fix sap 6
-
Upload
riacitradewi -
Category
Documents
-
view
229 -
download
3
description
Transcript of fix sap 6
MEMAHAMI PENYUSUNAN APBD DAN APBN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)
1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai
dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
2. Pedoman Hukum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah
adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Kepala Daerah adalah Gubernur dan
Bupati/Walikota.
3. Pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
4. Pedoman Penyusunan APBD adalah pokok-
pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah daerah dalam penyusunan,
pembahasan dan penetapan APBD.
Pasal 2
(1) Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, meliputi:
a. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah
dengan Kebijakan Pemerintah;
b. Prinsip Penyusunan APBD;
c. Kebijakan Penyusunan APBD; 1
d. Teknis Penyusunan APBD; dan
e. Hal-hal Khusus Lainnya.
(2) Uraian pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
3. Proses Penyusunan APBD dan Perubahan APBD
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicerminkan dari peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, keadilan, pemerataan, keadaan yang semakin maju,
serta terdapat keserasian antara pusat dan daerah serta antar daerah. Hal yang dapat
mewujudkan keadaan tersebut salah satunya apabila kegiatan APBD dilakukan dengan baik.
Dikarenakan pada saat ini pemerintah menggunakan penganggaran berbasis
pendekatan kinerja, maka reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur
APBD, namun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran.
APBD pada dasarnya memuat rencana keuangan daerah dalam rangka melaksanakan
kewenangan untuk penyelenggaraan pelayanan umum selama satu periode anggaran. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang diterapkan pemerintah saat ini,
maka setiap alokasi APBD harus disesuaikan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai.
Sehingga kinerja pemerintah daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap laporan APBD.
APBD TERDIRI ATAS :
1. ANGGARAN PENDAPATAN :
2
o Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
o Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.
o Pendapatan lain-lain yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. ANGGARAN BELANJA :
o Yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di
daerah.
3. ANGGARAN PEMBIAYAAN
o Yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
A. ALUR PROSES DAN JADWAL PENYUSUNAN APBD
Pedoman Penyusunan Anggaran seperti tercantum dalam Permendagri Nomor 26 Tahun
2006 memuat antara lain:
A. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah.
B. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran bersangkutan.
C. Teknis penyusunan APBD.
D. Hal-hal khusus lainnya.
Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam
penyusunan RKA-SKPD.
Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
3
1. Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah.
2. Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran.
3. Penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara.
4. Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD.
5. Penyusunan rancangan perda APBD.
6. Penetapan APBD.
Dari uraian di atas, maka proses penyusunan APBD dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Proses penyusunan APBD
Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan terlebih
dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila dilihat dari waktunya,
perencanaan di tingkat pemerintah daerah dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Rencana Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20 tahun;
Rencana Jangka Menengah Daerah . (RPJMD) merupakan perencanaan pemerintah daerah
untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan
4
perencanaan tahunan daerah. Sedangkan perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari: Rencana
Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode 5 tahun.
B. TEKNIK PENYUSUNAN APBD
Yang dilibatkan dalam penyusunan APBD adalah rakyat, eksekutif, dan legislatif.
Pada proses penyusunan APBD rakyat hanya dilibatkan pada tingkat musyawarah
pembangunan kelurahan (musbangkel) dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) saja.
Pada tingkat rapat koordinasi pembangunan (Rakorbang) dan Pengesahan RAPBD rakyat
sama sekali tidak dilibatkan. Dalam menyusun APBD ada prinsip-prinsip yang tidak boleh
ditinggalkan, yaitu adalah:
1. Transparansi dan Akuntabilitas
2. Disiplin Anggaran
3. Keadilan Anggaran
4. Efesiensi dan Efektifitas
5. Format Anggaran
6. Rasional dan Terukur
7. Pendekatan KinerjaDokumen Publik
Gambar 2. Mekanisme penyusunan APBD menurut UU nomor 17/2003
5
C. PENGERTIAN PERUBAHAN APBD
Perubahan APBD merupakan penyesuaian target kinerja dan/atau prakiraan/rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD serta ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang
kekuasaan penyelenggaraan, pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan
dalam pengelolaan keuangan daerah.
Selanjutnya, kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah
koordinasi dari Sekretaris Daerah.
6
Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian
wewenang dan tangung jawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan
dalam pelaksanaan anggaran daerah serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, maka dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin
untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi
kepentingan masyarakat.
Karena penyusunan anggaran untuk setiap tahun tersebut sudah dimulai dipersiapkan
pada bulan Juli setiap tahunnya, maka tidak mustahil apabila pada pelaksanaannya APBD
tersebut perlu perubahan atau penyesuaian.
D. KRITERIA PERUBAHAN APBD
Perubahan Peraturan Daerah tentang APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam
1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Perubahan Peraturan Daerah
tentang APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA. Perkembangan yang tidak
sesuai adalah pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah, alokasi
belanja daerah, dan lain-lain.
2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja. Dapat dilakukan dengan melakukan
perubahan APBD.
