Final Ppt Lapkas
Embed Size (px)
description
Transcript of Final Ppt Lapkas

BAB 1
PENDAHULUAN
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003).
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak. 1,2
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan
meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/ meningkatnya harapan hidup. Terdapat
beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009;
Morris dkk, 2000). Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7%
dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke
adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia (Ali dkk, 2009;
carnethon dkk, 2009). Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-
rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1%
pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari
tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi
1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia ≥ 65 tahun pada laki-laki
dibandingkan perempuan. 3
Arachnoid cyst atau kista arachnoid merupakan kantung berisi cairan yang terjadi pada
membran arakhnoid yang menutupi otak (intrakranial) dan sumsum tulang belakang (spinal).
Lokasi yang paling umum untuk kista arachnoid intrakranial adalah fosa tengah (dekat lobus
temporal), wilayah suprasellar (dekat ventrikel ketiga) dan fossa posterior, yang berisi otak kecil,
pons, dan medulla oblongata. Arachnoid cyst biasanya muncul di daerah yang kaya arachnoid,
dan 50% berada di fisura Sylvian.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Nurlela
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 39 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jln. Sunggal, No 55, Medan
Status : Sudah kawin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 24 Desember 2012
2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan utama : Lemah tungkai dan lengan sebelah kiri.
Telaah : Dialami pasien kira-kira 7 bulan ini, berlaku secara perlahan-lahan. Awalnya pasien
mengeluhkan nyeri kepala yang dengan intensitas sedang terutama pada pagi hari. Nyeri kepala
tidak disertai muntah, kejang(+) dialami dalam 4 bulan ini. Bersifat separuh badan. Kejang
diawali pada tubuh sebelah kanan, frekuensi 3 kali dalam sehari, lama 5 menit. Riwayat pingsan
(-)
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal
Traktus Respirotorius : Dalam batas normal
Traktus Digestivus : Dalam batas normal
Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak jelas

Intoksikasi dan obat-obatan : Tidak jelas
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak jelas
Faktor Familier : Tidak jelas
Lain-lain : -
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SLTP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Perkawinan dan Anak : Sudah kawin
2.3. Pemeriksaan Jasmani
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 82 x/i
Frekuensi Nafas : 22 x/i
Temperatur : 37,0 °C
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : Dalam batas normal
Persendian : Dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi : Bulat, medial
Pergerakan : Pergerakan normal
Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai
Rongga Mulut dan Gigi : Normal
Kelenjar Parotis : Normal
Desah : Tidak dijumpai

RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga dada Rongga abdomen
Inspeksi : Simetris fusimormis Simetris
Perkusi : Sonor Timpani
Palpasi : SF ka=ki, normal Soepel, H/L/R : ttb
Auskultasi : Vesikuler Peristaltik (+) N
GENITALIA
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
2.4. Pemeriksaan Neurologis
SENSORIUM : CM, GCS 15
KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Dalam batas normal
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Tidak diperiksa
Transiluminasi : Tidak diperiksa
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk : -
Tanda kernig : Tidak dijumpai
Tanda Laseque : Tidak dijumpai
Tanda Brudzinski I : Tidak dijumpai
Tanda Brudzinski II : Tidak dijumpai
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : Tidak dijumpai
Sakit kepala : +
Kejang : +

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia + +
Anosmia - -
Parosmia - -
Hiposmia - -
NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus 2/300 2/300
Lapangan Pandang
Normal + +
Menyempit - -
Hemianopsia - -
Scotoma - -
Refleks Ancaman + +
Fundus okuli
Warna Tidak dilakukan pemeriksaan
Batas Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena Tidak dilakukan pemeriksaan
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Nistagmus Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Pupil
Lebar diameter 3mm diameter 3mm
Bentuk isokor isokor
Refleks Cahaya Langsung (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung (+) (+)

Rima Palpebra 7mm 7mm
Deviasi Konjugate Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Fenomena Dolls Eye Tidak dilakukan pemeriksaan
Strabismus Tidak dijumpai Tidak dijumpai
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Palpasi Otot Masseter dan Temporalis Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Kekuatan Gigitan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Sensorik
Kulit Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Selaput Lendir Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Refleks Kornea
Langsung (+) (+)
Tidak Langsung (+) (+)
Refleks Masseter Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Refleks Bersin Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Kerut kening Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Menutup mata Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Meniup Sekuatnya Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Memperlihatkan Gigi Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Tertawa Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Produksi kelenjar ludah Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Hiperakusis Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Refleks stapedial Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran Dalam Batas Normal Gangguan Pendengaran
Test Rinne Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber Tidak dilakukan pemeriksaan
Test schwabach Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Reaksi Kalori Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Tinnitus Tidak dijumpai Tidak dijumpai
NERVUS IX, X
Pallatum Mole : Dalam batas normal
Uvula : Medial
Disfagia : Tidak dijumpai
Disatria : Tidak dijumpai
Disfonia : Tidak dijumpai
Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Dalam batas normal
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu + +
Fungsi Otot sternocleidomastoideus Dalam batas normal Dalam batas normal

NERVUS XII
Lidah
Tremor : Tidak dijumpai
Atrofi : Tidak dijumpai
Fasikulasi : Tidak dijumpai
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Dalam batas normal
Kekuatan Otot :
ESD : 55555 ESS : 00000
55555 00000
EID : 55555 EIS : 00000
55555 00000
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : Tidak dijumpai
Khorea : Tidak dijumpai
Ballismus : Tidak dijumpai
Mioklonus : Tidak dijumpai
Atetosis : Tidak dijumpai
Distonia : Tidak dijumpai
Spasme : Tidak dijumpai
Tic : Tidak dijumpai

