Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran atau partus adalah proses fisiologik yang berhubungan dengan pengeluaran foetus dan placenta dari induk. Sebelum partus, induk harus sudah memperoleh makanan yang cukup dan seimbang supaya pada waktu melahirkan ia tidak terlampau kurus atau terlampau gemuk.hewan yang bunting harus diberi kesempatan bergerak yang cukup. Pada dua sampai tiga minggu terakhir sebelum melahirkan sebaiknya tidak bekerja dan bergerak berlebihan. Hewan tersebut sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya yang ditempatkan pada lingkungan yang bersih, tenang, hangat dan menyenangkan. Seorang dokter hewan harus mengenal partus normal sehingga ia segera dapat mengetahui adanya gejala patologik. Pertolongan kelahiran yang kadang-kadang diperlukan untuk menyelamatkan foetus atau induk harus dilakukan pada waktu yang tepat. Waktu partus adalah suatu saat kritis dalam hidup setiap hewan. Waktu tersebut dapat merupakan suatu periode dimana tidak hanya anak tetapi juga induk dapat menderita berat sehingga mempengaruhi efisiensi reproduksi dan prduksi hewan tersebut di masa mendatang. Oleh karena itu periode partus sangat penting bagi peternak yang mempunyai investasi ekonomis yang besar pada ternaknya. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah itu fisiologi kelahiran pada ternak ? 1.2.2 Apa saja gejala menjelang partus pada ternak ? 1 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

description

Ilmu Kebidanan dan Kemajiran

Transcript of Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

Page 1: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran atau partus adalah proses fisiologik yang berhubungan dengan

pengeluaran foetus dan placenta dari induk. Sebelum partus, induk harus sudah

memperoleh makanan yang cukup dan seimbang supaya pada waktu melahirkan ia tidak

terlampau kurus atau terlampau gemuk.hewan yang bunting harus diberi kesempatan

bergerak yang cukup. Pada dua sampai tiga minggu terakhir sebelum melahirkan

sebaiknya tidak bekerja dan bergerak berlebihan. Hewan tersebut sebaiknya dipisahkan

dari kelompoknya yang ditempatkan pada lingkungan yang bersih, tenang, hangat dan

menyenangkan.

Seorang dokter hewan harus mengenal partus normal sehingga ia segera dapat

mengetahui adanya gejala patologik. Pertolongan kelahiran yang kadang-kadang

diperlukan untuk menyelamatkan foetus atau induk harus dilakukan pada waktu yang

tepat. Waktu partus adalah suatu saat kritis dalam hidup setiap hewan. Waktu tersebut

dapat merupakan suatu periode dimana tidak hanya anak tetapi juga induk dapat

menderita berat sehingga mempengaruhi efisiensi reproduksi dan prduksi hewan tersebut

di masa mendatang. Oleh karena itu periode partus sangat penting bagi peternak yang

mempunyai investasi ekonomis yang besar pada ternaknya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah itu fisiologi kelahiran pada ternak ?

1.2.2 Apa saja gejala menjelang partus pada ternak ?

1.2.3 Bagaimana proses inisiasi partus pada ternak ?

1.2.4 Bagaimana tahap-tahap kelahiran pada ternak ?

1.2.5 Bagaimana terjadinya involusi uterus pada ternak ?

1.2.6 Apakah itu estrus post-partum ?

1.3 Tujuan Masalah

1.3.1 Memahami pengertian dari fisiologi kelahiran pada ternak

1.3.2 Mengetahui gejala-gejala menjelang partus pada ternak

1.3.3 Mengetahui proses inisiasi partus pada ternak

1.3.4 Mengetahui tahap-tahap kelahiran pada ternak

1 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 2: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

1.3.5 Mengetahui terjadinya involusi uterus pada ternak

1.3.6 Memahami estrus post-partum

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca.

berkaitan dengan fisiologi kebuntingan pada ternak sehingga pembaca dapat memahami

proses-proses serta mekanisme yang terjadi selama kelahiran terjadi.

2 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 3: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gejala-Gejala Menjelang Partus

Gejala-gejala menjelang partus hampir sama pada semua ternak, tetapi tidak

konstan antara individu ternak dan antara partus yang berurutan. Oleh karena itu gejala-

gejala ini tidak dapat dipakai untuk meramalkan secara tepat waktu partus pada seekor

ternak tertentu tetapi dapat merupakan indikasi yang baik terhadap perkiraan waktu

kelahiran yang diharapkan. Seorang dokter hewan harus mengekang diri dalam

menentukan waktu partus yang tepat.

