Final

54
Laporan Kasus INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD) Pembimbing : Dr. Pandji Setiawan, Sp.OG Penyusun : Ines Marianne Santoso 030.06.127 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Periode 21 November 2011-28 Januari 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 1

Transcript of Final

Page 1: Final

Laporan Kasus

INTRAUTERINE FETAL DEATH(IUFD)

Pembimbing :Dr. Pandji Setiawan, Sp.OG

Penyusun : Ines Marianne Santoso

030.06.127

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan KandunganRumah Sakit Umum Daerah Bekasi

Periode 21 November 2011-28 Januari 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta

1

Page 2: Final

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

anugerah-Nya case report berjudul “IUFD” ini dapat diselesaikan.

Adapun maksud penyusunan case report ini adalah dalam rangka memenuhi tugas

kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah

Soreang periode 5 November 2012- 12 Januari 2013.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Iman, Sp.OG selaku kepala SMF di bidang Ilmu Kebidanan Dan Penyakit

Kandungan di RSUD Soreang.

2. Dr. Adityo J, Sp.OG selaku pembimbing dalam pembuatan case report ini.

3. Para konsulen, dokter, paramedis dan seluruh staf di SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit

Kandungan

4. Serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan case report

maupun membimbing serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian

case report ini tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan case report ini masih banyak terdapat

kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk

menyempurnakan case report ini.

Akhir kata semoga case report ini berguna baik bagi saya sendiri, rekan-rekan di tingkat

klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, serta semua pihak yang

membutuhkan.

Soreang, November 2012

Penyusun

i

2

Page 3: Final

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………….....i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..ii

BAB I Pendahuluan...…………………………………………………………………………..1

BAB II Ikhtisar Kasus ...........……………………………………………………………….......3

BAB III Analisa Kasus……………………………………………………………………….....23

BAB IV Tinjauan Kepustakaan ......…………………………………………………………….33

BAB V Penutup………………………………………………………………………………...35

- Kesimpulan………………………………………………………………...................35

- Saran………………………………………………………………………………….35

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………37

3

Page 4: Final

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana

57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98%

dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang. 1,2. Kematian janin dapat terjadi

antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam

kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih

menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra

Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih. 3 Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death

dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari

20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan

20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28

minggu.

Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai

ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia

tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah

angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral

hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta

maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat

menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi.

Diagnosis dini dalam kasus kematian janin adalah melalui pemantauan kesejahteraan

janin serta pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) yang teratur. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra

uterin.

4

Page 5: Final

Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang

dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode

terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan per

vaginam dan persalinan per abdominam ( Sectio Caesaria ).

Pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) sangat berperan penting dalam upaya

pencegahan kematian janin dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka kematian janin.

Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari faktor risiko, etiologi

hingga upaya penatalaksanaannya.

5

Page 6: Final

BAB IIIKHTISAR KASUS

A. IDENTITAS

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 06 November 2012 pukul 12.30 WIB

1. Keluhan Utama :

Gerakan janin sudah tidak terasa sejak 4 hari SMRS.

2. Keluhan tambahan : (-)

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien G2P1A0datang dengan keluhan gerakan janin sudah tidak terasa sejak 4

hari SMRS. Pada sore tanggal 05/11/2012, os melakukan ANC di bidan, dikatakan

bunyi jantung janin sudah tidak ada lagi kemudian os disarankan untuk USG di

Rumah Sakit. Pasien menyangkal adanya mules-mules, keluar lendir darah dan

keluar air-air dari kemaluan.

Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada

riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat minum alkohol dan

merokok juga disangkal pasien, riwayat memelihara binatang peliharaan disangkal,

riwayat makan makanan setengah matang / panggang disangkal, riwayat keputihan 6

Istri Suami

Nama Ny. A Tn. U

Umur 24 thn 30 th

Suku / Bangsa Sunda Sunda

Agama Islam Islam

Pendidikan SMP SMP

Pekerjaan IRT Karyawan

Alamat Kp Mekar Madani 1/25

Margamukti, Kab.