TEST SENSIBILITAS
Eksterosptif : Dalam batas normal
Proprioseptif : Dalam batas normal
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : Dalam batas normal
Pengenalan Dua Titik : Dalam batas normal
Grafestesia : Dalam batas normal
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps (+) (+)
Triceps (+) (+)
Radioperiosit (+) (+)
APR (+/↓) (+/↓)
KPR (+) (+)
Strumple (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) (-)
Klonus Lutut (-) (-)
Klonus Kaki (-) (-)
Refleks Primitif (-) (-)
KOORDINASI
Lenggang : Dalam batas normal
Bicara : Dalam batas normal
Menulis : Dalam batas normal

Percobaan apraksia : Dalam batas normal
Mimik : Dalam batas normal
Test Telunjuk – Telunjuk : Dalam batas normal
Test Telunjuk – Hidung : Dalam batas normal
Diadokhokinesia : Dalam batas normal
Test tumit – Lutut : Dalam batas normal
Test Romberg : Dalam batas normal
VEGETATIF
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-erektor : Dalam batas normal
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potensi dan Libido : Dalam batas normal
VERTEBRATA
Bentuk
Normal : +
Scoliosis : Tidak dijumpai
Hiperlordosis : Tidak dijumpai
Pergerakan
Leher : Pergerakan terbatas
Pinggang : Dalam batas normal
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : Tidak dijumpai
Cross Laseque : Tidak dijumpai
Test Lhermitte : Tidak dijumpai
Test Naffzinger : Tidak dijumpai

GEJALA - GEJALA SEREBELAR
Ataksia : Tidak dijumpai
Disatria : Tidak dijumpai
Tremor : Tidak dijumpai
Nistagmus : Tidak dijumpai
Fenomena rebound : Tidak dijumpai
Vertigo : Tidak dijumpai
GEJALA - GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : Tidak dijumpai
Rigiditas : Tidak dijumpai
Bradikinesia : Tidak dijumpai
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Dalam batas normal
Ingatan Baru : Dalam batas normal
Ingatan Lama : Dalam batas normal
Orientasi
Diri : Dalam batas normal
Tempat : Dalam batas normal
Waktu : Dalam batas normal
Situasi : Dalam batas normal
Intelegensia : Dalam batas normal
Daya Pertimbangan : Dalam batas normal
Reaksi Emosi : Dalam batas normal
Afasia
Ekspresif : Tidak dijumpai
Represif : Tidak dijumpai
Apraksia : Tidak dijumpai
Agnosia

Agnosia visual : Tidak dijumpai
Agnosia jari – jari : Tidak dijumpai
Akalkulia : Tidak dijumpai
Disorientasi kanan – kiri : Tidak dijumpai
2.5. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Keluhan utama : Lemah tungkai dan lengan sebelah kiri.
Telaah :Dialami pasien kira-kira 7 bulan ini, berlaku secara perlahan-lahan. Awalnya
pasien mengeluhkan nyeri kepala yang dengan intensitas sedang terutama pada pagi hari.
Nyeri kepala tidak disertai muntah, kejang(+) dialami dalam 4 bulan ini. Bersifat separuh
badan. Kejang diawali pada tubuh sebelah kanan, frekuensi 3 kali dalam sehari, lama 5
menit. Riwayat pingsan (-)
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/ menit
Temperatur : 37.0 °C
Status Neurologis
Sensorium : Compos mentis
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+), kejang (+), muntah (-)

Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)
Nervus Kranialis
N I : Normosmia
N II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mm
N III, IV, VI : Gerak bola mata baik
N V : Buka tutup mulut baik
N VII : Sudut mulut simetris
N VIII : Gangguan pendengaran kiri
N IX, X : Uvula medial
N XI : Normal
N XII : Lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : ( - / - ) / ( - / - )
Babinski : - -
Kekuatan Motorik:
ESD : 55555 ESS : 00000
55555 00000
EID : 55555 EIS : 00000

55555 00000
2.6. DIAGNOSA
Diagnosis Fungsional : Hemiparese Sinistra
Diagnosis Etiologik : Kista
Dianosis Anatomik : Arachnoid
Diagnosa Kerja: Space Occupied Lesion (SOL) intracranial dd Arachnoid Cyst (L)
temporoparietal
2.7. PENATALAKSANAAN
- Bed rest
- IVFD R-sol 20 gtt/i
- Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)
- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jam
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Darah Lengkap
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
- Head CT Scan
- Foto Toraks
FOLLOW UP
Hasil Laboratorium Patologi Klinik 24 Desember 2012
Complete Blood Count Hasil Nilai normal
Hemoglobin (Hb) 9,70 g % 11.2 – 15.5g %
Erytrocyte (RBC) 4.00 x106/mm3 4.20 – 4.87 x106/mm3
Leukocyte (WBC) 8,59 x103/mm3 4.5 – 11 x103/mm3
Hematocrite 31,20 % 43 - 49 %

Trombocyte (PLT) 370 x103/mm3 150 – 450 x103/mm3
MCV 78,00 fL 85 – 95 fL
MCH 24,30 pg 28 – 32 pg
MCHC 31,10 g % 33 – 35 g %
RDW 15,10 % 11,6 – 14,8 %
Neutrofil 55,40 % 37 – 80 %
Limfosit 32,60 % 20 – 40 %
Monosit 7,30 % 2 – 8 %
Eosinofil 4,50 % 1 – 6 %
Basofil 0,200 % 0 – 1 %
Metabolisme Karbohidrat Hasil Nilai Normal
Glukosa Darah (Sewaktu) 123,90 mg/dL <200
Ureum 12,80 mg/dL < 50 mg/dL
Kreatinin 0,54 mg/dL 0,50 – 0,90 mg/dL
Natrium 137 mEq/L 135 – 155 mEq/L
Kalium 3,4 mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/L
Klorida 106 mEq/L 96 – 106 mEq/L
Waktu Prothrombin kontrol pasien
Detik13,2014,3
INR Detik 1,09
APTT kontrol pasien
Detik32,630,8
Waktu Trombin kontrol pasien
Detik18,215,7

