Fisiologi selera makan

10
Fisiologi Selera Makan Manusia Fisiologi pengambilan makanan pada manusia, atau lebih sederhana dikenal sebagai selera makan, merupakan suatu hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain sistem saraf, endokrin, psikososial dan faktor lainnya. Terkadang faktor-faktor tersebut saling tumpang tindih, sehingga untuk mudahnya maka akan dibahas secara terpisah. Walaupun demikian tetap sebagai satu kesatuan. Batasan Istilah Lapar adalah sensasi keinginan terhadap makanan dan berhubungan dengan efek fisiologis lain, seperti kontraksi ritmis pada lambung dan rasa gelisah sehingga menuntut ketersediaan makanan yang adekuat. Selera makan adalah hasrat untuk makan, dan sangat berguna dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang akan dimakan. Kenyang adalah sensasi yang dirasakan jika keinginan untuk makan telah dipenuhi. Regulasi Sistem Saraf dan Biokimia Terhadap Pengambilan Makanan Sistem saraf berperan besar dalam fisiologi selera makan. Ada banyak daerah pada otak yang merupakan pusat-pusat selera makan, serta saraf-saraf tepi yang merupakan jaras untuk menyampaikan sinyal dari jaringan ke sistem saraf pusat dan sebaliknya.

Transcript of Fisiologi selera makan

Page 1: Fisiologi selera makan

Fisiologi Selera Makan Manusia

Fisiologi pengambilan makanan pada manusia, atau lebih sederhana dikenal sebagai

selera makan, merupakan suatu hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor

tersebut antara lain sistem saraf, endokrin, psikososial dan faktor lainnya. Terkadang faktor-

faktor tersebut saling tumpang tindih, sehingga untuk mudahnya maka akan dibahas secara

terpisah. Walaupun demikian tetap sebagai satu kesatuan.

Batasan Istilah

Lapar adalah sensasi keinginan terhadap makanan dan berhubungan dengan efek

fisiologis lain, seperti kontraksi ritmis pada lambung dan rasa gelisah sehingga menuntut

ketersediaan makanan yang adekuat. Selera makan adalah hasrat untuk makan, dan sangat

berguna dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang akan dimakan. Kenyang adalah

sensasi yang dirasakan jika keinginan untuk makan telah dipenuhi.

Regulasi Sistem Saraf dan Biokimia Terhadap Pengambilan Makanan

Sistem saraf berperan besar dalam fisiologi selera makan. Ada banyak daerah pada otak

yang merupakan pusat-pusat selera makan, serta saraf-saraf tepi yang merupakan jaras untuk

menyampaikan sinyal dari jaringan ke sistem saraf pusat dan sebaliknya.

Hipotalamus adalah pusat pengendali selera makan terbesar. Ada dua daerah pada

hipotalamus yang merupakan pusat penting: nukleus lateralis dan nukleus ventromedial.

Nukleus lateralis terletak di setiap sisi lateral hipotalamus dan berperan sebagai pusat lapar.

Nukleus ini bekerja dengan cara mendorong sel saraf motorik untuk mencari makanan. Stimulasi

di daerah ini akan menyebabkan makan dalam jumlah banyak (hiperfagia), sedangkan destruksi

di daerah ini menyebabkan kehilangan selera makan, yang dapat berujung pada kehilangan berat

badan, massa otot, dan penurunan metabolisme tubuh.

Page 2: Fisiologi selera makan

Sedangkan nukleus ventromedial adalah pusat kenyang. Stimulasi di daerah ini akan

menyebabkan perasaan kenyang sehingga tidak mau makan (afagia), sebaliknya destruksi di

daerah ini akan menyebabkan hasrat untuk makan yang berlebih dan dapat berakibat obesitas.

Daerah lain pada otak yang berperan dalam pengaturan selera makan adalah nukleus

paraventrikular, nukleus dorsomedial, dan nukleus arkuata pada hipotalamus. Lesi pada

nukleus paraventrikular mengakibatkan makan dalam jumlah berlebih, sedangkan lesi pada

nukleus dorsomedial menyebabkan tidak mau makan. Adapun nukleus arkuata merupakan

daerah di mana hormon-hormon berpusat dan dikoordinasikan untuk  mengatur pengambilan

makanan.

Batang otak juga berperan dalam pengambilan makanan. Dalam hal ini batang otak lebih

ke arah mekanisme makan, seperti sekresi air liur, menjilat, mengunyah, menelan dll. Adapun

daerah lain pada otak yang berperan dalam pengambilan makanan adalah amygdala dan korteks

prefrontalis. Keduanya berperan dalam pengindraan bau makanan. Lesi pada amygdala dapat

meningkatkan selera makan namun dapat juga menurunkannya, bergantung kepada daerah lesi

itu sendiri. Salah satu efek penting dari kerusakan di daerah amygdala adalah “kebutaan psikis”,

dimana penderita mengalami kendala selera makan parsial dan tidak bisa menentukan

jenis/kualitas makanan yang dimakannya.

