Final Lllll

76
Laporan Penelitian Hubungan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan ISPA Khususnya Tonsilitis Pada Pengunjung Di Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 1 Kecamatan Kembangan Provinsi DKI Jakarta Periode 1 Maret 2014- 25 Maret 2014 Disusun Oleh : Ferdy Erawan (406127017) Pamella Artelliana (406127103) Agnes (406127106)

description

dsg

Transcript of Final Lllll

Laporan PenelitianHubungan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan ISPA Khususnya Tonsilitis Pada Pengunjung Di Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 1 Kecamatan Kembangan Provinsi DKI JakartaPeriode 1 Maret 2014- 25 Maret 2014

Disusun Oleh : Ferdy Erawan (406127017)Pamella Artelliana (406127103)Agnes (406127106)Nancy (406127107)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATHubungan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan ISPA Khususnya Tonsilitis Pada Pengunjung di Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 1 Kecamatan Kembangan Jakarta Barat Periode 1 Maret 2014 -25 Maret 2014 PERIODE 17 FEBRUARI -12 APRIL 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARAJAKARTA

KepaniteraanKlinikIlmuKesehatanMasyarakatFakultasKedokteranUniversitasTarumanagaraPeriode17 Februari 2014 12 April 201437DAFTAR ISIDAFTAR ISI1ABSTRAK4BAB I5PENDAHULUAN5I.1. Latar Belakang5I.2 Perumusan Masalah6I.2.1 Pernyataan masalah6I.2.2 Pertanyaan Masalah6I.3 Tujuan Penelitian7I.3.1 Tujuan umum7I.3.2 Tujuan khusus7I.4 Manfaat Penelitian7I.4.1 Manfaat Penelitian bagi Responden7I.4.2 Manfaat Penelitian bagi Puskesmas7BAB II8TINJAUAN PUSTAKA8II.1. Tonsilitis8II.1.1 Definisi8II.1.2 Etiologi9II.1.3 Gejala dan Tanda Tonsilitis99II.1.4 Diagnosis Tonsilitis10II.2 Patofisiologi dan Faktor Resiko Tonsilitis10II.2.1 Patofisiologi Tonsilitis10II.2.2 Faktor Resiko Tonsilitis11II.6. Kerangka Teori14BAB III15KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL15III.1.Kerangka Konsep15III.2.Hipotesis Penelitian (Ha)15III.3 Definisi Operasional:15III.3.1 Tonsilitis15III.3.2 Kebiasaan menggosok gigi:16BAB IV17METODOLOGI PENELITIAN17IV.1. Desain penelitian dan variabel17IV.2. Tempat dan waktu penelitian17IV.3. Populasi17IV.3.1. Populasi Target17IV.3.2. Populasi terjangkau17IV.3.3 Kriteria Ekslusi17IV.4. Sampel17IV.5. Teknik pengambilan sampel19IV.6. Pengumpulan Data19IV.6.1. Instrumen Pengumpulan Data19IV.6.2. Cara Pengumpulan Data19IV.6.3. Alur Pengumpulan Data21IV.7. Teknik dan analisis data22IV.7.1 Analisa asosiasi statistik22IV.7.2 Analisa asosiasi epidemiologik22BAB V24HASIL PENELITIAN24V.1 Uraian Data Univariat Deskriptif24V.2 Uraian Data Bivariat26V.3Uraian Hasil Uji Statistik Untuk Data Bivariat29V.4 Uraian Asosiasi Epidemiologik Untuk Data Bivariat29BAB VI PEMBAHASAN30VI.1 Temuan Penelitian30VI.2 Keterbatasan Penelitian30VI.2.1. Bias Seleksi30VI.2.2. Bias Perancu31VI.2.3. Bias Informasi31VI.2.4.Chance31BAB VII32VII.1. Kesimpulan32VII.2. Saran32VII.2.1 Bagi Responden/Masyarakat32VII.2.2 Bagi Puskesmas Kelurahan Meruya Utara32VII.2.3 Bagi Peneliti33DAFTAR PUSTAKA34LAMPIRAN35Perhitungan Chance52