25 Desember 2012S: Lemah lengan dan tungkai sebelah kiriO: Status PresensSensorium : compos mentis (GCS 15)Tekanan Darah : 130/70 mmHgNadi : 82 x/menitFrekuensi napas : 24 x/ menitTemperatur : 37.0 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+)Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mmN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut simetrisN VIII : gangguan pendengaran N IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medial
Refleks FisiologisB/T : (+/+) / (+/+)APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)
Refleks PatologisH/ T : ( - / - ) / ( - / - )Babinski : - / -Kekuatan Motorik: ESD : 55555 ESS : 00000 55555 00000
EID : 55555 EIS : 00000 55555 00000A: SOL intracranial dd: Arachnoid Cyst (L) temporoparietalP: Penatalaksanaan:
- IVFD R-sol 20 gtt/i - Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jam

26 Desember 2012S: Lemah lengan dan tungkai sebelah kiriO: Status PresensSensorium : compos mentis (GCS 15)Tekanan Darah : 130/70 mmHgNadi : 82 x/menitFrekuensi napas : 24 x/ menitTemperatur : 37.0 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+)Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mmN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut simetrisN VIII : gangguan pendengaran N IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medial
Refleks FisiologisB/T : (+/+) / (+/+)APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)
Refleks PatologisH/ T : ( - / - ) / ( - / - )Babinski : - / -Kekuatan Motorik: ESD : 55555 ESS : 00000 55555 00000
EID : 55555 EIS : 00000 55555 00000A: SOL intracranial dd: Arachnoid Cyst (L) temporoparietalP: Penatalaksanaan:
- IVFD R-sol 20 gtt/i - Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)

- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jamR/ - Konsul ambil alih ke bagian neurologi
27 Desember 2012S: Lemah lengan dan tungkai sebelah kiriO: Status PresensSensorium : compos mentis (GCS 15)Tekanan Darah : 130/70 mmHgNadi : 82 x/menitFrekuensi napas : 24 x/ menitTemperatur : 37.0 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+)Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mmN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut simetrisN VIII : gangguan pendengaran N IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medial
Refleks FisiologisB/T : (+/+) / (+/+)APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)
Refleks PatologisH/ T : ( - / - ) / ( - / - )Babinski : - / -Kekuatan Motorik: ESD : 55555 ESS : 00000 55555 00000
EID : 55555 EIS : 00000 55555 00000A: SOL intracranial dd: Arachnoid Cyst (L) temporoparietalP: Penatalaksanaan:
- Bed rest - IVFD R-sol 20 gtt/i - Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam

- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jam- R/ - Konsul ambil alih ke bagian hematologi
28 Desember 2012S: Nyeri kepalaO: Status PresensSensorium : compos mentis Tekanan Darah : 110/70 mmHgNadi : 78 x/menitFrekuensi napas : 20 x/ menitTemperatur : 36.8 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+) menurunTanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mm, visus menurunN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut tertarik ke kananN VIII : pendengaran baikN IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medialRefleks FisiologisB/T : (+/+↑) / (+/+↑)APR/ KPR : (+/+↑) / (+/+↑)Refleks PatologisH/ T : ( + / + ) / ( + / + )Babinski : + / +Klonus Kaki : + / +
Kekuatan Motorik: ESD : 44444 ESS : 00000 44444 00000
EID : 44444 EIS : 00000 44444 00000A: Secondary Headache + Hemiplegi sinistra +Hemiparese kanan + P.N VII UMN sinistra ec Stroke Iskemik + Arachnoid Cyst o/t (L) fronto temporalP: Penatalaksanaan:
- Paracetamol 3x500mg- Phenitoin 3x100mg

- B complex 3x1- R/ - Fisioterapi aktif
Interpretasi:
Foto Thoraks
Posisi asimetris
Jantung tidak membesar, Trakea dan mediastinum baik
Diafragma dan sudut kostofrenikus baik
Tulang-tulang baik
Kesimpulan Radiologi: Tidak tampak kelainan intraserebral yang signifikan.

Interpretasi
NCCT
Infratentorial ventrikel IV, cerebellum dan pons normal.
Supratentorial tanpak lesi hypodens didaerah periventrikular kanan dan di lobus temporalis kiri.
Ventrikular system normal. Sulci dan gyrii corticalis normal. Tidak tampak midline shift.
CECT
Pada pemberian zat kontras, tidak tampak enhancement.

Kesimpulan radiologis.
Lesi hypodens di paru periventrikular kanan.
DD : cerebral infak
Low grade astrocytoma
Lesi hypodens di lobus temporalis kiri
DD : Arachnoid cyst
Sliocyst






MRI otak :
Dilakukan pemeriksaan mri kepala dengan potongan sagital T1, axial T1, T2, T2+Flair
dan coronal T2W, tanpa pemberian kontras i.v
Ventricle system normal, tidak tampak deviasi midline
Sulci dan gyri baik
Tampak lesi hypointens pada T1W, T2W+Flair, Hyperintens pada T2W di fronto
temporal kiri
Tampak lesi hypointens pada T1W, hyperintens pada T2W dan T2W+Flair di fronto
parietal kanan periventrikular, occipital kiri, crus posterior capsula internal kanan,
thalamus kiri
Tampak lesi hiperintesn pada T2W dan T2W+Flair di parietal kiri
Hipofise dan chiasma opticus baik
Sella,suprasellar dan parasella baik
Tidak tampak lesi hypo/hyperintens di daerah batang otak dan cerebellum
Tidak tampak formasi tumor pada kedua cerebellopontine angle
Mastoid air cells dan orbita kanan/kiri baik
Sinus paranasal dan nasopharinx baik
Kesimpulan :
Arachnoid cyst pada fronto- temporal kiri + infarct lama pada fronto-parietal kanan
perventrikular, occipital kiri, crus posterior capsula internal kanan, thalamus kiri +
ischemic pada parietal kiri.