Pada daerah-daerah yang telah disebutkan di atas, neurotransmitter dan hormon

memegang peranan penting. Substansi biokimia tersebutlah yang menentukan apakah selera

makan akan dihambat (kenyang) atau dicetuskan (lapar). Untuk itu dikenal pengkategorian

sebagai berikut: (1) Substansi orexigenic yaitu substansi yang mencetuskan rasa lapar dan (2)

substansi anorexigenic yang menghambat selera makan (dengan kata lain, kenyang).

Neuron yang menghambat selera makan adalah neuron proopiomelanocortin (POMC), di

mana substansi yang diproduksinya adalah α-melanocyte-stimulating hormone (α-MSH)

bersama dengan cocaine-and-amphetamine-related transcript (CART). Keduanya bersifat

anorexigenic. Sedangkan substansi yang mencetuskan rasa lapar adalah neuropeptide Y (NPY)

dan agouti-related protein (AGRP). Keduanya bersifat orexigenic.

Page 3: Fisiologi selera makan

Neuron POMC bekerja dengan cara melepas α-MSH yang akan berikatan dengan

reseptor melanocortin (MCR) pada nukleus paraventrikular. Aktivasi pada MCR akan

mengurangi pengambilan makanan dan meningkatkan pemakaian energi, sebaliknya inhibisi

(defek) akan meningkatkan pengambilan makanan dan mengurangi pemakaian energi sehingga

dapat menyebabkan obesitas (khusus untuk peningkatan pemakaian energy). MCR bekerja

diperantarai oleh nucleus tractus solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis.

AGRP, yang bersifat orexigenic, adalah antagonis alami dari MCR. Dengan demikian,

AGRP bekerja dengan cara menginhibisi efek dari MCR dan meningkatkan pengambilan

makanan. Pembentukan AGRP yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas.

NPY, yang juga bersifat orexigenic, dilepaskan dari nukleus arcuata. NPY dilepaskan

ketika simpanan energi menurun, dan di saat bersamaan aktivitas POMC dihambat sehingga

mengurangi aktivitas melanocortin dan meningkatkan pengambilan makanan.

Faktor yang Meregulasi Kuantitas Pengambilan Makanan

Berdasarkan pemeliharaan simpanan energi pada tubuh, regulasi kuantitas pengambilan

makanan dapat dibagi menjadi:

(1) regulasi jangka pendek yang bertujuan untuk mencegah seseorang makan terlalu

banyak dalam suatu kesempatan demi optimalisasi sistem pencernaan dan

(2) regulasi jangka panjang yang bertujuan memelihara simpanan energi secara konstan

dalam waktu yang relatif lama dan erat kaitannya dengan status gizi.

Pembagian  tersebut akan mempermudah menentukan faktor-faktor terkait kuantitas

pengambilan makanan.

Regulasi jangka pendek dalam pengambilan makanan

Regulasi jangka pendek ini bertujuan mencegah seseorang makan terlalu banyak dalam suatu

kesempatan. Dengan demikian maka sistem perncernaan dapat bekerja secara optimal dalam

mengolah dan menyerap sari makanan. Jika hanya mengandalkan sinyal yang dihasilkan oleh

simpanan energi (regulasi jangka panjang), maka perlu waktu yang sangat lama untuk

Page 4: Fisiologi selera makan

menghentikan seseorang makan. Oleh karena itu, regulasi jangka pendek melibatkan mekanisme

yang mampu bekerja dengan cepat dalam menstimulasi dan menginhibisi selera makan:

1. Inhibisi akibat pengisian lambung

Ketika makanan masuk ke lambung, maka lambung akan mengalami distensi. Peregangan

(mekanik) yang terjadi ini menyebabkan sinyal ditransmisikan melalui nervus vagus ke pusat

kenyang-lapar sehingga selera makan akan berkurang atau hilang.

2. Inhibisi yang disebabkan hormon gastrointestinal

Kolesistokinin (CCK) adalah hormon yang dilepaskan ketika lemak memasuki duodenum.

CCK ini akan menurunkan selera makan dengan cara mengaktivasi jaras melanokortin.

Peptide YY (PYY) adalah hormon yang dilepaskan oleh traktus gastrointestinal (khususnya

ileum dan kolon) yang bersifat menekan rasa lapar. Pengeluaran hormon PYY ini dipengaruhi

oleh jumlah kalori yang dicerna dan komposisi makanan, di mana semakin banyak lemak yang

masuk semakin banyak hormon PYY yang dikeluarkan.

Selain itu, keberadaan makanan pada saluran cerna menstimulasi sekresi glucagon-like

peptide yang memperkuat sekresi insulin. Baik glucagon-like peptide dan insulin sama-sama

bersifat menekan selera makan.

3. Stimulasi yang disebabkan hormon gastrointestinal

Ghrelin adalah hormon yang dilepaskan oleh sel-sel oxyntic di saluran cerna khususnya

lambung. Hormon ini mengalami peningkatan pada saat puasa, sesaat menjelang makan, dan

mengalami penurunan setelah makan. Diduga hormon ini bersifat orexigenic karena

meningkatkan pengambilan makanan pada penelitian menggunakan hewan coba.

