendiri dan bagaimana budaya dunia terakumulasi?

Di antara ide-ide yang Durkheim yang muncul lebih dari satu abad lalu, membawa analisis Rakhmat Hidayat untuk memperkenalkan pemikiran Durkheim ke Indonesia. Berbagai pemikiran Durkheim signifikan untuk semua budaya pada setiap tahap perkembangan mereka. Durkheim adalah benar-benar ahli sosial sepanjang masa.

Page 14: foreword - UNJ

xiv sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 15: foreword - UNJ

xvforeword

Émile Durkheim and the Sociology of Education in a Changing Social World

FOREWORD

Prof. Dr. Terry WotherspoonProfessor of Sociology at Department of Sociology, University of Saskatchewan, Canada

The publication of a book about Émile Durkheim and the sociology of education today may seem perplexing to many readers given the remarkable social and education transformations that have occurred since his death nearly a century ago. Why should we pay attention to a writer whose work was, in many respects, very much of his time and place, emphasizing issues and social trends that drew heavily on the particular characteristics of French society and the transitions it was experiencing in the late nineteenth and early twentieth centuries? Durkheim’s influence at times seems to be both everywhere and nowhere. All serious students of Sociology and related disciplines know about Durkheim, but they do not always take his work seriously. Within much of the Sociology of education literature (especially in many key textbooks and studies not written in the French language), it can sometimes be difficult to find references to his work beyond occasional mention of his status as a classical theorist. The influential role

Page 16: foreword - UNJ

xvi sosiologi pendidikan émile durkheim

played by Talcott Parsons in inscribing Durkheim into the North American sociological canon also contributed to the exposure of Durkheim’s work to critical dismissal and neglect, especially by those whose direct engagement with that work was limited, once Marxism, feminism, postmodernism, social constructionist orientations, critical pedagogy, and other alternative sociologies began to displace the hegemony of structural functionalism in the latter part of the twentieth century. Some writers (e. g., Tilly, 1981; Elliott, 2009) contend that Durkheim has little relevance to those trying to understand the complex social and economic dynamics of today’s rapidly changing world. Durkheim’s direct contributions to the discipline were also obscured with the emergence of more sympathetic writers who drew from his insights in constructing their own highly nuanced analytical frameworks. His contributions have sometimes been obscured even by more sympathetic writers into whose own highly nuanced analytical frameworks Durkheim’s insights are deeply embedded.

There is abundant recent evidence, nonetheless, to demonstrate that Durkheim’s legacy remains remarkably vibrant and resilient. In recent years Durkheim’s work has been the focus of a substantial resurgence of interest within Sociology and beyond the discipline. His concepts and theoretical tools are interwoven frequently as reference points (cited both positively and critically) throughout the work of Pierre Bourdieu, Jurgen Habermas, Anthony Giddens, and many other eminent contemporary social theorists. In the sociology of education, Basil Bernstein and Randall Collins are notable examples of writers whose own impressive contributions to the sociology of education have also evoked and generated renewed interest in Durkheim, establishing sociological research foci with regard to issues related to language, pedagogy, curriculum, social class, credentials, and social interdependencies (e. g., Moore, 2004:

Page 17: foreword - UNJ

xviiforeword

120-134). More generally, researchers from a wide array of fields of specialization and analytical orientations are re-engaging with Durkheim’s texts as they uncover a body of work that opens possibilities for a far richer and more complex understanding of the characteristics and transformations of modern life than commonly supposed among those who equate Durkheim with functionalism, positivism and consensual social order. The impact of Durkheim’s work is perhaps most evident in the policy sphere, where concerns about issues related to social exclusion, cohesion and inclusion have emerged as a primary focus for social policy development in western Europe and many other nations. The extent of this political discourse is so pervasive that some critics, notably Ruth Levitas (2005: 178), suggest that “the model of social processes embedded in contemporary political thought is also fundamentally Durkheimian; in a deep, as well as a superficial way, we live in a new Durkheimian hegemony”. While a similar claim cannot be made about Durkheim’s influence on academic work in either the sociology of education or the discipline as a whole, interest in Durkheim has grown to encompass such diverse and broad themes as cultural sociology, economic sociology, historical sociology, and nationalism (see, e. g., Dingley, 2008; Emirbayer, 2003; Marcel, 2001; Smith and Alexander, 2005; Stedman Jones, 2001; Steiner, 2005; Tiryakian, 2009).

The concerns that were at the forefront of Durkheim’s sociological endeavour - to understand how it is possible to maintain stable social arrangements amidst the displacement, individualization and fragmentation of contemporary social currents – are highly relevant to anyone seeking to comprehend the rapid social transformations, turmoil, and uncertainties of our own social worlds. Durkheim was well aware of the risks and dark undercurrents conveyed within the development of modern societies. He asserted the need for social regulatory

Page 18: foreword - UNJ

xviii sosiologi pendidikan émile durkheim

mechanisms that would temper excessive egoism and service to narrowly defined aims, but he also celebrated the creative spirit of human activity and the possibilities for ongoing human growth. Society and the social, for Durkheim, are to be posed not as oppressive forces that undermine individual expression and rights but must be acknowledged, to the contrary, as fundamental characteristics of what it is that makes us human. For Durkheim, we cannot reduce the core elements of the social world (including individual/society and liberty/authority) to isolated features that stand in opposition to one another; rather, these must be viewed in dialectical terms in a manner that requires us to understand how they are interdependent upon and embedded within each other. In short, Durkheim’s work remains important for social scientists, educators, and any other serious student of contemporary societies because poses questions and offers tools to help us comprehend the mechanisms that foster sociability and human development amidst a changing social order. In a world which comes increasingly to be characterized by rapid technological innovations, accelerated global linkages, shifting social networks, modified means of communication, and transformations in the meaning and nature of the life course, we are forced to confront on a regular basis questions about our interdependencies with one another and our ability to nurture our capacities for creativity and growth as human beings while maintaining our obligations to one another.

A volume that invites us to take a serious look at what Emile Durkheim has to say about the sociology of education is especially welcome in this context. Durkheim wrote extensively about education and played a formative role in the emergence of sociology of education but, paradoxically, his analysis of education remains in many parts of the world one of the least-explored, and sometimes misunderstood, elements of his work. It is especially important that we are provided with opportunities to explore

Page 19: foreword - UNJ

xixforeword

in detail this analysis in a manner that carefully articulates its implications for an understanding of education systems and educational processes while paying attention, at the same time, to his overall orientation to social science and the investigation of social phenomena. Rakhmat Hidayat’s contributions, in producing The Sociology Education of Émile Durkheim, are highly valuable in these regards, integrating an overview of Durkheim’s life and work on education with tools that may help us become better equipped with the kinds of capacities necessary to address the questions and challenges we are confronted with in our times. The book outlines Durkheim’s formative role in the establishment of the discipline of Sociology, opening the way for a detailed account of the foundations Durkheim laid for the analysis of education and for the strong legacy to which this work contributed particularly in the establishment of strong traditions informed by research and practice in the sociology of education in France. It highlights Durkheim’s primary objective to demonstrate how education is essential for the reproduction of social life and moral development in modern societies, providing a foundation for a deeper understanding of processes related to curriculum and pedagogical practice that are essential to educational practice. The work emphasizes, in particular, the need to pay careful attention to the central roles that education systems play in fostering vibrant and healthy societies.

One of the most innovative dimensions in the book is the special attention that Rakhmat Hidayat devotes to the analysis of higher education and universities, a theme that is little known in much of the literature on Durkheim and the sociology of education. The capacity to understand education for its formative role in human development and social organization as well as its ongoing contributions to advanced societal achievements is especially significant given the widespread attention to phenomena associated with lifelong learning, the

Page 20: foreword - UNJ

xx sosiologi pendidikan émile durkheim

“information society” and “knowledge-based economies”. These concepts reveal that as formal education gains increasing significance it is also confronted with important challenges in rapidly changing social contexts. For increasing proportions of the world’s population, participation in formal education has come to represent a substantial part of life pathways from early childhood to at least early adulthood. At the same time, educational institutions and practices themselves are being transformed within specific social contexts as well as on a global level. The role and nature of education are being re-evaluated and reshaped on numerous fronts, from an expanding range of formal institutional settings to numerous sites beyond schooling, encompassing workplaces, communities, informal collaborations, individual learning pursuits, and other learning activities occurring throughout the life course.

Durkheim could not possibly anticipate many of the characteristics that distinguish today’s learning encounters and educational environments. His theoretical orientations will not appeal to all observers, and many will conclude that his analysis has limited utility for their own interests and approaches to social and educational matters. Nonetheless, there are at least three primary reasons why it is important to devote attention to his understanding of education and its place in contemporary societies, fostering along the way an appreciation for the nuances and insights within this work. These are related to his orientation to the practical significance of sociology, his emphasis on understanding social integration amidst shifting social boundaries, and his emphasis on the social nature of human beings.

First, Durkheim’s interest in education, as with his other areas of focus, was not purely theoretical. Sociology could become especially valuable for its practical relevance in addressing social problems. This emphasis, combined with

Page 21: foreword - UNJ

xxiforeword

his insistence that social theory was critical to understand the nature of a given society by providing a means to make it possible to discern its guiding values, practices and knowledge requirements, has contributed to Durkheim’s continuing relevance to social analysts across the globe. By posing education as the institutional domain in which the social comes to be part of each individual, Durkheim highlights the need for nations or other enduring collective entities to clarify, with the benefit of contributions to scientific inquiry offered by sociological investigation, those values, aptitudes and forms of knowledge which are essential for that social body to maintain itself and to establish conditions by which it can develop and thrive over time. Whereas some observers contend that the fragmentation and dislocation produced by the accelerated pace of social change in a postmodern world should induce us to abandon such a quest, we cannot ignore the central role that educational practices and educational institutions continue to play in securing our social foundations. There is abundant evidence to reveal the prominent place given to education and curricular matters in very different kinds of national settings marked by disparate forms of social, economic and political transformation. Education is critical to the establishment of sovereignty and national identity in postcolonial contexts in the same way that schooling played a central part in the initial assertion of colonial rule and conquest in many parts of the world. It has been a principle focus of reform in nations seeking to establish or consolidate new regimes, whether by totalitarianism or guided by socialism or other principles. Educational reform is also a major priority in post-soviet regimes in Eastern Europe, or in nations like China seeking to accommodate rapid market-based development within a centrally managed socialist polity. On a broader scale, education systems within both highly industrialized and rapidly developing nations are the focus of extensive scrutiny and reassessment

Page 22: foreword - UNJ

xxii sosiologi pendidikan émile durkheim

by governments, citizens, and supranational bodies such as UNESCO and the OECD, oriented to the task of determining how education systems should be aligned in order to meet disparate, often conflicting and highly contested demands within a volatile world.

Concerns about such matters as capacity to meet workforce requirements, technological innovation, population mobility, regional inequalities, and gaps between rich and poor lie at the heart of these reform initiatives, but governments and other education authorities in many nations are also advocating priorities to ensure that education systems can foster in students a strong sense of identity and sense of place at the same time as they respond to demands for global citizenship within rapidly changing and uncertain environments. Many education systems are also confronted with challenges from religious movements and social interests with particular value commitments either seeking a place for their own particular world views and cultural practices within the educational domain or dedicated to removing those deemed incompatible with their own. The proliferation of private schooling and alternative educational services in many parts of the world is also posing threats to the prospects for a unified national or state education system.

All of these matters involve normative and political dimensions that can only be resolved within the specific decision-making structures (both formal and covert) within each national or regional setting. It is instructive, nonetheless, to return to the core questions that Durkheim advances, directing us to adopt a practical approach to enable a particular society or collective body to determine the goals of its education system and the means by which it can best achieve these ends. These issues, Durkheim advises, cannot be resolved adequately without the kinds of evidence that social scientific inquiry can provide. Effective action must be grounded in a deliberative and comparative

Page 23: foreword - UNJ

xxiiiforeword

approach informed by empirical research that encourages us to take stock by identifying the models and choices available to us and aligning these with those factors that can be shown to be the defining characteristics and orientations of that nation or society. All educational practices, regardless of any differences that may exist from one setting to another, Durkheim (1956: 95) asserts, “follow from the influence exercised by one generation on the following generation with an eye to adapting the latter to the social milieu in which they are called upon to live”. For educational researchers, the task of historical and cross-national comparisons has the added value of revealing themes, issues and problems that warrant further investigation. Although Durkheim was rarely acknowledged by the American and British writers who established the field of comparative and international education in the years following the Second World War, the guidance he offers to assess educational systems carefully in the context of the specific types of societies in which they are situated remains vital for a systemic understanding of education and educational practices.

Durkheim’s emphasis on the core dimensions that characterize a nation or society cannot be understood without also taking into consideration the need to recognize the significance of the shifting boundaries between social groups that occur in the course of broader social and economic changes. While his particular approach to this issue is often understood to be distorted by the apparent relative homogeneity of the French society of his day, he was acutely aware that education systems were obligated to change, diversify and specialize in accordance with emergent transformations in the structures of the societies in which those education systems were situated. As social and economic relationships move beyond local and national arenas, governments and citizens in each nation-state grapple with the challenge to maintain whatever characteristics are necessary

Page 24: foreword - UNJ

xxiv sosiologi pendidikan émile durkheim

to define their distinctness as a society amidst transitions that often contribute simultaneously to internal fragmentation and convergence across societies. We need to acknowledge, Durkheim (1956: 122) observes, that, “If our modern education is no longer narrowly national, it is in the constitution of modern nations that the reason must be sought”.

Questions about how to reconcile plurality, diversity or competing claims to sovereignty within the limits of a nation-state or other larger social configuration are not merely abstract philosophical inquiries, as evident in the real challenges that confront policy-makers, social planners, and other groups in the course of articulating and attending to the impact of major displacements and dislocations occurring amidst market liberalization, globalization and technological change. Whether in the form of increasing diversity and multiculturalism in societies reshaped through internal migration and immigration, intensified competition within reconfigured labour markets, rising economic polarization, or inequalities posed by new types of social risks and engagement, very few nations or regions in the contemporary world are fully free from emerging or threatened ethnic tensions and political unrest, on one side, and the risks of excessive surveillance, enforcement and displacement through centralized bases of political and economic power on another. On these matters, again, Durkheim does not always provide answers or direct us towards the kinds of responses that many observers would consider adequate for the complexity of the task at hand, but he does exhort us to pose fundamental questions and provide evidence that will contribute to effective action. Durkheim presaged by close to a century the current adoption of evidence-based decision-making in education and other social policy spheres, with the important distinction that, for him, this evidence must transcend technical questions about learning or

Page 25: foreword - UNJ

xxvforeword

teaching practices and outcomes in order to ensure that we do not lose sight of matters that are important for education systems and the societies in which they are situated as a whole.

Most importantly, at the heart of all of Durkheim’s orientations to education and societies lies a relentless pursuit of the need to recognize that, as human beings, we are not isolated individuals; rather, we gain and express our humanity through our interconnections with one another, including generations past and those to come. His consistent focus on the importance of our social context and our grounding in social relationships serves not only as a warning against practices that threaten to divide and fragment social engagement but also provides affirmation of the many ways in which social interdependence is critical to our capacity to learn, develop and thrive as human beings. Regardless of our interests, identities and orientations as individuals or members of groups in pursuit of particular self-interests, we can never escape our obligations to and reliance upon one another. It is instructive to observe that, in the goals adopted by education systems throughout the world, dedication to basic objectives related to literacy, numeracy and specific types of skills, competencies, and aptitudes for labour market participation rarely appears without attention to aims devoted to such virtues as civic responsibility (now often including global citizenship), tolerance of diversity, and capacity to work with others. Some critics may find echoed in these values the same kind of optimism or disingenuous universalism that they often attribute to Durkheim’s approach to social problems, naïve or willing ignorance of the perils and uncertainties of our age. To the contrary, Durkheim, like education itself, offers useful guidance to inform the kind of sophisticated analysis required in order to comprehend and respond to the complex, dynamic and contradictory relations that constitute contemporary social life.

Page 26: foreword - UNJ

xxvi sosiologi pendidikan émile durkheim

Bibliography Alexander, Jeffrey C. and Philip Smith, eds. 2005. The Cambridge

Companion to Durkheim. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Dingley, James. 2008. Nationalism, Social Theory and Durkheim. Houndmills, UK: Palgrave Macmillan.

Durkheim, Émile. 1956 [1922]. Education and Society. Glencoe, IL: Free Press.

Elliott, Anthony. 2009. Contemporary Social Theory: An Introduction. Abingdon, UK: Routledge.

Emirbayer, Mustafa, ed. 2003. Émile Durkheim: Sociologist of Modernity. Malden, MA: Blackwell.

Levitas, Ruth. 2005. The Inclusive Society? Social Exclusion and New Labour, 2nd edition. Basingstoke, UK: Palgrave Macmillan.

Marcel, Jean-Christophe. 2001. Le Durkheimisme dans l’Entre-Deux-Guerres. Paris: Presses Universitaires de France.

Moore, Rob. 2004. Education and Society: Issues and Explanations in the Sociology of Education. Cambridge, UK: Polity Press.

Stedman Jones, Susan. 2001. Durkheim Reconsidered. Cambridge, UK: Polity Press.

Steiner, Philippe. 2005. L’École Durkheimienne et l’Économie. Genève: Librairie Droz.

Tiryakian, Edward A. 2009. For Durkheim: Essays in Historical and Cultural Sociology. Farnham, UK: Ashgate.

Page 27: foreword - UNJ

xxviikata pengantar

Émile Durkheim dan Sosiologi Pendidikan dalam Dunia Sosial yang Berubah

KATA PENGANTAR

Prof. Dr. Terry WotherspoonProfesor Sosiologi di Department of Sociology, University of Saskatchewan (Kanada)

Publikasi buku tentang Émile Durkheim dan sosiologi pendidikan saat ini mungkin tampak membingungkan bagi banyak pembaca karena memberikan transformasi sosial dan pendidikan luar biasa sejak kematiannya hampir satu abad yang lalu. Mengapa kita harus memerhatikan seorang penulis dengan karyanya itu yang dalam banyak hal meluangkan banyak waktu dan tempat dengan menekankan isu-isu dan tren sosial karakteristik tertentu di masyarakat Prancis dan transisi itu terjadi di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20? Pengaruh Durkheim pada waktu itu tampaknya sangat besar di berbagai kalangan. Semua mahasiswa Sosiologi dan disiplin terkait tahu tentang Durkheim, tetapi mereka tidak selalu memahaminya dengan mendalam. Dalam banyak literatur Sosiologi Pendidikan (khususnya berbagai buku teks utama dan studi yang tidak ditulis dalam bahasa Prancis), kadang-kadang sulit menemukan referensi untuk karyanya di luar yang menyebutkan statusnya sebagai sosiolog klasik. Peran berpengaruh dimainkan oleh

Page 28: foreword - UNJ

xxviii sosiologi pendidikan émile durkheim

Talcott Parsons yang membawa Durkheim kepada sosiologi Amerika Utara yang juga berkontribusi pada analisis Durkheim kepada lemahnya dan pengabaian (keterbatasan), khususnya oleh mereka yang terlibat langsung dengan studi postMarxisme, feminisme, postmodernisme, orientasi sosial konstruksionis, pedagogi kritis, dan sosiologis alternatif lain yang mulai menggantikan hegemoni struktural fungsionalisme di akhir abad ke-20. Beberapa penulis (misalnya Tilly, 1981; Elliott, 2009) berpendapat bahwa Durkheim memiliki sedikit relevansi dengan orang yang mencoba untuk memahami dinamika sosial dan ekonomi yang kompleks di mana dunia saat ini berubah dengan cepat. Kontribusi langsung Durkheim untuk sosiologi juga dikaburkan dengan munculnya penulis yang lebih simpatik menggambarkan analisisnya dalam membangun kerangka kerja analitis yang sangat bernuansa mereka sendiri. Kontribusinya terkadang telah dikaburkan oleh penulis yang lebih simpatik ke kerangka perspektif Durkheim yang melekat sangat dalam.

Ada bukti baru yang kuat untuk menunjukkan bahwa warisan Durkheim tetap sangat berpengaruh dan tak terbantahkan. Dalam beberapa tahun terakhir karya Durkheim telah menjadi fokus dari kebangkitan kepentingan substansial dalam sosiologi dan di luar sosiologi. Konsep dan instrumen teoretis yang terjalin sering menjadi titik acuan (dikutip baik secara positif dan kritis) oleh Pierre Bourdieu, Jurgen Habermas, Anthony Giddens, dan banyak teoretisi sosial kontemporer terkemuka lainnya. Dalam sosiologi pendidikan, Basil Bernstein dan Randall Collins adalah contoh penting dari penulis yang memiliki kontribusi dalam sosiologi pendidikan yang telah membangkitkan serta menghasilkan minat baru dalam Durkheim, membangun fokus penelitian sosiologis yang berkaitan dengan isu-isu bahasa, pedagogi, kurikulum, kelas sosial, kepercayaan, dan saling ketergantungan sosial (misalnya, Moore, 2004: 120-134). Secara umum, berbagai peneliti banyak terlibat dengan teks Durkheim karena mereka mengungkapkan

Page 29: foreword - UNJ

xxixkata pengantar

analisisnya yang membuka kemungkinan untuk pemahaman yang jauh lebih kaya dan lebih kompleks dari karakteristik dan transformasi kehidupan modern dibandingkan dengan mereka yang menyamakan Durkheim dengan fungsionalisme, positivisme dan tatanan sosial konsensual. Dampak dari analisis Durkheim yang mungkin paling jelas dalam ranah kebijakan, di mana kekhawatiran tentang masalah yang berkaitan dengan ekslusi sosial, kohesi dan inklusi yang telah muncul sebagai fokus utama untuk pengembangan kebijakan sosial di Eropa Barat dan banyak negara lain. Tingkat wacana politik ini begitu meluas dari beberapa kritikus terutama Ruth Levitas (2005: 178) yang menyatakan bahwa “model proses sosial tertanam dalam pemikiran politik kontemporer juga fundamental dalam Durkheimian, di dalam serta cara yang dangkal, kita hidup dalam hegemoni Durkheimian baru”. Sementara klaim serupa tidak dapat dibuat tentang pengaruh Durkheim pada karya akademis baik dalam sosiologi pendidikan atau disiplin lainnya sebagai keseluruhan, minat Durkheim telah berkembang untuk mencakup seperti tema yang beragam dan luas dalam sosiologi budaya, sosiologi ekonomi, sosiologi sejarah, dan nasionalisme (lihat, misalnya, Dingley, 2008; Emirbayer, 2003; Marcel, 2001; Smith dan Alexander, 2005; Stedman Jones, 2001; Steiner, 2005; Tiryakian, 2009).

Kekhawatiran yang menjadi konsen sosiologis Durkheim adalah untuk memahami bagaimana mungkin mempertahankan tatanan sosial yang stabil di tengah-tengah terjadinya individualisasi dan fragmentasi arus sosial kontemporer, hal ini sangat relevan dengan siapa pun yang ingin memahami transformasi sosial yang cepat, kekacauan, dan ketidakpastian dunia sosial kita sendiri. Durkheim sangat menyadari risiko dan gelap tersembunyi dalam perkembangan masyarakat modern. Ia menegaskan perlunya mekanisme regulasi sosial yang akan marah egoisme yang berlebihan dan pelayanan kepada sempit

Page 30: foreword - UNJ

xxx sosiologi pendidikan émile durkheim

didefinisikan tujuan, tetapi ia juga merayakan semangat kreatif dari aktivitas manusia dan kemungkinan pertumbuhan manusia yang sedang berlangsung. Masyarakat dan lingkungan sosial menurut Durkheim, harus diajukan tidak sebagai kekuatan tidak menindas yang melemahkan ekspresi individu dan hak tetapi harus diakui, sebaliknya, sebagai karakteristik mendasar dari apa yang membuat kita menjadi manusia. Bagi Durkheim, kita tidak dapat mengurangi unsur-unsur inti dari dunia sosial (termasuk individu/masyarakat dan kebebasan/kewenangan) untuk kondisi terisolasi yang berdiri bertentangan satu sama lain, melainkan harus dilihat dari segi dialektis dengan cara yang mengharuskan kita untuk memahami bagaimana mereka saling bergantung pada dan tertanam dalam satu sama lain. Singkatnya, karya Durkheim tetap penting bagi para ilmuwan sosial, pendidik, dan setiap mahasiswa lainnya dari masyarakat kontemporer karena menimbulkan pertanyaan dan menawarkan alat analisis untuk membantu kita memahami mekanisme yang mendorong sosialisasi dan pembangunan manusia di tengah-tengah tatanan sosial berubah. Dalam dunia yang semakin dinamis yang akan ditandai oleh inovasi teknologi yang cepat, relasi global yang dipercepat, pergeseran jaringan sosial, sarana dimodifikasi komunikasi dan transformasi dalam arti dan sifat dari perjalanan hidup, kita dipaksa untuk menghadapi pertanyaan secara teratur tentang saling ketergantungan kita satu sama lain dan kemampuan kita untuk memelihara kapasitas kita untuk kreativitas dan pertumbuhan sebagai manusia sambil tetap menjaga kewajiban kita kepada satu sama lain.

Sebuah volume mengundang kita untuk mencermati dengan serius apa yang sudah dijelaskan Émile Durkheim tentang sosiologi pendidikan sangat diterima dalam konteks ini. Durkheim menulis panjang lebar tentang pendidikan dan memainkan peran formatif dalam munculnya sosiologi pendidikan, tetapi secara paradoks analisis tentang pendidikan

Page 31: foreword - UNJ

xxxikata pengantar

tetap di banyak bagian dunia salah satu yang paling dieksplorasi dan kadang-kadang disalahpahami unsur karyanya. Hal ini terutama pentingnya bahwa kita diberi kesempatan untuk mengeksplorasi secara rinci analisis ini dengan cara yang hati-hati mengartikulasikan implikasinya bagi pemahaman tentang sistem pendidikan dan proses pendidikan dengan memerhatikan, pada saat yang sama, orientasi secara keseluruhan untuk ilmu sosial dan penyelidikan fenomena sosial. Kontribusi Rakhmat Hidayat dalam menulis bukunya berjudul “Sosiologi Pendidikan Émile Durkheim“ sangat berharga dalam hal ini yang mengintegrasikan gambaran kehidupan Durkheim dan bekerja pada pendidikan dengan alat-alat yang dapat membantu kita menjadi lebih siap dengan jenis kapasitas yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan tantangan kita dihadapkan dengan di zaman kita. Buku ini menguraikan peran formatif Durkheim dalam pembentukan disiplin Sosiologi, membuka jalan untuk penjelasan lebih rinci tentang basis pemikiran Durkheim tentang analisis pendidikan dan warisan yang kuat yang memberikan kontribusi terutama dalam pembentukan tradisi kuat yang diinformasikan melalui penelitian dan praktik dalam sosiologi pendidikan di Prancis. Ini menyoroti tujuan utama Durkheim untuk menunjukkan bagaimana pendidikan sangat penting untuk terjadinya reproduksi kehidupan sosial dan perkembangan moral dalam masyarakat modern, menyediakan landasan untuk pemahaman yang lebih dalam proses yang berkaitan dengan kurikulum dan praktik pedagogis yang penting untuk praktik pendidikan. Analisis Durkheim menekankan tentang kebutuhan untuk memberikan perhatian terhadap peran sentral sistem pendidikan dalam membina masyarakat yang sehat secara luas.

Salah satu dimensi yang paling inovatif dalam buku ini adalah perhatian khusus Rakhmat Hidayat tentang pendidikan tinggi dan universitas, tema yang sedikit dibahas dalam literatur Durkheim dan sosiologi pendidikan. Kapasitas untuk memahami

Page 32: foreword - UNJ

xxxii sosiologi pendidikan émile durkheim

pendidikan untuk peran formatif dalam pembangunan manusia dan organisasi sosial serta kontribusi yang berkelanjutan untuk prestasi masyarakat maju ini sangatlah penting mengingat perhatian luas terhadap fenomena yang terkait dengan belajar seumur hidup, “masyarakat informasi” (information society) dan “ekonomi berbasis pengetahuan” (knowledge-based economies). Konsep-konsep ini menjelaskan manfaat keuntungan pendidikan formal yang dapat meningkatkan secara signifikansi juga dihadapkan dengan tantangan penting dalam masyarakat yang berubah dengan cepat dalam konteks sosial. Untuk peningkatan proporsi populasi dunia, partisipasi dalam pendidikan formal telah datang mewakili bagian penting dari jalur kehidupan dari anak usia dini untuk setidaknya awal masa dewasa. Pada saat yang sama, lembaga dan praktik pendidikan itu sendiri sedang berubah dalam konteks sosial tertentu serta pada tingkat global. Peran dan hakikat pendidikan sedang dievaluasi kembali dan dibentuk kembali di berbagai bidang, dari memperluas jangkauan pengaturan kelembagaan formal untuk berbagai situs di luar sekolah, meliputi tempat kerja, masyarakat, kolaborasi informal kegiatan belajar individu, dan kegiatan belajar lainnya terjadi di seluruh tentu saja kehidupan.

Durkheim tidak mungkin mengantisipasi banyak karakteristik yang membedakan pertemuan pembelajaran hari ini dan lingkungan pendidikan. Orientasi teoretisnya tidak akan menarik bagi semua pengamat dan banyak orang akan menyimpulkan bahwa analisisnya memiliki fungsi terbatas untuk kepentingan mereka sendiri dan pendekatan untuk masalah-masalah sosial dan pendidikan. Meskipun demikian, setidaknya ada tiga alasan utama mengapa penting untuk memusatkan perhatian pada pemahaman tentang pendidikan dan tempatnya dalam masyarakat kontemporer, pembinaan selamanya terhadap nuansa dan wawasan dalam analisis ini. Ini berkaitan dengan

Page 33: foreword - UNJ

xxxiiikata pengantar

orientasi kepada signifikansi praktis sosiologi, penekanannya pada pemahaman integrasi sosial di tengah-tengah pergeseran batas-batas sosial, dan penekanannya pada sifat sosial manusia.

Pertama, perhatian Durkheim di bidang pendidikan seperti dengan fokusnya yang lain, tidak murni teoretis. Sosiologi bisa menjadi sangat berharga untuk relevansi praktis dalam menangani masalah sosial. Penekanan ini dikombinasikan dengan desakan bahwa teori sosial adalah penting untuk memahami sifat dari suatu masyarakat tertentu dengan menyediakan sarana untuk memungkinkan untuk membedakan nilai-nilai membimbing, praktik dan persyaratan pengetahuan, telah memberikan kontribusi terhadap Durkheim melanjutkan relevansi analis sosial di seluruh dunia. Dengan menempatkan pendidikan sebagai domain institusional di mana dunia sosial datang untuk menjadi bagian dari setiap individu, Durkheim menyoroti kebutuhan bagi negara-negara atau entitas kolektif permanen lain untuk memperjelas dengan manfaat dari kontribusi untuk penelitian ilmiah yang ditawarkan penelitian sosiologis, nilai-nilai, bakat dan bentuk-bentuk pengetahuan yang penting untuk tubuh sosial untuk mempertahankan dirinya dan untuk membangun kondisi di mana dapat berkembang dan berkembang dari waktu ke waktu. Padahal beberapa pengamat berpendapat bahwa fragmentasi dan dislokasi yang dihasilkan oleh laju percepatan perubahan sosial dalam dunia postmodern harus mendorong kita untuk meninggalkan sebuah pencarian seperti itu, kita tidak dapat mengabaikan peran sentral bahwa praktik pendidikan dan lembaga pendidikan terus berfungsi sangat penting dalam mengamankan fondasi sosial kita.

Ada banyak bukti untuk mengungkapkan tempat yang penting diberikan kepada pendidikan dan hal-hal kurikuler dalam jenis yang sangat berbeda dari peraturan nasional yang ditandai oleh bentuk-bentuk yang berbeda dari transformasi

Page 34: foreword - UNJ

xxxiv sosiologi pendidikan émile durkheim

sosial, ekonomi dan politik. Pendidikan sangat penting untuk pembentukan kedaulatan dan identitas nasional dalam konteks postkolonial dengan cara yang sama bahwa sekolah memainkan peran sentral dalam pernyataan awal pemerintahan kolonial dan penaklukan di banyak bagian dunia. Ini telah menjadi fokus prinsip reformasi di negara-negara yang ingin membangun atau mengkonsolidasikan rezim baru, apakah dengan totalitarianisme atau dipandu oleh sosialisme atau prinsip-prinsip lainnya. Reformasi pendidikan juga merupakan prioritas utama dalam rezim pasca Soviet di Eropa Timur atau di negara-negara seperti Cina yang berusaha untuk mengakomodasi pembangunan berbasis pasar yang cepat dalam pemerintahan sosialis yang dikelola secara terpusat. Pada skala yang lebih luas, sistem pendidikan di negara industri dan negara berkembang pesat berfokus pada pengawasan yang luas dan penilaian ulang oleh pemerintah, warga negara, dan badan-badan supranasional seperti UNESCO dan OECD yang berorientasi pada tugas menentukan bagaimana sistem pendidikan harus selaras dalam rangka untuk memenuhi tuntutan yang berbeda dan sering kali bertentangan dan sangat ditentang dalam dunia yang mudah berubah (volatile world).

Kekhawatiran tentang hal-hal seperti kapasitas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, inovasi teknologi, mobilitas penduduk, kesenjangan regional, dan kesenjangan antara kaya dan miskin kebohongan menjadi pusat utama inisiatif reformasi tersebut tapi pemerintah dan otoritas pendidikan lainnya di banyak negara juga menganjurkan prioritas untuk memastikan bahwa sistem pendidikan dapat mendorong kepemilikan identitas kuat dan kepemilikan tempat di kalangan siswa pada saat yang sama ketika mereka menanggapi tuntutan warga dunia yang cepat berubah dan lingkungan yang tidak pasti. Banyak sistem pendidikan juga dihadapkan dengan tantangan dari gerakan-gerakan keagamaan dan kepentingan sosial dengan

Page 35: foreword - UNJ

xxxvkata pengantar

komitmen nilai tertentu baik mencari tempat untuk pandangan dunia mereka sendiri dan praktik-praktik budaya dalam domain pendidikan atau didedikasikan untuk menghapus orang-orang yang dianggap tidak sesuai dengan mereka sendiri. Perkembangan sekolah swasta dan pelayanan pendidikan alternatif di berbagai belahan dunia ini juga menjadi ancaman terhadap prospek sistem pendidikan nasional atau negara kesatuan.

Semua hal ini melibatkan dimensi normatif dan politik yang hanya bisa diselesaikan dalam pengambilan keputusan struktur yang spesifik (baik formal maupun terselubung) dalam setiap pengaturan nasional atau regional. Ini adalah pelajaran namun untuk kembali ke pertanyaan inti yang Durkheim ajukan, mengarahkan kita untuk mengadopsi pendekatan praktis untuk memungkinkan masyarakat tertentu atau badan kolektif untuk menentukan tujuan dari sistem pendidikan dan sarana yang dapat terbaik mencapai tujuan ini. Isu-isu ini dalam saran Durkheim tidak dapat diselesaikan secara memadai tanpa jenis bukti yang diberikan sebuah penelitian ilmiah sosial. Tindakan yang efektif harus didasarkan pada pendekatan musyawarah dan komparatif yang dijelaskan oleh penelitian empiris yang mendorong kita untuk mengambil peran dengan mengidentifikasi model dan pilihan yang tersedia bagi kita dan menyelaraskan dengan faktor-faktor yang dapat ditunjukkan untuk menjadi karakteristik mendefinisikan dan orientasi bangsa atau masyarakat. Semua praktik pendidikan meskipun terdapat perbedaan tetapi memungkinkan adanya satu pengaturan satu sama lainnya. Durkheim (1956: 95) menegaskan “adanya pengaruh dari generasi sebelumnya kepada generasi muda yang bertujuan mengadaptasi lingkungan sosial mereka yang dipersiapkan untuk kehidupan berikutnya”. Bagi peneliti pendidikan, tugas perbandingan sejarah dan lintas nasional memiliki nilai tambah mengungkapkan tema, isu dan masalah yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Meskipun Durkheim

Page 36: foreword - UNJ

xxxvi sosiologi pendidikan émile durkheim

jarang diakui kreditnya oleh penulis Amerika dan Inggris yang merintis kajian komparasi pendidikan internasional di tahun-tahun setelah Perang Dunia Kedua, tapi Durkheim menawarkan untuk menilai sistem pendidikan secara cermat dalam konteks tipe tertentu di masyarakat di mana mereka tetap memerhatikan pentingnya untuk sebuah pemahaman sistemik pendidikan dan praktik pendidikan.

Penekanan Durkheim pada dimensi inti yang mencirikan suatu bangsa atau masyarakat tidak dapat dipahami tanpa mempertimbangkan kebutuhan untuk mengakui pentingnya batas-batas pergeseran antara kelompok-kelompok sosial yang terjadi dalam perjalanan perubahan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Meskipun pendekatan khusus untuk masalah ini sering dipahami terdistorsi oleh homogenitas relatif dari masyarakat Prancis pada zamannya, Durkheim sadar bahwa sistem pendidikan yang diwajibkan untuk berubah, diversifikasi dan spesialisasi sesuai dengan transformasi yang muncul dalam struktur masyarakat di mana sistem-sistem pendidikan berada. Seperti relasi sosial dan ekonomi bergerak di luar arena lokal dan nasional, pemerintah dan warga negara di setiap negara-bangsa bergulat dengan tantangan untuk mempertahankan karakteristik yang diperlukan untuk mendefinisikan keunikan mereka sebagai masyarakat di tengah-tengah transisi yang sering berkontribusi secara simultan kepada fragmentasi internal dan konvergensi di masyarakat. Kita perlu mengakui sebagaimana dijelaskan Durkheim (1956: 122 ), “Jika pendidikan modern kita tidak lagi sempit cakupan secara nasional, itu adalah dalam konstitusi negara-negara modern yang alasannya harus dicari”.

Pertanyaan tentang bagaimana mendamaikan pluralitas, keberagaman atau klaim-klaim terhadap kedaulatan dalam batas-batas negara-bangsa atau konfigurasi sosial lainnya yang lebih besar tidak hanya pertanyaan filosofis abstrak, seperti terlihat dalam tantangan nyata yang dihadapi para pembuat

Page 37: foreword - UNJ

xxxviikata pengantar

kebijakan, perencana sosial, dan kelompok lainnya dalam rangka mengartikulasikan dan memerhatikan dampak dari perpindahan besar dan dislokasi yang terjadi di tengah-tengah liberalisasi pasar, globalisasi dan perubahan teknologi. Apakah dalam bentuk meningkatkan keragaman dan multikulturalisme dalam masyarakat dibentuk kembali melalui migrasi internal dan imigrasi, mengintensifkan persaingan dalam rekonfigurasi pasar tenaga kerja, meningkatnya polarisasi ekonomi atau kesenjangan yang ditimbulkan oleh jenis baru risiko sosial dan keterlibatan, sangat sedikit negara atau daerah di dunia kontemporer sepenuhnya bebas dari muncul atau terancam ketegangan etnis dan kerusuhan politik, di satu sisi, dan risiko dari pengawasan yang berlebihan, penegakan dan perpindahan melalui basis terpusat kekuasaan politik dan ekonomi yang lain. Sekali lagi, Durkheim tidak selalu memberikan jawaban atau mengarahkan kita menuju jenis tanggapan yang dapat dipertimbangkan pengamat untuk kompleksitas tugas, tapi dia menyarankan kita untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar dan memberikan bukti yang akan memberikan kontribusi tindakan yang efektif. Durkheim meramalkan hampir satu abad lalu bahwa pengambilan keputusan di bidang pendidikan dan bidang kebijakan sosial lainnya mengadopsi basis bukti (melalui penelitian sosial), dengan perbedaan penting bahwa, bukti ini harus melampaui pertanyaan teknis tentang pembelajaran atau pengajaran praktik dan hasil guna memastikan bahwa kita tidak melupakan hal-hal yang penting untuk sistem pendidikan dan masyarakat di mana mereka berada secara keseluruhan.

Yang paling penting, inti dari semua orientasi Durkheim terhadap pendidikan dan masyarakat terletak pada pengejaran tanpa henti dari kebutuhan untuk mengakui bahwa, sebagai manusia, kita tidak terisolasi dari individu melainkan kita memperoleh dan mengekspresikan kemanusiaan kita melalui interkoneksi satu sama lain termasuk generasi masa lalu

Page 38: foreword - UNJ

xxxviii sosiologi pendidikan émile durkheim

dan generasi yang akan datang. Fokusnya konsisten tentang pentingnya konteks sosial dan landasan kita dalam fungsi relasi sosial yang tidak hanya sebagai peringatan terhadap praktik-praktik yang mengancam untuk membagi dan fragmen keterlibatan sosial tetapi juga memberikan penegasan dari banyak cara di mana saling ketergantungan sosial sangat penting bagi kemampuan kita untuk belajar, mengembangkan dan berkembang sebagai manusia. Terlepas dari kepentingan kita, identitas dan orientasi sebagai individu atau anggota kelompok dalam mengejar khususnya kepentingan pribadi, kita tidak pernah bisa lepas kewajiban kita dan ketergantungan pada satu sama lain. Ini adalah pelajaran untuk mengamati bahwa, dalam tujuan yang diadopsi sistem pendidikan di seluruh dunia, dedikasi untuk tujuan dasar yang berkaitan dengan literasi, angka dan jenis keahlian tertentu, kompetensi, dan bakat untuk partisipasi pasar tenaga kerja yang jarang muncul tanpa memerhatikan tujuan tersebut ditujukan untuk kebajikan sebagai tanggung jawab sipil (sekarang sering termasuk kewarganegaraan global), toleransi terhadap perbedaan, dan kapasitas untuk bekerja dengan orang lain. Beberapa kritikus menemukan kuatnya dalam nilai-nilai ini yang sama optimisme atau kejujuran universalisme bahwa mereka sering menyebut pendekatan Durkheim tentang masalah sosial, naïf, atau ketidaktahuan dari bahaya dan ketidakpastian dari zaman kita. Sebaliknya, Durkheim, seperti pendidikan itu sendiri, menawarkan panduan yang berguna untuk menjelaskan jenis analisis komprehensif yang diperlukan untuk memahami dan menanggapi relasi yang dinamis, kompleks dan kontradiktif yang merupakan kehidupan sosial kontemporer.

Page 39: foreword - UNJ

xxxixkata pengantar

Daftar PustakaAlexander, Jeffrey C. and Philip Smith, eds. 2005. The Cambridge

Companion to Durkheim. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Dingley, James. 2008. Nationalism, Social Theory and Durkheim. Houndmills, UK: Palgrave Macmillan.

Durkheim, Émile. 1956 [1922]. Education and Society. Glencoe, IL: Free Press.

Elliott, Anthony. 2009. Contemporary Social Theory: An Introduction. Abingdon, UK: Routledge.

Emirbayer, Mustafa, ed. 2003. Émile Durkheim: Sociologist of Modernity. Malden, MA: Blackwell.

Levitas, Ruth. 2005. The Inclusive Society? Social Exclusion and New Labour, 2nd edition. Basingstoke, UK: Palgrave Macmillan.

Marcel, Jean-Christophe. 2001. Le Durkheimisme dans l’Entre-Deux-Guerres. Paris: Presses Universitaires de France.

Moore, Rob. 2004. Education and Society: Issues and Explanations in the Sociology of Education. Cambridge, UK: Polity Press.

Stedman Jones, Susan. 2001. Durkheim Reconsidered. Cambridge, UK: Polity Press.

Steiner, Philippe. 2005. L’École Durkheimienne et l’Économie. Genève: Librairie Droz.

Tiryakian, Edward A. 2009. For Durkheim: Essays in Historical and Cultural Sociology. Farnham, UK: Ashgate.

Page 40: foreword - UNJ

xl sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 41: foreword - UNJ

xliforeword

Historical Meaning and Contemporary Relevance of Durkheim’s Sociology of Education

FOREWORD

Dr. Raquel WeissProfessor of the Department of Sociology and at the Graduation Program in Sociology at Universidade Federal do Rio Grande do Sul (Brazil) & Director of the Brazilian Centre for Durkheimian Studies

Émile Durkheim is known around the world for his role as a founding father of Sociology, at least of French Sociology. More than that, he acquired the status of a “classic” of this discipline. Briefly, it means that his work is a mandatory reading for students and researchers in this field, not only because he was highly influential in the history of sociology, but also – and this is the most important reason – because he is still relevant. A classic is an author who has always tells us something new, whose words help us to understand ourselves and the world we live in. In the following pages I will try to argue how his sociology of education also fits this general definition, and that’s why Hidayat`s book is so relevant, allowing the Indonesian reader to be familiar with this very relevant area of Durkheimian work.

***

Page 42: foreword - UNJ

xlii sosiologi pendidikan émile durkheim

As the reader will have the chance to read in the first chapter of the present book, education played a central role in Durkheim´s biography. At his early ages, he decided to left behind the destiny planned by his parents – becoming a Rabin, as were his father, his grandfather and his great-grandfather – to follow a different path: to become a teacher. That´s why he studied so hard to be admitted at the prestigious École Normale Supérieure, in Paris, an institution that prepare its students to teach at schools or to pursue an academic career at the University.

Indeed, Durkheim´s first job was as a teacher in a secondary school, the French Lycée, in a small city called Saint Quentin, then in Sens, and finally in Troyes. Yet in that period, encouraged by his personal friendship with Louis Liard, an important figure on the Ministry of Education, he spent one year visiting German Universities, as part of French government´s program of reforming French Universities, and when he came back, he wrote an article on this subject [REF]. By that time, he started to be recognized as someone who had something to say about education, and in the next year he was invited to teach at the University of Bordeaux, in the chair of “Pedagogie et Science Sociale”, where he remain until 1902, when then he assumed the chair of “Science de l’Éducation” at Sorbonne.

Throughout his career he intensively dedicated himself to the reflections on education, preparing prepared new disciplines on the subject (Durkheim, 1925; Durkheim et Halbwachs, 1938), writing articles, giving conference and participating in public debates (1887a, 1899, 1903, 1906, 1909, 1911a, 1911b, 1912, 1918, 1919, 1992).

Considering that, a question that might be raised is why, as a sociologist, he dedicated so much time and effort to the theme of education. I believe there are three possible answers. First, because he had to do so, due to the fact he was admitted at the university as a lecturer in the area of pedagogy, so talking

Page 43: foreword - UNJ

xliiiforeword

about education would be mandatory. Nevertheless, he dealt with the theme of education before being hired to the chair of “Pédagogie et Sciences Sociales”, and continued to deal with it even when the chair of sociology was eventually created at the Sorbonne. The other two answers seemed to be more relevant and, at the same time complementary.

All in all, the second answer concerns an “internalist” interpretation of his theory itself: education is an element present, directly or indirectly, along all his writing, insofar is understood by Durkheim as the social process through which morals is produced and reproduced, being transmitted from one generation to another. It is the process by which society recreates itself, making the individuals ready to live in society. Is how we left our condition of mere animals, with our passions and instincts, to become properly humans, acquiring the goods of civilization. Shortly, without education, society wouldn’t be possible, at least not as a continuum through the time: it would need to reinvent itself constantly, starting from the zero. Education is at the very core of social life, so, nothing more logical than keeping it as a central object of sociological investigation. Is something so important that lead Durkheim to create a special field of sociology, the “sociology of education”.

The third answer, equally important and complementary to the former, relates to his social, political intellectual environment. After a long period of political instability, France started a new period of its history called Third Republic. Since the French Revolution, the country faced all kind of political crisis, so the common thought of those days was that, if they want Republic to triumph at least, would be necessary a series of profound changes, both moral and institutional. Not only the government was concerned with the general purpose, but also many intellectuals were deeply committed to this general purpose.

Page 44: foreword - UNJ

xliv sosiologi pendidikan émile durkheim

Since his youth, Durkheim was influenced by the republican ideal. While he was still a student at the École Normale, he became a faithful reader of one of the most influential philosophers in those days, the neo-kantian Charles Renouvier. His influence in Durkheimian theory is huge, and concerns various aspects, but there is one in particular that really worth to emphasize in the present context. According to this philosopher (Renouvier, 1848), to contribute to consolidate the Republic was a moral duty of any intellectual. It should be the primary concern of every science. Durkheim took this mission very seriously.

Between the supporters of the Republic was basically a consent that a crucial element to create this solid basis would be transforming the educational system, with special attention to primary school, that remain for a long time in the hands of the church. The reforms of the educational system were based on the principles of “gratuity”, “universality” and “laity”. In this context the teaching of a discipline called “moral education” was of a primary concern, and here is where Durkheim made his major contributions.

A common idea by that time, advocated by important political figures as Jules Ferry, was that public schools should promote a secular teaching of morality (enseignement laïque de la morale). Taking a stand, Durkheim sustained that it wouldn`t be enough, as what was really necessary was teaching a secular morality (enseignement d´une morale laïque). Therefore, he believed education was central to ensure the Republic would triumph at last, and he thought it was his duty as a scientist to commit himself to this task, defending a reform on the educational system as a whole, but with a particular emphasis on moral education.

What is interesting about these answers is that they are intrinsically connected to a second point I want to make here:

Page 45: foreword - UNJ

xlvforeword

that Durkheim´s work on the theme of education is constituted by two aspects, different and yet complementary: explicative aspects and normative aspects. Actually, this is a duality that we can apply to his work as whole, and the best way to understand how he reconcile the “is” and the “ought” is understanding how he deals with education from this double point of view (Weiss, 2009; Miller, 1996).

Actually, he is very conscious of this distinction, that we find properly established in the book “Éducation et Sociologie”, when he talks about the difference between “sociology of education” and “pedagogy”. The first one concerns the “explicative” dimension, based upon his conviction that sociology of education should observe and try to explain educational systems as they are. Basically, it would consist in apply sociological principles to the education, in order understand what already exists, showing the difference between the various educational systems, showing its connections to the social ideals. In this sense, it would help us to become more self-conscious of what is at the very basis of our education, so we understand what principles and capacities we are teaching to our children.

According to him, sociology of education cannot say what is the best education, or in what should consist our educational systems. On the other hand, the knowledge produced by sociologist of education, together with other disciplines as psychology and history, should constitute the core of Pedagogy, conceived by him as a well-grounded reflection on how education should be. Pedagogy is essentially a normative disciple, and its main task is to provide a guide to the educational action. In other words, Pedagogy should rely on the knowledge produced by scientific disciplines to help a society to establish the best educational systems – in terms of its structure, methods and content – to each society, to help each society to accomplish its true and most noble ideas.

Page 46: foreword - UNJ

xlvi sosiologi pendidikan émile durkheim

So, what I´m trying to say is that Durkheim deal with education both as a sociologist and a pedagogue, and this distinction is absolute crucial to understand the implications of his various writings. When he defended the institution of a secular morality (Durkheim, 1925; Durkheim, 1992), he was relying on his sociological knowledge, but he was not simply making sociology of education. He wasn´t talking about a moral education that was already there, but defending how moral education should be. On the other hand, when he talks about the history of educational systems (Durkheim, 1938), he is not telling us that those were perfect systems, he is just trying to show how they operate, what were their characteristics.

Therefore, I would like to suggest a classification of Durkheim´s writings on education, that can help us to organize our reading on the subject, having as clear as possible the intention behind each context. So, the main writings that I would consider as part of his “sociology of education”, being strictly explicatives, are La Philosophie dans les Universités Allemandes (1887), La Vie Universitaire à Paris, (1918) and L’Évolution Pédagogique en France (1938). And the most significant writings that are properly normative are: L'Enseignement de Philosophie (1895), L`Éducation Morale (1925) L'Enseignement de la Morale a l’École Primaire (1992). I hope this could provide an interesting insight to the very broad analysis here presented by Hidayat, that covers all this books mentioned above.

***

Up to this point the reader can be relatively well situated on the general plan of Durkheim writings on education, and is ready to start this journey through the pages of this book. And is precisely now that one could ask a crucial question: Why should I embark in this journey? Why should I know about Durkheim´s sociology of education? This is just a historical

Page 47: foreword - UNJ

xlviiforeword

knowledge, or it is still relevant in our contemporary world? To deal with those interrogations, I want to remember the reader of something I said at the beginning: the classics are authors who always tells us something new, whose words help us to understand ourselves and the world we live in. So, if Durkheim is a classic, and I sustain that he is, his writings on education must have something interesting to tell us.

A very symptomatic evidence of the contemporary relevance of his writings of education is the resumption of studies of his theory as a whole, and of his sociology of education in particular. I´m talking about resumption as his legacy followed a very peculiar path. Shortly after his death, in 1917, his closest collaborators tried to carry on their master´s precepts. Curiously, the theme of education was probably the most neglected: only Paul Fauconnet kept some interest on it, but not producing anything actually original (Pickering & Walford, 1994).

After this initial period his legacy started to fade away, and this process could be explained by several reasons, from changes in the intellectual landscape to relevant historical facts, as the German invasion in Paris. And a curious fact is that until 1972 the number of texts dedicated to this subject were quite rare. Analysing the bibliography of works about Durkheim, compiled by Steven Lukes (1972), I found out that between the 524 writings identified by Lukes, only 15 were explicitly related to the theme of education.

In the end of 1970´s and begin of 1980´s this scenario slowly started to change, with the efforts of key figures as Philippe Besnard, Jean-Claude Filloux and Victor Karady, in France; Robert Alun Jones and Jeffrey Alexander at the USA; Steven Lukes, Anthony Giddens and William Pickering in England. The very relevant work of this intellectual laid the basis from a revival of Durkheimian work, that continues to blossom all

Page 48: foreword - UNJ

xlviii sosiologi pendidikan émile durkheim

over the world. Now, we not only have many scholars dedicating their careers to understand Durkheim theory and to find out new documents and historical facts, but we also have a journal Durkheimian Studies/Études Durkheimiennes, edited by the British Centre for Durkheimian Studies, without mentioning other centres around the world, as the Laboratoire d´Études Durkheimiennes de L´UQAM, the Canadian Network for Durkheimian Studies, the Brazilian Centre for Durkheimian Studies, the Group Bruxelloise d´Études Durkheimiennes and Societé Française d´Études Durkheimiennes.

And this process eventually gets to the field of education, that took a little longer to flourish. We can establish the 1990´s (CF. Cardi, Plantier, et Gaudemar, 1993) as the point of departure of more systematic reflection on the subject, having as emblematic moments the journeys organized in Paris [1992] and Oxford [1996] that gave birth to two books that can be taken as the watershed in the researches on education: Durkheim, Sociologue de l´Éducation (Cardi, Plantier, et Gaudemar, 1993), and Durkheim and Modern Education (Walford, Pickering, et British Centre for Durkheimian Studies, 1998). The two main consequences of this were 1) bring together scholars who up to this point were carrying their researches separately and 2) encourage an intense exchange of ideas that threw light on the deep meaning of Durkheim sociology of education for contemporary sociology.

I believe the duality between explicative and normative elements is replicated here, helping us to understand the double relevance of Durkheimian writings. From the point of view of the explicative elements, Durkheim offers a program of research that can complement current sociology of education, specially considering his emphasis on the connection between morality and education, and his idea about the investigation of the real role played by schools in our society.

Page 49: foreword - UNJ

xlixforeword

Educate is not simply give to the individuals some capacities, isn´t only preparing he or she to the labour market. Is also create and reproduce values. Therefore, knowing what kind of citizens we are creating is crucial to know if we are teaching at schools is coherent with the values we consider to be the most important of our society. In other words, studying the educational system is crucial to understand how is going to be our future, to evaluate if the ideal we are teaching is the ideal we believe in (Weiss, 2012).

How about the normative point of view? The ideal defended by Durkheim still makes sense in our present time? Of course, what he had in mind was France of the beginning of the Twentieth century. In that country, each time more plural, Catholicism could no longer monopolize the teaching of morality, as there were people from all kinds of religion living on the same territory. In that context, a secular morality, that could provide a common faith around values such as the dignity of human person, justice and equality, seemed to be the most coherent, and the only one possible to avoid conflicts about believers of different believers, and even with non-believers. His ideal of a secular moral education wasn´t to deny religion, but to affirm that in spite our differences, we could share at least a public morality.

Another element implied in his normative propositions about moral education is that is should promote autonomy, and that would be the main characteristic of a secular morality. Autonomy, according to Durkheim, had become an ideal of modern societies. It means that we can only accept a morality if it is sufficiently transparent, if we know its origins and its goals. It means we should not accept some moral prescription just because someone told us to do so. We need to accept because we know its reasons, because we know it was created by society and for society.

Page 50: foreword - UNJ

l sosiologi pendidikan émile durkheim

Concluding, I believe that anyone who believe in religious tolerance, in the possibility of different people to share – peacefully - a same territory and that believe that reason should prevail against authoritarianism will find in Durkheim´s ideas a source of great inspiration. The society he lived in might not be the same as ours, but no doubt we still have many challenges in common. He had an accurate sensibility and a sharp mind, and in many aspects he anticipate some issues that we are still debating. That´s why Rakhmat Hidayat´s book is so relevant, a mandatory reading for anyone truly committed to the challenge of understand how we are the way we are, and how we can transform our societies into a better place, with individuals conscious of their duties and, most important, their right and their ideals.

Page 51: foreword - UNJ

liforeword

BibliographyCardi, François, Joëlle Plantier, et Paul de Gaudemar. 1993.

