fix MPS
-
Upload
isnaini-khoirunisa -
Category
Documents
-
view
230 -
download
0
Transcript of fix MPS
-
8/3/2019 fix MPS
1/14
PENGARUH MEDIA TERHADAP KEBIJAKAN POLITIK
LUAR NEGERI INDONESIA
Tugas ini dibuat untuk memenuhi kriteria tugas individu mata kuliah Metode Penelitian
Sosial
Dosen Pengajar: Bpk. Bambang Pujiono
Nama : Muhammad Dermawan
NIM : 1042500601
Kelompok : HJ
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
-
8/3/2019 fix MPS
2/14
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Peran revolusioner teknologi untuk mengubah kenyataan memaksa kita untuk
menguji ulang pemahaman kita terhadap sistem politik internasional. Paradigma ke tiga
konstruktivisme menawarkan kunci dalam menggabungkan aspekaspek liberalis dan realis
ke dalam sebuah kohesif prediksi masa depan politik. Kekhawatiran terhadap kedaulatan
suatu bangsa memacu adanya era informasi yang meruntuhkan hambatan fisik dan sistem
konseptual yang ada. Budaya global dan politik internasional pun mengalami perubahan.
Interaksi juga dapat dilakukan ddengan sangat mudah.kekuasaan yang dulunya hanya
dimiliki oleh Negara-bangsa, partisipasi dalam politik, control komunikasi transnasional,
kemampuan sebagai penyedia informasi yang akurat saat ini menjadi fokus utama para
pemainya.1Kita telah menyaksikan, sejak berakhirnya perang dingin, para aktor internasional
menyusun diplomasinya serta kebijakan luar negerinya yang mana merupakan dua faktor
penting dalam hubungan internasional kontemporer. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi efektif dalam praktek diplomasi. Keberadaan internet dan televisi telahmenggantikan posisi para duta besar sebagai sumber penting informasi luar negeri.
I.2 Rumusan Masalah
Jadi seberapa besarkah pebgaruh media dalam pembentukan suatu kebijakan luar
negeri?
I.3 Tujuan penelitian
Dalam penulisan penelitiani ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah:
1. Menjabarkan peranan media sebagai salah suatu aspek yang mempengaruhi
terciptanya sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah.
2. Menyebutkan beberapa fungsi dari media sebagai slah satu faktor vital dalam
kebijakan politik luar negeri Indonesia.
1 Friedland, L. 1992, Covering the world: International television news services, Twentieth Century Fund
Press, New York
1
-
8/3/2019 fix MPS
3/14
3. Menjelaskan perbedaan perkembangan media yang terjadi pada masa rezim Soeharto
dengan masa reformasi beserta faktor-faktor dan kejadian-kejadian yang
mempengaruhinya.
4. Sebagai syarat untuk memenuhi kriteria tugas individu mata kuliah Metode Penelitian
Sosial.
I.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Manfaat Teoritis
Dalam penulisan penelitian ini tentu memiliki manfaat dalam ilmu komunikasi
dan politik. Bagaimana kita mempelajari peranan media dalam menentukan kebijakan
politik luar negeri Indonesia. Kita juga dapat menganalisa dari kasus ini fungsi media
dalam implementasinya secara nyata di Indonesia.
I.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi penulis untuk membuat
karya ilmiah dan penelitian lainnya. Kemudian agar kasus yang diangkat
dalam penulisan ini dapat dikembangkan dan dikuasai oleh penulis sertamendapatkan inspirasi lainnya yang belum tertuang dalam penelitian ini.
b. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan ilmu yang dapat
di diskusikan dikelas atau dijadikan topik yang menarik dalam suatu panel dan
juga sebagai evaluasi dibidang akademik.
c. Bagi PembacaDiharapkan dari hasil penelitian ini, para pembaca tertarik untuk menjadikan
penelitian ini sebagai sumber informasi dan referensi dalam segala tugasnya
maupun penyusunan penelitian dibidang yang sama.
