forensik refrat2 embalming

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian merupakan salah satu siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap orang. Manakala kematian terjadi, maka peristiwa tersebut akan memberikan dampak pada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Pada orang yang meninggal, kematian berarti hilangnya berbagai hak dan kewajiban sosial serta hukum yang tadinya dimiliki oleh yang bersangkutan. Terhadap keluarga yang ditinggalkan, kematian akan menyebabkan terjadinya perubahan status sosial dan hukum dalam kaitannya dengan almarhum(ah), seperti timbulnya warisan, adanya klaim asuransi, timbulnya hak untuk kawin lagi dsb. Secara medis penyebab kematian dapat terjadi akibat penyakit, tua, kekerasan (rudapaksa) atau keracunan. Dilihat dari caranya, kematian dapat di bagi menjadi kematian wajar dan kematian tidak wajar. Kematian wajar adalah kematian yang terjadi akibat ketuaan atau penyakit. Kematian tidak wajar adalah kematian yang terjadi akibat suatu peristiwa pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan. Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya serangkaian pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya jenazah tersebut dikubur atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut adalah 1

description

forensik

Transcript of forensik refrat2 embalming

Page 1: forensik refrat2 embalming

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kematian merupakan salah satu siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap orang.

Manakala kematian terjadi, maka peristiwa tersebut akan memberikan dampak pada keluarga

dan masyarakat sekitarnya. Pada orang yang meninggal, kematian berarti hilangnya berbagai

hak dan kewajiban sosial serta hukum yang tadinya dimiliki oleh yang bersangkutan.

Terhadap keluarga yang ditinggalkan, kematian akan menyebabkan terjadinya perubahan

status sosial dan hukum dalam kaitannya dengan almarhum(ah), seperti timbulnya warisan,

adanya klaim asuransi, timbulnya hak untuk kawin lagi dsb.

Secara medis penyebab kematian dapat terjadi akibat penyakit, tua, kekerasan

(rudapaksa) atau keracunan. Dilihat dari caranya, kematian dapat di bagi menjadi kematian

wajar dan kematian tidak wajar. Kematian wajar adalah kematian yang terjadi akibat ketuaan

atau penyakit. Kematian tidak wajar adalah kematian yang terjadi akibat suatu peristiwa

pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan.

Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya serangkaian

pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya jenazah tersebut dikubur

atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut adalah pemeriksaan jenazah,

penerbitan surat keterangan kematian (formulir A), autopsi dan pembuatan visum et repertum,

serta pengawetan janazah

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru

dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya

dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar

kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu

dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini

diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari

jenazah ke lingkungan.

1

Page 2: forensik refrat2 embalming

1. 2. Batasan Masalah.

Pada penulisan makalah ini akan dibahas mengenai formalin, aspek medikolegal dan

penggunaannya dalam pengawetan jenazah.

1.3. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengenai formalin, aspek medikolegal dan

penggunaannya dalam pengawetan jenazah.

1.4. Manfaat penulisan.

Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan

informasi mengenai kegunaan fosfatase asam untuk pembuktian kasus perkosaan.

1.5. Metode penulisan.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literature.

2

Page 3: forensik refrat2 embalming

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. FORMALDEHID

Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida

berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan

Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.

Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon.

Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam

atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap

metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali

juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia.

2.1.1 Sifat

Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut

dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau

'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam

bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk

membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar

antara 10%-40%.

Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida,

senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa

dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa

mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida

bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol.

3

Page 4: forensik refrat2 embalming

Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier

polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat

gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.

Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu

larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara.

2.1.2. Produksi

Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang

paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta

vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi

metanol dan oksigen terjadi pada 250 °C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan

persamaan kimia

2 CH3OH + O2 → 2 H2CO + 2 H2O.

Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang lebih tinggi,

kira-kira 650 °C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang menghasilkan

formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi

CH3OH → H2CO + H2.

Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering ada

dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm.

Di dalam skala yang lebih kecil, formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol,

yang secara komersial tidak menguntungkan.

2.1.3. Kegunaan

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga

sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,

4

Page 5: forensik refrat2 embalming

Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih;

lantai, kapal, gudang dan pakaian.

Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis,

larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan

dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan bakteri serta untuk

sementara mengawetkan bangkai.

Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan rupa-

rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina, formaldehida

menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya

yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai

insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida dihabiskan untuk produksi resin

formaldehida.

Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol

polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak. Turunan

formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan

busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida

untuk membuat RDX (bahan peledak).

Sebagai formalin, larutan senyawa kimia ini sering digunakan sebagai insektisida serta bahan

baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak.

2.1.4. Daftar kegunaan formalin

Pengawet mayat

Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.

Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca

Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.

Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan untuk pembuatan produk parfum.

Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.

5

Page 6: forensik refrat2 embalming

Pencegah korosi untuk sumur minyak

Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai

pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga,

cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan

pembersih karpet.

2.1.5. Pengaruh terhadap badan

Karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks,

karpet, dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-

pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan.

Apabila kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan

iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing,

teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.

Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa

menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format

yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia,

juga koma, atau sampai kepada kematiannya.

Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein,

sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap

formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga

dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi, ada studi yang

menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan

dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang

terpapar zat tersebut.

2.1.5. Dampak Buruk Formalin bagi Tubuh Manusia

Kulit : Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti terbakar, alergi kulit

Mata : Iritatif, mata merah dan berair, kebutaan

Hidung : Mimisan

Saluran Pernapasan : Sesak napas, suara serak, batuk kronis, sakit tenggorokan

6

Page 7: forensik refrat2 embalming

Saluran Pencernaan : Iritasi lambung, mual muntah, mules

Hati : Kerusakan hati

Paru : Radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)

Saraf : Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitif, sukar konsentrasi,

mudah lupa

Ginjal : Kerusakan ginjal

Organ Reproduksi : Kerusakan testis, ovarium, gangguan menstruasi, infertilitas

sekunder.

2.1.6. Pertolongan pertama bila terjadi keracunan akut

Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban.

Sebelum ke rumah sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan

rangsangan agar korban muntah, karena akan menimbulkan risiko trauma korosif pada saluran

cerna atas. Di rumah sakit biasanya tim medis akan melakukan bilas lambung (gastric lavage),

memberikan arang aktif (walaupun pemberian arang aktif akan mengganggu penglihatan pada

saat endoskopi). Endoskopi adalah tindakan untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus

dan saluran cerna. Untuk meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan

hemodialisis (cuci darah). Tindakan ini diperlukan bila korban menunjukkan tanda-tanda

asidosis metabolik berat.

2.2. PENGAWETAN JENAZAH

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru

dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya

dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar

kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu

dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini

diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari

jenazah ke lingkungan.

Pada prinsipnya pengawetan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan

pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga

7

Page 8: forensik refrat2 embalming

penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan

jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar

pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi selesai

dilakukan.

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:

1. Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena

di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk,

mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan

sekitarnya.

2. Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu

tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak

berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan.

Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah

adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut

telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.

3. Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat penyakit

menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah,

keluarga serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini, walaupun

penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan

pengawetan jenazah untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.

4. Untuk mempertahankan bentuk dan penampilan: Anggota keluarga yang berduka

biasanya menginginkan almarhum diawetkan sedemikian rupa sehingga

penampilannya dipertahankan semirip mungkin dengan keadaannya sewaktu hidup.

Sayangnya pengawetan jenazah yang ada di Indonesia saat ini pada umumnya masih

kurang memperhatikan aspek kosmetik ini sehingga hasil pengawetannya masih jauh

dari sempurna. Keluhan yang biasa muncul pada pengawetan jenazah cara

konvensional dengan formalin adalah muka yang hitam, kulit yang kaku, obat yang

perih dan meleleh dari mulut dan hidung. Dengan pengembangan metode dan bahan

kimia baru, pada saat ini telah berhasil dibuat pengawetan jenazah yang tidak

8

Page 9: forensik refrat2 embalming

mengubah warna kulit, tekstur tidak keras, tidak meleleh dan tidak perih, malahan

dilengkapi dengan bau wangi yang dapat dipilih jenisnya.

2.2.1. Teknik pengawetan jenazah.

Adapun tata cara untuk pengawetan jenazah, antara lain :

1. Dalam mengawetkan jenazah, harus ditanamkan untuk menghormati setiap tubuh

jenazah yang akan diawetkan.

2. Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan.

3. Baringkan jenazah dalam posisi supine.

4. Buka pakaian dan semua perhiasan yang dipakai jenazah.

5. Hilangkan kaku mayat. Apabila ada kaku mayat, hal tersebut harus dilawan untuk

mengurangi ketegangan otot. Otot yang tegang maka akan meningkatkan tekanan

ekstravaskular sehingga akan terjadi pengalihan cairan pengawet dari dalam pembuluh

darah ke tempat yang tidak semestinya.

6. Atur lah posisi penampilan mayat, tutup mata dan mulut jenazah.

7. Buatlah campuran cairan pengawet. Biasanya dibutuhkan 3 liter cairan untuk

mengawetkan mayat. Factor yang berpengaruh terhadap kebutuhan ini antara lain :

ukuran tubuh, adanya edema dan tahap pembusukan mayat sudah sampai dimana.