Durkheim, Sociologue de l’Éducation [actes des] Journées d’Études, 15-16 octobre 1992, [Paris]. Bibliothèque de l’Éducation. Paris: l’Harmattan.

Durkheim, Émile. 1887. “La Philosophie dans les Universités Allemandes” Revue Internationale de l’Enseignement, XIII, pp. 313-38, 423-40

. 1899. Contribution à « Enquête sur L’Introduction de la Sociologie dans l’Enseignement Secondaire”. Revue Internationale de Sociologie, VII, p. 679.

. 1918. La Vie universitaire à Paris. Paris, Colin.

. 1925. L’Éducation Morale. Travaux de l’Année Sociologique. Paris: F. Alcan.

. 1992. “L’Enseignement de la Morale à L’École Primaire”. Revue Française de Sociologie XXXIII: 609–23.

. 1938. L'Évolution Pédagogique en France. Bibliothèque de Philosophie Contemporaine. Paris: F. Alcan.

Lukes, Steven. 1972. Émile Durkheim; His Life snd Work, a Historical and Critical Study. [1st U. S. ]. New York: Harper & Row.

Miller, William Watts. 1996. Durkheim, Morals and Modernity. London/Montreal: UCL Press/McGill-Queen’s University Press.

Renouvier, Charles. 1848. Manuel Républicain de L’Homme et du Citoyen. Vol. Premiére. Paris: Pagnerre.

Walford, Geoffrey, W. S. F. Pickering, et British Centre for Durkheimian Studies. 1998. Durkheim and modern education. London: Routledge.

Weiss, Raquel. 2009. “A Concepção de Educação de Émile Durkheim como Chave para a Passagem e Entre Positivo e

Page 52: foreword - UNJ

lii sosiologi pendidikan émile durkheim

Normativo”. In Durkheim: 150 Anos, organizado por Massella, Alexandre, Pinheiro, Fernando, Augusto, Maria Helena, et Weiss, Raquel, 169–189.

Weiss, Raquel. 2012. “From Ideas to Ideals: Effervescence as the Key to Understanding Morality”. Durkheim Studies 18.

Page 53: foreword - UNJ

liiikata pengantar

Makna Historis dan Relevansi Kontemporer dari Sosiologi Pendidikan Durkheim

KATA PENGANTAR

Dr. Raquel WeissProfesor Sosiologi di Department of Sociology and the Graduation Program in Sociology at Universidade Federal do Rio Grande do Sul, Brazil dan Director of the Brazilian Centre for Durkheimian Studies

Émile Durkheim dikenal di seluruh dunia karena perannya sebagai bapak pendiri Sosiologi, setidaknya dari Sosiologi Prancis. Lebih dari itu, ia memperoleh status “klasik” dalam sosiologi. Secara singkat, itu berarti karyanya adalah bacaan wajib bagi mahasiswa dan peneliti di bidang ini, bukan hanya karena dia sangat berpengaruh dalam sejarah sosiologi, tetapi juga—dan ini adalah alasan yang paling penting— karena ia masih relevan. Seorang klasik adalah seorang penulis yang selalu menjelaskan kita sesuatu yang baru, yang kata-katanya membantu kita untuk memahami diri kita dan dunia hidup kita. Pada tulisan ini saya akan mencoba untuk berdebat bagaimana sosiologinya pendidikan juga sesuai definisi umum ini, dan bahwa mengapa buku Rakhmat Hidayat sangat relevan, memungkinkan pembaca Indonesia untuk menjadi akrab dan relevan dengan kajian dari analisisnya Durkheimian.

***

Page 54: foreword - UNJ

liv sosiologi pendidikan émile durkheim

Pembaca akan memiliki kesempatan untuk membaca di bab pertama buku ini, pendidikan memainkan peran sentral dalam biografi Durkheim. Pada usia dini, ia memutuskan untuk meninggalkan takdir di belakangnya yang direncanakan oleh orang tuanya menjadi Rabi, seperti ayahnya, kakeknya dan kakek buyutnya, untuk mengikuti jalan yang berbeda: untuk menjadi seorang guru. Itu sebabnya ia belajar begitu keras untuk diterima di kampus bergengsi École Normale Supérieure (ENS) di Paris, sebuah lembaga yang mempersiapkan siswa untuk mengajar di sekolah-sekolah atau untuk mengejar karier akademis di universitas.

Memang pekerjaan pertama Durkheim adalah sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah (Lycée Prancis), di sebuah kota kecil bernama Saint Quentin, kemudian di Sens, dan akhirnya di Troyes. Namun dalam periode tersebut, didorong oleh persahabatan pribadinya dengan Louis Liard, seorang tokoh penting di Departemen Pendidikan, ia menghabiskan satu tahun mengunjungi universitas Jerman, sebagai bagian dari program pemerintah Prancis dalam reformasi Universitas Prancis, dan ketika ia kembali, ia menulis sebuah artikel mengenai hal ini. Pada saat itu, ia mulai diakui sebagai seseorang yang memiliki kapasitas berbicara tentang pendidikan. Pada tahun berikutnya ia diundang untuk mengajar di Universitas Bordeaux, menjadi Kepala Departemen “Pedagogi dan Ilmu Sosial”, hingga tahun 1902, kemudian ia menjadi Kepala Departemen “Ilmu Pendidikan” di Sorbonne.

Sepanjang kariernya ia intensif mendedikasikan dirinya untuk refleksi pendidikan, mempersiapkan disiapkan disiplin baru pada subjek (Durkheim, 1925; Durkheim et Halbwachs, 1938), menulis artikel, memberikan konferensi dan berpartisipasi dalam debat publik (1887a, 1899, 1903, 1906, 1909, 1911a, 1911b, 1912, 1918, 1919, 1992). Sebuah pertanyaan yang mungkin diajukan adalah mengapa, sebagai sosiolog, ia mendedikasikan

Page 55: foreword - UNJ

lvkata pengantar

begitu banyak waktu dan usaha untuk tema pendidikan. Saya percaya ada tiga kemungkinan jawaban. Pertama, karena ia harus melakukannya, karena fakta ia bekerja di universitas sebagai dosen di kajian pedagogi, sehingga wajib berbicara tentang pendidikan. Namun demikian, ia berurusan dengan tema pendidikan sebelum posisinya sebagai Kepala Departemen “Pedagogi dan Ilmu Sosial” dan terus menghadapinya bahkan ketika posisinya pindah di Sorbonne. Dua jawaban lainnya tampaknya lebih relevan dan pada saat yang sama saling melengkapi.

Jawaban kedua menyangkut sebuah interpretasi “internalis” dari teorinya sendiri: pendidikan merupakan elemen yang aktual, langsung atau tidak langsung di sepanjang tulisannya, sejauh dipahami oleh Durkheim sebagai proses sosial di mana moral diproduksi dan direproduksi, sedang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lain. Ini adalah proses di mana masyarakat menciptakan kembali sendiri, membuat individu siap untuk hidup dalam masyarakat. Adalah bagaimana kita meninggalkan kondisi kehewanan kita belaka, dengan nafsu dan naluri kita, untuk menjadi manusia benar manusia, memperoleh barang peradaban. Singkatnya, tanpa pendidikan, masyarakat tidak akan mungkin berubah, setidaknya tidak sebagai kontinum waktu: akan perlu untuk mengubah dirinya terus-menerus, mulai dari nol. Pendidikan adalah inti dari kehidupan sosial sehingga tidak lebih logis daripada menyimpannya sebagai objek utama penelitian sosiologis. Adalah sesuatu yang sangat penting yang mengarah Durkheim untuk membuat ranah khusus dari sosiologi yaitu “sosiologi pendidikan”.

Jawaban ketiga, sama-sama penting dan saling melengkapi dengan analisis sebelumnya, berkaitan dengan lingkungan sosial intelektual politiknya. Setelah periode panjang ketidakstabilan politik, Prancis memulai periode baru dalam sejarah yang disebut Republik Ketiga. Sejak Revolusi Prancis, negara ini menghadapi semua jenis krisis politik, sehingga pemikiran umum ketika itu

Page 56: foreword - UNJ

lvi sosiologi pendidikan émile durkheim

bahwa, jika mereka ingin republik (Prancis) berjaya setidaknya, akan diperlukan serangkaian perubahan besar, baik moral dan kelembagaan. Tidak hanya pemerintah yang prihatin dengan tujuan umum, tetapi juga banyak intelektual yang sangat berkomitmen dengan tujuan umum ini.

Sejak masa mudanya, Durkheim dipengaruhi oleh cita-cita ideal republik. Sementara ia masih menjadi mahasiswa di ÉNS Paris, ia menjadi pembaca setia dari salah satu filsuf paling berpengaruh pada masa itu, neo-Kantian Charles Renouvier. Pengaruhnya dalam teori Durkheimian sangat besar, dan keprihatinan berbagai aspek, tetapi ada orang tertentu yang benar-benar layak untuk menekankan dalam konteks kekinian. Menurut filsuf ini (Renouvier, 1848), untuk berkontribusi untuk mengonsolidasikan republik adalah kewajiban moral intelektual. Ini harus menjadi perhatian utama dari setiap ilmu pengetahuan. Durkheim mengambil misi ini sangat serius.

Di antara pendukung republik pada dasarnya setuju bahwa elemen penting untuk menciptakan dasar yang kuat ini akan mengubah sistem pendidikan, dengan perhatian khusus pada sekolah dasar, yang sebelumnya dalam jangka waktu yang lama didominasi oleh gereja. Reformasi sistem pendidikan didasarkan pada prinsip-prinsip “pendidikan gratis”, “universalitas” (dalam hal ini wajib belajar) dan “sekuler”. Dalam konteks ini pengajaran disiplin yang disebut “pendidikan moral” adalah sebuah perhatian utama, dan inilah kontribusi besar Durkheim.

Ide umum pada saat itu dianjurkan oleh tokoh-tokoh politik berpengaruh seperti Jules Ferry, yaitu sekolah-sekolah umum harus mempromosikan pengajaran moralitas sekuler. Menurut Durkheim, itu saja tak cukup dengan hanya mengajarkan moralitas sekuler. Oleh karena itu, ia percaya pendidikan adalah pusat untuk memastikan republik akan berjaya, pada akhirnya dia pikir itu adalah tugasnya sebagai ilmuwan untuk mendukung

Page 57: foreword - UNJ

lviikata pengantar

reformasi sistem pendidikan secara keseluruhan, tetapi dengan penekanan khusus pada pendidikan moral.

Apa yang menarik dari jawaban ini adalah bahwa mereka secara intrinsik terhubung ke poin kedua di mana saya ingin jelaskan di sini: bahwa analisis Durkheim pada tema pendidikan didasari oleh dua aspek yang berbeda namun saling melengkapi: aspek eksplikatif dan aspek normatif. Sebenarnya, ini adalah dualitas yang bisa kita terapkan untuk karyanya secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memahami bagaimana ia mendamaikan “adalah” dan “seharusnya” yaitu memahami bagaimana ia berhubungan dengan pendidikan dari kedua sudut pandang tersebut (Weiss, 2009; Miller, 1996).

Durkheim sebenarnya sangat sadar akan perbedaan ini yang kita temukan kebenarannya pada buku Éducation et Sociologie, ketika ia berbicara tentang perbedaan antara “sosiologi pendidikan” dan “pedagogi”. Sosiologi pendidikan menyangkut “dimensi eksplikatif ”, yaitu dimensi yang berdasarkan keyakinannya bahwa sosiologi pendidikan harus mengamati dan mencoba untuk menjelaskan sistem pendidikan seperti keberadaan mereka. Pada dasarnya itu terdiri dari praktik prinsip-prinsip sosiologis pendidikan, dalam rangka memahami apa yang sudah ada, menunjukkan perbedaan antara berbagai sistem pendidikan, menunjukkan hubungannya dengan cita-cita sosial. Dalam hal ini, hal tersebut akan membantu kita untuk menjadi lebih sadar diri tentang apa yang sangat mendasar dalam pendidikan kita sehingga kita memahami prinsip-prinsip dan kapasitas apa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita.

Menurut Durkheim, sosiologi pendidikan tidak bisa mengatakan apa pendidikan terbaik atau apa yang harus terdiri sistem pendidikan kita. Di sisi lain, pengetahuan yang dihasilkan oleh sosiolog pendidikan, bersama-sama dengan disiplin ilmu lain seperti psikologi dan sejarah, harus merupakan inti dari

Page 58: foreword - UNJ

lviii sosiologi pendidikan émile durkheim

pedagogi yang dimilikinya sebagai refleksi cukup beralasan tentang bagaimana pendidikan seharusnya dilakukan. Pedagogi pada dasarnya adalah penting bagi seorang murid dan tugas utama pedagogi adalah untuk memberikan panduan untuk tindakan pendidikan. Dengan kata lain, pedagogi harus bergantung pada pengetahuan yang dihasilkan oleh disiplin ilmu untuk membantu masyarakat untuk membangun sistem pendidikan terbaik dalam hal struktur, metode dan konten untuk setiap masyarakat, saling membantu masyarakat untuk mencapai ide-ide yang paling benar dan mulia.

Apa yang saya ingin katakan bahwa Durkheim menjelaskan pendidikan pada posisinya sebagai seorang sosiolog dan pendidik. Kedua perbedaan posisi ini mutlak penting untuk memahami implikasi dari berbagai tulisannya. Ketika Durkheim mendukung institusi moralitas sekuler (Durkheim, 1925; Durkheim, 1992), ia memiliki kapasitas pengetahuan sosiologis, tetapi dia tidak dengan mudah merintis sosiologi pendidikan. Dia tak hanya berbicara tentang pendidikan moral di Prancis, tapi bagaimana seharusnya mempertahankan moral pendidikan. Di sisi lain, ketika ia berbicara tentang sejarah sistem pendidikan (Durkheim, 1938), ia tidak mengatakan kepada kita bahwa mereka adalah sistem yang sempurna, ia hanya mencoba untuk menunjukkan bagaimana mereka beroperasi sesuai karakteristik mereka.

Oleh karena itu, saya ingin menyarankan sebuah klasifikasi tulisan Durkheim tentang pendidikan yang dapat membantu kita untuk mengatur pembacaan kita pada subjek yang memiliki konteks jelas. Tulisan-tulisan utama saya akan mempertimbangkan sebagai bagian dari “sosiologi pendidikan”, yang dapat dijelaskan di sini adalah La Philosophie dans les Université Allemandes (1887), La Vie Universitaire à Paris (1918) dan L’Évolution Pédagogique en France (1938). Tulisan-tulisan yang paling signifikan yang benar normatif adalah: L’Enseignement de

Page 59: foreword - UNJ

lixkata pengantar

Philosophie (1895), L`Éducation Morale (1925) dan L’Enseignement de la Moral à l’École Primaire (1992). Saya berharap referensi yang disebut itu bisa memberikan pembahasan yang menarik dan tercakup dalam bukunya Rakhmat Hidayat.

***

Sampai titik ini pembaca dapat relatif berada pada rencana umum tulisan-tulisan Durkheim tentang pendidikan dan siap untuk memulai perjalanan ini melalui halaman bukunya Rakhmat Hidayat. Justru sekarang menjadi salah satu yang bisa mengajukan pertanyaan penting: mengapa saya harus memulai dalam perjalanan ini? Mengapa saya harus tahu tentang sosiologi pendidikannya Durkheim? Apakah ini hanya pengetahuan sejarah atau masih relevan dalam dunia kontemporer kita? Untuk menghadapi penelitian tersebut, saya ingin mengingatkan pembaca sesuatu yang saya katakan di awal pengantar saya: seorang penulis klasik adalah penulis yang selalu menjelaskan kita sesuatu yang baru, yang penjelasannya membantu kita untuk memahami diri kita dan dunia hidup kita. Jika Durkheim adalah penulis klasik dan saya mempertahankan posisi klasik tersebut bahwa tulisan-tulisannya tentang pendidikan harus memiliki sesuatu yang menarik untuk menjelaskan kepada kita.

Sebuah bukti dari gejala relevansi kontemporer tulisannya Durkheim tentang pendidikan adalah dimulainya kembali studi teorinya secara keseluruhan dan khususnya sosiologi pendidikan. Saya berbicara tentang dimulainya kembali legasinya mengikuti jalan yang sangat aneh. Tak lama setelah kematiannya, pada tahun 1917, rekan terdekatnya mencoba untuk membawa pada pemikiran orisinalitasnya. Anehnya, tema pendidikan mungkin yang paling diabaikan. Hanya Paul Fauconnet yang terus tertarik dengan tema ini tetapi tidak menghasilkan sesuatu karya yang asli (Pickering & Walford, 1994).

Page 60: foreword - UNJ

lx sosiologi pendidikan émile durkheim

Setelah periode awal legasinya mulai memudar dan proses ini dapat dijelaskan oleh beberapa alasan, dari perubahan dalam lanskap intelektual dengan fakta-fakta historis yang relevan, seperti invasi Jerman di Paris. Fakta yang aneh adalah bahwa sampai tahun 1972 jumlah teks yang didedikasikan untuk subjek pendidikan cukup langka. Analisis bibliografi karya tentang Durkheim disusun oleh Steven Lukes (1972), saya menemukan bahwa di antara 524 tulisan yang diidentifikasi oleh Lukes, hanya 15 yang secara eksplisit terkait dengan tema pendidikan.

Pada akhir tahun 1970 dan mulai tahun 1980, skenario ini perlahan-lahan mulai berubah dengan upaya dari beberapa tokoh-tokoh penting seperti Philippe Besnard, Jean-Claude Filloux dan Victor Karady di Prancis, Robert Alun Jones dan Jeffrey Alexander di Amerika Serikat, Steven Lukes, Anthony Giddens dan William Pickering di Inggris. Analisis mereka sangat relevan untuk meletakkan dasar dari kebangkitan pemikiran para Durkheimian yang terus berkembang di seluruh dunia. Sekarang kita tidak hanya memiliki banyak sarjana yang mendedikasikan karier mereka untuk memahami teori Durkheim, mengetahui dokumen baru dan fakta-fakta sejarah tetapi kita juga memiliki jurnal Durkheimian Studies/Études Durkheimiennes yang diedit oleh the British Centre for Durkheimian Studies. Kita juga bisa menyebutkan beberapa pusat-pusat lainnya di seluruh dunia seperti Laboratoire d´Études Durkheimiennes de L´UQAM, the Canadian Network for Durkheimian Studies, the Brazilian Centre for Durkheimian Studies, the Group Bruxelloise d´Études Durkheimiennes dan Societe Française d´Études Durkheimiennes.

Proses ini akhirnya sampai ke ranah pendidikan yang sedikit lebih lama berkembang. Kita dapat membangun ranah kajian ini tahun 1990 (Cardi, Plantier, et Gaudemar, 1993) sebagai titik tolak refleksi yang lebih sistematis tentang subjek yang memiliki makna momentum saat perjalanan yang diselenggarakan di Paris

Page 61: foreword - UNJ

lxikata pengantar

(1992) dan Oxford (1996) yang kemudian melahirkan dua buku yang menjadi topik penelitian tentang pendidikan yaitu Durkheim, Sociologue de l´Éducation (Cardi, Plantier, et Gaudemar, 1993), dan Durkheim and Modern Education (Walford, Pickering, et British Centre for Durkheimian Studies, 1998). Dua konsekuensi utama dari buku ini adalah: (1) membawa bersama-sama para sarjana yang sampai saat ini melakukan penelitiannya secara terpisah dan (2) mendorong pertukaran intens ide yang memberikan makna mendalam dari sosiologi pendidikan Durkheim bagi sosiologi kontemporer.

Saya percaya dualitas antara unsur eksplikatif dan normatif yang direplikasi di sini. Ini membantu kita untuk memahami relevansi penting tulisan Durkheimian. Dari sudut pandang eksplikatif, Durkheim menawarkan program penelitian yang dapat melengkapi sosiologi pendidikan saat ini khususnya penekanannya pada relasi antara moralitas dan pendidikan, dan idenya tentang penelitian peran nyata keberadaan sekolah-sekolah di masyarakat kita.

Mendidik tidak hanya memberikan kapasitas kepada individu, tidak hanya mempersiapkan dia untuk masuk ke pasar tenaga kerja. Pendidikan juga menciptakan dan mereproduksi nilai-nilai. Oleh karena itu, mengetahui apa jenis warga negara kita menciptakan sangat penting untuk mengetahui jika kita mengajar di sekolah adalah koheren dengan nilai-nilai yang kita anggap sebagai yang paling penting dari masyarakat kita. Dengan kata lain, mempelajari sistem pendidikan sangat penting untuk memahami bagaimana akan menjadi masa depan kita, untuk mengevaluasi apakah cita-cita yang kita ajarkan adalah yang ideal kita percayai (Weiss, 2012).

Bagaimana dengan dimensi normatif? Cita-cita ideal yang diusung Durkheim masih masuk akal di zaman kita sekarang ini? Tentu saja, ini dalam konteks Prancis di awal abad kedua

Page 62: foreword - UNJ

lxii sosiologi pendidikan émile durkheim

puluh. Di Prancis, dalam kondisi lebih plural, Katolik tidak bisa lagi memonopoli ajaran moralitas karena ada kelompok agama lain yang hidup berdampingan. Dalam konteks itu, moralitas sekuler, yang bisa memberikan keyakinan umum di sekitar nilai-nilai seperti martabat pribadi manusia, keadilan dan kesetaraan tampaknya yang paling koheren dan satu-satunya yang bisa menghindari konflik tentang kepercayaan yang berbeda. Idealitas dari pendidikan moral sekuler adalah menolak agama tetapi menegaskan bahwa meskipun terdapat berbagai perbedaan kita bisa berbagi setidaknya dalam sebuah moralitas publik.

Unsur lain yang tersirat dalam dimensi normatif adalah tentang pendidikan moral, bahwa kita harus mempromosikan otonomi, dan itu akan menjadi ciri utama dari moralitas sekuler. Otonomi menurut Durkheim telah menjadi cita-cita ideal masyarakat modern. Kita hanya dapat menerima moralitas jika itu cukup transparan jika kita tahu asal-usulnya dan tujuannya. Artinya kita tidak harus menerima beberapa perspektif moral yang hanya karena seseorang mengatakan kepada kita untuk melakukannya. Kita harus menerima karena kita tahu alasannya, karena kita tahu itu diciptakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

Kesimpulannya, saya percaya bahwa siapa pun yang percaya pada toleransi beragama, dalam berbagai perbedaan memungkinkan orang untuk berbagi damai di wilayah yang sama dan yang percaya bahwa alasan yang kuat untuk melawan otoritarianisme akan menemukan ide-ide Durkheim sebagai sumber inspirasi besar. Kehidupan masyarakat mungkin tidak sama seperti kita, tetapi kita masih memiliki banyak tantangan yang sama. Durkheim memiliki kepekaan yang akurat, pikiran yang tajam dan dalam banyak aspek ia mengantisipasi beberapa masalah yang kita masih memperdebatkan. Itu sebabnya bukunya Rakhmat Hidayat sangat relevan sebagai bacaan wajib bagi

Page 63: foreword - UNJ

lxiiikata pengantar

siapa saja yang benar-benar berkomitmen untuk menghadapi tantangan, bagaimana kita dapat mengubah masyarakat kita menjadi tempat yang lebih baik dengan kesadaran individu tentang tugas mereka dan yang paling penting adalah hak dan cita-cita mereka.

Page 64: foreword - UNJ

lxiv sosiologi pendidikan émile durkheim

Daftar PustakaCardi, François, Joëlle Plantier, et Paul de Gaudemar. 1993.

Durkheim, Sociologue de l’Éducation [actes des] Journées d’Études, 15-16 octobre 1992, [Paris]. Bibliothèque de l’Éducation. Paris: l’Harmattan.

Durkheim, Émile. 1887. “La Philosophie dans les Universités Allemandes” Revue Internationale de l’Enseignement, XIII, pp. 313-38, 423-40

. 1899. Contribution à “Enquête sur L’Introduction de la Sociologie dans l’Enseignement Secondaire”. Revue Internationale de Sociologie, VII, p. 679.

. 1918. La Vie Universitaire à Paris. Paris, Colin.

. 1925. L’Éducation Morale. Travaux de l’Année sociologique. Paris: F. Alcan.

. 1992. “L’Enseignement de la Morale à L’École Primaire”. Revue Française de Sociologie XXXIII: 609–23.

. 1938. L’Évolution Pédagogique en France. Bibliothèque de Philosophie Contemporaine. Paris: F. Alcan.

Lukes, Steven. 1972. Émile Durkheim; His Life and Work, a Historical and Critical Study. [1st U. S. ]. New York: Harper & Row.

Miller, William Watts. 1996. Durkheim, Morals and Modernity. London/Montreal: UCL Press/McGill-Queen’s University Press.

Renouvier, Charles. 1848. Manuel Républicain de L’Homme et du Citoyen. Vol. Premiére. Paris: Pagnerre.

Walford, Geoffrey, W. S. F. Pickering, et British Centre for Durkheimian Studies. 1998. Durkheim and Modern Education. London: Routledge.

Weiss, Raquel. 2009. “A Concepção de Educação de Émile

Page 65: foreword - UNJ

lxvkata pengantar

Durkheim como Chave para a Passagem e Entre Positivo e Normativo”. In Durkheim: 150 Anos, organizado por Massella, Alexandre, Pinheiro, Fernando, Augusto, Maria Helena, e Weiss, Raquel, 169–189.

. 2012. “From Ideas to Ideals: Effervescence as the Key to Understanding Morality”. Durkheim Studies 18.

Page 66: foreword - UNJ

lxvi sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 67: foreword - UNJ

lxviisekapur sirih penulis

SEKAPUR SIRIH PENULIS

Saya bersyukur bisa menuntaskan janji dan komitmen saya untuk menulis buku ketiga saya seiring dengan masa studi PhD saya di Lyon, Prancis. Saya memang berkomitmen untuk menulis satu buku setiap tahunnya selama berlangsungnya studi PhD saya. Apa pun alasan dan kondisinya, produktivitas buku harus saya hasilkan karena dukungan referensi yang berlimpah disertai dengan akses internet yang sangat mendukung. Jadilah buku yang sedang Anda baca ini sebagai buku saya ketiga. Dua buku sebelumnya sudah terbit sejak lama yaitu Pengantar Sosiologi Kurikulum (2011), Pedagogi Kritis: Sejarah, Pemikiran dan Perkembangan (2013).

Proses penulisan buku ini sebenarnya dimulai sejak bulan April 2012. Pada Januari 2013, naskah buku ini sudah mencapai sekitar 70% dan sudah masuk ke Penerbit RajaGrafindo Persada. Pada saat proses penulisan buku ini sebenarnya ditulis bersamaan dengan menunggu kelahiran anak kedua saya di Lyon yang kemudian kami beri nama Haniyya Ashavelin Hidayat. Buku ini dipersembahkan untuk ananda Haniyya yang lahir pada 23 Januari 2013 di Vaulx en Velin, Lyon. Haniyya lahir dalam

Page 68: foreword - UNJ

lxviii sosiologi pendidikan émile durkheim

perjuangan akademik yang penuh tantangan. Haniyya adalah cermin kebahagiaan kami dalam mengarungi proses kehidupan di negeri Eiffel. Sayangnya, setelah periode tersebut, naskah ini mengendap sangat lama—hampir satu tahun—karena kesibukan saya menyelesaikan studi. Naskah yang sudah lama terkumpul, nyaris tak tersentuh karena fokus dan konsentrasi saya tertuju pada disertasi yang dikejar tenggat sejalan dengan berakhirnya beasiswa. Alasan lain, draft pertama tidak tersentuh dalam jangka waktu sangat lama karena saya memerlukan waktu lebih lama untuk meriset berbagai publikasi primer maupun sekunder Durkheim yang tersebar dan bisa dikatakan berserakan di berbagai sumber. Saya menemukan ratusan tulisan Durkheim di luar buku-buku utamanya yang berbahasa Prancis. Ratusan tulisan tersebut harus saya pilah sesuai dengan tema buku yang saya tulis ini. Setelah semua referensi lengkap, energi untuk menuntaskan buku kembali terpancar. Naskah buku ini kembali saya selesaikan pada Desember 2013 dan Januari 2014.

Pemikiran Émile Durkheim selalu relevan dan kontekstual dalam dinamika sosial masyarakat kontemporer. Meski teori sosiologi sangat dinamis, pemikiran Durkheim tetap memberikan fondasi kuat dalam pelembagaan teori sosiologi. Diskursus teori sosiologi tidak bisa melepaskan basis teoretik pemikiran Durkheim. Pemikiran Durkheim tidak hanya mendominasi diskursus sosiologi pendidikan tetapi juga menyebar dalam berbagai kajian sosiologi lainnya seperti sosiologi agama, sosiologi kriminalitas, sosiologi keluarga maupun psikologi sosial. Buku ini berupaya memetakan pemikiran Durkheim dalam studi sosiologi pendidikan. Pemetaan ini memiliki makna penting dalam konteks Indonesia karena beberapa hal. Pertama, menjadi pintu masuk untuk memperkuat diskursus sosiologi pendidikan dalam perspektif Durkheimian di Indonesia. Sebagai pintu masuk, sangat memungkinkan untuk mengembangkan terjadinya dialektika secara intensif dalam produksi wacana

Page 69: foreword - UNJ

lxixsekapur sirih penulis

dan gagasan tentang studi sosiologi pendidikan Durkheim. Kedua, buku ini berupaya merangkai berbagai referensi primer Durkheim yang ditulis dalam bahasa Prancis maupun referensi sekunder yang ditulis berbagai sosiolog mancanegara tentang analisis Durkheim dalam sosiologi pendidikan. Kesulitan utama buku ini terletak dalam mendekonstruksi referensi berbahasa Prancis yang bersumber pada referensi Durkheim. Durkheim menulis berbagai referensi dengan bahasa akademik yang tinggi dan sulit dipahami bagi akademisi non negara francophone (negara yang berbahasa pengantar Bahasa Prancis). Buku ini menjembatani berbagai keterbatasan referensi tentang sosiologi pendidikan Durkheim. Secara garis besar buku ini dibingkai dalam dua bagian penting. Pertama, menjelaskan konteks historis lahirnya studi sosiologi pendidikan di Prancis. Bagian pertama diawali dengan diskusi konteks intelektual dan karya akademik Durkheim. Kedua, menjelaskan peta pemikiran sosiologi pendidikan menurut Emile Durkheim. Bagian ini terdiri atas beberapa subbagian dalam upaya penajaman dari fokus analisis yang dibahas.

Saya sangat dibantu dengan akses referensi yang sangat terbuka di perpustakaan ENS Lyon (dulu bernama Institut National de la Recherche Pédagogique, INRP) dan Perpustakaan Université Lumière Lyon 2, tempat di mana saya terdaftar sebagai kandidat PhD. Hal ini memungkinkan saya mengembangkan materi dan referensi dalam penulisan buku ini. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas berbagai bantuan moral maupun materiil kepada pihak-pihak yang mendukung terbitnya buku ini. Ucapan terima kasih pertama saya sampaikan kepada tiga orang sosiolog mancanegara yang telah memberikan kata pengantarnya yaitu Prof. Dr. Stjepan G. Meštrović (Texas A&M University, AS), Prof. Dr. Terry Wotherspoon (University of Saskatchewan, Canada), Dr. Raquel Weiss (Universidade Federal do Rio Grande do Sul, Brazil). Kesediaan mereka memberikan kata pengantar

Page 70: foreword - UNJ

lxx sosiologi pendidikan émile durkheim

untuk buku ini merupakan sebuah kehormatan bagi saya. Mereka memiliki otoritas akademik sangat mumpuni dalam pemikiran Sosiologi Pendidikan dalam perspektif Durkheim. Terima kasih juga kepada Penerbit RajaGrafindo Persada yang mendukung penerbitan buku ini khususnya kepada Bapak Embun Tiur untuk diskusi dan kerja samanya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Nanang Martono, M.Si (Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman) untuk diskusinya selama penulisan buku ini. Saya berutang budi kepada istri penulis Nur Aini Zaida, S. Pd dan kedua anak saya: Muhammad Haikal Hidayat dan Haniyya Ashavelin Hidayat. Waktu liburan akhir pekannya tersita karena kesibukan saya menuntaskan buku ini. Tak sering, mereka memprotes saya karena waktu bersama mereka tersita selama menyelesaikan buku ini. Kasih sayang, cinta dan ketulusan mereka menjadi kekuatan saya yang tak ternilai. Buku ini adalah bentuk cinta, sayang dan dukungan kepada istri dan anak saya yang telah mendampingi hari-hari penuh perjuangan selama menyelesaikan studi PhD di Lyon, Prancis. ***

Lyon-France, Musim dingin (l’hiver),

Januari 2014

Rakhmat Hidayat

Page 71: foreword - UNJ

lxxidaftar isi

DAFTAR ISI

Foreword Prof. Dr. Stjepan G. Meštrović (Professor of Sociology Texas A & M University, USA) vii

Kata Pengantar Prof. Dr. Stjepan G. Meštrović (Profesor Sosiologi di Texas A & M University, Amerika Serikat) xi

Foreword Prof. Dr. Terry Wotherspoon (Professor of Sociology at Department of Sociology, University of Saskatchewan, Canada) xv

Kata Pengantar Prof. Dr. Terry Wotherspoon (Profesor Sosiologi di Department of Sociology, University of Saskatchewan, Kanada) xxvii

Foreword Dr. Raquel Weiss (Professor of the Department of Sociology and at the Graduation Program in Sociology at Universidade Federal do Rio Grande do Sul (Brazil) & Director of the Brazilian Centre for Durkheimian Studies) xli

Kata Pengantar Dr. Raquel Weiss (Profesor Sosiologi di Department of Sociology and the Graduation Program in Sociology at Universidade Federal do Rio Grande do Sul, Brazil dan Director of the Brazilian Centre for Durkheimian Studies liii

Page 72: foreword - UNJ

lxxii sosiologi pendidikan émile durkheim

Sekapur Sirih Penulis lxvii

Daftar Isi lxxi

Daftar Tabel dan Daftar Gambar lxxv

BAB 1 PETA INTELEKTUAL ÉMILE DURKHEIM 1

A. Biografi Émile Durkheim 1

B. Spektrum Pemikiran Émile Durkheim 12

C. Perintis Sosiologi Pendidikan 20

BAB 2 MENGAPA DURKHEIM DAN APA RELEVANSINYA? 25

A. Relevansi Pemikiran Durkheim 25

B. Transformasi Pemikiran Durkheim 38

C. Pusat Studi Durkheim 45

BAB 3 PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN DI PRANCIS 53

A. Peran Frédéric Le Play (1806-1882) 53

B. Puncak Perkembangan Sosiologi Pendidikan 56

C. Antara Teori Reproduksi dan Teori Ketidaksetaraan Kesempatan 69

BAB 4 TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL DAN SOSIALISASI 77

A. Konstruksi Struktural Fungsional 77

B. Kurikulum dan Integrasi Masyarakat 83

C. Sosialisasi dan Pendidikan Seksual 88

BAB 5 REFORMASI PENDIDIKAN DI PRANCIS DAN TRANSFORMASI LAÏCITÉ 97

A. Konteks Historis L’École Républicaine 97

Page 73: foreword - UNJ

lxxiiidaftar isi

B. Pendidikan Sekuler 108

C. Pendidikan Moral dan Disiplin 114

BAB 6 ÉMILE DURKHEIM DAN DINAMIKA UNIVERSITAS 123

A. Merintis Sosiologi Universitas 123

B. Munculnya Sociologie des Étudiants 135

DAFTAR PUSTAKA 137

GLOSARIUM 171

INDEKS ISTILAH 181

INDEKS NAMA 185

BIODATA PENULIS 189

Page 74: foreword - UNJ

lxxiv sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 75: foreword - UNJ

lxxvdaftar isi

DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GAMBAR

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Mata Kuliah Utama Émile Durkheim di Fakultas Sastra, Bordeaux (1887-1902) 6

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Kronologi Hidup Émile Durkheim 9

Gambar 2.1 Kontribusi Durkheim dalam Perkembangan Agama Kontemporer 32

Gambar 2.2 Tradisi Durkheimian 43

Gambar 5.1 Kronologi Lahirnya L’École Républicaine 105

Page 76: foreword - UNJ

lxxvi sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 77: foreword - UNJ

11 | peta intelektual émile durkheim

PETA INTELEKTUALÉMILE DURKHEIM

1

A. Biografi Émile Durkheim Émile Durkheim adalah perintis sosiologi pendidikan. Nama

lengkapnya David Émile Durkheim. Durkheim lahir pada 15 April 1858 di daerah Épinal, Prancis. Épinal adalah sebuah kota kecil di timur laut Prancis. Épinal adalah ibu kota daerah Vosges di Lorraine. Secara geografis daerah ini berdekatan dengan Jerman. Bahkan dalam sejarahnya, daerah ini pernah menjadi bagian dari Jerman. Tidak heran jika arsitektur gedung-gedung yang ada di daerah ini berarsitektur Jerman. Orang-orangnya juga banyak yang berbahasa Jerman. Yang menarik juga saat ini orang-orang di daerah tersebut berbahasa Prancis tapi menggunakan dialek Jerman. Pada 1871, daerah ini hanya memiliki penduduk sebanyak 10. 000 jiwa. Keluarganya Durkheim adalah keturunan Yahudi tradisional sederhana. Ayahnya bernama Moïse Durkheim (1805-1886) dan seorang Rabbi. Ayahnya Durkheim juga menjadi Kepala Rabbi di daerah Vosges dan Haute-Marne. Kakeknya Durkheim yang bernama Israël David juga seorang Rabbi. Sejak kecil, Durkheim sudah dipersiapkan menjadi Rabbi oleh ayahnya. Durkheim sudah diajarkan bahasa Iberani dan

Page 78: foreword - UNJ

2 sosiologi pendidikan émile durkheim

berbagai pelatihan calon Rabbi. Fournier (2008) membagi fase kehidupan Durkheim dalam tiga fase yaitu fase Durkheim muda (1858-1887), fase Bordeaux (1887-1903) dan fase Sorbonne atau disebut juga fase Paris (1902-1917). Menurut Fournier (2008), fase Bordeaux dikenal sebagai periode paling produktif sepanjang karier intelektualnya Durkheim. Di kota Bordeaux yang sangat terkenal dengan minuman anggurnya, Durkheim menghasilkan tiga buku yang kemudian sangat berpengaruh dalam dunia sosiologi Prancis. Ketiga buku tersebut yaitu De la Division du Travail (1893), Les Règles de la Méthode Sociologique (1894), dan Le Suicide (1897). Termasuk juga menginisiasi penerbitan jurnal L’Année Sociologique pada tahun 1896 tetapi edisi perdananya baru terbit pada tahun 1898.

Sejak kecil, Durkheim dikenal sebagai murid cerdas di sekolahnya (Steiner, 1994). Beberapa sahabat dekat Durkheim yaitu Jean Jaurès (tokoh sosialis), Henri Bergson (filsuf), Gustave Belot, Edmond Goblot, Felix Rauh, Maurice Blondel, Pierre Janet (psikolog), Henri Berr (sejarawan), Camille Jullian (sejarawan), Lucian Gallois (geograf). Kecerdasan Durkheim sejak kecil dibuktikan dengan mendapatkan dua gelar sarjana (baccalauréats) dalam bidang sastra (1874) dan ilmu alam (1875). Gelar dua sarjana ini menjadi bekal penting untuk melanjutkan studinya di École Normale Supérieure (ENS) Paris. Untuk menjadi mahasiswa ENS Paris tidak mudah karena seleksi masuknya sangat ketat dengan nilai yang tinggi. Durkheim harus mengikuti ujian masuk ENS Paris sebanyak tiga kali. Dua kali ujian masuknya, dia gagal karena nilainya rendah. Durkheim terpaksa harus mengikuti ujian yang ketiga dan akhirnya dia lulus menjadi mahasiswa ENS Paris (Giddens, 1978). Minat Durkheim dalam mempelajari ilmu sosial dan khususnya sosiologi muncul ketika Durkheim studi di ENS Paris. Meski harus berjuang lulus di kampus ini, setelah mengikuti proses perkuliahan, Durkheim dikenal sebagai

Page 79: foreword - UNJ

31 | peta intelektual émile durkheim

salah satu mahasiswa cemerlang di kampusnya. Di kampusnya, Durkheim juga sering berdiskusi dengan beberapa seniornya dan teman-teman mahasiswa seangkatannya. Beberapa nama seniornya antara lain Henri Bergson dan Jean Jaurès. Adapun teman seangkatannya yang sering menjadi teman diskusi antara lain Pierre Janet dan Ferdinand Brunot. ENS Paris dikenal sebagai salah satu universitas prestisius selain Université Paris 1 Panthéon-Sorbonne. Dalam sistem pendidikan tinggi Prancis, ENS didirikan sejak 1795 dan merupakan perguruan tinggi yang khusus mempersiapkan guru di SMP dan SMA (Béteille, 2010: 22; Weisz, 1983: 276).

Durkheim berhasil lulus dalam bidang filsafat pada 1882 dengan mendapatkan agrégation yaitu kompetisi nasional dalam rekrutmen guru di Prancis. Bentuk dari agregasi adalah ujian yang sangat ketat sebagai syarat utama kelulusan bagi calon guru di pendidikan menengah khususnya SMA. Kelulusan agregasi ini kemudian menjadi syarat utama untuk mengajar filsafat di SMA. Saat ini terdapat dua jenis agrégation yaitu untuk guru pendidikan menengah (SMP dan SMA) serta untuk dosen perguruan tinggi seperti dalam disiplin ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu politik dan manajemen. Adapun yang dimaksud agrégés adalah orang yang mengikuti agrégation. Setelah itu dia menjadi guru filsafat di lycée (setingkat SMA) di daerah Sens (1882-1884). Ini adalah tugas dan karier akademik pertama Durkheim di sekolah. Ketika itu Durkheim masih berusia 24 tahun. Tugas di daerah tersebut adalah penugasan yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional Prancis. Di kalangan agrégés ketika itu berharap bisa ditempatkan di lycée favorit di Paris. Sayangnya, kota pertama Durkheim mengajar berada di pinggiran. Kota Sens memiliki jumlah penduduk sebanyak 13 ribu orang yang terletak di sungai Yonne. Kota ini sekitar 70 km sebelah tenggara kota Paris. Setelah itu, Durkheim mengajar di lycée de Saint-Quentin (1884-1885).

Page 80: foreword - UNJ

4 sosiologi pendidikan émile durkheim

Kota Saint-Quentin terletak 150 km sebelah utara-timur kota Paris. Berikutnya Durkheim mengajar di lycée Troyes (1886-1887). Kota Troyes berada di region Champagne-Ardenne dengan jumlah penduduk 60.280 orang. Troyes adalah kota terbesar kedua setelah kota Reims di kawasan ini. Jarak dari Paris ke Troyes ditempuh dengan jarak 178, 5 km.

Pada 1886, Durkheim pergi ke Jerman untuk mengobservasi dan belajar filsafat di beberapa universitas di Jerman. Kepergian Durkheim ke Jerman sebenarnya ditugaskan oleh Louis Liard (1846-1917) yang menjadi Direktur pendidikan tinggi di Prancis. Liard juga dikenal sebagai filsuf dan profesor di Bordeaux (Filloux, 1994; 1977). Selain ditugaskan mendalami filsafat di Jerman, Durkheim juga ditugaskan mempelajari perkembangan terbaru ilmu sosial di Jerman dan ketergantungannya kepada tokoh-tokoh sosialis (Tiryakian, 1994). Di Jerman, Durkheim mengunjungi Wilhelm Maximilian Wundt (1832–1920) yang biasa disapa Wundt. Wundt dikenal seorang fisikawan, psikolog, filsuf berpengaruh di Jerman. Pertemuan antar Durkheim dengan Wundt berlangsung di Leipzig. Pasca diskusinya dengan Wundt, Durkheim menulis dua tulisan yang diterbitkan di jurnal la Revue de Philosophie pada tahun 1887. Kedua tulisan tersebut yaitu La Philosophie dans les Universités Allemandes dan La Science Positive de la Morale en Allemagne. Penugasan Durkheim ke Jerman sebenarnya adalah proyek dari Kota Bordeaux untuk mulai mengajarkan mata kuliah d’éducation morale dan civique di kota Bordeaux. Bordeuax merupakan sebuah kota di sebelah barat daya Prancis. Kota ini masuk dalam departemen Gironde dan wilayah Aquitaine. Kota Bordeaux pada sensus penduduk 2012 memiliki jumlah penduduk sebanyak 1. 239. 157 jiwa dan menjadi kota kesembilan terbesar di Prancis dari segi penduduk. Mata kuliah ini juga akan diajarkan untuk pertama kalinya di berbagai fakultas di Prancis.

Page 81: foreword - UNJ

51 | peta intelektual émile durkheim

Di Jerman, Durkheim selain mempelajari filsafat, juga mempelajari perkembangan ilmu sosial dan pendidikan sekuler (laïque). Tugas Durkheim tersebut kemudian dilakukan Durkheim dalam mata kuliah pedagogi dan ilmu sosial selama mengajar di Bordeaux. Di Bordeaux, untuk pertama kalinya (1887), Durkheim mengajar mata kuliah ilmu sosial yang kemudian dikenal sebagai mata kuliah pertama dalam sosiologi di sebuah universitas Prancis (Paul Zalio, 2001). Sejak 1887 hingga 1902, Durkheim mengajar di Faculté des lettres de Bordeaux. Fakultas ini didirikan pada 1882 dan merupakan fakultas pertama yang mengajarkan studi pendidikan untuk calon-calon guru di SMP dan SMA (Jones, 1986: 15). Di sana Durkheim mengajar sejumlah mata kuliah penting yaitu Solidaritas Sosial, Sosiologi Keluarga, Teori Bunuh Diri, Psikologi, Hukum dan Moral, Sosiologi Kriminal, Sosiologi Agama, Sosialisme, Sejarah Sosiologi, Sosiologi Hukum, Psikologi dan Pedagogi. Di antara mata kuliah tersebut, Durkheim memiliki perhatian yang sangat mendalam dalam mata kuliah Pedagogi. Sejak 1887 hingga 1902, selalu mengajar mata kuliah Pedagogi. Durkheim memiliki spektrum yang luas dalam berbagai kajian sosiologi. Secara lebih jelas, mata kuliah yang diajarkan Durkheim selama di Bordeaux dijelaskan dalam tabel 1.1.

Page 82: foreword - UNJ

6 sosiologi pendidikan émile durkheim

Tabe

l 1.1

Mat

a Ku

liah

Uta

ma

Émile

Dur

khei

m d

i Fak

ulta

s Sa

stra

, Bor

deua

x (1

887-

1902

)

Solid

arit

as

Sosi

alKe

luar

gaSu

icid

ePs

ikol

ogi,

Huk

um

dan

Mor

al

Sosi

olog

iKr

imin

alSo

siol

ogi

Aga

ma

Sosi

alis

me

Seja

rah

Sosi

olog

iPs

ikol

ogi

Peda

gogi

1887

-188

818

87-1

888

1888

-188

918

88-1

889

1889

-189

018

90-1

891

1889

-189

0

1890

-189

1

1891

-189

2

1892

-189

318

92-1

893

1892

-189

3

1893

-189

418

93-1

894

1894

-189

518

94-1

895

1895

-189

618

95-1

896

1896

-189

718

96-1

897

1897

-189

818

97-1

898

1898

-189

918

98-1

899

1899

-190

018

99-1

900

1900

-190

119

00-1

901

1901

-190

219

01-1

902

Sum

ber:

Luk

es (1

968;

197

3)

Page 83: foreword - UNJ

71 | peta intelektual émile durkheim

Durkheim mendalami sosiologi agama (Tuner, 1991; Moǹivas, 2007; Pickering, 1984, 1975; Seger, 1970; Scharf, 1970; Wach, 1994; Goode, 1951; Robertson, 1970; Wexler, 2007a, 2007b). Sosiolog yang mengkaji agama selalu merujuk pada pemikiran Durkheim tentang konstruksi agama primitif di salah satu suku pedalaman Australia. Selain membahas tentang suku primitif tersebut, studi Durkheim tentang agama juga di antaranya dikaitkan dengan suicide. Studi ini dilakukan Pescosolido dan Gergioanna (1989) yang berjudul Durkheim, Suicide and Religion. Studi ini mengarahkan pada perdebatan dan keterkaitan antara agama-bunuh diri dengan spesifikasi konflik empiris dengan proposisi umum Durkheim mengenai kekuatan pelindung agama. Mereka berdua berpendapat bahwa proposisi itu harus disesuaikan dengan konteks sosial dan sejarah dan penelitian yang harus spesifik mendasari mekanisme sosial. Studi ini merupakan sebuah tren historis mengarah ke yang lebih rinci dan spesifik agama dalam analisis kasus kontemporer, dan yang lebih penting, untuk elaborasi induktif teoretis Durkheim. Analisis efek agama di Amerika terkait dengan tingkat bunuh diri pada tahun 1970 mengungkapkan bahwa agama terus memengaruhi tingkat bunuh diri. Faktanya menunjukkan bahwa Katolik cenderung pada tingkat yang lebih rendah, dan Protestan cenderung pada tingkat bunuh diri yang tinggi. Kehadiran penganut Yahudi menghasilkan kecil tapi konsisten efek perlindungan. Studi ini mencoba untuk menjelaskan hasil ini pertama dengan menganalisis berbagai tipologi agama standar dan kedua dengan menganalisis bukti apakah afiliasi agama mencerminkan beroperasinya ikatan jaringan.

Durkheim juga memiliki perhatian mendalam dalam kajian sosiologi kriminal (Combessie, 2007). Salah satu studi tentang pemikiran Durkheim dalam kriminal dilakukan oleh Seamus Breathnach (2002) yang berjudul Emile Durkheim on Crime and Punishment: An Exegesis. Pembahasan ini tertuang dalam bukunya,

Page 84: foreword - UNJ

8 sosiologi pendidikan émile durkheim

De la Division du Travail Social (1893). Misalnya, Durkheim menjelaskan definisi tentang kriminalitas dalam bagian awal buku tersebut. Steiner (2008, 1995, 1999, 1998, lihat juga Aimard, 1962) mencatat Durkheim memiliki ketertarikan dalam studi sosiologi ekonomi. Peran Durkheim juga besar dalam mengembangkan sosiologi politik (Barnes, 1920; Birnbaum, 1976; Hawkins, 1981; Lacroix 1981; Giddens, 1986; Steiner, 2008). Durkheim juga sering dirujuk dalam studi sosiologi hukum (Schluchter, 2002; Green, 1989; Sirianni, 1984; Pearce, 1989; Gephart, 1999: 60; Terré, 2011; Vogt, 1993). Durkheim juga memiliki kontribusi dalam studi sosiologi konflik (Collins, 1988). Dalam kajian sosiologi keluarga, Durkheim juga memiliki peran penting (Bynder, 1969; Lamanna, 2002). Menurut Garland (1999: 19), Durkheim juga memberikan kontribusi pada sosiologi hukuman (sociology of punishment). Nisbett (1965: 1) menyebut Durkheim sebagai the complete sociologist.

Durkheim meninggal pada 15 November 1917. Setelah meninggal, semua karya dan publikasi Durkheim disimpan rapih di perpustakaan Université de Paris-Sorbonne. Lincoln (2004) menyebut Durkheim sebagai perintis teori klasik sosial budaya khususnya, untuk analisis tentang bagaimana “representasi kolektif” berasal daripada gilirannya, mendukung struktur sosial. Peran Durkheim dalam studi antropologi sosial tetap tinggi sejak kematiannya (Peacock, 1981). Perhatian Durkheim terhadap filsafat dituangkan dalam beberapa karyanya yaitu Socialisme (1928). Buku ini menjelaskan pemikiran Karl Marx dan Pierre-Joseph Proudhon (1809-1865) tentang masyarakat dan individu. Proudhon dikenal sebagai filsuf, politisi, ekonom dan sosialis dari Prancis. Proudhon merupakan orang pertama yang menyebut dirinya seorang anarchist. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Socialism and Saint Simon (2009). Buku ini pertama kali diterjemahkan pada 1959. Konsen Durkheim dalam filsafat juga tertuang dalam bukunya yang berjudul Durkheim’s

Page 85: foreword - UNJ

91 | peta intelektual émile durkheim

Philosophy Lectures: Notes from the Lycée de Sens Course 1883-1884 (2004). Buku ini merupakan terjemahan dan kumpulan makalah Durkheim dalam pelajaran filsafat ketika Durkheim mengajar di Lycée Sens. Semua tulisan ini aslinya berbahasa Prancis dan tersimpan dalam perpustakaan Université de Paris-Sorbonne. Atas izinnya kemudian semua manuskrip tersebut diterjemahkan secara kolektif oleh Departemen Sosiologi, University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Dalam buku ini mencakup empat bagian yaitu (1) objek studi filsafat, (2)psikologi, (3) logika (4) etika (5) metafisika.

Gambar 1.1 Kronologi Hidup Émile Durkheim

15 April 1858 Durkheim lahir dengan nama lengkap David Émile Durkheim di Epinal, ibu kota Departemen Vosges di Lorraine Prancis

1875 Durkheim mendapatkan baccalauréat pertamanya dalam bidang sastra dari Collège (SMP) d’Epinal

1876 Durkheim mendapatkan baccalauréat keduanya dalam bidang sains the Collège (SMP) d’Epinal

Oktober 1876-Juli 1879

Durkheim sekolah di Lycée (SMA) Louis-le Grand

1877 Durkheim gagal dalam ujian masuk di École Normale Supérieure (ENS) Paris

Oktober 1879-Juli 1882

Durkheim menjadi mahasiswa École Normale Supérieure (ENS) Paris dan berhasil mendapatkan agregasi filsafat

Oktober 1882-Oktober 1884

Durkheim menjadi guru SMA di kota Sens

Oktober 1884-Oktober 1885

Durkheim menjadi guru di SMA Saint Quentin

Oktober 1885-Januari 1886

Durkheim meninggalkan Paris

Semester 1 1886 Durkheim pergi ke Jerman

1886 Durkheim meninggalkan Jerman dan menerbitkan tulisannya berjudul "Les Études de Science Sociale" dalam jurnal the Revue Philosophique.

Oktober 1886-Juli 1887

Durkheim menjadi guru di SMA kota de Troyes

Page 86: foreword - UNJ

10 sosiologi pendidikan émile durkheim

Awal Juli 1887 • Durkheim menikah. • Durkheim juga menjadi Penanggung Jawab kuliah Ilmu

Sosial dan Pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Bordeaux

• Durkheim memberikan kuliah perdananya di Bordeaux dan kemudian diterbitkan dalam sebuah publikasi berjudul “Cours de Science Sociale: Leçon d’Ouverture”. Kuliah perdananya ini dalam mata kuliah “La Solidarité Sociale” di Bordeaux

Maret 1883 Durkheim melaksanakan sidang disertasi doktoralnya yang berjudul De la Division du Travail Social. Ketika itu Durkheim berusia 34 tahun

1893 Durkheim menerbitkan bukunya De la Division du Travail Social.

1894 • Jurnal The Revue Philosophique mulai membuka rubrik baru “Sosiologi” yang rutin diisi oleh tulisan-tulisan Durkheim dan para pengikutnya

• Durkheim menulis “Les Règles de la Méthode Sociologique” dalam jurnal ilmiah Revue Philosophique

1895 Durkheim menerbitkan bukunya Les Règles de la Méthode Sociologique.

1896 Durkheim menjadi Kepala Ilmu Sosial di universitasnya dan diangkat menjadi profesor pertama di Prancis dalam bidang ilmu sosial

1897 Durkheim menerbitkan bukunya berjudul Le Suicide: Étude de Sociologie.

1898 • 20 Februari: Durkheim aktif dalam Yayasan Liga Perdamaian Hukum dan HAM dan menjadi sekretarisnya di Cabang Bordeaux

• Durkheim mendirikan jurnal sosiologi l ’Année Sociologique, dengan topik pertama tentang “La Prohibition de l’inceste et ses origines”.

• Durkheim mempublikasikan tulisannya berjudul “Représentations Individuelles et Représentations Collectives”.

• Durkheim mempublikasikan tulisannya berjudul “L’Individualism et les Intellectuels”.

1899 Durkheim menulis publikasinya berjudul "De la Définition des Phénomènes Religieux" dalam jurnal sosiologi L’Année Sociologique.

Page 87: foreword - UNJ

111 | peta intelektual émile durkheim

1900 • Durkheim menjadi pembicara utama dalam Congress International de l’Éducation Sociale dalam forum the Paris World Fair (Exposition Universelle).

• Durkheim mempublikasikan tulisannya berjudul “La Sociologie en France au XIXe Siècle”.

1901 Durkheim menerbitkan edisi kedua dari bukunya berjudul Les Règles de la Méthode Sociologique.

Oktober 1902 • Durkheim diangkat menjadi Penanggung Jawab mata kuliah Ilmu Pendidikan dalam jurusan Ilmu Pendidikan di Universitas Sorbonne dan sekaligus menggantikan Ferdinand Buisson

• Durkheim memberikan kuliah perdananya di Sorbonne dalam mata kuliah ‘’ l’Éducation Morale”. Catatan kuliah perdananya ini kemudian diterbitkan dalam tulisan berjudul “Pédagogie et Sociologie”.

• Durkheim menerbitkan tulisannya berjudul “Sur le Totémisme”.