I.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup sumber-sumber referensi dari buku,
jurnal umum, skripsi, serta hasil diskusi dari seminar maupun diskusi kelompok dengan
berbagai kelompok dari luar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yang
2
-
8/3/2019 fix MPS
4/14
bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap fungsi dan peran partai politik dalam
realitasnya di Indonesia dan juga pertisipasi masyarakat yang turut memiliki relevansi
terhadap lemahnya fungsi partai politik tersebut.
I.6 Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan penelitian ini disusun sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari butir-butir subbab seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika laporan
penulisan penelitian.
Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi tentang konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan kasus yang
penulis angkat dan juga berisi kerangka pemikiran penelitian.
Bab III Objek dan Desain Penelitian
Bab ini berisi tentang objek dan desain penelitian yang akan digunakan dalam
penulisan penelitian, terdiri dari objek penelitian, metode penelitian, teknikpengumpulan data, sumber data dan teknik-teknik analisis.
Bab IV Analisa dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang gambaran umum objek penelitian, pelaksanaan penelitian,
pengolahan data, analisa data, serta pembahasan hasil penelitian berdasarkan data-
data yang telah diperoleh atau tersedia.
Bab V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan hasil dari penelitian (analisis data dan pembahasan),
serta saran-saran yang berupa masukan untuk perbaikkan selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
-
8/3/2019 fix MPS
5/14
A. Kajian Teori
1. Peranan media di Indonesia
a. Dasar Hukum dan Fungsi Media di Indonesia
Tata hubungan internasional senantiasa berkembang dari waktu ke waktu.
Perubahan signifikan terjadi paskadekade 1980-an dan terus berkembang dinamis
hingga sekarang. Dalam menyikapi perkembangan tata hubungan internasional ini,
Indonesia telah melengkapi diri dengan Undang-Undang No. 37 tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional Seperti halnya negara lain, posisi Indonesia dalam dinamika tata
hubungan internasional ini praktis dipengaruhi oleh sejumlah isu umum dan khusus
serta beragam aktor pemerintah dan non-pemerintah yang salah satunya adalah
media massa (Wirajuda, 2003a).
Pandangan bahwa media massa menjadi salah satu aktor dalam dinamika tata
hubungan internasional tentunya tidak terlepas dari anggapan bahwa media massa
menjalankan sejumlah fungsi dalam aktivitas kerja media. Fungsi umum media massa
(informasi, persuasi, edukasi dan hiburan) telah banyak dikupas oleh ilmuwan
komunikasi (Granato, 1991; Martin dan Chaudhary, 1985; dan Wright, 1974). Fungsikhusus, misalnya dalam situasi tertentu, juga telah banyak diteliti dan dideskripsikan
(McNulty,1999; dan Prajarto, 1993). Dalam menjalankan perannya, memang, media
massa jarang untuk mampu membawakan kesemua fungsinya sekaligus.
Menjadi sebuah permasalahan karena ketika fungsi media massa
digandengkan dengan peran sosialisasi politik luar negeri Indonesia. Pertama, apakah
peran sosialisasi politik luar negeri itu harus dibebankan ke media massa? Kedua, jika
media massa dipandang mampu berperan, politik luar negeri seperti apa dan kebijakan
mana yang bisa disosialisasikan media? Ketiga, bagaimana media massa Indonesia
harus menjalankan perannya? Keempat, strategi tertentu apa yang layak
dikembangkan pelaku politik luar negeri dalam memanfaatkan peran media?
b. Perkembangan Media yang Terjadi pada Masa Rezim Soeharto
Bertolak dari kenyataan eksistensi media massa pada era pasca pemerintahan
Soehartoyang ditengarai oleh kuatnya dominasi penguasa pada semua infrastruktur
4
-
8/3/2019 fix MPS
6/14
politik, dengan tujuan menghegomi atau untuk pembelajaran politik untuk
mengapolitisasi warga negara. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan
penguasa , bahasa politik bermakna ganda untuk tujuan penghalusan maupun untuk
kepentingan memperdayakan warganegara, keduanya adalah bagian dari politikhegemoni sebagai syarat untuk mengukuhkan kuasa penguasa. Kuasa bahasa melalui
penggunaan media menjadi pilihan politiknya. Bahasa yang bermakna ganda yang
hampir menguasai isi media massa menjadi alat meminggirkan dan mengapolitisasi
warga untuk menjauh dari arena politik formal.