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Stroke Iskemik
3.1.1. Definisi
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003).
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak. 1,2
3.1.2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan
meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/ meningkatnya harapan hidup. Terdapat
beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009;
Morris dkk, 2000). Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7%
dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke
adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia (Ali dkk, 2009;
carnethon dkk, 2009). Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-
rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1%
pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari
tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi
1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia ≥ 65 tahun pada laki-laki
dibandingkan perempuan. 3
3.1.3. Klasifikasi
Stroke iskemik (sekitar 80%-85% terjadi dalam kasus stroke), disebabkan oleh adanya
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi bisa
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di

dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai
suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer, termasuk
aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural. Sumbatan aliran
darah di A. carotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang
sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis.
Ada banyak subtipe stroke iskemik, antara lain stroke lakunar, stroke trombotik
pembuluh besar, stroke embolik, dan stroke kriptogenik. 4
1. Stroke lakunar, adanya infark lakunar yang terjadi karena penyakit pembuluh halus
hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau
kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang arteri penetrans Circulus
Arteriosus Willisi, A. cerebri media, atau A. vertebralis dan A. basilaris. 4
2. Stroke trombotik pembuluh besar, merupakan thrombosis pembuluh besar dengan aliran
lambat. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di A. carotis interna atau, yang
lebih jarang, di pangkal A. cerebri media atau di taut A. vertebralis dan A. basilaris.
Penderita dengan stroke ini tampak gagap, dengan gejala hilang timbul berganti-ganti secara
cepat. Para pasien ini mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar
sebelum akhirnya mengalami stroke. Pelannya aliran arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik. 4
3. Stroke embolik, diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya, stroke A.
vertebralis) atau asal embolus. Sumber tersering terjadinya stroke ini adalah trombus mural
jantung (misalnya infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung
buatan, dan kardiomiopati iskemik). Penyebab tersering yang kedua adalah tromboemboli
yang berasal dari arteri, terutama plak ateromatosa di A. carotis. Stroke yang terjadi akibat
embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak
awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Biasanya stroke akibat
embolus ini berupa stroke kardioembolik. 4

4. Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi mendadak
pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Disebut kriptogenik karena
sumbernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi
klinik yang ekstensif. 4
3.1.4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable)
dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) 5
1. Non modifiable risk factors:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Berat badan lahir rendah
4. Ras/etnik
5. Genetik
2. Modifiable risk factors:
a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi penyakit jantung lainnya
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Terapi hormon postmenopouse
8. Poor diet
9. Physical inactivity
10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Sindroma metabolik
2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep disordered-breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
11. Infeksi
3.1.5. Patofisiologi
Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100 gram. Berat
otak normal rata-rata dewasa adalah 1300-1400 gram. Pada keadaan demikian, kecepatan otak
untuk memetabolisme oksigen kurang lebih 3,5 ml/100gr. Bila aliran darah otak turun menjadi
20-25 ml/100 gr akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jarinagn otak
sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan. 6
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi
permeabilitas sawar darah otak, juga menyebabkan kerusakan neural yang mengakibatkan
akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar intraseluler akan meningkat melalui
transport glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus
membran. Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:
1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami kekurangan
nutrisi penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai infark. Pada otak yang mengalami
iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari “ischemic core” (inti iskemik) dan “penumbra”
(terletak di sekeliling iskemik core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai
akibat dari kegagalan energi yang merusak dinding beserta isinya sehingga sel akan mengalami
lisis. Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn adanya sirkulasi kolateral maka sel-sel belum
mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan
berkurang. Daerah ini disebut sebagai “penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung

terus menerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi
kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis. 6
Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode
yang dikenal sebagai “window therapy”, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani dengan baik
dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas.
2. Perubahan Kimiawi yang Terjadi pada Sel Otak akibat Iskemik
Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan untuk metabolisme sel. Bila aliran
darah dan ATP tidak segera dipulihkan maka akan mengakibatkan kematian sel otak. Otak hanya
bertahan tanpa penambahan ATP baru selama beberapa menit saja.
Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 10-15cc/100gr akan mengakibatkan
kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolisme oksidatif terganggu. Keadaaan ini
menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai hasil metabolisme anaerob, sehingga akan
mempercepat proses kerusakan otak.
Terganggunya keseimbangan asam basa dan rusaknya pompa ion karena kurang
tersedianya energi yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion. Gagalnya pompa ion akan
menyebabakan depolarisasi anoksik disertai penimbunan glutamat dan aspartat. Akibat dari
depolarisasi anoksik ini adalah keluarnya kalium disertai masuknya natrium dan kalsium.
Masuknyaa natrium dan kalsium akan diikuti oleh air, sehingga menimbulkan edema dan
kerusakan sel. 6
3.1.6. Tanda dan Gejala
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut. 7
Hemidefisit motorik
Hemidefisit sensorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia)
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)
Defisit batang otak