• Durkheim menerbitkan edisi kedua bukunya berjudul De la Division du Travail Social

1903 Durkheim bersama Marcel Mauss menerbitkan tulisan berjudul "De Quelques Formes Primitives de Classification: Contribution à l'Étude des Représentations Collectives".

1905 Durkheim menerbitkan tulisan berjudul "Sur l'Organisation Matrimoniale des Société Australiennes".

1906 • Durkheim menjadi profesor di University of Sorbonne• Durkheim mempublikasikan tulisan berjudul "La

Détermination du Fait Moral".

1912 Durkheim menerbitkan buku berjudul Les Formes Élémentaires de la Vie Religieuse.

1913 Jurusan Ilmu Pendidikan berubah menjadi Ilmu Pendidikan dan Sosiologi

1915 • Anaknya Durkheim bernama André Durkheim dikirim ke Bulgaria dalam perang dunia

• Durkheim bersama E. Denis mempublikasikan tulisan berjudul Qui a Voulu la Guerre? Les Origines de la Guerre d’après les Documents Diplomatiques dan L’Allemagne au-dessus de tout: La Mentalite Allemande et la Guerre.

Page 88: foreword - UNJ

12 sosiologi pendidikan émile durkheim

1916 • Januari 1916 André Durkheim meninggal• April 1916, Durkheim sangat sedih dan kehilangan

kepergian putranya• Durkheim mempulikasikan bukunya berjudul Lettres à

tous les Français (the 1st, 5th, 10th and 11th).

15 November 1917 Durkheim terkena serangan stroke setelah menjadi pembicara di sebuah pertemuan. Durkheim meninggal dunia pada usia 59 tahun

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

B. Spektrum Pemikiran Émile Durkheim

1. Les Règles de la Méthode Sociologique Buku ini diterbitkan pada tahun 1894 dalam Revue

Philosophique yaitu sebuah jurnal filsafat. Buku ini menegaskan posisi sosiologi Durkheim sebagai bapak sosiologi Prancis. Thompson (1982) menyebut buku ini sebuah manifesto revolusioner Durkheim untuk melembagakan sosiologi sebagai disiplin yang independen. Secara umum buku ini berusaha mendirikan sosiologi sebagai ilmu baru dan mengembangkan kelembagaan secara teoretis dan metodologi. Pembahasan Durkheim tentang posisi independen sosiologi selain dalam buku ini juga dijelaskan dalam sebuah tulisannya berjudul Sociologie et Sciences Sociales (1970). Tulisan ini adalah publikasi lanjutan yang berupaya menindaklanjuti buku Les Règles de la Méthode Sociologique karena di dalamnya menjelaskan sejarah lahirnya sosiologi sejak era Auguste Comte dan perkembangannya, perbedaan disiplin psikologi sosial, morfologi sosial dan sosiologi. Tulisan ini juga menjelaskan metode sosiologi yang terpisah dengan disiplin psikologi sosial. Tulisan ini adalah salah satu bagian tulisan dari buku Durkheim berjudul La Sciences Sociale et l’Action (1970). Buku ini berisi kumpulan bahan-bahan kuliah Durkheim. Buku Les Règles de la Méthode Sociologique di dalamnya juga membahas ambisi sosiologi dalam mendefinisikan metodologi yang harus

Page 89: foreword - UNJ

131 | peta intelektual émile durkheim

diikuti untuk aturan studi sosiologis. Untuk menjadi sebuah ilmu, sosiologi harus memenuhi dua kondisi: (1) Harus memiliki objek studi tertentu. Untuk mendapatkan legitimasi akademik, harus dibedakan dari ilmu-ilmu lain (filosofi, psikologi).

Objek studi sosiologi adalah studi tentang realitas sosial, (2) Ini harus menerapkan metode penelitian ilmiah, ketat, objektif, yang sedekat mungkin dengan ilmu-ilmu alam (seperti biologi) datang dari sebanyak mungkin prasangka, prasangka, subjektivitas diproduksi dengan pengalaman biasa dan umum: sosiologi harus mempelajari fakta-fakta sosial. Perhatian Durkheim sangat kuat karena ia berjuang dan membangun kelembagaan sosiologi. Untuk memberikan tempat akademik yang membuat ilmu ini sah, ia harus memiliki sebuah benda yang bersih dan jelas berbeda dari apa yang bisa kita tangani dalam filsafat atau psikologi. Menurut Durkheim dalam setiap masyarakat kelompok tertentu terdapat fenomena yang ditandai dengan karakter yang berbeda dari yang dipelajari oleh ilmu alam lainnya. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan dan fakta-fakta sosial, sejauh mereka adalah domain yang tepat sosiologi. Singkatnya, sosiologi adalah ilmu dari fakta sosial, yang didefinisikan oleh metode sendiri.

Membaca buku ini kita akan disuguhkan kepedulian dan konsen Durkheim untuk membedakan fakta-fakta sosial, yang kadang-kadang digambarkan sebagai “negara dari pikiran kolektif ”, dari bentuk-bentuk negara diasumsikan ketika diwujudkan melalui pribadi, pikiran individu. Perbedaan ini paling jelas dalam kasus-kasus seperti yang dijelaskan dalam bukunya De la Division du Travail Social misalnya, adat istiadat, aturan moral dan hukum, agama. Contoh-contoh tersebut dalam pandangan Durkheim tampaknya memiliki eksistensi independen dari berbagai tindakan mereka. Fakta sosial memang lebih sulit dipahami sebagaimana tercermin dalam angka

Page 90: foreword - UNJ

14 sosiologi pendidikan émile durkheim

kelahiran rendah atau lebih tinggi, migrasi, tingkat bunuh diri, dan untuk isolasi ini dari manifestasi individu mereka.

2. Suicide

Buku ini diterbitkan pada 1897 yang merupakan studi sosiologis empiris Durkheim dengan menerapkan prinsip-prinsip metodologis yang sebelumnya ia definisikan dalam buku Les Règles de la Méthode Sociologique. Dalam buku ini, Durkheim berpendapat bahwa bunuh diri adalah fakta sosial dalam dirinya sendiri yaitu terdapat pada individu. Durkheim menjelaskan bunuh diri sebagai manifestasi kekuatan pemaksa eksternal dan dengan demikian, dapat dianalisis dengan sosiologi. Fenomena bunuh diri yang memikirkannya yang bersandar pada pandangan bahwa bunuh diri ditentukan oleh alasan yang berkaitan dengan pribadi, psikologis tetapi juga dengan jelas Durkheim menyebutkan bunuh diri disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Durkheim menemukan penjelasan lebih sistematiknya dengan menggunakan statistik untuk menganalisis bunuh diri. Statistik menunjukkan bahwa bunuh diri adalah fenomena sosial yang normal. Tesis Durkheim tentang bunuh diri sangat empirik karena didasarkan pada berbagai data statistik (lihat misalnya Baudelot & Establet, 1984). Salah satu data statistik itu misalnya tentang data bunuh diri yang dijelaskan Durkheim yang terjadi tahun 1841 hingga tahun 1869. Durkheim mencatat angka bunuh diri setiap tahunnya untuk 100 ribu penduduk. Data statistik lainnya antara lain perbandingan angka bunuh diri setiap 1000 penduduk berdasarkan kelompok usia pada tahun 1889-1891. Data ini dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Setiap jenis kelaminnya terdiri dari sub kategori lajang, menikah, cerai. Adapun kategori usianya mencakup usia 15-20 tahun, 20-25 tahun, 25-30 tahun, 30-40 tahun, 40-50 tahun, 50-60 tahun, 60-70 tahun, 70-80 tahun, di atas usia 80 tahun. Beberapa data statistik lainnya tentang data empirik bunuh diri antara

Page 91: foreword - UNJ

151 | peta intelektual émile durkheim

lain berdasarkan perbedaan negara, provinsi/kota di Prancis, status seseorang seperti lajang/menikah/cerai (Cherkaoui, 1998). Tetapi yang menarik adalah kemampuan Durkheim untuk menganalisis setiap data statistik dengan tingkat analisis sosiologis dan kemudian melakukan abstraksi teoritik berbasiskan data statistik tersebut. Bunuh diri adalah mayoritas dan fenomena biasa ditemukan di sebagian besar masyarakat dan dalam setiap masyarakat, tingkat bunuh diri berubah relatif sedikit. Durkheim berusaha untuk mengidentifikasi penyebab bunuh diri dan kemudian mengusulkan tipologi bunuh diri, menurut penyebabnya. Durkheim mencatat bahwa agama, keluarga berkontribusi terhadap fenomena bunuh diri. Agama dan keluarga adalah contoh dari integrasi individu untuk melindungi mereka dari bunuh diri dengan melarang bunuh diri moral mereka. Perang dan revolusi juga muncul untuk melindungi diri: pada saat kekacauan publik, tingkat bunuh diri cenderung menurun karena selama ini, orang-orang yang dibangun di sekitar isu-isu nasional utama yang menghidupkan kembali perasaan milik masyarakat.

Jadi salah satu penentu bunuh diri yang muncul adalah bahwa integrasi faktor perlindungan tren suicide genetic. Durkheim menjelaskan bahwa bunuh diri berbanding terbalik dengan tingkat integrasi kelompok-kelompok sosial yang meliputi individu ketika perusahaan terintegrasi kuat, memegang individu di bawah kendalinya, menganggap mereka untuk layanan dan, karena itu, tidak memungkinkan mereka untuk memiliki diri dalam fantasi mereka. Selain masalah integrasi, regulasi adalah penyebab kedua yang dapat menjelaskan tingkat bunuh diri. Jika perusahaan mengintegrasikan, mereka juga memiliki kekuatan regulasi: mereka memberikan aturan bahwa individu harus mengikuti yang mendikte perilaku mereka dan menyediakan mereka dengan bantuan alat tulis. Dari dua penyebab besar seperti integrasi dan regulasi, Durkheim

Page 92: foreword - UNJ

16 sosiologi pendidikan émile durkheim

mengidentifikasi empat jenis utama bunuh diri, yaitu: (1) Bunuh diri egoistik (le suicide égoïste) yaitu bunuh diri yang terjadi ketika kurangnya integrasi: individu tidak cukup terhubung dengan orang lain. Masyarakat terdiri atas individu hidup dengan saling mengintegrasikan. (2) Bunuh diri altruistik (le suicide altruiste) yaitu jenis bunuh diri yang merupakan kebalikan dari bunuh diri egoistik. Bunuh diri altruistik ditentukan oleh terlalu kuatnya integrasi. Individu melakukan bunuh diri salah satunya ditentukan karena tugas dan kehormatan. Individu yang satu dan lainnya mengalami proses integrasi yang berjalan secara lancar sehingga menimbulkan masyarakat yang memiliki integrasi yang kuat. Apabila kelompoknya menuntut bahwa mereka harus mengorbankan diri mereka, maka mereka tidak mempunyai jalan lain selain melakukannya karena mereka telah menjadi satu dengan kelompok mereka. Sehingga integrasi yang kuat tersebut akan menekan individualisme anggota kelompoknya ke titik di mana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Kita dapat mengingatnya dengan bunuh diri yang terjadi di militer atau dalam sekte agama. (3) Bunuh diri anomi (le suicide anomique) yang terjadi ketika peraturan lemah: regulasi, standar kurang penting. Individu menjadi semakin kabur dan kehilangan norma-norma yang ada di masyarakat. Individu kurang terikat, perilaku mereka kurang diselesaikan, keinginan mereka tidak lagi terbatas atau berbingkai. (4) Bunuh diri fatalistik (le suicide fataliste) yang merupakan jenis bunuh diri karena peraturan yang berlebihan, dan kehidupan sosial sangat diatur, kontrol sosial, standar terlalu tinggi. Bunuh diri fatalistik ini terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat, sehingga menyebabkan individu ataupun kelompok tertekan oleh nilai dan norma tersebut. Dukheim menggambarkan seseorang yang melakukan bunuh diri fatalistik seperti seseorang yang masa depannya suram dan tidak memiliki

Page 93: foreword - UNJ

171 | peta intelektual émile durkheim

harapan. Ia kehilangan orientasi kehidupan karena terkungkung oleh nilai dan norma yang menghegemoni.

3. De la Division du Travail Social

Buku De la Division du Travail Social ditulis pada 1893. Buku ini ditulis berdasarkan tesis doktoralnya Durkheim dalam bidang sosiologi. Durkheim meraih gelar doktoralnya pada usia 34 tahun. Tahun 1893 adalah tahun penting dalam fase pelembagaan sosiologi di Prancis (Besnard, Borlandi & Vogt, 1993). Pada bagian awal teks Durkheim menjelaskan fenomena kohesi sosial dalam masyarakat modern di era industrialisasi dan urbanisasi. Durkheim juga menjelaskan konteks munculnya individualisme dan bagaimana kohesi sosial dapat dipertahankan? Dalam tesis ini, berdasarkan adanya ikatan sosial (social attachment), Durkheim mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut. Durkheim mengatakan bahwa berbagai kemajuan seorang karena individu yang berbeda dan adanya pembagian kerja dalam semua bidang kehidupan sosial (ekonomi, administrasi, keadilan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain). Di sinilah mulai muncul berbagai konsep seperti spesialisasi dan diferensiasi yang lebih besar antara individu membuat mereka saling berkompetisi satu dengan lainnya. Pembagian kerja sebenarnya adalah sumber solidaritas sosial, kohesi sosial pada saat yang sama membedakan individu. Hal tersebut membuat mereka saling melengkapi dan itulah sebabnya, menurut Durkheim, adalah bermoral-memaksa orang untuk hidup bersama-sama. Dengan pembagian dan meningkatnya tenaga kerja terjadi transformasi kohesi sosial dan solidaritas sosial yang menyertainya.

4. Les Formes Élémentaires de la Vie Religieuse

Buku ini diterbitkan pada 1912 yang memformulasikan dan mengartikulasikan secara sistematis tesis utama Durkheim

Page 94: foreword - UNJ

18 sosiologi pendidikan émile durkheim

tentang agama, masyarakat, moral atau teori pengetahuan. Buku ini memberikan fondasi dasar pada studi sosiologi dan antropologi. Tujuan utama Durkheim menulis buku ini untuk menggambarkan dan menjelaskan agama yang paling primitif yang dikenal manusia. Durkheim menjelaskan bahwa jika kita telah mengambil agama primitif sebagai subjek penelitian sosiologis, itu karena telah mengarah pada pemahaman tentang sifat religius manusia. Subjek ini menunjukkan kepada kita merupakan aspek penting dan permanen kemanusiaan. Satu abad setelah buku ini terbit, kalangan sosiolog dan antropolog merasa memiliki momentum tepat untuk memulai refleksi kolektif untuk mempertanyakan perspektif teoretis dalam posisi terbuka menurut pendekatan sosiologis dan antropologis. Salah satu kepentingan besar dan lebih luas lagi dari buku ini adalah mengembangkan konsep sosiologis dan antropologis dengan membuka penelitian untuk mempelajari fenomena dari masyarakat non-Barat. Durkheim memberikan pijakan teoretis yang sangat kuat dan berupaya menggeneralisasi hasil studi etnografi tentang totemisme Australia dan mengarah ke teori universal dari pikiran manusia. Dalam buku ini sebenarnya muncul berbagai pertanyaan reflektif yang bisa menjadi perdebatan di kalangan sosiolog dan ilmu sosial. Namun apabila tujuan Durkheim demikian untuk memahami manusia modern, kenapa dia pergi ke awal sejarah primitif? Bagaimana bisa kultus kasar dari aborigin Australia menceritakan apa-apa tentang agama jauh lebih maju nilai, martabat, dan kebenaran? Dan jika dia bersikeras bahwa mereka bisa, akan menunjukkan bahwa kekristenan, misalnya, hasil dari mentalitas primitif sama dengan kultus Australia?

Dalam hal ini, semua agama adalah “benar”, tetapi jika semua agama sehingga sama sehubungan dengan kenyataan mereka mengungkapkan, mengapa Durkheim fokus pada agama-agama primitif pada khususnya? Secara singkat, ia

Page 95: foreword - UNJ

191 | peta intelektual émile durkheim

melakukannya untuk tiga alasan “metodologis”. Pertama, Durkheim berpendapat bahwa kita tidak dapat memahami agama lebih maju kecuali dengan menganalisis cara mereka telah semakin merupakan sepanjang sejarah, karena hanya dengan menempatkan masing-masing dari unsur agama modern di konteks di mana ia muncul kita bisa berharap untuk menemukan penyebabnya yang memunculkan itu. Dalam analisis ini, seperti dalam logika Cartesian, rantai adalah yang paling penting, tapi untuk Durkheim, keterkaitan ini pada dasar ilmu agama bukanlah “kemungkinan konseptual” tetapi realitas konkret berdasarkan sejarah dan etnografi pengamatan. Sama seperti evolusi biologis telah dipahami secara berbeda sejak penemuan empiris makhluk bersel, oleh karena itu, evolusi agama berbeda dikandung tergantung pada apa sistem keyakinan dan tindakan ditempatkan pada mulanya. Kedua, Durkheim menyatakan bahwa studi ilmiah tentang agama itu sendiri mensyaratkan bahwa berbagai agama membandingkan semua spesies dari kelas yang sama, dan dengan demikian memiliki unsur-unsur tertentu yang sama. Menurut Durkheim, pada dasarnya dari semua sistem kepercayaan dan semua kultus memiliki berbagai sifat dan karakteristik yang sama.

Tentu harus ada sejumlah representasi fundamental atau konsepsi dan sikap ritual yang, terlepas dari keragaman bentuk yang mereka telah diambil, memiliki makna tujuan yang sama dan memenuhi fungsi yang sama di mana-mana. Ini adalah elemen permanen yang merupakan dasar dan sifat manusia dalam agama. Mereka membentuk semua isi tujuan ide yang diungkapkan ketika seseorang berbicara tentang agama secara umum. Agama-agama primitif adalah kasus istimewa. Durkheim juga berpendapat bahwa agama primitif adalah kasus sederhana. Dengan kesederhanaan ini, agama-agama primitif membantu kita untuk memahami alam. Dia juga membantu kita memahami penyebabnya. Bahkan, sebagai pemikiran keagamaan

Page 96: foreword - UNJ

20 sosiologi pendidikan émile durkheim

berkembang melalui sejarah, penyebab awal menjadi dilapis dengan skema besar metodologis dan teologis penafsiran yang membuat mereka hampir tak terlihat asal usulnya. Dalam studi agama primitif, Durkheim kemudian menyarankan cara baru menjelaskan “asal usul agama” itu sendiri. Bukan dalam arti beberapa titik tertentu dalam ruang dan waktu ketika agama mulai ada, tapi dalam arti menemukan “penyebab selalu hadir di mana bentuk yang paling penting dari pemikiran agama dan praktik tergantung”. Inilah deskripsi dan penjelasan tentang agama yang paling primitif.

Durkheim sangat kuat pada posisi historisnya dalam menjelaskan lahirnya agama. Bagaimanapun hanyalah tujuan utama menjelaskan bentuk dasar agama primitif. Tujuan paling ambisius dari buku ini adalah upaya Durkheim untuk memberikan jawaban atas pertanyaan filosofis sosiologis tentang agama primitif. Dalam pandangan Thompson (1982) buku ini menggambarkan metode strukturalis untuk melacak relasi antara organisasi sosial, kepercayaan agama dan berbagai kategori pemikiran berdasarkan ruang, waktu dan penyebabnya. Kontribusi signifikan buku ini dalam pandangan Thompson (1993) adalah analisis visioner Durkheim dalam memproyeksikan tipe ideal dari agama modern dengan mengkalkulasikan derajat apa pun dari koherensi komunitas moral yang berkembang di masyarakat. Thompson menyebut Durkheim membawa pemikiran dengan istilah “sociologization of everything”.

C. Perintis Sosiologi Pendidikan Diskusi tentang sosiologi pendidikan selalu menyebut nama

Durkheim. Di Prancis, pemikiran Durkheim sangat dominan hingga sekarang. Pengaruhnya sangat dominan dalam sosiologi dan khususnya sosiologi pendidikan. Durkheim menghasilkan berbagai karya akademik yang sangat berpengaruh dalam dunia

Page 97: foreword - UNJ

211 | peta intelektual émile durkheim

sosiologi. Buku-bukunya sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Mulai dari Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Bahasa Latin hingga Bahasa Indonesia. Beberapa buku utama Durkheim antara lain De la Division du Travail Social: Etude sur l’Organisation des Sociétés Supérieures (1893, The Division of Labour in Society), Le Suicide; Étude de Sociologie (1897), Les Règles de la Méthode Sociologique (1895, The Rules of Sociological Method), Les Formes Élémentaires de la Vie Religieuse: Le Système Totémique en Australia (1912, The Elementary Forms of Religious Life), Lettres à tous les Français, en collaboration avec E. Lavisse (1916), Sociologie et Philosophie (1924, Sociology and Philosophy), Éducation et Sociologie (1922, The Education and Sociology), L’Éducation Morale (1925, The Education of Moral), L’Évolution Pédagogique en France (1938, The Evolution of Pedagogy in France), La Science Sociale et l’Action (1970), Leçons de Sociologie (1950), Le Contrat Social de Rousseau (1918, cetakan terbaru 2012), Hobbes à l’Agrégation (2011), La Prohibition de l’Inceste et Ses Origines (2008). Buku terakhir berasal dari tulisan Durkheim yang dipublikasikan di L’Année Sociologique, Vol. I, 1896-1897. Tiga buku Durkheim yang berjudul Éducation et Sociologie, L’Éducation Morale, L’Évolution Pédagogique en France dengan jelas menggambarkan konsen utama Durkheim dalam pemikiran pedagogi. Secara khusus, Mialaret (2009) menyebut buku L’Évolution Pédagogique en France disebut referensi klasik terbesar pedagogi sepanjang massa. Buku Durkheim De la Division du Travail Social: Étude sur l’Organisation des Sociétés Supérieures merupakan disertasi doktoralnya yang dipertahankan dalam sidang disertasi (soutenance) pada Maret 1893.

Di luar karya-karya utama tersebut, terdapat ratusan artikel ilmiah Durkheim yang dipresentasikan dalam berbagai seminar atau dimuat dalam jurnal ilmiah. Tulisan-tulisan yang tersebar dalam berbagai forum ilmiah tersebut kemudian diterbitkan dalam tiga buku seri yang dikategorikan masing-masing tema

Page 98: foreword - UNJ

22 sosiologi pendidikan émile durkheim

terkait. Buku pertama berjudul Textes 1 Éléments d’une Théorie Sociale (1975), Textes 2 Religion, Morale, Anomie (1975), Textes 3 Fonctions Sociales et Institutions (1975). Jika membaca secara mendalam tiga referensi kita akan disuguhi pemikiran Durkheim yang sangat cemerlang. Kemampuan analisisnya sangat paripurna dalam berbagai analisisnya di setiap tulisan. Memang tak mudah membaca satu per satu tulisannya yang tersebar dalam tiga referensi klasik tersebut. Gaya bahasa Durkheim dalam setiap tulisan primernya yang berbahasa Prancis sangat sulit dipahami. Perlu waktu berhari-hari untuk memahami isi dan maknanya secara lengkap. Durkheim mendapatkan gelar doktor dalam usia 34 tahun. Sebagian besar buku Durkheim ditulis ketika berkarier di Bordeaux. Bordeaux memiliki makna penting dalam karier sosiologis Durkheim. Selama 30 tahun karier intelektualnya, selama 15 tahun dihabiskan di Bordeaux (Henry Cuin, 2011).

Durkheim merintis penerbitan jurnal sosiologi L’Année Sociologique pada 1896. Durkheim juga sekaligus menjadi editornya hingga 1925. Setelah itu Durkheim menerbitkan publikasi Annales Sociologiques selama periode 1934-1942. Pasca Perang Dunia ke-2, jurnal L’Année Sociologique kembali terbit hingga sekarang. Kando dalam tulisannya L’Année Sociologique: From Durkheim to Today (1976) menjelaskan bahwa Durkheim dan jurnal ini ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Durkheim dan jurnal ini mengalami tingkat produktivitas di era akhir perang Prancis-Jerman yaitu periode 1870-1871 dan Perang Dunia pertama. Jurnal ini menjadi jurnal sosiologi yang berpengaruh di Prancis dan Eropa umumnya. Setelah Durkheim meninggal pada 1917, jurnal ini tetap berpengaruh dan menjadi pusat intelektual para sosiolog Prancis khususnya dan Eropa umumnya. Sejak awal, jurnal sosiologi itu mempublikasikan pemikiran dan penelitian Durkheim, murid-muridnya serta para sosiolog yang banyak terpengaruh dengan paradigma pemikiran Durkheim. Salah satu kelebihan jurnal ini adalah

Page 99: foreword - UNJ

231 | peta intelektual émile durkheim

kekuatan dalam hal pendokumentasian seluruh tulisan-tulisan yang pernah dimuat. Sebuah buku berjudul Journal Sociologique (1969) berisi kompilasi seluruh artikel yang pernah dimuat dalam jurnal L’Année Sociologique sejak volume pertama yang terbit tahun 1896 hingga volume XII yang terbit tahun 1909-1912. Sosiolog-sosiolog berpengaruh dunia berkontribusi dalam penerbitan jurnal ini seperti Georg Simmel atau Marcel Mauss. Jurnal ini memberikan pengaruh besar dalam dunia jurnal sosiologi internasional ketika itu.

Mereka yang konsen dan sangat kuat dengan pemikiran Durkheim sering disebut l’École Durkheim atau Durkheim School (Emirbayer, 1996). Beberapa tokoh yang dikenal sebagai anggota jurnal L’Année Sociologique yaitu Célestin Bouglé (1870-1940), Marcel Mauss (1872-1950), Henri Hubert (1872 –1927), Maurice Halbwasch (1877-1945), Francois Simiand (1873-1935), Paul Lapie (1867-1927). Hubert adalah arkeolog dan sosiolog Prancis yang konsen dengan studi komparasi agama. Célestin Bouglé adalah filsuf Prancis yang juga menjadi pendiri jurnal Revue de Métaphysique et de Morale. Bouglé pernah menjadi Direktur École Normale Supérieure pada 1935. Marcel Mauss adalah sosiolog/antropolog Prancis. Mauss adalah keponakan Durkheim. Hubungan Mauss dan Durkheim sangat akrab baik sesama sosiolog maupun sesama saudara. Hubungan sesama saudara yang sangat personal tertuang dalam sebuah buku yang berjudul Lettres à Marcel Mauss (1998). Buku ini adalah kumpulan surat yang ditulis Durkheim dan ditujukan ke Mauss. Surat-surat Durkheim tersimpan dengan rapih sejak tahun 1893 hingga tahun 1917. Isi surat-surat Durkheim sangat personal dan menggambarkan sosok Durkheim yang sangat manusiawi. Jauh dari kesan seorang akademisi dan sosiolog yang cemerlang. Di setiap suratnya, Durkheim selalu menyebut Mauss dengan panggilan “sayangku” (dalam bahasa Prancis biasa dipanggil “mon cher”). Tidak ketinggalan juga di setiap akhir suratnya, Durkheim selalu

Page 100: foreword - UNJ

24 sosiologi pendidikan émile durkheim

menulis kata “je t’embrasse” yang berarti saya menciummu. Maksudnya, adalah cium persaudaraan dari Durkheim sebagai pamannya kepada Mauss yang menjadi keponakannya. Mauss memiliki pengaruh kuat dalam pendirian antropologi struktural. Claude Levi Strauss (1908-2009) adalah antropolog Prancis yang banyak terpengaruh pemikiran Mauss. Maurice Halbwachs adalah seorang filsuf dan sosiolog Prancis yang mengembangkan kajian memori kolektif (la mémoire collective). Dalam tradisi sosiologi Prancis, kontribusi Halbwachs dalam studi sociologie de la mémoire (Christophe Marcel, 2001). Memori kolektif mengacu pada upaya mengingat kenangan secara sadar atau tidak sadar dari pengalaman atau yang dimitoskan oleh semangat dan rasa identitas masa lalu secara integral. Konsep ini untuk mengkritik konsep memori individual (la mémoire individuel). Halbwasch menyebutkan beberapa produsen memori kolektif yaitu keluarga, komunitas agama dan kelas sosial. Produsen memori kolektif tersebut menentukan representasi kolektif yang bertindak dalam masyarakat global. François Joseph Charles Simiand dikenal sebagai sosiolog dan ekonom Prancis. Dia juga menjadi anggota French Historical School of Economics.

****

Page 101: foreword - UNJ

252 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

MENGAPA DURKHEIM DAN APA RELEVANSINYA?

A. Relevansi Pemikiran DurkheimDisiplin sosiologi telah berkembang sangat luar biasa di

berbagai belahan dunia termasuk di Eropa Timur dan Asia Timur. Kedua wilayah ini 25 tahun lalu mengalami hegemoni dari rezim politik yang tidak memungkinkan perkembangan ilmu sosial khususnya sosiologi. Perkembangan sosiologi salah satunya juga dipengaruhi oleh media internet yang membuka area baru penelitian dan basis data baru, telah terjadi proliferasi signifikan dalam disiplin sosiologi. Berbagai asosiasi sosiolog dunia seperti American Sociological Association memiliki peran penting dalam produksi konsep-konsep baru di dua kawasan tersebut. Berbeda dengan periode 1960-an dan 1970-an, yang dikenal sebagai periode dingin (cool period) untuk teori baru. Masalah utama bagi teori sosiologi saat ini adalah bagaimana teori menjadi energi untuk memberikan pengkayaan perspektif sebagai respons terhadap berbagai perspektif seperti teori pasca-kolonial, post-modernisme, dan dekonstruksionisme. Hal itu semua dilakukan untuk mendapatkan kekuatan analitis dan teoretis dalam era yang disebut “global age” dengan proses

2

Page 102: foreword - UNJ

26 sosiologi pendidikan émile durkheim

pembangunan globalisasi dan anti-globalisasi, pembentukan negara baru dan deformasi negara, identitas baru baik tradisional dan transnasional, peradaban transregional yang melintasi diaspora baru membawa Timur ke barat, Selatan ke Utara, dan semua ini menjadi bagian dari modernitas abad ke-21. Masih di awal abad ini, kita menunggu untuk memperbarui dan melampaui teori sistemik dari akhir abad ke-20 dalam angka besar seperti berbagai pemikiran Talcott Parsons, Jurgen Habermas, Immanuel Wallerstein, Manuel Castells (sosiolog Spanyol), Shmuel Eisenstadt (sosiolog Israel), dan Martin Albrow (sosiolog Inggris). Untuk menciptakan keadilan untuk realitas global yang muncul dari situasi kita dan hubungan tersebut pada berbagai tingkatan, ekonomi, politik, budaya dan teknologi, ada panggilan besar untuk sosiologi agar mengubah dirinya atau setidaknya untuk menempatkan dinamika sistem sosial global hubungan, regional dan negara-bangsa sebagai jari-jari dalam diskursus perubahan tata global.

Dalam konteks perkembangan global yang semakin cepat, sosiologi menghadapi sebuah kondisi yang disebut “new world of global complexities”. Munculnya berbagai analisis dan perspektif baru dalam sosiologi merespons dinamika global tidak menegasikan perspektif sosiologi klasik seperti yang dirintis Durkheim, Max Weber, Georg Simmel maupun Karl Marx. Di luar pemikiran mereka memang muncul desakan untuk dilakukan reinvention of sociology pada abad ke-21. Desakan untuk penyegaran sosiologi tersebut dalam upaya merumuskan berbagai pertanyaan dasar modernitas yang terus mendesak imajinasi sosiologis. Berbagai desakan untuk penyegaran sosiologi di abad ke-21 menjadi sebuah kritik sekaligus merefleksikan sebuah landasan sosiologis dalam rumah besar sosiologi. Posisi Durkheim begitu juga sosiolog klasik lainnya dalam diskursus sosiologi kontemporer tetap tidak memarjinalkan pengaruh dan relevansi pemikiran Durkheim.

Page 103: foreword - UNJ

272 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

Setidaknya jika mengacu kepada berbagai gagasan yang diintrodusir para Durkhemian dalam karya-karya akademiknya. Ada kontinuitas dalam membaca pemikiran Durkheim dalam pemetaan teori sosiologi. Keterlibatan saya dalam menelaah pemikiran Durkheim paling tidak menunjukkan antusiasme untuk secara luas dan intensif mengkaji Émile Durkheim dalam studi sosiologi pendidikan. Dari berbagai referensi yang saya pelajari, saya telah menemukan bahwa pemikiran Durkheim dan konteks sosiologi pendidikan Prancis tidak dengan mudah dipahami. Mendalami Durkheim saja memerlukan sebuah ruang belantara yang harus dirajut secara komprehensif. Apalagi mengaitkannya dalam konteks sosiologi pendidikan Prancis yang sangat dinamis dan memerlukan penafsiran sangat intensif. Saya mendapatkan poin penting dalam diskusi tentang Durkheim bahwa posisi Durkheim dalam peta sosiologi Prancis adalah realitas yang tidak terbantahkan. Durkheim dan sosiologi Prancis adalah dua sisi mata uang yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Sosiologi Prancis selalu identik dengan Durkheim. Meskipun selalu muncul generasi sosiologi baru di Prancis seperti Foucault, Bourdieu, Raymond Boudon hingga Raymon Aron, Durkheim tetap menjadi rujukan utama. Inilah legasi Durkheim yang kuat dan sangat terhormat dalam dunia sosiologi Prancis. Pembacaan ini tidak dalam tanpa kritik. Durkheim tetap harus dikritik dalam analisis dan pemikirannya. Durkheim harus selalu disegarkan dalam perkembangan masyarakat yang semakin cepat pergerakannya. Membaca Durkheim dalam bahasa aslinya adalah sebuah tantangan dalam proyek keterlibatan saya dalam menelaah Durkheim. Membaca Durkheim dengan seluruh karya-karya besarnya bagi saya sangat memuaskan secara intelektual dan bahkan secara estetis menarik untuk dapat mengikuti penalaran dari pikiran yang besar untuk membangun kebenaran sosiologis dan mengungkap pola realitas yang terjadi setiap hari. Keterlibatan saya dengan pemikiran

Page 104: foreword - UNJ

28 sosiologi pendidikan émile durkheim

Durkheim memiliki pendasaran lainnya. Saya butuh waktu untuk menyadari bahwa Durkheim tidak melakukan sosiologi sebagai individu yang terisolasi, melainkan sebagai sosok yang memiliki berbagai karakteristik lainnya. Dalam jejak intelektualnya Durkheim adalah seorang dosen muda di Bordeaux. Durkheim juga menyediakan basis teoritik dalam pembagian kerja yang merupakan manifestasi empiris pembenaran untuk disertasi doktornya sendiri.

Bagi Durkheim dengan berbagai karya akademiknya sejak berkarier di Bordeaux hingga puncak kariernya di Paris sebenarnya memberikan inspirasi kepada mahasiswa-mahasiswanya yang tersebar di berbagai kelas untuk menyerukan kehadiran sosiologis untuk kader-kader baru sosiolog. Durkheim memberikan legasi penting dengan memberikan semangat kepada mahasiswa-mahasiswanya dalam mendalami sosiologi. Faktanya, Durkheim telah menghasilkan murid-murid ideologis yang tersebar di berbagai kampus di Prancis. Durkheim melakukan regenerasi sosiolog-sosiolog yang lebih progresif di Prancis, Eropa maupun internasional. Di Prancis, di tengah pergolakan teori sosiologi yang sangat masif, sosiolog-sosiolog yang merupakan murid ideologis Durkheim mampu mewarnai spektrum sosiologis Prancis khususnya dalam studi sosiologi pendidikan sebagaimana menjadi konsen saya selama ini. (Re)discovering Durkheim. Mungkin ini konteks yang tepat bagi proyek saya untuk mengkaji Durkheim. Saya memahaminya sebagai upaya untuk membongkar dan kemudian menempatkan pemikiran Durkheim sebagai entitas penting dalam diskusi tentang sosiologi di Prancis. Saya berusaha melibatkan pembaca untuk (re)discovering Durkheim dalam proyek-proyek besar dan keprihatinan utamanya Durkheim sementara pemikiran Durkheim sendiri tersebar dalam berbagai manuskrip.

Untuk membuatnya secara teoritis relevan dengan konteks hari ini, dimensi pertama adalah domain dari sejarah

Page 105: foreword - UNJ

292 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

intelektual Durkheim yang dijelaskan pada bagian awal. Oleh karena itu, saya mulai bagian awal untuk membantu dalam penemuan dan pemulihan Durkheim, dimulai dengan belajar panjang dari proyek dasar Durkheim dalam menata program penelitian ilmiah yang luas untuk sosiologi. Konteks historis dan filosofis adalah bagian penting dari matriks pemikiran Durkheim. Dari berbagai referensi yang sudah saya pelajari, Durkheim menunjukkan bahwa dia bukan sebagai intelektual yang terpisah tetapi sebagai manusia yang peduli. Berbagai tema substantif pemikiran Durkheim berdasarkan pencarian saya tidak hanya membahas konteks sosial dan intelektual di mana mereka hidup dan menulis, tetapi juga kenyataannya mereka abad kemudian. Hal yang menarik adalah adanya pelembagaan école Durkheimian (Mazhab Durkheim) yang menekankan pada pentingnya simbolisme dalam pemikiran Durkheim di kemudian hari dalam berbagai karya-karya.

1. Pelembagaan SosiologiDurkheim memberikan kontribusi penting dalam

melembagakan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang mandiri dan otonom. Kontribusi ini menjadi penting karena menunjukkan bahwa mempelajari Durkheim relevan dalam perkembangan ilmu sosial kontemporer khususnya sosiologi. Pelembagaan sosiologi sebagai disiplin mandiri dijelaskan Durkheim dalam bukunya Les Règles de la Méthode Sociologique (1895). Buku ini memberikan pengaruh besar dalam objek sosiologi umumnya dan metode sosiologi khususnya. Bahwa sosiologi terpisah dan berbeda dengan disiplin psikologi (Borlandi & Mucchielli, 1995; Berthelot, 1995). Pengaruhnya juga masih terasa hampir satu abad setelah buku tersebut diterbitkan baik dalam tradisi sosiologi Prancis maupun sosiologi mancanegara. Metode sosiologi memang menjadi perdebatan, polemik hingga pro dan kontra dalam perkembangannya. Meski demikian, semua polemik

Page 106: foreword - UNJ

30 sosiologi pendidikan émile durkheim

dan perdebatan tersebut berakar dari fondasi Durkheim ketika menulis buku tersebut. Sosiolog tidak mungkin mempelajari dirinya tanpa melihat konteks sejarah dan peran Durkheim dalam pergulatan akademik dan intelektualnya. Perkembangan ilmu sosial saat ini berlangsung secara cepat dan progresif, Durkheim berada pada posisi avant garde dalam membangun fondasi penting keberadaan sosiologi. Semua disiplin sosiologi tumbuh subur dalam tradisi sosiologi di Prancis. Muncul berbagai kajian dan perspektif baru dalam ruang akademik. Berbagai kajian baru tersebut lahir melalui publikasi jurnal, buku, riset yang semakin memperkaya sosiologi Prancis. Beberapa kajian yang sudah banyak seperti Sosiologi Politik, Sosiologi Agama, Sosiologi Pendidikan, Sosiologi Industri, Sosiologi Hukum, Sosiologi Perkotaan. Kajian tersebut sudah sangat kuat dalam berbagai ruang diskusi. Di luar kajian-kajian itu, muncul dan berkembang juga berbagai studi baru seperti: Sociologie de l’architecture (Sosiologi Arsitektur), Sociologie de l’alimentation (Sosiologi Persediaan), Sociologie de l’art (Sosiologi Seni), Sociologie de l’Emploi (Sosiologi Pekerjaan), Sociologie de l’immigration (Sosiologi Imigrasi), Sociologie de l’Organisation Sportive (Sosiologi Organisasi Olahraga), Sociologie de la Bourgeoisie (Sosiologi Borjuis), Sociologie de la Consommation (Sosiologi Konsumsi), Sociologie de la Lecture (Sosiologi Pengajaran), Sociologie de la Négociation (Sosiologi Negosiasi), Sociologie de la Prison (Sosiologi Penjara), Sociologie de Paris (Sosiologi Paris), Sociologie des Cadres (Sosiologi Perspektif), Sociologie des Changements (Sosiologi Perubahan), Sociologie des Chômeurs (Sosiologi Pengangguran), Sociologie des Comportements Sexuels (Sosiologi Perilaku Seksual), Sociologie des Employés (Sosiologi Pekerjaan), Sociologie d’Entreprise (Sosiologi Perusahaan), Sociologie des Mouvements (Sosiologi Gerakan), Sociologie des Organisations (Sosiologi Organisasi), Sociologie des Relations Professionnelles (Sosiologi Relasi Profesional), Sociologie des Réseaux Sociaux (Sosiologi Jaringan Sosial), Sociologie des

Page 107: foreword - UNJ

312 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

Syndicats (Sosiologi Sindikat), Sociologie du Crime (Sosiologi Kriminal), Sociologie du Droit (Sosiologi Hukum), Sociologie de SIDA (Sosiologi AIDS), Sociologie du Sport (Sosiologi Olah Raga), Sociologie du Travail (Sosiologi Pekerjaan), Sociologie et Anthropologie de Marcel Mauss (Sosiologi dan Antropologi Marcel Mauss), Sociologie de l’École (Sosiologi Sekolah), Sociologie de l’Étudiant (Sosiologi Mahasiswa), Sociologie Historique du Politique (Sosiologi Sejarah Politik), Sociologie des Publics (Sosiologi Publik), Sociologie des Relation Internationales (Sosiologi Hubungan Internasional), Sociologie de Durkheim (Sosiologi Durkheim). Ibarat supermarket, semua studi dan kajian sosiologi ada dan dibahas dalam ruang sosiologi Prancis.

2. Perkembangan dan Proyeksi AgamaAlasan lain kenapa Durkheim harus dipelajari dalam

konteks kontemporer?Jawabannya karena kontribusi signifikan Durkheim dalam menjelaskan agama sangat relevan dalam kondisi kontemporer. Dalam hal ini, penjelasan Durkheim tentang agama mampu membawa analisisnya pada masalah-masalah agama yang dihadapi masyarakat saat ini. Strenski (2005) menyebutnya dengan ‘’the problem of religion’’. Asumsi Strenski menunjukkan bahwa agama menjadi masalah bagi pemikiran masyarakat barat karena berusaha lebih kritis terhadap upaya memutuskan kebenaran dari berbagai pendekatan dalam studi agama. Masalah agama ini juga kemudian terkait dengan berbagai pengalaman religius yang dialami oleh berbagai masyarakat khususnya masyarakat barat. Strenski menyebutnya dengan the religious experience. Tesis Durkheim menjelaskan bahwa agama itu bersifat eksternal, impersonal dan publik. Ini adalah tesis Durkheim yang primer. Agama dalam pandangan Durkheim bersifat individual atau pribadi yang berasal dari masyarakat. Dalam penjelasannya Durkheim, kehidupan beragama adalah murni sosiologis. Perkembangan kemudian dalam studi

Page 108: foreword - UNJ

32 sosiologi pendidikan émile durkheim

sosiologi melahirkan kajian sosiologi agama yang menuntut untuk menjawab berbagai pertanyaan yang bisa diajukan seperti kekuatan sosial yang menguasai penganut agama, kekuatan itu adalah produk langsung dari sentimen kolektif. Sentimen kolektif itu sudah memiliki bentuk materiilnya, kondisi-kondisi eksistensi kolektif. Dalam berbagai penjelasannya, Durkheim mendefinisikan agama sebagai suatu sistem kepercayaan yang terpadu, praktik-praktik yang berhubungan dengan benda-benda suci, benda-benda yang disakralkan dan terlarang, kepercayaan dan praktik-praktik menyatu dalam satu komunitas moral, komunitas moral: jemaah, gereja, umat. Untuk menggambarkan secara lebih lengkap relevansi mempelajari Durkheim dalam perkembangan agama, silakan melihat gambar visualisasi di bawah ini.

Gambar 2.1. Kontribusi Durkheim dalam Perkembangan Agama Kontemporer

Definisi Agama

Perkembangan Agama

Kontemporer

Fungsi Agama sebagai Kekuatan

Integrasi Masyarakat

Agama sebagai Gejala Sosiologis

Sumber: Dari Berbagai Sumber

Page 109: foreword - UNJ

332 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

3. Pendidikan Masyarakat KontemporerRelevansi mempelajari pemikiran Durkheim juga sangat

kuat dengan perkembangan pendidikan yang berkembang di masyarakat. Terbentuknya lembaga pendidikan merupakan konsekuensi logis dari taraf perkembangan masyarakat yang sudah kompleks. Sehingga untuk mengorganisasikan perangkat-perangkat pengetahuan dan keterampilan tidak memungkinkan ditangani secara langsung oleh masing-masing keluarga. Pada level ini, analisis Durkheim tentang peran pendidikan dan peran keluarga memberikan makna penting dalam menyesuaikan perubahan yang berlangsung di masyarakat. Keluarga tetaplah aktor penting dalam fungsi pendidikan yang perkembangannya sangat pesat di masyarakat. Durkheim sudah menyediakan basis teoritik dan empiris untuk menjelaskan dinamika pendidikan dalam masyarakat kontemporer. Dalam buku Durkheim yang berjudul De la Division du Travail Social (1893), Durkheim menganalisis kecenderungan masyarakat maju yang di dalamnya terdapat pembagian kerja dalam pemetaan bidang-bidang ekonomi, hukum, politik, pendidikan, kesenian dan bahkan keluarga. Gejala tersebut merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi industri yang di dalamnya memerlukan spesialisasi peran untuk mengusung keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup para anggotanya. Pada konteks organisasi lembaga pendidikan yang telah mampu memproduk manusia profesional dengan spesifikasi keahlian. Sedangkan untuk mewujudkan figur-figur manusia itu hanya mampu dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan modern.

4. Pembagian Kerja dalam MasyarakatKontribusi Durkheim signifikan lainnya dalam menjelaskan

pembagian kerja sejalan dengan kompleksitas masyarakat. Mempelajari Durkheim dalam konteks masyarakat industri saat

Page 110: foreword - UNJ

34 sosiologi pendidikan émile durkheim

ini kita akan dihadapkan pada visi Durkheim dalam menjelaskan masyarakat. Bisa dibayangkan, pemikiran Durkheim yang visioner dalam menjelaskan pembagian kerja karena pemikiran yang tertuang dalam buku De la Division du Travail Social ditulis pada 1893. Meski ditulis dalam durasi waktu yang berbeda abad dan konteks sosialnya, pemikiran Durkheim tersebut sangat relevan ketika menjelaskan perubahan masyarakat kontemporer khususnya semakin terspesialisasikan pekerjaan masyarakat. Buku ini adalah karya pertama yang diterbitkan Durkheim yang juga di dalamnya memperkenalkan konsep anomie atau tak berfungsinya norma-norma sosial pada individu dalam masyarakat. Pada saat itu, bukunya tersebut memberikan pengaruh dalam memajukan teori dan pemikiran sosiologi. Buku ini juga memberikan pendasaran bagaimana pembagian tenaga kerja bermanfaat bagi masyarakat karena meningkatkan reproduksi, keterampilan pekerja dan menetapkan tatanan sosial dan moral dalam masyarakat.

Dalam penjelasan tentang pembagian kerja, Durkheim menjelaskan dua jenis solidaritas sosial yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik (Sadri & Stinchcombe, 1993). Solidaritas mekanik menghubungkan individu dengan masyarakat tanpa perantara apapun. Artinya, masyarakat yang kolektif terorganisir dan semua anggota kelompok berbagi keyakinan yang sama. Ikatan yang mengikat individu kepada masyarakat adalah berbasiskan kesadaran. Hal ini merupakan sistem kepercayaan bersama atau kolektif. Adapun solidaritas organik menjelaskan bahwa masyarakat adalah suatu sistem fungsi yang berbeda disatukan oleh hubungan yang pasti. Setiap individu harus memiliki pekerjaan atau bekerja terpisah. Termasuk juga di dalamnya kepribadian yang berbeda. Individualitas tumbuh sebagai bagian dari perkembangan masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat yang lebih primitif semakin ditandai dengan solidaritas mekanis. Para anggota masyarakat yang

Page 111: foreword - UNJ

352 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

kemungkinan mirip satu sama lain dan berbagi keyakinan dan moral yang sama.

Durkheim mendasarkan diskusi tentang solidaritas organik pada perdebatan dengan Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa solidaritas industri adalah spontan dan tidak ada kebutuhan untuk tubuh koersif untuk membuat atau mempertahankannya. Spencer percaya bahwa harmoni sosial hanya didirikan dengan sendirinya dan Durkheim tidak setuju. Durkheim juga menghabiskan waktunya untuk konsen tentang pembagian kerja dan bagaimana hal itu disebabkan. Baginya, pembagian kerja dalam proporsi langsung dengan densitas moral masyarakat. Peningkatan ini dapat terjadi dalam tiga cara: melalui peningkatan konsentrasi spasial orang, melalui pertumbuhan kota-kota, atau melalui peningkatan jumlah dan efektivitas sarana komunikasi. Bila satu atau lebih dari hal-hal ini terjadi, tenaga kerja mulai menjadi terbagi karena perjuangan untuk eksistensi menjadi lebih berat.

5. Perkembangan Hukum di MasyarakatDurkheim juga membahas dan memberikan kontribusi

secara luas dalam perkembangan hukum kontemporer. Baginya, hukum adalah simbol yang paling terlihat dari solidaritas sosial dan organisasi kehidupan sosial dalam bentuknya yang paling tepat dan stabil. Hukum memainkan bagian dalam masyarakat yang analog dengan sistem saraf dalam organisme. Menurut Durkheim, sistem saraf mengatur berbagai fungsi tubuh sehingga mereka bekerja bersama secara harmonis. Demikian juga, sistem hukum mengatur semua bagian dari masyarakat sehingga mereka bekerja sama dalam perjanjian. Dua jenis hukum yang ada dan masing-masing sesuai dengan jenis solidaritas sosial. Jenis pertama adalah hukum represif yang menetapkan beberapa jenis hukuman pada pelaku. Hukum represif sesuai dengan pusat kesadaran umum dan cenderung untuk tetap disebarkan

Page 112: foreword - UNJ

36 sosiologi pendidikan émile durkheim

di seluruh masyarakat. Hukum represif sesuai dengan keadaan mekanik masyarakat. Tipe kedua hukum adalah hukum restitutif, yang tidak selalu menyiratkan penderitaan pada bagian dari pelaku, melainkan mencoba untuk mengembalikan hubungan yang terganggu dari bentuk normal mereka dengan kejahatan yang terjadi. Hukum restitutif sesuai dengan keadaan organik masyarakat dan bekerja melalui badan-badan yang lebih khusus dari masyarakat, seperti pengadilan dan pengacara.

Hal ini juga berarti bahwa hukum represif dan hukum restitutif bervariasi langsung dengan tingkat perkembangan masyarakat. Hukum represif adalah gejala umum pada primitif atau terjadi pada masyarakat mekanis, masyarakat di mana sanksi untuk kejahatan biasanya dibuat di seluruh masyarakat. Dalam masyarakat yang lebih rendah, kejahatan terhadap individu yang umum, namun ditempatkan pada ujung bawah tangga pidana. Kejahatan terhadap masyarakat mengambil prioritas karena evolusi sadar kolektif tersebar luas dan kuat sedangkan pembagian kerja belum terjadi. Semakin banyak masyarakat menjadi beradab dan pembagian kerja diperkenalkan, hukum lebih restitutif berlangsung. Poin pentingnya adalah legasi Durkheim sangat penting dalam menjelaskan dinamika kriminalitas, hukum dan penyimpangan yang terjadi di masyarakat (Reiner, 1984). Buku De la Division du Travail Social memberikan fondasi penting dalam menjelaskan hukum, penyimpangan dan kriminalitas seiring dengan munculnya berbagai masalah yang semakin kompleks dalam masyarakat. Di sinilah Durkheim menjelaskan secara kontras perbedaan solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

6. Universitas dan Pendidikan TinggiAlasan lain mempelajari Durkheim dalam konteks

kontemporer adalah kontribusinya dalam dunia universitas atau pendidikan tinggi. Salah satu legasi besar Durkheim adalah

Page 113: foreword - UNJ

372 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

mengembangkan kajian Sosiologi Universitas atau Sosiologi Pendidikan Tinggi yang saat ini berkembang sangat dinamis. Ketika Durkheim mengembangkan kajian universitas memang konteksnya Prancis khususnya Paris, tetapi basis teoritiknya maupun konteks historisnya memberikan satu penguatan penting dalam kajian universitas saat ini. Paris tetap menjadi magnet dan kiblat ilmu pengetahuan dunia. Perkembangan sosiologi juga tetap berkembang pesat di Paris. Kondisi universitas di Prancis ketika Durkheim menulis buku l’Évolution Pédagogique en France (1904) memang berbeda dengan kondisi universitas saat ini. Konteks universitas di Paris khususnya dan Prancis umumnya saat ini mengalami perkembangan yang sangat cepat dan dinamis karena berada dalam kondisi globalisasi. Peran Durkheim adalah memberikan bekal teoritik dan historis yang mampu membawa gambaran umum dalam perkembangan universitas saat ini.

7. Kompleksitas Keluarga dalam Masyarakat ModernDi antara berbagai kontribusi Durkheim dalam sosiologi di

antaranya merintis dan mengembangkan sosiologi keluarga yang kemudian memberikan pendasaran teoretis dalam menjelaskan dinamika keluarga seiring dengan perkembangan masyarakat modern. Penjelasan Durkheim tentang keluarga tentu tak bisa dipisahkan dalam berbagai tema lainnya seperti fungsi sosialisasi, nilai dan norma, maupun fungsi pendidikan dalam masyarakat. Dalam penjelasannya tentang keluarga, Durkheim konsen dengan berbagai tantangan serta masalah yang dihadapi keluarga seperti masalah perceraian (divorce), penjelasan tentang the conjugal family, beberapa dinamika perkawinan di beberapa negara, perkawinan terlarang dalam keluarga inti hingga masalah pendidikan seksual dalam keluarga. Pembahasan pemikiran Durkheim tentang keluarga, perkawinan dan fungsi

Page 114: foreword - UNJ

38 sosiologi pendidikan émile durkheim

domestik dalam rumah tangga tertuang dalam sebuah buku yang merupakan kompilasi tulisan Durkheim dari berbagai sumber. Buku ini berjudul Textes 3, Functions Sociales et Institutions (1975). Kita bisa melihat dalam sebuah tulisan di mana Durkheim mulai merintis sosiologi keluarga dalam tulisannya yang berjudul Introduction à la Sociologie de la Famille yang ditulis pada tahun 1888 (lihat juga Traugott, 1978). Tulisan ini pertama kalinya dipublikasikan Durkheim sebagai bahan kuliah di Faculté des lettres de Bordeaux.

B. Transformasi Pemikiran DurkheimRelevansi mempelajari Durkheim pada kondisi kontemporer

saat ini salah satu faktornya karena pelembagaan pemikiran Durkheim di kalangan sosiolog khususnya sosiolog Prancis dan sosiolog Franchopone yaitu negara-negara yang berbahasa Prancis. Pelembagaan pemikiran Durkheim tersebar dalam sosiolog yang kemudian dikenal dalam tradisi sosiologi Prancis dengan l’école Durkheimienne atau Mazhab Durkheim. Berbicara soal mazhab dalam tradisi sosiologi, kita juga melihat bagaimana sosiolog-sosiolog di Jerman yang mengembangkan kritik dan tradisi pemikiran Marxist kemudian dikenal dengan The Frankfurt School atau Mazhab Frankfurt. Ada kesamaan kedua mazhab ini yaitu: (1) ada gerakan intelektual dan kultural untuk merawat, menyegarkan sekaligus mengkritik pemikiran dominan Marxist maupun Durkheim di kalangan para sosiolognya, (2) muncul dan berkembangnya kedua mazhab ini menunjukkan bahwa legasi pemikiran teori Marxist maupun Durkheim menyebar dalam berbagai aspek kajian yang perlu dikaji lebih lanjut. Tetapi yang paling penting adalah adanya kesamaan ketertarikan, minat dan studi untuk mengembangkan lebih lanjut kedua pemikiran tersebut.

