FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

17
FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020 Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 19 ANALISIS HUKUM TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER DALAM MELAKUKAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK Oleh : Dr. Dahris Siregar SH.,MH Dosen Tetap Ilmu Hukum Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia Medan Email : [email protected] Abstrack Hukum kedokteran atau hukum kesehatan merupakan cabang ilmu yang masih tergolong muda di Indonesia. Hukum kedokteran yang baru berkembang dan malpraktek yang baru dikenal konsepnya ini berbanding terbalik dengan banyaknya sorotan terhadap hukum kesehatan, khususnya kepada dokter dan rumah sakit. Berangkat dari permasalahan tersebut, skripsi ini membahas malpraktek medis yang dilakukan dokter ditinjau dari segi hukum pidana dan mengenai pertanggungjawaban pidana dokter tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis yuridis-normatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi kepustakaan. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder yang digunakan terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, buku-buku hukum, serta berbagai kamus. Kesimpulan skripsi ini yaitu malpraktek medis adalah kelalaian atau ketidakhatihatian seorang dokter dalam pelaksanaan kewajiban profesionalnya, sementara ruang lingkup malpraktek adalah kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka.

Transcript of FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

Page 1: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 19

ANALISIS HUKUM TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER DALAM

MELAKUKAN TINDAK PIDANA

MALPRAKTEK

Oleh : Dr. Dahris Siregar SH.,MH

Dosen Tetap Ilmu Hukum

Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia Medan

Email : [email protected]

Abstrack

Hukum kedokteran atau hukum kesehatan merupakan cabang ilmu yang masih

tergolong muda di Indonesia. Hukum kedokteran yang baru berkembang dan malpraktek

yang baru dikenal konsepnya ini berbanding terbalik dengan banyaknya sorotan terhadap

hukum kesehatan, khususnya kepada dokter dan rumah sakit. Berangkat dari

permasalahan tersebut, skripsi ini membahas malpraktek medis yang dilakukan dokter

ditinjau dari segi hukum pidana dan mengenai pertanggungjawaban pidana dokter

tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis yuridis-normatif. Teknik

pengumpulan data adalah dengan studi kepustakaan. Data yang dikumpulkan berupa data

sekunder. Data sekunder yang digunakan terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, buku-buku

hukum, serta berbagai kamus. Kesimpulan skripsi ini yaitu malpraktek medis adalah

kelalaian atau ketidakhatihatian seorang dokter dalam pelaksanaan kewajiban

profesionalnya, sementara ruang lingkup malpraktek adalah kelalaian yang menyebabkan

kematian atau luka.

Page 2: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 20

Kata kunci: Malpraktek, pertanggungjawaban, tindak pidana

Abstrack

Health law is considered a new branch of law in Indonesia. The developing health

law and the newly recognized concept of malpractice are inversely proportional to the

vast attention given to health law, particularly to doctors and hospitals. Departing from

this problem, this thesis discusses about medical malpractice committed by doctor from

criminal law perspective and about doctor’s criminal liability. This research is a

qualitative judicial-normative research. Data collection technique used is literature study.

Data are collected in the form of secondary data. Secondary data used consist of

Indonesian Penal Code, The Law of Republic Indonesia Number 29 of 2004 on Doctor’s

Practice, law textbooks, and various dictionaries. The conclusion of this thesis is that

medical malpractice is doctor’s negligence in doing his professional duties, while the

scope is a negligence that causes harm or death.

Keywords: Malpractice, criminal liability, criminal offense

I. Pendahuluan

Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya

merupakan profesi yang sangat mulia dan

terhormat dalam pandangan masyarakat.

Seorang dokter sebelum melakukan praktek

kedokterannya atau pelayanan medis telah

melalui pendidikan dan pelatihan yang

cukup panjang. Karena dari profesi inilah

banyak sekali digantungkan harapan hidup

dan kesembuhan dari pasien serta

keluarganya yang sedang menderita sakit.