Waktu perkawinan, jika diketahui sangat membantu dalam mempirkirakan waktu

partus. Pada peternakan yang dikelola secara baik, catatan perkawinan merupakan suatu

keharusan. Segera sebelum melahirkan kebanyakan hewan cenderung memisahkan diri

dari kelompoknya.

Pada sapi dan kerbau, ligament-ligament pelvis, terutama ligament

sacroischiadicus sangat mengendur, menyebabkan penurunan ligament dan urat daging

pada bagian belakang. Relaksasi ligament-ligament pelvis, cervik dan struktur di sekitar

perineum disebabkan oleh oedema dan perubahan dalam serabut kolagen pada jaringan

ikat karena peningkatan estrogen dari placenta dan kelenjar endokrin lainnya seperti

adrenal. Relaxin juga memegang peranan penting. Pada kebanyakan sapi pengenduran

ligament-ligament ini menandakan bahwa partus mungkin akan terjadi dalam waktu 24-

48 jam. Hal yang sama ditemukan pula pada kerbau (Harbers, 1981). Relaksasi ligament

juga jelas terlihat dengan peninggian pangkal ekor. Vulva menjadi sangat oedematous,

melonggar dan mencapai 2 sampai 6 kali ukuran normal.

Ambing membesar dan oedamatous. Pada sapi dara pembesaran ambing dimulai

pada bulan keempat periode kebuntingan. Pada sapi pluripara pembesaran ambing

mungkin tidak nyata 2 sampai 4 minggu sebelum partus. Pada sapi berproduksi susu

tinggi, terutama sapi muda, oedema ambing yang sangat besar dapat mengakibatkan

kesulitan berjalan. Oedema dapat mengembang ke depan pada dasar abdomen sampai

daerah xiphoid dan tebalnya dapat mencapai 5-15 cm. Pada daerah pusar ia dapat

menyerupai hernia umbilicalis. Ia dapat menyebar ke belakang sampai daerah vulva.

Segera sebelum partus sekresi kelenjar susu berubah dari warna dan konsistensi seperti

madu kering menjadi kering menjadi kuning, keruh dan gelap yang disebut dengan

kolostrum. Pada saat ini ambing dan puting susu mengembang sedemikian rupa karena

3 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 4: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

kolostrum, sehingga ia dapat keluar sendiri pada sapi-sapi yang mudah diperah. Pada

kerbau oedem pada ambing dan dasar abdomen tidak jelas terlihat (Harbers, 1981)

Suatu lendir putih, kental dan lengket keluar dari bagian cranial vagina mulai

bulan ke tujuh masa kebuntingan. Lendir tersebut makin banyak keluar menjelang

kelahiran. Segera sebelum partus jumlah lendir sangat meningkat dan penyumbat cervix

mencair.

Selama beberapa jam sebelum partus hewan memperlihatkan anorexia dan

ketidaktenangan. Sapi dara memperlihatkan kesakitan abdominal dengan menendang

perutnya, menyentak-nyentakkan kaki, mengibaskan ekor, berbaring dan bangkit kembali.

2.2 Inisiasi Partus

Mekanisme yang tepat mengenai timbulnya kelahiran sesudah suatu masa

kebuntingan tertentu dan khas bagi setiap jenis ternak belum diketahui. Inisiasi kelahiran

disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor-faktor endokrin, neural dan

mekanis.

Dalam waktu satu atau dua minggu sesudah pembuahan, blastosit yang berada

dalam uterus mempengaruhi endometrium sehingga zat luteolitik (PGF2α) tidak

dikeluarkan dan corpus luteum menetap. Corpus luteum merupakan sumber utama

progesterone selama kebuntingan sampai 200 hari pada sapi (Jainudeen an Hafez, 1980).

Sekresi progesterone mempertahankan kebuntingan melalui pengaruhnya terhadap

relaksasi urat daging uterus dan endometrium mulai aktif menghasilkan susu uterus pada

pertiga bagian pertama masa kebuntingan. Progesterone menghambat produksi FSH

sehingga folikel tidak terbentuk dan periode estrus terhenti. Suatu rangsangan neuro-

humoral dari uterus yang bunting menyebabkan sekresi LH secara berkesinambungan

untuk mempertahankan corpus luteum selama masa kebuntingan.