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. 7
A. Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis:
1. Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis interna:
· buta mendadak (amaurosis fugaks)
· disfasia bial gangguan terletak pada sisi yang dominan
· hemiparesis kontra lateral
2. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior:
· hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan kedua tungkai lebih menonjol
· gangguan mental (bila lesi di frontal)
· gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
· inkontinensia
· bisa kejang-kejang
3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media:
· bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak di pangkal,
maka lengan lebih menonjol.
· hemihipestesia
· gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang.
4. Gangguan pada kedua sisi:
· hemiplegi dupleks
· sukar menelan
· gangguan emosional, mudah menangis.
B. Gejala gangguan sistem vertebro-basiler:
1. Gangguan pada arteri serebri posterior:
· hemianopsia homonim kobntralateral dari sisi lesi
· hemiparesis kontralateral
· hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif kontralateral.
2. Gangguan pada arteri vertebralis:
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg. Sumbatan pada
sisi yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan gejala.
3.1.7. Diagnosis dan Pemeriksaan

Pada pemeriksaan umum: 8
1. Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau
penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur
anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formatio reticularis di garis tengah dan sebagian
besar terletak dalam fossa posterior karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada
stroke yang luas.
2. Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya stroke pada
lebih kurang 70% penderita.
3. Pemeriksaan neurovaskuler: langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan
pembuluh darah ekstrakranial yung mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu:
pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi nadi karotis pada leher kiri dan
kanan, a.temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurcatio karotis komunis dan
karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis intema pada orbita, dalam rangka
mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.
4. Pemeriksaan neurologi: 8
a. Pemeriksaan saraf otak:
Pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:
i. Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral (mulut
mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila
dikeluarkan dari mulut.
ii. Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio konjugat, gaze paresis
kekiri atau kekanan dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma Homer pada penyakit
pembuluh karotis.
iii. Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalanan
visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor
prognostik yang kurang baik pada penderita stroke.

b. Pemeriksaan motorik:
Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai
sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan. tungkai
hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari hemisfer (kortikal) sedangkan
jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah
vertebro-basilar.
c. Pemeriksilaan sensorik:
Dapat terjadi hemisensorik tubuh karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan
motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai
dengan gangguan’ motorik ringan.
d. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis:
Pada fase akut refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
e. Kelainan fungsi luhur:
Manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke hemisferik berupa disfungsi parietal baik
sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasi campuran
(mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu berbicara/ mengeluarkan kata-kata dengan baik
dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia,
apraxia dan sebagainya.
Gambaran Radiologi
1. CT Scan (Computed Tomography Scan)
CT scan dapat menunjukkan ; jaringan lunak, tulang, otak dan pembuluh darah.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area otak yang abnormal, dan dapat menentukan penyebab
stroke , apakah karena insufisiensi aliran darah (stroke iskemik), rupture pembuluh darah
(hemoragik) atau penyebab lainnya. CT scan juga dapat memperlihatkan ukuran dan lokasi otak
yang abnormal akibat tumor, kelainan pembuluh darah, pembekuan darah, dan masalah lainnya. 8
Pada CT scan, gambaran infark terlihat normal pada 12 jam pertama. Manifestasi pertama
terlihat tidak jelas dan terlihat gambaran pembekuan putih pada salah satu pembuluh darah,

seperti kehilangan gambaran abu-abu-putih, dan sulcus menjadi datar (effacement). Setelah itu,
gambaran yang timbul secara progresif menjadi gelap pada area yang terkena infark, dan area ini
akan menjalar ke ujung otak, yang melibatkan gray matter dan white matter. Kemungkinan
region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan menggunkan CT scan atau karena bagian
dari otak (brainstem, cerebellum) dengan menggunakan CT scan tidak menunjukkan bayangan
yang jelas. 8
Perdarahan intracerebral akan mengalami kesalahan interpretasi sebagai stroke iskemik jika
computed tomography tidak dilakukan 10-14 hari setelah stroke. CT scan menunjukkan nilai
positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai dengan
berat setelah 2 sampai 7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3
sampai 6 jam kejadian. Tanda-tanda infark pada computed tomography yaitu gray matter
mengalami isodense dengan white matter, kehilangan basal ganglia dan hyperdense artery. Infark
timbul apabila otak tidak menerima suplai darah yang cukup maka otak akan mati. Infark dapat
berbentuk sangat kecil dan bulat. Infark lakunar biasa ditemukan pada bagian intrakranial seperti
(ganglia basalis, thalamus, kapsula interna dan batang otak). 8
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih yang menggunakan medan
magnet, frekuensi radio tertentu dan seperangkat computer untuk menghasilkan gambar irisan
penampang otak. MRI mendeteksi kelainan neurology lebih baik dari CT scan misalnya stroke,
abnormalitas batang otak dan cerebellum, dan multiple sclerosis. MRI dapat mengidentifikasi zat
kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan tumor otak dan abses otak. Perfusi MRI
dapat digunakan untuk mengestimasi aliran darah pada sebagian area. Diffusi MRI dapat
digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema) secara tiba-tiba. MRI menggunakan
medan magnet untuk mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Stroke dapat mengakibatkan
penumpukan cairan pada sel jaringan otak segera 30 menit setelah terjadi serangan. Dengan efek
visualisasi (MRI angiogram) dapat pula memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas. 8
3.1.8. Penatalaksanaan