Dokter atau tenaga kesehatan lainnya

tersebut sebagai manusia biasa yang penuh

dengan kekurangan (merupakan kodrat

manusia) dalam melaksanakan tugas

kedokterannya yang penuh resiko ini tidak

dapat menghindarkan diri dari kekuasaan

Page 3: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 20

kodrat Allah, karena kemungkinan pasien

cacat bahkan meninggal dunia setelah

ditangani dokter dapat saja terjadi, walaupun

dokter telah melakukan tugasnya sesuai

dengan standar profesi atau Standart

Operating Procedure (SOP) dan/atau

standar pelayan medik yang baik. Keadaan

semacam ini seharusnya disebut dengan

resiko medik, dan resiko ini terkadang

dimaknai oleh pihak-pihak diluar profesi

kedokteran sebagai medical malpractice.

Sebagaimana profesi pada umumnya,

pelayanan kesehatan merupakan suatu

profesi yang didasarkan kerahasiaan dan

kepercayaan seperti halnya profesi

pengacara. Menurut Van der Mijn, ciri-ciri

pokok dalam pelayanan kesehatan adalah

sebagai berikut :

1. Setiap orang yang meminta

pertolongan profesional, pada umumnya

berada pada posisi ketergantungan, artinya

bahwa ia harus meminta semacam

pertolongan tertentu dengan maksud untuk

mencapai tujuan khusus. Misalnya, untuk

tujuan peningkatan kesehatannya seseorang

minta pertolongan pada profesi dokter, kalau

seseorang mempunyai tujuan melakukan

suatu tuntutan hukum datang kepada profesi

pengacara, sedang untuk tujuan menyatakan

kehendaknya (membuat wasiat) minta

pertolongan pada profesi notaris.

2. Setiap orang yang meminta

pertolongan dari orang yang tidak

mempunyai profesi yang bersifat rahasia,

pada umumnya tidak dapat menilai keahlian

profesional itu.

3. Hubungan antara orang yang

meminta pertolongan dan orang yang

memberi pertolongan bersifat rahasia dalam

arti bahwa pihak yang pertama bersedia

memberi keterangan-keterangan yang tidak

akan ia ungkapkan kepada orang lain, dan

pihak profesi harus bisa menjaga

kerahasiaan tersebut.

4. Setiap orang yang menjalankan suatu

profesi yang bersifat rahasia, hampir selalu

Page 4: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 21

memegang posisi yang tidak bergantung

(bebas), juga apabila ia berpraktek swasta.

Malah dalam kasus demikian, ada otonomi

profesi dan hanya ada beberapa

kemungkinan saja bagi pihak majikan untuk

melakukan tindakan-tindakan korektif.

5. Sifat pekerjaan ini membawa

konsekuensi pula bahwa hasilnya tidak

selalu dapat dijamin, melainkan hanya ada

kewajiban untuk melakukan yang terbaik.

Kewajiban itu tidak mudah untuk diuji.1

Disadari oleh semua pihak, bahwa dokter

hanya manusia biasa yang suatu saat bisa

lalai dan salah, sehingga pelanggaran kode

etik bisa saja terjadi, bahkan mungkin

sampai pelanggaran norma-norma hukum.

Soerjono Soekanto dan Kartono Muhammad

berpendapat bahwa belum ada parameter

yang tegas tentang batas pelanggaran kode

etik dan pelanggaran hukum. 2

1 D. Veronika Komalasari, Hukum dan Etika

Dalam Praktek Dokter, Jakarta, Pustaka Sinar

Harapan, 1989, halaman 14-15. 2 Harjo Wisnoewardono, Fungsi Medical

Record sebagai Alat Pertanggungjawaban Pidana

Etika berbeda dengan hukum, karena hukum

dibentuk oleh perangkat pembentuk undang-

undang, ketaatan asas hukum tersebut dapat

dipaksakan dari luar oleh aparat penegak

hukum (law enforcement official) karena

dikandung sanksi bagi pelanggarnya.