Page 115: foreword - UNJ

392 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

Meski demikian, terdapat perbedaan di antara kedua mazhab tersebut. Mazhab Frankfurt lebih terpusat di kalangan sosiolog dan pemikir yang berada di Institute for Social Research, Goethe University, Frankfurt, Jerman (Hidayat, 2011; 2013). Sementara Mazhab Durkheim menyebar di berbagai sosiolog Prancis dan kampus di Prancis. Tidak terpusat di satu tempat seperti halnya Mazhab Frankfurt. Perkembangan Mazhab Frankfurt sepertinya lebih rapih dan terkonsolidasikan dibandingkan dengan Mazhab Durkheim yang terkesan sporadis dan berserakan. Tak ada data pastinya untuk menelusuri kapan L’école Durkheimienne dirintis dan dikembangkan. Meski demikian dari berbagai sumber yang bisa ditelusuri, ada beberapa orang dianggap sebagai perintis dari L’école Durkheimienne yaitu Marcel Granet (1884-1940), Henri Hubert (1872-1927), Célestin Bouglé (1870-1940) dan Robert Hertz (1881-1915). Munculnya L’école Durkheimienne memang tidak dijelaskan secara pasti pendiriannya. Tetapi bisa dilacak dari tingkat produktivitas para anggotanya yang tergabung sebagai dewan redaksi jurnal L’Année Sociologique yaitu pada tahun 1920 hingga 1930 (Huther, 2010: 128). Dengan demikian, lahirnya L’école Durkheimienne dimulai sejak 1920. Marcel Granet menjadi pelopor studi di Cina. Dia tinggal di Cina antara tahun 1911 dan 1913. Granet menerapkan metode Durkheim, khususnya menyelidiki konsep ruang dan waktu dalam pemikiran Cina. Beberapa bukunya antara lain La Religion des Chinois (1922), La Civilisation Chinoise (1929) dan La Pensée Chinoise (1934). Henri Hubert dikenal sebagai sosiolog dan arkeolog yang mengembangkan sebuah studi tentang representasi waktu dan mengembangkan teori donasinya Marcel Mauss pada masyarakat Celtik. Salah satu bukunya Hubert antara lain Les Celtes (1932). Célestin Bouglé dikenal sebagai filsuf Prancis yang menjadi salah satu kolega terdekat Durkheim antara lain ikut terlibat merintis jurnal ilmiah L’Année Sociologique. Salah satu legasi

Page 116: foreword - UNJ

40 sosiologi pendidikan émile durkheim

pemikiran Bouglé adalah pemikirannya tentang kesetaraan yang tertuang dalam bukunya berjudul Les Idées Égalitaires; Étude Sociologique (1899). Beberapa bukunya antara lain Les Sciences Sociales en Allemagne; Les Méthodes Actuelles (1896), Anthropologie et Démocratie (dalam jurnal Revue de Métaphysique et de Morale, 1897). “Philosophie de l'Antisémitisme (l’idée de race”) (dalam jurnal La Grande Revue (1899), La Démocratie Devant la Science. Études Critiques sur l’Hérédité, la Concurrence et la Différenciation (1904), Solidarisme et Libéralisme (1904), Le Solidarisme (1907). Robert Hertz adalah sosiolog Prancis yang dikenal sebagai sosiolog yang mendalami kajian agama. Hertz lulusan dari École Normale Supérieur (ENS) Paris dengan menyandang agregasi filsafat pada tahun 1904. Dari satu angkatannya, dia adalah orang pertama yang lulus dalam agregasi filsafat. Hertz pernah belajar di Inggris yaitu di the British Museum. Dia menyelesaikan disertasi doktoralnya dengan diskusi intensif bersama Durkheim dan Marcel Mauss. Disertasi doktoralnya berjudul Sin and Expiation in Primitive Societies (1994). Hertz juga dikenal sebagai salah satu editor berpengaruh dalam jurnal l’Année Sociologique. Selain disertasinya, publikasi lain Hertz antara lain Mélanges de Sociologie Réligieuse et Folklore (1928). Hertz meninggal dunia ketika berlangsungnya Perang Dunia ke-I.

Tradisi Durkheimian juga dapat dijelaskan dalam relasi antara sosiologi dan antropologi. Nama antropolog seperti François Simiand (1873-1935), Maurice Halbwachs, maupun Marcel Mauss dikenal sebagai pemikir berpengaruh dalam l’école Durkheimienne. François Joseph Charles Simiand dikenal sebagai sosiolog dan ekonom Prancis yang menjadi editor di jurnal l’Année Sociologique. Simiand juga dikenal sebagai anggota the French Historical School of Economics. Simiand dikenal sebagai sosiolog ekonom yang memiliki kemampuan statistik untuk mengembangkan model teoritik dan formulasi kebijakan. Kontribusinya dalam ilmu sosial Prancis adalah pada usianya 58 tahun atau tahun 1931, dia dipilih sebagai Kepala Departemen

Page 117: foreword - UNJ

412 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

Sejarah di Collège de France yaitu salah satu kampus terbaik di Prancis selain Sorbonne. Dalam tradisi Durkhemien, Simiand dikenal sebagai pemikir yang menekankan pada fungsi kolektif masyarakat. Selain Simiand, terdapat juga Maurice Halbwachs (1877-1945). Halbwachs adalah sosiolog dan filsuf Prancis yang dikenal dengan konsep utamanya tentang memori kolektif. Di antara sebagian besar Durkheimian kebanyakan adalah lulusan ENS Paris. Halbwachs belajar filsafat bersama-sama dengan Henri Bergson yang memberikan pengaruh intelektualnya. Halbwachs juga mengawali kariernya sebagai guru lycéé sebelum terbang ke Jerman tahun 1904. Di sana dia studi di University of Göttingen. Dia kembali ke Prancis tahun 1905 dan berjumpa dengan Durkheim. Perjumpaannya dengan Durkheim membuat Halbwachs tertarik mendalami sosiologi. Setelah pertemuan itu, Halbwachs bergabung menjadi editor di jurnal L’Année Sociologique. Di sana dia berkolaborasi dengan Durkheimian lainnya seperti François Simiand. Pada tahun 1909, dia kembali ke Berlin untuk mendalami Marxisme dan ekonomi. Salah satu kekuatan pengaruh Halbwachs adalah dalam kajian morfologi. Selain dua nama itu, nama Marcel Mauss (1872-1950) juga dikenal sebagai generasi awal Mazhab Durkheimian yang sangat berpengaruh pemikirannya. Mauss adalah sosiolog dan antropolog Prancis yang juga keponakan Durkheim.

Marcel Mauss lahir pada tahun 1872 di kota Épinal. Kota yang sama dengan kelahiran Durkheim. Ayahnya Mauss bernama Gerson yang berasal dari Bas-Rhin. Ayahnya Mauss menikah dengan Rosine Durkheim yang merupakan kakak dari Émile Durkheim. Jarak usia Mauss dengan Durkheim terpaut 14 tahun lebih muda. Dari pamannyalah, pengaruh intelektual Mauss terbentuk hingga puncak kariernya sebagai sosiolog/antropolog di Prancis. Mauss mendapatkan agregasi filsafatnya pada tahun 1895 di Bordeaux. Pada tahun 1890, Mauss menyusul Durkheim sebagai mahasiswa di ENS Paris dengan

Page 118: foreword - UNJ

42 sosiologi pendidikan émile durkheim

disiplin yang sama. Sayangnya, pada seleksi yang diikutinya tahun 1895, dia tak berhasil mendapatkan tempat bekerja. Hal ini menyebabkan dia pindah ke Paris untuk belajar di École des Hautes Etudes Pratique (EHEP). Di sana dia belajar bahasa termasuk bahasa Sansekerta dan studi keagamaan. Kedua pilihan jurusan ini dipilihnya dengan tujuan untuk meningkatkan tesis doktor yang ditelitinya yaitu tentang doa. Beberapa dosennya yang memberikan pengaruh besar antara lain Léon Marillier (1862-1901, seorang psikolog Prancis), Antoine Meillet (1866-1936, ahli linguistik Prancis), Louis Finot (1864-1935, seorang arkeolog Prancis yang mendalami budaya Asia Tenggara), Israël Lévi (1856 – 1939), Sylvain Levi (1863 –1935, orientalis dan Indologist Prancis).

Mauss juga memiliki hubungan dekat dengan beberapa tokoh penting Mazhab Durkheim. Di sana dia membentuk persahabatan yang tulus misalnya dengan Henri Hubert maupun Robert Hertz. Pertemanan dengan kedua tokoh ini kemudian memberikan fondasi kuat terhadap kajian antropologi agama di Prancis. Pada tahun 1901, Mauss dipilih sebagai Ketua Jurusan Sejarah Agama Bangsa Beradab di EHEP. Pada tahun yang sama, Mauss juga bergabung L’Année Sociologique sebagai editor. Pada tahun 1931, Mauss terpilih sebagai Kepala Departemen Filsafat Sosial di Collège de France. Posisinya menggantikan filsuf Jean Izoulet (1854-1929). Latar belakangnya sebagai sosiolog menandakan masuknya disiplin sosiologi pada lembaga yang berpengaruh di Prancis tersebut. Selama periode tersebut, Mauss juga dikenal sebagai seorang aktivis sosial yang selalu komitmen dengan pilihan dan keyakinannya. Dalam tradisi Durkheimian, karya-karya akademis Mauss melintasi batas-batas antara sosiologi dan antropologi. Meskipun dalam ranah antropologi Prancis, perannya yang signifikan dikenal sebagai salah satu bapak pendiri antropologi Prancis. Hal tersebut karena Mauss diakui pengaruh

Page 119: foreword - UNJ

432 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

signifikannya pada disiplin antropologi terutama yang berkaitan dengan analisis tentang topik-topik seperti sihir, pengorbanan dan pertukaran hadiah dalam budaya yang berbeda di seluruh dunia. Mauss memiliki pengaruh signifikan terhadap pendiri antropologi struktural, Claude Lévi-Strauss. Pengaruh ketiga tokoh Durkheimian tersebut kemudian memberikan fondasi penting pada kajian sosiologi-antropologi seperti perkembangan teori fungsional maupun teori etnologi baik di Prancis, maupun Amerika Serikat. Pengaruhnya terus berkembang pesat hingga generasi Pierre Bourdieu. Untuk memahami proses transformasi pemikiran ketiga tokoh tersebut dalam tradisi Durkheimian bisa melihatnya pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.2 Tradisi Durkheimian

StrukturalismeLévi-StraussPierre Bourdieu

François Simiand Maurice Halbwachs Marcel Mauss

FUNGSI MORFOLOGI REPRESENTASI KOLEKTIF

Fungsionalis: Robert MalinowskiTalcott ParsonsRobert K. Merton

Etnologi Prancis (Marcel Griaule, dll)Antropologi sosial anglo-saxonneRadcliffe Brown

STRUKTUR Lloyd Warner

Erving Goffman

Émile Durkheim (1858-1917)

1920-1960

1960-....

Sumber: Paul Zalio (2001)

Perkembangan Durkheimian hingga saat ini menyebar di berbagai negara. Mereka bukan hanya terpusat di Prancis tetapi juga di berbagai negara lain di seluruh dunia. Untuk menyebut beberapa nama Durkheimian yang berpengaruh

Page 120: foreword - UNJ

44 sosiologi pendidikan émile durkheim

dalam bidangnya masing-masing, saya ingin menyebut beberapa nama saja disertai beberapa referensi utamanya. Posisi dan pengaruh mereka sangat penting dalam mewariskan pemikiran Durkheim di berbagai negara. Philippe Steiner dikenal sebagai tokoh utama Durkheimian yang mengkaji pemikiran Durkheim dalam sosiologi ekonomi dan ekonomi-politik. Steiner adalah sosiolog di Université Lille III dan Université Paris X. Beberapa publikasi utamanya antara lain La “Science Nouvelle” de l’Économique Politique (1998), La Sociologique Économique (1999), Sociologie de la Connaissance Économique” Essai sur les Rationalisations de la Connaissance Économique (1750-1850), (1998), l’École Durkheimienne et l’Économie (2005). Durkheimian lainnya di Prancis yang memiliki pengaruh hingga saat ini antara lain Bernard Lacroix yang merupakan sosiolog politik di l’Université de Paris X-Nanterre. Beberapa publikasi Lacroix antara lain Durkheim et le Politique (1981), Aux Origines des Sciences Sociales Françaises: Politique, Société et Temporalité dans l'Oeuvre de Durkheim (1990). Durkheimian lain yang mengkaji sosiologi politik antara lain Hans-Peter Müller yang menulis sebuah publikasi berjudul Durkheim’s Political Sociology (1993). Durkheimian yang mengkaji sosiologi agama antara lain Robert N. Bellah yang menulis bukunya Morale, Religion et Societé dans l’Ouevre Durkheim (1990). Selain Bellah, sosiolog yang mengkaji sosiologi agama antara lain William S. F. Pickering yang menulis buku Durkheim’s Sociology of Religion; Themes and Theories (1984), l’Évolution de la Religion (1993), Durkheim on Religion:A Selection of Readings with Bibliographies ad Introductory Remarks (1975), What do Representations Represent ? The Issue of Reality (2000). Dalam kajian sosiologi pendidikan, Jean-Claude Filloux harus disebut sebagai tokoh penting yang berpengaruh. Beberapa karyanya antara lain Durkheim et l’Éducation (1994), Éducation Civique, Éducation Morale, Éducation Éthique (1997), Individualisme et Éducation Aux Droits de l’Homme Chez Émile Durkheim (1993). Selain kajian di atas,

Page 121: foreword - UNJ

452 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

Durkheimian yang mendalami filsafat antara lain Paoletti yang menulis buku berjudul Durkheim et la Philosophie: Répresentation, Réalité et Lien Social (2012).

C. Pusat Studi DurkheimPemikiran Émile Durkheim sangat berpengaruh dalam

sosiologi pendidikan dunia khususnya Prancis dan Eropa. Berbagai literatur akademiknya banyak menjadi rujukan di kalangan akademisi, peneliti, maupun yang konsen dengan kajian pendidikan dan sosiologi pendidikan. Pemikiran Durkheim memang sangat luas spektrumnya. Dalam konteks sosiologi, Durkheim memiliki basis pemikiran teoritik yang sangat kuat. Muncul inisiatif dari berbagai akademisi mancanegara untuk terus mengembangkan pemikiran Durkheim.

1. Centre Émile DurkheimUntuk menghargai dedikasi dan legasi Émile Durkheim,

di beberapa universitas di Prancis didirikan pusat studi yang diberi nama Centre Émile Durkheim di antaranya yang berada di Sciences Po Bordeaux dan l’Université Bordeaux Segalen. Pusat studi ini dirintis sejak Januari 2011. Meski tidak terfokus ke kajian Durkheim, lembaga ini juga memiliki kajian tentang Durkheim. Pusat studi ini terkoneksi jaringannya dengan CNRS atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)nya Indonesia.

2. The British Centre for Durkheimian StudiesSalah satu pusat studi yang mengembangkan pemikiran

Durkheim adalah the British Centre for Durkheimian Studies. Pusat studi ini didirikan pada 7 Maret 1991 yang diinisiasi W. S. F. (Bill) Pickering. Pusat studi ini sesungguhnya merepresentasikan sekelompok akademisi yang tertarik dengan pemikiran Durkheim dan sering bertemu di Universitas St Antonius, Oxford. Dari

Page 122: foreword - UNJ

46 sosiologi pendidikan émile durkheim

pertemuan dan diskusi informal tersebut kemudian mengerucut dalam pembentukan pusat studi pemikiran Durkheim. Salah satu tokoh lainnya adalah Philippe Besnard dari Paris dan Herminio Martins (Oxford University). Bill Pickering sering menyelenggarakan sejumlah seminar tentang Durkheim di kampusnya. Pada pertemuan tersebut diputuskan bahwa disepakati dibentuknya sebuah pusat studi. Atas dukungan Profesor John Davis yang merupakan Direktur Eksekutif Institute of Social and Cultural Anthropology (ISCA), menunjukkan bahwa pusat studi tersebut resmi didirikan. Pertemuan komite pertama berlangsung di ISCA pada tanggal 25 Oktober 1991, ketika diputuskan bahwa apa yang disebut the British Centre for Durkheimian Studies harus dimulai atas dasar sukarela. Pada rapat tersebut, semua anggota setuju bahwa gagasan tersebut harus direalisasikan dengan pembentukan pusat studi meskipun dengan hampir tidak ada dukungan finansial. Bill Pickering diangkat sebagai sekretaris atau pengelola. Pemberitahuan tentang keberadaan pusat studi itu harus dikirim ke universitas di seluruh Inggris dan di universitas tertentu di luar negeri. Pusat studi itu harus dipimpin oleh sebuah komite dengan profesor dari ISCA sebagai ketuanya. Salah satu alasan untuk menerima tawarannya adalah bahwa perpustakaan memiliki koleksi referensi yang sangat baik dari buku oleh dan tentang Durkheim serta para pengikutnya. Pusat studi ini telah memperkenalkan karya Durkheim ke dunia internasional yang berbahasa Inggris, melalui terjemahan karyanya. Lembaga ini juga berperan penting untuk memperluas dan menguraikan teori-teorinya Durkheim.

Saat ini, komite di pusat studi tersebut terdiri dari sekitar 12 anggota beberapa di antaranya berasal dari perguruan tinggi di luar Oxford. Pusat studi ini terkoneksi dengan jaringan internasional dengan kepentingan yang sama. Pusat studi ini juga memiliki kepentingan yang sama dalam mengembangkan pemikiran Durkheim termasuk mendorong mahasiswa dari

Page 123: foreword - UNJ

472 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

setiap disiplin dalam ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial, termasuk antropologi dan sosiologi. Selain itu, pusat studi ini juga ingin mempromosikan terjemahan dan publikasi bahasa Inggris dan publikasi Durkheim berbahasa Prancis. Pusat studi itu juga membuat salah satu program menarik para sarjana untuk jangka pendek atau lebih lama dalam program visiting fellowship dengan maksimum satu tahun. Beberapa nama sosiolog atau antropolog yang pernah menjadi peneliti tamu di pusat studi di antaranya William Watts Miller (Inggris), Kenneth Thompson (Inggris), Mark S. Cladis (Amerika Serikat), M. Gross (Amerika Serikat ), Daizo Egashira (Jepang), Yehezkel Dror (Israel), Michio Nakayima (Jepang), Massimo Rosati (Italia), Stéphane Baciocchi (Paris), Rachel Weiss (Brazil), Rafael Benthieu (Brazil), Alberto Riebes (Madrid). Satu keuntungan besar menempatkan pusat studi di ISCA adalah diaksesnya ke Perpustakaan Tylor yang memegang saham baik dari buku oleh Durkheim dan kelompoknya, baik dalam bahasa aslinya Prancis dan dalam terjemahan. Saat ini terdapat bagian khusus buku yang berkaitan dengan Durkheim. Buku-bukunya telah ditambahkan dan dibeli oleh perpustakaan itu sendiri.

3. The Canadian Network of Durkheimian Studies Le Réseau Canadien d’Études Durkheimienne (CNDS/RCED) Pusat studi ini dibentuk pada musim semi tahun 2012.

Panitia pembentukannya terdiri dari beberapa tokoh di antaranya Ronjon Paul Datta (sosiolog University of Windsor, Kanada), Tara Milbrandt (sosiolog University of Alberta, Kanada), François Pizarro-Noël (sosiolog Universite du Quebec di Montreal), Frank Pearce dan William Ramp (sosiolog The University of Lethbridge, Kanada). Pembentukannya diinisiasi oleh pertukaran kolaboratif seputar edisi khusus jurnal The Canadian Journal

Page 124: foreword - UNJ

48 sosiologi pendidikan émile durkheim

of Sociology pada magnum opus Durkheim tentang Bentuk Dasar Kehidupan Beragama. Prinsip-prinsip pendirian lembaga ini adalah mendorong kolegial, kritis dan produktif dialog berdasarkan keterlibatan yang luas dengan Durkheimian, untuk menyediakan tempat untuk komunikasi, pertukaran dan kerja sama tentang penelitian Durkheimian, dan berbagi sumber daya untuk mengajar Durkheimian di universitas. Saat ini, lembaga ini secara resmi berafiliasi dengan The British Centre for Durkheimian Studies (The University of Oxford), La Société Française d’Études Durkheimiennes, The University of Chicago Centre in Paris, dan the Brazilian Durkheim Centre, Sao Paulo.

4. The Durkheim PagesThe Durkheim Pages adalah media virtual berbasis internet

yang menyediakan berbagai informasi dan komunikasi tentang Durkheim. Media ini dirintis oleh Robert Alun Jones yang merupakan Professor Emeritus of Religious Studies, History and Sociology di University of Illinois in Urbana-Champaign dan dikelola Daniela Barberis, yaitu Assistant Professor of History of Science and Social Sciences di Shimer College. Media ini dapat tersedia dengan link http://durkheim. uchicago. edu/. Dalam media ini terdapat berbagai informasi tentang Durkheim seperti biografi lengkap Durkheim, beberapa ringkasan buku Durkheim dalam bahasa Inggris seperti De la Division du Travail Social (1893), Les Règles de la Méthode Sociologique (1895), Le Suicide: Étude de Sociologie (1897) dan Les Formes Élémentaires de la Vie Religieuse: Le Système Totémique en Australie (1912), abstrak beberapa paper Durkheim ketika menjadi guru lycée de Sens (1883). Dalam media tersebut, terdapat juga beberapa reviu buku, artikel maupun publikasi terbaru yang terkait Durkheim atau Durkheimian. Di media ini juga tersedia kronologi atau riwayat hidup Durkheim dan the Third French Republic. Informasi

Page 125: foreword - UNJ

492 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

lainnya yaitu tentang jadwal even seminar, konferensi tentang Durkheim. Pembaca juga dapat mendapatkan tentang glossari konsep/istilah yang terkait Durkheim. Informasi lainnya yang bisa didapatkan yaitu beberapa teks tentang Durkheim yang berbahasa Prancis maupun teks yang berbahasa Inggris. Media ini menyediakan beberapa daftar bahan ajar Durkheim ketika masih mengajar di Bordeaux maupun di Paris. Informasi penting lainnya yaitu daftar Durkheimian atau biasa disebut the Durkheim Scholar yang tersebar di seluruh dunia yang disertai dengan minat studi dan aktivitasnya.

5. The Durkheim PressThe Durkheim Press didirikan pada tahun 1996 dengan

tujuan untuk menerbitkan buku-buku Durkheim dan anggota kelompok l’Année Sociologique. Lembaga ini sebenarnya berbentuk perusahaan terbatas yang dimiliki secara eksklusif oleh Willie Miller Watts dan Bill Pickering. Meskipun berbentuk perusahaan tetapi lembaga ini benar-benar independen dan legal dari pusat studi yang berafiliasi dengan ISCA. Dalam praktiknya, terdapat hubungan erat antara lembaga ini dan pusat studi. Sejak tahun 2003, the Durkheim Pers telah membangun kemitraan dengan the Berghahn Books of Oxford dan New York yang sekarang menerbitkan buku-buku dari pusat studi serta jurnal Durkheimian Studies (Études Durkheimiennes). Jurnal Durkheimian Studies pertama terbit pada tahun 1995 dan rutin terbit setiap tahun. Jurnal ini adalah jurnal peer review yang diterbitkan hasil kerja sama antara Berghahn Books dan the British Centre for Durkheimian Studies. W. Watts Miller bertindak sebagai Pemimpin Redaksi sekaligus Ketua Editornya. Jurnal ini mengkover berbagai aspek karya dan pemikiran Émile Durkheim dari Durkheimian dalam kajian ilmu sosial, agama, filsafat. Di dalamnya juga membahas berbagai perkembangan kontemporer dan implementasi para

Page 126: foreword - UNJ

50 sosiologi pendidikan émile durkheim

Durkheimien dalam lintas disiplin. Pada tahun 1997, ketika the Durkheim Press memulai penerbitan, buku pertama yang terbit adalah edisi ilmiah tesis latin Durkheim tentang Montesquieu yang terbit bersamaan dengan terjemahan bahasa Inggris. Hal ini memungkinkan terjadi karena sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya. Watts Miller berperan dominan dalam publikasi ini. Pada tahun 1999, dua buku diterbitkan yaitu bukunya Henri Hubert yang berjudul Essay on Time dan Durkheim and Foucault: Perspectives on Education and Punishment yang diedit oleh Mark Cladis (Brown University, USA).

6. Brazilian Centre for Durkheimian StudiesPusat studi ini dipimpin oleh Raquel Weiss yang merupakan

profesor di Department of Sociology and at the Graduation Program in Sociology di Universidade Federal do Rio Grande do Sul, Brazil. Raquel Weiss memberikan kata pengantarnya untuk penerbitan buku ini. Pusat studi ini memiliki jaringan kelembagaan dengan pusat studi Durkheim di Inggris dan Kanada. Kontak Raquel Weiss dengan saya juga membuka jaringan dengan pusat studi Durkheim di Indonesia. Raquel Weiss adalah salah seorang Durkheimian yang pernah menjadi peneliti tamu di The British Centre for Durkheimian Studies.

7. The Indonesian Centre for Durkheimian StudiesPada tahun 2013, saya dan beberapa kolega merintis

pendirian the Indonesian Centre for Durkheimian Studies atau Pusat Studi Durkheim di Indonesia. Penerbitan buku ini sekaligus menandai pendirian pusat studi ini. Pusat studi ini terkoneksi dengan beberapa the Durkheim Scholar yang berada di Paris, Amerika Serikat, Brazil dan Kanada. Mereka yang memberikan kata pengantar dalam buku ini adalah jaringan yang sudah dirintis dalam pendirian pusat studi ini. Pusat studi ini mewadahi sarjana

Page 127: foreword - UNJ

512 | mengapa durkheim dan apa relevansinya?

Indonesia yang memiliki minat dan ketertarikan yang sama dalam mengembangkan pemikiran Durkheim. Tujuan lainnya adalah membangun jejaring dengan Durkheimian di Asia Tenggara maupun mancanegara secara lebih luas. Beberapa program dan agenda pusat studi ini yaitu publikasi buku/jurnal yang terkait Durkheim. Rintisan awal juga dilakukan dengan koleksi buku-buku Durkheim berbahasa Prancis maupun berbahasa Inggris. Kesempatan studi di Prancis memberikan kesempatan saya untuk mempelajari format dan bentuk pusat studi, membangun jaringan sesama Durkheimian serta mengumpulkan berbagai referensi primer Durkheim berbahasa Prancis maupun bahasa Inggris.

****

Page 128: foreword - UNJ

52 sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 129: foreword - UNJ

533 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN DI PRANCIS

A. Peran Frédéric Le Play (1806-1882)Pemikiran Émile Durkheim selalu relevan dan kontekstual

dalam dinamika sosial masyarakat kontemporer. Meski teori sosiologi sangat dinamis, pemikiran Durkheim tetap memberikan fondasi kuat dalam pelembagaan teori sosiologi. Diskursus teori sosiologi tidak bisa melepaskan basis teoritik pemikiran Durkheim. Dalam diskursus sosiologi pendidikan, Durkheim adalah perintisnya (Derouet, 2000: 9). Gautherin (1993: 178) menyebut Durkheim sebagai père fondateur (the founding father) sosiologi pendidikan. Durkheim mengembangkan kajian sosiologi pendidikan di Prancis. Pengaruh dan pemikirannya berkembang secara masif di dunia sosiologi. Pemikiran Durkheim tidak hanya mendominasi diskursus sosiologi pendidikan tetapi juga menyebar dalam berbagai kajian sosiologi lainnya seperti sosiologi agama, sosiologi kriminalitas, sosiologi keluarga maupun psikologi sosial. Dalam diskursus sosiologi pendidikan, Durkheim adalah perintisnya (Derouet, 2000: 9). Perkembangan kajian pendidikan di Prancis sebenarnya dilakukan oleh sosiolog Prancis sebelum Durkheim, yaitu Frédéric Le Play (1806-1882).

3

Page 130: foreword - UNJ

54 sosiologi pendidikan émile durkheim

Le Play lebih dahulu lahir dibandingkan Durkheim. Le Play dikenal sebagai sosiolog Prancis yang mengembangkan metode penelitian monografi dan observasi tentang klasifikasi keluarga buruh ke sistem patriarki pada akhir tahun 1800. Metode observasi tersebut dilakukan Le Play dengan cara terlibat langsung dalam dinamika kehidupan sehari-hari keluarga buruh yang hidup sangat miskin. Le Play terlibat dan mengamati seluruh aktivitas keluarga buruh tersebut seperti di sekolah, tempat bekerja, gereja, tempat bermain. Metode partisipasi yang dilakukan Le Play ini kemudian pada 1930 secara resmi dikenal sebagai “participant observation” (Bogdan and Biklen, 1998; Wells, 1939; Zimmerman and Frampton, 1935). Idenya sangat berpengaruh pada sosiologi Eropa selama dekade 1860-1940. Pemikiran Le Play juga sangat memengaruhi sosiolog Roman Katolik. Le Play lahir di Normandi, Prancis. Banyak konsep-konsep yang dikembangkan Durkheim dijumpai dalam pemikiran Le Play.

Le Play menulis buku berjudul Les Ouvriers Européens (1855). Buku ini menjelaskan konsepsi pendidikan. Buku ini juga sebenarnya menjelaskan hasil observasi dan partisipasi terlibat Le Play dalam keluarga para buruh tersebut. Kontribusi utama Le Play adalah mengintrodusir pendidikan liberal (l’éducation liberalle). Le Play memiliki pengalaman sebagai dosen di Institut Pertambangan. Awal kariernya, Le Play adalah seorang insinyur pertambangan (Cuin and Gresle, 1992a: 36). Meskipun sebagai seorang insinyur, peran Le Play dalam mengembangkan ilmu sosial sangat signifikan. Van Meter (1992: 111) menyebut peran Le Play sebagai figur yang disejajarkan dengan Alexis de Tocqueville dalam mengembangkan ilmu sosial Prancis di abad ke-19. Le Play juga terlibat dalam reformasi pendidikan tinggi yang dilakukan pemerintah baru Republik Prancis pada 1848. Ketika itu dibangun l’École d’Administration, Institut Agronomique, École des Mines. Berikutnya pada 1864, dalam bukunya Réforme

Page 131: foreword - UNJ

553 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

Sociale en France (Reformasi Sosial Prancis, 1864), Le Play terlibat dalam transformasi besar sistem sekolah dalam hubungannya dengan pemulihan pendidikan keluarga. Le Play memiliki perhatian utama pada sistem pendidikan. Pemikiran ini sangat kuat dalam bukunya Le Play tersebut. Buku ini juga sekaligus mempertegas visi pendidikan secara keseluruhan dalam dimensi formal maupun informal. Le Play juga membedakan konsep ‘sekolah’ (l’école) dan ‘pendidikan’ (l’éducation), pengetahuan khusus (connaissance spéciales), latar belakang pendidikan (le bagage scolaire) dalam rangka melakukan pekerjaan produktif. Oleh karena itu, pendidikan dalam pandangan Le Play sangat penting dalam mempersiapkan mereka untuk hidup dan apa saja yang bisa dicapai dalam sekolah. Di luar Le Play dan Durkheim, terdapat juga nama Pierre de Frédy Coubertin (1863-1937). Coubertin dikenal sebagai ahli pendidikan dan sejarah Prancis. Konsen utama Coubertin adalah studi tentang pendidikan jasmani dan peran olah raga di sekolah.

Pada 1883, Coubertin mengunjungi Inggris untuk mempelajari program pendidikan jasmani yang terdapat di sekolah rugbi Thomas Arnold. Di sana, Coubertin juga mempelajari sekolah publik di Inggris. Hasilnya, Coubertin menulis sebuah buku berjudul L’Éducation en Angleterre (1888). Coubertin memiliki kredit penting dalam dimasukkannya pendidikan jasmani di kurikulum sekolah Prancis. Coubertin menulis beberapa buku lainnya yaitu L’Éducation Anglaise en France (1889), Essais de Psychologie Sportive (1913), L’Évolution Française sous la Troisième République (1896). Le Play, Durkheim dan Coubertin adalah tiga perintis dalam kajian pendidikan di Prancis. Pemikiran mereka bertiga sekaligus menggambarkan fase pertama perkembangan kajian pendidikan di Prancis. Meski demikian, pemikiran Durkheim sangat fenomenal dan berpengaruh di Prancis serta Eropa. Pemikiran Durkheim juga sangat kuat kaitannya dengan pendekatan masyarakat.

Page 132: foreword - UNJ

56 sosiologi pendidikan émile durkheim

Pendekatan ini yang membedakan dengan pemikiran Le Play dan Coubertin. Pendekatan masyarakat dalam kajian pendidikan sebagaimana menjadi konsen Durkheim menempatkan dirinya sebagai perintis utama sosiologi pendidikan di Prancis.

B. Puncak Perkembangan Sosiologi Pendidikan Perkembangan sosiologi pendidikan di Prancis mengalami

puncaknya pada 1960-1970. Perkembangan ini diawali pada dekade 1950 ketika terjadi gerakan transformasi sosial di Prancis. Ketika itu muncul harapan dan dorongan kuat dari kalangan reformis di Prancis dalam mendorong transformasi masyarakat yang dimulai dari sekolah. Harapan pada konteks itu dianggap sebagai ilusi (Haecth, 2006: 25). Ketika itu, institusi pendidikan tetap dipertahankan dalam posisi dan ideologi egaliter setelah Perang Dunia II. Inilah yang menjadi pusat transformasi sosial yang berkembang signifikan dalam sosiologi. Pada periode tersebut nama Pierre Bourdieu (1920-2002) dan Raymond Boudon memiliki pengaruh penting dalam sosiologi Prancis. Selain nama tersebut, Michel Foucault (1926-1984) juga memiliki peran penting dalam mengembangkan sosiologi Prancis. Foucault memang tidak spesifik membahas pendidikan, tetapi memiliki perhatian mendalam mengenai genealogi kekuasaan dan pengetahuan dalam masyarakat. Kedua konsep ini sangat terkait dengan praktik pendidikan. Pasca Bourdieu yang meninggal pada 2002, Boudon menjadi sosiolog Prancis yang pemikirannya masih sangat berpengaruh dalam tradisi sosiologi Prancis hingga sekarang. Boudon lahir di Paris pada 27 Januari 1934. Boudon menjadi profesor di Université Paris-Panthéon Sorbonne. Di luar nama Boudon, Jean Claude Passeron adalah sosiolog Prancis yang sangat konsen dengan sosiologi pendidikan. Boudon sendiri tidak terlalu mendalami sosiologi pendidikan dibandingkan Bourdieu dan Passeron. Passeron lahir

Page 133: foreword - UNJ

573 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

pada 1930 di Nice. Pendidikan menengahnya ditempuh di Nice. Passeron mendapatkan gelar doktor filsafat dari ENS Paris pada 1954 (Bruno, 2009). Passeron pernah ikut serta dalam wajib militer ketika berlangsung kolonialisasi Prancis di Aljazair. Kariernya di universitas dimulai sejak 1961 sebagai asisten dosen di Paris. Kemudian dia berkarier di Université de Nantes untuk mendirikan Departemen Sosiologi. Pada 1968, Passeron ikut serta dalam pendirian Université de Vincennes. Bersama Robert Castel, Passeron mendirikan Departemen Sosiologi di Vincennes. Robert Castel adalah sosiolog Prancis yang juga lulusan filsafat ENS Paris pada 1959. Castel pernah menjadi asisten Raymond Aron di Sorbonne. Raymond Aron adalah sosiolog Prancis yang pemikirannya masih berpengaruh hingga saat ini. Ketika menjadi asisten Aron, Castel sering berdiskusi dengan Bourdieu.

Pada 1983, Passeron pernah menjadi direktur l’École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS) Paris, yaitu kampus bergengsi di Prancis yang memusatkan perhatiannya pada jurusan ilmu sosial dan humaniora. Setelah dari EHESS Paris, Passeron mendirikan Centre d’Études et de Recherches sur la Communication, les Modes de Vie et la Socialisation (CERCOM). Sejak 1986, Passeron memimpin pusat studi bernama Sociologie, Histoire, Anthropologie des Dynamiques Culturelles (SHADY) di Marseille. Hingga saat ini Passeron menjadi dewan kehormatan lembaga tersebut. Boudon dan Passeron hingga saat ini masih aktif memberikan ceramah, seminar dan diskusi. Nama Bourdieu dan Passeron lebih dikenal sebagai sosiolog pendidikan Prancis sangat berpengaruh pasca Durkheim (Dantier, 2003: 25). Bourdieu dan Passeron berkolaborasi menulis beberapa buku yang kemudian menegaskan pengaruh kuat sosiologi pendidikan Prancis.

Bourdieu dikenal sebagai sosiolog Prancis yang sangat produktif menghasilkan berbagai karya akademik. Buku-bukunya diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Beberapa

Page 134: foreword - UNJ

58 sosiologi pendidikan émile durkheim

karyanya antara lain Essai sur Les Usages Sociaux de la Photographie (1965), La Sociologue et l’Historien (2010), Le Bal des Célibataires; Crise de la Société Paysanne en Béarn (2002), Le Métier de Sociologue (1993), Esquisse d’Une Théorie de la Pratique; Précedé de Trois Études d’Éthnologie Kabyl (2000), L’amour de l’Art Musées d’Art Européens et Leur Public (1985), Esquisses Algériennes (2008), Le Déracinement; La Crise de l’Agriculture Traditionnelle en Algérie (2002), Le Psychodrame et la Vie (1968), Sociologie de l’Algérie (1974), La Distinction: Critique Sociale du Jugement (1979), Langage et Pouvoir Symbolique (1982), La Misère du Mond2 (2002), Raisons Pratiques: sur la Théorie de l’Action (1994), Sur la Télévision suivi de l’Émprise du Journalisme (1994), Médiations Pascaliennes (1997), La Domination Masculine (1990), Les Structures Sociales de l’Économie (2000), Science de la Science et Réflexivité (2001), Le Sens Pratique (1980), Questions de Sociologie (1980), Ce que Parler veut Dire: l’Économie des Échanges Linguistiques (1982). Choses Dites (1987), La Noblesse d’État: Grandes Écoles et Esprit de Corps (1989), Les Règles de l’art: Genèse et Structure du Champ Littéraire (1992), Homo Academicus (1984).

Perhatian Bourdieu pada pendidikan juga dilakukannya dalam menulis buku Homo Academicus (1984). Buku ini menjelaskan konflik akademik di fakultas/universitas Prancis khususnya dosen dengan mahasiswa (Braz, 2001: 57). Terdapat tiga buku mereka yang sangat memperkuat corak sosiologi pendidikan Prancis yaitu La Reproduction: Élements Pour Une Théorie du Système d’Enseignement (1970), Les Héritiers les Étudiants et la Culture (1964) dan Les Étudiants et Leur Études (1964). Pemikiran Passeron menjadi kekuatan sosiologi pendidikan Prancis. Passeron menjadi salah satu sosiolog pendidikan senior Prancis saat ini. Kredit Bourdieu dan Passeron dalam tradisi sosiologi pendidikan Prancis adalah mengembangkan teori reproduksi pendidikan. Passeron juga dikenal mengembangkan studi universitas di Prancis yang kini tumbuh subur menjadi kajian mendalam oleh sosiolog penerusnya di Prancis. Passeron

Page 135: foreword - UNJ

593 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

bersama koleganya Antoine Gérald menulis buku La Réforme de l’Université: Conservatisme et Novation à l’Université (1966).

Passeron selain menulis buku bersama Bourdieu dan Gérald, juga menulis beberapa tulisan lain dalam kajian sosiologi pendidikan. Di antaranya La Relation Pédagogique dans le Système d’Enseignement (1967), Sociologie des Examens (1970), Les Problèmes et les Faux Problèmes de la ’démocratisation’ du Système Scolaire: Les Questions Sociologique sous Débat Idéologique (1972), Éducation et Société (1973), L’inflation des Diplômes: Remarques sur l’usage de Quelques Concepts Analogiques en Sociologie (1982), Que reste-t-i-il des Héritiers et de la Reproduction dans les Années 2000 ?(2005). Bourdieu, Foucault maupun Passeron merupakan generasi kedua sosiologi pendidikan Prancis pasca Durkheim. Konsep mereka tentang teori reproduksi mendominasi ranah sosiologi pendidikan Prancis pada dekade 1970-an (Salinas and Nuňez, 1992: 82; Frangoudaki, 1992: 105; Eicher, 1992: 221; Accardo and Corcuff, 1986: 38).

Secara lebih spesifik, Dandurand and Ollivier (1987) menjelaskan fase perkembangan sosiologi pendidikan dalam tiga fase. Fase pertama berlangsung periode 1945-1965 yang disebut fase institusionalisasi sosiologi pendidikan. Fase ini didominasi oleh wacana pembangunan dan keadilan sosial. Dalam negara-negara kapitalisme maju pasca perang, karakteristik yang muncul adalah adanya akselerasi gerakan modernisasi dan renovasi sosial di berbagai negara. Negara-negara industrialisasi mengembangkan teknologi dalam upaya meningkatkan pembangunan ekonomi. Proyek sosio-politik dominan dalam periode ini. Pendidikan menjadi aspek penting dalam proyek politik sejalan dengan proyek ekonomi dan demokrasi pendidikan. Sekolah juga dikembangkan di negara-negara kapitalis maju. Reformasi pendidikan menjadi penting dalam pendidikan menengah dan universitas. Paradigma dominan dalam periode ini adalah visi fungsionalis dan reformasi

Page 136: foreword - UNJ

60 sosiologi pendidikan émile durkheim

sekolah. Pemikiran Durkheim dan Talcott Parsons mendominasi fase ini.

Fase kedua berlangsung pada periode 1965-1975 yang disebut fase radikal. Fase ini berlangsung secara dominan pasca perang di akhir 1965. Ketika itu berlangsung krisis ekonomi. Dalam perjalanannya, krisis bisa berkurang. Perkembangan signifikan ditandai dengan perkembangan besar perusahaan-perusahaan multinasional hingga berlangsung supraproduksi. Di Amerika Serikat berlangsung krisis hegemoni dalam perang Vietnam. Fase ini juga ditandai beberapa gerakan mahasiswa di mancanegara. Gerakan mahasiswa yang sangat fenomenal adalah di Berkeley (AS) tahun 1965 dan Prancis pada 1968. Gerakan mahasiswa di Jerman dan Quebec juga berlangsung meski pengaruhnya tidak sebesar di AS dan Prancis. Fase ini juga ditandai dengan daya serap kelas menengah untuk mengakses universitas. Selain itu di universitas juga dibuka beberapa fakultas/jurusan baru seperti disiplin ilmu sosial. Tradisi sosiologi kritik dominan dalam fase ini di antaranya pemikiran Herbert Marcuse yang merepresentasikan sosiologi Jerman dan Bourdieu dan Alain Touraine dari sosiologi Prancis. Mainstream pemikiran fase ini adalah tradisi Marxisme dan sosiologi pendidikan baru (the new of sociology of education, NSE) yang dikembangkan di Inggris tahun 1970-an (Young, 1971; Trottier, 1987; Strota, 1987; Poisson, 1991).

Pierre Bourdieu dan Jean Claude Passeron menjadi figur penting sosiologi pendidikan Prancis dalam fase ini. Bowles and Gintis juga menjadi figur penting dalam sosiologi pendidikan di Amerika Serikat selama fase ini. Fase ketiga berlangsung pada periode 1975-1986 yang disebut fase restrukturisasi. Fase ini terdapat beberapa momen penting di antaranya secara dominan terjadi restrukturisasi sistem ekonomi, politik dan teknologi. Ekspansi ekonomi juga terus berlangsung pasca perang yang pararel dengan sistem pengajaran di sekolah dan

Page 137: foreword - UNJ

613 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

universitas. Konsekuensi dari krisis ekonomi yang terjadi sejak 1973 berpengaruh dalam ranah sekolah dan pendidikan melalui pengurangan anggaran sekolah. Dampak krisis ekonomi itu berpengaruh dominan secara global. Analisis yang dominan dalam fase ini adalah analisis tentang faktor internal sekolah. Selain itu kuat juga analisis tentang kritik dan delegitimasi teori struktural fungsional. Fase ini terlihat dalam kuatnya reintegrasi Marxisme dalam sosiologi pendidikan serta muncul kembali polarisasi teori Marxist dalam versi strukturalisme. Radikalisasi pemikiran juga tampak dalam pengembangan sosiologi konflik dan sosiologi kritik. Pemikiran yang masih mendominasi fase ini antara lain Bourdieu, Passeron, Bowles & Gintis, Halsey dan Karabel.

Sosiolog pendidikan Prancis yang memiliki pengaruh penting juga yaitu Jean-Michel Berthelot (1945-2006). Selain mendalami sosiologi pendidikan, Berthelot juga mengkaji sejarah sosiologi, sosiologi pengetahuan, sosiologi sains dan sosiologi tubuh. Berthelot menulis buku Le Piège Scolaire (1983). Buku ini mengkritik teori reproduksi yang diintrodusir Bourdieu dan Passeron. Berthelot juga berupaya memperkaya sekaligus memperkaya teori dan model menjelaskan sosiologi pendidikan dalam kritik teori reproduksi. Secara lebih spesifik, Berthelot memberikan fondasi dalam pendekatan institusi sekolah (Laurens, 2011: 11). Perhatiannya terhadap pendidikan, dia tulis dalam disertasi doktoralnya yang berjudul École, Orientation, Société (1993). Berbagai tulisannya dalam tema pendidikan tersebar di berbagai jurnal sosiologi Prancis. Beberapa tulisan utamanya antara lain Chahut Scolaire et Crise de l’Institution (1977a), Mode de Scolarisation et Origine Sociale (1977b), Exode Agricole et Scolarisation (1978), Réflexions sur les Théories de la Scolarisation (1982a), Pour un Contre-Investissement Culturel à l’École (1982b), Exigence Sociéte et Exigence Comparative en Sociologie de l’Éducation (1984a), Orientation Formelle et Procés Sociétal d’Orientation

Page 138: foreword - UNJ

62 sosiologi pendidikan émile durkheim

(1984a), Pour un Bilan de la Sociologie de l’Éducation (1984b), La Socialisation(1985a), Compétences et Savoirs: l’Intérét des Études sur l’agriculture (1985b), De La Terminale aux Enseignements Postbac: Itinéraires et Logiques d’Orientation (1987a), École et Entreprise: Recension et Analyse Critique (1987b), Acteurs, Structures et Totalité Concrète (1987c), Réflexions sur la Pertinence du Concept de Socialisation (1988a), Le Brevet de Technicien Agricole Rénové: Analyses d’une Réforme, Rapport de Recherche pour le Ministère de l’Agriculture (1988b), De La Terminale aux Études Post-Bac: Itinéraires et Logiques d’Orientation, Rapport de Recherche ATP (1988c), Les Règles de la Méthode Sociologique ou l’Instauration du Raisonnement Expérimental en Sociologie (1988d), Le Procés d’Orientation de la Terminale aux Études Supérieures (1989), Les Effets Pervers de l’Expansion des Enseignements Supérieurs. Le Cas de la France (1990), L’Intelligence du Social (1990b).

Sosiolog Prancis lain yang memiliki kredit dalam sosiologi pendidikan adalah Christian Baudelot. Baudelot dilahirkan pada 1938. Baudelot adalah profesor sosiologi di ENS Paris. Baudelot sering berkolaborasi dengan Roger Establet yang juga dikenal sebagai sosiolog pendidikan. Establet lahir pada 1938 di Nice. Pada 1959, Establet menjadi murid Louis Althusser di École Normale Supérieur (ENS) Paris. Setelah mendapatkan gelar doktor filsafat, Establet bergabung dalam proyek penelitian Marxis bersama Louis Althusser. Pada 1965, Establet berkontribusi dalam penulisan buku Lire le Capital. Buku ini merupakan kumpulan studi dari sebuah workshop yang diselenggarakan Louis Althusser pada 1948 di ENS Paris. Berikutnya, seminar juga dilakukan dengan mereka yang dikenal sebagai pemikir Marx muda (le jeune Marx, tahun 1961-1962), pemikir strukturalisme (1962-1963) dan Lacan serta psikoanalisis (1963-1964). Setelah rangkaian diskusi tersebut berakhir, lahirlah buku Lire le Capital. Buku ini sebenarnya berupaya menginterpretasikan buku Marx berjudul Capital dalam kekuatan filosofisnya. Establet mendalami statistik dan pernah menjadi asisten Georges Gurvitch (1894-

Page 139: foreword - UNJ

633 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

1965). Gurvitch adalah sosiolog Prancis kelahiran Russia. Gurvitch lahir di Novorossiysk, Russia pada 11 November 1894 dan meninggal 12 Desember 1985 di Paris. Gurvitch dikenal sebagai salah satu perintis sosiologi pengetahuan dan sosiologi hukum Gurvitch mendirikan jurnal Cahiers Internationaux de Sociologie. Gurvitch pernah menjadi Ketua Departemen Sosiologi Université Paris Sorbonne. Gurvitch juga berinisiatif mendirikan Centre d’Études Sociologiques (CES) pada 22 Januari 1946 di Sorbonne (Chapoulie, 1992: 171). Lembaga ini kemudian dikenal memiliki pengaruh dalam tradisi sosiologi Prancis dan Eropa. Jurnal ini secara periodik menerbitkan jurnal Revue Française de Sociologie. Establet mendapatkan gelar doktornya di Université de Nantes pada 1984 dengan menulis disertasi La Rentabilité Sociale Différentielle de La Scolarisation (Profitabilitas Differensial Sosial Sekolah) di bawah supervisi Michel Verret. Establet menjadi profesor emeritus di Universite Aix de Provence. Sejak 1970, ia sering menulis buku bersama Christian Baudelot yang merupakan teman sekelas ketika kuliah. Mereka menulis berbagai buku di antaranya l’École Capitaliste en France (1971), La Petite Bourgeoise en France (1974), Durkheim et le Suicide (1984), Le Niveau Monte (1989), L’Élitisme Républicain: l’École à l’Épreuve des Comparaison Internationales (2009), Allez les Filles! (1992).

Alpe (tanpa tahun) membagi tiga arus utama sosiologi pendidikan Prancis. Arus pemikiran utama disebut sosiologi institusi sekolah (la sociologie de l’institution scolaire). Di dalamnya pendekatan sosialisasi dan fungsional Durkheim menjadi mainstream. Pendekatan kedua disebut sosiologi ketidaksetaraan pendidikan (la sociologie des inégalités d’éducation). Teori reproduksi pendidikan yang diintrodusir Bourdieu dan Passeron masuk dalam pendekatan kedua. Bourdieu dan Passeron juga dianggap sebagai perintis pendekatan yang lazim disebut la reproduction des inégalités sociales (Rey, 2005). Christian Baudelot dan Robert Establet juga masuk dalam pendekatan ini. Mereka membagi

Page 140: foreword - UNJ

64 sosiologi pendidikan émile durkheim

sekolah dalam dua kategori yaitu pendidikan primer-profesional yang menyerap anak usia sekolah sebanyak 75%. Kategori kedua yaitu pendidikan sekunder-tersier yang menyerap 25%. Pembagian siswa ini dipengaruhi oleh pembelajaran baca tulis di sekolah dasar yang didasarkan pada standar sekolah. Meski demikian, pembagian kategori ini menjadi hambatan bagi sebagian besar siswa. Pendekatan berikutnya adalah teori sosiokultural difabel (handicap) dan peran ideologi keluarga. Viviane Isambert-Jamati masuk ke dalam pendekatan ini. Jamati adalah sosiolog pendidikan Prancis kelahiran 1924. Isambert-Jamati dikenal sebagai sosiolog perempuan Prancis yang berpengaruh di tengah dominannya sosiolog laki-laki di Prancis. Dia memiliki peran penting dalam pengembangan sosiologi pendidikan Prancis (Tanguy, 1992; Plaisance, 1992; Touraine, 1992; Dugast, 1992; Verret, 1992). Beberapa karyanya antara lain L’Industrie Horlogère dans la région de Besançon (1955), Crises de la Société, Crises de l’Enseignement: Sociologie de l’Enseignement Secondaire Français (1970), La Réforme de l’Enseignement du Français à l’École Ėlémentaire (1977), Culture Technique et Critique Sociale à l’École Élémentaire (1984), Les Savoirs Scolaires; Enjeux sociaux des contenus d’enseignement et de Leurs Réformes (1990), Solidarité Fraternelle et Réussite Sociale: La Correspondance Familiale des Dubois-Goblot: 1841-1882 (1995). Menurut Tanguy (1992: 22), buku Isambert-Jamati yang berjudul Les Savoir Scolaires; Enjeux Sociaux des Contenus d’Enseignement et de Leurs Réformes (1990) merupakan analisis kritis sosiologi tradisi Inggris dan Amerika Serikat dalam hal kurikulum formal maupun kurikulum tersembunyi (le curriculum caché). Buku ini sebenarnya dengan jelas kuat dalam kajian tentang konstruksi kurikulum. Tidak heran juga jika Isambert-Jamati disebut sebagai perintis sosiologi kurikulum di Prancis. Hal tersebut terlihat dalam penjelasan di bagian kedua. Sementara di bagian pertama lebih banyak menjelaskan tentang reformasi sekolah yaitu collège (setingkat SMP) dan lycée (setingkat SMA). Di dalamnya

Page 141: foreword - UNJ

653 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

menjelaskan konstruksi dan organisasi pengetahuan, transfer dan evaluasi pengetahuan di institusi sekolah. Pendekatan lainnya adalah metode individualisme dan teori humain capital. Raymond Boudon masuk dalam pendekatan ini.

Arus pemikiran kedua disebut sosiologi konten pendidikan (la sociologie des contenus de l’éducation). Pendekatan ini berkembang pesat di Inggris pada 1970-an. Pemikiran ini dikembangkan Michael F. D Young (Hidayat, 2011). Young dikenal sebagai sosiolog perintis the new of sociology education (la nouvelle de l’éducation) yang dikembangkan Institut of Education, University of London. Selain Young, tokoh lain yang berpengaruh dalam pendekatan ini yaitu Geoffrey Esland dan Nell Keddie (Blackledge and Hunt, 1985: 290). Pemikiran ini menekankan pada bagaimana pemilihan pengetahuan sosial yang tersedia dan kemudian diprioritaskan sebagai legitimasi pendidikan. Ini memang sebuah relativis yang menegaskan tidak ada pengetahuan yang benar. Ini hanya pilihan dan konstruksi sosial yang selalu jatuh dalam hubungan kekuasaan. Pengetahun sekolah adalah pengetahuan khusus yang berbeda dari ilmu pengetahuan. Beberapa argumentasi utama dari pendekatan ini adalah pertama, pengetahuan secara sosial dikonstruksikan. Kedua, validitas dan kebenaran dikonstruksikan secara sosial. Ketiga, kemampuan dan pengetahuan merupakan kegagalan pendidikan. Asumsi ini juga menjelaskan bahwa kemampuan dan pengetahuan juga produk sosial dan menunjukkan kegagalan pendidikan. Menurut Geoffrey Esland, banyak guru-guru yang memiliki prinsip dan asumsi pengujian yang sering disebut intelligence. Asumsi ini memiliki sebuah pemahaman yang memenuhi diri sendiri dan sering kali bersifat natural. Asumsi ini sering kali dikonstruksikan dari definisi dan kriteria guru. Asumsi ini kemudian menjadi salah satu faktor kerugian dari anak-anak kelas pekerja yang tidak bisa mengakses pendidikan.

Page 142: foreword - UNJ

66 sosiologi pendidikan émile durkheim

Bentuk sosial pengetahuan adalah kurikulum sekolah yang kemudian divalidasi pendidikan menjadi tugas sekolah dan prosedur pembelajaran. Pendekatan ini kemudian melahirkan sosiologi kurikulum. Jean-Claude Forquin masuk dalam pendekatan ini. Forquin adalah sosiolog pendidikan Prancis yang memusatkan perhatiannya pada kurikulum. Forquin adalah sosiolog Prancis pertama yang menulis buku Sosiologi Kurikulum. Bukunya berjudul Sociologie du Curriculum (1983). Buku ini merupakan kompilasi beberapa artikel tulisan Forquin. Buku ini memberikan wacana baru dalam perkembangan sosiologi pendidikan dan khususnya sosiologi kurikulum. Forquin memiliki minat mendalam tentang perkembangan sosiologi pendidikan di Inggris. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa bukunya yaitu École et Culture; Le Point vue des Sociologues Britanniques (1989), Les Sociologiques de l’Éducation Américains et Britanniques, Présentation et Choix de Textes (1997). Forquin juga menulis artikel di La Nouvelle Sociologie de l’Éducation en Grande-Bretagne: Orientations, Apports Théorique, Évolutions (1970-1980), La Philosophie de l’Éducation de Grande-Bretagne: Orientations et Principaux Apports Depuis 1960 (1989), La Sociologie des Inégalites d’Éducation (1990), Théories de la Socialisation et Définition Sociologues de l’École (1996). Pendekatan kedua adalah sosiologi pengetahuan sekolah (la sociologie des savoirs scolaires). Sosiolog Prancis yang masuk dalam pendekatan ini adalah Bernard Chariot, Elisabeth Bautier dan Jean Yves Rochex (Derouet, 2000: 18). Chariot dan Rochex adalah sosiolog pendidikan di Université Paris 8.

Arus pemikiran ketiga adalah sosiologi aktor sekolah (la sociologie des acteurs scolaires). Terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan pengalaman sekolah dan strategi anak sekolah. François Dubet merupakan tokoh pendekatan ini. Dubet lahir pada 24 Mei 1946 di kota Périguex, Prancis. Dubet adalah profesor sosiologi pendidikan di Université Bordeaux 2 dan Direktur EHESS Paris. Dubet mengkaji tema marjinalisasi

Page 143: foreword - UNJ

673 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

remaja dan institusi sekolah. Pada 1999, Dubet memimpin penelitian yang berjudul Collège de l’an 2000 untuk diserahkan kepada Menteri Pendidikan Nasional Prancis. Pemikiran Dubet juga dikembangkan dalam bukunya Sociologie de l’Éxperience (1994), Lutte Étudiante (1978), L’État et les Jeunes (1985), La Galère: Jeunes en Survie (1987), Les Lycéens (1991), Université et Villes (1994), Á l’École; Sociologie de l’experience Scolaire (bersama Danillo Martuccelli, 1996), Écoles, Familles: Le Malentendu (1997), Dans Quelle Société Vivons-Nous (1998), Dans quelle société vivons-nous ? (1998), l’Hypocrisie Scolaire (2000), Le Décline de L’institution (2002), l’École des Chances: Qu’est-ce qu’une Ėcole Juste (2004), L’Expérience sociologique (2007), Faits d’École (2008), Les Sociétés et Leurs Écoles. Emprises du Diplôme et Cohésion Sociale avec Marie Duru-Bellat et Antoine Vérétout (2010). Bernard Lahire juga memiliki kontribusi dalam sosiologi pendidikan Prancis. Beberapa karyanya antara lain Le “Programme de Recherches” D’Émile Durkheim dans Éducation et Sociologie: Un Exemple Actual de Réalisation (1993), Culture Écrite et Inégalité Scolaires (1993), La Sociologie de l’Éducation et l’Opacité des Savoirs (1999).