Timbulnya partus, walaupun belum dimengerti sepenuhnya, mungkin disebabkan

oleh peningkatan gradual kadar estrogen dari placenta yang terjadi pada akhir masa

kebuntingan dan penurunan kadar progesterone karena pelepasan PGF2α dari placenta

atau uterus. Pada sapi kadar estrogen meningkat 2 sampai 3,5 kali sejak hari ke 245

sampai partus, sedangkan progesterone di dalam plasma darah menurun dari 19 sampai

16 ng/ml pada bulan terakhir masa kebuntingan menjadi 0,5 sampai 30 ng/ml pada waktu

partus. Relaxin yang dihasilkan dalam jumlah besar pada akhir masa kebuntingan juga

membantu pengenduran struktur-struktur pelvis dan cervix (Egger dan Dracy, 1966).

Kadar estrogen yang meningkat membuat urat daging uterus peka terhadap oxytocin yang

4 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 5: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

memegang peranan penting dalam proses partus, khususnya selama tahap pertama dan

kedua perejanan. Akan tetapi kelahiran akan terjadi tanpa hipofisa. Estrogen menstimuler

sekresi PGF2α dari placenta atau uterus. PGF2α juga menstimuler kontraksi miometrium.

Partus mungkin ditimbulkan oleh suatu mekanisme yang menyebabkan penurunan

kadar LH dan progesterone (Labhsetwar et al., 1964, Hunter et al., 1969). Poros hipofisa

adrenal pada foetus ikut berperanan dalam mekanisme yang mengawali partus. Masa

kebuntingan yang berkepanjangan berhubungan dengan defek hipofisa adrenal pada sapi

perah. Sewaktu stress terhadap makin meningkat karena penurunan suplai makanan,

cortisone diproduksi san bersama estrogen berkadar tinggi akan enyebabkan penurunan

kadar LH, regresi corpus luteum dan penurunan kadar kadar progesterone. Estrogen dan

hydrocortisone dalam dosis tinggi mempunyai kesanggupan meluluhkan corpus luteum

kebuntingan. Sangat mungkin kadar hormone-hormone steroid, yaitu kadar estrogen dan

kadar cortisone yang tinggi dan kadar progesterone yang rendah, di samping peningkatan

PGF2α, mengendalikan tahap permulaan dan perkembangan proses partus. Sedangkan

oxytocin mengendalikan terjadinya perejanan. Pelepasan oxitocin dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Kadar oxytocin tidak berubah pada fase permulaan kelahiran, tetapi

meningkat mencapai puncaknya selama pengeluaran foetus, kemudian menurun kembali.

Pelepasan oxytocin ini menyebabkan pelepasan PGF2α dalam jumlah besar dan

meningkatkan potensi kegiatan uterus.

2.3 Tahap-Tahap Kelahiran

Walaupun aktivitas partus merupakan suatu proses yang berkesinambungan, tetapi

sebagai gambaran deskriptif dapat dibagi atas 3 tahap, yakni tahap pertama (stadium

persiapan, dilatasi), tahap kedua (pengeluaran foetus), dan tahap ketiga (pengeluaran

plasenta).

1. Tahap Pertama

Tahap pertama adalah persiapan untuk kelahiran. Tahap ini ditandai oleh

kontraksi aktif serabut-serabut urat daging longitudinal dan sirkuler pada dinding

uterus dan dilatasi cervix. Kontraksi ini timbul karenapenyingkiran hambatan

terhadap progesterone dan peningkatan kadar estrogen (Gillete dan Holm, 1963).