Sedangkan etika, ketaatan dan kesadaran

untuk melaksanakannya timbul dari dalam

diri manusia secara pribadi, dari setiap kalbu

insan tidak diperlukan sanksi yang berat.

Etika kedokteran bersama-sama dengan

norma hukum, mempunyai kaitan yang erat

dan saling melengkapi dalam arti saling

menunjang tercapainya tujuan masing-

masing.

Menurut Safitri Hariyanti, bahwa

pelanggaran terhadap butir-butir Kodeki ada

yang merupakan pelanggaran etik semata-

mata, dan ada pula yang merupakan

pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran

Dokter terhadap tuntunan Malpraktek, Malang,

ArenaHukum No. 17, FH Unbraw, 2002, halaman

161.

Page 5: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 22

hukum yang dikenal dengan istilah

etikolegal.3

Pasien dan keluarganya mengetahui bahwa

kualitas pelayanan yang diterimanya kurang

memadai, seringkali pasien atau keluarganya

lebih memilih diam karena kalau mereka

menyatakan ketidak puasaannya kepada

dokter, mereka khawatir kalau dokter akan

menolak menolong dirinya yang pada

akhirnya menghambat kesembuhan sang

pasien.

Tidak semua pasien memilih diam apabila

pelayanan dokter tidak memuaskan dirinya

maupun keluarganya terutama bila salah

satu anggota keluarganya ada yang

mengalamai cacat atau kematian setelah

prosedur pengobatan dilakukan oleh dokter.

Berubahnya fenomena tersebut terjadi

karena perubahan sudut pandang terhadap

pola hubungan antara dokter dan pasiennya.

3 Safitri Hariyani, Sengketa Medik :

Alternatif penyelesaian Perselisihan Antara Dokter

Dengan Pasien, Jakarta Diadit Media, 2005, halaman

48.

Kedudukan pasien yang semula hanya

sebagai pihak yang bergantung kepada

dokter dalam menentukan cara

penyembuhan (terapi), kini berubah menjadi

sederajat dengan dokter. Dengan demikian

dokter tidak boleh lagi mengabaikan

pertimbangan dan pendapat pihak pasien

dalam memilih cara pengobatan, termasuk

pendapat pasien untuk menentukan

pengobatan dengan operasi atau tidak.

Akibatnya apabila pasien merasa dirugikan

dalam pelayanan dokter, pasien akan

mengajukan gugatan terhadap dokter untuk

memberi ganti rugi terhadap pengobatan

yang dianggap merugikan dirinya.

Kemajuan teknologi bidang biomedis

disertai dengan kemudahan dalam

memperoleh informasi dan komunikasi pada

era globalisasi ini memudahkan pasien

untuk mendapatkan “second opinion” dari

berbagai pihak baik dari dalam maupun dari

luar negeri, yang pada akhirnya bila dokter

tidak hati-hati dalam memberikan penjelasan

Page 6: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 23

kepada pasien akan berakibat kurangnya

kepercayaan pasien kepada para dokter

tersebut. Dunia kedokteran yang dahulu

seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan

berkembangnya kesadaran masyarakat akan

kebutuhannya tentang perlindungan hukum,

menjadikan dunia pengobatan bukan saja

sebagai hubungan keperdataan, bahkan

sering berkembang menjadi persoalan

pidana.

Tidak adanya parameter yang tegas antara

pelanggaran kode etik dan pelanggaran

hukum di dalam perbuatan dokter terhadap

pasien tersebut menunjukan adanya

kebutuhan akan hukum yang betul-betul bisa

diterapkan dalam pemecahan masalah-

masalah medis. Maraknya kasus dengan

malpraktek yang dimuat di media massa

maupun elektronik, kalangan kedokteran

karena salahnya praktek atau yang dikenal

luas istilah “malpraktek” semakin banyak

bermunculan. Dunia kedokteran yang dulu

seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan

berkembangnya kesadaran masyarakat akan

kebutuhannya tentang perlindungan hukum,

menjadikan dunia pengobatan bukan saja

sebagai hubungan keperdataan saja, bahkan

sering berkembang menjadi persoalan

pidana.