Pendekatan kedua yaitu pendekatan efek pendirian, efek kelas dan efek utama di sekolah. Pendekatan ini lebih dikenal dengan perspektif des établissement scolaires. Beberapa tokoh yang masuk dalam pendekatan ini yaitu Olivier Cousin (1993; 1996; 1998), Alerta Grisay (1990; 1997) dan Meureut. Menurut Derouet et Dutercq (1997: 183), studi tentang institusi sekolah (l’établissement scolaire) intensif dilakukan pada dekade 1980-an (Briand and Chapoulie, 1993; Lüdge et Abreu, 1992: 93; Perrenoud, 1992: 126). Di dalamnya mengkaji kompetensi aktor (guru dan manajemen sekolah), objek sekolah serta berbagai peraturan sekolah. Van Zanten (2004: 14) menjelaskan analisis ini dengan istilah sosiologi konstruktivis (sociologiques constructivistes). Jean-Louis Derouet (1985; 1987; 1988; 2000; 2009) dan Yves Dutercq masuk dalam pendekatan ini.

Page 144: foreword - UNJ

68 sosiologi pendidikan émile durkheim

Mereka menulis buku L’Établissement Scolaire; Autonomie Locale et Service Public (1997). Buku ini menjadi referensi utama dalam pendekatan konstruktivis di Prancis dan Eropa. Salah satu buku Derouet yang menegaskan pendekatan ini adalah École et Justice: De l’Égalité des Chanches aux Compromis Locaux (1992). Selain itu, konsen Derouet dalam pendekatan ini juga dilakukan dengan menulis buku bersama Marie Claude Besson. Marie Claude Besson adalah istri dari Derouet. Keduanya mempublikasikan buku berjudul Cohérence et Dynamique des Établissements Scolaires: Études Sociologiques. Buku ini merupakan kompilasi makalah dalam forum Actes du Colloque de Tours yang dilaksanakan pada tanggal 25-26 April 1989. Selain dua perspektif ini terdapat juga dua perspektif lainnya yang sangat berpengaruh dalam sosiologi pendidikan Prancis yaitu perspektif ketidaksetaraan di sekolah (inégalités scolaires). Tokoh penting dalam perspektif ini antara lain François Dubet (2009), Jean-Louis Derouet, Marie Duru-Bellat (2009; 2012), Pierre Merle (2009), Agnès Van Zanten (2009), Christine Musselin (2012). Salah satu publikasi Dubet dalam perspektif ini adalah Penser les Inégalites Scolaires (2009).

Era 1990-an, perkembangan signifikan terjadi dalam studi universitas/pendidikan tinggi. Beberapa nama sosiolog Prancis yang konsen dalam studi universitas antara lain Catherine Paradeise, Christine Musselin, Agnès Van Zanten, Stéphanie Mignot-Gerard. Beberapa tulisan Paradeise antara lain Réforme et Ordres Universitaires Locaux (2011, bersama Jean-Claude Thoenig), University Governance: Western European Comparative Perspectives (2009), Autonomie et Régulation: Retour sur Deux Notions Clefs (2008). Mignot-Gerard menulis disertasi berjudul Echanger et Argumenter; Les Dimensions Politiques du Gouvernement des Universités Français (2006). Disertasinya dibimbing Christine Musselin dengan penguji Catherine Paradeise. Kolaborasi intensif sering dilakukan antara Musselin dan Mignot-Gerard dalam kajian universitas. Beberapa tulisan mereka antara lain: More leadership

Page 145: foreword - UNJ

693 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

for French Universities, but also More Divergences between the Presidents and the Deans, (2002) in Dewatripont, M., Thys-Clément, F. et Wilkin, L. (eds. ). European Universities: Change and Convergence, “The Recent Evolutions of French Universities”, in Amaral, A. -A., Jones, G. -A., Karseth, B. (eds.): Governing Higher Education: National Perspectives on Institutional Governance (2002), “Recent developments in French Universities”, International Higher Education, 2000, in: Altbach, Ph. -G. Adapun Van Zanten aktif menulis dalam beragam tema selain tema tentang universitas. Van Zanten bersama Duru-Bellat menulis buku Sociologie de l’École (1992).

C. Antara Teori Reproduksi dan Teori Ketidaksetaraan Kesempatan Di bagian sebelumnya sudah dijelaskan bagaimana

pengaruh pemikiran Durkheim dalam sosiologi pendidikan Prancis termasuk juga perkembangan sosiologi pendidikan Prancis pasca meninggalnya Durkheim. Bagian ini akan menjelaskan secara lebih mendalam tentang perkembangan teori reproduksi dan teori ketidaksetaraan yang dominan dalam sosiologi pendidikan Prancis. Dekade tahun 1950, 1960, dan 1970 adalah periode yang merefleksikan politik kebijakan pada organisasi sistem sekolah. Sistem sekolah di Prancis secara lebih umum menggambarkan campuran sekolah sosial yang masih terbatas karena ketergantungan dari berbagai sektor sosial yang sangat khas. Berdasarkan statistik menunjukkan adanya ketidaksetaraan pendidikan dengan asal-usul sosial. Hal inilah yang melatarbelakangi berbagai sosiolog untuk menganalisis secara kritis terjadinya ketidaksetaraan pendidikan dalam suatu sistem yang terpadu. Berbagai analisis yang dikembangkan di tahun-tahun 1960-1970, beberapa orang mengatakan bahwa sekolah berpartisipasi dalam mereproduksi kesenjangan sosial.

Page 146: foreword - UNJ

70 sosiologi pendidikan émile durkheim

Di sisi lain menekankan pentingnya strategi keluarga dalam menjaga kesenjangan tersebut. Untuk membahas pemikiran ini, akan dijelaskan beberapa sosiolog Prancis yang mendalami teori reproduksi dan teori ketidaksetaraan.

1. Baudelot dan Establet dalam bukunya L'École Capitaliste en France (1971) Menurut beberapa sosiolog Prancis, mereka mengatakan

bahwa analisis teori reproduksi ini sejalan dengan konflik kerja. Hal ini berarti mereka berpikir tatanan sosial tidak didasarkan pada konsensus nilai-nilai bersama, namun berdasarkan daya kontrol kelompok dominan. Mereka menggunakan analisis ini untuk menjelaskan sekolah dalam mereproduksi posisi mereka yang mendominasi sekolah. Dalam analisis ini, sekolah dianggap sebagai aparatus ideologi negara yang mendistribusikan individu dalam pembagian kerja sosial. Tampaknya sekolah melengkapi ideologi borjuis siswa yang menyusun dan menyampaikan ke tujuan sosial mereka. Termasuk memberikan pendidikan bahwa anak-anak kelas pekerja akan berjuang untuk tepat, misalnya, menawarkan untuk membaca teks yang bahasanya sulit bagi anak-anak dari latar belakang kelas pekerja. Sekolah tidak mencerminkan perbedaan sosial antara anak-anak. Anak-anak dieksploitasi dalam relasi sosialnya. Instrumen pembagian antara pekerja intelektual dan pekerja manual, sekolah berkewajiban untuk memproduksi pada awal pembagian antara dua jaringan sosial. Kerangka teoretis ini dapat dikaitkan dengan teori Marx.

2. Boudon dalam bukunya L'Inégalité des Chances (1973)Raymond Boudon memiliki analisis yang sama sekali

berbeda dengan Baudelot dan Establet, namun memberikan beberapa data statistik yang sama tentang ketidaksetaraan.

Page 147: foreword - UNJ

713 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

Tidak seperti Baudelot dan Establet, Boudon percaya bahwa tidak ada hubungan antara ekonomi dan akademik. Boudon memusatkan analisisnya pada kendala ekonomi dan teknologi untuk menentukan jumlah kursi sekolah dalam posisi sosial tertentu. Dari sudut pandang ini, pekerja memiliki sedikit kelonggaran dan tidak ada hubungannya dengan organisasi pasar tenaga kerja. Selain itu, mereka tidak memiliki tangan atas pada pelajaran atau orientasi sekolah. Pada distribusi sekolah, analisis Boudon berasal dari kerangka teoritisnya. Perspektifnya ini adalah sebuah kenyataan bahwa baginya analisis sosiologis harus menjadi unit referensi individu yang menyebabkan tidak menggambarkan operasi atau kerusakan sistem, tetapi untuk mempelajari perilaku aktor. Dimulai dari sebuah premis, aktor tidak ditentukan oleh kekuatan di luar hati nurani mereka. Aktor bertindak dalam membuat pilihan yang seharusnya rasional. Kita dapat mengatakan bahwa dalam pengertian Boudon, individu dianggap sebagai homo economicus. Seseorang dari kelas sosial yang lebih rendah akan membayar rata-rata pendidikan nilai yang lebih rendah untuk berbagai sarana sukses. Hal ini akan menjadi rata-rata beberapa gangguan kognitif dibandingkan dengan kelas-kelas lain. Ini cenderung menjadi rata-rata yang memperkirakan manfaat masa depan investasi pendidikan, cenderung melebih-lebihkan kekurangan sekolah, cenderung melebih-lebihkan risiko (ekonomi, psikologi) dari investasi sekolah. Berbeda dengan Baudelot dan Establet, analisis Boudon tidak mengabaikan pentingnya strategi keluarga dalam orientasi sekolah. Memang, sebuah penelitian yang sudah lama dilakukan menunjukkan bahwa orang tua dari lingkungan terkenal (populer) mengatakan bahwa mereka tidak ingin anak-anak mereka untuk melanjutkan studinya terlalu lama. Analisis ini memang sederhana. Kalangan orang tua mengabaikan pelajaran anaknya yang minim saran dan bimbingan.

Page 148: foreword - UNJ

72 sosiologi pendidikan émile durkheim

3. Bourdieu dan Passeron dalam bukunya La Reproduction: Eléments pour une Théorie du Système d'Enseignement (1970) Literatur Bourdieu tentang pendidikan memiliki kepentingan

dan pengaruh yang kuat terhadap dampak publik. Bourdieu dan Passeron mengkritik cita-cita sekolah egaliter dan itu memberikan dampak ilmiah besar dalam tradisi sosiologi pendidikan Prancis. Mereka menyediakan basis teoritik untuk perangkat teoretis sebagai dasar untuk penelitian dalam sosiologi pendidikan. Publikasi les Héritiers (1964) telah mengubah cara kita melihat dunia pendidikan. Buku les Héritiers (1964) merupakan sebuah studi yang sangat kritis tentang ketidaksetaraan dan kesenjangan pendidikan di universitas. Buku ini menjelaskan dampak dari latar belakang sosial pada kebiasaan awal mendukung kelulusan cepat di universitas. Ide sentral dari buku ini adalah bahwa kontribusi yang paling spesifik dari sekolah untuk mereproduksi perbedaan kelas terutama kontribusi ideologis, yaitu legitimasi perbedaan peringkat dalam hierarki sosial. Argumen dan konsep yang digunakan adalah tindakan pedagogis sekolah dipandang sebagai penanaman dari budaya dominan yang sewenang-wenang. Mereka menantang ide-ide dominan yang berkembang saat ini yaitu pemikiran bahwa sekolah netral secara sosial. Mereka menjelaskan bahwa sekolah tidak mentransmisikan budaya secara universal tetapi sekadar menanamkan budaya tertentu oleh kelompok sosial tertentu. Pada titik pertama, mereka menyebutkan sekolah seperti contoh lain mencerminkan hasil tindakan pedagogis oleh pengenaan budaya. Pada titik kedua mereka menjelaskan bahwa sekolah mengoperasikan pilihan budaya dan mempromosikan nilai-nilai tertentu dengan cara tertentu menjadi produk budaya tertentu dan keterampilan tertentu atas orang lain. Menurut mereka, dominasi budaya dilakukan sewenang-wenang oleh

Page 149: foreword - UNJ

733 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

kelompok tertentu yang menjadi lebih dominan. Memang, pilihan-pilihan budaya pada lingkungan sosial tertentu dapat dikatakan bisa sewenang-wenang seperti budaya sistem sekolah, mirip yang mirip dengan kelas atas budaya. Dalam hal ini sekolah tidak mengajarkan budaya secara umum tetapi sekolah menjadi ruang penanaman budaya kelas dominan yang dilakukan secara sewenang-wenang. Anggota kelas atas yang dominan selama beberapa generasi di sekolah sering bertanggung jawab untuk mendefinisikan dan mengirimkan isi dari pengetahuan kelas mereka. Sekolah adalah tempat berlangsungnya transmisi budaya yang sah dan mendapatkan legitimasi untuk mengirimkan budaya kelas dominan. Hal ini juga dilegitimasi oleh lingkungan sekitar untuk melanggengkan budaya tersebut kepada siswa. Dalam praktiknya, guru menerima pendelegasian wewenang tersebut sebagai bagian dari transmisi budaya dominan tersebut. Mereka mempertanyakan transformasi ideologi dan berkontribusi menjelaskan peran kapital kultural (capital culturel) dalam konstruksi kapital sekolah. Mereka mendukung desain sekolah, yaitu sekolah memungkinkan setiap orang untuk sukses pada kemampuannya sendiri dan sesuai bakatnya. Hal ini menunjukkan pentingnya faktor-faktor sosial-budaya dalam keberhasilan ujian sekolah. Hal ini menarik perhatian pada tindakan tegas dari tingkat pendidikan orang tua terhadap keberhasilan ujian sekolah. Mereka menekankan pengaruh modal budaya pada pendidikan. Menurut mereka, distribusi yang tidak merata dari modal budaya dapat menjelaskan lahirnya kesenjangan dalam budaya sekolah.

Bourdieu dalam publikasinya les Trais États du Capital Culturel dalam Actes de la Recherche en Sciences Sociales (1979). Publikasi ini tertuang dalam prosiding sebuah penelitian ilmu sosial. Bourdieu menjelaskan kapital budaya dalam tiga bentuk, yaitu: (1) kapital terintegrasi yang dibangun berdasarkan disposisi seperti selera dan kebiasaan yang mana telah dibuat

Page 150: foreword - UNJ

74 sosiologi pendidikan émile durkheim

sebagai modal sosialisasi mereka, (2) kapital yang terobjektifikasi seperti kekayaan budaya yang dimiliki antara lain kapital dalam bentuk buku, gambar, lukisan, alat musik, (3) kapital yang dilembagakan yaitu kapital budaya yang dijamin dan disertifikasi oleh lembaga pendidikan dalam bentuk ijazah. Mereka menggunakan metafora ini untuk menunjukkan bahwa jika ketimpangan ekonomi penting untuk memahami sekolah anak-anak dan ketidaksetaraan budaya. Kesenjangan budaya sama-sama menentukan pada ketidaksetaraan pendidikan. Mereka ingin menekankan bahwa nilai dari sebuah budaya dominan tidak pernah mempertimbangkan kualitas, selera atau kebiasaan yang terkait, tetapi selalu terkait dengan nilai dan budaya sewenang-dalam sebuah pasar tertentu. Sebuah pasar yang bisa mengevaluasi budaya sekolah yang berbeda. Mereka menjelaskan dengan menyoroti bahwa anak-anak dari kelas penguasa yang berhasil di sekolah yang disebut sebagai kelompok berbakat atau brilian. Jangan menilai keberhasilan mereka karena bakat atau karunia tetapi lebih disebabkan karena warisan budaya orang tua mereka. Menurut mereka, kesalahan penghakiman yang umum, berkaitan dengan fakta bahwa kesenjangan tidak diketahui dan tak terlihat dari sosialisasi keluarga. Memang dalam sosialisasi keluarga, anak-anak dari kelas penguasa telah dibentuk selera pengetahuan, cara-cara, nilai budaya tertentu yang memungkinkan mereka secara lebih dini melegitimasi otoritas pedagogis dari gurunya.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah legitimasi akademis kelulusan sekolah. Sekolah selain melakukan seleksi sosial yang muncul sebagai sebuah hasil dari proses alami, juga lahir dari sebuah proses reproduksi dalam dinamika pendidikan di dalamnya. Analisis bahwa sekolah seharusnya netral dan objektif serta klasifikasi dan sekolah pilihan tampaknya juga merupakan hasil dari proses pendidikan. Guru memilih dan mengklasifikasikan murid mereka sesuai dengan kualifikasi

Page 151: foreword - UNJ

753 | perkembangan sosiologi pendidikan di prancis

akademik mereka dan tidak sesuai dengan status sosial mereka. Mereka mengklasifikasikan dan memprioritaskan hasil lebih atau kurang baik, kurang lebih yang ditulis dengan baik. Mereka mencatat bahwa siswa merasa nilai akademis lebih atau kurang efisien. Setiap siswa tampaknya memiliki apa yang dia layak sebagai catatan prestasinya. Semua orang percaya baik guru, orang tua maupun siswa sendiri. Mereka diekslusikan dari lingkungan dalam untuk mendapatkan ketidaklayakan budaya mereka sendiri. Semua orang mengakui legitimasi hierarki sekolah. Dalam pandangan Bourdieu dan Passeron, selama ini berkembang sebuah analisis bahwa sekolah melegitimasi kesenjangan sosial dengan membuat bentuk perubahan. Lembaga sekolah membenarkan operasi seleksi ini dan pada saat yang sama memungkinkan kelangsungan manfaat sosial warisan budaya. Tujuan lembaga sekolah adalah untuk mereproduksi sosial. Hal ini memainkan peran dalam kenyataan bahwa anak-anak dari latar belakang istimewa menduduki posisi sosial yang lebih tinggi. Anak-anak dari latar belakang yang kurang beruntung menempati posisi sosial yang lebih rendah. Fungsi reproduksi sosial bukanlah produk dari sadar dari strategi kelas dominan tetapi muncul dari posisi yang ditempati oleh lembaga pendidikan dalam masyarakat yang tidak merata. Hal ini juga mengikuti dari pengoperasian sistem sekolah yang mengarah ke prestasi akademik yang tidak sama sesuai dengan asal-usul sosial. Fungsi reproduksi sosial lembaga pendidikan tidak mekanis karena didukung data statistik dan non-transparan. Ketidaksetaraan pendidikan kemudian digunakan untuk membenarkan pendudukan posisi sosial yang timpang.

Transformasi ganda ini membuat fungsi reproduksi sosial dari lembaga sosial non-transparan. Pada dasarnya, kritik mereka dari berbagai perspektif di antaranya kritik ideologi sukarela dan ideologi meritokrasi. Mereka mengkritik ideologi sukarela atau meritokrasi dengan menunjukkan bahwa ada

Page 152: foreword - UNJ

76 sosiologi pendidikan émile durkheim

penyebab yang memungkinkan terjadinya kesenjangan sosial pendidikan. Mereka menginterpretasikan hasil sesuai dengan logika berdasarkan sekolah yang berbeda dari masing-masing kasus. Mereka juga melakukan kritik alokasi ketidaksetaraan pendidikan karena semata-mata ketimpangan ekonomi. Mereka juga mengkritik tesis bahwa ketidaksetaraan pendidikan dikaitkan semata-mata untuk kesenjangan ekonomi. Mereka menunjukkan bahwa argumen ini tidak cukup karena mereka tidak menyadari transmisi budaya yang sah di mana siswa lebih atau kurang familiar. Terakhir kritik mereka terkait kritik tentang tesis cacat sosial budaya pada masyarakat tertentu. Bagi mereka yang memiliki budaya yang tidak sah adalah tidak adanya atau kurangnya budaya melainkan kepemilikan suatu budaya tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kritik alokasi ketidaksetaraan pendidikan semata-mata karena strategi keluarga.

****

Page 153: foreword - UNJ

774 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

A. Konstruksi Struktural FungsionalDurkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah

sebuah kesatuan di mana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Talcott Parsons dan Robert K. Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional seperti Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern. Istilah fungsional dalam pandangan Durkheim dipahami dalam dua makna yaitu sebuah sistem dari pergerakan penting seperti pencernaan atau respirasi. Makna kedua mengacu kepada relasi/keterkaitan dalam pergerakan tersebut termasuk hubungan saling ketergantungan dalam setiap organisme (Jones, 1986: 26). Banyak pemikir fungsionalis yang mengacu pemikiran Émile Durkheim percaya bahwa masyarakat dibangun bersama oleh

TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL DAN SOSIALISASI

4

Page 154: foreword - UNJ

78 sosiologi pendidikan émile durkheim

nilai-nilai bersama dan saling ketergantungan sosial-ekonomi. Kalangan fungsionalis juga menjelaskan bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya runtuhnya masyarakat jika nilai-nilainya tidak terus-menerus menegaskan kembali dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lain. Oleh karena itu, pemeliharaan nilai-nilai adalah ‘fungsi’ penting dari masyarakat. Namun, orang tidak selalu mengikuti hati nurani kolektif ini karena mereka secara alami memikirkan diri sendiri dan lebih memilih untuk menjaga kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain. Kokohnya masyarakat dalam pandangan Durkheim terjadi karena tegaknya hukum dan berfungsinya sistem pendidikan serta terjadinya sosialisasi utama keluarga. Hukum memang lebih lemah dari dua lembaga sosialisasi yaitu pendidikan dan keluarga. Fungsi yang jauh lebih kuat adalah meresapnya ‘self-control’ bahwa kita semua belajar. Namun, dalam periode ketegangan sosial yang besar atau perubahan dramatis, kekuatan kesadaran kolektif melemah. Ketika Durkheim menulis misalnya, ada ketakutan bahwa kehidupan masyarakat telah hancur oleh pertumbuhan kota-kota besar dan industrialisasi. Sebagai masyarakat yang runtuh di bawah beban perubahan dramatis yang dibawa oleh industrialisasi dan urbanisasi, sehingga kesadaran kolektif melemah.

Perspektif fungsionalis didasarkan pada sebagian besar karya-karya Herbert Spencer, Émile Durkheim, Talcott Parsons dan Robert K. Merton. Menurut fungsionalisme, masyarakat adalah suatu sistem dan bagian yang saling berhubungan dan bekerja secara harmonis untuk menjaga keadaan keseimbangan dan keseimbangan seluruh sistem sosial. Misalnya, masing-masing lembaga sosial utama berkontribusi fungsi bagi masyarakat. Lembaga keluarga menyediakan konteks untuk mereproduksi, memelihara, dan mensosialisasikan anak. Lembaga pendidikan menawarkan cara untuk mengembangkan keterampilan masyarakat, pengetahuan, dan budaya untuk

Page 155: foreword - UNJ

794 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

generasi muda. Politik untuk menyediakan sarana yang mengatur anggota masyarakat. Ekonomi menyediakan untuk produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa, dan agama memberikan bimbingan moral dan outlet untuk menyembah kekuatan yang lebih tinggi.

Perspektif fungsionalis menekankan keterkaitan masyarakat dengan berfokus pada bagaimana setiap bagian memengaruhi dan dipengaruhi oleh bagian lain. Sebagai contoh, peningkatan jumlah single parent dan dual-earner family (keluarga di mana kedua pasangan mengejar karier) memberikan kontribusi terhadap jumlah anak-anak yang gagal di sekolah karena orang tua kurang tersedia waktunya untuk mengawasi pekerjaan rumah anak-anak mereka. Sebagai akibat dari perubahan teknologi, perguruan tinggi yang menawarkan program yang lebih teknis, dan banyak orang dewasa yang kembali ke sekolah untuk belajar keterampilan baru yang diperlukan di tempat kerja. Meningkatnya jumlah perempuan dalam angkatan kerja telah memberikan kontribusi terhadap perumusan kebijakan terhadap pelecehan seksual dan diskriminasi pekerjaan. Kalangan fungsionalis menggunakan istilah fungsional dan disfungsional untuk menggambarkan efek dari unsur-unsur sosial di masyarakat. Elemen masyarakat yang fungsional jika mereka berkontribusi pada stabilitas sosial dan disfungsional jika mereka mengganggu stabilitas sosial. Beberapa aspek masyarakat dapat menjadi fungsional dan disfungsional. Misalnya, kejahatan adalah disfungsional dalam hal itu terkait dengan kekerasan fisik, kerugian harta benda, dan ketakutan. Namun menurut Durkheim dan fungsionalis lainnya, kejahatan juga fungsional bagi masyarakat karena dapat menyebabkan kesadaran yang tinggi tentang ikatan moral bersama dan meningkatkan kohesi sosial. Robert K Merton (1968) telah mengidentifikasi dua jenis fungsi: nyata dan laten. Fungsi manifes adalah konsekuensi yang dimaksudkan dan umumnya diakui. Fungsi laten adalah konsekuensi yang tidak diinginkan dan

Page 156: foreword - UNJ

80 sosiologi pendidikan émile durkheim

sering tersembunyi. Sebagai contoh, fungsi manifes pendidikan adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk pemuda masyarakat. Tapi sekolah dasar—dalam konteks ini adalah kehidupan di Eropa dan Amerika Serikat— juga berfungsi sebagai pengasuh anak untuk orang tua yang bekerja, dan perguruan tinggi menawarkan tempat untuk orang dewasa muda untuk bertemu calon pasangan yang bisa menikah di kemudian hari. Pengasuh anak dan pasangan-pilihan adalah fungsi laten dalam pendidikan. Émile Durkheim menjelaskan fungsi utama pendidikan sebagai transmisi norma-norma dan nilai-nilai masyarakat. Masyarakat dapat bertahan hidup hanya jika ini ada di antara anggotanya sebagai tingkat yang cukup homogenitas, mengekalkan pendidikan dan mengendalikan homogenitas anggota dengan memperbaiki kemampuan anak sejak awal adalah faktor penting yang menuntut kesadaran bersama.

Tanpa ‘kesamaan penting’ (essential similarities), kerja sama, solidaritas sosial, kehidupan sosial itu sendiri tidak mungkin. Sebuah tugas penting bagi semua masyarakat adalah penguatan individu menjadi satu kesatuan yang bersatu, dengan kata lain penciptaan solidaritas sosial. Hal ini melibatkan komitmen masyarakat, rasa memiliki dan perasaan bahwa unit sosial lebih penting daripada individu. Pendidikan memberikan keterkaitan antara individu dan masyarakat. Dalam sejarah manusia perkembangan masyarakat, anak-anak akan mengalami perubahan besar dalam kehidupannya yang menjadikan dirinya sebagai individu yang dewasa. Di sinilah keterkaitan antara individu, masyarakat dan pendidikan. Anak-anak akan mengalami beberapa hal yang lebih besar dari diri mereka sendiri: mereka akan mengembangkan rasa komitmen terhadap kelompok sosial.

Page 157: foreword - UNJ

814 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

Pandangan Durkheim dapat diilustrasikan melalui praktik pendidikan di Amerika Serikat. Adanya kurikulum pendidikan umum telah membantu untuk menanamkan norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam komunitas yang beragam. Ini telah memberikan bahasa dan sejarah umum untuk imigran dari setiap negara di Eropa agar bisa berbaur dalam kehidupan Amerika. Durkheim percaya bahwa peraturan sekolah harus ketat dan hukuman harus mencerminkan keseriusan adanya kerusakan yang dilakukan pada kelompok sosial dengan pelanggaran. Hal penting juga peraturan harus dijelaskan kepada pelanggar mengapa mereka sedang dihukum. Melalui reward and punishment system anak belajar apa yang benar atau salah. Peraturan benar-benar dibuat untuk menghindari salah dan mendorong untuk mengadopsi cara-cara yang tepat hidup anak-anak akan belajar untuk mendisiplinkan diri mereka sendiri. Dengan adanya peraturan juga bisa mengendalikan perilaku antisosial. Akhirnya Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mengajarkan orang keterampilan khusus yang diperlukan untuk pekerjaan masa depan mereka. Fungsi ini sangat penting dalam masyarakat industri yang mana pembagian tenaga kerja semakin kompleks dan khusus. Dalam masyarakat industri, solidaritas sosial didasarkan pada saling ketergantungan keterampilan khusus misalnya pembuatan satu produk membutuhkan kombinasi menghasilkan kerja sama dan solidaritas sosial. Jadi, menurut Durkheim sekolah menyediakan kedua nilai umum yang diperlukan untuk homogenitas dan kelangsungan hidup sosial serta keterampilan khusus yang menyediakan keragaman yang diperlukan untuk kerja sama sosial. Dalam kasus anak gagal dalam ujian apa pun, ia menjadi tidak mampu mengembangkan sebuah rasa kepemilikan. Oleh karena itu, Durkheim berpendapat bahwa penekanan yang lebih besar harus ditempatkan pada peran sosial tugas dan tanggung jawab individu dengan di sekolah. Hal ini juga sejalan dengan asumsi

Page 158: foreword - UNJ

82 sosiologi pendidikan émile durkheim

yang diberikan Hargreaves yang mengatakan untuk memperoleh martabat seseorang harus mencapai rasa kompetensi, membuat kontribusi untuk dan sedang dinilai oleh kelompok yang dia miliki. Selain itu, Hargreaves juga berargumen bahwa banyak sekolah gagal untuk menghasilkan rasa harga diri murid kelas pekerja. Dalam kasus kegagalan dalam ujian apa pun, siswa dapat membentuk subkultur yang menolak nilai-nilai sekolah dan masyarakat yang lebih luas.

Perspektif ini menjelaskan mengapa beberapa orang mendapatkan keuntungan lebih dari sistem pendidikan sementara yang lain tidak menguntungkan. Siswa yang agresif dan kreatif selalu berat dihukum karena mereka ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja imajinatif dan tidak perlu diragukan lagi bisa dengan mudah dimanfaatkan dan dimanipulasi oleh majikan. Karyawan berpendidikan tidak bisa protes. Selain itu, mata pelajaran sekolah yang terfragmentasi atau memiliki sedikit hubungan antara mereka anak-anak gagal untuk memiliki pandangan yang komprehensif atau tujuan keseluruhan dari pendidikan keseluruhan. Beberapa anak memang pandai matematika tetapi lemah dalam bahasa. Dengan demikian, mereka terpisah dari orang lain. Perasaan segregasi mengembangkan kompleks rendah diri pada anak-anak. Durkheim menjelaskan bahwa dalam masyarakat industri yang kompleks, sekolah menyediakan sebuah fungsi yang tidak dapat disediakan baik oleh keluarga, kelompok sebaya, keanggotaan keluarga didasarkan pada hubungan kekerabatan, keanggotaan kelompok sebaya pada pilihan pribadi, keanggotaan masyarakat secara keseluruhan didasarkan pada satu pun dari prinsip-prinsip ini. Individu harus belajar untuk bekerja sama dengan mereka yang bukan kerabat mereka atau teman-teman mereka. Sekolah menyediakan konteks di mana keterampilan ini dapat dipelajari. Dengan demikian, sekolah adalah miniatur masyarakat

Page 159: foreword - UNJ

834 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

sekaligus model dari sistem sosial. Di sekolah, anak harus berinteraksi dengan anggota lain dari komunitas sekolah dalam hal seperangkat tetap aturan. Pengalaman ini mempersiapkan dia untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat secara keseluruhan dalam hal aturan masyarakat.

Mereka akan belajar untuk menerapkan disiplin diri bukan hanya karena mereka ingin menghindari hukuman, tetapi juga karena mereka akan datang untuk melihat bahwa perilaku rusak masyarakat secara keseluruhan. Ilmu pengetahuan, dan khususnya ilmu sosial seperti sosiologi, akan membantu anak untuk memahami dasar rasional yang diselenggarakan masyarakat. Akhirnya, Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mengajarkan orang keterampilan khusus yang diperlukan untuk pekerjaan masa depan mereka. Fungsi ini sangat penting dalam masyarakat industri dengan pembagian tenaga kerja semakin kompleks. Pembagian kerja terspesialisasi dalam masyarakat pra-industri berarti bahwa keterampilan kerja biasanya dapat diturunkan dari orang tua kepada anak-anak tanpa perlu pendidikan formal. Dengan demikian, sekolah mentransmisikan nilai umum yang memberikan kebutuhan homogenitas untuk kelangsungan hidup sosial dan keterampilan khusus yang menyediakan keragaman yang diperlukan untuk kerja sama sosial. Masyarakat industri dengan demikian dipersatukan oleh nilai konsensus dan pembagian kerja khusus kerja yang keduanya bersinergi untuk menghasilkan barang dan jasa.

B. Kurikulum dan Integrasi MasyarakatDurkheim adalah sosiolog pertama yang secara sistematis

menjelaskan keterkaitan pendidikan dengan masyarakat (Saha dan Zubrzycki, 1997: 11). Hal itu tertuang dalam dua buku klasiknya yang membahas pendidikan yaitu Éducation et Sociologie dan L’Éducation Morale. Pada saat karier akademiknya, Durkheim

Page 160: foreword - UNJ

84 sosiologi pendidikan émile durkheim

menyarankan Departemen Pendidikan untuk membantu memperkenalkan sosiologi ke dalam kurikulum sekolah. Saat itu Pemerintah Prancis menganggap ilmu sosial tidak menarik sehingga tidak diajarkan di sekolah maupun di universitas. Perannya dalam mengembangkan kurikulum pelajaran sosiologi di Prancis tidak lepas dari pesimisme setelah ia berhasil mendapatkan gelar doktor filsafatnya dari École Normale Supérieure, Paris pada 1879. Durkheim mengambil program doktor filsafat karena di Prancis belum terdapat kurikulum sosiologi di seluruh universitas yang ada. Setelah lulus, meski tidak tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga ia sempat mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris. Ia mulai mensosialisasikan secara intensif pelajaran sosiologi dalam kurikulum sekolah di Prancis. Pada konteks inilah, ia mulai terlibat dalam reformasi sistem pendidikan di Prancis khususnya untuk memasukkan ilmu sosial ke dalam kurikulum sekolah. Durkheim lulus tes yang dibutuhkan untuk mengajar di lycée, yaitu setingkat SMA milik Pemerintah Prancis. Di sekolah tersebut, Durkheim mengajar filsafat.

Durkheim menjadi profesor sosiologi pertama di Prancis. Setelah tahun 1887, dengan jabatannya itu Durkheim terus memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Perhatian Durkheim yang sangat besar terhadap pendidikan ia banyak bekerja untuk melatih guru sekolah di Prancis. Tujuannya agar guru-guru tersebut menggunakan kemampuannya untuk menciptakan kurikulum untuk mengembangkan sosiologi diajarkan seluas mungkin. Selain itu juga, Durkheim juga tertarik pada bagaimana pendidikan dapat digunakan untuk memberikan basis moral dan sosial kepada warga Prancis untuk mencegah anomi (keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern. Menurut Durkheim, guru memiliki peran sangat penting dalam sekolah karena menanamkan cita-cita dan pengetahuan masyarakat pada siswa

Page 161: foreword - UNJ

854 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

mereka. Perubahan baik dalam metode dan isi pengajaran harus mewujudkan perubahan-perubahan penting dan substansial yang dalam budaya yang lebih besar. Durkheim percaya bahwa dengan penyampaian metode dan isi pengajaran yang menanamkan nilai, norma, kepercayaan kepada murid dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan tertib. Tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan keteraturan sosial. Keteraturan sosial (social order) adalah masyarakat yang dicita-citakan dalam pandangan Durkheim. Social order dan disorder merupakan dua isu utama Durkheim dalam menjelaskan masyarakat (Elwell, 2005: 84).

Pendidikan menjadi aspek sangat penting karena dengan pendidikan dapat mencerminkan masyarakat sekaligus dapat mengantisipasi terjadinya perubahan sosial yang dampaknya dapat mengganggu keseimbangan masyarakat. Buku Durkheim Éducation et Sociologie secara tegas menjelaskan keterkaitan antara pendidikan dan masyarakat. Cara pandang ini menegaskan bahwa Durkheim seorang fungsionalis sejati. Durkheim melihat generasi tua memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengajarkan kepada anak-anak muda tentang kehidupan sosial. Dengan kata lain, akan tercipta transmisi kebudayaan di dalam masyarakat. Durkheim juga menjelaskan bahwa di setiap masyarakat selalu mengadopsi pendidikan untuk menyesuaikan dengan nilai dan tujuannya.

Sistem pendidikan menurut Durkheim berkontribusi untuk eksistensi sebuah masyarakat. Dalam hal ini, melalui kurikulum yang diajarkan di sekolah, pendidikan akan mempersiapkan murid-murid untuk mengantisipasi kondisi di masa yang akan datang. Menurut Durkheim pendidikan melalui praktik kurikulum di sekolah akan menghasilkan individu dewasa yang ideal untuk masyarakat. Perhatian dan ketertarikan Durkheim pada kurikulum difokuskan pada pendidikan menengah khususnya lycèe (Isambert-Jamati, 1993: 170; Bernard, 1993: 187). Menurut Establet (Lahire: 62), Durkheim tertarik mengamati evolusi

Page 162: foreword - UNJ

86 sosiologi pendidikan émile durkheim

isi, bentuk dan struktur kurikulum pendidikan menengah. Bagian pembahasan ini dijelaskan Durkheim dalam bukunya berjudul L’Éducation Morale. Buku ini mengamati bahwa lebih banyak diajarkan dan dipelajari di sekolah-sekolah—khususnya sekolah dasar—dari yang ditentukan dalam kurikulum maupun buku teks dan manual guru. Durkheim menjelaskan ada sistem keseluruhan aturan di sekolah yang mewajibkan seorang murid harus datang ke kelas secara teratur. Ia harus tiba pada waktu tertentu. Murid itu harus mematuhi peraturan di kelas dan tidak boleh mengganggu hal-hal di kelas. Murid itu juga harus mengerjakan tugasnya dan melatih disiplin dalam suasana belajar sehari-hari (Saha and Zubrzyzki, 1997: 11; Bellat and Van Zanten, 1999: 92; Barrère, 2009). Di bagian lain, Bellat and Van Zanten juga menyebut moral sebagai art de vivre (seni hidup) yang mengikat secara koheren dalam prinsip filosofi, pekerjaan, kehidupan sehari-hari murid sekolah maupun orang tuanya.

Penjelasan Durkheim ini juga terkait kajian hidden curriculum. Menurut Durkheim guru mengajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Guru memiliki otoritas dalam melaksanakan kurikulum tersebut meskipun sangat restriktif. Batas yang diberikan terkait dengan konten yang tersedia dalam kurikulum tersebut (Walford and Pickering, 1998). Dalam penjelasan di buku L’Éducation Morale dan L’Évolution Pédagogique en France, Durkheim banyak menjelaskan posisi masyarakat dalam praktik pendidikan. Pada bagian ini, sebagaimana dijelaskan Gaudemar (1993a;1993b), Durkheim juga menjelaskan konsep pendidikan humanis baru (d’une nouvelle éducation humaniste). Dengan cara mengajarkan kurikulum ini, guru dapat mensosialisasikan norma-norma dan cita-cita serta menerima pengetahuan praktis yang diperlukan untuk menjadi masyarakat dewasa. Penjelasan ini menunjukkan relevansi antara kurikulum dan sosialisasi norma-norma kepada anak-anak menjadi masyarakat dewasa. Sifat kurikulum yang restriksi itu sebagaimana dijelaskan

Page 163: foreword - UNJ

874 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

Durkheim sangat membatasi guru. Guru sangat tergantung pada kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Di sisi lain, sebagian guru juga merasa senang dengan tugas kurikulum yang diterima mereka. Sebagian lain, merasakan bahwa kurikulum yang ketat sangat membatasi otoritas guru dan hanya menjadikan mereka sebagai bagian dari state administrator. Guru dalam pandangan Durkheim harus kreatif dan tidak harus menjadi robot kurikulum. Durkheim menekankan relasi kemanusiaan antara guru dan murid. Relasi ini sangat penting dibandingkan tentang pelarangan total hukuman fisik di sekolah-sekolah. Menurut Durkheim peran sistem sekolah termasuk juga kurikulum penting dalam kehidupan masyarakat modern dan pendidikan moral (Steiner, 2008). Durkheim dikenal merintis pendekatan fungsional khususnya dalam konteks pendidikan. Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan. Ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.

Pendekatan ini tujuan akhirnya mencapai keteraturan sosial (social order). Durkheim sendiri dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Herbert Spencer dikenal sebagai bapak Darwinisme sosial. Spencer sering kali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan definisi tentang “hukum rimba” dalam ilmu sosial. Spencer yang sangat konservatif pada perkembangan pemikirannya kemudian mengeluarkan teori yang dinamakan survival of the fittest. Durkheim juga memiliki pemikiran mengenai evolusi dari masyarakat, yaitu dari masyarakat yang solidaritas mekanik yang primitif di mana komunitas yang homogen hidup bersama tumbuh menuju solidaritas organis yang semakin heterogen, setiap orang lebih individual, dan hubungan sosial yang terjalin didasari kebutuhan dasar tiap orang. Dalam karyanya De la

Page 164: foreword - UNJ

88 sosiologi pendidikan émile durkheim

Division du Travail Social (1893) Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat dipersatukan terutama oleh fakta sosial berupa ikatan moralitas bersama yang disebut juga kesadaran kolektif. Durkheim mencoba untuk menjawab mengapa masyarakat dengan keberagamannya tetap bisa hidup bersama? Jawaban yang diberikannya menjadi bagian dari fungsionalismenya. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Pendekatan fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi hingga tahun 1950-an.

C. Sosialisasi dan Pendidikan Seksual

1. Definisi SosialisasiSosialisasi menjadi konsen utama Durkheim dalam

menjelaskan keterkaitan sosiologi, pendidikan dan masyarakat (Cardi, 1993; Queiroz, 1993). Dari berbagai tulisan Durkheim maupun sosiolog yang menulis Durkheim, sosialisasi selalu menjadi topik pembahasan utama Durkheim. Sosialisasi adalah proses di mana seorang individu belajar dan menginternalisasi norma dan nilai sepanjang hidupnya dalam masyarakat mana dia berada, dan membangun identitas sosialnya. Ini adalah hasil dari kedua kendala yang dikenakan oleh beberapa pekerja sosial, tetapi juga interaksi antara individu dengan lingkungannya. Jika mempromosikan reproduksi sosial, itu tidak menghilangkan kemungkinan perubahan sosial. Dalam pandangan Durkheim sekaligus menekankan bahwa pendidikan terdiri dari beberapa

Page 165: foreword - UNJ

894 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

metode sosialisasi kepada generasi muda. Pendidikan menjadi sebuah alat sosialisasi kepada anak-anak dan generasi muda untuk menjadikan mereka sebagai bagian dari kehidupan sosial. Dalam definisi pendidikan itu, Durkheim menjelaskan bahwa sosialisasi dilakukan sebagai aktivitas yang sadar dan sukarela dilakukan oleh generasi sebelumnya terhadap yang lebih muda. Pendidikan yang dilakukan di rumah adalah pekerjaan yang dilakukan dalam eksplisit dan tepat dalam konteks kepribadian anak. Durkheim menyebut hal tersebut sebagai proses konstruksi anak yang berorientasi. Proses sosialisasi kepada generasi muda berupaya menghasilkan kondisi tertentu pada anak-anak, keadaan moral, sosial, fisik dan dewasa yang akan menghasilkan suatu tindakan diarahkan untuk mempersiapkan ke arah tertentu. Hal yang penting juga bagi anak adalah untuk memperoleh peran yang berguna sesuai dengan peran sosialnya serta bisa menempati posisi sosial di masyarakat.

Pandangan Durkheim tentang pendidikan sebagai metode sosialisasi sesuai dengan kebutuhan setiap masyarakat untuk mengamankan basis kondisi eksistensinya dan daya tahannya. Proses ini dimulai sejak lahir, dalam keluarga dan tentu saja menjadi lebih sistematis di sekolah. Dengan hasil bahwa sekolah menjadi fokus kesinambungan sosial ketika terjadi transmisi nilai-nilai, standar dan pengetahuan. Hal ini menjadi perhatian utama Durkheim dalam sistem sekolah termasuk perguruan tinggi. Definisi pendidikan di atas dalam pandangan Durkheim hanya menggambarkan ‘fakta’ atau hakikat penting pendidikan pada saat tertentu dari sudut pandang statis. Dalam masyarakat itu sendiri, sistem pendidikan yang dilembagakan yang konsisten dengan kebutuhan mereka juga berkembang dan pada gilirannya, menghasilkan kebutuhan mereka sendiri. Disiplin ilmu pendidikan sebagai tujuan studi fakta sosial akibatnya harus menempatkan sistem ini dalam konteks yang dinamis umum. Hal ini juga sebenarnya bisa dijelaskan dengan menganalisis dari segi tahapan dalam realitas sosial.

Page 166: foreword - UNJ

90 sosiologi pendidikan émile durkheim

2. Definisi PendidikanPembahasan Durkheim tentang sosialisasi sangat terkait

dengan pendidikan yang dijalani seorang individu. Pada bagian ini kontribusi Durkheim sangat besar dalam memberikan definisi pendidikan dan bagaimana mereka lebih atau kurang berguna untuk berpikir tentang proses sosialisasi. Jika ditelusuri terdapat tiga definisi pendidikan dalam beberapa referensi utama Durkheim. Pertama, pendidikan untuk mendapatkan peran sosial. Durkheim menjelaskan bahwa karakteristik pertama pendidikan adalah memungkinkan terjadinya kontak antara seorang individu dengan masyarakat. Kontak tersebut mengakibatkan terjadinya adaptasi individu tersebut dengan lingkungan di mana dia tinggal. Dalam proses ini, individu tersebut mendapatkan peran sosial yang harus dilakukannya. Menurut Durkheim, potensi seseorang dapat dinilai sejak dia lahir. Pada perkembangan sosial dan emosinya, seorang individu bisa bersosialisasi sehingga dapat membentuk karakter dan memainkan peran yang berguna di masyarakat. Durkheim menegaskan bahwa pendidikan mendorong dan mengembangkan kapasitas fisik, mental, intelektual dan moral anak-anak dan masyarakat umum secara keseluruhan. Sosialisasi yang baik adalah mempersiapkan peran sosial seorang individu di masyarakat. Oleh karena itu, penting menyusun desain sebuah konsep normatif sebagai bagian dari sosialisasi. Durkheim menjelaskan bahwa dirinya pernah secara aktif berpartisipasi dalam berbagai refleksi pedagogi selama la troisième république. Durkheim menolak dengan tegas bahwa pendidikan bukan bagian dari ruang pribadi atau domestik. Tetapi, sebuah ruang di mana negara melakukan peran di dalamnya melalui fungsi kontrol karena negara memiliki sebuah fungsi kolektif. Negara memberikan berbagai pelatihan kepada guru untuk memiliki kemampuan mengajar di sekolah. Kedua, pendidikan sebagai

Page 167: foreword - UNJ

914 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

sebuah metode sosialisasi orang dewasa kepada generasi muda. Kata kuncinya adalah sebuah metode sosialisasi. Ini menjadi karakteristik pendidikan kedua menurut Durkheim. Menurut Durkheim, anak-anak mereproduksi berbagai norma sosial dan model kultural dari generasi sebelumnya yang ditransmisikan melalui nilai kepada generasi muda. Pendidikan adalah sebuah pengaruh dari orang dewasa kepada generasi muda. Secara lebih persisnya, merupakan sebuah tindakan sukarela orang dewasa untuk membentuk anak-anak sebagai makhluk sosial. Terkait dengan ini, Durkheim menjelaskan bahwa pendidikan mencakup berbagai pengaruh yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak-anak muda yang belum siap menghadapi kehidupan sosial.

Durkheim menggunakan istilah pendidikan merujuk kepada sebuah tindakan yang sangat dikontrol melalui seperangkat metode. Durkheim menggunakan istilah ‘metode’ atau teknik (Keck and Plouviez, 2008: 30). Metode sendiri menurut Durkheim diatur dan dikendalikan oleh masyarakat melalui seperangkat nilai dan norma masyarakat untuk membentuk hubungan sosial oleh orang tua dan guru di sekolah. Durkheim berpikir bahwa tindakan dari sekolah dan keluarga sangat mendukung proses sosialisasi. Singkatnya, definisi kedua pendidikan menurut Durkheim adalah sebuah metode sosialisasi dari orang dewasa kepada generasi muda. Ketiga, pendidikan sebagai metafora hipnosis. Ini adalah karakteristik pendidikan menurut Durkheim. Metafora ini beroperasi dengan kekuasaan dan otoritas. Durkheim menggunakan metafora hipnosis untuk menekankan kekuatan tindakan pendidikan. Ada dua dimensi dalam hipnosis yaitu dimensi pasif yang menunjuk pada kurangnya resistensi dari subjek terhipnosis gagasan. Seorang individu mentransmisikan gagasan tersebut kepada masyarakat. Dimensi kedua adalah otoritas yang berada di bawah kewenangan hipnosis yang memiliki kewenangan untuk menunjukkan penolakan untuk mematuhi bahkan tidak dibayangkan bahwa

Page 168: foreword - UNJ

92 sosiologi pendidikan émile durkheim

perbuatan tersebut harus dilakukan. Sesuatu yang harus dilihat saat ia menunjukkan bahwa tidak bisa sebaliknya. Dalam pandangan Durkheim, kedua kondisi tersebut terpenuhi dalam hubungan antara guru dan anak. Anak secara alami dalam keadaan pasif cukup sebanding dengan yang artifisial yang ditempatkan terhipnotis.

3. Peran Keluarga dalam Sosialisasi Dalam proses sosialisasi individu, Durkheim melihat

keluarga memiliki peran penting dalam membentuk kondisi sosial, psikologis, moral dan emosi seorang anak. Jika sebuah keluarga baik, dalam pandangan Durkheim dapat membangkitkan dan memperkuat kondisi anak yang diperlukan dalam pembentukan moralitas. Relasi sosial keluarga didasarkan pada hubungan pribadi yang intim dan sederhana tidak berdasarkan keuntungan ekonomis. Hubungan sosial sederhana ini dapat membentuk anak dalam kehidupan sosial. Setiap masyarakat dianggap sebagai sebuah momentum tertentu dalam menentukan perkembangannya, sistem pendidikan memerlukan individu dengan kekuatan tak terbantahkan pada umumnya. Dalam pandangan Durkheim, adalah sia-sia untuk percaya bahwa kita dapat membesarkan anak-anak seperti yang kita inginkan. Maksud penjelasan Durkheim adalah, di masyarakat ada berbagai kebiasaan yang dituntut untuk dipatuhi dan dilaksanakan. Jika menyimpang akan memberikan dampak bagi perkembangan anak. Proses sosialisasi tidak terbatas pada efek praktik pendidikan, yaitu tindakan eksplisit dan spesifik oleh orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dengan cara tertentu. Pemikiran dan karakter anak juga dalam pandangan Durkheim dipengaruhi oleh tindakan-tindakan kecil yang terjadi setiap saat baik di sekolah maupun di rumah. Faktor bahasa menjadi penting dalam proses sosialisasi anak. Durkheim memfokuskan studinya tentang sosialisasi generasi muda di sekolah dalam sistem

Page 169: foreword - UNJ

934 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

sekolah yang disebutnya sebagai ‘mesin’ (machine) dan dipandang sebagai organ yang memenuhi fungsi dalam masyarakat. Orisinalitas pemikiran Durkheim menunjukkan bahwa ‘sub-sistem’ tergantung pada sistem sosial secara keseluruhan. Maka tidak ada yang independen dalam setiap sistem sosial. Hal ini mengakibatknya terjadinya sebuah ‘otonomi relatif ’. Seperti halnya sistem sosial, maka terbentuk secara bersamaan dengan kekuatan permanen dan kekuatan-kekuatan perubahan yang berasal dari sistem secara keseluruhan, dan kekuatan perubahan yang merespons kebutuhan yang muncul dan khusus untuk itu. Sosialisasi itu melalui sistem mentalitas dan sistem ide yang ada di setiap individu. Sistem ide bisa berupa sentimen dan praktik-praktik yang diekspresikan dalam diri kita. Pendidikan, ia percaya, melanggengkan homogenitas yang ada di antara anggota masyarakat dengan menanamkan dalam pikiran anak hubungan dasar yang diperlukan oleh kehidupan di masyarakat. Melalui pendidikan juga, menyebabkan seseorang berubah dari makhluk individu (individual beings) menjadi makhluk sosial (social beings). Melalui pendidikan, individu belajar bagaimana untuk hidup dalam masyarakat yang bertujuan memahami jumlahnya, aturan, norma dan spasi. Totalitas mereka membentuk makhluk sosial. Untuk membentuk ini, pendidikan memiliki peran penting. Sosialisasi dalam pandangan Durkheim merupakan sebuah mediasi utama untuk menciptakan integritas kolektif yang memberikan implikasi pada pendidikan di masyarakat. Di dalamnya menjadi perhatian dan tanggung jawab utama dari keluarga, negara, dan sekolah dalam transformasi anak-anak menjadi masyarakat dewasa (Haecht, 2006: 22).

Dalam proses sosial ini, Durkheim melihat kekuatan moral sangat penting. Kekuatan moral berkontribusi pada tingkat perkembangan masyarakat. Masyarakat bergerak ke arah positif dengan diwarnai lahirnya generasi baru. Generasi baru perlu ditanamkan sistem mentalitas dan sistem ide sebagai

Page 170: foreword - UNJ

94 sosiologi pendidikan émile durkheim

suatu generasi baru. Sosialisasi adalah proses permanen yang memungkinkan generasi baru bisa menjadi bagian dari masyarakat. Durkheim melihat generasi tua memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengajarkan kepada anak-anak muda tentang kehidupan sosial. Dengan kata lain, akan tercipta transmisi kebudayaan di dalam masyarakat. Durkheim juga menjelaskan bahwa di setiap masyarakat selalu mengadopsi pendidikan untuk menyesuaikan dengan nilai dan tujuannya. Sistem pendidikan menurut Durkheim berkontribusi untuk eksistensi sebuah masyarakat. Dalam hal ini, melalui kurikulum yang diajarkan di sekolah, pendidikan akan mempersiapkan murid-murid untuk mengantisipasi kondisi di masa yang akan datang. Singkatnya, menurut Durkheim pendidikan melalui praktik kurikulum di sekolah akan menghasilkan individu dewasa yang ideal untuk masyarakat. Dengan demikian, sosialisasi dan pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Berdasarkan penjelasan di atas, Durkheim mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah pengaruh yang ditanamkan orang dewasa kepada anak-anak atau generasi muda yang belum siap untuk menghadapi kehidupan sosial. Tujuannya adalah untuk membangkitkan dan mengembangkan pada anak-anak dan generasi muda kemampuan fisik, intelektual dan moral yang dituntut dari oleh masyarakat secara keseluruhan dan lingkungan khusus. Sekolah menurut Durkheim memiliki tanggung jawab untuk mendorong kapasitas murid dalam mengevaluasi praktik kehidupan kontemporer dalam ruang alternatif yang ada dalam budaya asing atau kehidupan masa lalu. Sekolah juga berperan dalam perkembangan baru dalam masyarakat kontemporer yang direalisasikan melalui praktik-praktik sosial (Cladis, 2008: 394). Singkatnya, terdapat dua hal penting. Pertama, pendidikan merupakan sebuah alat sosialisasi kepada generasi muda. Kedua, pendidikan dan sosialisasi saling

Page 171: foreword - UNJ

954 | teori struktural fungsional dan sosialisasi

berkaitan secara permanen dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya (Belony, 2007).

Bagi Durkheim, masyarakat terintegrasi dengan cara belajar, aturan sosial, berpikir dan bertindak yang tepat untuk masyarakat di mana kita hidup. Melalui pelatihan ini, kita tidak selalu harus berpikir tentang apa yang harus dilakukan. Penjelasan ini sesuai dengan definisi sosialisasi yang telah diberikan sebelumnya. Dalam bukunya Éducation et Sociologie, Durkheim lebih tertarik pada sosialisasi primer anak, yang ia sebut “pendidikan”. Menurut Durkheim, itu adalah pendidikan yang mengajarkan kita untuk berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu. Sosialisasi primer anak sangat penting karena mengantarkan seorang anak masuk ke dalam masyarakat modern yang lebih luas. Oleh karena itu, pendidikan moral sangat penting bagi seorang anak dalam sebuah masyarakat karena pendidikan moral menjadi bagian dari diseminasi secara ilmiah moralitas sekuler menuju masyarakat modern dan masyarakat sekuler (Ramp, 1999: 82).

Inilah yang membedakan seorang individu dari hewan. Bagi Durkheim, hewan tidak mewariskan apa pun untuk keturunannya. Ini bisa sangat baik berjuang sendiri. Hewan hanya mempercepat pengembangan naluri tertentu yang terletak pada hewan muda. Misalnya, ibu mengajarkan burung untuk terbang lebih cepat dari sarangnya. Tapi, menurut Durkheim, ia bisa menemukan sendiri karena disertai dengan semua mekanisme naluriah didirikan saat lahir. Bagi Durkheim, ini bukan proses yang sama bagi manusia. Hal tersebut karena keterampilan dari semua jenis menganggap bahwa kehidupan sosial yang terlalu kompleks untuk menjelma di jaringan dan terwujud dalam bentuk kecenderungan organik. Oleh karena itu, mereka tidak dapat ditularkan dari satu generasi ke generasi lain dengan cara faktor keturunan. Ini adalah melalui pendidikan melalui transmisi. Pendidikan berarti bahwa keterampilan

Page 172: foreword - UNJ

96 sosiologi pendidikan émile durkheim

individu-individu tidak turun-temurun, tetapi ditanamkan melalui pendidikan.