ABSTRAKKejadian ISPA menempati urutan ke-dua dari sepuluh penyakit terbanyak pada tahun 2012 2013 yang mencapai 2341 (31.6%) kunjungan pada tahun 2013, yang mana tonsilitis memenuhi 26,48% dari kasus ISPA di Puskesmas Meruya Selatan 1, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Berdasarkan mini survey,kebiasaan tidak rajin menggosok gigi merupakan faktor resiko terbesar di antara faktor resiko lainnya, dimana dari 20responden yang menderita tonsilitis, didapatkan gambaran bahwa 17 (85%) diantaranya memiliki kebiasaan tidak rajin menggosok gigi. Berdasarkan keadaan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan tonsilitis.Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain studi cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan teknik consecutive sampling terhadap anak penderita ISPA berusia 6 tahun 12 tahun yang berobat ke Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 1, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat selama periode 1 - 25 Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik terhadap tonsil dengan menggunakan kuesioner, senter dan spatel tongue sebagai alat pengumpulan data dan program SPSS versi 18 sebagai pengolah data. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square test.Dari hasil penelitian terhadap 40 responden, terdapat 20 (50%) responden yang menderita tonsillitis dan 24 (60%) responden memiliki kebiasaan tidak rajin menggosok gigi.Dari 24 responden yang tidak rajin menggosok gigi, didapatkan 17 (70,83%) diantaranya yang mengalami tonsillitis. Sedangkan dari 16 anak yang rajin menggosok gigi didapatkan 3 (18,75%) diantaranya mengalami tonsillitis.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dibuktikan bahwa secara statistik terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian ISPA khususnya tonsilitis (p-value = 0.001), dan secara epidemiologi, responden yang memiliki kebiasaaan tidak rajin menggosok gigi memiliki resiko 3.778 kali lebih besar untuk mengalami tonsilitis dibandingkan dengan reponden yang rajin menggosok gigi (PRR = 3.778). Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan desain penelitian lain, seperti case-control ataupun cohort.Kata kunci : ISPA, tonsilitis, kebiasaan tidak rajin menggosok gigi.BAB IPENDAHULUANI.1. Latar BelakangISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah, dimana faringitis dan tonsillitis merupakan bagian dari infeksi saluranpernapasan akut bagian atas. 1Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Tonsilitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan penyebab infeksi maupun non infeksi lainnya.2Infeksi saluran pernapasanakutmenyumbang20-40% daripasien rawat jalandan12-35% daripasien rawat inap dirumah sakit umum di dunia.Insidens ISPA diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di Negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia tahun 2006, dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di Negara berkembang. Tahun 2007, di negara China terdapat 21 juta kasus. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5% dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) di Indonesia . Infeksi saluran pernapasan atastermasuknasopharyngitis, faringitis, tonsilitisdanotitis mediamerupakan87,5% dari totalepisodeinfeksi pernapasan.1,3Tonsilitis kronis pada anak dapat disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT-KL pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. Di Puskesmas Meruya Selatan I ISPA menempati urutan ke-dua dari sepuluh penyakit terbanyak pada tahun 2012 2013 yang mencapai 2341 kunjungan pada tahun 2013, atau 31.6% dari seluruh kunjungan di Puskemas Meruya Selatan I pada tahun tersebut, yang mana tonsilitis memenuhi 26,48 % dari kasus ISPA di Puskesmas Meruya Selatan.4Berdasarkan mini survey yang dilakukan oleh penulis, dari berbagai faktor resiko tonsilitis, kebiasaan tidak rajin menggosok gigi merupakan faktor resiko terbesar di antara faktor resiko lainnya, dimanadari 20responden yang menderita tonsilitis, didapatkan gambaran bahwa 17 (85%) diantaranya memiliki kebiasaan tidak rajin menggosok gigi. Berdasarkan keadaan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan tonsilitis.

I.2 Perumusan MasalahI.2.1 Pernyataan masalahBesarnya angka kejadian tonsilitis dari seluruh kasus ISPA, yang merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Meruya Selatan 1.

I.2.2 Pertanyaan Masalah1. Berapa jumlah responden yang memiliki kebiasaan tidak rajin menggosok gigi?2. Berapa jumlah responden yang memiliki kebiasaan tidak rajin menggosok gigi mengalami tonsilitis? 3. Apakah terdapat hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan tonsilitis?

I.3 Tujuan PenelitianI.3.1 Tujuan umumDiturunkannya prevalensi tonsilitis di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 1 dengan diketahuinya hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan tonsilitis.I.3.2 Tujuan khusus1. Diketahuinya jumlah responden yang tidak rajin menggosok gigi2. Diketahuinya jumlah responden yang tidak rajin menggosok gigi yang mengalami tonsilitis3. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan tonsilitis

I.4 Manfaat PenelitianI.4.1 Manfaat Penelitian bagi Responden1. Mendapatkan terapi2. Ibu responden mendapat informasi tentang tonsilitis, faktor resiko, tanda dan gejala, serta cara pencegahan tonsilitis.I.4.2 Manfaat Penelitian bagi PuskesmasDiketahuinya prevalensi kejadian tonsilitis di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan I.