Pelayanan kesehatan pada dasarnya

bertujuan untuk melaksanakan pencegahan

dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk

didalamnya pelayanan medis yang

dilaksanakan atas dasar hubungan individual

antara dokter dengan pasien yang

membutuhkan kesembuhan namun dokter

sering melakukan tindakan kesalahan yang

berakibat kepada malpraktek terhadap

pasien.1 Persoalan malpraktek, atas

kesadaran hukum pasien yang merasa

dirugikan berakibat terhadap penuntutan

terhadap dokter yang melakukan kesalahan

medis (malpraktek) yang berujung

penuntutan secara pidana terhadap pasien

yang merasa dirugikan, memang disadari

oleh semua pihak bahwa dokter hanyalah

Page 7: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 24

manusia biasa yang suatu saat bisa lalai dan

salah, sehingga pelanggaran kode etik bisa

terjadi bahkan sampai melanggar peraturan

kesehatan yang berlaku, oleh karena itu agar

tidak menimbulkan kekosongan norma perlu

adanya peraturan baru didalam KUHP yang

secara khusus mengatur tentang

pertanggungjawaban pidana terhadap dokter

yang melakukan malpraktek agar dapat

melindungi hak-hak pasien dari dokter yang

melakukan tindakan malpraktek dan

nantinya pasien yang dirugikan oleh dokter

dapat menuntut secara pertanggungjawaban

pidana terhadap dokter yang melakukan

tindakan malpraktek. Didalam dunia

kedokteran pasti mengenal istlah malpraktik,

Menurut Zulkifli Muchtar Malpraktik adalah

setiap kesalahan medis yang diperbuat oleh

dokter karena melakukan pekerjaan dibawah

standar.2 Soedjatmiko membedakan

malpraktek yuridis dibedakan menjadi 3

bentuk yaitu : 1. Malpraktek Perdata (Civil

Malpractice) terjadi apabila terdapat hal-hal

yang menyebabkan tidak dipenuhinnya isi

perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi

terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan

lainnya, atau terjadinya perbuatan

melanggar hukum (onrechtmatige daad)

sehingga menimbulakan kerugian kepada

pasien. Sedangkan untuk dapat menuntut

pergantian kerugian karena kelalaian dokter

maka pasien harus membuktikan adanya 4

unsur berikut yaitu :

a. Adanya suatu kewajiban dokter terhadap

pasien

b. Dokter telah melanggar pelayanan medic

yang telah digunakan

c. Penggugat (pasien) telah menderita

kerugian yang dapat dimintakan ganti

ruginya d. Secara faktual tindakan

tersebut dapat disebabkan oleh tindakan

dibawah standar.

2. Malpraktek Pidana (Criminal

Malpractice) terjadi apabila pasien

meninggal dunia atau mengalami cacat

akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya

Page 8: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 25

kurang hatihati, malpraktek pidana yaitu: a.

Malpraktek pidana karena kesengajaan

(intensional), misalnya pada kasus

melakukan aborsi tanpa indikasi medis,

enthanasia, membocorkan rahasia

kedokteran, tidak melakukan pertolangan

pada kasus gawat darurat padahal diketahui

bahwa tidak ada orang lain yang bisa

menolong, serta memberikan surat

keterangan dokter yang tidak benar. b.

Malpraktek pidana karena kecerobohan

(recklessness) misalnya melakukan tindakan

yang tidak lega artis atau tidak sesuai

dengan standar profesi serta melakukan

tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan

medis. c. Malpraktek pidana karena

kealpaan (negligence), misalnya terjadi

cacat atau kematian pada pasien akibat

tindakan dokter yang kurang hati-hati atau

alpa dengan tertinggalnya alat operasi

didalam rongga tubuh pasien.