Durkheim juga memiliki perhatian pada kajian pendidikan seksual. Durkheim bersama Jacques Amédée Doléris (1852-1938) yang berjudul Sur l'Éducation Sexuelle;Par la Science, Par la Morale et l'Hygiène. Doléris adalah ginekolog (dokter spesialis kandungan dan kebidanan) dari Prancis yang sering bekerja sama dengan Louis Pasteur. Buku ini pertama kalinya diperkenalkan oleh Durkheim dan Doléris pada 28 Februari 1911 di depan Société Française de Philosophie. Ketika itu mereka menginisiasi program pendidikan seks di sekolah. Doléris sendiri ketika itu menjadi anggota dari l’Académie de Médecine di Prancis. Dalam diskusi tersebut terjadi perdebatan yang tajam tentang seksualitas dan norma seksual. Dalam perdebatan tersebut, kalangan dokter menganggap pendidikan seksual sebagai tindakan biologis. Dalam bagian ini, pendidikan seksual dijelaskan kaitannya dengan basis moral dalam masyarakat. Perspektif moral tampak sangat kuat dalam diskusi tentang pendidikan seksual. Pendidikan seksual menjelaskan dua dampak yang harus diperhatikan generasi muda yaitu dampak fisik dan dampak moral. Risiko fisik terkait dengan medis karena masalah seksual yang dialami generasi muda. Adapun risiko moral terjadi pada kasus-kasus kelahiran anak tanpa pernikahan yang sah atau aborsi. Bagian ini juga menjelaskan bagaimana pernikahan menjadi kekuatan moral yang bisa mengintegrasikan masyarakat. Di sisi lain risiko moral dan sosial akan lahir dalam kasus pernikahan yang tidak sah. Generasi muda yang menikah sesuai dengan koridor hukum sementara mereka yang melakukan seks komersial di luar pernikahan dianggap sebagai tindakan tidak bermoral. Berbagai pertanyaan ini perlu dijelaskan dalam pendidikan seksual yang diajarkan di sekolah.

****

Page 173: foreword - UNJ

975 | reformasi pendidikan di prancis

REFORMASI PENDIDIKAN DI PRANCIS DAN TRANSFORMASI LAΪCITÉ

A. Konteks Historis L’École Républicaine Émile Durkheim tak terbantahkan perannya sebagai

pendiri sosiologi khususnya sosiologi pendidikan. Durkheim memberikan sebuah ruang terhormat untuk pendidikan. Dengan kata lain, Durkheim mengatakan bahwa sosiologi merupakan sebuah ilmu dalam gejala fakta sosial. Penjelasan ini secara lebih jelas tertuang dalam tiga bukunya yaitu Éducation et Sociologie (1922), L’Éducation Morale (1925), L’Évolution Pédagogique en France (1938). Pemikiran Durkheim tentang pendidikan pada dasarnya banyak terkait dalam konteks reformasi pendidikan di Prancis yaitu dimulainya apa yang disebut L'école républicaine yang kemudian menjadi pendasaran munculnya pendidikan sekuler di Prancis. Bab ini akan menjelaskan secara lebih komprehensif dinamika reformasi pendidikan di Prancis khususnya terkait pendidikan moral sekuler dan l’école républicaine.

Sejarah munculnya l’école républicaine diawali pada abad ke-19 yang merupakan awal berlangsungnya literasi publik yang dilakukan di seluruh jaringan sekolah dasar di Prancis. Fase

5

Page 174: foreword - UNJ

98 sosiologi pendidikan émile durkheim

ini kemudian didorong dengan adanya intervensi negara yaitu peraturan yang mewajibkan bagi setiap kota dengan penduduk lebih dari 500 jiwa untuk memiliki sekolah dasar publik khusus bagi murid laki-laki. Kebijakan ini dikenal dengan Undang-Undang Guizot yang dikeluarkan tanggal 28 Juni 1833. Undang-Undang Guizot diambil dari nama François Pierre Guillaume Guizot (1787-1874) atau biasa disebut François Guizot yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Prancis (1832-1837) ketika disyahkannya undang-undang ini. Undang-Undang Guizot (la loi Guizot) berfokus pada pendidikan dasar. Undang-undang ini adalah salah satu kekuatan penting dalam sistem kerajaan Juillet di Prancis. Lahirnya undang-undang ini adalah respons dari Piagam Tahun 1830 (charte de 1830) yang merencanakan lahirnya undang-undang tentang pendidikan publik dan kebebasan akademik. Undang-Undang Guizot menyelenggarakan pendidikan dasar yang menekankan dua prinsip penting yaitu: (1) kebebasan pendidikan dasar: setiap individu di bawah usia delapan belas tahun bisa bebas memilih sekolah dasar publik, asalkan mereka mendapatkan sertifikat (ijazah) kompetensi yang dikeluarkan setelah berlangsungnya ujian dan memiliki sertifikat moralitas/perilaku yang baik, (2) organisasi pengajaran dasar publik dibangun terintegrasi di universitas. Dalam hal ini setiap departemen harus mempertahankan perguruan tinggi pelatihan guru untuk mempersiapkan guru-guru di sekolah dasar dan setiap kota yang lebih dari 500 penduduk diperlukan sebuah sekolah dasar publik dan guru-guru yang berkualitas. Pemerintah kota dapat memenuhi kewajibannya dengan didukung untuk subsidi sekolah dasar yang didirikan di wilayahnya. Kurikulumnya ditekankan pada beberapa mata pelajaran penting baik untuk sekolah dasar publik maupun swasta yaitu pelajaran moral, agama Katolik, membaca dan menulis bahasa Prancis, serta berhitung. Undang-Undang Guizot juga memberikan kepuasan kepada para pendukung kebebasan akademik yang memungkinkan individu

Page 175: foreword - UNJ

995 | reformasi pendidikan di prancis

untuk mengatur sekolah dasar. Sekolah-sekolah ini diperlukan dalam kota dengan lebih dari 500 jiwa. Undang-Undang Guizot juga dirancang untuk melatih guru yang disiapkan satu guru untuk satu kota. Lahirnya undang-undang ini ketika itu menjadi perdebatan yang sangat sulit dan keras di parlemen Prancis. Teks undang-undang ini diserang dan diprotes oleh umat Katolik yang menentang adanya pendidikan publik dan melawan kebebasan pendidikan agama. Guizot secara pribadi berkomitmen untuk pendidikan dasar yang meliputi pendidikan moral dan agama. Tapi harus memberikan manfaat hukum terhadap pendidikan dasar perempuan sebelumnya tidak diatur dalam regulasi kongregasi agama. Setelah diberlakukannya undang-undang tersebut, Guizot mengatasi semua kepentingan guru-guru di Prancis yang besar yaitu pada tanggal 18 Juli 1833. Guizot menetapkan tanggung jawab dan tugas-tugas guru-guru yaitu pendidikan dasar universal. Guizot menyimpulkan pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab lebih besar tetapi guru juga memiliki konsekuensi yang juga tak kalah penting dibandingkan negara. Pada masalah ini, termasuk pihak lainnya, Prancis selalu menemukan kesepakatan semangat piagam dan kehendak raja. Pelaksanaan Undang-Undang Guizot sangat membantu untuk memperluas keaksaraan Prancis pada tahun 1848. Ketika itu, hampir dua pertiga dari wajib militer bisa membaca, menulis dan berhitung. Guizot ketika itu mendirikan sekolah dasar unggulan (l’écoles primaires supérieures). Pendirian ini dilakukan di bawah kekuasaan Kerajaan Prancis atau lebih dikenal dengan Monarchie de Juillet. Kekuasaan kerajaan ini dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1830 dan berakhir pada tahun 1848. Dominasi kekuasaannya berlangsung selama 17 tahun. Setelah berakhir kekuasaan ini kemudian berlangsung fase restorasi.

Peraturan ini kemudian diteruskan dengan Undang-Undang Falloux (la loi Falloux) tanggal 15 Maret 1850 yang mewajibkan bagi kota dengan penduduk lebih dari 800 orang memiliki

Page 176: foreword - UNJ

100 sosiologi pendidikan émile durkheim

sekolah dasar publik bagi perempuan. Meski demikian, dua hukum masih terjadi perbedaan antara murid laki-laki dan perempuan. Undang-undang Falloux diambil dari nama Alfred de Falloux yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan Prancis. Undang-Undang Falloux disahkan dalam periode Republik Kedua Prancis (IIe République) dan diundangkan pada 15 Maret 1850 dan pada tahun 1851. Pengesahan undang-undang ini menyusul pemilihan Presiden Louis-Napoleon Bonaparte pada Desember 1848 dan pemilihan legislatif pada Mei 1849. Pemilihan ini memberikan suara mayoritas kepada partai konservatif yaitu Parti de l’ Ordre. Secara garis besar undang-undang ini ditujukan untuk mempromosikan ajaran dan pendidikan Katolik di sekolah-sekolah Prancis. Undang-undang ini meneruskan Undang-Undang Guizot yang disyahkan tahun 1833. Inti dari undang-undang ini adalah mengamanatkan pembentukan sekolah khusus anak laki-laki di setiap kota yang ada di Prancis dengan jumlah penduduk lebih dari 500 jiwa serta juga mengamanatkan membangun sekola khusus murid perempuan di setiap kota. Undang-undang Tahun 1851 (dalam hal ini Undang-Undang Falloux) menciptakan sistem campuran, di mana beberapa sekolah dasar publik di bawah supervisi negara dan sekolah lainnya di bawah pengawasan Katolik. Dalam periode ini, pengaruh dan kepentingan Katolik masih memiliki peran dominan di sekolah dasar.

Dengan undang-undang ini, pendidikan dasar dan menengah sekarang dibagi antara pendidikan publik, yang dikelola oleh pemerintah kota dan negara dan pendidikan swasta di mana lembaga-lembaga yang dikelola oleh individu, asosiasi/yayasan atau jemaat Katolik. Para guru dilatih di sekolah-sekolah khusus yang khusus mempersiapkan kebutuhan guru dikelola oleh departemen. Untuk pendidikan swasta, jemaat Katolik bisa mengajar jika mereka memiliki ijazah yang relevan dari Kementerian Agama Prancis atau memiliki sertifikat pelatihan.

Page 177: foreword - UNJ

1015 | reformasi pendidikan di prancis

Untuk surat sederhana ketaatan agama untuk uskup cukup. Gaji tahunan ketika itu sekitar 600 franc atau setara dengan 91,46€. Dalam pendidikan menengah swasta, pendidikan tetap diperlukan. Sebuah gelar sarjana dapat memiliki kesempatan untuk membuka sekolah dan tidak ada gelar khusus yang diperlukan bagi guru. Pada kenyataannya, meskipun tidak mengatakannya secara resmi, undang-undang ini bertujuan terutama untuk memungkinkan menanamkan ajaran Katolik di sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini memberikan peluang dan ruang besar bagi Gereja Katolik Roma untuk dominan dalam organisasi pendidikan. Para uskup duduk dalam posisi penting di Dewan/Dinas Pendidikan Kota. Sekolah dipantau oleh imam gereja bersama-sama dengan walikota. Sebuah laporan sederhana dari walikota atau imam memungkinkan uskup untuk mentransfer guru yang dibutuhkan termasuk kekuasaannya untuk mengganti guru. Undang-undang baru tersebut membuka era kerja sama antara gereja Katolik dan negara yang berlangsung sampai Undang-Undang Jules Ferry (la loi Jules Ferry) dimulai pada tahun 1879. Undang-undang Falloux dipraktikkan di sekolah dasar publik di Prancis dan memperluas kesempatan untuk sekolah menengah yaitu tingkat SMP dan SMA. Dalam praktiknya, kurikulum di sekolah-sekolah Katolik dan negara adalah serupa. Sekolah-sekolah Katolik yang sangat berguna dalam pendidikan untuk anak perempuan yang telah lama diabaikan. Undang-undang juga menetapkan kurikulum sekolah dasar. Hal ini dibagi menjadi program wajib dan program pilihan yang didasarkan pada kebijakan guru. Program mata pelajaran wajib meliputi: belajar membaca dan pengajaran menulis bahasa Prancis, belajar dasar-dasar berhitung, moral dan pendidikan agama Katolik, keterampilan menjahit (hanya murid perempuan). Adapun program mata pelajaran pilihan meliputi: sejarah, ilmu alam, seni musik, senam/olah raga dan menggambar.

Page 178: foreword - UNJ

102 sosiologi pendidikan émile durkheim

Setelah berakhirnya Undang-Undang Falloux, diterapkan Undang-Undang Duruy (la loi Duruy) pada tanggal 10 April 1867 tentang Pendidikan Dasar. Undang-undang ini diambil dari nama Victor Jean Duruy (1811-1894) yang menjadi Menteri Pendidikan Prancis Periode 1863-1869. Duruy juga dikenal sebagai ahli politik dan sejarawan di Prancis. Perannya Duruy ini terjadi ketika Prancis di bawah kekuasaan kedua raja Prancis atau (le Second Empire). Undang-undang ini menjelaskan bahwa Pemerintah Prancis membutuhkan pembukaan sekolah putri di kota yang memiliki lebih dari lima ratus penduduk. Penegasan ini sebenarnya memperkuat dan mengacu kepada Undang-Undang Falloux. Penekan lain dari undang-undang ini adalah penguatan pelajaran sejarah dan geografi Prancis yang ditambahkan ke mata kuliah wajib dalam pendidikan dasar. Undang-undang ini boleh dikatakan lebih moderat dari undang-undang Falloux yang telah banyak menyumbang untuk mengubah masalah peran negara dan gereja Katolik di sekolah-sekolah melawan resistensi dari kalangan atau perjuangan politik melawan sekuler dan antiklerus Katolik yang mendukung kebijakan kepausan Pius IX (1864) keyakinan sekolah bebas dari otoritas Gereja yang tertuang dalam silabus tersebut.

Pada perkembangannya kemudian, hukum tersebut direvisi dengan munculnya Undang-Undang Jules Ferry (la loi de Jules Ferry) yang diberlakukan tanggal 1 Juni 1878 yang mewajibkan setiap kota di seluruh Prancis untuk membangun sekolah tanpa adanya diskriminasi antara murid laki-laki dan perempuan. Tepat pada 1881 dan 1882, Undang-Undang Jules Ferry ini kemudian mempraktikkan sekolah gratis, kewajiban sekolah dan mulai diperkenalkan pendidikan sekuler (laïque). Periode itu semakin kuat dengan posisi yang ditempati Jules Ferry (1832-1893) sebagai Menteri Pendidikan Nasional Prancis Periode 1879-1883. Hukum yang diterapkan di seluruh sekolah Prancis adalah hasil dari persiapan dan terobosan penting selama tahun

Page 179: foreword - UNJ

1035 | reformasi pendidikan di prancis

1879-1882. Hukum ini juga mentransformasikan sekolah yang fundamental dalam ruang pendidikan publik. Undang-undang ini juga membawa semangat republik yang muncul dalam kehidupan Prancis. Semangat republik ini adalah prinsip dan gagasan sekolah umum sekuler (l’école publique laïque) yang berarti sekolah harus netral dari berbagai simbol, praktik dan kepentingan agama dan keterlibatan politik. Di sinilah mulai diterapkannya pendidikan moral sebagai bagian dari prinsip laïque atau biasa disebut pendidikan moral sekuler. Dalam pendidikan moral sekuler, sistem sekolah harus menyediakan tiga kemampuan khusus yaitu kemampuan intelektual (dalam hal ini membaca), kemampuan perilaku (yaitu belajar aturan dan disiplin) dan penanaman ideologis yaitu nilai-nilai dan filosofi sekuler yang dianut Prancis. Sekolah tampaknya menjadi salah satu alat dalam pembangunan semangat republik yang harus memberikan sosialisasi sipil untuk membangun kewarganegaraan dan moral di kalangan siswa. Ini harus menjadi faktor kohesi sosial dalam mempersiapkan orang untuk hidup bersama menyebabkan mereka untuk menjadi sebuah bangsa, dan mempersiapkan individu untuk posisi mereka akan menempati dalam masyarakat.

Pada titik inilah, dalam tradisi pendidikan di Prancis dikenal dengan l’école républicaine yang menekankan tiga prinsip pokok yaitu pendidikan gratis, pendidikan wajib dan sekuler seperti yang kita kenal sekarang. L’école républicaine lahir pada awal Republik Ketiga (la Troisième République) dengan Undang-Undang Paul Bert 1879, Undang-Undang Jules Ferry 1881-1882 dan Undang-Undang Goblet 1886. Undang-Undang Paul Bert disahkan pada 9 Agustus 1879 yang mewajibkan seluruh pemerintah kota di Prancis mendirikan sekolah khusus untuk murid laki-laki dan murid perempuan secara terpisah. Undang-undang ini disahkan ketika Paul Bert (1833-1886) menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional Prancis. Undang-Undang Goblet (la loi Goblet) disahkan pada 30 Oktober 1886 yang

Page 180: foreword - UNJ

104 sosiologi pendidikan émile durkheim

meneruskan Undang-Undang 1882. Undang-Undang Goblet disahkan ketika René Goblet (1828-1905) menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional Prancis selama periode 1885-1886. Undang-undang ini mengamanatkan untuk memberikan guru-guru sekuler terbaik di sekolah publik. Hal ini juga mengubah organisasi pendidikan dasar. Hal ini menyediakan perawatan dan pendidikan bagi anak-anak usia 2 sampai 6 tahun di taman kanak-kanak yang dijalankan oleh guru. Taman kanak-kanak lembaga independen, tetapi pendidikan bagi anak-anak yang masih bayi (minimal dua tahun) dapat dititipkan di sekolah TK tersebut. Adapun untuk sekolah dasar mulai usia 6-13 tahun. Usia ini kemudian disebut periode wajib belajar.

L’école républicaine harus mendukung dua proyek penting yaitu: meningkatkan kemampuan warga sebagai pekerja masa depan untuk perubahan ekonomi, memperkuat rezim, membentuk warga tercerahkan. Kurikulum pendidikan sekolah dasar dalam l’école républicaine yaitu menekankan pada tiga aspek penting, yaitu: (1) kemampuan bahasa Prancis, (2) pembelajaran sejarah dan geografi yang memungkinkan mengajar ingatan kolektif, (3) penekanan besar pada pendidikan kewarganegaraan (l’éducation civique) di sekolah dasar. Penekanan ketiga aspek ini sangat penting dengan asumsi bahwa sekolah muncul sebagai cara untuk menyebarluaskan kepada semua anak apa yang disebut pendidikan republik (une éducation républicaine). Untuk memahami konstruksi sosial terbentuknya l’école republicaine disajikan pada Gambar 5.1.

Konsen Durkheim pada sosiologi pendidikan didasarkan bahwa Durkheim menganggap Prancis jatuh ke dalam krisis moral yang serius. Agama tampaknya tidak lagi mampu mengekang selera individu yang diperburuk oleh liberalisme ekonomi. Kekalahan Prancis dari Jerman pada perang yang berlangung pada 1870 telah mengguncang nilai-nilai nasional di Prancis. Perang Franco-Jerman tahun 1870 ditandai dengan

Page 181: foreword - UNJ

1055 | reformasi pendidikan di prancis

dominasi militer Prusia (sekarang Jerman) dan sekutunya ditambah lemahnya militer Prancis membuat Prancis semakin terpojok dalam perang tersebut. Durkheim mencatat efek paradoks pada masyarakat terkait solidaritas mekanik untuk masyarakat solidaritas organik. Individu memenuhi tugas-tugas tambahan keduanya yang lebih tergantung pada satu sama lain, tapi kurang memiliki perasaan dan kurang bertanggung jawab sesuai dengan aturan-aturan sosial yang ada ketika itu.

Bagi Durkheim, masalah masyarakat modern adalah kemampuan untuk mempertahankan kohesi masyarakat. Salah satu cara untuk mempertahankan kohesi sosial adalah untuk mengembalikan kewenangan organisasi sosial masyarakat. Menurut Durkheim, keluarga, agama dan negara tidak lagi mampu menjamin nilai-nilai kesadaran kolektif. Sekolah harus melewati batas-batas kegagalan lembaga keluarga, agama dan negara dalam membangun dan meningkatkan kohesi sosial. Sekolah dalam pandangan Durkheim harus mampu melewati moral dan membangkitkan perasaan (sentimen) untuk negara.

Gambar 5.1 Kronologi Lahirnya L’École Républicaine

1833

1850

1867

1878

1879

1886

• Undang-Undang Guizot yang dikeluarkan tanggal 28 Juni 1833. • Undang-Undang Guizot diambil dari nama François Pierre Guillaume Guizot (1787-1874)

• Undang-Undang Falloux tanggal 15 Maret 1850 yang mewajibkan bagi kota dengan penduduk lebih dari 800 orang memiliki sekolah dasar publik bagi perempuan.

• Diambil dari nama Alfred de Falloux yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional Prancis.

• Undang-Undang Duruy pada tanggal 10 April 1867 tentang Pendidikan Dasar. • Diambil dari nama Victor Jean Duruy (1811-1894) sebagai Menteri Pendidikan Nasional Prancis

Periode 1863-1869.

• Undang-Undang Jules Ferry (la loi de Jules Ferry) diberlakukan tanggal 1 Juni 1878• Mulai menerapkan sekolah gratis, Laïcité dan kewajiban sekolah• Dirintis l'école républicaine

• Undang-Undang Paul Bert Tahun 1879 • Undang-Undang ini disahkan ketika Paul Bert menjadi Menteri Pendidikan Nasional Prancis (1833-

1886)

• Undang-Undang Goblet disahkan pada 30 Oktober 1886 yang meneruskan Undang-Undang 1882. • Disahkan ketika René Goblet (1828-1905) menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional Prancis

selama periode 1885-1886

Sumber: Dari berbagai sumber

Page 182: foreword - UNJ

106 sosiologi pendidikan émile durkheim

Peran keluarga tidak bisa lagi lebih maksimal dibandingkan peran yang sejatinya dilakukan sekolah. Oleh karena itu, sekolah dapat membantu kohesi sosial dengan membuat integrasi dalam mengajar anak-anak untuk terikat dan terintegrasi kepada kelompok, dan disiplin dengan ketentuan serta mampu mengontrol perilaku individu. Dari sudut pandang ini “sekolah menjadi pusat moral gravitasi” dan dapat dilihat sebagai pusat sekunder negara yaitu kekuatan kedua setelah negara. Analisis Durkheim ini mengusung ajakan bahwa “pendidikan moral” adalah sesuatu yang relatif dan normatif.

Durkheim harus membuktikan bahwa ada perintah dan paksaan dalam dunia sosial dengan berbagai hukum yang ada. Fakta sosial pendidikan merupakan bagian dan bukti dari berbagai asumsinya. Menurutnya, pendidikan merupakan fakta sosial dalam dirinya sendiri karena dia memiliki semua karakteristik. Yakni, pola dimensi kolektif di luar peristiwa individu, mengikat yang dikenakan pada individu. Dalam bukunya Éducation et Sociologie, Durkheim menulis setiap masyarakat dianggap pada saat tertentu dalam perkembangannya, memiliki sistem pendidikan yang memerlukan individu dengan kekuatan umum yang maksimal. Hal itu akan sia-sia untuk percaya bahwa kita dapat meningkatkan kemampuan anak-anak seperti yang kita inginkan melalui berbagai kebiasaan yang kita dituntut untuk mematuhi tetapi dalam masyarakat sendiri terjadi penyimpangan yang terlalu serius dalam hal pendidikan kepada anak-anak. Durkheim menjelaskan bahwa banyak orang tua sebagai orang dewasa tidak mampu hidup di antara lingkungannya mereka sendiri. Masyarakat muncul lebih kuat daripada guru yang membatasi tindakan pendidikan mereka. Dengan kata lain, pihak keluarga dan masyarakat seharusnya memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada pihak sekolah khususnya guru untuk mendidik dan mengembangkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan anak-anak sebagai generasi masa depan di

Page 183: foreword - UNJ

1075 | reformasi pendidikan di prancis

kehidupannya kelak. Poin penting dari penjelasan Durkheim sebenarnya menunjukkan bahwa guru dan sekolah memiliki otoritas besar dalam fungsi pendidikan masyarakat. Orang tua memang juga memiliki peran dalam pendidikan anak tetapi juga tidak semestinya para orang tua merasa lebih superioritas dibandingkan guru atau sekolah karena perkembangan anak-anak setiap harinya di bawah pantauan sekolah dan para gurunya.

Di sisi lain guru tidak dapat membuat ketentuan atau peraturan pada anak-anak yang mereka tidak diperoleh selama pendidikan mereka sendiri. Mereka (anak-anak) bersosialisasi dengan cara yang sesuai dengan tuntutan masyarakat apa dan dapat melakukannya karena mereka sendiri telah disosialisasikan dengan cara itu di lingkungan keluarganya. Pendidikan keduanya (sekolah dan masyarakat) dikondisikan oleh kesadaran kolektif dan kesadaran kolektif ini yang melanggengkan serta mentransmisikannya ke generasi berikutnya. Jika pendidikan memang merupakan fakta sosial, kita bisa mempelajarinya sebagai objek sosiologis. Dalam bukunya Durkheim berjudul L’Évolution Pédagogique en France, dijelaskan bahwa masing-masing masyarakat mengembangkan metode pendidikan yang ia dan sendiri yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Durkheim menunjukkan berbagai siswa dari berbagai sistem pendidikan yang telah diikutinya dari berbagai zaman hingga ke akhir abad ke-19.

Pendidikan adalah sosialisasi kepada generasi muda dari generasi yang lebih tua. Definisi ini juga sekaligus pendidikan adalah sebuah metode sosialisasi, tetapi pendidikan juga dapat dilakukan secara implisit dan tidak terkendali dalam hubungan sehari-hari di masyarakat. Pendidikan adalah integrasi anak-anak ke dalam masyarakat. Pendidikan juga adalah bagian dari model sosialisasi primer yang mendalam kepada anak-anak. Durkheim menjelaskan bahwa anak-anak secara alami dalam keadaan cukup pasif cukup sebanding dengan kondisi seseorang

Page 184: foreword - UNJ

108 sosiologi pendidikan émile durkheim

yang terhipnotis. Nuraninya masih mengandung sejumlah kecil representasi yang mampu melawan mereka yang disarankan. Kehendaknya masih belum sempurna. Dengan demikian, hal itu mudah diarahkan. Pengaruh yang dominan secara alami mampu memberikan tindakan kekuatan efektif yang dibutuhkannya. Menurut Durkheim, anak itu adalah lilin yang lembut di mana orang dewasa dapat merekam semua yang dia inginkan, asalkan kemauan dan mengandalkan konten otoritas alami. Analogi anak dengan kondisi dengan hipnosis berfokus pada dimensi fundamental dari proses sosialisasi primer. Bahwa pada waktu anak memiliki pilihan pengaruh, hal ini akan memberikan dampak besar kepada kondisi anak. Bahkan jika kadang-kadang bereaksi dengan menentang, reaksinya selalu reaksi terhadap pengaruh tertentu yang dia tidak memilih untuk dihadapkan. Sosialisasi anak secara objektif menghadapi kendala panjang. Hipnosis menggabungkan kekuatan kemasan kekanak-kanakan. Sosialisasi dapat dibandingkan dengan sudut pandang hipnosis yang ada.

B. Pendidikan SekulerPada 1870 di Prancis sedang dibangun proyek la troisième

république atau Republik ketiga. Salah satu agenda utama adalah mentransformasikan laïques sebagai keputusan resmi pemerintah di parlemen Prancis. Ketika itu, Ferdinand Buisson (1841-1932) yang menduduki posisi inspektur pendidikan di sekolah publik di Paris. Buisson mendorong pengurangan pendidikan agama di Prancis. Laïque adalah kebijakan memisahkan sekolah dari pengaruh agama/gereja (Reboul, 1989: 79). Istilah laïque atau laïcité untuk pertama kalinya muncul pada 1871 ketika terjadi perselisihan antara guru agama dan instruksi pengajaran di sekolah dasar. Penerapan sekularisme didukung juga Jules Ferry (1832-1893). Jules Ferry pernah menjadi Menteri Pendidikan

Page 185: foreword - UNJ

1095 | reformasi pendidikan di prancis

Nasional Prancis dan Direktur Nasional Pendidikan Dasar. Pada 1880, Jules Ferry diangkat menjadi Presiden Dewan Menteri. Jules Ferry dan Ferdinand Buisson memiliki peran penting dalam reformasi pendidikan publik (Prades, 1990).

Ada empat kontribusi utama Jules Ferry dalam pendidikan Prancis. Pertama, merintis pendidikan gratis di Prancis pada 1880. Tahun 1880 oleh Nóvoa (1998) disebut dengan fase awal lahirnya ilmu pendidikan. Kebijakan ini dikenal dengan les lois Jules Ferry (Undang-Undang Jules Ferry) (Barrére and Sembel, 1998: 13). Undang-undang ini disusun dalam periode la troisième république yaitu 1881-1882 yang mencakup pendidikan gratis (1881), kewajiban sekolah dan pengajar sekularisme pada 1882 (Date-Tedo, 2008). Dalam berbagai referensi di Prancis, reformasi pendidikan dasar tersebut sering disebut dengan ‘’laïc, gratuit et obligatoire’’ atau ‘’sekuler, gratis dan wajib’’ (Bataille, 2012). Kedua, pendidikan dasar adalah wajib bagi seluruh anak usia sekolah di Prancis terutama sekolah dasar (Boltanski, 1984: 24). Ketiga, merintis sekularisme di sekolah. Secara resmi pendidikan sekuler diajarkan di Prancis pada 1882. Keempat, Jules Ferry mendesain sekolah republik modern atau l’école républicaine (Trigo, tanpa tahun: 43).

Dalam buku L’Évolution Pédagogique en France, Durkheim berpendapat bahwa tidak ada pendidikan yang ideal dan sempurna untuk semua orang. Hal tersebut ditunjukkan dan dilayani oleh sistem pendidikan setiap sejarah yang selalu berbeda-beda yang memiliki variasi konten pengetahuan yang ditransmisikan pada waktu yang berbeda. Penjelasan untuk ini terkait dengan penjelasan sistem sekolah fungsionalis, yaitu sekolah tunduk pada sistem sosial yang ada di masyarakat. Durkheim menerapkan model analisis ini untuk analisis l’école républicaine yang dilihatnya sebagai tempat penyebaran moralitas sekuler (Zaffran, 2006). Menurut Vincent (1993),

Page 186: foreword - UNJ

110 sosiologi pendidikan émile durkheim

penjelasan ketiga dan keempat ini terkait dengan karakteristik sekolah modern dan konsepsi modernisasi sekolah yaitu melalui sekularisasi (sécularisée). Sekularisasi disebut juga dengan laïcité. Proyek sekolah ini disebut juga l’école laïque atau sekolah sekularisme (Lelièvre, 2006: 71; Lapie dalam Terral, 2005: 121). Sekolah sekularisme harus menunjukkan legitimasinya tidak hanya sekadar mampu mengajar tetapi juga bertumpu pada filosofi pendidikan moral. Pendidikan moral adalah tantangan bagi sekolah sekuler. Pendidikan moral sekuler harus menciptakan kondisi untuk pengembangan “kepribadian demokratis”. Ini adalah untuk mengembangkan kesadaran kritik baik rasionalitas individu dan komitmen kepada kelompok, rasa solidaritas. Moralitas adalah baik berdasarkan perkembangan nalar dan emosi. Pendidikan moral sekuler di sekolah-sekolah terutama sekolah dasar dilakukan melalui perspektif pengajaran moralitas rasional, hukum, nilai dan perspektif pendidikan sosial-afektif.

Proses reformasi pendidikan dasar yang dilakukan Jules Ferry sering dikaitkan dengan kampanye anti gereja yang lebih luas di Prancis. Durkheim memiliki perhatian utama terhadap sekularisme dalam kaitannya dengan agama dan kohesi sosial. Durkheim telah memberikan kontribusi bagi perkembangan moralitas sekuler Republik Ketiga dengan memberikan prioritas kepada masyarakat yang bermoral, terkait dengan sosialisme reformis dan patriotisme nasionalisme. Ini peningkatan eksistensi sosial disertai dengan pengakuan akan pentingnya agama dalam masyarakat. Kalangan rasionalis meyakinkan, Durkheim memberikan akses ke dimensi yang melampaui gereja dan agama serta mencerminkan kebutuhan masyarakat sekuler untuk datang bersama-sama di sekitar nilai-nilai umum dialami sebagai sesuatu yang suci. Kultus setiap orang adalah jantung individualisme moral, karya masyarakat demokratis modern. Perhatian mendalam Durkheim dalam kajian moral

Page 187: foreword - UNJ

1115 | reformasi pendidikan di prancis

sering disebut juga la sociologique de la morale (Morin, 2003: 20). Menurut Graziosi (2008), Durkheim adalah sosiolog pertama yang menulis tentang fondasi sosiologi moralitas pada 1887. Pembahasan tentang moral secara mendalam dijelaskan Durkheim dalam bukunya Leçons de Sociologie (1950).

Kontribusi Durkheim dalam pendidikan sekularisme dilihat juga dalam mempopulerkan sebuah moralitas sekuler yang dapat menyerap masyarakat Prancis melalui seperangkat penataan nilai-nilai. Ini adalah tantangan bagi hegemoni budaya gereja Katolik Roma dalam menanamkan pengaruhnya. Untuk membangun ini, moralitas sekuler disajikan sebagai harmoni sosial dan rekonsiliasi nasional. Untuk melakukan ini, diperlukan guru-guru yang yang bertanggung jawab dalam mengajarkan kewarganegaraan (civique) sesuai dengan prinsip sekularisme. Terkait dengan prinsip kewarganegaraan, Filloux (1997) menjelaskan ada benang merah urgensi pendidikan moral, pendidikan kewarganegaraan (éducation civique) dan pendidikan etika (éducation éthique) yang diajarkan di pendidikan Prancis. Durkheim melihat moralitas sekuler sebagai moralitas ikatan sosial. Karakteristik penting moral sekuler berasal dari kenyataan bahwa melalui masyarakat setiap orang secara internal bisa dinaikkan posisinya lebih dari empirisme individualistis empiris. Diperkenalkannya moralitas sekuler di Prancis sejak diberlakukannya undang-undang sekolah (les lois scolaire) pada 1881, Durkheim (1938; lihat juga Vincent, 1993) menyebut peristiwa tersebut sebagai grande révolution pédagogique (revolusi besar pedagogi) di Prancis.

Sekularisme Prancis menjadi konsen Durkheim. Durkheim memberikan kontribusi terhadap perkembangan moralitas sekuler Republik Ketiga dengan memberikan prioritas kepada moral masyarakat, terkait dengan reformasi sosialisme dan nasionalisme patriotisme. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eksistensi sosial disertai dengan pertimbangan

Page 188: foreword - UNJ

112 sosiologi pendidikan émile durkheim

pentingnya agama dalam masyarakat. Kalangan rasionalis yakin, Durkheim memberikan akses ke dimensi agama yang melampaui gereja dan mencerminkan kebutuhan masyarakat sekuler untuk mengumpulkan nilai-nilai sekitar umum dialami sebagai suci. Kultus individu dalam masing-masing di jantung individualisme moral merupakan cermin masyarakat demokratis modern. Selanjutnya melegitimasi tatanan sosial dan memberikan kontribusi untuk penilaian ulang solidaritas, semangat untuk keadilan dan aksi kolektif, dalam masyarakat di mana mereka diminta untuk memberikan penjelasan yang bebas untuk perilaku mereka. Durkheim sekarang menjadi subjek ganda. Dia dikenal sebagai seorang sosiolog agama dan pemikir konsensus sosial. Hal ini menjadi arah baru untuk Durkheim yang tampaknya sesuai dengan keprihatinan sekularisme kontemporer yang disertai dengan ancaman terhadap kohesi sosial karena ketidakpuasan kepentingan publik, hilangnya kewenangan lembaga tradisional dan kebangkitan komunalisme dalam konteks tekanan agama di ruang publik. Kita tahu seperti yang dijelaskan Durkheim agama adalah yang paling primitif dari semua fenomena sosial. Sekularisme Prancis muncul karena lahirnya undang-undang yang memisahkan gereja, sekolah dan negara. Pada saat yang sama, publik takut atas semua konsekuensi dari disintegrasi sosial. Pemerintah Prancis sendiri telah berusaha untuk menyoroti dalam setiap masyarakat sejumlah ide-ide dan perasaan umum yang menjamin kesatuan dan kelangsungan hidup masyarakat.

Durkheim berpartisipasi dalam upaya mentransformasikan semangat republik dengan berlangsungnya Republik ketiga (la troisième république) untuk mendirikan dan mempopulerkan moralitas sekuler yang mampu menyerap masyarakat Prancis dengan proyek penataan seperangkat nilai-nilai. Ini adalah upaya perlawanan terhadap hegemoni budaya gereja Katolik terhadap masyarakat. Untuk tujuan ini, moralitas sekuler disajikan sebagai

Page 189: foreword - UNJ

1135 | reformasi pendidikan di prancis

harmoni sosial moral dan rekonsiliasi nasional. Guru mengajar dan bertanggung jawab atas pendidikan kewarganegaraan dan moral. Durkheim memahami bahwa masyarakat Prancis akan jatuh ke tingkat kondisi yang paling kotor jika menghapus apa yang telah dilakukan masyarakat dalam hal ini norma, nilai dan berbagai peraturan. Segala bentuk aktivitas yang lebih tinggi manusia adalah asal-usul sosial. Jika tidak ada masyarakat, manusia bukanlah manusia.

Dalam pandangan Durkheim, interpretasi moralitas sekuler tidak hanya sekadar visi teoritis tentang ikatan sosial. Tetapi juga memiliki masalah langsung dengan politik. Durkheim khawatir tentang ketidakmampuan moralitas sekuler untuk aman mengangkat dan antusiasme sebanding dengan yang diperoleh oleh agama di masyarakat Prancis. Dalam hal ini, moralitas sekuler yang diusung Prancis juga dikhawatirkan gagal dalam mempersatukan masyarakat Prancis. Durkheim memiliki pengalaman panjang selama dua puluh tahun mengajar moralitas sekuler di sekolah dasar. Durkheim memiliki penilaian ini dengan keras. Bagi Durkheim, tampaknya untuk terjadinya sekularisasi harus dilakukan dengan merasionalkan pendidikan. Hal ini cukup dilakukan dengan mengajar. Durkheim juga menjelaskan bahwa moralitas dari generasi sebelum kita memiliki peran penting. Meskipun bisa saja semuanya beralih ke agama apa pun. Pada kenyataannya, tugas guru dan sekolah jauh lebih kompleks. Durkheim meneruskan visi Jules Ferry untuk mendukung pencapaian moralitas sekuler pada murid-murid di sekolah dasar.

Pertanyaan agama yang dikonfrontasikan tanpa kompromi antara dominasi Katolik dan perang Republik Prancis mendapat tempat penting dalam debat publik akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Penjelasan ini secara komprehensif dipaparkan Durkheim dalam berbagai karyanya khususnya terkait transformasi moralitas sekuler Prancis. Dan sebenarnya

Page 190: foreword - UNJ

114 sosiologi pendidikan émile durkheim

apa yang disampaikan Durkheim ini merupakan upaya merawat visi pendidikan Jules Ferry. Jules Ferry dan juga diteruskan Durkheim menekankan perlunya untuk memegang salah satu moralitas dasar yang dimiliki anak-anak usia sekolah dasar di Prancis . Pertentangan antara agama Katolik dan moralitas yang berhubungan dan moralitas sekuler selesai dengan gagasan Jules Ferry yang sudah jelas menggantikan sistem moral sekuler bersama-sama moralitas agama Katolik. Moralitas sekuler harus menemukan beberapa aturan dasar moralitas umum dan berdiri di sana semua lembaga pendidikan dasar. Meskipun Durkheim meneruskan visi Jules Ferry, tapi keduanya memiliki beberapa perbedaan. Ada satu posisi Durkheim yang sangat berbeda dari Jules Ferry, yaitu bagi Durkheim moralitas harus melahirkan cara baru yang melewati agama. Durkheim menjelaskan tentang pemisahan antara gereja Katolik dan negara dan seperti yang ia harapkan beberapa pemikir kritis atau pemikir Protestan yang mengkritik keras gereja Katolik. Meskipun dalam realitasnya, pemisahan tersebut tetap melahirkan polemik antara orang-orang yang beriman yang diwakili gereja Katolik dan kalangan rasionalis yang sudah kehilangan agama. Moralitas sekuler membuat semangat agama sebagai masalah pribadi yang bebas dipraktikkan dan tidak terlibat dalam urusan publik. Privatisasi agama dipengaruhi oleh pemisahan utilitas sosial gagasan agama. Dalam pandangan Durkheim, agama adalah cita-cita sosial struktural yang kreatif.

C. Pendidikan Moral dan DisiplinPemikiran pendidikan lainnya yang dikembangkan

Durkheim adalah pendidikan moral yang dituangkan dalam bukunya L’Éducation Morale; Cours de Sociologie Dispensé à la Sorbonne en 1902-1903. Buku ini merupakan kumpulan materi perkuliahan Durkheim di Sorbonne yang berjudul l’Éducation Morale selama periode 1902-1903. Ini merupakan kuliah pertama Durkheim

Page 191: foreword - UNJ

1155 | reformasi pendidikan di prancis

dalam topik Science de l’Éducation di Sorbonne. Sebenarnya kumpulan mata kuliah ini sudah lama disusun sejak Durkheim mengajar di Université de Bordeaux. Konsen Durkheim tentang moralitas memang banyak dihasilkan dalam refleksinya selama di Bordeaux dan Paris. Ketika itu Durkheim merasa memiliki tanggung jawab untuk memberikan kuliah di universitas tentang pendidikan bagi calon guru di sekolah dengan bekal sosiologi yang mampu memberikan bekal pemahaman tanggung jawab bagi anak sebagai generasi muda. Buku l’Éducation Morale adalah satu di antara tiga buku yang paling berpengaruh diterbitkan pasca meninggalnya Durkheim selain buku Education et Sociologie dan L’Évolution Pédagogique en France. Dari berbagai penjelasan Durkheimian, pendidikan moral menempati posisi yang paling strategis selain sosialisasi dalam konsen Durkheim tentang pendidikan.

Kembali ke buku l’Éducation Morale yang awalnya adalah kumpulan bahan perkuliahan, Durkheim kemudian mengedit redaksinya selama periode 1906-1907 sehingga terjadi berbagai penyempurnaan. Kuliah ini terdiri dari dua puluh materi. Kemudian diringkas menjadi delapan belas bagian karena dua bagian pertama terkait metode pedagogis. Cetakan pertama diterbitkan pada Januari 1903 di Revue de Métaphysique et de Morale. Kemudian direproduksi dalam volume kecil dalam judul Éducation et Sociologie (1922). Menurut Durkheim, moralitas terdiri dari seperangkat aturan dan prinsip-prinsip, karakteristik yang sangat khusus yang membedakan mereka dari aturan dan standar lainnya (Dambra, 2005). Kita bisa mengatakan, dalam konsep moral terdapat “hukum” moralitas. Menurut Durkheim dimensi hukum moralitas hanya sebagian kecil dari apa yang disebut fenomena moral. Moralitas dibangun atas tiga elemen yaitu disiplin, keterikatan sosial (attachment social) dan otonomi (Asgharpour, tanpa tahun; Paoletti, 2004: 278). Disiplin memiliki

Page 192: foreword - UNJ

116 sosiologi pendidikan émile durkheim

fungsi penting dalam membentuk karakter dan kepribadian secara umum (Lukes, 1973: 112). Disiplin dan kolektivitas ideal dalam pandangan Durkheim adalah dua karakter dari fakta moral dalam masyarakat (Fenton, 1984: 147). Disiplin memberikan kebebasan dari keinginan yang tak terbatas. Kehidupan kolektif dipahami sebagai sumber dari seluruh kehidupan moral yang dipraktikkan dan dipahami dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dengan permintaan untuk memahami keseimbangan antara moral ideal dengan perbedaan lingkungan serta abstraksi ekspresi ideal dalam kehidupan kolektif secara keseluruhan. Penjelasan Fenton juga didukung oleh Giddens (1972) yang mengungkapkan adanya relasi antara disiplin dengan kebebasan. Disiplin dalam pandangan Giddens adalah sebuah makna yang didasarkan pada kesadaran diri yang didasarkan pada kondisi alamiah dirinya. Elemen kedua moralitas mengacu pada isi dari moralitas dan Durkheim menyebutnya “keterikatan pada kelompok-kelompok sosial”. Ini berarti bahwa “untuk bertindak secara moral adalah untuk bertindak atas cahaya dari suatu kepentingan kolektif”. (Lukes, 1973: 112). Unsur ketiga adalah otonomi yang bersangkutan dengan keadaan pikiran agen moral. Ini berarti bahwa pelaku moral harus tahu semua alasan dari tindakannya, benar-benar dan sepenuhnya. Dengan kata lain, elemen ketiga dari moralitas moralitas pemahaman. Durkheim melihat otonomi pokok membedakan unsur karakteristik moralitas sekuler. Elemen ini mengubah konsep aturan yang merupakan inti dari disiplin moral dan perubahan makna dari keterikatan pada kelompok sosial (Bellah, 1973: xli). Pada bagian ini, pendekatan sosiologis Durkheim tentang moral dan sistem moral menjadi perhatian penting para sosiolog. Pada level ini, Durkheim memberikan fondasi penting kajian sosiologi moral atau sociologie morale (lihat misalnya Karsenti, 2006). Menurut Pickering (1979), secara umum kalangan sosiolog tertarik tentang moral dalam beberapa hal seperti konsep/definisi moral,

Page 193: foreword - UNJ

1175 | reformasi pendidikan di prancis

realitas moral, pendekatan sains tentang moral, kekuatan moral, fakta moral, relativisme, rasionalitas, seni moral.

Dalam bukunya L’Éducation Morale, Durkheim berani menyatakan bahwa hukuman menunjukkan sesuatu yang bermakna. Hukuman tidak memiliki niat sadar pada intinya, tetapi lahir dari reaksi emosional dan psikologis untuk suatu pelanggaran yang disebabkan, baik untuk anggota individu masyarakat atau satu perangkat kepercayaan umum. Menurut Durkheim, masyarakat kurang digarap secara khusus menunjukkan hukuman dendam ini. Durkheim menyatakan bahwa mereka cenderung untuk menghukum memang dengan tujuan menghukum dan memberikan efek jera tanpa mencari keuntungan untuk diri mereka sendiri atas penderitaan yang mereka memaksakan. Untuk masyarakat modern sebagian besar tidak mempertimbangkan balas dendam. Hal ini adalah alasan yang dapat diterima untuk hukuman. Meskipun demikian, Durkheim berpendapat bahwa sementara sistem dibalik pemberian hukuman mungkin telah menjadi lebih halus pada masyarakat berkembang, motivasi pada intinya tidak berubah dan hukuman tetap merupakan tindakan yang memiliki input normatif. Masyarakat menjadi lebih sadar akan dampak dari sanksi yang represif dan hukum pidana sedangkan fenomena internal yang tetap sama.

Penjelasan Durkheim tentang hukuman menjadi kenyataan dalam masyarakat kita karena hukuman selalu memiliki motivasi dan fungsi yang sesuai dengan jenis hukumannya. Hal ini dalam pandangan Durkheim telah berkembang selama berabad-abad. Pertama, dan mungkin yang paling penting dari teori Durkheim yang berkaitan dengan topik ini, bahwa hukuman dilindungi disiplin moral dan kohesi sosial. Durkheim menyatakan bahwa di atas segalanya, hukuman adalah masalah moralitas dan solidaritas sosial. Yang terakhir menyebabkan hukuman untuk terjadi, namun pada saat yang sama diperkuat, dan dipertegas

Page 194: foreword - UNJ

118 sosiologi pendidikan émile durkheim

sebagai akibat dari hukuman. Dalam mengekspresikan kemarahan umum pada pelanggaran kolektif hati nurani, anggota masyarakat juga mengungkapkan solidaritas mereka dengan satu sama lain, sebesar penegasan kembali spontan kepercayaan timbal balik dan hubungan yang berfungsi untuk memperkuat ikatan sosial. Berkaitan dengan disiplin moral, Durkheim percaya bahwa hukuman kejahatan, khususnya yang dilakukan negara bertujuan untuk mempertahankan otoritas moralnya. Durkheim melihat fungsi utama negara sebagai membina menghormati keyakinan, tradisi dan praktik kolektif sehingga melindungi hati nurani umum. Jadi meskipun itu menjadi alat yang berbeda dalam masyarakat, hal itu tetap mewakili hati nurani kolektif, dan sebagainya pelanggaran terhadap otoritas negara dihukum seberat mungkin sebagai kejahatan agama. Karena ada kesadaran yang semakin besar yaitu efek dari hukuman. Hal ini adalah tren baru yang dikembangkan dalam jenis sanksi dan kecenderungan masyarakat ke arah yang menggunakan penjara sebagai sarana yang lebih umum dari hukuman. Penjara memiliki sifat yang merampas kebebasan meskipun kebebasan itu sendiri bervariasi dalam waktu dan sesuai dengan tingkat keseriusan kejahatan. Bentuk hukuman ini cenderung menjadi lebih normal dan sangat berarti sebagai kontrol sosial. Dengan kata lain, sebagai masyarakat berkembang, penahanan dalam bentuk penjara mulai menggantikan eksekusi sebagai sarana yang lebih umum dari hukuman. Jika hal ini diwakili pindah dari “hukuman demi menghukum,” lalu apa peran sistem penjara? Istilah “kontrol sosial,” yang disebutkan di atas, tentunya merupakan salah satu tujuan dari sistem penjara dan hukum memang sebagian pidana. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan kejahatan dengan tujuan untuk: (1) memastikan penahanan siapa saja yang dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat dan (2) menetapkan contoh bagi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, memainkan peran ganda, di satu sisi hal itu memengaruhi pelaku, tetapi lebih

Page 195: foreword - UNJ

1195 | reformasi pendidikan di prancis

penting lagi memiliki efek mendalam pada masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai sosiolog fungsional, Durkheim mengatakan seluruh pendidikan adalah pendidikan moral (all education is moral education). Durkheim mendefinisikan moralitas sebagai satu set tugas dan kewajiban yang memengaruhi perilaku individu. Prinsip moralitas dalam membentuk perilaku individu dikonstruksikan melalui disiplin ketika seorang anak berada di sekolah. Menurut Durkheim juga, negara adalah bagian dari aparatus moral masyarakat yang memiliki peran dalam mengatur kehidupan sosial termasuk di dalamnya melindungi hak setiap individu (Turner, 1999: 88). Peran moral juga tampak dalam lingkungan sekolah. Setiap hari, murid secara teratur dipaksa dan dikendalikan oleh seperangkat peraturan sekolah yang mengharuskannya disiplin. Seorang murid yang disiplin akan terbentuk pola perilaku dan kepribadiannya (personality). Disiplin memberikan kontribusi dan fondasi penting untuk mengukur kepribadian dan karakter seseorang (Thompson, 2004: 130; Zaffran, 2006: 145). Peran masyarakat dan posisi individu dalam relasi sosial mendapatkan perhatian mendalam dari Durkheim. Meski Durkheim menekankan analisisnya pada posisi masyarakat yang kuat dengan memaksa dan mengendalikan individu, tetapi dari berbagai referensi yang dirujuk, Durkheim juga konsen dengan analisisnya tentang individualisasi atau dalam bahasa Prancis disebut dengan l’individuation (Miller, 1993: 88; Torrance, 1993). Konsep individu sebagaimana dijelaskan André Isambert (1993) adalah salah satu konsep penting dalam bukunya Durkheim berjudul De la Division du Travail (1893), Durkheim menjelaskan konsep individu memang berada dalam konteks yang masih perdebatan. Tetapi, konsep individu juga dalam pandangan Durkheim memiliki kekayaan perspektif dan penting sebagai objek ilmu. Terkait dengan ini, Durkheim menjelaskan bahwa masyarakat jelas memiliki peran yang sangat

Page 196: foreword - UNJ

120 sosiologi pendidikan émile durkheim

kuat terhadap individu sebagaimana menjadi objek dari sosiologi dalam pandangan Durkheim.

Walaupun gagasan awal moralitas yang dikaitkan dengan keyakinan agama, Durkheim berpendapat bahwa masyarakat industri modern tetap membutuhkan moralitas sekuler (Graham, Haidt and Kaufman, 2008). Setiap individu (anak-anak maupun orang dewasa) membutuhkan masyarakat sebagai sumber kewajiban moral dan tanggung jawabnya. Melalui moral juga bisa mengakomodir kepentingannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa depan kohesivitas suatu masyarakat bertumpu pada pemeliharaan basis moral dan kewajiban sosial yang bermanfaat bagi individu maupun masyarakat. Menurut Durkheim sistem pendidikan formal maupun non-formal merupakan pusat perhatiannya untuk menciptakan sekaligus mempertahankan konsensus dan solidaritas dalam masyarakat yang semakin industri yang semakin terspesialisasikan, semakin heterogen dan semakin kompleks (Dill, 2007). Pendidikan moral yang diberikan di anak-anak sekolah di Prancis adalah pendidikan moral yang murni sekuler. Hal ini berarti pendidikan yang melarang penggunaan prinsip-prinsip yang mendasari agama. Seperti dikatakan Durkheim, moralitas merupakan fenomena sosial dan relatif terhadap kebutuhan dan struktur masyarakat tertentu dan terbuka untuk pengamatan sistematis. Itu adalah pertanyaan penting Durkheim bahwa apa moralitas, karena Prancis berusaha untuk melakukan sekularisasi sekolah umum.

Dalam pandangan Durkheim ada kebutuhan untuk menemukan pengganti rasional gagasan keagamaan yang dalam jangka waktu sangat lama telah menjadi alat legitimasi ide-ide moral yang paling penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteks itulah, otoritas agama harus diganti. Salah satu kepentingan yang paling penting dari Durkheim adalah tatanan sosial baru di masyarakat modern yang ia menyebutnya “solidaritas organik”. Dengan tidak adanya moralitas agama ia

Page 197: foreword - UNJ

1215 | reformasi pendidikan di prancis

menyarankan untuk mengganti moralitas sekuler dan rasional. Ia berpikir untuk mengganti sistem moral dalam masyarakat sangat penting untuk menginternalisasikan moralitas baru dalam generasi baru. Proses ini dinamakan pendidikan dan diperlukan untuk tetap semua masyarakat. Durkheim berpendapat bahwa isi dari sistem moral harus disesuaikan untuk setiap masyarakat tertentu. Sistem moral inilah dalam tradisi sosiologi Durkheim disebut dengan la morale laïque atau moral sekularitas. Visi moral sekularitas jika merujuk kepada Pickering (1993) adalah membangun sebuah relasi sosial antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Prancis di abad ke-19 dalam sistem yang rasional yaitu hidup tanpa dogma dan di bawah bimbingan nalar dan pengetahuan. Visi ini juga menggambarkan semangat intelektual, anti-klerical dan rasionalis sebagaimana menjadi kekuatan the Third Republic.

Pendidikan moral yang dibangun adalah murni rasionalistik. Pendidikan moral rasional adalah apa yang terlibat dalam postulat yang menjadi dasar ilmu pengetahuan. Konstruksinya adalah asumsi rasionalis. Moral sekuler merupakan proyek sosial dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat Prancis selama berada pada kekuasaan gereja. Durkheim menyajikan moralitas sekuler sebagai moralitas ikatan sosial. Sosialisasi moral yang berasal dari kenyataan bahwa melalui masyarakat, setiap orang mungkin merasa bagian dari masyarakat di atas individualitas empiris. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa moralitas dalam pandangan Durkheim adalah fenomena sosial dan memiliki tiga unsur: disiplin, keterikatan pada kelompok sosial dan otonomi. Unsur terakhir hanya ada dalam moralitas rasional. Pendidikan juga merupakan fenomena sosial yang terdiri dari sosialisasi sistematis kepada generasi muda. Pedagogi adalah teori praktis. Artinya, pendidikan bergerak dari ranah teoritik ke ranah praktis. Pedagogi bukanlah kegiatan pendidikan itu sendiri atau ilmu spekulatif pendidikan. Ini adalah

Page 198: foreword - UNJ

122 sosiologi pendidikan émile durkheim

reaksi sistematis yang dalam proses dialektika sosial masyarakat. Pendidikan moral adalah proses internalisasi moralitas dalam generasi baru. Pendidikan juga dipahami sebagai sarana yang masyarakat yang terus-menerus menciptakan kembali kondisi keberadaannya. Pendidikan terdiri dari seperangkat sosialisasi yang tersistematis untuk kalangan generasi muda. Dalam konteks itu, Durkheim berpikir adalah mungkin untuk membedakan analitis (dan tidak dalam kenyataan) antara semua keadaan mental publik untuk individu dan sistem ide-ide, sentimen dan praktik yang mengungkapkan kita dalam bagian suatu kelompok.