I.4.3 Manfaat Penelitian bagi Peneliti1. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis permasalahan.2. Memperkaya wawasan di bidang kesehatan masyarakat pada umumnya, terutama berkaitan dengan bidang yang diteliti.3. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan atau acuan dalam penelitian selanjutnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1. TonsilitisII.1.1 DefinisiInfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidungsampai alveoli termasuk adneksanya (tonsil, sinus, rongga telinga tengah, pleura).5ISPA adalah penyakit menular yang umum.ISPA dibagi menjadi infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah. Saluran pernapasan bagian atas terdiri dari lubang hidung sampai laring, termasuk sinus paranasal dan telinga tengah. Yang termasuk infeksi saluran pernafasan atas adalah rhinitis (pilek), sinusitis, infeksi telinga, faringitis akut atau tonsilofaringitis, epiglotitis, laringitis.Tonsilofaringitisdisebabkan oleh virusdi lebih dari 70persen kasuspada anak-anak. Infeksi streptokokusjarang terjadi padaanak di bawahlima tahun danlebih sering terjadi padaanak yang lebih tua.6Tonsil atauyang lebih sering dikenal denganamandel adalah massa yangterdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina,dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.2Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung ataumulut, tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengansel-sel darahputih.Hal iniakan memicu sistem kekebalan tubuhuntukmembentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidakdapat menahan infeksi dari bakteriatau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis.Gejala-gejala tonsilitis berupa nyeri tenggorokan, demam, odinofagia, dan lemas. Tonsilitis juga ditandai dengan ukuran tonsil yang membesar, hiperemis pada tonsil dan mukosa faring, pembesaran dan nyeri pada kelenjar getah bening servikal, dapat pula disertai bau mulut.2,7

II.1.2 EtiologiInfeksi virus atau bakteri serta faktor imunologi dapat mengakibatkan tonsilitis dan komplikasinya. Tonsilitis bakterialis supuratifa akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A, meskipun pneumokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptococcus viridans ditemukan dalam biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.8

II.1.3 Gejala dan Tanda Tonsilitis9Gejala tonsilitis berupa : Nyeri tenggorokan dan disfagia Otalgia Sakit kepala dan lemas

Tanda tonsilitis berupa : Tonsil hiperemis, dan mungkin membesar dan terdapat pus pada kripta tonsil Mukosa faring tampak inflamasi Bisa disertai demam Bau mulut Kelenjar getah bening servikal membesar dan nyeri

II.1.4 Diagnosis TonsilitisDiagnosis tonsilitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesa dapat ditemukan tanda tonsillitis. Pada pemeriksaan fisik berupa inspeksi pada rongga mulut dapat ditemukan adanya tonsil hiperemis dan dapat disertai dengan pembesaran tonsil, demam. Pada pemeriksaan fisik berupa palpasi dapat ditemukan adanya pembesaran dan nyeri kelenjar getah bening terutama di daerah servikal. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan swab tonsil dengan menggunakan kapas lidi steril, kemudian dikirim ke laboratorium. Kegunaan pemeriksaan laboratorium ini untuk menemukan penyebab infeksi dan menentukan apabila terapi antibiotik dibutuhkan.10

II.2 Patofisiologi dan Faktor Resiko TonsilitisII.2.1 Patofisiologi TonsilitisTonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil. Patogenesis tonsilitis episode tunggalmasih belum jelas. Diperkirakan akibat obstruksi kripta tonsil, sehingga mengakibatkan terjadimultiplikasi bakteri patogen yang dalam jumlah kecil didapatkan dalam kripta tonsil yangnormal. Pendapat lain patogenesis terjadinya infeksi pada tonsil berhubungan erat dengan lokasi maupun fungsi tonsil sebagai pertahanan tubuh terdepan. Peradangan pada umumnya diawali oleh infeksi virus seperti adenovirus, virus Epstein Barr, influenza, parainfluenza, herpes simpleks, virus papiloma. Peradangan oleh virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Keadaan ini akan semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus sebelumnya. Antigen baik inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil, kemudian terjadi perlawanan tubuh dan kemudian terbentuk fokus infeksi.Terjadinya tonsilitis dimulai saat bakteri masuk ke tonsil melalui kripta kriptanya,secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung bakteri terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodborne yaitu melalui mulut bersama makanan.Kumanmenginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Terdapat perpaduan bakteri aerobik dan anaerobik, namun yang paling dominan jenis streptokokus. Streptokokus group A beta-hemotlitikus menyebabkan gejala fokal. Drainase yang buruk pada kripta akan menyebabkan terjadinya retensi debris sel, sehingga dapat menjadimedium yang baik untuk perkembangan bakteri. Ketika terbentuk abses di kripta, infeksi menyebar dari epitel yang defek ke parenkim tonsilaris sehingga menyebabkan tonsilitis parenkim kripta. Infeksi juga melakukan penetrasi ke kapiler sekitar kripta, sehingga memberikan jalan untuk toksin dan bakteri menyebar ke sirkulasi sistemik.1,2