Malpraktik dan Resiko Medik Dalam

Kajian Hukum Pidana, Prestasi Pustaka,

Jakarta, h.34.

4 Soedjatmiko, op.cit, h.35.

3. Malpraktek Administrasi (Administrative

Malpractice) terjadi apabila dokter atau

tenaga kesehatan lain melakukan

pelanggaran terhadap hukum administrasi

Negara yang berlaku, misalnya menjalankan

praktek dokter tanpa lisensi atau ijin

praktek, melakukan tindakan yang tidak

sesuai dengan lisensi atau ijinnya,

menjalankan praktek dengan izin yang

sudah daluarsa, dan menjalankan praktek

tanpa membuat catatan medik.

II. Hasil pembahasan

Hasil dari pembahasan ini tidak dapat

dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah

diuraikan diata yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Sebagai sumbangan pemikiran dan

pengembangan bidang ilmu hukum

pidana, khususnya dalam menambah

Page 9: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 26

wawasan dan ilmu pengetahuan

serta memberikan kontribusi

pemikiran kepada mahasiswa,

masyarakat, lembaga pemerintah

dan aparat penegak hukum yang

menyoroti dan membahas tentang

pertanggung jawaban dokter

terhadap tindak pidana malpraktek.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk Mengetahui apakah

pengaturan hukum pidana positif

di Indonesia dalam

menanggulangi tindak pidana

malpraktek oleh Dokter sudah

tepat pemberlakuannya.

b. Untuk mengetahui bagaimana

bentuk pertanggungjawaban

dokter baik secara perdata,

pidana maupun dalam hukum

administrasi terhadap tindak

pidana malpraktek yang banyak

terjadi dewasa ini.

c. Untuk mengetahui kebijakan

penegakan hukum pidana yang

tepat dalam menanggulangi

tindak pidana malpraktek yang

dilakukan dokter.

Keterikatan dokter terhadap ketentuan-

ketentuan hukum dalam menjalankan

profesinya merupakan tanggungjawab

hukum yang harus dipenuhi dokter salah

satunya adalah pertanggungjawan hukum

pidana terhadap dokter diatur dalam Kitab

UndangUndang Hukum Pidana yaitu dalam

Pasal 90, Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan

(2) serta Pasal 361 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.6 Salah satunya Pasal 360

KUHP menyebutkan : 1. Barangsiapa karena

kekhilafan menyebabkan orang luka berat,

dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya satu tahun. 2. Barang siapa karena

kekhilafan menyebabkan orang luka

sedemikian rupasehingga orang itu menjadi

sakit sementara atau tidak dapat

menjalankan jabatan atau pekerjaannya

Page 10: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 27

sementara, dipidana dengan pidana penjara

selamalamanya Sembilan bulan atau pidana

dengan pidana kurungan selama-lamanya

enam bulan atau pidana denda setinggi-

tingginya empat ribu lima ratus rupiah. Jika

berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas, jika

diterapkan pada kasus.

Malpraktek yang dilakukan oleh dokter, ada

3 unsur yang menonjol yaitu : 1. Dokter

telah melakukan kesalahan dalam

melaksanakan profesinya 2. Tindakan dokter

tersebut dilakukan karena kealpaan atau

kelalaian 3. Kesalahan tersebut akibat dokter

tidak mempergunakan ilmu penegtahuan dan

tingkat keterampilan yang seharusnya

dilakukan berdasarkan standar profesi 4.

Adanya suatu akibat yang fatal yaitu

meninggalnya pasien atau pasien menderita

luka berat.7

Oleh karena itu setiap kesalahan yang

diperbuat oleh seseorang , tentunya harus

ada sanksi yang layak untuk diterima

pembuat kesalahan, agar terjadi

keseimbangan dan keserasian didalam

kehidupan sosial.

