Fisiologi Makan Dan Reflek Muntah Docx
Transcript of Fisiologi Makan Dan Reflek Muntah Docx
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
BLOK SISTEM STOMATOGNASI II
MAKAN DAN REFLEK MUNTAH
OLEH :
M.Maulana Akbari
131610101059
LABORATORIUM FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Permasalahan
I.2. Tujuan
I.3. Dasar Teori
BAB II DATA PENGAMATAN
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Permasalahan
1. Apa ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan
perempuan? Jelaskan mengapa?
2. Apa ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan?
Jelaskan mengapa?
3. Mengapa makanan ada yang mudah di telan dan ada yang sukar? Jelaskan
mengapa?
4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah?
I.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum makan dan reflek muntah kali ini adalah untuk
mengetahui proses dalam makan yang meliputi (proses pengunyahan dan proses
penelanan), proses refleks muntah, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
keduanya.
I.3. Dasar Teori
Beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara
lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Selain bagian
tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa
organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu:
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat.
Fungsi-fungsi diatur mengikuti kerja N. Kranialis, yaitu:
Tabel Syaraf Kranialis dan Fungsinya
No. NervusN. C
Ke-Fungsi
1. N. Trigeminus V : (1) Mengatur proses mengunyah dan
menggigit
(2) Mengatur pergerakan rahang ke
lateral
2. N. Fasialis VII : (1) Mengukur reseptor rasa pada 2/3
anterior lidah
(2) Menginervasi kelenjar saliva
3. N. Glossopharyngeal IX : (1) Mengatur sekresi saliva
(2) Mengatur proses penelanan
(3) Mengatur sensasi pada faring
tonsil, palatum mole, bagian 1/3
posterior lidah
(4) Mengatur reseptor rasa pada 1/3
bagian posterior lidah
(5) Mengendalikan reflek muntah
4. N. Vagus X : Mengatur proses penelanan
5. N. Hypoglossal XI : Mengatur gerakan lidah
I.3.1. Pengunyahan/Mastikasi
Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot
pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak
rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses
pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan
laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik N.
Trigeminus khususnya saraf mandibularis yang dikontrol oleh nukleus di batang
otak.
Di dalam mulut, makanan mengalami peoses mastikasi untuk
mempermudah mencerna makanan dan merangsang sekresi saliva. Proses
mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung terus menerus
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
(1) Pada saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks
inhibisi otot-otot pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut
karena rahang bawah turun.
(2) Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang
menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis
mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan rongga mulut dan
oklusi gigi-gigi.
(3) Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan
oklusal gigi bergerak ke arah pipi.
(4) Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot
rahang sehingga mulut kembali terbuka.
(5) Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali
makanan ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim
pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan terus menerus terjadi sehingga
terjadi pemecahan ukuran partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk
ditelan. Kecepatan pencernaan makanan sangat tergantung pada luas
permukaan total yang dapat menghasilkan getah lambung. Penghancuran
makanan menjadi parikel-partikel halus berfungsi mncegah ekskorias/lukanya
saluran pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis
ke-12, Hypoglossus.
I.3.2. Penelanan
Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan
makanan digerakkan dari faring menuju esophagus. Proses penelanan terdiri dari
tiga fase, yaitu:
(1) Fase Volunter
Makanan ditelan secara sadar.Makanan ditekan atau didorong ke
bagian belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan
kebelakang terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk
ke dalam orofaring. Proses menelan pada fase ini seluruhnya atau hamper
seluruhnya terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat dihentikan.