II.2.2 Faktor Resiko TonsilitisFungsi tonsil adalah sebagai pertahanan tubuh terdepan. Antigen baik inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil, kemudian terjadi perlawanan tubuh dan kemudian terbentuk fokus infeksi yang mengakibatkan tonsilitis. Faktor risiko terjadinya tonsillitis antara lain ialah :Kebiasaan menggosok gigiLingkungan yang bersih di dalam mulut amat berperan penting terhadap pencegahan terjadinya penyakit, termasuk tonsilitis mengingat mulut merupakan port d entre dari penyakit. Penyikatan gigi, flossing dan profesional propilaksisdisadari sebagai komponen dasar dalam menjagakebersihan mulut agar kuman yang masuk bersama dengan makanan tidak berkembang biak dan bersarang di dalam mulut.11Untuk mengontrol kebersihan mulut dan bau mulut, direkomendasikan setidaknya menggosok gigi 2x sehari. Jika penyikatan gigi tidak dilakukan dengan optimal, maka kuman akan leluasa menginvasi mulut dan tonsil yang berperan sebagai pertahanan tubuh terdepan juga akan diinfiltrasi oleh kuman tersebut sehingga terjadi respons peradangan. Drainase yang buruk pada kripta tonsil akan menyebabkan terjadinya retensi debris sel, sehingga dapat menjadi medium yang baik untuk perkembangan bakteri.12

Berkumur setelah makanMenggosok gigi saja kadang tidak cukup untuk mempertahankan kebersihan dan kesehatan dari rongga mulut, berkumur juga dapat membantu membersihkan dan mejaga keadaan rongga mulut kita agar tetap bersih dan sehat. Berkumur dapat berfungsi untuk mengurangi mikroorganisma yang bersifat patogen di mulut, sehingga hal ini dapat mengurangi resiko infiltrasi kuman terhadap tonsil dan mencegah terjadinya fokus infeksi pada tonsil.11

Menggosok gigi sebelum tidurMenggosok gigi pada malam hari sebelum tidur jauh lebih penting dibandingkan dengan menyikat gigi pada pagi hari. Ini disebabkan karena gigi dan mulut sudah digunakan beraktivitas selama seharian sehingga sisa-sisa makanan pasti lebih menumpuk pada malam hari. Hal ini diperberat karena dengan produksi saliva akan berkurang selama tidur, sehingga kemampuan self cleansing juga otomatis berkurang. Saat tidur mulut dan gigi akan beristirahat total.5Semakin lama bakteri dalam mulut tidak dibersihkan, maka akan semakin besar potensi patogen dari bakteri itu untuk menimbulkan peradangan pada tonsil (tonsilitis) sebagai respons pertahanan tubuh pertama.Oleh karena itu kebersihan mulut sebelum tidur sangat penting dan dianjurkanagar tidak menjadi sumber infeksi yang akan mengakibatkan peradangan tonsil sebagai respons pertahanan tubuh pertama.4Kebiasaan makanTonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripta secara aerogen maupun secara foodborne. Secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring lalu masuk ke tonsil. Secara Foodborne yaitu melalui mulut masuk bersamaan dengan makanan/minuman. Beberapa jenis makanan/minuman yang dapat menimbulkan peradangan pada tonsil yaitu makanan manis, gorengan, es, dan makanan ringan.Makanan manis ialah segala jenis permen, cokelat, dan olahan gula lainnya seperti gulali. Gorengan ialah berbagai jenis makanan yang cara pengolahannya di goreng dengan minyak goreng, seperti cireng, singkong, tempe dan tahu goreng. Es ialah minuman yang bersuhu dingin, dengan suhu dibawah 16-0oC, seperti es krim, es cendol, es mambo, es lilin, sirup, dan lain-lain. Makanan ringan ialah makanan yang bukan merupakan menu utama yang dikonsumsi untuk menghilangkan rasa lapar sementara waktu yang dapat memberikan suplai energi ke tubuh, seperti chiki, kerupuk,dan lain-lain.Zat-zat yang terkandung dalam makanan-makanan di atas, berupa zat pewarna, pemanis, minyak, dan penguat rasa dapat memicu respon imun yang abnormal terhadap zat-zat tersebut yang dianggap allergen.13Tonsil yang berperan sebagai sistem imun tubuh dalam mulut akan melakukan respons terhadap antigen tersebut, yang akan berujung menjadi peradangan pada tonsil (tonsilitis).