Biasanya 16 ons cairan dengan 1,5 galon air merupakan cairan pengawet terbaik, ini

akan menghasilkan larutan formalin sebesars 2-3%.

8. Pilih tempat suntikan. Tempat terbaik untuk menyuntikkan cairan pengawet adalah

pada vena femoralis, hal ini karena pada lokasi tersebut menyebabkan tekanan yang

diterima pada kepala sama pada kedua sisinya. Pada orang tua sering mengalami

sklerosing, maka tempat suntikan dilakukan pada pembuluh karotis karena lebih dekan

dengan pusat sirkulasi.

9. Tempat pengaliran cairan pengawet paling baik yaitu pada vena jugularis interna,

Karena lebih dekan dengan atrium kanan jantung yang merupakan pusat pertemuan

vena seluruh tubuh.

10. Masukkan kanul kedalam pembuluh darah kemudian dijepit dengan ligature atau ika

tidak ada ligature bias diikat pada kedua sisi pembuluh darah pada kanul.

9

Page 10: forensik refrat2 embalming

11. Hidupkan mesin pompa dengan tekanan 2-3 pon per inci persegi. Selama pengaliran

ini pastikan aliran cairan tedistribusi seluruhnya. Lakukan pemijatan pada daerah yang

kaku untuk melancarkan drainase.

12. setelah drainase tersebut akan mucul tanda-tanda pada mayat seperti perut semakin

keras, keluarnya cairan dari saluran pencernaan dan mata menjadi merah serta tekanan

ocular yang tinggi, juga terjadi perubahan warna pada tubuh mayat. Jika terdapat

tanda-tanda tersebut, maka proses drainase dapat dihentikan dan kanul dicabut secara

hati – hati dan di ikat untuk mencegah keluarnya cairan pengawet tersebut.

13. Bekas luka pada tempat penyuntikan dibersihkan dan dijahit kembali.

2.2.2. Aspek Medikolegal Pengawetan Jenazah.

Di Inggris pengawetan jenazah dilakukan oleh orang yang mempunyai sertifikat

sebagai embalmer setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan selama 3 tahun. Kasus

yang diawetkan adalah kasus kematian wajar dan kasus kematian tidak wajar setelah

dilakukan autopsi oleh dokter forensik. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi

pendidikan yang khusus mendidik seorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S1

kedokteran tidak ada pelajaran mengenai pengawetan jenazah, sehingga dokter pada

umumnya tidak menguasai tehnik melakukan pengawetan jenazah. Dalam pendidikan S2,

spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan

pelajaran mengenai pengawetan jenazah dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam

konteks hukum di Indonesia, maka pengawetan jenazah sebaiknya dilakukan oleh orang yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik. Adapun

alasannya adalah sbb:

1. Karena Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang

bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar, maka tugas memilah

kasus seringkali justru ada pada embalmer yang menjadi orang pertama yang

*memeriksa jenazah.

2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak melakukan

pengawetan pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan autopsi, dapat

menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak

10

Page 11: forensik refrat2 embalming

pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana

penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini

dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak Rumah Duka pun dapat saja ikut

dilibatkan sebagai turut tergugat.

3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan pengawetan jenazah ada pada

dokter spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya.

Sertifikat pengawetan jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis forensik diterima di

seluruh dunia. Pada prinsipnya sertifikat adalah tanda pengakuan bahwa seseorang adalah ahli

dan berwenang dan telah melakukan pengawetan jenazah sesuai standar international dan

berani menjamin bahwa pengawetannya bagus dan ia siap untuk mempertanggungjawabkan

hasil pekerjaannya. Atas dasar itu tentu dapat dimengerti mengapa beberapa embalmer yang

sebenarnya tidak punya keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengawetan berani

melakukan pengawetan tetapi tidak berani memberikan sertifikat. Dalam hal telah dilakukan

pengawetan tanpa sertifikat dan hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak Rumah

Duka sebagai pihak yang memfasilitasi pengawetan tersebut dapat turut digugat secara perdata

berdasarkan pasal 1365 KUHPer.

DAFTAR PUSTAKA

1. Formaldehida diakses dari www.wikipedia.com/formaldehida.

11

Page 12: forensik refrat2 embalming

2. Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah kedokteran

Indonesia (in press, Agustus 2002) diakses dari

http://tatacaraembalming.blogspot.com/

3. James H. Bedino, Embalming Chemistry: Glutaraldehyde Versus Formaldehyde.

Expanding Encyclopedia In Mortuary Practice. 2003

4. Embalming diakses dari www.wikipedia.com/embalming.

5. Formaldehyde diakses dari www.nicnas.gov.au

6. Mao Chengchen, Susan Woskie Susan. Formaldehyde Use Reduction in Mortuaries.

University of Massachusetts Lowell. 1994.

12