(2) Fase Faringeal
Setelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah
reseptor menelan yang semuanya terletak di sekitar orofaring, khususnya
tonsil. Selanjutnya, impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian
kontraksi otot faring dengan jalan sebagai berikut.
a. Palatum molle didorong ke atas menutup nares posterior, untuk mencegah
refluks makanan ke rongga hidung.
b. Arkus palato-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling
mendekati hingga membentuk celah sagittal sebagai jalan masuk makanan
ke posterior-faring.
c. Pita suara larings menjadi berdekatan dan epiglottis terdorong ke belakang
ke atas pintu superior larings. Kedua efek ini mencegah masuknya
makanan ke dalam trakea.
d. Seluruh laring ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot-otot yang melekat
pada os hyoideus. Pergerakan ini meregangkan pintu esophagus.
e. Selanjutnya, bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas) berelaksasi
sehingga memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam
esophagus bagian atas. Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi
secara tonik dengan kuat untuk mencegah udara masuk ke dalam
esophagus saat bernapas.
f. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi, m.
konstriktor faringis superior berkontraksi sehingga menimbulkan
gelombang peristaltik cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot
faring dan masuk ke esophagus serta mendorong makanan masuk ke
esophagus bagian bawah. Mekanisme menelan pada stadium faringeal ini
berlangsung selama 1-2 detik.
Gambar 2.1 Proses Penelanan
Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerah-daerah tersebut
melalui bagian sensoris N. Trigeminus dan N. Glosofaringeus menuju ke formasio
retikularis medulla oblongata dan bagian bawah pons sebagai pusat penelanan,
yang erat hubungannya dengan traktus solitaries sebagai penerima impuls sensoris
dari mulut. Selanjutnya, impuls motoris dari pusat menelan ke faring dan bagian
atas esophagus dihantarkan melalui saraf kranial ke V, IX, X dan XII serta
beberapa nervous servicalis superior.
(3) Fase Esofagus
Fungsi utama esophagus yaitu menghantarkan makanan dari faring ke
lambung.Sfingter bagian bawah esophagus berelaksasi setelah melakukan
gelombang peristaltic dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam
lambung.Sfingter kemudian berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi
lambung ke dalam esophagus. Gelombang peristaltic esophagus hamper
seluruhnya dikontrol oleh refleks vagus yang merupakan sebagian dari
keseluruhan mekanisme menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung
kira-kira dalam waktu 5-10 detik.Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen
vagus dari esophagus ke medulla oblongata dan kembali lagi ke esophagus
melalui serat eferen vagus.
I.3.3. Refleks Muntah (Gagging Refleks)
Refleks muntah (gagging refleks) dianggap suatu mekanisme fisiologis
tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang
berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea.
Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu (1) somatic (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung
pada area sensitive yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan,
meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2) psikogenik (distimulasi di
pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan,
suara, bau, perawatan kedokteran gigi).
Letak trigger area pada setiap individu dilaporkan tidak sama/sangat
spesifik. Pada beberapa orang Trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral
lidah, posterior palatum, dinding posterior faring, dan lain-lain. Impuls
rangsangan saraf ini akan diteruskan ke otak melalui N. Glosso-faringeus, dan
motoriknya akan dibawa kembali oleh N. Vagus. Selain tempat tersebut, (gagging
refleks) dapat juga disebabkan karena hidung tersumbat, gangguan saluran
pencernaan, perokok berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle,
perubahan posisi tubuh yang sangat cepat atau pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan.
Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Pada tahap awal dari iritasi gastro-intestinal atau distensi yang berlebihan,
akan terjadi gerakan anti peristaltis (beberapa menit sebelum muntah).
(2) Anti peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik menuju duodenum
dan lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
(3) Kemudian pada bagian saat traktus gastro intestinal, terutama duodenum,
menjadi sangat meregang, peregangan ini yang menjadi faktor pencetus yang
menimbulkan tindakan muntah.
(4) Pada saat muntah, kontraksi instrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun
pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus
bagian bawah, sehingga mambuat muntahan bergerak ke esophagus.
Selanjutanya kontraksi otot-otot abdomen akan mendorong muntahan keluar.
(5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu
rangsangan khususnya kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal
maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla (terletak
dekat traktus solitaries). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan efek
muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan
dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus
gastro intestinal bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot
abdomen.
(6) Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma dengan rangsangan
kontraksi semua dinding otot abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara
diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekana intragrastik
sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esophagus bagian bawah
berelaksasi secara lengkap, membuat isi lambung ke atas melalui esophagus.