Oxytocin jarang dilepaskan dari hipofisa sebelum tahap kedua partus hingga dianggap

tidak penting untuk menginduksi partus (Van Dongen dan Hayes, 1966 ). Peristalsis

uterus yang dimulai pada apex cornua uteri diawali oleh kontraksi urat daging sirkuler

yang diserentakkan dengan penyebaran rangsangan kontraksi melalui urat daging

5 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 6: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

longitudinal. Kontraksi uterus menangani 90% kegiatan partus dan kontraksi ini

berbanding lurus dengan ketahanan foetus. Aktivitas muskuatur uterus sangat

meningkat satu sampai dua jam sebelum kelahiran. Amplitude prepartum kontraksi

urat daging uterus rata-rata 80 cm H20. Kontraksi uterus mendorong selaput foetus

dan cairannya memasuki cervix yang mengendur. Os cervicalis externa atau lubang

cervix bagian luar cukup merenggang seminggu seelum partus sehingga dapat

dimasuki 2 sampai 4 jari. Cervix sapi dara tetap tertutup rapat sampai satu hari

sebelum partus. Pada tahap pertama partus cervix tidak dikuakkan oleh

allantochorion, melainkan oleh daya kontraksi urat daging longitudinal.-Selama tahap

pertama partus cervix mudah menampung allantochorion yang terdorong ke

dalamnya. Dilatasi os cervicalis inrterna dimulai dari 2 sampai 4 jam setelah os

cervicalis externa mencapai diameter 7,5 sampai 15 cm. dalam kurun waktu 6 sampai

12 jam kemudian seluruh os cervix membuka 15 sampai 17,5 cm dan cervix vagina

merupakan suatu saluran bersambung yang terisi dengan allantochorion.

Selama tahap pertama partus, kontraksi uterus terjadi setiap 10 sampai 15 menit

dan berlangsung 15 sampai 30 detik. Dengan melanjutnya tahap kelahiran, kontraksi

uterus berlangsung lebih sering, lebih kuat, dan lebih lama setiap 3 sampai 5 menit

(Gillete dan Holm, 1963). Kontraksi dimulai pada apex cornua, sedangkan bagian

pangkal uterus tidak berkontraksi, melainkan berdilatasi karena tekanan foetus dan

cairan yang terdorong ke belakang. Pada akhir stadium ini cervix terbuka secara

sempurna.

Tahap pertama partus nampak berlangsung lebih lama pada primipara daripada

pluripara. Menjelang akhir tahap ini allantochorion pecah karena dipaksa melewati

cervix yang berdilatasi ke vagina. Sesudah allantochorion pecah, amnion terdorong ke

dalam cervix, dan foetus karena pemendekan kontraksi uterus dan dilatasi cervix –

berlalu ke dalam cervix dan vagina. Sekali sebagian foetus memasuki pelvis,

rangsangan reflex menimbulkan perejanan yang disebabkan oleh kontraksi urat

daging perut dan diafragma dan penutupan glottis. Tahap kedua akan segera

menyusul.

Presentasi, Posisi dan Postur Foetus

Kedudukan foetus perlu ditentukan secara teliti sewaktu ia memasuki saluran

kelahiran dan pelvis. Deskripsi ini dipakai pada kelahiran normal maupun abnormal.

Presentasi mencakup :

6 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 7: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

1. Hubungan antara sumbu spinal foetus terhadap sumbu panjang tubuh induk.

Presetasi dapat longitudinal atau transversal.

2. Bagian foetus yang mendekati atau memasuki rongga pelvis atau saluran

kelahiran. Bagian foetus tersebut adalah anterior dan posterior pada presentasi

longitudinal, dan dorsal atau ventral pada presentasi transversal.

Pada presentasi longitudinal sumbu spinal foetus sejajar dengan sumbu induk,

sedangkan pada presentasi transversal sumbu panjang foetus terletak menyilang atau

tegak lurus terhadap sumbu panjang induk. Pada presentasi longitudinal, bagian foetus

dapat terletak anterior atau kepala muncul terlebih dahulu dan dapat pula terletak

posterior atau bagian ekor foetus muncul terlebih dahulu. Presentasi transversal dapat

menjadi ventral yaitu bagian bawah tubuh foetus menghadap ke luar saluran kelahiran

san dapat terjadi dorsal dengan bagian punggung foetus menghadap keluar.

Gambar 1. Selama tahap pertama terjadi dilatasi servik dan pengeluaran kantung amnion (atas) dan alantois (bawah).

Posisi adalah hubungan antara dorsum atau punggung foetus pada presentasi

longitudinal atau kepala pada presentasi transversal, terhadap sisi pelvis induk, yaitu

sacrum, pubis, ilium kiri atau ilium kanan.

Postur menunjukkan hubungan ekstremitas, yaitu kepala , leher dan kaki, terhadap

tubuh foetus. Ekstremitas tersebut dapat membengkok, lurus, terletak di bawah, di

samping kiri, samping kanan, atau diatas feotus.