Tujuan utama untuk serangan iskemik akut adalah: menyelamatkan area penumbra atau
area hipovolemi pada stroke akut, dengan neuro protektan menurunkan durasi iskemik/
memperbaiki aliran darah. 9
1. Penatalaksanaan umum 9
- Perbaikan nutrisi
- Posisi kepala 30o
- Hidrasi intravena, koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
- Hiperglikemi, koreksi dengan insulin
- Neurorehabilitasi dini, dengan fisioterapi
- Perawatan saluran kemih, pasang kateter
2. Penatalaksanaan khusus 9
- Trombolisis rt-PA intravena/ intraarterial pada ≤ 3 jam setelah awitan stroke dengan dosis
0,9/kg ( maksimal 90 mg), 10% dosis awal diberikan bolus dan sisanya dilanjutkan
melalui infus dalam waktu satu jam.
Pemberian rt-PA ditujukan pada pasien dengan stroke berat (misalnya hemiplegic total
dengan koma). Resiko dan manfaat potensial dari rt-PA harus didiskusikan dengan pasien
atau keluarganya sebelum dimulai pengobatan
- Antiplatelet: asam salisilat 160 – 325 mg/ hari 48 jam setelah awitan stroke atau
clopidogrel 75 mg/ hari
- Obat neuroprotektif
- Hipertensi, pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan apabila tekanan sistolik >
220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg dengan penurunan maksimal 20 % dari
tekanan arteri rata-rata.
Labetalol, nikardipin, diltiazem, nimodipin, ACE inhibitor atau antagonis Ca
- Thrombosis vena dalam :
Heparin 5000 unit/12 jam selama 5 - 10 hari
Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2 x 0,3-0,4 IU SC abdomen
- Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, dan mobilisasi
3.1.9. Komplikasi

Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau nonneurologis. 10
A. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial
yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan transformasi
hemoragik.
B. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan
jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.
3.1.10. Prognosis
Prognosis stroke iskemik dipengaruhi oleh beberapa faktor: 10
1. Tingkat kesadaran: sadar 16 % meninggal, somnolen 39 % meninggal, sopor 71 %
meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.
2. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka – angka kematian meningkat tajam.
3. Jenis kelamin: laki – laki lebih banyak yang meninggal dari pada perempuan.
4. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
5. Lain – lain: cepat dan tepatnya pertolongan
3.2 Arachnoid cyst

3.2.1 Definisi
Arachnoid cyst atau kista arachnoid merupakan kantung berisi cairan yang terjadi di
membran arakhnoid yang menutupi otak (intrakranial) dan sumsum tulang belakang (spinal).
Lokasi yang paling umum dan sering untuk kista arachnoid intrakranial adalah fosa tengah
(dekat lobus temporal), wilayah suprasellar (dekat ventrikel ketiga) dan fossa posterior, yang
berisi otak kecil, pons, dan medulla oblongata. Arachnoid cyst biasanya muncul di daerah yang
kaya arachnoid, dan 50% berada di fisura Sylvian
Arachnoid cyst biasanya berisi cairan yang jernih, tidak berwarna yang paling mungkin
merupakan cairan serebrospinal; jarang, mereka berisi cairan xanthochromic. Koleksi cairan
tersebut diselubungi oleh sel arachnoidal dan kolagen. Arachnoid cyst bisa memiliki asal bawaan
atau diperoleh.11,12,13,14
3.2.3 Klasifikasi
Kista arachnoid primer yang hadir pada saat lahir dan merupakan hasil dari kelainan
perkembangan pada otak dan sumsum tulang belakang yang muncul selama minggu-minggu
awal kehamilan. Kista arachnoid sekunder jarang berbanding kista primer dan berkembang
sebagai akibat dari cedera kepala, meningitis, atau tumor, atau sebagai komplikasi dari operasi
otak.15
3.2.4 Gejala Klinis
Kebanyakan kasus kista arachnoid tidak dijumpai gejala (asimptomatik). Dalam kasus di
mana gejala-gejala timbul, gejala umum yang dijumpakan kista arachnoid adalah sakit kepala,
kejang dan akumulasi abnormal cairan cerebrospinal berlebihan di otak (hidrosefalus). Gejala
kista arachnoid juga tergantung pada ukuran dan lokasi kista. Kejang dan sakit kepala yang
dikatakan sebagai gejala yang paling umum dari kista menengah fosa cranial. 13,14
Gejala yang umum dijumpakan dari suatu kista arakhnoid sekitar otak termasuk sakit
kepala, mual dan muntah, kejang, gangguan pendengaran dan penglihatan, vertigo, dan kesulitan
dengan keseimbangan dan berjalan.15

Arachnoid kista sekitar saraf tulang belakang menekan sumsum tulang belakang atau akar saraf
dan menyebabkan gejala seperti nyeri kaki dan tulang belakang yang progresif dan kesemutan
atau mati rasa di kaki atau lengan.15
3.2.5 Patogenesis
Kista araknoid disebabkan oleh adanya perubahan pada lapisan meningeal tulang
belakang dan trabekula araknoid yang menyelaputi tulang belakang. Ini boleh disebabkan oleh
malformasi kongenital ataupun karena faktor penyebab seperti riwayat trauma, inflamasi,
operasi, perdarahan subaraknoid atau idiopatik. Kista araknoid kongenital berlaku disebabkan
adanya gangguan perkembagan dari leptomeninges dan adanya gangguan komunikasi dari
subarachnoid space. Adanya assosiasi lesi dengan kelainan neural tube menyokong etiologi
kongenital. Perret et al. menyatakan lesi ini terbentuk dari septum posticum daripada Schwalbe,
yaitu membran araknoid yang membagi midline postenior cervical dan thoracic subarachnoid
space. Tetapi masalah dengan teori ini adalah terdapat kista araknoid primer pada bagian anterior
tulang belakang. Fortuna et al menyatakan adanya penahanan dari granulasi araknoid yang
menyebabkan terperangkap cairan sereberospinal dalam divertikula araknoid. Ini mengakibatkan
aliran CSF terganggu dan berupaya dalam ekspansi serta berkembang menjadi kista. Penemuan
melanosit dalam kista araknoid oleh Morioka et al membawa pendapat baru, yaitu migrasi
melanosit dari neural crest secara selektif ke jaringan asal membran araknoid, yang
berproliferasi anomalous dalam divertikula araknoid atau septum posticum yang membentuk
kista araknoid. Teori ini berdasarkan adanya sel saraf dalam congenital melanocytic nevi di
dermis secara congenital, yang beremigrasi dari neural crest ke dermis pada 10 minggu usia
gestasi. Spiegelmann et al. menyatakan dari hasil pemeriksaan histologi kista araknoid intradura
ditemukan makrofag yang mengandung hemosiderin terperangkap dalam dinding kista. Ini
menyebabkan timbulnya pertimbangan bahawa kista araknoid adalah konsekuensi tertunda dari
trauma sebelumya. Mengikut teori hemodinamik pulsasi CSF yang normal akan melebarkan
daerah lemah dari araknoid dan membesar secara progresif membentuk kista dan ini berkaitan
dengan akibat ball valve pada leher dari divertikulum.16,17

