RALAT KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG...

1

Transcript of RALAT KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG...

21 Jumat, 27 April 2018

�DIGITALISASI ASURANSI

OJK Akui RegulasiMasih Jadi Tantangan

JAKARTA — Regulasi dinilai masih menjadi tantangan bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mendukung perkembangan digitalisasi asuransi.

Hal itu diakui Direktur Penga-was Asuransi OJK Ahmad Nasrullah Nasrullah dalam AAUI International Insurance Seminar di Jakarta, Kamis (26/4).

“Ini tantangan bagi regulator untuk bisa mengatur. Saya kira kami sedang dalam diskusi dengan stakeholders. Market-nya sendiri sudah tumbuh de-ngan adanya agregator yang menjual produk asuransi,” katanya.

Kehadiran agregator tersebut, menurut Nasrullah sudah menjadi polemik tersendiri di pasar asuransi. Pihak yang merasa dirugikan dengan adanya agregator adalah pialang dan agen yang harus mendapat izin dan terdaftar di OJK.

Nasrullah melanjutkan, tantangan lainnya bagi regulator yakni un-tuk menjaga keseimbangan antara dukungan terhadap pasar dan me-lakukan perlindungan konsumen. Regulasi yang kini tengah diupayakan, lanjutnya, diharapkan menjadikan pasar bertumbuh cepat dengan tidak

menyediakan celah bagi terjadinya penyimpangan di lapangan.

Inggit Primadevi, Associate Dir-ector Nielsen, menjelaskan bahwa industri keuangan merupakan salah satu sektor yang sedang mengalami perkembangan pesat dengan adanya perkembangan teknologi, dua lainnya yakni media dan hiburan.

Oleh karena itu, lanjutnya, digitali-sasi industri asuransi yang diindika-sikan dengan kemunculan asuransi digital atau insurtech, merupakan keniscayaan.

“Meski infrastruktur [internet] ma-sih terus dibangun, pelaku asuransi sudah banyak mem-blow up [insur-tech] sehingga sekarang masyarakat sudah siap untuk memulainya.”

Berdasarkan riset online Nielsen yang melibatkan 508 orang di Jakar-ta, Surabaya, Medan, dan Makassar belum lama ini, 52% responden telah sadar bahwa produk asuransi telah tersedia secara online.

Sebanyak 54% di antaranya mencari informasi mengenai asuransi melalui internet. Namun, hanya 19% saja yang pernah mengajukan aplikasi asuransi secara online. (Reni Lestari)

�PEMBIAYAAN KENDARAAN

Antara/Audy Alwi

Direktur PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo (tengah) bersama Corporate Secretary MTF Ahmad Reza meninjau stan pemasaran pada Indonesia International Motor Show (IIMS) 2018 di Jakarta, Kamis (26/4). MTF menargetkan meraih 1.300 Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) pada pameran tersebut serta meluncurkan produk baru Angsuran Berjenjang guna membantu masyarakat berpendapatan tetap sesuai kemampuan finansialnya untuk memiliki mobil impian.

�PENGADUAN KONSUMEN

Asuransi Didorong Lebih ‘Jujur’JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

mendorong pelaku usaha dan pemasar produk asuransi untuk meningkatkan

transparasi dan pengungkapan produk menyusul tingginya persentase pengaduan

konsumen untuk sektor tersebut.

Azizah Nur Alfi [email protected]

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito menyampaikan, pengaduan konsumen ke OJK dalam 5 tahun terakhir banyak disumbang dari sektor perbank-an dan perasuransian.

Data OJK menunjukkan, sepanjang 2013—2018 penga-duan konsumen terkait sektor perbankan mencapai 53,3%, perasuransian 25,8%, lembaga pembiayaan 12,7%, pasar modal 3,0%, dana pensiun 1,3%, serta dan lain-lain 3,9%.

Dia mengatakan, pengaduan yang masuk ke OJK paling ba-nyak karena produk atau pela-yanan tidak sesuai penawaran yakni sebanyak 228 pengaduan. Adapun, pengaduan terkait re-strukturisasi kredit atau pembi-ayaan sebanyak 82 pengaduan.

OJK juga menerima penga-duan terkait dengan pencairan klaim asuransi sebanyak 75 pengaduan, kesulitan klaim 71 pengaduan, dan permasalahan agunan-jaminan 43 pengaduan.

Sarjito menuturkan, peng-aduan konsumen dari sektor perasuransian terjadi karena agen tidak jelas dalam mem-berikan informasi produk ke nasabah. Agen juga dinilai ti-dak jujur dalam memberikan informasi pembebanan biaya. Ini biasanya terjadi pada praktik telemarketing.

Selain itu, pengaduan terjadi karena biaya dan risiko pada produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked tidak diinformasikan dengan baik. Di sisi lain, otori-tas juga menerima pengaduan terkait dengan praktik misseling yakni mengemas asuransi unit-linked sebagai tabungan.

Sementara itu, pada sektor pembiayaan kendaraan roda dua, salesman tidak menjelas-kan terkait biaya penarikan dan biaya fi dusia.

TRANSPARANSIOleh karena itu, otoritas men-

dorong industri di sektor jasa keuangan untuk meningkatkan praktik transparansi dan disclo-sure atau pengungkapan produk dan jasa keuangan.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindung-an Konsumen OJK Tirta Segara menjelaskan, transparansi pro-duk dan layanan jasa keuangan dilakukan dengan memberikan informasi penting yang dibu-tuhkan konsumen.