(7) Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa reflesk yang terjadi di ronggal
mulut yaitu (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk
mengangkat sfingter esophagus bagian atas hingga terbuka, (3) penutupan
glottis, (4) pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior
(daerah yang paling sensitive di dalam rongga mulut berbagai rangsangan).
Cara mencegah refleks gagging yaitu dengan diberikannya es balok
(berkumur dengan air es berulang kali), karena es balok (air es) memiliki suhu
rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang
menuju pusat muntah.Sehingga sensitivitas pasien dapat berkurang. Selain itu,
beberapa cara dapat digunalkan unutk menekan efek gagging refleks antara lain
relaksasi, mengalihkan perhatian, metode desensitisasi, terapi psikologis dan
perilaku, anetsei lokal, sedasi, general anestesi, terapi obat-obatan, hipnotik, dan
akupuntur.
I.3.4. Koordinasi Gerakan Lidah
Lidah merupakan organ stomatognatik berotot yang dilapisi oleh mukosa
yang memiliki reseptor pengecap.Lidah memiliki kemampuan untuk bergerak ke
segala arah. Selain memiliki fungsi sebagai alat pengecap, lidah membantu proses
pengunyahan makanan.
BAB II
DATA PENGAMATAN
II.1. Data Pengamatan
1. Pengunyahan
a. Kekuatan Gigit Maksimal
Jenis kelamin
orang cobaGigi
Kedalaman gigit
Kanan Kiri
Perempuan
Insisiv pertama 0,4cm 0,4cm
Kaninus 0,4cm 0,4cm
Molar pertama 0,3cm 0,3cm
Laki-laki
Insisiv pertama 0,4cm 0,4cm
Kaninus 0,4cm 0,4cm
Molar pertama 0,3cm 0,3cm
b. Efisiensi Kunyah
Perhitungan efisiensi kunyah
- Pengunyahan 20 kali
Berat saringan : 11,6 g
Berat tempat makan : 6,3 g
Berat nasi : 20,46 g
Berat setelah kunyah + saringan : 31,5 g
Efisiensi kunyah = 31,5-11,6 : 20,46 x 100%
= 96%
- Pengunyahan 15 kali
Berat saringan : 11,6 g
Berat tempat makan : 6,3 g
Berat nasi : 19,36 g
Berat setelah kunyah + saringan : 29,40 g
Efisiensi kunyah = 29,40-11,6 : 19,36 x 100%
= 91%
- Pengunyahan 10 kali
Berat saringan : 11,6 g
Berat tempat makan : 6,3 g
Berat nasi : 23,90 g
Berat setelah kunyah + saringan : 34,90 g
Efisiensi kunyah = 34,90-11,6 : 23,90 x 100%
= 97%
Jenis kelamin
orang coba
Efisiensi kunyah
20 kali 15 kali 10 kali
Laki-laki 96% 91% 97%
c. Kelelahan pada Otot Wajah
Jenis kelamin orang coba Waktu kunyah (awal kunyah – lelah)
Laki - LakiWaktu 5 menit 20 detik
Jumlah kunyah 320 kunyahan
d. Gerakan Lidah pada saat Mengunyah
Jenis
kelamin
orang coba
Posisi lidah BentukUkuran
(normal/tidak)Warna Tekstur
Laki-laki
Relaksasi Melebar NormalCoral
Pink Kasar
Anterior Memanjang NormalMerah
JambuKasar
LateralMelengkung
dan MelebarNormal Merah Halus
Posterior
Melengkung
dan
Menyempit
Normal Merah Halus
Mengunyah Melebar Normal Merah Halus
2. Pemeriksaan Proses Menelan
a. Pemeriksaan Palpasi pasa saat Menelan
Jenis kelamin
orang cobaPola gerakan
Perempuan Normal
b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Jenis kelamin
orang cobaPerlakuan Respon orang coba
Perempuan
Dengan
pemijatanLebih mudah ditelan (2x telan)
Tanpa pemijatan Lebih susah ditelan (4x telan)
Kemudahan menelan: orang coba lebih mudah untuk menelan
dengan pemijatan
c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap Penelanan
Jenis kelamin
orang coba
Kemudahan menelan dan respon orang coba
1 : 0,5 1 : 1 1 : 2 1 : 3
Perempuan __
Jumlah
kunyah lebih
banyak dan
proses
menelan lebih
susah
Jumlah
kunyah
berkurang dan
menelan lebih
mudah dari
sebelumnya
Jumlah
kunyah lebih
sedikit dari
sebelumnya
dan proses
menelan
paling
mudah
3. Refleks Muntah (Gagging Refleks)
a. Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Jenis kelamin
orang cobaLokasi
Respon orang coba (refleks
muntah)
Perempuan Ujung lidah _
Dorsal lidah +
Lateral kiri _