3.2.6 Patofisiologi
Kista araknoid primer timbul akibat aberasi dari cairan sereberospila pada tahap awal
perkembangan embryo. Walaupun perkembangan kista araknoid tidak begitu jelas, ia timbul
akibat proses yang perlahan dan dibuktikan dengan onset progresif dari gejala klinis pada dewasa
dan orang tua. Faktor seperti trauma dapat menstimulasi pembesaran dari kista yang
menyebabkan timbulnya gejala klinis. Kista araknoid dapat compress cortical gyri, kompartemen
CSF, atau midline shift yang menyebabkan timbulya gejala klinis.18
3.2.7 Diagnosis
CT scan adan MRI menjadi pilihan untuk mendiagnosis kista arakoid. Ditemukan massa
homogeny isodense dan isointense dengan CSF, dan dipisahkan dari dinding ventrikel lateral
yang berdekatan secara tidak rata. Kista araknoid tidak menunjukan contrast enhancement dan
edema perifokal. Apabila disuspek sub- atau supratentorial suprasellar kista araknoid atau kista
yang berlokasi di cerebellopontine angle atau incisura tentorii, perlu dilakuan CT
ventriculography (CTVG) untuk membedakan kista dari system ventrikel yang terdilatasi.19
3.2.8 Diagnosa Banding
Diagnose banding untuk kista araknoid adalah:20
Karakteristik Kista araknoid Subdural
hygroma
epidermoid Dilatasi ruang CSF
akibat dari atropi
Intensitas Isointense
kepada CSF
dalam semua
urutan
Hipertense
kepada CSF
pada T1Wl
Hipertense pada
FLAIR,
hipertense
sedikit kepada
CSF pada T1
Isointense kepada CSF
dalam semua urutan
Lokasi vena Didorong ke
dalam
Didorong ke
dalam
Tidak didorong,
epidermoid
menyelaputi
struktur
vascular
Mengalir melalu CSF

Mass effect Positip Positip Positip Negatip
Remodeling
tulang
(+) (-) Epidermoid
intradura
menyebabkan
remodeling
tulang secara
perlahan,
epidermoid
intradiploic
mempunyai
beveled edges
(-)
Sulci Rata(flattened) Rata(flattened) Bertumbuh
kedalam sulcal
spcace
membesar
Kontras
intratekal
Delayed
opacification
Tidak ada
opasifikasi
Outline mass Opasifikasi secara
cepat
DWI Gelap Bervariasi Cerah Gelap
Ca2+/lemak (-/-) (+/-) ) (-/-)
3.2.9 Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan arachnoid cyst adalah untuk drainase cairan yang berada di
dalam kista, mencegah pengumpulan semula cairan dan membolehkan reekspansi jaringan saraf
disekitar yang tertekan.21
Pengobatan arachnoid cyst dapat melibatkan beberapa metode yang berbeda. Metode
pengobatan dipilih berdasarkan lokasi kista dan pilihan pengobatan oleh dokter dan pasien.
Setiap pengobatan telah menunjukkan hasil yang baik, meskipun beberapa pengobatan mungkin
tidak dapat mengurangi ukuran kista. pengobatan dapat digunakan baik secara individu atau
bersamaan dengan pengobatan lain, sekali lagi tergantung pada lokasi dan ukuran kista dan
pilihan pasien.21, 22

Pengobatan yang sering dipakai saat ini adalah cystoperitoneal shunt (CP),
ventriculoperitoneal shunt (VP), endoscopic fenestration, CP dan VP shunt digabung dengan
endoscopic fenestration, open cyst fenestration dengan cystocisternostomy, marsupialization dan
Burr hole drainage.22
Semua prosedur shunt melibatkan pompa mekanikal yang bersambung dengan pipa yang
bertujuan untuk drainase cairan keluar dari kista ke bagian tubuh yang lain. Prosedur yang paling
sering digunakan adalah CP shunt. CP shunt berasal dari kista sendiri dan cairan dikeluarkan dari
kista ke rongga peritoneal. Perbedaan dari CP shunt dan VP shunt adalah VP shunt berasal dari
ventikel di otak manakala CP shunt berasal dari kista. VP shunt digunakan untuk mengeluarkan
cairan yang berkumpul di ventrikel untuk kompensasi ruang yang ditempati kista selagi kista
tidak membesar.22
Untuk kista yang berada di region suprasellar dan quadrigeminal, endoscopic
ventriculostomy merupakan pengobatan yang biasa digunakan. Prosedur ini melibatkan
pembuangan seluruh kista secara permanen. Bagaimanapun untuk beberapa kasus, VP shunt atau
CP shunt digunakan dan dilakukan endoscopic fenestration. Endoscopic fenestration dilakukan
dengan memasukkan kamera melalui insisi kecil, diikuti dengan membuat lubang pada kista dan
memungkinkan cairan untuk dikeluarkan. Fenestration dapat dilakukan secara terpisah atau
boleh digabung dengan shunt.22, 23
Pilihan pengobatan lain untuk arachnoid cyst adalah marsupialization. Marsupialization
adalah proses membuat pemotongan ke dalam kista dan menjahit setiap tepi potongan menjauhi
dari sayatan untuk memungkinkan kista tetap terbuka dan didrainase secara berterusan. Prosedur
ini dilakukan apabila kista tidak dapat dibuang sepenuhnya dan merupakan alternative kepada
shunt dan fenestration.22
Burr hole drainage merupakan salah satu pilihan dalam pengobatan arachnoid cyst
walaupun prosedur ini jarang sekali dilakukan dan biasanya Cuma dilakukan untuk kista yang
berada di sylvian fissure. Prosedur ini melibatkan pembukaan lubang kecil pada kista dan
mengeluarkan sedikit cairan yang berlebihan sebelum menutup insisi kembali. Burr hole
drainage adalah solusi sementara terhadap peningkatan tekanan intrakranial dan cuma dilakukan
sekitar 5% dari keseluruhan kasus arachnoid cyst.22