Bandung

Kp Mekar Madani 1/25

Margamukti, Kab.

Bandung

Masuk RSUD 06 November 2012 -

Page 7: Final

disangkal, Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal. Pasien menyangkal

meminum obat – obatan selain yang diberikan oleh bidan serta jamu – jamuan

selama hamil.

4. Riwayat pemeriksaan kehamilan

Pemeriksaan selama kehamilan (ANC) rutin kira-kira satu kali per bulan

dilakukan di Puskemas Lubuk Baja. Dari hasil USG terakhir dinyatakan janin sudah

meninggal.

5. Riwayat menstruasi

Haid pertama kali pada umur 12 thn, lama 5-7 hari, siklus haid 28 hari, teratur,

banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang hebat selama

haid. Hari Pertama Haid Terakhir, 10 Juli 2011. Haid terakhir selama 5-7 hari

banyaknya 2-3 pembalut, tidak nyeri.

HPHT = 4 Maret 2012

TP = 11 Desember 2012

6. Riwayat menikah

Pasien mengaku menikah satu kali, pada bulan Januari tahun 2008.

7. Riwayat kehamilan dan persalinan

a. 4 tahun, laki-laki, BBL: 3500 gr, Persalinan Normal, oleh paraji, Hidup

b. Hamil ini

8. Riwayat KB

Kontrasepsi pil selama 1 tahun, kemudian berhenti karena ingin punya anak

9. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis disangkal. Riwayat

asthma, dan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal. Pasien belum pernah

dirawat di rumah sakit sebelumnya. Belum pernah mendapat tindakan operasi

sebelumnya.

10. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga disangkal.

Riwayat alergi makanan dan obat-obatan di keluarga disangkal, riwayat asthma di

keluarga disangkal. Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga disangkal.

7

Page 8: Final

11. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok. Kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obat-

obatan tertentu disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD : 130 / 80 mmHg

N : 80 x / menit

RR : 20 x / menit

Suhu : 36 º C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

edema palpebra -/-

THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak

hiperemis, T1 – T1

Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.

Thorax :

Mammae : Simetris, membesar, areola mammae

hiperpigmentasi

Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -

Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

2. Status obstetrikus

Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+), luka bekas

SC (-)

Palpasi :

- Leopold I : TFU 25 cm, teraba satu bagian besar,bulat, tidak melenting

8

Page 9: Final

- Leopold II : Kanan : teraba bagian keras melebar seperti papan

Kiri : teraba bagian – bagian kecil janin

- Leopold III : Teraba satu bagian besar, keras, kepala

- Leopold IV : 5/5, kepala belum masuk PAP

- His : (-)

- Auskultasi : DJJ (-)

Kesan : TFU 25 cm tidak sesuai dengan hamil 34 - 35 minggu, presentasi kepala,

pu-ka, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati.

3. Anogenital

Inspeksi : vulva : hematome (-), oedema (-), varises (-),

hiperemis (-)

Uretra : muara (+), hematome (-), oedema (-),

Vaginal Tousche : pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, arah posterior, ketuban (+),

kepala stasion 0

Taksiran berat janin : (25 cm – 13) x 155 = 1860 gram

Pelvik Score : - dilatasi serviks 1-2 cm (skor 1)

- portio 31 – 50 % (skor 1)

- kepala bayi - 3 (skor 0)

- konsistensi serviks lunak (skor 2)

- posisi posterior (skor 0)

Total : 4 (<5)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium :

Hematologi Fungsi Hepar dan Ginjal

Pemeriksaaan Hasil Pemeriksaan hasil

Hb 11,8g/dL SGOT 22 U/L

Ht 35,2 % SGPT 10 U/L

Leukosit 7.400 /uL

Trombosit 250.000/ uL

9

Page 10: Final

b. USG 6 November 2012

Tampak janin tunggal, intra uterin, gerakan janin (-), gerakan jantung

janin (-), Spalding Sign (+), FL 63 mm, plasenta corpus depan, meluas ke

bawah, ketuban sedikit.