Dengan tujuan melestarikan kuasa dari elite politik (pemegang kuasa).
Perlawanan-perlawanan politik warga untuk menyuarakan aspirasi politiknya tetap tak
merubah kondisi sistem politik represif saat itu. Fenomena dalam era transisi saat ini,
media memiliki ruang yang lebih besar. Tetapi dibalik itu semua, ada keunikannya.
Karena sistem politik Indonesia berada dalam pusaran globalisasi, eksistensi media
tak luput dari apa yang ada dalam pendirian kaum hegemonian, menempatkan
kebudayaan global yang bersifat tunggal sebagai watak kapitalisme yang monolitik
(struktur modal kapitalistik), sehingga seluruh ekspresi kebudayaan termasuk ekspresi
simboliknya mengacu pada ekspresi dominan atas nama pasar, dan media tidak
berfungsi sebagai representasi maupun rekonstruksi realitas sosial politik, melainkan
lebih dari itu.2
Asumsi yang mendasari adalah, pertama media adalah sebuah institusi dan
aktor politik yang memiliki hak-hak. Kedua, media dapat memainkan berbagai peran
politik, diantaranya mendukung proses transisi demokrasi, dan melakukan oposisi.
Sebagaimana disinyalir oleh Cook, bahwa hal ini telah menjadi perhatian penting
pada masyarakat Barat, di mana para jurnalis telah berhasil mendorong masyarakat
untuk tidak melihat mereka sebagai aktor politik, sedangkan para pakar politik juga
telah gagal untuk mengenali media sebagai sebuah institusi politik (Cook, 1998:4).
Jika mempercayai media sebagai aktor politik, maka peran macam apa yang
dimainkannya? Dalam Negara berkembang seperti Indonesia, pemusatan peranan
politik media telah diakui. negara telah sering menekankan pentingnya pers dalam
2 Suryadinata, Leo, 1998. Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN: Stabilitas Regional danPeran Kepemimpinan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto , [trans,] Jakarta, LP3ES, hlm.
83-114
5
-
8/3/2019 fix MPS
7/14
proses nation building. Sebagaimana pernah diucapkan oleh Soeharto:
Sebagai bagian integral dalam masyarakat, bangsa dan negara yang
sedang berkembang, maka pers memiliki peranan penting dalam
membantu mengelola bangsa ini dengan semua kerumitannya melaluidiseminasi berita, opini, ide, harapan ke masyarakat. Media dalam
konteks ini telah memainkan peran membantu membangun dan
melestarikan kesatuan dan persatuan sebagai sebuah bangsa
(McCargo, 199 9:131).3
Lebih dari dua puluh tahun silam, terdapat 3 (tiga) kasus yang tidak popular
pada pemerintahan diAsia Tenggara yang tidak disukai oleh rakyatnya dan diprotes
melalui gerakan perlawanan rakyat. Di Filipina tahun 1986, gerakan People Power
berhasil megusir Marcos dari kursi kuasa kepresidenan. Di Thailand tahun 1992 yang
terkenal dengan Peristiwa Mei mendepak pemerintah Suchinda Kraprayoon dari
kekuasaan negara, dan Indonesia tahun 1998 (McCargo, 1999:131). Media
memainkan peranan penting dalam gerakan yang terjadi di negara -negara tersebut,
kecuali Myanmar (1988). Asumsi utama dalam kajian demokratisasi adalah, semakin
press independent dengan semakin besar kebebasan yang dimiliki maka akanmemberi kontribusi positif pada perubahan politik, mendukung transisi demokrasi dan
meruntuhkan rejim yang otoritarian. Dengan kata lain, media dapat memainkan
peranan yang sangat besar khususnya pada saat babak politik dalam transisi, karena
media dapat bertindak sebagai agen perubahan.