Kebiasaan menggosok gigiBerkumur setelah makanMenggosok gigi sebelum tidurMinuman esTONSILITISII.6. Kerangka Teori

Makanan Manis

GorenganMakanan Ringan

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONALIII.1.Kerangka Konsep

Tidak rajin menggosok gigiTONSILITISVariabel bebasVariabel tergantungPada penelitian ini dipilih variabel bebas yaitu kebiasaan menggosok gigi karena berdasarkan mini survey yang dilakukan oleh penulis, kebiasaan tidak rajin menggosok gigi merupakan faktor resiko terbesar di antara faktor resiko tonsilitis lainnya, dimana dari 20responden yang menderita tonsilitis, didapatkan gambaran bahwa 17 (85%) diantaranya memiliki kebiasaan tidak rajin menggosok gigi.

Gambar III.1. Kerangka konsepIII.2.Hipotesis Penelitian (Ha)Terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian ISPA khususnya tonsilitis.III.3 Definisi Operasional:III.3.1 Tonsilitis1. (Variabel Tergantung)Definisi : Peradangan pada tonsil berdasarkan ditemukannya kemerahan pada tonsil pada saat pemeriksaan fisik, tanpa memandang besarnya tonsil.Cara ukur:inspeksi pada tonsilAlat ukur : spatel tongue, pen lightHasil ukur : tonsilitis atau tidak tonsilitisSkala ukur: data kategorik skala nominal

III.3.2 Kebiasaan menggosok gigi:(Variabel bebas)Definisi : menggosok gigi 2x dalam sehari dan menggosok gigi pada malam hariCara: melakukan wawancaraAlat : kuisionerHasil: rajin menggosok gigi dan tidak rajin menggosok gigiSkala: data kategorik skala nominal

BAB IVMETODOLOGI PENELITIANIV.1. Desain penelitian dan variabelPenelitian yang dilakukan ini adalah secara analitik dengan desain studi cross sectional, dengan Kebiasaan menggosok gigi mempengaruhi kejadian tonsillitis sebagai variabel bebas dan kejadian tonsillitis sebagai variabel tergantung.

IV.2. Tempat dan waktu penelitianPenelitian dilakukan di Puskesmas Meruya Selatan 1, Kecamatan Kembangan, Jakarta Baratselama 25hari yaitu pada tanggal 1 Maret 2014 25Maret 2014.

IV.3. PopulasiIV.3.1. Populasi TargetSemua pasien anak-anak yang menderita ISPA yang berusia 6-12 tahunIV.3.2. Populasi terjangkauPopulasi target yang berobat ke Puskesmas Meruya Selatan 1 dari tanggal 1 Maret -25 Maret 2014IV.3.3 Kriteria Ekslusi1. Responden post tonsilektomi

IV.4. SampelSemua populasi terjangkau yang tidak memiliki kriteria eksklusi.

Perhitungan besar sampelUntuk menentukan 2 besar sampel minimal digunakan rumus besar sampel terhadap 2 proporsi independen, diperlukan informasi: P1 = proporsi yang tidak terpapar yang sakit (pasienyang rajin menggosok gigi yang mengalami tonsilitis) P2 = proporsi yang terpapar dengan yang sakit (pasienyang tidak rajin menggosok gigi yang mengalami tonsilitis) Deviat baku normal untuk = 5% adalah Z = 1.96 Deviat baku normal untuk = 20% adalah Z = 0.84

n1=n2= Besar sampel dihitung dengan tingkat kepercayaan 95% (Z = 1,96),

P1= 0,50 (dengan asumsi peneliti)P2= 0,60 (10% lebih besar dari P1)P2= [P1 + 10%P1] atau (P2-P1)= 10%P= (P1+P2)Q= (1-P)Perhitungan sampel :P= (P1 + P2) = (0.5 +0.6) = 0.55Q = 1 P = 1 0.55 = 0.45Q1 = 1 P1 = 1 0.50 = 0.50Q2 = 1 P2 = 1 0.60 = 0.40n1= n2= = 384Jadi, sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebanyak 384 orang

IV.5. Teknik pengambilan sampelTeknik pengambilan sampel dengan Consecutive Non Random Sampling pada semua responden yang tidak memiliki kriteria eksklusi yang datang berobat di Puskesmas Meruya Selatan 1.