7 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 8: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

Berbagai kemungkinan presentasi, posisi dan postur dapat terjadi pada foetus yang

memasuki saluran kelahiran pada waktu partus. Kemungkinan-kemungkinan tersebut

dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kemungkinan Presentasi, Posisi dan Postur Foetus pada Waktu Partus

Presentasi Posisi Postur

Longitudinal anterior Dorso sacral Leher membengkok ke kanan

atau ke kiri

Longitudinal posterior Dorso-ilial dextra

Dorso-ilial sinistra

Dorso-pubis

Flexio kaki depan

Transversal ventral Cephalo – ilial dextra Flexio kaki belakang

Tranversal dorsal Cephalo-ilial sinistra

Pada keadaan normal foetus terletak pada prsentasi longitudinal anterior, posisi

dorsodorsal atau dorsosakral dengan kepala bertumpu pada tulang-tulang metacarpal

dan lutut pada kaki depanyang melurus. Kelahiran dapat pula berlangsung normal bila

foetus berada dalam presentasi longitudinal posterior, posisi dorso-sakral. Kecuali

pada keadaan foetus yang kecil, posisi lainnya berakhir dengan distokia. Presentasi

tranversal jarang terjadi dan kalaupun terjadi selalu berakhir dengan distokia.

Presentasi longitudinal posterior, posisi dorso-sakral dengan kaki-kaki belakang

tertahan atau melurus di bawah tubuh, biasanya disebut letak sungsang.

2. Tahap Kedua

Tahap ini ditandai dengan pemasukan foetus ke dalam saluran kelahiran yang

berdilatasi, ruptura kantung allantois, kontraksi abdominal atau perejanan dan

pengeluaran foetus melalui vulva. Menurut Gillete dan Holm (1963) kontraksi

abdominal hanya terjadi sesudah kaki-kaki foetus berada di dalam cervix atau vagina.

Pemecahan kantung allantois menyebabkan peningkatan kontraksi abdominal secara

tiba-tiba yang bertumpu dengan puncak setiap gelombang kontraksi uterus dengan

ampiltudo 80 sampai 320 cm H2O, rata-rata 180 cm H2O. sesudah pemecahankantung

allantois, amnion didorong menuju cervix dan dapat terlihat vulva sebagai kantung

berisi air. Selama tahap kedua perejanan, uterus berkontraksi 4 sampai 8 kali setiap 10

menit dan berlangsung 80 sampai 100 detik. Perejanan berulang-ulang berlangsung

8 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 9: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

terus dan kaki foetus terlihat di vulva. Sewaktu kaki foetus melewati vulva, kantung

amnion pecah. Peningkatan kontraksi abdominal terjadi pada waktu kepala, bahu dan

pinggul foetus memasuki pelvis. Kepala foetus mulai memasuki vulva dan pada saat

ini terjadilah perejanan abdominal yang terkuat dalam proses partus. Pada waktu

kepala didorong ke dalam vulva, dada memasuki saluran pelvis. Sesudah kepala

foetus melewati vulva, induk beristirahat untuk beberapa menit sebelum kembali

merejan dengan kuat sewaktu dada foetus berlalu melewati saluran kelahiran dan

vulva. Pinggul segera menyusul memasuki saluran kelahiran. Sewaktu foetus

memasuki saluran kelahiran dan sewaktu vagina berdilatasi, kadar oxytocin di dalam

darah jugularis lebih tinggi daripada selama tahap pertama dan permulaan tahap

kedua partus (Folley dan knags, 1965; Van Dongen dan Hayes, 1966). Kadar oxytocin

di dalam plasma darah sapi selama tahap kedua partus adalah kira-kira 1000

mikrounit per ml.

Gambar 2. Tahap kedua partus: pengeluaran foetus

Segera sesudah perejanan dimulai biasanya induk berbaring. Kadangkala anak

sapi dapat lahir dari induk yang sedang berdiri. Pada kerbau kebanyakan partus

berlangsung dalam keadaan berdiri (Harbers, 1981). Induk sapi berbaring dan

menumpukan tubuhnya pada sternum. Selama tahap ini, dinding uterus yang

berkontraksi dan memendek memaksa dan mengarahkan foetus ke dalam saluran

kelahiran dan pelvis dan kontraksi abdominal atau perejanan mendorong foetus

melalui saluran kelahiran. Tekanan intrauterine adalah 66 mmHg antara kontraksi

uterus selama tahap kedua, perejanan dan mencapai 170 mm Hg pada waktu kontraksi

abdominal. Jadi jumlah seuruh tekanan pada waktu pembukaan inlet pelvis adalah

sebesar 70 sampai 80 kg atau seberat kekuatan tarikan satu orang terhadap foetus.