4. Reseptor oral

Sebuah penelitian menggunakan hewan coba dengan memiliki fistula (kebuntuan) esofageal

yang diberi makanan. Kendati makanan tersebut tidak akan pernah sampai ke usus (karena

Page 5: Fisiologi selera makan

adanya fistula), derajat lapar hewan tersebut menjadi berkurang setelah “makan”. Diduga ada

faktor-faktor tertentu terkait aktivitas mulut saat makan seperti mengunyah, membasahi,

mengulum dan mengecap yang memberi sinyal ke hipotalamus untuk menghentikan rasa lapar.

Namun mekanisme inhibisi rasa lapar ini hanya bertahan 20-40 menit, jauh lebih singkat

dibandingkan inhibisi rasa lapar yang disebabkan oleh pengisian sistem gastrointestinal.

Regulasi jangka panjang dalam pengambilan makanan

Berbeda dengan regulasi jangka pendek, regulasi jangka panjang dalam pengambilan

makanan lebih bertujuan untuk menentukan status nutrisi seseorang. Berikut adalah mekanisme

yang berperan dalam meregulasi pengambilan makanan jangka panjang:

1. Efek konsentrasi glukosa, asam amino dan lipid dalam darah

Telah diketahui bahwa penurunan kadar glukosa darah menyebabkan rasa lapar. Hal itu

disebut mekanisme pengaturan glukostatik (kecenderungan untuk menjaga stabilitas kadar

glukosa dalam darah). Penelitian lain juga menunjukkan, regulasi oleh asam amino

(aminostatik) dan lipid (lipostatik) memainkan peranan dalam mengatur rasa lapar dan

kenyang.

Kajian secara neurofisiologis juga mendukung teori glukostatik, aminostatik, dan lipostatik

melalui observasi: (1) Peningkatan kadar glukosa darah meningkatkan aktivitas neuron

glukoreseptor pada nukleus ventromedial dan paraventrikular dan (2) peningkatan kadar glukosa

darah juga meningkatkan aktivitas neuron glukosensitif pada pusat lapar di hipotalamus.

Beberapa asam amino dan lipid juga mempengaruhi rasa lapar-kenyang melalui jaras yang

hampir sama dengan glukosa.

2. Regulasi yang disebabkan oleh temperatur

Pada saat tubuh terpajan suhu yang rendah, maka secara fisiologis tubuh akan mengalami

peningkatan laju metabolisme dan membutuhkan lemak dalam jumlah tinggi sebagai insulator.

Pusat peregulasi temperatur akan berinteraksi dengan pusat kenyang-lapar sehingga

menyebabkan keinginan untuk makan demi memenuhi kebutuhan kalori.

Page 6: Fisiologi selera makan

3. Sinyal umpan balik dari jaringan adiposa

Penelitian terbaru menunjukkan adanya sinyal umpan balik dari jaringan adiposa yang

menekan rasa lapar pada hipotalamus. Adalah leptin, sebuah hormon yang dilepaskan dari

adiposit ketika terjadi penyimpanan energi (setelah makan) yang berperan dalam proses tersebut.

Leptin akan menembus sawar darah otak dan menduduki reseptornya terutama pada neuron

POMC pada nukleus arkuata dan paraventricular.

Stimulasi leptin pada neuron-neuron tersebut akan mengakibatkan: (1) penurunan produksi

stimulator rasa lapar, seperti NPY dan AGRP, (2) aktivasi neuron POMC yang menyebabkan

pelepasan α-MSH dan menstimulasi reseptor melanokortin, (3) meningkatkan produksi

corticotropin releasing hormone yang menekan rasa lapar, (4) meningkatkan aktivitas jaras

simpatis yang menimbulkan peningkatan laju metabolik dan penggunaan energi, dan (5)

menurunkan sekresi insulin yang menimbulkan penurunan aktivitas penyimpanan energi.

Dengan demikian leptin berperan besar dalam regulasi jangka panjang.

Defek pada reseptor leptin akan menimbulkan rasa lapar yang berkepanjangan dan memicu

hiperfagia dan obesitas parah. Selain itu resistensi leptin juga dapat menimbulkan obesitas, di

mana leptin diproduksi dalam jumlah adekuat namun terjadi resistensi sehingga penderita akan

makan terus-menerus.

4. Faktor psikososial

Selain sinyal-sinyal involunter yang terdapat di dalam tubuh, diduga faktor psikologis dan

sosial juga membentuk kebiasaan makan. Contohnya adalah kebiasaan makan yang rutin dan

terjadwal sehingga membuat seseorang makan karena memang sudah waktunya (bukan karena

lapar), atau gaya hidup seperti hiburan, bisnis dan waktu senggang yang turut menentukan kapan

seseorang makan.

Stress, cemas, depresi, dan bosan juga menentukan perilaku makan manusia melalui

mekanisme yang tidak melibatkan mekanisme pemenuhan kebutuhan energi, baik pada hewan

percobaan maupun manusia. Faktor-faktor psikososial ini mampu mengalahkan faktor-faktor

intrinsik fisiologis yang mengatur selera makan.

Page 7: Fisiologi selera makan

Daftar pustaka:

1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier

Inc; 2006. p. 867-72.

2. Sheerwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 593-5.