Fiqh Munakahat

7

Click here to load reader

Transcript of Fiqh Munakahat

Page 1: Fiqh Munakahat

Pernikahan Dan Mahar

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas. Diajukan kepada Ibu Sri Hidayayti M.Ag sebagai dosen pada mata kuliah Fiqh Munakahat dan Mawaris

Pada Jurusan Muamalat Perbankan Syariah

Oleh Ahmad Ridho

Amiruddin AlIslami Kenny Lisyani

M. Irfan Hardiansyah Rachmat Fauzi

Saumi Rizqiyanto Siti Susanti

Fakultas Syariah dan hukum Universitas islam negeri

Syarif hidayatullah Jakarta 2007

Page 2: Fiqh Munakahat

Pembahasan

A. PENGERTIAN

Definisi pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan

kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan

mahram.

Firman Allah SWT :

“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika

kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (An-Nisa : 3)

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau

masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia

untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai

satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan

menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.

Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan

kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua

keluarga. Betapa tidak? Dari baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih-mengasihi,

akan berpindah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka

menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolong sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan

mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan penikahan seseorang akan terpelihara dari

kebinasaan hawa nafsunya.

B. HUKUM NIKAH

1. Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya.

2. Sunat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain-lainnya.

Page 3: Fiqh Munakahat

3. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada

kejahatan (zina).

4. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.

5. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.

C. RUKUN NIKAH

1. Shigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali, “Saya

nukahkan engkau dengan anak saya bernama…, Jawab mempelai laki-laki, “Saya terima

menikahi….,.

Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafadz nikah, tazwij, atau terjemahan dari

keduanya.

Sabda Rasulullah SAW, :

“Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka

dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat

Allah.” (Riwayat Muslim)

2. Wali (wali si perempuan). Keterangannya adalah sabda Nabi SAW :

“Barang siapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka

pernikahannya batal.” (Riwayat empat orang ahli hadist, kecuali Nasai)

3. Dua orang saksi.

Sabda Nabi SAW :

“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”(Riwayat Ahmad).

D. SYARAT SAH NIKAH

Page 4: Fiqh Munakahat

E. PERWALIAN

Perwalian dalam arti umum bermakna „segala sesuatu yang berhubungan dengan wali‟

sedangkan arti wali memiliki makna yang beragam antara lain:

1. Orang yang secara hukum positif, adat dan agama diserahi kewajiban mengurus anak

yatim serta hartanya sebelum anak itu dewasa.

2. pengasuh pengantin wanita pada waktu menikah (yaitu yang melakukan janji nikah

dengan pengantin pria)

Yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai perempuan ialah menurut susunan yang

akan diuraikan dibawah ini, karena wali-wali itu memang telah diketahui oleh orang yang ada

pada masa turun ayat: “Janganlah kamu menghalangi mereka menikah.”

Semua itu menjadi tanda bahwa wali-wali itu telah diketahui, yaitu:

1. Bapaknya.

2. Kakeknya

3. Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.

4. Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.

5. Anak laki-laki dari saudara lak-laki yang seibu sebapak dengannya.

6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.

7. Saudara bapak yang laki-laki.

8. Anak laki-laki pamannya dari pihak bapaknya.

9. Hakim

SYARAT WALI DAN DUA SAKSI

Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh karena itu, tidak

semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki

beberapa sifat berikut:

1. Islam.

2. Balig ; sudah berumur 15 tahun (17 tahun menurut hukum positif Indonesia)

3. Berakal.

4. Merdeka.

Page 5: Fiqh Munakahat

5. Laki-laki

6. Adil.

F. MAHAR

Secara etimologis berarti maskawin. Secara terminologis, bermakna “pemberian wajib

dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa

rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suami”. Imam Syafii memberikan definisi yang

lebih terbuka dan jelas yakni “sesuatu (bisa harta maupun jasa) yang wajib diberikan oleh suami

kepada istri untuk menghalalkan seluruh anggota badannya”1

Firman Allah SWT :

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan

penuh kerelaan.” (An-Nisa : 4)

Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah, dan apabila

tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu pun sah.

Syarat-syarat Mahar

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut

a. harta/bendanya berharga. Tidak sah dengan yang tidak berharga walaupun tidak ada

ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit dan bernilai

maka tetap sah.

b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamr, babi, atau

darah. Karena semua itu haram.

c. Harta/barangnya bukan barang hasil curian maupun ghasab, artinya mengambil barang

milik orang lain tanpa seizinnya.

1 Abdurrahman AlJaziriy, al fiqh ala madzahib alarbaah.

Page 6: Fiqh Munakahat

d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan barang yang tidak

jelas keadaanya dan atau tidak disebutkan jenisnya2.

Jumlah Mahar

Mengenai besaran mahar, para Ulama sepakat bahwa tidak ada batasan tertinggi dalam

pemberian mahar. Tetapi mereka berselisih pendapat tentang batas terendah.

1. Imam Syafii, dkk. Berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Segala

sesuatu yang dapat menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan mahar.

2. Imam Malik dan malikiyah mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit nilainya

mencapai seperempat dinar emas murni atau perak seberat tiga dirham. Atau bisa berupa

barang dengan nilai yang setara dengan itu.

3. Imam Hanafi berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham.

Riwayat lain ada yang mengatakan lima dirham atau lima belas dirham.

Memberi mahar dengan cash atau credit

Pelaksanaan membayar mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan atau

disesuaikan dengan keadaan dan adat istiadat setempat. Mahar boleh diberikan dengan kontan

(cash) ataupun hutang (credit). Atau dibayar sebagian, dan sebagian lainnya ditunda

pemberiannya.

G. MACAM-MACAM MAHAR

a. Mahar Musamma

Yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya pada akad nikah.

Mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila

1. having sex.

2 Ibid

Page 7: Fiqh Munakahat

Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain sedang kamu

telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka

janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah

kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan

(menanggung) dosa yang nyata ?

2. salah satu dari keduanya (suami dan istri) meninggal dunia. Demikian menurut

ijma‟.

b. Mahar mitsil (sepadan)

Yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya sebelum ataupun ketika pernikahan. Atau

mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat,

gak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengingat status sosial, pendidikan dan

kecantikannya.