Tekanan intra-abdominal yang disebabkan oleh kontraksi urat daging perut dan

difragma serta penutupan glottis adalah sama ke semua jurusan. Uterus perlu untuk

9 Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 10: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

mengarahkan foetus ke jalan yang paling sedikit memiliki rintangan – saluran pelvis.

Foetus yang sehat, dinding perut yang utuh dan uterus yang sehat perlu untuk

kelahiran normal.

Foetus keluar melalui jalur yang berbentuk busur dari rongga perut ke atas ke

dalam dan melalui pelvis dan ke bawah lagi melalui vulva. Arah foetus yang seperti

busur ini sewaktu ia bergerak melalui pelvis menyebabkan perentangan urat-urat

daging dorsal dan pelvis, dan relaksasi linea alba dan urat daging perut. Hal terakhir

tersebut peting untuk memperkecil diameter sakro-pubis pelvis foetus. Bagian depan

foetus yang mengarah ke bawah sewaktu melewatu vulva cenderung mendorong

pelvis foetus tinggi di dalam pelvis induk, dimana diameter bisiliaca lebih besar. Hal

ini membantu mencegah kondisi berhentinya pinggul yang sering ditemukan pada

waktu penarikan dilakukan secara tidal tepat.

Tahap kedua proses kelahiran berlangsung 0,5 sampai 3 atau 4 jam. Pada sapi

yang sudah sering beranak, pada tahap ini hanya memerlukan waktu setengah sampai

satu jam. Primipara membutuhkan waktu yang lebih lama, sampai 3 jam atau lebih.

Fase pengeluaran foetus pada kerbau berkisar antara 23 sampai 60 menit (Mathias,

1981) atau rata-rata 42,5 menit (Harbers, 1981).

Apabila chorda umbilicalis atau tali pusar putus, kedua arteri umbilicalis bersama

dengan urachus berkerut ke dalam rongga abdomen foetus. Dengan kontraksi arteria

tersebut ke dalam jaringan tubuh, terjadi pencegahan perdarahan melalui umbilicus.

Vena umbilicalis menciut, darah keluar dari vena tersebut dan cairan di dalam chorda

umbilicalis keluar, sering dibantu dengan penjilatan induk. Chorda umbilcalis akan

nekrotik, mengering dan luluh dalam waktu 7 sampai 21 hari.

3. Tahap Ketiga

Tahap terakhir proses kelahiran adalah pengeluaran selaput foetus dan involusi

uterus. Pengeluaran selaput foetus secara normal selesai dalam waktu beberapa jam

setelah pengeluaran foetus. Dengan lahirnya foetus, pembuluh darah placenta foetalis

mengempis dan vili mengecil serta menciut. Sesudah pengeluaran foetus uterus tetap

berkontraksi secara kuat selama 48 jam dan melemah tetapi lebih sering sesudah itu

(Gillete dan Holm, 1963). Hal ini penting untuk menghambat perdarahan dan

membantu pengeluaran selaput foetus. Gelombang-gelombang peristaltic dan

kontraksi ini, di samping mengurangi ukuran foetus ke dalam saluran kelahiran,

10

Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 11: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

mungkin sangat mengurangi jumlah darah yang beredar di dalam endometrium.

Pengurangan peredaran darah pada endometrium yang menyebabkan dilatasi atau

relaksasi kripta maternal yang memegang peranan penting dalam pemisahan

trophoblast foetalis dan epitel kripta pada placenta induk. Tidak ada jaringan induk

yang dikeluarkan sesudah partus. Arteria uterina media segera berkontraksi sesudah

partus. Dinding arteria tersebut menebal dan fremitus menghilang walaupun involusi

ke ukurannya yang normal baru terjadi beberapa minggu kemudian. Kontraksi uterus

selama tahap ketiga partus menghasilkan pergerakan dinding uterus dan karunkel

yang membantu membebaskan placenta foetalis. Berat amnion dan bagian allantois di

dalam saluran kelahiran cenderung membantu menanggalkan placenta foetalis dari

uterus. Gerakan menyusu menstimuler pelepasan oxytocin dari hipofisa yang

diperlukan untuk merangsang kontraksi dinding uterus. Kelahiran premature, kembar

dan masa kebuntingan yang singkat sering berhubungan dengan retensio secundinae.