Neuman nmenjelaskan bahwa kebebasan memegang peranan penting di Asia
Tenggara, khususnya dalam proses liberalisasi politik yang berhubungan dengan
munculnya pers yang lebih terbuka dan kritis (Neumann, 1998). Lalu, apa fungsi yang
ditunjukkan oleh media sebagai institusi politik? Salah satu fungsi yang telah
dirancang oleh Soeharto dan elite negara dalam negara berkembang adalah,
mempromosikan ideologi nasional dan melegitimasi proses pembangunan.
c.Pengaruh dan Fungsi Media
Dalam menjalankan fungsi ini, pers adalah sebagai sebuah agen stabilitas,
3 Presiden Suharto dalam pidatonya pada hari Pers Nasional tahun 1989.
6
-
8/3/2019 fix MPS
8/14
yang bertugas membantu melestarikan tatanan sosial politik. Fungsi ini umumnya
berkaitan dengan istilah development journalism. Fungsi kedua adalah memonitor
tatanan politik pada masa damai, melakukan checks and balances.
Dalam bab yang berjudul why dont we call journalists political actors?, Cook
(1998:4) mengemukakan beberapa hal: Pertama, para jurnalis telah bekerja keras
untuk mendorong masyarakat agar tidak berpikir bahwa mereka (jurnalis) merupakan
aktor politik. Mereka sangat berhasil dalam upaya ini, sehingga mereka pun
sepertinya sangat yakin dengan hal ini. Kedua, studi mengenai komunikasi politik
berkembang di tengah-tengah sebuah tradisi yang menekankan efek media, dan
disiplin ilmu yang terkait dengan studi politik tentang media berita pun telah pula
menyembunyikan implikasi dari kegiatan mereka. Pada umumnya, ketika pakar
politik merasa nyaman dengan melihat konstribusi politik dari media, maka mereka
menjadi kurang memiliki keinginan untuk melihat media berita sebagai sebuah insti
tusi. Dengan kata lain, para jurnalis telah berhasil untuk meyakinkan kalangan
akademisi, bahwa mereka bukan aktor politik, dan para peneliti yang membahas
tentang studi politik maupun media telah melalaikan hal ini.
Fungsi ketiga adalah sebagaifire-fighting, yaitu membantu dalam menentukan
hasil dari perubahan politik dan sosial dramatik yang terjadi saat krisis. Beberapa
contoh di Asia dapat menunjukkan hal ini, yakni peran media dalam menggulingkan
rezim Marcos di Filipina di tahun 1986, atau dukungan yang ditunjukkan pers pada
demonstrasi pro demokrasi pada bulan Mei 1992 di Bangkok. Dalam fungsi ketiga ini,
pers merupakan agen perubahan (agent of change).
Tiga model agen alternatif ini, stabilitas, pengendalian dan perubahan
merupakan fungsi yang mungkin dapat diperankan oleh pers sebagai institusi politik.
Ini dapat memunculkan asumsi bahwa bahwa pers menampilkan peran politik yang
spesifik dalam masyarakat tertentu pada suatu titik waktu tertentu pula. Namun dalam
prakteknya, pers bersifat polivalen, dan dapat saja mengadopsi berbagai model agen
secara simultan. Bagian -bagian dari pers yang berbeda, sangat mungkin untuk
memberi dukungan, memarahi, atau mencela para pemegang kekuasaan pada saat
yang bersamaan.