3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan
dalam tahun berjalan. Merupakan sisa lebih perhitungan tahun anggaran sebelumnya
yang dapat digunakan untuk membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi
daerah, melunasi seluruh kewajiban bunga dan pokok utang, mendanai kenaikan gaji
dan tunjangan PNS, mendanai kegiatan lanjutan, mendanai program dan kegiatan
baru, serta mendanai kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya ditingkatkan
dari yang telah ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran berjalan.
4. Keadaan darurat. Merupakan keadaan yang tidak biasa terjadi dan tidak diinginkan
terjadi secara berulang dan berada diluar kendali pemerintah. Dalam situasi ini
pemerintah daerah dapat menggunakan anggaran tidak terduga.
7
5. Keadaan luar biasa. Merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan
dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar
dari 50% (lima puluh persen) yang didapat dari kenaikan pendapatan atau efisiensi
belanja.
E. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN DPPA-SKPD – P-APBD
Formulir DPPA - SKPD merupakan formulir ringkasan anggaran satuan kerja
perangkat Daerah yang sumber datanya berasal dari peringkasan jumlah pendapatan menurut
kelompok dan jenis yang diisi dalam formulir DPPA - SKPD 1, jumlah belanja tidak langsung
menurut kelompok dan jenis belanja yang diisi dalam formulir DPPA - SKPD 2.1, dan
penggabungan dari seluruh jumlah kelompok dan jenis belanja langsung yang diisi dalam
setiap formulir DPPA - SKPD 2.2.
Formulir DPPA - SKPD 1 sebagai formulir untuk menyusun rencana pendapatan atau
pengeluaran satuan kerja perangkat daerah dalam perubahan APBD tahun anggaran yang
direncanakan. Oleh karena itu nomor kode rekening dan uraian nama kelompok, jenis, obyek
dan rincian obyek pendapatan yang dicantumkan dalam formulir DPPA - SKPD 1 disesuaikan
dengan pendapatan tertentu yang akan dipungut atau pengeluaran tertentu dari pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah sebagaimanana ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pengisian formulir DPPA-SKPD 1 supaya mempedomani
ketentuan Pasal 159 peraturan ini. Untuk memenuhi azas tranparansi dan prinsip anggaran
berdasarkan rencana pendapatan yang dianggarkan, pengisian rincian penghitungan tidak
diperkenankan mencantumkan satuan ukuran yang tidak terukur, seperti paket, pm, up,
lumpsum.
Formulir DPPA-SKPD 2.1 merupakan formulir untuk menyusun rencana kebutuhan
belanja tidak langsung satuan kerja perangkat daerah dalam perubahan APBD tahun anggaran
yang direncanakan. Pengisian jenis belanja tidak langsung supaya mempedomani ketentuan
Pasal 49 peraturan ini. Untuk memenuhi azas tranparansi dan prinsip anggaran berdasarkan
prestasi kerja, pengisian rincian penghitungan tidak diperkenankan mencantumkan satuan
ukuran yang tidak terukur, seperti paket, pm, up, lumpsum.
8
Formulir DPPA-SKPD 2.2 merupakan formulir rekapitulasi dari seluruh program dan
kegiatan satuan kerja perangkat daerah yang dikutip dari setiap formulir DPPA-SKPD 2.2.1.
Formulir DPPA-SKPD 2.2.1 digunakan untuk merencanakan belanja langsung dari
setiap kegiatan yang diprogramkan. Dengan demikian apabila dalam 1 (satu) program
terdapat 1 (satu) atau lebih kegiatan maka setiap kegiatan dituangkan dalam formulir DPPA-
SKPD 2.2.1 masing-masing. Pengisian jenis belanja langsung supaya mempedomani
ketentuan Pasal 50 peraturan menteri ini. Untuk memenuhi azas tranparansi dan prinsip
anggaran berdasarkan prestasi kerja, pengisian rincian penghitungan tidak diperkenankan
mencantumkan satuan ukuran yang tidak terukur, seperti paket, pm, up, lumpsum.
Formulir DPPA-SKPD 3.1 digunakan untuk merencanakan pengeluaran pembiayaan
dalam perubahan APBD tahun anggaran yang direncanakan pada satuan kerja pengelola
keuangan daerah. Formulir DPPA-SKPD 3.2 digunakan untuk merencanakan pengeluaran
pembiayaan dalam perubahan APBD tahun anggaran yang direncanakan pada satuan kerja
pengelola keuangan daerah.
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Dasar hukum penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
didasarkan pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diubah
menjadi Pasal 23 Ayat (1), (2) dan (3) Amandemen UUD 1945 yang berbunyi:
9
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(2) Rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan
oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. APBN ditetapkan dengan
Undang-Undang, berarti penyusunannya harus dengan persetujuan DPR, sesuai dengan UUD
1945 Pasal 23.
Proses Penyusunan APBN yaitu:
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Rancangan APBN berpedoman kepada
rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Tentang
pembiayaan isinya antara lain disebutkan, dalam hal APBN diperkirakan defisit, ditetapkan
sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam UU-APBN.
Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana
penggunaan surplus anggaran kepada DPR.
Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan
bulan Mei tahun berjalan, kemudian dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat
dengan DPR untuk membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan
bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang, menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga tahun berikutnya, berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapainya.
10
Rencana kerja dan anggaran tersebut disertai perkiraan belanja untuk tahun berikutnya
setelah tahun anggaran yang sedang disusun, disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN, dan hasil pembahasan tersebut disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang
APBN tahun berikutnya, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana
kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah Pusat mengajukan rancangan UU-APBN, disertai Nota Keuangan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR bulan Agustus tahun sebelumnya. DPR dapat
mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
RUU-APBN.
Pengambilan keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan
unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyutujui
RUU-APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Cara menyusun Rencana APBN dengan 3 cara, yaitu:
1. TOP DOWN (dari atas ke bawah)
Cara ini pemerintah pusat sudah menghitung setinggi-tingginya anggaran sesuai
rencana kegiatan dan program yang akan dilaksanakan tahun berjalan.
Positif/ kelebihan :
Karena sudah di atur dan ditetapkan oleh pemerintah pusat maka pelaksanaannya
kemungkinan besar bisa lebih efisien karena mau tidak mau masing – masing departemen
harus menggunakan anggaran sebaik-baiknya sesuai yang diberikan pemerintah pusat.Selain
itu waktunya dan proses penyelenggaraan perencanaan juga lebih singkat/cepat karena tidak
menunggu pendapat /usulan dari departemen yang bawah. Anggaran juga lebih bisa di 11
tekan atau lebih sedikit karena yang memperkirakan pemerintah pusat.Prosesnya tidak
begitu rumit karena tidak banyak hierarki dalam menetapkan anggaran.
Negatif/ Kelemahan :
Departemen yang dibawah tidak bisa menaikkan perencanaan atau usulan karena
sudah di tetapkan oleh pemerintah pusat dan bisa terjadi kemungkinan pelaksanaan
anggaran tidak sesuai dengan hasilnya.Biayanya kadang lebih tinggi karena antara
kenyataan pelaksanaan dengan anggaran berbeda.Prosesnya terkesan otoriter karena
keputusan di ambil pihak pemerintah pusat pusat saja.Kadang anggaran kurang merata
sampai ke tingkat paling bawah dan kecil.
2. BOTTOM UP (dari bawah ke atas )
Cara ini masing-masing satuan unit paling bawah dalam suatu lembaga / departemen
di atasnya, menyusun anggarannya dan selanjutnya dinaikkan ke atasnya secara hierarki
sampai ke lembaga / departemen (Ketua / Menteri2),dan ke menteri Keuangan /Bapenas
untuk di susun RAPBN secara keseluruhan diseluruh lembaga / departemen yang ada.
Positif / Kelebihan :
Karena penyusunannya hierarki dari departemen bawah kemudian dinaikkan ke
atasnya maka dalam pelaksanaan dan penetapan anggaran lebih tepat sesuai kebutuhan
masing – masing departemen.Lebih bersifat kapital karena mempertimbangkan usulan dari
departemen bawah dalam penyusunan anggaran dengan usulan setinggi-tingginya sesuai
kebutuhan.Lebih teliti dalam menetapkan anggaran karena banyak tingkatan yang dilalui
dalam menaikkan usulan anggaran yang di ajukan departemen bawah.Anggaran bisa lebih
merata ke tingkat paling bawah karena mempertimbangkan usulan paling bawah dalam
penyusunan.
Negatif / Kelemahan :
Proses pembuatan / penyusunan memakan waktu dan biaya yang lama karena harus
menunggu usulan departemen yang bawah kemudian ke atasnya secara hierarki sehingga
biaya yang dibutuhkan juga semakin mahal dan menentukan anggaran juga lebih
rumit.Kemungkinan usulan anggaran yang di ajukan departemen bawah lebih besar /
terlampau tinggi.Jika pengawasannya tidak teliti bisa terjadi penyelewengan.
12
3. MIXING (campuran)
Cara ini dimana pemerintah atasan (Bapennas dan atau Menteri Keuangan )sudah
mempunyai anggaran setinggi-tingginya ,akan tetapi sebelum menyusun rancangan APBN
masih menunggu usulan anggaran dari lembaga dan departemen atau unit-unit dibawanhya.
Positif / Kebaikan :
Lebih bersifat demokratis karena dalam menyusun anggaran meskipun pemerintah
mempunyai anggaran tapi masih menunggu usulan unit / departemen bawah. Terpenuhi
kebutuhan anggaran setiap departemen bawah sehingga lebih merata dan adil karena
anggaran yang di tentukan pemerintah sesuai usulan yang di ajukan departemen bawah
sehingga lebih efektif biayanya.Perhitungan kemungkinan bisa balance karena ada
kesepakatan antara perencanaan anggaran dengan usulan.
Negatif / Kelemahan :
Prosesnya lebih rumit karena perlu menyesuaikan antara usulan departemen dengan
anggaran yang dipunyai pemerintah.Butuh waktu yang lama agar terjadi kesesuan karena
menunggu usulan unit –unit yang bawah.Kadang Usulan yang di ajukan unit bawah
melebihi anggaran yang di berikan pemerintah.
13