***

Page 199: foreword - UNJ

1236 | émile durkheim dan dinamika universitas

ÉMILE DURKHEIM DAN DINAMIKA UNIVERSITAS

A. Merintis Sosiologi UniversitasTidak banyak yang tahu bahwa Durkheim juga memiliki

perhatian mendalam tentang universitas. Peran Durkheim cukup signifikan dalam sistem pendidikan di Prancis khususnya universitas. Durkheim dikenal sebagai tokoh kunci dalam reorganisasi sistem universitas. Pembahasan tentang universitas sekaligus menegaskan konsen Durkheim tentang universitas dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu studi sosiologi universitas sebagai pengembangan dari sosiologi pendidikan selalu merujuk kepada pemikiran Durkheim tersebut. Secara umum terdapat tiga utama pemikiran Durkheim tentang universitas. Pertama, reformasi universitas di Prancis khususnya dalam pengajaran filsafat, sosiologi dan sosiologi pendidikan. Kedua, dinamika universitas Prancis dalam sejarah pendidikan Prancis. Ketiga, transformasi moral sekularisme dalam sistem universitas Prancis. Sistem pendidikan universitas Prancis dalam kekaisaran kedua di bawah hegemoni gereja Katolik. Lahirnya The Third Republic memungkinkan gerakan nasionalisme, republikanisme dan reformasi pendidikan. Kalangan Republikan mendominasi

6

Page 200: foreword - UNJ

124 sosiologi pendidikan émile durkheim

parlemen dan senat Prancis pada 1879. Tokoh utamanya adalah Jules Ferry, seorang advokat yang kemudian menjadi Menteri Pendidikan Nasional. Jules Ferry menghilangkan dominasi gereja dalam sistem pendidikan menengah. Periode ini dikenal sebagai reformasi pendidikan dasar dan pendidikan menengah Prancis. Ferry juga menginisiasi reformasi fakultas di universitas.

Reformasi universitas dilakukan melalui pemilihan École Normale Supérieur (ENS) sebagai universitas yang mempersiapkan guru lycée (setingkat SMA) dan dosen di Fakultas Sastra di universitas. Durkheim adalah salah satu mahasiswa ENS Paris yang terlibat dalam awal gerakan reformasi universitas. Durkheim menjadi mahasiswa ENS selama periode 1872-1882. Pada periode tersebut, Jules Ferry memiliki kekuasaan yang besar dalam reformasi pendidikan Prancis. Nama Louis Liard dan Ferdinand Buisson juga memiliki peran signifikan dalam reformasi tersebut. Buisson pernah menerima Nobel Perdamaian. Buisson juga menulis buku Dictionnaire de Pédagogie et d’Instruction Primaire (1882-1887). Liard mengambil keputusan untuk keluar dari ENS Paris di awal perjuangan dalam gerakan Republikanisme Prancis. Pada 1874, Liard menjadi profesor filsafat di Bordeaux. Jabatan berikutnya, Liard diangkat sebagai Direktur Pendidikan Tinggi dan disiapkan tanggung jawabnya dalam program republikan untuk reformasi universitas. Liard kemudian menunjuk Durkheim yang merupakan lulusan ENS pada 1882. Liard menugaskan Durkheim untuk pergi ke Jerman dalam rangka mempelajari riset universitas dan pengajaran filsafat serta ilmu sosial di Jerman. Pengalaman Durkheim ketika di Jerman untuk mulai mengajarkan filsafat di Prancis. Durkheim berada di Jerman selama 1885-1886 (Garlitz, 2010).

Pengajaran filsafat di Prancis berbeda dengan pengajaran filsafat di Jerman. Bagian ini dijelaskan dalam tulisan Durkheim berjudul La Philosophie dans les Universités Allemandes (1887).

Page 201: foreword - UNJ

1256 | émile durkheim dan dinamika universitas

Ketika di Jerman, Durkheim mengamati pengajaran filsafat di University of Leipzig dan University Berlin. Kedua universitas ini dikenal memiliki tradisi pengajaran filsafat yang sangat bagus di Jerman. University of Leipzig adalah salah satu universitas tertua di dunia dan universitas tertua kedua di Jerman. Universitas ini didirikan pada 2 Desember 1409. Beberapa alumninya yaitu Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) dan Friedrich Nietzsche (1844-1900). Selama di Leipzig, Durkheim juga banyak mempelajari pemikiran filsafat tradisi Jerman dari Wilhelm Maximilian Wundt (1832-1920). Wundt dikenal sebagai fisikawan, psikolog, filsuf dan juga dikenal sebagai figur penting pendiri psikologi modern. Durkheim menulis buku berjudul Germany Above All: The German Mental Attitude and the War (1915).

Pada 1879, University of Berlin memiliki enam orang profesor filsafat sementara di Leipzig terdapat 8 profesor filsafat. Kedua universitas itu menjadi rujukan utama mahasiswa asing untuk studi filsafat. Universitas di Jerman dikenal memiliki independensi dibandingkan dengan universitas di Prancis. Independensi ini merujuk juga pada konsep otonomi universitas. Bagian penting yang dipelajari dari pengajaran filsafat Jerman adalah mata kuliah dan semangat pengajaran yang dilakukannya. Penjelasan ini dipaparkan dalam tulisan Durkheim berjudul La Philosophie dans les Universités Allemandes (Filsafat di Universitas Jerman, 1887). Secara umum tulisan mencakup empat penjelasan utama, yaitu: (1) pembahasan tentang penyelenggaraan pendidikan filsafat di Jerman, (2) proses dan cara mengajar filsafat, (3) bahan/sumber pengajaran filsafat dan semangat pengajaran filsafat Jerman, (4) pembahasan tentang mahasiswa, seminar, laboratorium Wundt serta filsafat sederhana Jerman. Durkheim menyebut beberapa mata kuliah penting yang kemudian diadopsi dalam pengajaran filsafat di universitas Prancis.

Page 202: foreword - UNJ

126 sosiologi pendidikan émile durkheim

Beberapa mata kuliah penting filsafat Jerman yaitu Logika (Teori Pengetahuan), Psikologi, Sejarah Umum Filsafat, Sejarah Filsafat Kuno, Sejarah Filsafat Abad Pertengahan, Sejarah Filsafat Modern, Pengantar Filsafat, Pedagogi, Etika dan Filsafat Hukum, Metafisika, Filsafat Agama. Perhatian Durkheim pada pengajaran filsafat di universitas sebenarnya sudah lama dilakukan sebelum Durkheim pergi ke Jerman. Hal itu dapat ditelusuri pada tulisannya berjudul L’Enseignement Philosophique et L’Aggregation de Philosophie (Pendidikan Filsafat dan Aggreasi Filsafat, 1895).

Pada Oktober 1886, Durkheim kembali dari Jerman dan menjadi guru di Lycée de Troyess. Sepulang dari Jerman, Durkheim juga berkarier di Bordeaux. Durkheim menempati posisi Liard yang diangkat sebagai Menteri Instruksi Publik. Ini merupakan karier akademik pertama Durkheim di universitas Prancis (Aldous, Durkheim and Tonnies, 1972). Buisson dikenal sebagai kolega Liard dalam reformasi universitas Prancis. Buisson menjadi Direktur Pendidikan Dasar sejak 1879-1896. Di Bordeaux, Durkheim terdaftar sebagai dosen di Departemen Filsafat. Durkheim mengajar mata kuliah sosiologi dan pedagogi. Beberapa gagasan selama di Jerman, dikembangkan di Bordeuax. Kedua mata kuliah tersebut adalah mata kuliah baru yang diajarkan di Bordeaux khususnya dan Prancis umumnya. Kedua mata kuliah tersebut menurut Alpert (1937: 311-317) disebut sebagai kuliah pertama sosiologi di Prancis. Hal ini juga tidak lepas dari peran Louis Liard yang menjabat sebagai Direktur Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Publik Prancis. Liard dikenal juga sebagai perintis universitas modern di Prancis karena melakukan rekonstruksi universitas Prancis (Romainville, 2004).

Hal ini merupakan untuk pertama kalinya di universitas Prancis dalam mengajarkan mata kuliah ilmu sosial. Hal itu sebelumnya dianggap tabu dalam sistem pendidikan tinggi Prancis. Satu dekade sebelumnya, seorang penguji di Fakultas

Page 203: foreword - UNJ

1276 | émile durkheim dan dinamika universitas

Sastra di Paris marah kepada Alfred Victor Espinas (1844-1922). Espinas dikenal sebagai murid Auguste Comte dan Herbert Spencer. Espinas sangat terpengaruh pemikiran Nietszhe. Dalam diskursus ilmu sosial Prancis, Espinas adalah seorang positivis. Espinas kemudian dikenal sebagai kolega Durkheim di Bordeaux. Kemarahan dosen Fakultas Sastra untuk dipaksa menghapus nama Auguste Comte dalam pengantar tesis master Espinas. Pada 1896, Buisson menjadi Kepala Departemen Ilmu Pendidikan (science de l’éducation) di Sorbonne.

Pada 1902, Buisson mengundurkan diri dari jabatannya di Sorbonne karena terpilih sebagai anggota parlemen dari Partai Sosialis Radikal. Durkheim (1976) dengan tegas menjelaskan bahwa sosiologi harus diajarkan di semua universitas di Prancis. Posisi tegas Durkheim beralasan karena memang tidak pernah ada sebelumnya sosiologi diajarkan di universitas Prancis. Dalam pandangan Durkheim, di beberapa kota lain di Prancis seperti Lyon maupun Montpellier memang ada semacam kursus tetapi lebih kepada pendekatan filsafat sosial. Bukan sosiologi. Termasuk yang diselenggarakan Collège de France. Sementara fokus Durkheim kepada realitas sosial masyarakat itu sendiri. Collège de France adalah salah satu universitas prestisius di Paris. Universitas ini berdiri sejak 1530 dan didirikan Raja Pertama Prancis. Universitas ini didirikan sebagai alternatif Sorbonne untuk mempromosikan berbagai disiplin seperti bahasa Iberani, peradaban kuno Yunani dan matematika. Dalam catatan Collins (2008), pada 1913, Durkheim diangkat sebagai Kepala Departemen Ilmu Pendidikan dan Sosiologi (science de l’éducation et sociologie). Posisi ini bukan sekadar jabatan prestisius dalam dunia sosiologi Prancis tetapi juga menjelaskan kontribusi signifikan Durkheim dalam melembagakan sosiologi sebagai satu disiplin ilmu yang mandiri yang terpisah dari psikologi (Bauman, 2008; Singly, 2012; Merton, 1934; Plouviez, 2010; Ravaglioli, 1993). Perjuangan memisahkan sosiologi dari

Page 204: foreword - UNJ

128 sosiologi pendidikan émile durkheim

psikologi memang menjadi perhatian sosiolog Prancis khususnya Durkheim sendiri. Salah satu tulisan Durkheim yang menyoroti bagaimana munculnya psikologi (terutama psikologi sosial) dalam ranah sosiologi Prancis berjudul La Sociologie en France au XIXe Siècle (Sosiologi Prancis Abad 19, 1900).

Durkheim sangat dipengaruhi konteks politik di The French Third Republic atau La Troisième République (1871-1940) yang berkembang pasca perang (Alexander, 2008: 137). Dalam pandangan Alexander (1986), fase ini merupakan fase kematangan Durkheim yaitu periode 1870-1880. La Troisième République ditandai dengan era pemerintahan Republik Prancis sejak 1870 hingga 1940 ketika Kekaisaran kedua Prancis tumbang. Berikutnya digantikan oleh Pemerintah Prancis Vichy setelah kekalahan La Troisième République dari Nazi pada awal perang Dunia II. The third republic disebut juga Republique des professeurs karena terkait dengan reformasi pendidikan yang dikembangkan Jules Ferry dan pendidikan sekularisasi di Prancis. Tiga ideologi dominan dalam The Third Republic adalah demokrasi, sekularisme dan ilmu pengetahuan. Durkheim mendobrak kemapanan sistem pengetahuan di universitas Prancis melalui pengajaran ilmu sosial dan pedagogi. Menurut Cole (2005), sosiologi adalah disiplin ilmu sosial terbaru yang lahir di Prancis di akhir abad ke-19.

Durkheim adalah aktor utama yang mendobrak kemapanan sistem universitas tersebut. Karier intelektual Durkheim dipaksa mengambil pendidikan sarjana dan pascasarjana dalam bidang filsafat karena sistem pendidikan tradisional Prancis yang tidak memungkinkan diajarkan sosiologi. Bagian kedua konsen Durkheim tentang universitas terkait tentang dinamika universitas dalam perspektif pendidikan Prancis. Bagian ini terdapat dalam tulisannya La Vie Universitaire à Paris (1918). Tulisan ini menjadi salah satu referensi utama dalam studi

Page 205: foreword - UNJ

1296 | émile durkheim dan dinamika universitas

universitas maupun pendidikan tinggi yang sangat komprehensif. Tulisan ini menjelaskan kehidupan mahasiswa asing di Paris yang studi di berbagai universitas Paris. Ketika itu, posisi Durkheim menempati posisi strategis dan prestisius di Sorbonne. Tidak salah, jika Durkheim memahami betul konteks sosial dan politik mahasiswa asing di Paris.

Durkheim menyebut mahasiswa asing di Paris menghadapi konstelasi kampus yang sangat kompleks dan dinamis. Mahasiswa asing harus independen dan mampu beradaptasi dalam konteks akademik Paris. Tulisan ini terbagi dalam tiga bagian. Pertama, Durkheim membagi sistem pendidikan tinggi Prancis dalam dua jenis yaitu pendidikan tinggi swasta (privé) dan pendidikan tinggi negeri (public). Dalam jenis ini, Durkheim banyak menyoroti Université de Paris yang terdiri dari empat fakultas: sastra, ilmu alam, hukum, dan kedokteran. Kedua, selain menjelaskan tipe/jenis pendidikan tinggi di Prancis, Durkheim juga menjelaskan sejarah universitas di Prancis.

Durkheim menjelaskan empat fase sejarah universitas yaitu fase abad pertengahan, fase renaissans, fase revolusioner dan fase Napoleon dan fase la troisième république dan restorasi universitas. Diskusi tentang sejarah universitas dijelaskan Durkheim sangat komprehensif. Durkheim menggunakan pendekatan sejarah dalam menjelaskan dinamika universitas khususnya konteks Prancis. Penjelasan ini juga terdapat dalam buku L’Évolution Pédagogique en France yaitu Bagian Pertama yang terdiri dari Bab 6 (Les Universités les Origines), bab 7 (La Genèse de l’Universitè), bab 8 (Le Sens du mot Universitas), bab 9 (La Faculté des Arts), bab 11 (L’Enseignement à Faculté des Arts), bab 12 (l’Enseignement Dialectique dans le Universités). Selain membahas universitas, buku ini fokus mendalami pendidikan menengah di Prancis.

Ketiga, bagian yang penting juga adalah tentang organisasi universitas Paris. Di dalamnya mencakup mengenai transformasi

Page 206: foreword - UNJ

130 sosiologi pendidikan émile durkheim

Université Sorbonne. Durkheim mengawali penjelasannya dengan prinsip pendirian University Sorbonne oleh Robert de Sorbon pada 1303. Durkheim menyebutnya dengan era primitif teologi. Durkheim juga menjelaskan tentang konstitusi universitas. Dalam penjelasan ini, Durkheim menjelaskan universitas di Paris dan Prancis memiliki kompleksitas yang beragam. Poin penting lainnya dalam bagian ini, Durkheim memaparkan tentang organisasi universitas. Misalnya, Durkheim menguraikan keberadaan sebuah dewan yang bertugas mengontrol anggaran universitas. Presiden universitas membawahi dua anggota yaitu dekan fakultas, direktur sekolah pascasarjana dan membawahi wakil-wakil dari setiap sekolah pascasarjana. Semacam senat universitas yang terdiri dari perwakilan fakultas. Saat ini, Université de Paris atau Université Sorbonne berubah menjadi Universitas Paris 1 Panthéon-Sorbonne. Sejarahnya memang sangat panjang dalam eksistensi universitas ini. Adanya UU 12 November 1968 yang menciptakan otonomi universitas dan pluridisiplin semakin memperkuat tradisi akademik dan intelektual kampus ini.

Di bagian lain, konsen Durkheim tentang universitas juga tampak dalam penjelasannya bahwa universitas harus berperan dalam kehidupan moral yang menjadi basis pendidikan Prancis. Universitas tidak bisa melarikan diri dari peran dan tanggung jawab moral tersebut. Bagian ini sejalan dengan sebuah publikasi Durkheim yang dipaparkan dalam forum bertajuk ‘’Congrès International de l’Éducation Sociale du Pays’’ yang digelar pada 1900 di Paris (Filloux, 1993). Publikasi tersebut berjudul ‘’Rôle des Universités dans l’Éducation Sociale du Pays’’. Tulisan ini menekankan transformasi perubahan moral baru dalam masyarakat dengan meningkatkan ide dan prinsip humanitas menuju peningkatan kualitas pendidikan. Dalam pandangan Durkheim, Prancis menuju sistem pendidikan baru dengan moral sekularitas yang bisa dilakukan secara maksimal

Page 207: foreword - UNJ

1316 | émile durkheim dan dinamika universitas

oleh universitas. Durkheim memberikan contoh universitas di Jerman berkontribusi pada pembentukan persatuan Jerman. Universitas di Prancis harus bekerja dalam pembentukan hati nurani dan moralitas Prancis. Moralitas yang dimaksud adalah moral sekularisme yang tumbuh dalam praktik pendidikan Prancis. Dalam kondisi ini, universitas akan benar-benar menjadi universitas karena di dalamnya universitas tidak sekadar menjadi pusat ilmu pengetahuan dan seni tetapi mampu menggerakkan semua peristiwa penting dari mentalitas kolektif masyarakat. Hal ini merupakan cara terbaik universitas dalam memberikan pencerahan dan penyadaran kepada masyarakat.

Durkheim memberikan legasi penting dalam studi sosiologi pendidikan khususnya kajian universitas. Sejauh ini di Prancis tidak secara spesifik menyebutnya sosiologi universitas atau sosiologi pendidikan tinggi. Di akhir 1960, terdapat tulisan dalam pendekatan sosiologi pendidikan tinggi. Tulisan ini ditulis Sewell and Shah (1967). Sosiologi pendidikan tinggi sudah dirintis sejak akhir 1960-an. Setelah itu perkembangan studi universitas sangat dinamis. Hal ini bisa dilihat dari Gumport (2007), Pearson (1988), Deem (1981; 2004), Maton (2004), Bastedo (2005), David (2007), David and Naidoo (2013), Trowler (2005). Di Prancis, pasca Durkheim, Jean-Claude Passeron adalah sosiolog pertama yang memiliki perhatian dalam universitas. Passeron bersama koleganya Antoine Gérald menulis buku La Réforme de l’Université: Conservatisme et Novation à l’Université (1966).

Selain Passeron, Pierre Bourdieu juga memiliki perhatian dalam universitas. Bourdieu menulis Homo Academicus (1984). Buku ini menjelaskan konflik antara dosen dengan mahasiswa di universitas Prancis. Buku ini juga dalam pandangan Derouet and Normand (2012) merupakan sebuah refleksi kritis dari berbagai fungsi universitas sejak era 1960-an terutama tahun 1968 yang dianggap sebagai fase penting dalam sejarah Prancis.

Page 208: foreword - UNJ

132 sosiologi pendidikan émile durkheim

Gerakan Mei 1968 adalah serangkaian gerakan sosial yang terjadi di Prancis pada Mei dan Juni 1968 (Rajsfus, 1998). Peristiwa ini merupakan gerakan signifikan dalam sejarah kontemporer masyarakat Prancis yang ditandai dengan pemberontakan besar secara spontan dalam berbagai bidang seperti budaya, sosial, politik terhadap masyarakat tradisional, kapitalisme, imperialisme serta melawan kekuasaan Charles de Gaulle. Peristiwa ini diawali dengan serangkaian pemogokan mahasiswa dan pelajar di Paris yang kemudian diikuti oleh kaum buruh dan seluruh masyarakat Prancis. Suasana kota-kota Prancis ketika itu sangat mencekam dan Prancis berada dalam fase krisis. Gerakan sosial ini merupakan gerakan sosial protes terbesar dalam sejarah Prancis di abad ke-20. Charles de Gaulle sendiri berkuasa sejak 1958 dan harus berhenti dari kekuasaannya karena desakan masyarakat Prancis. Charles de Gaulle lahir di Lille pada 22 November 1890 dan meninggal 9 November 1970 di Colombey-les-Deux-Églises. Charles de Gaulle pernah menjadi Presiden Prancis Periode 1959-1969 dan Perdana Menteri Prancis Republik Prancis Periode 1958–1959. Nama Charles de Gaulle diabadikan sebagai nama bandara di Paris yang merupakan salah satu bandara tersibuk di dunia. Gerakan mahasiswa dan pelajar ketika itu menuntut pembebasan moral sekaligus kritik sosial terhadap sistem universitas yang konservatif, masyarakat yang konsumtif, dan kapitalisme yang berkembang masif.

Perkembangan signifikan studi universitas berlangsung di era 1990-an. Selain Passeron dan Gérald serta Bourdieu sosiolog Prancis lain yang mengkaji universitas adalah Alain Touraine. Touraine lahir pada 3 Agustus 1925. Hingga saat ini, masih aktif menulis dan memberikan kuliah di Prancis. Touraine adalah Direktur École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS), Paris dan pendiri Centre d’Étude des Mouvement Sociaux di Paris. Touraine dikenal sebagai sosiolog yang mendalami gerakan sosial, sosiologi aksi publik (Cuin and Gresle, 1992b: 94). Konsen Tourain dalam

Page 209: foreword - UNJ

1336 | émile durkheim dan dinamika universitas

universitas tertuang dalam bukunya berjudul Université et Sociéte aux États-Unis (Universitas dan Masyarakat di Amerika Serikat, 1972). Buku ini adalah hasil observasi Touraine di Amerika Serikat atas undangan Commission for Higher Education. Komisi ini mengundang beberapa ahli luar negeri untuk mempelajari dan mengamati dinamika universitas di Amerika Serikat. Buku ini bisa dikatakan sangat komprehensif dalam menjelaskan dinamika universitas Amerika Serikat era 1970-an.

Selain melalui pengamatan langsung di lapangan, Touraine juga memperkayanya dengan studi referensi di berbagai perpustakaan Amerika Serikat. Secara umum, buku ini menjelaskan beberapa hal penting. Pertama, pembahasan tentang relevansi pendidikan dengan integrasi nasional. Kedua, menjelaskan bagaimana posisi universitas khususnya dan pendidikan umumnya dalam konsolidasi hierarki sosial. Di dalamnya menjelaskan diskursus ideologi elitisme sosial dan dinamika masifikasi serta demokrasi di universitas. Ketiga, menjelaskan sistem universitas dan kekuasan profesor. Keempat, menjelaskan tentang kontestasi gerakan mahasiswa dan gerakan kontestasi di Amerika Serikat. Kelima, bagian ini merupakan refleksi Touraine tentang masa depan sistem universitas, apakah mengalami integrasi atau disintegrasi.

Sosiolog Prancis lain yang konsen dalam studi universitas antara lain Jean-Louis Derouet. Derouet memiliki konsen pada studi universitas. Salah satu tulisannya yang ditulis bersama Romuald Normand yaitu French Universities at a Crossroads Between Crisis and Radical Reform: Toward a New Academic Regime? (2008). Selain Derouet, sosiolog Prancis lain yang juga mengkaji universitas antara lain Catherine Paradeise, Christine Musselin, Agnès Van Zanten, Stéphanie Mignot-Gerard. Beberapa tulisan Paradeise antara lain Réforme et Ordres Universitaires Locaux (2011, bersama Jean-Claude Thoenig), University Governance: Western European Comparative Perspectives (2009), Autonomie et Régulation:

Page 210: foreword - UNJ

134 sosiologi pendidikan émile durkheim

Retour sur Deux Notions Clefs (2008). Beberapa buku Christine Musselin di antaranya Les Universitaires (2008), Le Marché des Universitaires; France-Allemagne-États-Unis (2005), La Longue Marche des Universités Française (2001). Mignot-Gerard menulis disertasi berjudul Echanger et Argumenter; Les Dimensions Politiques du Gouvernement des Universités Français (2006). Disertasinya dibimbing Christine Musselin dengan penguji Catherine Paradeise. Kolaborasi intensif sering dilakukan antara Musselin dan Mignot-Gerard dalam kajian universitas. Beberapa tulisan mereka antara lain: More Leadership for French Universities, but also More Divergences between the Presidents and the Deans (2002a), The Recent Evolutions of French Universities (2002b).

Émile Durkheim tidak terbantahkan perannya sebagai perintis sosiologi pendidikan. Dalam hidupnya, ia telah memberikan basis pemikiran dan teoritik sosiologi pendidikan sejak mengawali kariernya di Bordeaux hingga kariernya di Sorbonne. Peran penting Durkheim dalam studi universitas memberikan arti penting perkembangan studi universitas di kemudian hari. Ada dua legasi penting dalam studi universitas. Pertama, Durkheim memberikan basis teoritik tentang organisasi universitas. Di dalamnya Durkheim menjelaskan relasi dan struktur fakultas, presiden (rektor) universitas dan posisi mahasiswa. Kedua, Durkheim memberikan penekanan pada reformasi universitas yang terjadi pada universitas Prancis sebagai sebuah terobosan akademik dalam disiplin sosiologi. Tesis Durkheim tentang fungsionalisme memberikan penjelasan penting tentang keberadaan universitas yang mampu menjadi pengikat kohesi sosial masyarakat. Dalam konteks Prancis, Durkheim menjelaskan posisi universitas dalam mentransformasikan moral sekularisme sebagaimana dilakukan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Page 211: foreword - UNJ

1356 | émile durkheim dan dinamika universitas

B. Munculnya Sociologie des ÉtudiantsDalam tulisannya La Vie Universitaire à Paris (1918),

Durkheim juga menjelaskan mengenai posisi dosen dan profesor universitas dan mahasiswa. Melalui penjelasan ini, Durkheim memetakan perkembangan dosen/profesor dan mahasiswa di Sorbonne. Durkheim mencatat selama periode 1885-1886 terdapat 10.644 mahasiswa di Paris. Pada 1908 terdapat 16. 935 mahasiswa. Sebanyak 17.512 mahasiswa pada 1912 dan pada 1914 terdapat 17.308 mahasiswa. Secara lebih spesifik, Durkheim memetakan kondisi kuantitatif mahasiswa asing di Paris. Durkheim dengan cermat dan menguasai data statistik menguraikan perkembangan mahasiswa asing di Paris dalam kurun waktu 1908 hingga 1914. Hal menarik lainnya adalah penjelasan Durkheim tentang beberapa asosiasi mahasiswa di Paris yang mengakomodir kepentingan dan aspirasi mahasiswa termasuk mahasiswa asing seperti mahasiswa asing dari Inggris, Rusia, Spanyol, Skandinavia maupun Rumania. Asosiasi mahasiswa juga secara lebih spesifik berdasarkan keilmuan. Misalnya, asosiasi mahasiswa kedokteran atau mahasiswa farmasi. Terakhir, Durkheim menjelaskan tentang jenjang (grade) di universitas Prancis. Pemetaan mahasiswa di Paris ini menurut Felouzis (2001) adalah bagian dari kontribusi Durkheim dalam mengembangkan sosiologi mahasiswa atau sociologie des étudiants. Pasca Durkheim, Bourdieu dan Passeron (1964) dianggap sebagai penerus sekaligus kembali menginisiasi studi tentang mahasiswa di Prancis (Bonnéry, 2009). Sosiologi mahasiswa dalam pandangannya dikembangkan Durkheim pararel dengan studi yang juga dirintisnya yaitu sosiologi universitas (sociologie de l’université).

****

Page 212: foreword - UNJ

136 sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 213: foreword - UNJ

137daftar pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Accardo, Alain et Corcuff, Philippe, 1986. La Sociologie de Bourdieu: Textes Choisis et Commentés. Bordeaux: Le Mascaret.

Aimard, Guy, 1962. Durkheim et La Science Économique. Paris: PUF.

Aldous, Joan, Durkheim, Émile and Tonnies, Ferdinand, 1972. An Exchange between Durkheim and Tonnies on the Nature of Social Relations, with an Introduction by Joan Aldous. American Journal of Sociology, Volume 77, Issu 6, May 1972, pp. 1192-1200.

Alexander, Jeffrey C, 1986. Rethinking Durkheim’s Intellectual Development: On ‘Marxism’ and the Anxiety of Being Misunderstood, Journal of International Sociology 1986, 1, 91.

, 2008. The Inner Development of Durkheim’s Sociological Theory: From Early Writings to Maturity. In Smith, Philip and Alexander, Jefferey C (eds), 2008. The Cambridge Companion to Durkheim. Cambridge: Cambridge University Press.

Alpe, Yves, tanpa tahun. Les Apports de la Sociologie de l’Éducation à l’Analyse des Situations Scolaires.

Page 214: foreword - UNJ

138 sosiologi pendidikan émile durkheim

Alpert, Harry, 1937. France’s First University Course in Sociology. American Sociological Review, 2, 3, pp 311-317.

Althusser, Louis et Balibar, Étienne, 1973. Lire le Capital. Paris: François Maspero.

André Isambert-François, 1993. Durkheim et l’Individualité. In Pickering, W. S et Miller, W. Watts, Individualisme et Droits Humains selon La Tradition Durkheimienne. Oxford: British Centre for Durkheimian Studies, pp. 7-31.

Asgharpour, Ahmadreza, tanpa tahun. Durkheim’s “Moral Education” Makalah tidak dipublikasikan. www. hbakhshi. com/index. php?module=pagesette (diakses 27 Desember 2012)

Barnbaum, P, 1976. La Conception Durkheimienne de l’État. Review Française de Sociologie, 17, pp. 247-258.

Barnes, H. E, 1920. Durkheim’s Political Theory. Political Science Quarterly, pp. 236-254.

Barrère, Anne and Sembel, Nicolas, 1998. Sociologie de l’Éducation. Paris: Nathan.

Barrère, Anne, 2009. Les Élevès Face au Travail Scolaire: d’Inégalités Mises À l’Épreuve. In Duru-Bellat, Marie et Van Zanten (ed), Sociologie du Système Éducatif: Les Inégalités Scolaires. Paris: PUF, pp. 149-166.

Bataille, Pierre, 2012. Scientifiques de Mère en Fille?Mixite, Héritages Sexués et Pratiques Éducatives Familiales: Le Cas des Normaliens et Normaliennes de Saint-Cloud, Fontenay-Aux-Roses et Lyon 91984-1987). In Berninghoff, Martin, et. al (dir). Inégalités Sociales et Enseignement Supérieur: Perspectives en Éducation & Formation. Bruxelles: de Boeck Supérieur, pp. 131-150.

Baudelot, Christian et Establet, Roger, 1971. L’École Capitaliste en France. Paris: Maspero.

, 1974. Le Petite Bourgeoisie. Paris: Maspero

Page 215: foreword - UNJ

139daftar pustaka

, 1984. Durkheim et le Suicide. Paris: Maspero.

, 1989. Le Niveau Monte. Paris: Seuil.

, 1992. Allez les Filles!. Paris: Seuil.

, 2009. L’Élitisme Républicain: l’École à l’Épreuve des Comparaison Internationales. Seuil, Coll: La République des Idées.

, 2011. Durkheim et le Suicide, Paris: Presses Universitaires de France.

Bauman, Zygmunt, 2008. Durkheim’s Society Revisited. In Smith, Philip and Alexander, Jefferey C (eds), 2008. The Cambridge Companion to Durkheim. Cambridge: Cambridge University Press.

Bellah, Robert N, 1990. Morale, Religion et Societé dans l’ouevre Durkheim. In Archives de Sciences Sociales des Religions, 69 (1): 9-25.

, 1973. Émile Durkheim on Morality and Society, The University of Chicago Press.

Belony, Samuel Alexander, 2007. A Reflection on Equity and Social Justice in Contemporary Educational Practice. University of Alberta.

Bernard, Régis, 1993. La Sociologie de l’Éducation comme Propédeutique chez Durkheim. In Cardi, François and Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologie de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Berthelot, Jean-Michel, 1977a. Chahut Scolaire et Crise de l’Institution. Annales de l’Université de Toulouse-le-Mirail, No. 4, Sociétes II, pp. 67-87.

, 1977b. Mode de Scolarisation et Origine Sociale. Cahiers Internationaux de Sociologie No. 2, pp. 299-314.

, 1978. Exode Agricole et Scolarisation. Revue Française de Sociologie Vol XIX No. 1, pp. 103-124.

Page 216: foreword - UNJ

140 sosiologi pendidikan émile durkheim

, 1982a. Réflexions sur les Théories de la Scolarisation. Revue Française de Sociologie Vol XXIII No 4, pp. 585-604.

, 1982b. Pour un Contre-Investissement Culturel à l’École. Esprit No 11-12, pp. 54-65.

, 1983. Le Piège Scolaire. Paris: PUF.

, 1984a. Exigence Sociéte et Exigence Comparative en Sociologie de l’Éducation. Cahiers du Centre de Recherches Sociologiques No. 2, pp. 5-24.

, 1984b. Orientation Formelle et Procés Sociétal d’Orientation. L’Orientation Scolaire et Professionnele, Vol. 13 No. 2, pp. 91-113.

, 1984c. Pour un Bilan de la Sociologie de l’Éducation. Cahiers du Centre de Recherches Sociologiques No. 2 Actes du Colloque de Toulouse, 16-17 Mai 1983.

, 1985a. La Socialisation. Sociétés No. 3, pp. 5-6

, 1985b. Compétences et Savoirs: l’Intérét des Études sur l’Agriculture. Actes du colloque sur les enseignements agricoles et la La sociologie de Jean-Michel Berthelot 38 formation des ruraux (ministère de l’agriculture, Janvier 1985), n° 12, pp. 4-7.

, 1987a. De La Terminale aux Enseignements Postbac: Itinéraires et Logiques d’Orientation. Revue Française de Pédagogie, No. 81, pp. 5-17.

, 1987b. École et Entreprise: Recension et Analyse Critique. L’Année Sociologique, Vol 37, pp. 404-411.

, 1988a. Réflexions sur la Pertinence du Concept de Socialisation. In Vincent, Guy (éd), Analyse des Modes de Socialisations. Confrontations et Perspectives, Actes de la Table Ronde de Lyon, 4-5 Février 1988, Cahiers de Recherche, Numéro Spécial, pp. 171-180.

Page 217: foreword - UNJ

141daftar pustaka

, 1988b. Le Brevet de Technicien Agricole Rénové: Analyses d’une Réforme, Rapport de Recherche pour le Ministère de l’Agriculture. Centre de Recherches Sociologiques, Toulouse.

, 1988c. De La Terminale aux Études Post-Bac: Itinéraires et Logiques d’Orientation, Rapport de Recherche ATP. Transitions dans le Système Éducatif. Toulouse: Centre de Recherches Sociologiques.

, 1988d. Les Règles de la Méthode Sociologique ou l’Instauration du Raisonnement Expérimental en Sociologie. Préface à Émile Durkheim, Les Régles de la Méthode Sociologique. Paris: Flammarion, pp. 7-67.

, 1989. Le Procés d’Orientation de la Terminale aux Études Supérieures. L’Orientation Scolaire et Professionnele No. 18, pp. 3-22.

, 1990a. Les Effets Pervers de l’Expansion des Enseignements Supérieurs. Le Cas de la France. Sociétés Contemporaines, No. 4, pp. 109-122.

, 1990b. L’Intelligence du Social. Paris: PUF

, 1993. École, Orientation, Société. Paris: PUF.

, 1995. 1895 Durkheim; L’Avénement de la Sociologie Scientifique. Toulouse: Presses Universitaires du Mirail.

, Acteurs, 1987c. Structures et Totalité Concrète. In Van Haecht, Anne (éd), Socialisations Scolaires, Socialisations Professionneles: Nouveaux Enjeux, Nouveaux Acteurs, Actes du Colloque de l’AISLF, 9-10 Octobre 1986, Université Libre de Bruxelles-Institut de Sociologie, pp. 7-19.

Besnard, Philippe, Borlandi, Massimo, & Vogt, Paul, 1993. Introduction, Division du Travail et Lien Social; La Thèse de Durkheim un Siècle Après. Paris: Presses Universitaires de France.

Page 218: foreword - UNJ

142 sosiologi pendidikan émile durkheim

Béteille, André, 2010. Universities at the Crossroads. New Delhi: Oxford University Press, pp. 22.

Blackledge, David and Hunt, Barry, 1985. Sociological Interpretations of Education. Kent: Croom Helm.

Bogdan, Robert C and Biklen, Sari Knopp, 1998. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston-London: Allyn and Bacon.

Boltanski, Luc, 1984. Prime Éducation et Morale de Classe. Paris: EHESS.

Bonnéry, Stéphanie, 2009. Contenus, Pratiques Pédagogiques et Échec Scolaire. In Duru-Bellat, Marie et Van Zanten (ed), Sociologie du Système Éducatif: Les Inégalités Scolaires. Paris: PUF, pp. 149-166.

Borlandi, Massimo & Mucchielli, Laurent, 1995. La Sociologie et Sa Méthode; Les Règles de Durkheim un Siècle Après. Paris: L’Harmattan.

Boudon, Raymond, 1973. L’Inégalité des Chances. Paris: Armand Colin.

Bouglé, Célestin, 1896. Les Sciences Sociales en Allemagne. Les Méthodes Actuelles, Paris, Alcan.

, 1897. Anthropologie et Démocratie, Revue de Métaphysique et de Morale, V, 443-461.

, 1899 “Philosophie de l’Antisémitisme (l’Idée de Race”), La Grande Revue, pp. 143-158.

, 1899. Les Idées Égalitaires. Étude Sociologique, Paris, Alcan.

, 1902 “Note sur la Différenciation et le Progrès”, Revue de Synthèse historique, 129-146.

, 1904. La Démocratie Devant la Science. Études Critiques sur l’Hérédité, la Concurrence et la Différenciation, Paris, Alcan.

Page 219: foreword - UNJ

143daftar pustaka

, 1904. Solidarisme et Libéralisme, Paris, Rieder. 1904.

, 1907. Le solidarisme, Paris, Giard, 1907.

Bourdieu, 1983. Le Métier de Sociologue. Paris: Mouton & Co.

, 2000. Esquisse d’Une Théorie de la Pratique; Précedé de Trois Études d’Éthnologie Kabyl. Paris: Seuil.

Bourdieu, Pierre et Passeron, Jean-Claude, 1964. Les Héritiers: Les Étudiants et la Culture. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1970. La Reproduction; Élements pour une Théorie du Système d’enseignement. Paris: Minuit.

Bourdieu, Pierre, 1965. Essai sur Les Usages Sociaux de la Photographie (2ème Édition). Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1968. Le Psychodrame et la Vie. Paris: Correct.

, 1974. Sociologie de l’Algérie. Paris: PUF.

, 1979. La Distinction. Critique Sociale du Jugement. Paris: Minuit.

, 1979. Les Trois États du Capital Culturel. In: Actes de la Recherche en Sciences Sociales. Vol. 30, Novembre 1979. L’Institution Scolaire. pp. 3-6.

, 1980. Le Sens Pratique. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1980. Questions de Sociologie. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1982. Ce que Parler veut Dire: l’Économie des Échanges Linguistiques. Paris: Fayard.

, 1982. Langage et Pouvoir Symbolique. Paris: Éditions Fayard.

, 1984. Homo Academicus. Paris: Les Ėditions de Minuit.

Page 220: foreword - UNJ

144 sosiologi pendidikan émile durkheim

, 1985. L’Amour de l’Art Musées d’Art Européens et Leur Public. Paris: Éditions de Minuit.

, 1987. Choses Dites. Paris: Les Éditions de Minuit

, 1989. La Noblesse d’État: Grandes Écoles et Esprit de Corps. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1990. La Domination Masculine. Actes de la Recherche en Sciences Sociales No. 84, September 1990, pp. 2-31.

, 1992. Les Règles de l’Art: Genèse et Structure du Champ Littéraire. Paris: Seuil.

, 1994. Raisons Pratiques: sur la Théorie de l’Action. Paris: Seuil.

, 1994. Sur la Télévision suivi de l’Émprise du Journalisme. Paris: Liber.

, 1997. Médiations Pascaliennes. Paris: Seuil.

, 2000. Les Structures Sociales de l’Économie. Paris: Seuil.

, 2001. Science de la Science et Réflexivité. Paris: Raisons d’agir.

, 2002. Le Bal des Célibataires; Crise de la Société Paysanne en Béarn. Paris: Le Seuil.

, 2002. Le Déracinement; La Crise de l’Agriculture Traditionnelle en Algérie. Paris: Éditions de Minuit.

, 2007. La Misère du Monde. Paris: La Seuil.

, 2008. Esquisses Algériennes. Paris: Le Seuil.

, 2010. La Sociologue et l’Historien. Paris: Agone.

Braz, Adelino, 2001. Bourdieu et La Démocratisation de l’Éducation. Paris: PUF.

Page 221: foreword - UNJ

145daftar pustaka

Breathnach, Seamus, 2002. Émile Durkheim on Crime and Punishment: An Exegesis. http: //www. bookpump. com/dps/pdf-b/1121547b. pdf

Briand, Jean-Pierre et Chapoulie, Jean-Michel, 1993. L’Institution Scolaire et la Scolarisation: Une Perspective d’Ensemble. Revue Française de Sociologie. 1993, 34-1. pp. 3-42.

Bruno, Alain, 2009. Pierre Bourdieu & Jean-Claude Passeron. Les Héritiers Les Étudiants et la Culture: Un Renouveau de la Sociologie de l’Éducation. Paris: Ellipses.

Buisson, Ferdinan, 2000 (Édition de 1911). Dictionnaire de Pédagogie et d'Instruction Primaire. Paris: Presses Universitaires de France – PUF.

Bynder, Herbert, 1969. Émile Durkheim and the Sociology of Family. Journal of Marriage and the Family 31, pp. 527-533.

Cacouault, Marlaine et Oeuvrard, Françoise, 2003. Sociologie de l’Éducation. Paris: La Decouverte.

Cardi, François, 1993. Éducation, Classes Sociales et Lien Social Chez Durkheim. In Cardi, François and Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Chapoulie, Jean-Michel, 1992. Les Débuts de la Sociologie Empirique en France (1945-1960). In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 169-184.

Cherkaoui, Mohamed, 1998. Naissance d’une Science Sociale; La Sociologie selon Durkheim. Genève/Paris: Libraire Droz.

, 2010. Sociologie de l’Éducation. Paris: Presses Universitaires de France.

Christophe Marcel, Jean, 2001. Le Durkheimisme dans l’Entre-Deux Guerres. Paris: Presses Universitaires de France.

Page 222: foreword - UNJ

146 sosiologi pendidikan émile durkheim

Cladis, Mark S, 2008. Beyond Solidarity?Durkheim and Twenty-First Century Democracy in A Global Age. In Smith, Philip and Alexander, Jefferey C (eds), 2008. The Cambridge Companion to Durkheim. Cambridge: Cambridge University Press.

Cole, Matthew D, 2005. The Idea of Historical Synthesis, Henri Berr and the Relationship between History and Sociology in France at the Beginning of the Twentieth Century. SHOP Issue 8, March 2005.

Collins, R, 1988. The Durkheimian Tradition in Conflict Sociology. In J. C. Alexander (ed. ), Durkheimian Sociology. Cambridge: Cambridge University Press. pp. 107 28.

Collins, Randall, 1988. The Durkheimian Tradition in Conflict Sociology. In Alexander, J. C (ed), Durkheimian Sociology. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 107-128.

Collins, Randall, 2008. The Durkheimian Movement in France and in World Sociology. In Smith, Philip and Alexander, Jefferey C (eds), 2008. The Cambridge Companion to Durkheim. Cambridge: Cambridge University Press.

Combessie, Philippe, 2007. Durkheim, Fauconnet et Foucault; Étayer une Perspective Abolitionniste à l’Heurre de la Mondialisation des Échanges. In Cicchini, Marco et Porret, Michel, 2009. Les Sphères du Pénal avec Michel Foucault, Histoire et Sociologie du Droit de Punir. Lausanne: Éditions Antipodes.

Condette, Jean-François, 2009. Entre Savoir Universitaire et Savoir-Faire Pédagogique-La Difficile Naissance du Stage dans l’Enseignement Secondaire Français (1840-1914): Actualité de Débats Anciens. IUFM Nord-Pas de Calais. Qu’est-ce-qu’une formation professionnele universitaire des enseignants ?, 2009 935-51 Tome 1.

Coubertin, Pierre de, 1888. L’Éducation en Angleterre. Paris: Collèges et Universités.

, 1889. L’Éducation Anglaise en France. Paris: Hachette.

Page 223: foreword - UNJ

147daftar pustaka

, 1896. L’Évolution Française Sous La Troisième République. Paris: Hachette.

, 1913. De Essais de Psychologie Sportive. Paris: Million.

Cousin, Olivier, 1993. L’Effet Établissement Construction d’une Problématique. Revue Française de Sociologie, 1993, 34-3, pp. 385-419.

, 1996. Construction et Évaluation de l’Effet Établissement: Le Travail de Collèges. Revue Française de Pédagogie, No. 115, Avril-Juin 1996.

, 1998. L’Éfficacité de Collèges; Sociologie de l’Effet Établissement. Paris: PUF.

Cuin, Charles-Henry et Gresle, François, 1992a. Histoire de la Sociologie 1 Avant 1918. Paris: La Decouverte.

, 1992b. Histoire de la Sociologie 2 Depuis 1918. Paris: La Decouverte.

Dambra, Sebastian, 2005. Durkheim et la Notion de Morale. Revue Pluridiscipline en Sciences Humaines, Numero 1, Decembre 2005, pp. 144-149.

Dandurrand, Pierre et Ollivier, Émile, 1987. Les Paradigmes Perdus: Essai sur la Sociologie de l’Éducation et Son Objet. Revue Sociologie et Sociétes, Volume 19, No. 2, 1987, pp. 87-102.

Dantier, Bernard, 2003. La Chose Sociologique et sa Représentation: Introduction aux Règles de la Méthode Sociologique d’Émile Durkheim. Une étude sociologique inédite réalisée par M. Bernard Dantier, sociologue, pour Les Classiques des Sciences Sociales. Chicoutimi, 1er Janvier 2003, 53 pages.

Date-Tedo, Kiyonobu, 2006. L’Histoire Religieuse au Miroir de la Morale Laïque au XIXe Siècle en France. Thèse Université Charles-de-Gaulle – Lille 3 École Doctorale “Sciences de l’Homme et de la Société”.

Page 224: foreword - UNJ

148 sosiologi pendidikan émile durkheim

Davies, Brian, 1993. Les Conditions de Réceptions des Travaux de Durkheim dans La Sociologie Britannique de l’Éducation. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologie de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Derouet, Jean-Louis et Besson, Marie-Claude, (éds), 1989. Cohérence et Dynamique des Établissements Scolaires: Études Sociologiques. Actes du Colloque de Tours, 25-26 Avril 1989. Tours: INRP-CDDP de Tours.

Derouet, Jean-Louis et Dutercq, Yves 1997. L’Établissement Scolaire, Autonomie Locale et Service Public. Paris: ESF-INRP.

Derouet, Jean-Louis et Normand, Romuald, 2012. Les Nouvelles Épreuveus d’Homo Academicus: Revisiter la Condition Universitaire dans une Sociéte de la Connaissance. In Charlier, Jean-Émile, et. all (eds). Controler la Qualité dans l’Enseignement Supérieur. Louvain-La-Neuve: Academia l’Harmattan.

Derouet, Jean-Louis, 1985. Des Enseignants Sociologues dans les Établissements ?Ethnologie de Terrain et Contrôle Sociologique dans l’Étude du Fonctionnement des Établissement Scolaires, Revue Française de Pédagogie No. 72.

, 1987. Une Sociologie des Établissements Scolaires; Les Difficultés de Construction d’un Nouvel Objet Scientific. Revue Française de Pédagogie No. 78, Paris.

, 1988. Désaccords et Arrangements dans les Collèges (1981-1986). Eléments pour une Sociologie des Établissements Scolaires. Revue Française de Pédagogie no 83, pp. 5-22.

, 1992. École et Justice: De l’Égalité des Chances aux Compromis Locaux. Paris: Éditions Métailié.

, 2000. La Sociologie des Inégalités d’Éducation à l’Épreuve de la Seconde Explosion Scolaire: Déplacements des Questionnements et Relance de la Critique. Éducation et Societé: Revue Internationale de Sociologie de l’Éducation.

Page 225: foreword - UNJ

149daftar pustaka

, 2009. La Place des Établissement Scolaires en France Sous la Ve République: Une Recomposition Parallèle des Formes de la Justice et des Formes de l’État (1959-2009). Revista Portuguesa de Educação, 2009, 22 (2), pp. 7-34.

Dill, Jeffrey S, 2007. Durkheim and Dewey and the Challenge of Contemporary Moral Education. Journal of Moral Education Vol. 36, No. 2, June 2007, pp. 221-237.

Dubet, François 1987. La Galère: Jeunes en Survie. Paris: Fayard.

, 1991. Les Lycéens. Paris: Seuil.

Dubet, François and Lapeyronnie, D, 1985. L’État et les Jeunes. Paris: Éditions Ouvrières.

Dubet, François et Martuccelli, 1996. Á l’École; Sociologie de l’Expérience Scolaire. Paris: Seuil.

, Danilo, 1996. Théories de la Socialisation et Définition Sociologues de l’École. Revue Française de Sociologie, 4, 1996, pp. 511-536.

Dubet, François, 1994. Sociologie de l’ Éxperience. Paris: Seuil

, 1997. Écoles, Familles: Le Malentendu. Paris: Textuel.

, 2002. Le Décline de L’Institution. Paris: Seuil.

, 2004. l’École des Chances: Qu’est-ce qu’une École Juste. Paris: Éditions la République des Idés, Seuil.

, 2008. Faits d’École. Paris: Éditions EHESS.

, 2009. Penser les Inégalités Scolaires. In Duru-Bellat et Van Zanten (ed), Sociologie du Système Éducatif: Les Inégalités Scolaires. Paris: PUF, pp. 17-33.

, Duru-Bellat, Marie et Vérétout, Antoine, 2010. Les Sociétés et Leurs Écoles. Emprises du Diplôme et Cohésion Sociale. Paris: Éd. du Seuil.

Page 226: foreword - UNJ

150 sosiologi pendidikan émile durkheim

Dubet, François, Filâtre, Daniel, Merrien, François Xavier, Sauvage, André, et Vince, Agnès, 1994. Universités et Villes. Paris: L’Harmattan.

Dubet, François, Touraine, Alain, Hegedus, Z et Wieviorka, M, 1978. Lutte Étudiante. Sociologie. Paris: Seuil.

Dubet, François et Duru-Bellat, Marie, 2000. l’Hypocrisie Scolaire: Pour un Collège enfin Démocratique. Paris: Seuil.

Dubet, François et Martucelli, 1998. Dans Quelle Société Vivons-Nous. Paris: Éditions du Seil.

Dugast, Francine, 1992. Viviane Isambert-Jamati et l’Évolution du Monde Éducatif. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 43-46.

Durkheim, Émile, (cetakan asli 1918, cetakan terbaru 2012). Le Contrat Social de Rousseau. In Revue de Métaphysique et de Morale, tome XXV (1918), pp. 1- 23 & 129 -161/Paris; Éditions Kimé.

, 1885. L’Enseignement Philosophique et L’Aggregation de Philosophie. Revue.

, 1887. La Philosophie dans les Universités Allemandes. Revue Internationale de l’Enseignement, 1887, n˚ 13, pp. 313-338 & pp. 423-440.

, 1887. La Science Positive de La Morale en Allemagne. La Revue Philosophique, 24, 1887, pp. 33-142 & pp. 275 - 284.

, 1893. De La Division du Travail Social: Étude sur l’Organisation des Sociétés Supérieures, Paris: Alcan.

, 1898. Les Règles de la Méthode Sociologique. Paris: Alcan.

, 1900. La Sociologie en France au XIXe Siècle. Revue Bleue, 4e Série t. XIII, nos 20, 1900, pp. 609-613 et 21, pp. 647-652.

Page 227: foreword - UNJ

151daftar pustaka

, 1912. Les Formes Élémentaires de la Vie Religieuse: Le Système Totémique en Australia. Paris: Alcan.

, 1915. Germany Above All: The German Mental Attitude and the War (Terjemahan). Paris: Colin.

, 1918. La Vie Universitaire à Paris. Paris: Almad Colin

, 1922. Éducation et Sociologie. Paris: Alcan.

, 1925. L’Éducation Morale. Paris: Paris.

, 1938. L’Évolution Pédagogique en France. Paris: Alcan.

, 1950. Leçons de Sociologie. Paris: Presses Universitaires de France.

, 1969. Journal Sociologique. Paris: Presses Universitaires de France.

, 1970. La Science Sociale et l’Action. Paris: Presses Universitaires de France.

, 1975, Textes 3 Fonctions Sociales et Institutions. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1975. Textes 1 Éléments d’une Théorie Sociale. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1975. Textes 2 Religion, Morale, Anomie. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1975. Textes 3, Functions Sociales et Institutions. Paris: Les Éditions de Minuit.

, 1976. Rôle des Universités dans l’Éducation Sociale du Pays. In Revue Française de Sociologie, 1976, 17-2, pp. 181-189.

, 1998. Lettres à Marcel Mauss (présentées par Philippe Besnard et Marcel Fournier). Paris: Presses Universitaires de France.

Page 228: foreword - UNJ

152 sosiologi pendidikan émile durkheim

, 2008. La Prohibition de l’Inceste et Ses Origines. Paris: Petitte Bibliothèque Payot.

, 2009. Socialism and Saint Simon (terjemahan). London: Routledge.

, 2011. Hobbes à l’Agrégation. Un cours d’Émile Durkheim suivi par Marcel Mauss. Paris; Éditions EHESS.

, 1895. Le Suicide; Étude de Sociologie. Paris: F. Alcan.

Duru-Bellat, Marie et Van Zanten, Agnès, 1999. Sociologie de l’École. Paris: Armand Collin.

Duru-Bellat, Marie, 2009. Universelles, les Inégalités Sociales Face À l’École. In Duru-Bellat, Marie et Van Zanten, Agnès (ed), Sociologie du Système Éducatif: Les Inégalités Scolaires. Paris: PUF, pp. 35-52.

, 2012. Appréhender les Inégalités dans et par l’Énseignement Supérieur: Spécificités des Processus, Spécificités des Mesures?. In Berninghoff, Martin, et. al (dir). Inégalités Sociales et Enseignement Supérieur: Perspectives en Éducation & Formation. Bruxelles: de Boeck Supérieur, pp. 17-30.

Eicher, Jean-Claude, 1992. Économie de l’Éducation et Sociologie de l’Éducation: De la Confrontation à un Certain Rapprochement. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 219-225.

Elwell, Frank W, 2005. The Classical Tradition: Malthus, Marx, Weber & Durkheim. Rogers State University.

Emirbayer, Mustafa, 1996. Durkheim’s Contribution to the Sociological Analysis of History Author(s). Sociological Forum, Vol. 11, No. 2 (Jun, 1996), pp. 263-284

Page 229: foreword - UNJ

153daftar pustaka

Establet, Roger, 1985. La Rentabilité Sociale Différentielle de la Scolarisation. Thèse Département de Sociologie, Université de Nantes.

Felouzis, Georges, 2001. La Condition Étudiante. Sociologie des Étudiants et de l’Université. Paris: PUF.

Fenton, Steve, 1984. The Sociology of Education; Discipline and Moral Autonomy. In Fenton, Steve, Reiner, Robert, & Hamnett, Durkheim and Modern Sociology. Cambridge: Cambridge University Press.

Filloux, Jean-Claude, 1977. Individualisme, Socialisme et Changement Social Chez Emile Durkheim. Thèse présentée devant l’Université de Paris V, le 29 Novembre 1975.

, 1993. Individualisme et Éducation Aux Droits de l’Homme Chez Émile Durkheim. In Pickering, W. S et Miller, W. Watts, Individualisme et Droits Humains selon La Tradition Durkheimienns. Oxford: British Centre for Durkheimian Studies, pp. 32-50.

, 1994. Durkheim et l’Éducation. Paris: Presses Universitaires de France.

, 1997. Éducation Civique, Éducation Morale, Éducation Éthique. Revue Recherche et Formation No. 24/1997, pp. 97-111.

Fischer, D, 2000. L’Histoire des Étudiants en France. Paris: Flammarion.

Forquin, Jean-Claude, 1983. La Nouvelle Sociologie de l’Éducation en Grande-Bretagne: Orientations, Apports Théorique, Évolutions (1970-1980). Revue Française de Pédagogie No. 65, avril-mai-juin 1983, pp. 61-80.

, 1989. École et Culture; Le Point de Vue Sociologues Britanniques. Bruxelles: DeBoeck Universités.

Page 230: foreword - UNJ

154 sosiologi pendidikan émile durkheim

, 1989. La Philosophie de l’Éducation den Grande-Bretagne: Orientations et Principaux Apports Depuis 1960. Revue Française de Pédagogie. Volume 89, 1989. pp. 71-91.

, 1990. La Sociologie des Inégalites d’Éducation. Sociologie de l’Éducation: Dix ans de Recherches. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 19-59.

, 1997. Les Sociologues de l’Éducation Américains et Britanniques, Présentation et Choix. Bruxelles: DeBoeck-INRP.