Dalam rangka mengembangkan ilmu

pengetahuan yang diperoleh penulis selama

mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum

Universitas Pembinaan Masyarakat

Indonesia maka penulis menuangkannya

dalam judul skripsi yang berjudul: “Analisis

Hukum Terhadap Pertanggungjawaban

Dokter Dalam Melakukan Tindak Pidana

Malpraktek”

Dilihat dari permasalahan serta tujuan yang

hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini,

maka dapat dikatakan bahwa judul skripsi

ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum

Universitas Pembinaan Masyarakat

Indonesia. Hal ini sejalan dengan

pemeriksaan yang dilakukan oleh Fakultas

Hukum Universitas Pembinaan Masyarakat

Indonesia mengenai keaslian judul penulisan

skripsi ini. Dengan demikian dilihat dari

permasalahan dan tujuan penulisan yang

ingin dicapai dalam penulisan ini, maka

Page 11: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 28

dapat dikatakan bahwa skripsi ini

merupakan karya sendiri yang asli.

III. Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dari

keseluruhan bab yang ada dalam skripsi ini

adalah :

1. Tindak pidana malpaktek yang

ditinjau dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP),

yakni :

a. Tindak pidana malpraktek yang

berkaitan dengan kesengajaan

dan kealpaan. Pasal yang

berkaitan dengan kesengajaan

diatur dalam Bab XII Pasal 267

KUHP, Bab XIV Pasal 294, 299

KUHP, Bab XV Pasal 304, 531

KUHP, Bab XVII Pasal 322

KUHP, Pasal 344-345, Bab XIX

Pasal 346-349 KUHP.

Sedangkan yang berkaitan

dengan kealpaan diatur dalam

Bab XXI Pasal 359, 360 (1,2).

b. Dalam hal tindak pidana

pemberatan pidana dan pidana

tambahan diatur dalam 361

KUHP.

2. Berdasarkan sanksi pidana yang

dilakukan dokter telah diuraikan

diatas, maka dapat disimpulkan hal-

hal sebagai berikut:

a. Pengertian malpraktek tidak

terdapat dalam Undang-Undang

manapun, akan tetapi setelah

melihat berbagai definisi

malpraktek dari berbagai sumber

maka dapat disimpulkan bahwa

malpraktek medis adalah

kelalaian atau ketidak hati-hatian

seorang dokter dalam

pelaksanaan kewajiban

profesionalnya. Ruang lingkup

malpraktek adalah kelalaian yang

menyebabkan kematian atau luka

Page 12: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 29

dalam bentuk apapun, misalnya

tidak sengaja memotong salah

satu urat nadi saat melakukan

operasi kemudian lupa

menjahitnya kembali.

b. Dokter akan

dipertanggungjawabkan secara

pidana apabila melakukan hal-hal

dalam ruang lingkup malpraktek,

dimana pasal-pasal yang relevan

dengan ruang lingkup malpraktek

tersebut terdapat dalam dua

undang-undang yaitu KUHP dan

Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 Tentang Praktek

Kedokteran pasca uji materi

Mahkamah Konstitusi.

Pengaturan dalam KUHP yang

berkaitan dengan malpraktek

medis yang masih berlaku hingga

saat ini adalah kelalaian yang

menyebabkan kematian dengan

ancaman pidana maksimal lima

tahun penjara atau satu tahun

kurungan dan kelalaianyang

menyebabkan luka dengan

ancaman pidana maksimal

sembilan bulan penjara atau

enam bulan kurungan atau denda

Rp 4.500,00. Pengaturan dalam

Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 Tentang Praktek

Kedokteran pasca uji materi

Mahkamah Konstitusi yang

berkaitan dengan malpraktek

medis yang masih berlaku hingga

saat ini adalah melakukan

praktek tanpa memiliki Surat

Tanda Registrasi (STR) dengan

ancaman pidana maksimal denda

Rp 100.000.000,00, melakukan

praktek tanpa memiliki Surat Izin

Praktek (SIP) dengan ancaman

pidana maksimal denda Rp

100.000.000,00, dan memberikan

pelayanan yang menimbulkan

Page 13: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 30

kesan dokter yang bersangkutan

memiliki STR/SIP dengan

ancaman pidana maksimal

penjara lima tahun atau denda Rp

150.000.000,00.