Suatu publikasi tunggal pun dapat menjadi polivalen, misalnya kolumnis dan
jurnalis yang berbeda dapat menerapkan bentuk agen politik yang berbeda, halaman
depan yang memuat kritisi mengindikasikan bahwa publikasi ini dimaksudkan untuk
mengendalikan pemegang kekuasaan tertentu, sedangkan bagian editorial
7
-
8/3/2019 fix MPS
9/14
menampakkan dukungan halus mereka, serta kolumnis yang agresif meminta
pengunduran diri pihak penguasa. Mengevaluasi sikap dari peran politik yang
ditampilkan oleh pers dalam situasi tertentu memerlukan 2 (dua) kecermatan
mendalam mengenai dua faktor berikut: pertama, kepemilikan dan kontrol publikasi;
dan kedua, hubungan antara pemilik perusahaan media, jurnalis, dan pemegang
kekuasaan. Artikel ini menitikberatkan pada pandangan problematis mengenai media
sebagai agen perubahan yang lunak.
Kajian mengenai media di negara berkembang cenderung lebih menekankan
dominasi atau hegemoni kekuasaan negara, di mana media digunakan sebagai alat
propaganda negara atau menjadi alat kepentingan untuk melestarikan ideolog i
penguasa (hegemoni). Dalam hal ini ada kepentingan yang cukup signifikan dari
pemegang kekuasaan untuk menggunakan media sebagai alat politik dalam mencapai
tujuannya. Media dipandang sebagai pion dari kekuasaan negara, atau sebut saja
sebagai aktor yang melayani negara (servant of the state). Kaitannya yang erat dengan
kontrol dan sensor negara, dan pamahaman tentang bagaimana aspek media berfungsi
dalam titik waktu tertentu, juga kecenderungannya untuk terlalu berpusat pada negara
(state-centric). Media pada dasarnya memiliki karakter yang bermacam-macam dan
jamak, terlihat dari kenyataan bahwa media cetak sering meliput tentang isu-isu
politik.
Seiring dengan kekuasaan negara yang semakin melemah di seluruh dunia,
sensor dari negara menjadi semakin melemah pula. Upaya untuk mempengaruhi
muatan dan nada dari publikasi pemberitaan menjadi tidak selalu berkaitan dengan
negara, namun oleh politisi oposisi, petinggi militer, pihak publik, pelobi, perusahaan,
dan kelompok non pemerintah, dan pihak lain, semuanya terlibat di sini. Hal menarik
untuk menjelaskan tentang konsep peran politik dari media adalah bab yang ditulis ol
eh pengamat Jepang, Susan Pharr, yang mengemukakan adanya 4 (empat) pandangan
yang saling berlawanan, yaitu: pertama media sebagai penonton (spectator); kedua,
sebagai penjaga (watchdog); ketiga, sebagai pelayan (servant); dan keempat, sebagai
penipu (trickster).
C. Hipotesis Penelitian
8
-
8/3/2019 fix MPS
10/14
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka peneliti dapat
merumuskan dan mengajukan hipotesis sebagai berikut: Adanya peranan dari media yang
dapat mempengaruhi suatu kebijakan polirik luar negeri Indonesia, hal ini terjadi pada
saat reformasi karena di zaman rezim Soeharto media begitu terbelenggu sehingga
kehilangan suatu fungsinya.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, kerangka atau rancangan penelitian merupakan
unsur pokok yang harus ada sebelum proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan
sebuah rancangan yang baik pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas, dan
maksimal.
Terkait dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelitian
korelasional kuantitatif, yaitu sebuah penelitian yang menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya yang
bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel (Arikunto,
2006:270).
2. Teknik Penentuan Subjek Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana seluruh populasi merupakan
sample. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mencakup semua elemen
dan unsur-unsur (Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel masih dalam buku yang sama,
9
-
8/3/2019 fix MPS
11/14
adalah sebagian subjek penelitian yang memiliki kemampuan mewakili seluruh data
(populasi).
3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan data
dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode-metode yang akan digunakan
dalam penelitian ini, antara lain :
a. Metode Angket
Angket adalah suatu teknik atau alat pengumpul data yang berbentuk pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula (Sukmadinata,
2004:271). Metode ini digunakan untuk mencari dan menyaring data yang
bersumber dari responden.
b. Metode Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara tatap muka, pertanyaan diberikan secara lisan dan
jawabannyapun diterima secara lisan pula (Sukmadinata, 2004:222). Dengan
metode ini peneliti dapat langsung mengetahui reaksi yang ada pada responden
dalam waktu yang relatif singkat.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat,
legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998:236).