, 2008. Sociologie du Curriculum. Rennes: PUR.

, 2008. Durkheim’s Life and Context: Something New About Durkheim?. In Smith, Philip and Alexander, Jefferey C (eds), 2008. The Cambridge Companion to Durkheim. Cambridge: Cambridge University Press.

, 2008. Émile Durkheim; Une Vie, Une Carrière. In Valade, Bernard. Durkheim, L’Institution de la Sociologie. Paris: Presses Universitaires de France.

Frades, José A, 1990. Durkheim. Paris: Presses Universitaires de France.

Frangoudaki, Anna, 1992. La Sociologie de l’Éducation en Grèce in Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 103-112.

Galland O, (ed), 1996. Le Monde des Étudiants. Paris: PUF.

Garland, David, 1999. Durkheim’s Sociology of Punishment and Punishment Today. In Cladis, Marks S (ed), 1999. Durkheim and Foucault; Perspectives on Education and Punishment. Oxford: Durkheim Press.

Garlitz, Dustin, 2010. Durkheim’s French Neo-Kantian Social Thought: Epistemology Sociology of Knowledge and Morality in the Elementary Forms of the Religious Life. Florida: Department of Philosophy, University of South Florida.

Page 231: foreword - UNJ

155daftar pustaka

Gaudemar, Paul de, 1993a. Présentation in Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

, 1993b. Le Concept de Socialisation dans La Sociologie de l’Éducation Chez Durkheim. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Gautherin, Jacqueline, 1993. Le Durkheimisme: Sociologie ou Pédagogie, Science ou Doxa?. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologie de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Gephart, Werner, 1999. The Realm of Normality in Durkheim and Foucault. In Cladis, Marks S (ed), 1999. Durkheim and Foucault; Perspectives on Education and Punishment. Oxford: Durkheim Press.

Gérald, Antoine et Passeron, Jean-Claude, 1966. La Réforme de l’Université: Conservatisme et Novation à l’Université. Paris: Clmann-Lévy.

Giddens, Anthony, 1972. Moral Obligation, Duty and Freedom. In Giddens, Anthony, Émile Durkheim; Selected Writings. Cambridge: Cambridge University Press.

, 1978. Émile Durkheim. New York: The Viking Press.

, 1986. Durkheim on Politics and the State. Cambridge: Polity.

Goode, W. J, 1951. Religion among the Primitives. Glencoe, IL: Free Press.

Graham, Jesse, Haidt, Jonathan and Kaufman, Sara E. Rimm, 2008. Ideology and Intuition in Moral Education. European Journal of Developmental Science (EJDS), 2008, Vol 2, No. 3, pp. 269-286.

Page 232: foreword - UNJ

156 sosiologi pendidikan émile durkheim

Granet, Marcel, 1922. La Religion des Chinois. Paris: Presses Universitaires de France.

, 1929. La Civilisation Chinoise. Paris: Bibliothèque de l’évolution de l’humanité.

, 1934. La Pensée Chinoise. Paris: Editions Albin Michel.

Graziosi, Mariolina, 2008. Durkheim’s Sociology of Morality: is it Still Valid? Working Paper 6/08. Dipartimento di Studi Sociali e Politici, Università degli Studi di Milano.

Green, S. J. D, 1989. Émile Durkheim Human Talents and Two Traditions of Social Justice. British Journal of Sociology, 40: 97. 117.

Grignon C & Gruel, L, 1999. La Vie Étudiants. Paris: PUF.

Grignon, C, 1998. La Vie Matérielle des Étudiants. Paris: Cahier de l’OVE-La Documentation Française.

Grisay, Alerta, 1988. Du Mythe de la Bonne École à la Réalité (fuyante) de l’École Efficace. Liège: Université de Liège.

, 1990. Des Indicateurs d’Éfficacité pour les Établissements Scolaires; Études d’un Groupe Contrasté de Collège ‘Performants’ et ‘Peu Performants’, Éducation et Formations, No. 22, pp. 31-46.

Gross, Neil and Jones, Robert Alun, 2004. Durkheim’s Philosophy Lectures: Notes from the Lycée de Sens Course 1883-1884. Cambridge: Cambridge University Press.

Haecht, Anne Van, 2006. L’École à l’Épreuve de la Sociologie; La Sociologie de l’Éducation et ses Évolutions. Bruxelles: de Boeck.

Hawkins, M. J, 1981. Émile Durkheim on Democracy and Absolutism. History of Political Thought, Volume 2 (2), pp. 369-390.

Henry Cuin, Charles, 2011. Durkheim; Modernité d’un Classique. Paris: Hermann.

Page 233: foreword - UNJ

157daftar pustaka

Hertz, Robert, 1928. Mélanges de Sociologie Réligieuse et Folklore. Paris: Alcan.

, 1994. Sin and Expiation in Primitive Societies. Oxford: the British Centre for Durkheimian Studies.

Hidayat, Rakhmat, 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

, 2013. Pedagogi Kritis: Sejarah, Perkembangan dan Pemikiran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Houzel, G, 2002. Les Engagements Bénévoles des Étudiants; Perspectives pour de Nouvelles Formes de Participation Civique (Rapport aux ministres chargés de l’Éducation Nationale et des Affaires Sociales). En ligne: http: /www. ove-national. education. fr/doc_lib/be9b_benevol. pdf.

Hubert, Henri, 1933. Les Celtes, d’après Henri Hubert. In: Annales de Géographie. 1933, t. 42, n°240. pp. 636-642.

Huther, Jacques Coenen, 2010. Comprendre Durkheim. Paris: Armand Colin.

Isambert-Jamati, Viviane, 1970. Crises de la Sociéte, Crises de l’Enseignement; Sociologie de l’Enseignement Secondaire Française. Paris: PUF.

, Viviane, 1977. La Réforme de l’Enseignement du Français à l’École Élémentaire. Paris: Éditions du CNRS Coll-Actions Thématiques Progmmées: Sciences Humaines.

, Viviane, 1984. Culture Technique et Critique Sociale à l’École Ėlémentaire. Paris: Presses Universitaires de France.

, Viviane, 1990. Les Savoir Scolaires; Enjeux Sociaux des Contenus d’Enseignement et de Leurs Réformes. Paris: Ėditions l’Harmattan.

, Viviane, 1993. L’Enseignement des Sciences de l’Homme au Lycée selon Durkheim. In Cardi, François et Plantier,

Page 234: foreword - UNJ

158 sosiologi pendidikan émile durkheim

Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologie de l’Éducation. Paris: L’Harmattan

, 1995. Solidarité Fraternele et Réussite Sociale: La Correspondance Familiale des Dubois-Goblot: 1841-1882. Paris: Ėditions l’Harmattan.

Jones, Robert Alun, 1986. Émile Durkheim: An Introduction to Four Major Works. California: Sage Publications.

Kando, Thomas M, 1976. L'Année Sociologique: From Durkheim to Today. The Pacific Sociological Review, Volume 19, No. 2 (April 1976), pp. 147-174.

Karsenti, Bruno, 2006. La Société en Personnes: Études Durkheimiennes. Paris: Economica.

Keck, Frédérick et Plouviez, Mélanie, 2008. Le Vocabulaire d’Émile Durkheim. Paris: Ellipse.

Krämer, Hans Leo, 1993. L’Actualité de Durkheim, Sociologue de l’Éducation, en Allemagne: Ses Formes Diversifiéss Depuis les Années Soixante. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Kunian, F, 2004. Étude sur la Participation des Étudiants aux Élections Universitaires. CIDE. En ligne: http: www. cnous. fr/navigation/rapport-mars04. pdf

Lacroix, Bernard, 1981. Durkheim et le Politique, Paris: Presses de la Fondation Nationale des Sciences Politiques.

, 1990. Aux Origines des Sciences Sociales Françaises: Politique, Société et Temporalité dans l’Oeuvre de Durkheim in Archives de Sciences Sociales des Religions, 69 (1): 109-127.

Lahire, Bernard, 1993. Culture Écrite et Inégalités Scolaires. Lyon: Presses Universitaires de Lyon.

, 1993. Le “Programme de Recherches” D’Émile Durkheim dans Éducation et Sociologie: Un Exemple Actual de

Page 235: foreword - UNJ

159daftar pustaka

Réalisation. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

, 1999. La Sociologie de l’Éducation et l’Opacité des Savoirs. Éducation et Societé: Revue Internationale de Sociologie de l’Éducation, No. 4/1999/2, pp. 15-28.

Lamanna, Mary Ann, 2002. Émile Durkheim on the Family. California: Sage.

Laurens, Jean-Paul, 2011. Jean-Michel Berthelot; Sociologie de l’Éducation, qui n’a pas fait d’enquête n’a pas droit à la Parole. In Marcel, Jean-Christophe Marcel and Martin, Olivier, 2011. Jean-Michel Berthelot: Itinéraires d’un Philosophie en Sociologie. Paris: PUF.

Le Play, 1855. Ouvriers Européens. Études sur les Travaux, la Vie Domestique et la Condition Morale des Populations Ouvrières de l’Europe. Paris: Imprimerie impériale.

Le Play, Frédéric, 1864. La Réforme Sociale en France; Déduite de l’Observation Comparée des Peuples Européens. Paris: Henri Plon.

Lelièvre, Claude, 2006. Les Profs, L’École et la Sexualité. Revue de Recherche et Formation No. 52/2006, pp. 71-77.

Lincoln, James R, 2004. Durkheim and Organizational Culture. Prepared for Inclusion. In Marek Kocsynski, Randy Hodson, and Paul Edwards (editors). Social Theory at Work. Oxford, UK: Oxford University Press.

Lüdge, Menga and Abreu, Estela Dos Santos, 1992. La Sociologie de l’Éducation au Brésil. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 89-94.

Lukes, S, 1968. Émile Durkheim. PhD Thesis, Volume 2, Bodleian Library Oxford.

, 1973. Émile Durkheim. His Life and Work; A Historical and Critical Study. London: Allen Lanene.

Page 236: foreword - UNJ

160 sosiologi pendidikan émile durkheim

Merle, Pierre, 2009. La Démocratisation de l’Énseignement Entre Égalisation et Illusions. In Duru-Bellat et Van Zanten (ed), Sociologie du Système Éducatif: Les Inégalités Scolaires. Paris: PUF, pp. 75-93.

Merton, Robert K, 1934. Durkheim’s Division of Labor in Society. American Journal of Sociology Volume 40, Issu 3, November 1934, pp. 319-328.

Meštrović, Stjepan G, 1984. “Durkheim’s Concepts of the Unconscious”. In Current Perspectives in Social Theory 5: pp. 267-288

, 1993. Émile Durkheim and the Reformation of Sociology. Boston: Rowman and Littlefield.

Mialaret, Gaston, 2009. Les Origines et l’Évolution des Sciences de l’Éducation en Pays Francophone. In Vergnioux, A (ed), 2009. 40 ans des Sciences de l’Ėducation. Caen, PUC, pp. 9-22.

Mignot-Gerard S, 2006. Echanger et Argumenter; Les Dimensions Politiques du Gouvernement des Universités Français. Thèse Département de la Sociologie Sciences Po Paris.

Mignot-Gerard S. and Musseline, Christine, 2002. More Leadership for French Universities, but also More Divergences between the President and the Deans. In Dewatripont, M., Thys-Clément, F. et Wilkin, L (eds). European Universities: Change and Convergence, Bruxelles, pp. 123-146, editions de l’Université de Bruxelles, 2002.

Mignot-Gerard S. and Musseline, Christin, 2002. The Recent Evolutions of French Universities. In Amaral, A., Jones, G. A, Karseth, B (eds). Governing Higher Education: National Perspectives on Institutional Governance. La Hague: Kluwer Acacemic Publishers, pp. 81-103.

Miller, Willie Watts, 1993. Durkheim: Liberal-Communitarian. In Pickering, W. S et Miller, W. Watts, Individualisme et Droits

Page 237: foreword - UNJ

161daftar pustaka

Humains selon La Tradition Durkheimienns. Oxford: British Centre for Durkheimian Studies, pp. 82-104.

Moǹivas, Jesús Romero, 2007. Science and Religion in the Sociology of Émile Durkheim. European Journal of Science and Theology, March 2007, Vol 3, pp. 17-30.

Morin, Dominique, 2003. Émile Durkheim et Marcel Mauss; Étude d’Épistemologie Historique sur l’Émergence de la Tradition de Recherche des Sciences Contemporaines. Tesis Master Faculté des Études Supérieures de l’Université Laval, Départment de Sociologie Faculté des Sciences Sociales, Université Laval Québec.

Müller, Hans Peter, 1993. Durkheim’s Political Sociology. In Turner, Stephen P, Émile Durkheim; Sociologist and Moralist. London-New York: Routledge.

Musselin, Christine et Cret, Benoit, 2012. Recrutements Universitaires et Inégalités. In Berninghoff, Martin, et. al (dir). Inégalités Sociales et Enseignement Supérieur: Perspectives en Éducation & Formation. Bruxelles: de Boeck Supérieur, pp. 99-116.

Nisbet, Robert A, 1965. Émile Durkheim: Makers of Modern Social Science. New Jersey: Prentice-Hall, Inc-Englewood Cliffs.

Nóvoa, António, 1998. Professionalisation des Enseignants et Sciences de l’Éducation. Lisbonne: Université de Lisbonne.

Paoletti, Giovanni, 2004. La Théorie Durkheimienne du Lien Social à l’Épreuve de l’Éducation Morale. Revue Européenne des Sciences Sociales, XLII-129 (2004), pp. 275-288.

Paoletti, Giovanni, 2012. Durkheim et la Philosophie: Représentation, Réalité et Lien Social. Paris: Classiques Garnier.

Paradeise, Catherine et Thoenig, Jean-Claude, 2011. Réformes et Ordres Universitaires Locaux. In Felouizis G et S. Hanhart (eds), 2011. Gouverner l’Éducation par le Nombres ?Usages, Débats

Page 238: foreword - UNJ

162 sosiologi pendidikan émile durkheim

et Controverses. Bruxelles, Éditions de Boeck, Collection Raisons Éducatives, pp. 33-52.

Paradeise, Catherine, 2008. Autonomie et Régulation: Retour sur Deux Notions Clefs. In Le Bianic Th, Vion A, 2008. Action Publique et Légitimité Professionnele. Paris: LGDJ.

Passeron, Jean Claude, 1970. Sociologie des Examens. Éducation et gestion, 20, pp. 6-16.

, 1972. Les Problèmes et les Faux Problèmes de la Démocratisation’ du Système Scolaire: Les Questions Sociologique sous Débat Idéologique. Éducation et gestion, 28, pp. 10-23.

, 1973. Éducation et Société,, Éducation et gestion, 35, pp. 13-23.

, 1982. L’Inflation des Diplômes: Remarques sur l’usage de Quelques Concepts Analogiques en Sociologie. Revue Française de Sociologie, 31, pp. 551-584.

, 2005. Que reste-t-i-il des Héritiers et de la Reproduction dans les Années 2000?. In Chapoulie et al (dir), Sociologues et Sociologies, La France es Années 60. Paris: l’Harmattan, Logiques Sociales, pp. 35-64.

, 1967. La Relation Pédagogique dans le Système d’Enseignement. Prospective, 14, Septembre, pp. 149-171.

Paul Zalio, Pierre, 2001. Durkheim. Paris: Hachette Supérieur.

Peacock, J. L, 1981. Durkheim and the Social Anthropology of Culture. Social Forces 59: 996-1008.

Pearce, F, 1989. The Radical Durkheim. London: Unwin Hyman.

Perrenoud, Philippe, 1992. Aspects de la Sociologie de l’Éducation en Suisse Romande In Plaisance. Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 123-131.

Pescosolido, Bernice A and Sharon Georgianna, Sharon, 1989. Durkheim, Suicide, and Religion: Toward a Network Theory of

Page 239: foreword - UNJ

163daftar pustaka

Suicide. American Sociological Review, Vol. 54, No. 1. (Feb., 1989), pp. 33-48.

Pickering, William, S, F, 1979. Introduction. In Durkheim: Essay on Morals and Education. London, Boston and Henley: Routledge & Kegan Paul.

, 1984. Durkheim’s Sociology of Religion: Themes and Theories. Routledge and Kegan: Londres.

, 1975. Durkheim on Religion: A Selection of Readings with Bibliographies and Introductory Remarks. London: Routledge and Paul Keagan.

, 1993. Human Rights and the Individual: An Unholy Alliance Created by Durkheim. In Pickering, W. S et Miller, W. Watts, Individualisme et Droits Humains selon La Tradition Durkheimienns. Oxford: British Centre for Durkheimian Studies, pp. 51-76.

, 1993. L’Évolution de la Religion. In P. Besnard, M. Borlandi & P. Vogt (eds), pp. 185-196.

, 2000. What do Representations Represent? The Issue of Reality. In W. Pickering (ed), Durkheim and Representations, London: Routledge: pp. 98-117.

Plaisance, Éric, 1992. Sociologie et Sciences de l’Éducation; Continuitas Historiques et Spécifités de l’Apport de Viviane Isambert-Jamati. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 27-42.

Plouviez, Mélanie, 2010. Normes et Normativité dans la Sociologie d’Émile Durkheim. Thèse École Doctorale de Philosophe Université Paris 1-Panthéon Sorbonne.

Poisson, Yves, 1991. La Recherche Qualitative en Éducation. Québec: Presses de l’Université de Québec.

Page 240: foreword - UNJ

164 sosiologi pendidikan émile durkheim

Queiroz, Jean-Manuel de, 1993. Socialisation et Individuation Chez Durkheim. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Rajsfus, Maurice, 1998. Mai 68: Sous les Pavés, la Répression (Mai 1968-Mars 1974). Paris: Le Cherche Midi Éditeur.

Ramp, William, 1999. Durkheim and Foucault on the Genesis of the Disciplinary Societ. In Cladis, Marks S (ed), 1999. Durkheim and Foucault; Perspectives on Education and Punishment. Oxford: Durkheim Press.

Ravaglioli, Fabrizio, 1993. Durkheim et les Sociologues Italiens de l’Éducation. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Ravon, Bertrand, 1993. La Réappropriation Critique de Durkheim: Appartenance Scientifique et Conflit Politique. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologue de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Reboul, Olivier, 1989. La Philosophie de l’Éducation. Paris: Presses Universitaires de France.

Reiner, Robert, 1984. Crime, Law and Deviance: the Durkheim Legacy. In Goodlove, Terry F, JR, Teaching Durkheim. Oxford: Oxford University Press.

Rey, Olivier, 2005. L’Enseignement Supérieur sous Le Regard Des Chercheurs. Lyon: INRP, pp. 5.

Robertson, R, 1970. The Sociological Interpretation of Religion. Oxford: Basil Blackwell.

Romainville, Marc, 2004. Esquisse d’une Didactique Universitaire. Revue Francophone de Gestion (pp. 5-24), numéro spécial consacré au Deuxième Prix de l’Innovation Pédagogique en Sciences de Gestion. La Sorbonne, CIDEGEF.

Sadri, Mahmoud & Stinchcombe, 1993. La Modulation de L’Assigné et de L’Acquis dans Les Sociétés Modernes. In Besnard, Philippe.,

Page 241: foreword - UNJ

165daftar pustaka

Borlandi, Massimo., & Vogt, Paul., 1993. Division du Travail et Lien Social; La Thèse de Durkheim un Siècle Après. Paris: Presses Universitaires de France.

Saha, L, J and J. Zubrzycki, 1997. Classical Sociological Theories of Education. In Saha Lawrence J (Ed), 1997, International Encyclopedia of the Sociology of Education, Exeter: Pergamon.

Salinas, Sonia Comboni et Nuňez, José Manuel Juarez, 1992. Sociologie et Sociologie de l’Éducation au Mexique. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 75-88.

Scharf, B. R, 1970. Durkheimian and Freudian Theories of Religion: The Case of Judaism British Journal of Sociology, 21, pp. 151-163.

Schluchter, Wolfgang, 2002. The Sociology of Law as an Empirical Theory of Validity. European Academy of Sociology, Second Annual Lecture, Paris, November 16, 2002.

Seger, I, 1957. Durkheim and His Critics on the Sociology of Religion. Colombia University Monograph Series; Bureau of Applied Social Research.

Sewell, William H and Shah, Vimal P.1967. Socioeconomic Status, Intelligence, and the Attainment of Higher Education. Sociology of Education, Volume 40, Issue 1 (Winter, 1967), pp. 1-2

Singly, François, 2012. Durkheim. Cérémonie de Collation des Grades de la Promotion Émile Durkheim 2011 Centre des Saints Pères, 45 rue des Saints Pères Université Paris Descartes, le 12 Mai 2012.

Sirianni, C. J, 1984. Justice and the Division of Labour: A Reconsideration, Sociological Review, 32, pp. 449-470.

Sirota, Régine, 1987. Approches Ethnographiques en Sociologie de l’Éducation: l’École et la Communauté, l’Établissement Scolaire, la Classe. Revue Française de Pédagogie, 80, pp. 69-97.

Page 242: foreword - UNJ

166 sosiologi pendidikan émile durkheim

Sirota, Régine, 2001. La Note de Synthèse, Un Instrument de Structuration de la Sociologie de l’Éducation. Revue Française de Pédagogie, No. 135, April-May-June 2001, pp. 45-60.

Smith, Philip and Alexander, Jeffrey C, 2008. Introduction: The New Durkheim.

Smith, W. R, 1889. Lectures on the Religion of the Semites. Edinburgh.

Steiner, Philippe et Gislain, Jean-Jacques, 1995. La Sociologie Économique 1890-1920: Durkheim, Pareto, Schumpeter, Simiand, Veblen et Weber. Paris: Presses Universitaires de France.

Steiner, Philippe, 1994. La Sociologie de Durkheim. Paris: La Decouverte

, 1998. La “Science Nouvelle” de l’Économique Politique. Paris: Presses Universitaires de France.

, 1998. Sociologie de la Connaissance Économique. Essai sur les Rationalisations de la Connaissance Économique (1750-1850). Paris: Presses Universitaires de France.

, 1999. La Sociologique Économique. Paris: La Découverte.

, 2005. l’École Durkheimienne et l’Économie. Genève-Paris: Libraire Droz.

, 2008. La Tradition Française de Critique Sociologique de l’Économie: Comte, Durkheim et Bourdieu. Revue d’Histoire des Sciences Humaines, 2008.

, 2008. Tradition Française de Critique Sociologique de l’Économie Politique. Revue d’Histoire des Sciences Humaines, Vo. 17, Mai 2008, pp. 63-84.

Strenski, Ivan, 2005. Durkheims Sings; Teaching the ‘’New’’ Durkheim on Religion. In Goodlove, Terry F, JR, Teaching Durkheim. Oxford: Oxford University Press.

Tanguy, Lucie, 1992. Continuités et Inflexions d’Un Parcours Intellectuel en Sociologie de l’Éducation 1962-1990. In Plaisance,

Page 243: foreword - UNJ

167daftar pustaka

Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 13-25.

Terral, Hervé, 2005. Paul Lapie (1869-1927): Universitaire et Bâtisseur de l’École Laïque. Revue Carrefours de l’Éducation, 19, Janvier-Juin 2005, pp. 121-137.

Terré, François, 2011. La Sociologie du Droit de Durkheim. In Boudon, Raymond, Durkheim fut-il Durkheimien? Actes du Colloque Organisé les 4 et 5 Novembre 2008 par L’Académie des Sciences Morales et Politiques. Paris: Armand Colin.

Thompson, Kenneth, (ed), 2004. Readings from Émile Durkheim (Revisited Edition). London-New York: Routledge.

, 1982. Émile Durkheim (Key Sociologist). Milton Keynes: The Open University.

, 1993. Wedded to the Sacred. In Pickering, W. S et Miller, W. Watts, Individualisme et Droits Humains selon La Tradition Durkheimienns. Oxford: British Centre for Durkheimian Studies, pp. 77-81.

Tiryakin, Edward A, 1994. Durkheim et Weber, Cousins Germains? In Hirschhorn, Monique & Huther, Jacques Coenen, Durkheim, Weber Vers La Fin Des Malentendus. Paris: L’Harmattan.

Torrance, John, 1993. Or Communitarian Liberal?Response to W. Watts Miller. In Pickering, W. S et Miller, W. Watts, Individualisme et Droits Humains selon La Tradition Durkheimienns. Oxford: British Centre for Durkheimian Studies, pp. 105-108.

Touraine, Alain, 1972. Université et Sociéte aux États-Unis. Paris: Les Éditions du Seuil.

Touraine, Alain, 1992. Viviane Isambert-Jamati et la Sociologie de l’Éducation. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 49-58.

Page 244: foreword - UNJ

168 sosiologi pendidikan émile durkheim

Traugott, Mark, 1978. Sociology of the Family. In Trougott, Mark (ed), Émile Durkheim on Institutional Analysis. Chicago-London: The University of Chicago Press.

Trigo, Valérie Brard, tanpa tahun. Sociologie de l’Éducation. Cours. CNED: Université Lyon 2-Université de Rouen.

Trottier, C, 1987. La Nouvelle Sociologie de l’Éducation en Grande-Bretagne: Un Mouvement de Pensée en Voie de Dissolution ?. Revue Française de Pédagogie 78 (Janvier-Mars), pp. 5-20.

Tuner, Bryan S, 1999. Classical Sociology. London: Sage Publications.

Turner, Bryan S, 1991. Religion and Social Theory. London: Sage.

Van Meter, Karl M (ed), 1992. La Sociologie. Paris: Larousse.

Van Zanten, Agnès Henriot et Levit, Kathryn Anderson, 1992. L’Anthropologie de l’Éducation aux Etats-Unis: Méthodes, Théories et Application d’une Discipline en Évolution. Revue Française de Pédagogie No. 101, October-November-December 1992, pp. 79-104.

Van Zanten, Agnès Henriot, 1993. L’Influence Durkheimienne et L’Influence Ethnomèthodologique en Sociologie de l’Éducation: Oppositions et Convergences. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologie de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Van Zanten, Agnès Henriot, 2004. Les Politiques d’Éducation. Paris: Presses Universitaires de France.

Van Zanten, Agnes Henriot, 2009. Inégalités d’Éducation et Action Publique. In Duru-Bellat et Van Zanten (ed), Sociologie du Système Éducatif: Les Inégalités Scolaires. Paris: PUF, pp. 208-213.

Verret, Michel, 1992. Hommage À Viviane Isambert-Jamati; Introduction aux Contributions des Sociologiques Français. In Plaisance, Éric (éd), 1992. Permanence et Renouvellement en

Page 245: foreword - UNJ

169daftar pustaka

Sociologie de l’Éducation; Perspectives de Recherches 1950-1990. Paris: INRP-L’Harmattan, pp. 145-147.

Vincent, Guy, 1993. Le Pédagogique et Le Politique: Réflexions sur Qulques Textes de Durkheim. In Cardi, François et Plantier, Joëlle (eds), 1993. Durkheim Sociologie de l’Éducation. Paris: L’Harmattan.

Vogt, W. Paul, 1993. Durkheim’s Sociology of Law: Morality and the Cult of the Individual. In Turner, Stephen P, Émile Durkheim: Sociologist and Moralist. London-New York: Routledge.

Wach, J, 1994. Sociology of Religion. Chicago-London: University of Chicago Press.

Walford, Geoffrey and Pickering, W. S. F (eds), 1998. Durkheim and Modern Education. London-New York: Routledge.

Weisz, George, 1983. The Emergence of Modern Universities in France, 1863-1914. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

Wells, A. F, 1939. Social Surveys. In F. C Bartlett, M. Ginsberg, E. S. Lindgren & R. H Thouless (Eds), The Study of Society. London: Kegan Paul, Trench, Trubner & Co, pp. 424-435.

Wexler, Philip, 2007a. Mystical Jewish Sociology. Perspective in Jewish Studies: Journal for the Study of Religions and Ideologies. 6. 18 (Winter 2007), pp. 206-217.

Wexler, Philip, 2007b. Religion as Socio-Educational Critique: A Weberian Example. In McLaren & Kincheloe, Joe L (ed), 2007. Critical Pedagogy; Where Are We Know. New York: Peter Lang Publishing.

Young, Michael, (ed), 1970. Knowledge and Control: New Direction for the Sociology of Education. London: Collier-MacMillan.

Zaffran, Joël, 2006. La Discipline et la Régularité à l’École Démocratique de Masse. Revue Éducation et Sociétes No. 17/2006/1, pp. 141-157.

Page 246: foreword - UNJ

170 sosiologi pendidikan émile durkheim

Zimmerman, C and Frampton, M, 1935. Family and Society: A Study of the Sociology of Reconstruction. New York: D. Van Nostrand.

Page 247: foreword - UNJ

171glosarium

GLOSARIUM

Agrégation (Aggregasi)Kompetisi nasional dalam rekrutmen guru di Prancis. Saat ini terdapat dua jenis agrégation yaitu untuk guru pendidikan menengah (SMP dan SMA) serta untuk dosen perguruan tinggi seperti dalam disiplin ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu politik dan manajemen.

AnarkisAnarkis merujuk kepada pendukung anarkisme. Anarkisme secara umum didefinisikan sebagai suatu filsafat politik yang menekankan pemikiran tidak perlunya negara atau berbahaya. Anarkisme juga menentang otoritas atau organisasi hierarkis dalam pelaksanaan hubungan manusia. Anarkis menganjurkan masyarakat tanpa kewarganegaraan berdasarkan asosiasi sukarela.

AnomieKonsep yang dijelaskan Durkheim dalam bukunya De la Division du Travail Social (1893). Konsep ini menggambarkan kondisi

Page 248: foreword - UNJ

172 sosiologi pendidikan émile durkheim

deregulasi dalam masyarakat, yaitu tidak berfungsinya aturan-aturan bagaimana seseorang seharusnya berperilaku satu sama lain. Anomie juga sering disebut normlessness, yaitu keadaan di mana norma tidak berfungsi di masyarakat.

Art de VivreMarie Duru Bellat and Agnès Van Zanten juga menyebut moral sebagai art de vivre (seni hidup) yang mengikat secara koheren dalam prinsip filosofi, pekerjaan, kehidupan sehari-hari murid sekolah maupun orang tuanya.

Attachment social (Keterikatan Sosial)Salah satu elemen dari moralitas yang dikembangkan Durkheim selain disiplin dan otonomi. Keterikatan sosial di dalamnya merujuk pada hierarki sebuah kelompok. Keberadaan keluarga, klub, masyarakat berada pada level tertinggi yang dapat mengikat seseorang.

CiviqueUntuk melakukan ini, diperlukan guru-guru yang bertanggung jawab dalam mengajarkan kewarganegaraan (civique) sesuai dengan prinsip sekularisme.

FrancMata uang yang digunakan Prancis sejak tahun 1795 hingga 1999. Selain digunakan di Prancis, beberapa negara Franchopone (cetak miring) juga menggunakan Franc. Sejak terbentuknya Uni Eropa awal tahun 2000, Franc digantikan dengan € (euro) oleh negara-negara Uni Eropa kecuali Inggris dan Swiss.

Laïques atau LaïcitéDisebut juga sekularisme Prancis. Dalam bahasa Prancis, Laïcité sebuah konsep yang menjauhkan keterlibatan agama dalam urusan pemerintahan serta tidak adanya keterlibatan pemerintah

Page 249: foreword - UNJ

173glosarium

dalam urusan agama. Sekularisme Prancis memiliki sejarah panjang tapi rezim saat ini didasarkan pada UU 1905 Prancis tentang Pemisahan Gereja dan Negara. Selama abad ke-20, berkembang perlakuan yang sama dari semua agama. Istilah ini pertama kalinya diciptakan pada 1841 ketika proyek reformasi sekolah publik Prancis. Agama dihilangkan perannya dari dunia sekolah dan pendidikan. Reformasi sekolah umum sekuler dan selama abad ke-19 adalah suatu langkah penting sekularisme di Prancis.

l’École DurkheimienneDisebut juga the Durkheim School atau Mazhab Durkheim. Kelompok pemikir adalah mereka yang konsen, meneruskan dan merawat pemikiran Durkheim dalam berbagai ruang lingkup pemikiran sosiologi. Beberapa tokoh pendirinya dikenal sebagai anggota jurnal L’Année Sociologique yaitu Célestin Bouglé (1870-1940), Marcel Mauss (1872-1950), Henri Hubert (1872 –1927), Maurice Halbwasch (1877-1945), Francois Simiand (1873-1935), Paul Lapie (1867-1927).

l’École RépublicaineProyek reformasi sekolah yang digagas Jules Ferry (1832-1893) ketika menjadi Menteri Pendidikan Prancis Periode 1879-1882. Jules Ferry mentransformasikan pengajaran publik dalam prinsip-prinsip republikan dengan ide dasar sekolah sekular yaitu pengajaran moral dan kewarganegaraan. Jules Ferry juga mewajibkan pendidikan untuk semua anak usia sekolah dan menggratiskan pendidikan untuk semua jenjang pendidikan.

l’Écoles Primaires SupérieuresSekolah dasar unggulan yang didirikan François Guizot ketika menjabat Menteri Pendidikan Prancis (1832-1837). Pendirian sekolah ini adalah salah satu kebijakan dari implementasi Undang-Undang Guizot yang dikeluarkan tanggal 28 Juni

Page 250: foreword - UNJ

174 sosiologi pendidikan émile durkheim

1833. Undang-Undang Guizot diambil dari nama François Pierre Guillaume Guizot (1787-1874). Pendirian sekolah ini dilakukan di bawah kekuasaan Kerajaan Prancis atau lebih dikenal dengan Monarchie de Juillet.

Humain Capital TheoryTeori dan perspektif yang diwujudkan dalam kemampuan untuk melakukan kerja sehingga menghasilkan nilai ekonomi. Dalam perspektif ekonomi, teori ini merupakan upaya untuk menangkap kompleksitas sosial, budaya, biologis dan psikologis ketika mereka berinteraksi dalam transaksi ekonomi. Teori ini juga menghubungkan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia untuk pendidikan, dan peran sumber daya manusia dalam pembangunan ekonomi, pertumbuhan produktivitas, dan inovasi telah sering dikutip sebagai pembenaran untuk subsidi pemerintah untuk pendidikan dan pekerjaan pelatihan keterampilan.

Keteraturan Sosial (Social Order) Masyarakat yang dicita-citakan dalam pandangan Durkheim. Social order dan disorder merupakan dua isu utama Durkheim dalam menjelaskan masyarakat. Keteraturan sosial juga menggambarkan kondisi masyarakat yang sangat teratur sesuai nilai dan norma yang berlaku. Proses ini ditandai dengan adanya keseimbangan (equilibrium) dalam berbagai kehidupan masyarakat.

Kohesi SosialPerekatan masyarakat yang dibangun oleh suatu komunitas berdasarkan ikatan kekeluargaan, klan dan genealogi dalam kerangka keetnikan. Secara tipologis kohesi sosial dapat dikategorikan ke dalam dua tipe yaitu kohesi sosial intramasyarakat dan kohesi sosial antar masyarakat. Kohesi sosial intramasyarakat secara historis terbentuk melalui suatu

Page 251: foreword - UNJ

175glosarium

mekanisme pembentukan sosio-kultur dalam suatu masyarakat tunggal (single society). Kohesi sosial antar masyarakat secara historis terbentuk melalui pertemuan sosial secara lintas masyarakat. Pertemuan sosial itu terbentuk oleh adanya saling membutuhkan, kemudian membentuk suatu mekanisme sosial yang saling membantu.

Kurikulum Sebuah rencana umum tentang isi atau materi dalam pembelajaran di sekolah yang disampaikan guru kepada murid melalui separangkat metode dan teknik pembelajaran.

Kurikulum Tersembunyi (Hidden Curriculum)Berbagai aturan-aturan sosial dan perilaku yang diharapkan berdasarkan segala sesuatu yang tidak tertulis dalam kurikulum resmi.

Mazhab Frankfurt Disebut juga the Frankfurt School. Kelompok filsuf yang memiliki afiliasi dengan Institut for Sozialforschung (Institute for Social Research) di Frankfurt, Jerman. Mereka memiliki ketertarikan intelektual dengan pemikiran Neo-Marxisme dan kritik terhadap budaya. Kelompok filsuf ini dirintis pada 1923 yang dipelopori Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, dan Erich Fromm. Kelompok ini juga disebut dengan pemikir Neo Marxian.

Marxisme Perspektif ekonomi dan sosial-politik yang didasarkan pada interpretasi materialis perkembangan sejarah, pandangan dialektis perubahan sosial, dan analisis kelas-hubungan dalam masyarakat dan penerapannya dalam analisis dan kritik terhadap perkembangan kapitalisme. Pada pertengahan abad ke-19-an, perkembangan intelektual Marxisme dipelopori oleh dua filsuf Jerman, Karl Marx dan Friedrich Engels. Analisis Marxis dan

Page 252: foreword - UNJ

176 sosiologi pendidikan émile durkheim

metodologi telah memengaruhi ideologi politik dan gerakan sosial sepanjang sejarah. Marxisme mencakup teori ekonomi, teori sosiologi, metode filosofis dan pandangan revolusioner perubahan sosial.

Memori Kolektif (la mémoire collective)Kajian yang dikembangkan Maurice Halbwachs (1877-1945), seorang filsuf dan sosiolog Prancis. Memori kolektif mengacu pada upaya mengingat kenangan secara sadar atau tidak sadar dari pengalaman atau yang dimitoskan oleh semangat dan rasa identitas masa lalu secara integral. Konsep ini untuk mengkritik konsep memori individual (la mémoire individuel). Halbwasch menyebutkan beberapa produsen memori kolektif yaitu keluarga, komunitas agama dan kelas sosial. Produsen memori kolektif tersebut menentukan representasi kolektif yang bertindak dalam masyarakat global.

Monarchie de JuilletKekuasaan kerajaan di Prancis dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1830 dan berakhir pada tahun 1848. Dominasi kekuasaannya berlangsung selama 17 tahun. Setelah berakhir kekuasaan ini kemudian berlangsung fase restorasi.

PedagogiPedagogis adalah ilmu atau seni mengajar anak-anak, proses pembelajaran terpusat pada guru atau pengajar. Pedagogi juga dipahami sebagai strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran. Konsep ini juga didefinisikan pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar yang dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalaman, situasi pribadi, lingkungan serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru.

Page 253: foreword - UNJ

177glosarium

Pendidikan Moral (l’Éducation Moral)Seluruh pendidikan menurut Émile Durkheim dianggap sebagai pendidikan moral (all education is moral education). Durkheim mendefinisikan moralitas sebagai satu set tugas dan kewajiban yang memengaruhi perilaku individu. Gagasan awal moralitas yang dikaitkan dengan keyakinan agama, pendidikan moral sangat menentukan masa depan kohesivitas suatu masyarakat.

Pendidikan Liberal (l’éducation liberalle)Konsep pendidikan yang diintrodusir Pierre Guilaume Fréderic le Play (1806-1882), seorang insinyur, sosiolog dan ekonom Prancis. Le Play memiliki pengalaman berkeliling Eropa dalam upaya meningkatkan kondisi sosial ekonomi pekerja di Prancis. Menurut Le Play, pendidikan liberal menekankan pada kondisi sosial ekonomi warganya.

La Sociologie de l’Institution ScolaireDisebut juga pendekatan institusi sekolah. Pendekatan ini intensif dilakukan pada dekade 1980-an. Di dalamnya mengkaji kompetensi aktor (guru dan manajemen sekolah), objek sekolah serta berbagai peraturan sekolah. Van Zanten menjelaskan analisis ini dengan istilah sosiologi konstruktivis (sociologiques constructivistes).

SosialismeTeori atau sistem organisasi sosial ekonomi di mana salah satu ciri utamanya adalah sumber kekayaan negara dinikmati bersama oleh seluruh rakyat secara sama rata.

SosialisasiKonsep kunci Durkheim dalam menjelaskan masyarakat. Sosialisasi juga dapat dijelaskan sebagai proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.

Page 254: foreword - UNJ

178 sosiologi pendidikan émile durkheim

SoutenanceSidang master/doktor bagi mahasiswa master/doktor di Prancis.

SuicideKonsep ini diperkenalkan Durkheim pada 1897 yang mengacu kepada kondisi deregulasi moral dalam masyarakat sebagai dampak perubahan sosial.

StrukturalismePendekatan sosial kultural yang menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Strukturalisme juga dipahami sebagai pendekatan yang menjelaskan pembedaan secara tajam mengenai masyarakat dan humanisme dari tahun 1950 hingga 1970. Era tersebut berkembang dominan di Prancis. Strukturalisme berkembang pada abad ke-20 yang muncul sebagai reaksi terhadap evolusionisme positivis dengan menggunakan metode-metode riset struktural yang dihasilkan oleh ilmu alam.

Struktural Fungsional Perspektif sosiologi yang menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya terutama norma, nilai, adat, tradisi dan institusi. Struktural fungsional juga merupakan pendekatan dalam sosiologi yang menempatkan masyarakat sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan tergantung satu dengan lainnya. Masyarakat dianggap sebagai sebuah sistem sosial yang saling terkait dan terdiri atas berbagai subsistem.

Page 255: foreword - UNJ

179glosarium

Survival of the fittest Konsep yang diperkenalkan Herbert Spencer dengan mengadopsi teori evolusi Darwin yang menggambarkan bahwa manusia bagaikan makhluk hidup lainnya di dunia di mana yang kuat itulah yang akan bertahan dan yang lemah akan menemui ajalnya.

Theory of Reproduction Teori yang digagas oleh Pierre Bourdieu dan Jean-Claude Passeron di awal 1970 yang menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern sistem pendidikan digunakan hanya untuk ‘mereproduksi’ budaya kelas dominan dalam rangka untuk kelas dominan untuk terus memegang dan melepaskan kekuasaan.

Page 256: foreword - UNJ

180 sosiologi pendidikan émile durkheim

Page 257: foreword - UNJ

181indeks

INDEKS ISTILAH

Aaborsi, 96agama, xi, xii, lxii, lxviii, 7, 13,

15, 16, 18, 19, 20, 23, 24, 31, 32, 40, 42, 44, 49, 53, 79, 98, 99, 101, 103, 105, 108, 110, 112-114, 118, 120, 172, 173, 176, 177

Aggregasi, 171akademik, lxviii, lxix, lxx, 3, 13,

20, 30, 57, 58, 71, 75, 98, 126, 129, 130, 134

anarchist, 8Anomie, 22, 171, 172antropologi struktural, 24, 43attachment social, 115

Bbiologis, 19, 87, 96, 174

DDominasi, 99, 176

EEtika, 9, 111, 126

FFakultas, lxxv, 5, 6, 10, 124, 126,

127filsafat, 3-5, 8, 9, 12, 13, 40, 41,

45, 49, 57, 62, 84, 123-128, 171

fungsionalisme, xxviii, xxix, 78, 88, 134

Ggerakan sosial, 132, 176ginekolog, 96grade, 135

Hhegemoni, xxviii, xxix, 25, 60,

111, 112, 123Hidden Curriculum, 175Higher Education, 69, 133

Page 258: foreword - UNJ

182 sosiologi pendidikan émile durkheim

hipnosis, 91, 108humain capital, 65Hygiène, 96

Iidentitas, xxxiv, xxxviii, 24, 26,

88, 176independen, 12, 13, 49, 93, 104,

129individualisme, 16, 17, 65, 110,

112institusionalisasi, 59intelligence, 65

KKeteraturan sosial, 85, 174kohesi sosial, 17, 79, 103, 105,

106, 110, 112, 117, 134, 174komparasi, xxxvi, 23kultus, 18, 19kurikulum, xiii, xxviii, xxxi, 55,

64, 66, 81, 84-87, 94, 101, 175, 189

kurikulum tersembunyi, 64

Llaïcité, 108, 110laïques, 108l’école, 38, 40, 55, 97, 103, 104,

109, 110legasi, 27, 28, 36, 38, 39, 45, 131,

134l’individuation, 119lycèe, 85

MMarxisme, 41, 60, 61, 175, 176masyarakat, xi-xiii, xxvii, xxix,

xxx-xxxiii, xxxv, xxxvi,

xxxvii, lv, lviii, lxi, lxii, lxiii, lxviii, 8, 13, 15-18, 20, 24, 27, 31, 33-37, 39, 41, 53, 55, 56, 75-96, 103, 105-107, 109-113, 116-122, 127, 130-132, 134, 171, 172, 174-179

mentalitas, 18, 93, 131metafora, 74, 91metode, lviii, 12, 13, 20, 29, 39,

54, 65, 85, 89, 91, 107, 115, 175, 176, 178

Moral, viii, xii, lix, lxxiii, 5, 6, 11, 21, 114, 121, 177

moralitas, lvi, lviii, lxi, lxii, 88, 92, 95, 98, 109, 110-117, 119-122, 131, 172, 177

multinasional, 60

Nnasionalisme, xxix, 110, 111, 123nilai, xii, xxxiii, xxxv, xxxviii, lxi,

lxii, 2, 16-18, 37, 70-72, 74, 75, 78, 80-83, 85, 88, 89, 91, 94, 103-105, 110-113, 174, 177, 178

norma, 16, 17, 34, 37, 80, 81, 85, 86, 88, 91, 93, 96, 113, 172, 174, 178

Ootonomi, lxii, 93, 115, 116, 121,

125, 130, 172

PPedagogi, liv, lv, lviii, lxvii, 5, 6,

121, 126, 176, 190pencerahan, 131pendidikan dasar, 98-100, 102,

104, 109, 110, 114, 124, 134

Page 259: foreword - UNJ

183indeks

pendidikan etika, 111pendidikan menengah, 3, 59, 85,

86, 101, 124, 129, 134, 171Pendidikan Moral, lxxiii, 114, 177pendidikan sekuler, 5, 97, 102,

109pendidikan tinggi, xxxi, 3, 4, 36,

54, 68, 123, 126, 129, 131, 189

perspektif, xxviii, lxii, lxviii, lxx, 18, 25, 26, 30, 67, 68, 75, 77, 88, 110, 119, 128, 174

privé, 129psikologi, lvii, lxviii, 9, 12, 13, 29,

53, 71, 125, 127, 128public, xlii, xliv, xlix, 129

RRabbi, 1, 2rasionalis, 110, 112, 114, 121realitas, 13, 19, 26, 27, 89, 117,

127reformasi, xxxiv, liv, lvii, 54, 59,

64, 84, 97, 109-111, 123, 124, 126, 128, 134, 173

rekonsiliasi, 111, 113rekonstruksi, 126renaissans, 129reorganisasi, 123Républicaine, lxxiii, 97, 105, 173restorasi, 99, 129, 176revolusioner, 12, 129, 176

Ssécularisée, 110Seksual, lxxiii, 30, 88sekularisasi, 110, 113, 120, 128sistem, xxxi, xxxiv-xxxviii, lvi, lvii,

lviii, lxi, 3, 19, 26, 32-35, 54, 55, 60, 69, 71, 73, 75, 77, 78, 82-84, 86-89, 92, 93, 98, 100, 103, 106, 107, 109, 114, 116-118, 120-124, 126, 128-130, 132, 133, 177-179

Solidaritas, 5, 6, 34sosialisasi, xii, xxx, 37, 63, 74, 77,

78, 86, 88-92, 94, 95, 103, 107, 108, 115, 121, 122

Sosialisme, 5, 6, 177sosiologi, i, iii, xi, xii, xxvii, xxviii,

xxix, xxx, xxxi, xxxiii, liii, lv, lvii, lviii, lix, lxi, lxviii, lxix, 1, 2, 5, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 17, 18, 20-32, 34, 37, 38, 40-45, 47, 53, 54, 56-69, 72, 83, 84, 88, 97, 104, 111, 115, 116, 120, 121, 123, 126-128, 131, 132, 134, 135, 173, 176-178, 189, 190

Sosiologi Agama, 5, 30sosiologi ekonomi, xxix, 8, 44Sosiologi Hukum, 5, 30, 31sosiologi keluarga, lxviii, 8, 37,

38, 53sosiologi kriminal, 7sosiologi politik, 8, 44Soutenance, 178Struktural Fungsional, lxxii, 77,

178

TTheory of Reproduction, 179the religious experience, 31transformasi, xxvii, xxix, xxx,

xxxiii, xxxvi, 17, 43, 55, 56, 73, 93, 97, 113, 123, 129, 130

Page 260: foreword - UNJ

184 sosiologi pendidikan émile durkheim

UUniversitas, liv, lxx, lxxiii, 10, 11,

36, 37, 45, 123, 125, 127, 129, 130, 131, 133, 189, 190

Page 261: foreword - UNJ

185indeks

INDEKS NAMA

AAdorno, Theodor, 175Albrow, Martin, 26Althusser, Louis, 62Arnold, Thomas, 55Aron, Raymond, 57

BBaciocchi, Stéphane, 47Barberis, Daniela, 48Baudelot, Christian, 62, 63Bautier, Elisabeth, 66Bellah, Robert N., 44Benthieu, Rafael, 47Bergson, Henri, 2, 3, 41Bert, Paul, 103, 105Berthelot, Jean-Michel, 61Besnard, Philippe, xlvii, lx, 46Besson, Marie Claude, 68Boudon, Raymond, 27, 56, 65, 70Bouglé, Célestin 23, 39, 173

Bourdieu, Pierre, 43, 56, 60, 131, 179

Bowles, 60, 61Brown, Radcliffe, 43, 77Buisson, Ferdinand, 11, 108, 109,

124

CCacouault, Marlaine, 145Castel, Robert, 57Castells, Manuel, 26Chariot, Bernard, 66Cladis, Mark S., 47Collins, Randall, xvi, xxviiiComte, Auguste 12, 87, 127Condette, Jean-François, 146Coubertin, Pierre de Frédy, 55Cousin, Olivier, 67

DDatta, Ronjon Paul, 47David, Israël, 1

Page 262: foreword - UNJ

186 sosiologi pendidikan émile durkheim

Davis, John, 46De Gaulle, Charles, 132Derouet, 53, 66, 67, 68, 131,

133, 189Derouet, Jean-Louis 67, 68, 133,

189Doléris, Jacques Amédée, 96Dror, Yehezkel, 47Dubet, François 66, 68Durkheim, Émile, iv, xi, xv, xix,

xxvi, xxvii, xxx, xxxi, xxxix, xli, li, liii, lxiv, lxviii, lxxii, lxxiii, lxxv, 1, 6, 9, 12, 27, 41, 43, 44, 45, 49, 53, 67, 77, 78, 80, 97, 134, 177

Durkheim, Rosine, 41Duru Bellat, Marie, 172Duruy, Victor Jean, 102, 105Dutercq, Yves, 67

EEgashira, Daizo, 47Eisenstadt, Shmuel, 26Engels, Friedrich, 175Esland, Geoffrey, 65Espinas, Alfred Victor, 127Establet, Robert, 63

FFalloux, Alfred de, 100, 105Ferry, Jules, xliv, lvi, 101-103,

105, 108-110, 113, 114, 124, 128, 173

Filloux, Jean-Claude, xlvii, lx, 44Finot, Louis, 42Forquin, Jean-Claude, 66Foucault, Michel, 56Fromm, Erich, 175

GGaudemar, Paul de, li, lxivGérald, Antoine 59, 131Gerson, 41Giddens, Anthony xvi, xxviii,

xlvii, lxGintis, 60, 61Goblet, René, 104, 105Goethe, Johann Wolfgang von,

125Granet, Marcel, 39Griaule, Marcel, 43Grisay, Alerta, 67Guizot, François, 98, 173Gurvitch, Georges, 62

HHabermas, Jurgen, xvi, xxviii, 26Halbwachs, Maurice, 24, 40, 41,

43, 176Halsey, 61Hertz, Robert, 39, 40, 42Hidayat, Rakhmat, iii, iv, xiii, xix,

xxxi, liii, lix, lxii, lxx, 189Horkheimer, Max, 175Hubert, Henri 23, 39, 42, 50, 173

IIsambert-Jamati, Viviane 64Izoulet, Jean 42

JJacques, 96Jones, Robert Alun, xlvii, lx, 48

KKarabel, 61Keddie, Nell, 65

Page 263: foreword - UNJ

187indeks

LLacan, 62Lacroix, Bernard, 44Lahire, Bernard 67Lapie, Paul, 23, 173Le Play, Frédéric, lxxii, 53Lévi, Israël, 42Levi, Sylvain, 42Lévi-Strauss, Claude, 43Levitas, Ruth, xvii, xxixLiard, Louis, xlii, liv, 4, 124, 126

MMalinowski, Robert, 43Marcuse, Herbert, 60, 175Marillier, Léon, 42Martins, Herminio, 46Marx, Karl, xii, 8, 26, 175Mauss, Marcel, 11, 23, 31, 39, 40,

41, 43, 173Meillet, Antoine 42Merle, Pierre, 68Mignot-Gerard, Stéphanie, 68,

133Milbrandt, Tara, 47Miller, William Watts, 47Moïse, 1Müller, Hans-Peter, 44Musselin, Christine, 68, 133, 134

NNakayima, Michio, 47Nietzsche, Friedrich, 125Normand, Romuald, 133

OOeuvrard, Françoise, 145

PPaoletti, 45, 115Paradeise, Catherine, 68, 133, 134Parsons, Talcott, xvi, xxviii, 26, 43,

60, 77, 78Passeron, Jean-Claude, 131, 179Pasteur, Louis, 96Pearce, Frank 47Pickering, William S. F., 44Pizarro-Noël François, 47Proudhon, Pierre-Joseph, 8

RRamp, William, 47Riebes, Alberto, 47Rochex, Jean Yves, 66Rosati, Massimo, 47

SSimiand, François Joseph Charles,

24, 40Simmel, Georg, 23, 26Sorbon, Robert de, 130Spencer, Herbert, 35, 78, 87, 127,

179Steiner, Philippe, 44

TThoenig, Jean-Claude, 68, 133Thompson, Kenneth, 47Tocqueville, Alexis de, 54Touraine, Alain, 60, 132Turner, 119

VVan Zanten, Agnès, 68, 133, 172Vérétout, Antoine 67Verret, Michel, 63

Page 264: foreword - UNJ

188 sosiologi pendidikan émile durkheim

WWallerstein, Immanuel, 26Warner, Lloyd, 43Weber, Max, vii, xii, 26Weiss, Raquel, xli, liii, lxix, lxxi,

lxxii, 50Wundt, Wilhelm Maximilian, 4,

125

YYoung, Michael F. D, 65

Page 265: foreword - UNJ

189biodata penulis

BIODATA PENULIS

Rakhmat Hidayat adalah dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan mendalami kajian: sosiologi perkotaan, sosiologi kurikulum, teori sosiologi, pedagogi kritis, pendidikan tinggi dan gerakan guru di Indonesia. Dia adalah sarjana sosiologi dari FISIP Unsoed Purwokerto (2002), master sosiologi dari Departemen Sosiologi FISIP

UI (2008), dan gelar PhD dalam bidang Sosiologi Pendidikan dari Departemen Ilmu Pendidikan di Université Lumière Lyon 2, Prancis (2014). Topik disertasinya adalah “Politik Pendidikan Tinggi Pasca Orde Baru” di bawah supervisi Profesor Dr. Jean-Louis Derouet (Profesor Sosiologi Pendidikan di ENS Lyon). Pernah aktif di kegiatan kemahasiswaan seperti UNFREL Rayon Banyumas (1999), Ketua Umum HMI Cabang Purwokerto 2001-2002, Lingkar Studi Mahardhika di Jurusan Sosiologi FISIP Unsoed, Forum Studi Insanika.

Pada 2001 menerima fellowship dari Exxon Mobil Oil Scholarship dari Unsoed untuk Wilayah Jateng-DIY. Pada tahun 2011-2014 menerima PhD fellowship dari Islamic Development Bank (IDB). Pernah menjadi wartawan komunikasi Majalah

Page 266: foreword - UNJ

190 sosiologi pendidikan émile durkheim

Cakram (2003-2005). Aktif menjadi editor beberapa buku di antaranya buku Prof. Dr. Muchlis R. Ludin berjudul Mempertegas Politik Pendidikan, Menyongsong Visi Baru Universitas (2008) dan Negara, Pendidikan Humanis dan Globalisasi (2008). Editor buku Nurhasan Zaidi berjudul Dakwah, Politik dan Kebangsaan (2009). Dia sudah menulis dua buku yaitu Pengantar Sosiologi Kurikulum (2011, Penerbit RajaGrafindo Persada) dan Pedagogi Kritis: Sejarah, Perkembangan dan Pemikiran (2013, Penerbit RajaGrafindo Persada).

Aktif menjadi instruktur pelatihan guru sosiologi yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga seperti Training Guru Sosiologi di Aceh pada 2006 dan 2007 yang diselenggarakan The Sampoerna Foundation, Pelatihan Guru Sosiologi di Kota Tegal (2009), Pelatihan Guru Sosiologi di Kota Tarakan, Kalimantan Timur (2010). Kolom opininya dimuat di media massa nasional seperti Republika, Seputar Indonesia, Pikiran Rakyat, Jawa Pos, Media Indonesia, dan Suara Merdeka. Pernah menjadi peneliti doktoral di Institut Français de l’Éducation (IFE), Lyon-Prancis. IFE adalah lembaga penelitian yang fokus pada kajian pendidikan dan berada dalam jaringan École Normale Superieur (ENS) Lyon, Prancis. Sejak 2013 menjadi Direktur Eksekutif The Indonesian Centre for Durkheimian Studies. E-mail penulis: rakhmat_123@yahoo. com/akun Twitter @ rakhmat_haikal