Lateral kanan _
Anterior _
Posterior +
Posterior palatum ++
Uvula +++
Tonsil +
Faring atas (jika bisa) Tidak bisa
Yang paling sensitif
adalah:Uvula
b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Jenis kelamin
orang cobaLokasi
Respon orang coba (refleks muntah)
Dingin Panas
Perempuan
Ujung lidah _ _
Dorsal lidah + +
Lateral kiri _ _
Lateral kanan _ _
Anterior _ +
Posterior + ++
Posterior palatum + ++
Uvula ++ +++
Tonsil + -
Faring atas (jika bisa) Tidak bisa Tidak bisa
Yang paling sensitif
adalah:Uvula Uvula
c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah
Jenis kelamin
orang cobaLokasi
Respon orang coba (refleks
muntah)
Perempuan Ujung lidah
Dorsal lidah
Lateral kiri
Lateral kanan
Anterior
Posterior
Posterior palatum
Uvula +++
Tonsil
Faring atas (jika bisa) Tidak bisa
Yang paling sensitif
adalah:Uvula
II.2. Jawaban dari Permasalahan
1. Ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dengan
perempuan karena disebabkan laki-laki secara genetik memiliki fisik yang
lebih besar dari perempuan
2. Ada perbedaan kekuatan gigit maksimal antara laki-laki dengan
perempuan karena biasanya laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih
besar daripada perempuan, kecuali pada gig anterior kekuatan untuk
menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Faktor yang
membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun refleks protektif mungkin
saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan periodontal dan mengahalangi
kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika beban menjadi sangat tinggi.
3. Makanan ada yang mudah di telan danada yang sukar
dikarenakantergantung pada kandungan air di dalam makanan tersebut.
Makanan yang kering atau sedikit mengandung air cendurung lebih sulit
ditelan, sedangkan makanan yang lembut dan mengandung air akan lebih
mudah tertelan dan tidak menimbulkan nyeri.
4. Rasa pahit dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan
pada bagian posterior lidah dan palatum molle dimana daerah tersebut
merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada
CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging
refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengunyahan
a. Kekuatan Gigit Maksimal
Kekuatan gigit maksimal adalah kekuatan gigi untuk menggigit
secara maksimal.Dimana biasanya laki-laki dapat menahan beban sedikit
lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi anterior kekuatan untuk
menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Kekuatan gigit
maksimal diukur antara gigi molar pertama dan sedikit demi sedikit
berkurang untuk gigi sebelahnya, semakin ke proksimal, kekuatan gigit
semakin berkurang pada gigi insisiv. Sumber lain menyatakan bahwa
premolar dan insisiv memiliki kekuatan gigit 1/3 dari kekuatan gigit yang
dihasilkan oleh gigi molar.
Faktor yang membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun
refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan
periodontal dan mengahalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika
beban menjadi sangat tinggi, jaringan periodontal akan mendistribusikan
tekanan lebih luas, sehingga menyebabkan mechanoreseptor pada jaringan
periodontal beraksi.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada orang coba berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan memiliki hasil yang berbeda.Hal ini
sesuai dengan teori bahwa kekuatan gigit maksimal antara laki-laki dengan
perempuan lebih besar laki-laki.
b. Efisiensi Kunyah
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin laki-laki memiliki efisiensi
kunyah sebesar 100% pada pengunyahan 20 kali, 80% pada pengunyahan
15, dan 60% pada pengunyahan 10 kali.