c. Pada kenyataannya sulit bagi

dokter untuk dibawa ke

pengadilan pidana. Sekalipun

dibawa ke pengadilan pidana,

belum tentu dokter tersebut

terbukti bersalah. Selanjutnya

sekalipun dokter tersebut terbukti

bersalah, belum tentu ia dijatuhi

pidana badan berupa pidana

penjara. Hal ini bisa dilihat

ternyata tidak ada dokter yang

mendapatkan pidana badan

berupa pidana penjara. Pidana

yang dijatuhkan hanya berupa

pidana denda.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat

disarankan sebagai berikut:

1. Sebaiknya dibuat rumusan yang pasti

mengenai malpraktek medis didalam sebuah

undang-undang sehingga semua pihak

mengerti batasan-batasan mengenai

malpraktek medis tersebut dan agar

menghindari kerancuan.

2. Sebaiknya para penegak hukum bisa lebih

tegas dalam membuat tuntutan atau putusan

karena pidana denda saja dikhawatirkan

kurang cukup dalam mencegah dokter lain

melakukan tindak pidana serupa mengingat

pidana denda tidak sebanding dengan

kerugian yang telah diderita pasien, dan

denda yang dicantumkan dalam pasal-pasal

pidana tentang dokter kurang membebani

dokter secara finansial. Pidana yang lebih

tepat dijatuhkan pada pelaku malpraktek

menurut penulis adalah pidana kurungan

atau pidana tambahan berupa pencabutan

hak-hak tertentu (pencabutan STR/SIP).

3. Bagi penegak hukum sebaiknya benar-

benar mempelajari kasus yang ditanganinya

dan ketentuan-ketentuan yang dapat

Page 14: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 31

digunakan bagi dokter yang terkena kasus

malpraktek. Profesi sebagai dokter tidaklah

mudah karena banyak dokter dalam

dunianya sering melakukan tindakan

malpraktek sehingga berakibat kepada

kesalahan medis yang menyebabkan pasien

cacat ataupun meninggal dunia, maka

didalam praktek agar tidak menimbulkan

kesemena-menaan dari seorang dokter

terhadap pasiennya perlu diadakannya

pertanggungjawaban hukum secara pidana,

yang dimana jika dikaji dari KUHP terhadap

dokter yang melakukan tindakan malpraktek

dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya

dengan Pasal 360 KUHP pada ayat (1) dan

(2) sehingga terhadap dokter yang

melakukan tindakan medis yang berakibat

menimbulkan luka berat atau kematian

karena kelalaian dokter terhadap pasiennya

dapat mempertanggungjawabkan secara

pidana, dengan tujuan untuk melindungi hak

terhadap korban yang mendapatkan tindakan

malpraktek , akan tetapi peraturan yang

mengatur tindak pidana malpraktek didalam

KUHP belum secara jelas mengatur

kualifikasi dan jenis-jenis tindakan

malpraktek yang ada dalam bidang

kedokteran, peraturan didalam KUHP hanya

mengatur lebih kepada akibat dari perbuatan

malpraktek tersebut, sehingga perlu adanya

peraturan baru didalam KUHP yang secara

khusus mengatur tentang kualifikasi

tindakan malpraktek yang dilakukan dokter,

sehingga dokter tersebut dapat

mempertanggungjawabkan tindakannya

secara pidana dan penegak hukum dapat

memiliki landasan yuridis yang jelas dalam

menegakan peraturan didalam KUHP

terhadap dokter yang melakukan tindakan

malpraktek.