3.2.10 Prognosis
Arachnoid cyst yang tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen apabila
terjadi pembesaran kista secara progresif atau dapat terjadi perdarahan pada otak atau medulla
spinalis.24

BAB 4
DISKUSI KASUS
Dari teori, arachnoid cyst merupakan satu kantong yang berisi cairan CSF di bagian
arachnoid yang pada CT-Scan bisa ditemukan lesi isodense berbanding cairan CSF atau pada
MRI dapat ditemukan lesi isointense berbanding cairan CSF. Dari kasus, pada CT-Scan
ditemukan lesi hipodense berbanding jaringan otak sekitar atau isodense dengan cairan CSF.
Dari MRI pula dapat ditemukan lesi isointense berbanding cairan CSF atau lesi hipointense
berbanding jaringan otak.
Menurut teori gejala umum dari suatu kista adalah termasuk sakit kepala, mual muntah ,
kejang, gangguan pendengaran dan penglihatan, vertigo, dan kesulitan berjalan dan
keseimbangan. Dari kasus ditemukan sakit kepala, kejang, gangguan pendengaran dan
penglihatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke
onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.
2. Emma Lloyd. What is a cerebral infacrtion [online] [cited 2011 Aug 5] [1screen].
Available from:URL: http://wisegeek.comwhat-is-a-cerebral-infarction.htm
3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute
hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke
1997;28: 1142-6.
4. Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007.
PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2.
Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.
5. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J
Indonesia 2000; 9: 29-34.
6. Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L.
Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 903-948.
7. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic
stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier
BV, 2009.
8. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) Pada Sistem Neurologis. [online] [cited 2010 Apr 01]. Available from:URL:
http://www.docstoc.comdocs18556421Computed- Tomography-Scan-%28CT-Scan%29-
dan-Magnetic-Resonance-Imaging.
9. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI), 2007.
10. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007.

11. Ariai S, et al. Cerebellopontine angle arachnoid cyst harbouring ectopic neuroglia.
Pediatr Neurosurg. 2005 Jul-Aug;41(4):220-3. Accessed on
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/16088260/
12. Ali Nawaz Khan et al. Arachnoid Cyst Imaging. Updated: May 25, 2011 . Accessed on,
http://emedicine.medscape.com/article/336489-overview#a01
13. http://www.m.webmd.com/a-to-z-guides/arachnoid-cysts
14. Gelabert-González M. Rev Neurol. 2004 Dec 16-31;39(12):1161-6. Accessed on,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/15625636/
15. Arachnoid cysts. Updated February 2007.
(http://www.ninds.nih.gov/disorders/arachnoid_cysts/arachnoid_cysts.htm)
16. Dahlgren R.M, Baron E.M, Vaccaro A.R., 2007. Pathophysiology, diagnosis and
treatment of spinal meningoceles dan arachnoid cysts. Thomas Jeffereson University,
Philadelphia: 5-7.
17. Nyberg D.A, McGahan J.P, Pretorius D.H., 2003. Diagnostic Imaging of Fetal
Anomalies. Cerebral Malformations. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia: 257-
260.
18. Noggle C.H, Dean R.S, Horton M.A, 2011, The Encyclopedia of Neuropsychological
Disorders. Arachnoid cysts. Springer Publishing Company, New York: 105-107
19. Kronienko V.N., Pronin I.N, 2009. Diagnostic Neuroradiology. Congenital
Malformations of the Brain and Skull. Spring-Verlag Berlin Heidelberg, Germany, 69-
71.
20. Yousem D.M, Grossman R.I, 2010, The Requisites Neuroradiology.congeital Disorders
of the Brain and Spine. Mosby Elsevier, Philadelphia: 3rd ed:280-282.
21. Zain A. B.. 1997. Intracranial Arachnoid Cyst: Treatment Alternatives and Outcome in a
Series of 25 Patients. Annals of Saudi Medicine, Vol 17, No 3, 288-292
22. Shim K. W., Lee Y. H., Park E. K., Park Y. S., Choi J. U., Kim D. S. (2009). Treatment
option for arachnoid cysts. Child's Nervous System, 25(11), 1459-1466.

23. Dagain A., Lepeintre J., Scarone P., Costache C., Dupuy M., Gaillard S. (2010).
Endoscopic removal of a suprasellar arachnoid cyst: an anatomical study with special
reference to skull base. Surgical Radiology Anatomy, Vol 32, 389-392
24. NINDS. Arachnoid cysts. Updated February 2007.
(http://www.ninds.nih.gov/disorders/arachnoid_cysts/arachnoid_cysts.htm)