Selain memberikan pemaham-an tentang manfaat dan hak kepada konsumen, industri juga dituntut memberikan informasi tentang risiko, segala biaya, dan kewajiban konsumen terhadap jasa keuangan.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK pada 2016 menunjukkan, baru 67,8% masyarakat yang telah meng-gunakan produk layanan jasa keuangan. Namun, hanya 29,7% masyarakat yang memiliki pe-mahaman tentang produk dan layanan jasa keuangan.

Menurutnya, hasil survei ini mengindikasikan banyak masya-rakat yang telah menggunakan produk dan layanan jasa ke-uangan, tetapi tanpa dibekali pemahaman tentang produk dan layanan jasa keuangan tersebut.

“Ini [pemahaman tentang jasa keuangan] sangat rendah,” ka-tanya dalam seminar nasional Transparansi dan Disclosure Sek-tor Jasa Keuangan di Indonesia: Praktik Saat Ini vs International Best Practice, Kamis (25/4).

Hasil survei yang sama juga

menunjukkan pemahaman kon-sumen terhadap risiko produk dan layanan jasa keuangan hanya 36,1%. Sementara itu, pemahaman pada manfaat pro-duk dan layanan jasa keuangan justru mencapai 86,0%.

Adapun, pemahaman konsu-men pada kewajiban terhadap produk dan layanan jasa keu-angan sebesar 36,1%. Kemudian, pada hak produk dan layanan jasa keuangan sebesar 40,5%.

Survei tersebut, ujar Tirta, menunjukkan masyarakat lebih tertarik mengetahui manfaat dan fi tur suatu produk dan layanan jasa keuangan dibandingkan dengan mengetahui risiko dan kewajiban terhadap produk dan layanan jasa keuangan tersebut.

Dia mencontohkan, minim-nya pemahaman masyarakat tentang kewajiban dan manfaat atas produk dan layanan jasa keuangan terlihat ketika mem-perpanjang STNK dan membayar pajak setiap tahun.

Tidak banyak masyarakat yang menyadari bahwa mem-perpanjang STNK artinya mem-perpanjang asuransi yakni dalam bentuk sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan.

“Banyak yang tidak menyadari telah memiliki asuransi tersebut sehingga tidak melakukan klaim ketika terjadi kecelakaan.”

Dia mengatakan, penerapan prinsip transparansi akan mem-berikan rasa nyaman dan aman, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam mengguna-kan produk dan layanan jasa keuangan.

Lebih lanjut, transparansi da-pat meminimalisasi pengaduan konsumen. Sementara itu, bagi pelaku jasa keuangan, prinsip transparansi akan semakin men-dorong pelaku usaha berkompe-tisi dalam menawarkan produk dengan kualitas lebih baik.

“Kalau transparansi sudah diberikan, konsumen bisa me-nerima informasi dengan baik, ada trust, paham, maka kasus pengaduan komplain bisa dite-kan atau dikurangi,” imbuhnya.

Director of Customer Offi ce PT Prudential Life Assurance Eveline Kusumowidagdo me-ngatakan, perusahaan asuransi telah terbuka terkait biaya yang dibebankan kepada konsumen.Namun, dalam beberapa kasus terjadi misleading informasi.

Dia mencontohkan pengaduan konsumen terkait imbal hasil Paydi yang dinilai tidak sesuai, terjadi karena banyak konsumen tidak memahami bahwa tingkat imbal hasil merupakan asumsi. Apalagi, belum ada ketentuan terkait standar tingkat imbal hasil PAYDI.

BISNIS/TUTUN PURNAMA

Pengaduan Konsumen ke OJK2013_2018

Sumber: OJK

(%)

Dana Pensiun 1,3

Pasar Modal3,0

Multifinance12,7

Asuransi

25,8

Perbankan

53,3

Agunandan

Jaminan

KesulitanKlaim

PencairanKlaim

43

71

75

Jumlah:

Rp

Pengaduan di Sektor Asuransi

Lain-lain 3,9

RALAT KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TENTANG RENCANA PENAMBAHAN MODAL SEBESAR-BESARNYA 10% DARI MODAL DITEMPATKAN/DISETOR PERSEROAN

TANPA HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU

Dengan ini diberitahukan kepada para pemegang saham Perseroan mengenai ralat terhadap Keterbukaan Informasi Kepada Pemegang Saham Tentang Rencana Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Perseroan yang dimuat di harian ini tanggal 26 April 2018, sehingga dengan ini Iklan Keterbukaan Informasi tersebut kami ralat seharusnya:

V. Risiko Penerbitan Saham Baru

Akibat penerbitan Saham Baru Perseroan, maka jumlah saham yang dikeluarkan oleh Perseroan menjadi lebih banyak. Oleh karena itu setelah Penambahan Modal Ditempatkan dan Disetor Perseroan dalam kerangka pelaksanaan PMTHMETD ini efektif, persentase kepemilikan saham masing-masing pemegang saham Perseroan akan mengalami penurunan (dilusi) sebesar maksimal 10%, akan tetapi jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham sebelum dan sesudah penerbitan Saham Baru Perseroan tidak mengalami perubahan. Dilusi yang akan dialami pemegang saham relatif kecil dan dilusi terjadi pada harga pasar sehingga tidak merugikan pemegang saham.

Demikian pengumuman ralat ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kepada para pemegang saham, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 27 April 2018

PT CIPUTRA DEVELOPMENT TBKDireksi

A S U R A N S I & P E M B I AYA A N

pusdok
Typewritten Text
27 April 2018, Bisnis Indonesia | Hal. 21, Investor Daily | Hal. 13