Berdasar teori bahwa kekuatan gigit maksimal laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan, tetapi antara keduanya terbukti mempunyai efisiensi
kunyah yang sama. Jika kekuatan gigit meningkat maka jumlah kunyahan
menurun, demikian sebaliknya jika kekuatan gigit menurun maka jumlah
kunyah meningkat.Jika jumlah kunyahan meningkat maka lama penelanan
menurun, demikian sebaliknya jika jumlah kunyah menurun maka lama
penelanan meningkat.Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang
memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dengan mengkompensir
kekurangan dan kelebihan fungsi kunyahnya.
c. Kelelahan pada Otot Wajah
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan merasakan otot
mulutnya benar-benar letih (terasa kaku) pada saat pengunyahan permen
karet sebanyak 830 kali kunyahan yang ditempuh dalam waktu 10:01:85
menit dan dengan kecepatan kunyah + 2x/detik.
Berdasarkan teori bahwa pergerakan pengunyahan tidak
dipengaruhi oleh jumlah gigi geligi natural yang masih ada.Telah
dibuktikan bahwa seseorang dengan jumlah gigi geligi natural yang lebih
sedikit dan tentu saja kontak oklusal yang lebih sedikit, memiliki
perbedaan jumlah pergerakan pengunyahan yang tidak terlalu signifikan
jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki gigi geligi yang masih
lengkap.
Jumlah pergerakan mastikasi bergantung pada jenis makanan,
contohnya pada pengunyahan telur dan daging. Jumlahnya pergerakan
yang dihasilkan akan lebih banyak pada orang yang menguyah daging
dibandingkan dengan orang yang menguyah telur. Dan permen karet
merupakan suatu jenis makanan yang memiliki tekstur kenyal sehingga
membutuhkan pergerakan mastikasi yang banyak.
d. Gerakan Lidah pada Saat Mengunyah
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan orang coba berjenis
kelamin laki-laki.Didapatkan hasil bahwasannya subjek digolongkan
dalam kategori normal. Dikarenakan dari pengamatan yang dilakukan
dengan menganalisi bentuk, warna, ukuran, dan tekstur didapatkan
gerakan yang normal, meskipun pada gerakan lidah menjulur ke depan
sedikit terjadi tremor yang diindikasikan sebagai gejala abnormal.
Lidah dikatakan normal apabila pada gerakan ke samping secara
refleks lidah tidak akan menyentuh gigi, melainkan melewati permukaan
gigi dan menyentuh mukosa mulut. Apabila gerakan lidah ke lateral
menyentuh gusi, inilh indikasi ketidaknormalan. Berdasarkan percobaan
yang dilakukan gerakan lateral subjek tidak menyentuh gusi.Sedangkan
warna merah dan tekstur yang licin yang diamati pada lidah arah leteral,
disebabkan oleh sedikitnya papila-papila lidah bagian lateral,akibatnya
tekstur yang ditampilkan halus serta mengkilau dikarenakan pelumasan
saliva yang nampak pada lidah lateral. Untuk lidah posterior dikatakan
abnormal bila lidah tampak menebal dan menggelendong ketika dilakukan
retraksi ke arah posterior yang sangat kuat.Dimana dalam keadaan normal
penarikan lidah ke posterior hanya melibatakan 1/3 anterior dari lidah.
Untuk warna merah dan tekstur yang halus ditemukan pada lidah
dengan retraksi ke arah posterior, alasanya mirip sekali dengan lidah yang
dilihat dalam keadaan bergerak lateral.Pada saat pengunyahan, gerakan
lidah bergerak ke segala arah, sehingga warna dan tekstur disesuaikan
beberapa pergantian posisi lidah ketika dilakukan pengunyahan.Keadaan
tremor yang diamati pada lidah subjek yang menjalar dapat disebabkan
faktor fisiologis, kelealahan otot, atau pengamatan operator yang
terbatas.Pada dasarnya tremor masih dikatakan dalam faktor fisiologis
masih dikatakan normal.Pada percobaan ini tremor yang diketahui
terhadap praktikum dikarenakan kelelahan otot. Kelelahan otot juga
memberikan andil dalam memposisikan mulut dan sekresi saliva sebagai
proses fisiologisnya.