Dalam hal ini infeksi dapat memainkan suatu peranan patologik. Pelepasan foetus

secara normal dapat dikatakan merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan

faktor-faktor mekanik dan hormonal, walaupun mekanisme yang tepat belum

seluruhnya mengerti.

Gambar 3. Tahap ketiga partus: pengeluaran selaput foetus. Nampak kerbau memakan selaput tersebut setelah itu induk menjilati anaknya

Pemisahan placenta merupakan suatu proses yang relative lambat, sehingga tahap

kedua perejanan dapat diperpanjang tanpa membahayakan foetus. Chorda umbilcalis

foestus segera putus sewaktu foetus melewati saluran kelahiran. Lama waktu yang

diperlukan untuk pengeluaran selaput foetus pada sapi secara normal adalah 0,5

sampai 8 jam dan pada kerbau rata-rata 3,5 jam. Makin sehat hewan, makin cepat

selaput foetusnya ke luar. Selaput foetus yang terlapus sering dimakan oleh induk.

Sesudah pengeluaran selaput foetus pada kelahiran normal, cervix mensekresikan

11

Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 12: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

suatu lendir tebal dan lengket yang cenderung menyumbat cervix dan mencegah

pemasukan mikroorganisme ke dalam uterus.

2.4 Involusi Uterus

Involusi atau regresi uteru uterus ke ukuran dan statusnya semula membutuhkan

waktu yang relative lama. Sesudah pengeluaran selaput foetus berkontraksi dan

peristaltsis uterus berlangsung terus sebagai gelombang-gelombang ritmik yang kuat yang

berkurang secara gradual pada hari keempat. Sel-sel otot uterus yang memendek dari 750

mikron seharis sesudahnya. Dari hari keempat sampai kedelapan hanya ada sedikit

undulasi cornua yang tidak teratur.

Placenta maternalis berinvolusi melalui nekrosa batang karunkel karena

vasokontriksi, infiltrasi lemak, penghilangan karunkel karena infiltrasi lemak, pelarutan,

pengurasan dan pelepasan seluruh lapisan permukaan karunkel yang menjadi bagian

lochia uterus (Gier dan Marion, 1968; dan Gier, 1959). Karunkel dan batangnya

bernekrosa pada hari kelima setelah partus. Peruntuhan karunkel umumnya rampung pada

hari ke 12, meninggalkan suatu permukaan baru dengan pembuluh darah yang menonjol

di tempat bekas batang karunkel bertaut. Karunkel kembali ke ukurannya semula pada

minggu kedua dan ketigamenjelang hari ke 25 sampai 30 setelah partus, epitel telah

menutupi karunkel dan penyembuhan rampung. Karunkel yang mempunyai berat 70 gram

pada 48 jam sesudah partus menciut menjadi 26 gram lima hari kemudian. Walaupun

karunkel telah kembali keukurannya yang normal 30 hari sesudah partus, suatu tumpukan

pembuluh darah besar menetap.

Lochia yang terdapat dalam uterus sapi pada 48 jam pertama sesudah partus

adalah tertinggi kurang lebih 1400 sampai 1600 ml. menjelang hari kedelapan post partus

jumlah lochia berkurang dari 500 ml dan menjelang hari ke 14 sampai ke 18 hanya

beberapa ml lochia yang tertinggal. Jumlah lochia yang dikeluarkan uterus bervariasi.

Kebanyakan primipara mengeluarkan lochia tapi diabsorbsi kembali. Beberapa pluripara

mengeluarkan 800 sampai 2000 ml lochia. Umumnya penguluaran lochia yang terdiri dari

lendir, jaringan, reruntuhan dan darah, dimulai kira-kira 3 sampai 4 hari post partum dan

meningkat sampai hari kesembilan. Reruntuhan ini berwarna coklat kuning muda sampai

merah. Sesudah hari kesembilan sampai kesepuluh postpartum, terdapat peningkatan

jumlah darah yang bercampur dengan lohia, yang mungkin berasal dari permukaan

karunkel. Lochia berdarah yang biasanya terhenti pada hari ke-12. Proses involusi normal

berlangsung aseptic. Akan teteapi penularan mikroorganisme menyebabkan lochia

12

Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 13: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

berwarna putih, putih-kuning ataukelabu yang bersifat mukopurulen menjelang tengahan

akhir masa puerperalis.