Page 15: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 32

IV. Daftar Pustaka

Saleh Roslan, 1987 Sifat Melawan Hukum

Dari Perbuatan Pidana. Penerbit Aksara

Baru, Jakarta.

Sugandhi.R,1981 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) Dengan

Penjelasanya, Usaha Nasional, Surabaya.

Simons,2009, Tindak Pidana (Strafbaarfiet)

Perbuatan Melawan Hukum Suara Rakyat.

Soebekti , Tjitrosoedibjo, 1969, Kamus

Tentang Hukum. Penerbit PT.Pradnya

Paramita,Jakarta.

Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar

negara Indonesia1945.

Pompe WPJ, 1987 Hukum Pidana. Penerbit

PT. Aditam, Bandung.

Erdianto Efendi,2011, Hukum Pidana

Indonesia Suatu Pengantar. Penerbitkan

PT. Aditama, Bandung.

Mertokusumo Sudikno,1988. Mengenal

hukum suatu pengantar, Liberty

Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Bahasa, Edisi 2008, Keempat, PT.Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Siahaan Hotman M, 1997, Main Hakim

Sendiri (Eigenrichting) di Tinjau dari

Sosiologi Hukum, Bulan Bintang, Jakarta.

Soerjono Soekanto,1988.Pokok-Pokok

Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Simons, 2009, Tindak Pidana (strafbaarfiet)

perbuatan Melawan Hukum, Suara Rakyat,

Bandung.

Satjipto Rahardjo,2001, Sosiologi Hukum

Esai-Esai Terpilih, Genta Publishing,

yogyakarta.

Prodjodikora Wirjono. Azas-Azas Hukum

Pidana di Indonesia halaman 87.

Abidin farid. Zaenal,1995, Hukum Pidana

kesatu, Edisi pertama, PT. Sinar Grafika,

Jakarta.

Page 16: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 33

R.E. Barimbang,2001,Catur Wangsa Yang

Bebas dari Kolusi Simpul Mewujudkan

Supermasi Hukum, Pusat Kajian Reformasi,

Jakarta.

Satjipto Rahardjo, 1986, Hukukm dan

Perubahan Sosial, Alumni, Bandung.

A. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 29 tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP).

Undang-Undang Negara Republik

Indonesia tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab undang-Undang Hukum acara

Pidana.

B. Jurnal

Zudan Arif Fakrullah “Membangun Citra

Hukum Melalui Putusan Hakim Yang

Berkualitas”, Artikel, Jurnal Keadilan,

Vol 1 Nomor 3, September 2001.

Nyoman Serikat Putra Jaya “Aspek Hukum

Terhadap Tindakan Anarkis Dan Main

Hakim Sendiri Dalam

Masyarakat”Artikel, Jurnal Keadilan.

Januari 2007.

C. Internet

Anonim,”Fenomena Main Hakim Sendiri”,

dalam situs http://www.

Internet.com.diakses 21 September 2016.

Pidana bagi pelaku main hakim sendiri

(HTML) diakses tanggal 18 Oktober 2016.

T. Gayus Lumbuun” Main Hakim Sendiri

dan Budaya Hukum”, kompas, online

diakses selasa 20 september 2016.

Pidana bagi pelaku main hakim sendiri

(HTML) diakses tanggal 02 november

2016.

Hukumonline.com/klinik/detail/Pidana bagi

Pelaku main Hakim sendiri.

Jogja.tribunnews.com.Pidana Bagi Pelaku

Main Hakim Sendiri.

Pidana bagi pelaku main hakim sendiri

(HTML).

Page 17: FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI …

FOCUS HUKUM UPMI e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 No. 1 EDISI 2020

Jurnal Hukum UPMI 19-34 Page 34

http://www. Penegakan Hukum. Blogspot.

com, diakses, tanggal 25 Oktober 2016.

http://www. Lodaya.web.id/?p=18372.

http://www. Hukumonline.

Com/klinik/detile/lt 50221cc74649

pengertian-sistem-peradilan-pidana.