Tremor yang terjadi dapat diukur dengan electrimyography (MG)
yang nantinya dengan melihat frekuensi getaran mampu mendiagnosis
jenis tremor, sebagai contoh 3-10Hz tremor terkait pada posisi, dimana
biasanya ditemukan tremor dengan frekuensi 4-7 Hz yang digolongkan
dalam keadaan normal, dimana pada percobaan yang dilakukan ditemukan
pada pergerakan lidah ke arah anterior.Bintik-bintik putih yang ditemukan
pada permukaan lidah merupakan papila lingulis, namun apabila kondisi
abnormal warna bintik-bintik putih ini semakin banyak.
2. Pemeriksaan Proses Menelan
a. Pemeriksaan Palpasi pasa saat Menelan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki pola
gerakan saat melakukan penelanan yaitu bolus masuk lalu terjadi tekanan
pada laring hingga terdorong ke depan disertai dengan prominensia
thyroid yang terangkat sehingga bolus dapat lewat dan akhirnya
prominensia thyroid kembali ke posisi semula.Pergerakan tersebut berjalan
normal yaitu tanpa adanya hambatan.Sehingga dapat dikatakan bahwa
orang coba memiliki gerakan pola penelanan yang normal.
b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan merasakan bahwa
pengunyahan yang disertai dengan pemijatan lebih memudahkan
penelanan karena makanan lebih halus dan berair.Sedangkan pengunyahan
yang tanpa disertai dengan pemijatan orang coba tetap dapat menelan
tanpa hambatan.
Berdasarkan literature pengunyahan yang disertai pemijatan justru
lebih mudah atau lebih nyaman karena dengan pemijatan dapat
mengurangi spasme otot yang terjadi akibat digunakan untuk
mengunyah.Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan telah sesuai
dengan literature yang ada.Hal ini dapat disebabkan saat operator
melakukan pemijatan pada orang coba pemijatannya sudah benar,
sehingga tidak menimbulkan rasa mengganggu pada orang coba. Selain itu
ketika dilakukan pemijatan juga dapat membantu dalam proses
mengunyah karena di daerah pemijatan terdapat kelenjar saliva dimana
jika dilakukan pemijatan pada daerah tersebut maka akan merangsang
sekresi dari kelenjar saliva sehingga dapat membantu proses pengunyahan.
c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap Penelanan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki kemampuan
yang cukup baik untuk penelanan dalam berbagai jenis makanan, nasi
dalam berbagai perbandingan kadar air yang digunakan untuk
memasaknya.
Orang coba dengan percobaan nasi dengan perbandingan air yang
digunakan yaitu 1:1 memiliki pengunyahan yang paling susah, yaitu
dengan jumalah kunyah yang dibutuhkan lebih banyak dan proses menelan
lebih susah. Lalu pada percobaan nasi dengan perbandingan air yang
digunakan yaitu 1:2 memiliki pengunyahan yang mudah dibandingkan
dengan percobaan sebelumnya, yaitu dengan jumlah kunyah berkurang
dan proses menelan lebih mudah dari sebelumnya. Dan pada percobaan
nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:3 memiliki
pengunyahan yang paling mudah diantara ketiga percobaan yang
dilakukan, yaitu dengan jumlah kunyah yang paling sedikit dan proses
menelan yang paling mudah.
Hal ini disebabkan karena tekstur dari makanan sangat
mempengaruhi dari tingkat kemudahan maupun tingkat kesuliatan dari
pengunyahan makanan itu sendiri. Dimana makin lembut tekstur suatu
makanan akan makin mudah suatu makanan untuk dikunyah, sebaliknya
makin kasar tekstur suatu makanan maka akan makin sulit suatu makanan
untuk diikunyah.