Pada palpasi rectal terasa bahwa ukuran uterus menurun gradual antara hari ke-4

dan ke-6 postpartum. Menjelang hari ke-10 uterus yang beronvolusi dapat dibatasi

melalui pemeriksaan rectal. Suatu penurunan nyata ukuran uterus dan peningkatan tonus

uterus terjadi pada hari ke 10 sampai ke 14 bertepatan dengan estrus pertama pada sapi

normal dan pengeluaran banyak lochia pada uterus. Lochia dapatterasa dalam uterus

melalui palpasi rectal pada hari ke 7 sampai 12 postpartum. Selama periode 10 sampai 14

hari postpartum ukuran diameter uterus berkurang dari 12 cm menjadi 7 cm. daya regresi

tercepat adalah dari hari ke-14 sampai 25 post-partum dan menurun antara hari ke-25

sampai hari ke 39. Antara hari ke-40 sampai 50 hanya terjadis edikit perubahan. Berat

uterus yang beregresi adalah 10 kg pada waktu partus, 5 kg pada 6 hari kemudian, 2 kg

pada hari ke 12 dan 1 kg pada hari 25 hari dan 0,7 kg pada 50 hari setelah partus

(Roberts, 1971)

Selama involusi lapisan urat daging uterus berkurang karena penurunan ukuran sel

dan kehilangan sel. Epitel endometrium baik kembali pada 25 sampai 30 hari post-

partum. Secara klinis involusi sudah selesai pada hari ke 30 sampai 40, tetapi secara

histologik, involusi baru benar-benar selesai 50 sampai 60 hari postpartum. Sehubungan

dengan kenyataan ini, seekor sapi induk baru boleh dikawinkan lagi lebih dari 50 sampai

60 hari sesudah partus.

2.5 Estrus Post Partum

Corpus luteum yang lampau beregresi secara cepat. Interval antara partus dan

estrus pertama berkisar antara 30 sampai 72 hari pada sapi perah dan 46 sampai 104 hari

pada sapi potong. Interval ini diperpanjang bila anak disusui dan frekuensi pemerahan

ditingkatka. Pemisahan anak dari induk dapat memperpendek interval ini.ovulasi pertama

postpartum biasanya terjadi terlebih dahulu dari estrus yang pertama yang dapat diamati.

Pada sapi perah yang berproduksi tinggi estrus pertama postpartum umumnya pendek

karena produksi progesterone yang rendah.aktivitas ovarium sesdauh partus lebih sering

terjadi pada ovarium sisi uterus yang tadinya tidak bunting. Kecenderungan ini menurun

apabila interval antara partus dan ovulasi meningkat (Jainudeen dan Hafez, 1980)

13

Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 14: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kelahiran atau partus adalah proses fisiologik yang berhubungan dengan

pengeluaran foetus dan placenta dari induk. Gejala menjelang partus adalah hewan

cenderung memisahkan diri dari kelompoknya, sacroischiadicus sangat mengendur,

menyebabkan penurunan ligament dan urat daging pada bagian belakang, ambing

membesar dan oedamatous, suatu lendir putih, kental dan lengket keluar dari bagian

cranial vagina mulai bulan ke tujuh masa kebuntingan, lendir tersebut makin banyak

keluar menjelang kelahiran.

Walaupun aktivitas partus merupakan suatu proses yang berkesinambungan, tetapi

sebagai gambaran deskriptif dapat dibagi atas 3 tahap, yakni tahap pertama (stadium

persiapan, dilatasi), tahap kedua (pengeluaran foetus), dan tahap ketiga (pengeluaran

plasenta).

14

Fisiologi Kelahiran pada Ternak

Page 15: Fisiologi Kelahiran Pada Ternak

DAFTAR PUSTAKA

Toelihere, Mozes R. 2010. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta: Indonesia

University Press.

Ball, P.J.H., Peters, A.R. 2004. Reproduction in Cattle 3rd edition. United States of America:

Blackwell.

15

Fisiologi Kelahiran pada Ternak