IV.6. Pengumpulan DataIV.6.1. Instrumen Pengumpulan DataInstrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :1. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, dimana responden memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, dimana hasil dari jawaban responden diisi oleh peneliti dalam kuisioner. 2. Senter3. Spatel Tongue

IV.6.2. Cara Pengumpulan DataPenelitian dilakukan setelah mendapat izin dari kepala dan dokter umum Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 1. Penelitian dilakukan oleh 4 orang peneliti. Kemudian pada tanggal 1 Maret25 Maret 2014dilakukan pengisian kuisioner bagi yang bersedia untuk diwawancara. Peneliti pertama melakukan wawancara sesuai pertanyaan yang tercantum di kuesioner 1. Setelah data awal terisi, peneliti pertama juga melakukan pemeriksaan fisik tonsil terhadap pasien, kemudian mencatat hasilnya dalam tabel pemeriksaan fisik tonsil. Kemudan, di ruangan yang berbeda, peneliti kedua melakukan wawancara sesuai pertanyaan yang tercantum di kuesioner 2.

IV.6.3.Alur Pengumpulan Data

Semua pasien anak-anak berusia 6-12 tahun yang berobat ke Puskesmas Meruya Selatan 1 pada tanggal 1 maret 2014-13 Maret 2014Responden ditanyakan kesediaannya untuk ikut serta menjawab kuisionerTidak bersediaBersediaPeneliti1 menanyakan kuisioner 1 dan melakukan pemeriksaan fisik tonsil terhadap responden, kemudian mencatat hasilnya dalam table pemeriksaan fisikPeneliti 2 menanyakan kuisioner 2 mengenai factor-faktor resiko tonsillitis, kemudian mencatat kebiasaan menggosok gigi respondenTidak dijadikan sampelRajin menggosok gigiTonsilitisTidak rajin menggosok gigiTidak TonsilitisPost TonsilektomiTidak pernah TonsilektomiTidak ikut serta dalam penelitian

IV.7. Teknik dan analisis dataSeluruh data yang diperoleh dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diolah dengan SPSS versi 18 untuk kemudian disajikan dalam bentuktekstular dan tabular.

IV.7.1 Analisa asosiasi statistikAnalisis asosisasi statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan uji statistik Chi-Square untuk mengetahui kemaknaan antara variabel bebas (independent variable) beskala nominal (data kategorik) dan variabel tergantung (dependent variable) berskala nominal (data kategorik). Kemaknaan hubungan antara kedua variabel dinilai dari p-value pada dua variabel. P < 0.05 : HO ditolak artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian ISPA khususnya tonsilitis. P >= 0.05 : Ho gagal ditolak artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian ISPA khususnya tonsilitis.

IV.7.2 Analisa asosiasi epidemiologikAnalisis asosiasi epidemiologi diperoleh dengan menghitung asosiasi Prevalence Relative Ratio (PRR).TonsilitisNon Tonsilitis

Tidak rajin menggosok gigiab

Rajin menggosok gigicd

Totala + cb + d

Rumus Prevalence Ratio =

proporsi (prevalens) pasien dengan kebiasaan tidak rajin menggosok gigi yang menderita tonsilitis dan yang tidak menderita tonsilitis.

proporsi (prevalens) pasien dengan kebiasaan rajin menggosok gigi yangmenderita tonsilitis dan yang tidak menderita tonsilitis.

Keterangan : Jika Prevalence Ratio = 1, maka resiko yang terpapar sama dengan tidak terpapar Jika Prevalence Ratio < 1, maka resiko yang terpapar lebih kecil dari yang tidak terpapar (kemungkinan faktor protektif) Jika Prevalence Ratio >1, maka resiko yang terpapar lebih besar dari yang tidak terpapar (kemungkinan faktor resiko)

BAB VHASIL PENELITIANV.1 Uraian Data Univariat DeskriptifDari hasil penelitian terhadap 40 responden, terdapat 20 (50%) responden yang menderita tonsillitis. Yang memiliki kebiasaan menggosok gigi