10
-
8/3/2019 fix MPS
12/14
Metode dokumenter ini digunakan untuk memperoleh data di SDN Aengtongtong,
baik dari segi jumlah siswa, nilai raport, struktur sekolah, denah sekolah, yang
kesemuanya itu menunjang terhadap proses penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan pengelolaan data dari data-data yang sudah
terkumpul. Diharapkan dari pengelolaan data tersebut dapat diperoleh gambaran yang
akurat dan konkrit dari subjek penelitian. Penulis juga menggunakan statistik guna
membantu analisa data sebagai hasil dari penelitian ini.
Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X adalah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, sedangkan Variabel Y adalah Prestasi Belajar Siswa Kelas 4,5,6
SDN Aengtongtong Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M.
Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah Product Moment, dengan alasan
karena penelitian ini terdiri dari dua variabel yang interval.
Rumus product momentnya adalah sebagai berikut :
xy
xy = (x) (y)
Keterangan :
xy = Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y
xy = Jumlah product X dan Y
x = Jumlah gejala x kecil kuadrat
y = Jumlah gejala y kecil kuadrat
11
-
8/3/2019 fix MPS
13/14
Variabel Penelitian
1. Definisi Konseptual
Dalam penelitian ini ada dua variabel pokok yang menjadi pusat perhatian.
Variabel pertama sebagai variabel bebas (variabel X) adalah fungsi media, yaitu suatu
implikasi yang dapat ditimbulkan oleh media yang dapat masuk kedalam bebrapa sektor
sehingga bisa memberikan pengaruh serta dampak-dampak terhadap objek yang
merasakan fungsinya tersebut. Variabel kedua adalah kebijakan luar negeri yang
selanjutnya dikatakan sebagai variabel terikat (variabel Y). Kebijakan luar negeri adalah
hasil dari suatu proses perumusan yang dibuat dengan beberapa unsure dan faktor-fator
yang dapat mempengaruhinya.
2. Definisi Operasional
Secara operasional pengaruh media terhadap kebijakan politik luar negeri telah
dapat dibuktikan. Seiring dengan pesatnya arus globalisasi, transformasi media semakin
maju dan didukung penuh oleh kehadiran teknologi informasi. Hakikat dasar yang semula
menjadi sumber berita setidaknya bergeser menjadi suatu kapabilitas yang fleksibel,
menganggap publik sebagai subyek sekaligus obyek (users and doers). Ideologi, kultur,
sistem politik yang tercipta dalam sebuah media semakin bergerak ke arah ekonomi bisnis
positif dan progresif.
Daftar Pustaka
Cohen, Y. 1986. Media Diplomacy, Cass, London
Dugis, V. 2010, The Role of Public and Media on Foreign Policy
12
-
8/3/2019 fix MPS
14/14
Ebo, E. 1996. Media Diplomacy and foreign policy: Toward a theoretical framework, NJ
Ablex, Norwood
Eytan Gilboa. 2002, Global Communication and Foreign Policy, International
Communication Association, Boston
Friedland, L. 1992, Covering the world: International television news services, Twentieth
Century Fund Press, New York
Smith, Anthony L, 2000. Themes dalam Indonesias Relations with ASEAN, dalamStrategic Centrality: Indonesias Changing Role in ASEAN, Singapore, ISEAS, hlm. 41-63
Suryadinata, Leo, 1998. Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN: Stabilitas
Regional dan Peran Kepemimpinan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di BawahSoeharto, [trans,] Jakarta, LP3ES, hlm. 83-114
Suryadinata, Leo, 1998. Hubungan Indonesia-Vietnam dan Isu Kamboja: FaktorKeamanan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Suharto, [terj.], Jakarta, LP3ES,hlm. 155-174.
13