3. Percobaan Reflkes Muntah (Gagging Refleks)
a. Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gangging
refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah ketika
dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya
terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian dorsal lidah orang coba
tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan.
Pada bagian lidah lateral kiri orang coba merasakan orang coba tidak
merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah lateral kanan orang
coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah anterior
orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah.
Pada bagian lidah posterior orang coba merasakan adanya refleks
muntah yang kuat.Pada palatum bagian posterior orang coba merasakan
merasakan adanya refleks muntah.Pada bagian uvula orang coba
merasakan adanya refleks muntah.Pada bagian tonsil orang coba
merasakan adanya refleks muntah. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa bagian di dalam rongga mulut yang paling sensitive terhadap
gagging refleks yaitu pada bagian posterior lidah
Hali ini dikarenakan pada bagian posterior lidah merupakan daerah
rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat
adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks,
khususnya pada bagian posterior rongga mulut.
b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gangging
refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah ketika
dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya
terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian dorsal lidah orang coba
tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan.
Pada bagian lidah lateral kiri orang coba merasakan orang coba tidak
merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah lateral kanan orang
coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah anterior
orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah.Pada bagian uvula
orang coba merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian tonsil orang
coba merasakan adanya refleks muntah. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa bagian di dalam rongga mulut yang paling sensitive terhadap
gagging refleks yaitu pada bagian posterior lidah.
Pada percobaan pengaruh suhu dan sentuhan terhadap gagging
refeks digunakan dua jenis air, yaitu air es dan air apanas. Hasil dari kedua
air tersebut adalah sama seperti penjelasan kedua paragraph sebelumnya
hanya yang membedakan pada abagian posterior lidah dan poasterior
palatum. Pada bagian lidah posterior dengan air es orang coba tidak
merasakan adanya refleks muntah sedangkan dengan air panas orang coba
merasakan merasakan adanya refleks muntah yang kuat.Pada palatum
bagian posterior dengan air es orang coba merasakan merasakan adanya
refleks muntah yang kuat sedangkan dengan air panas orang coba
merasakan merasakan adanya refleks muntah yang sangat kuat.Bahkan
dari keseluruhan refleks muntah yang ditimbulkan di beberapa bagian,
pada bagian posterior palatum dengan menggunakan air panaslah yang
paling kuat refleks muntahnya pada orang coba.
Hali ini dikarenakan pada bagian posterior palatum merupakan
daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini
terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks,
khususnya pada bagian posterior rongga mulut.Juga disebabkan oleh
adanya pengaruh suhu, yaitu suhu panas yang juga dapat memicu
terjadinga gagging refleks.
c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan pada saat ditetesi
obat (rasa pahit) merasakan mual (gagging refleks), bulu kuduk berdiri,
dan mata berair.Penetesan ini dilakukan pada bagian yang paling sensitive
yakni bagian posterior dari lidah.
Hal ini dikarenakan rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat
merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian
posterior lidah dimana daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah
atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang
maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian
posterior rongga mulut.
BAB IV
KESIMPULAN
.Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot
pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak
rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses
pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan
laring.Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan
makanan digerakkan dari faring menuju esophagus.Refleks muntah dianggap
suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing
atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui
faring, laring atau trakea.Cara mencegah refleks gagging yaitu dengan
diberikannya es balok (berkumur dengan air es berulang kali), karena es balok (air
es) memiliki suhu rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk
menyampaikan rangsang menuju pusat muntah.Sehingga sensitivitas pasien dapat
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra. 2004. Testbook of Dental and Oral Anatomy Physiology and Occlusion.
New Delhi: Jaypee Brothers Publishers.
Ganong, F. William. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Jilid I Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. 9th
ed.Philadelphia,Pennsylvania: W. B. Saunders.
Hamzah, Zahreni, dkk. 2013. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Blok
Stomatognasi II Edisi II. Jember: Universitas Jember.
Murphy WM. 1971. The Effect of Complete Dentures Upon Taste Perception. Br
Dent J. Hal.130, 201-205.