Kesan : Hamil 34-35 minggu dengan IUFD

RESUME

Pasien, ibu hamil, 24 tahun, G2P1A0 Hamil 34 - 35 minggu, gerak janin (-) sejak 4 hari

SMRS, mules (-), keluar air-air (-), lendir (-), , DJJ (-), ANC teratur di puskesmas , USG

(+)

- HPHT : 04 / 03 / 2012

- TP : 11 / 12/ 2012

1. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD : 130 / 80 mmHg

N : 80 x / menit

RR : 20 x / menit

Suhu : 36 º C

2. STATUS OBSTETRIK

Kesan : TFU 25 cm tidak sesuai dengan hamil 34 - 35 minggu, presentasi

kepala, pu-ka, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati.

ANOGENITAL

Vaginal Tousche : pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, arah posterior,

ketuban (+), kepala stasion 0

Taksiran berat janin : (25 cm – 13) x 155 = 1860 gram

Pelvik Score : 4 (<5)

Laboratorium : lab darah dalam batas normal.

Hb 11,8g/dL

10

Page 11: Final

Ht 35,2 %

USG : Kesan : hamil 34 - 35 minggu, IUFD

E. DIAGNOSIS

G2P1A0 gravida 34- 35 minggu, + IUFD.

F. PENATALAKSANAAN

Observasi kemajuan persalinan dan His

Pematangan serviks à misoprostol ¼ tablet pervaginam dan dilanjut dengan induksi

persalinan

Rencana partus pervaginam

Terapi: - IVFD Dextrose 5% + oksitosin 5 IU drip 20 tetes/menit

G. PROGNOSIS

Ibu :

Ad vitam: Bonam

Ad functionam: Dubia ad Bonam

Ad sanationam: Dubia ad bonam

Janin : malam

Follow up

Tanggal S O A P

6/11/2012

18.00

Mules (+), nyeri perut bagian bawahgerak janin (-)

Ku / Kes : TTS / CMSt. Generalis :

T : 140 / 80 mmHg

N : 100 x/mnt S : 36,7 P : 24 x/mnt

St. Obstetri : DJJ : (-)

G2P1A0H. 34 - 35 minggu, dengan IUFD

- Observasi TTV- Observasi TTI- Misoprostol ¼ tab vaginal supp (2x)- Pro partus Pervaginam

11

Page 12: Final

His : (-)

Tanggal S O A P

7/11/201208.00

Nyeri perut bagian bawah (+)

Ku / kes : TSS / CMSt. Generalis :

T : 150 / 90 N : 96 x/mnt S : 36,2 °C P : 22 x/mnt

St. Puerperalis : Abdo:

Perut tampak datar, TFU 2 JBP, NT (-) Tympani, NK(-) BU (+) 3x/menit

Genital: fluksus (+) 2x ganti pembalut

P2A0

Post partus pervaginam dengan IUFD

- cefadroxil 2 x 500 mg-- Asam mefenamat 3x500mg

Lahir bayi pada tanggal 7 november 2012 pada pk 3.50 Janin tunggal, dengan BBL 1600 gram, PBL 45cm. Plasenta lahir lengkap.

12

Page 13: Final

BAB III

ANALISA KASUS

Pada kasus ini dengan diagnosa kematian janin intrauterin atau Intra Uterine Fetal Death

(IUFD). Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death (IUFD) ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.

Dari anamnesis, pasien ini melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) secara

rutin kira-kira satu kali per bulan. Namun, pemeriksaan kehamilan ini tidak sesuai dengan

prosedur frekuensi kunjungan antenatal care, yaitu :

Usia kehamilan – 28 minggu : 1x / 4 minggu

28 – 36 minggu : 1x / 2 minggu

36 minggu – persalinan : 1x/ 1 minggu

Pasien dengan G2P1A0 Hamil 34-35 minggu dirujuk dari klinik dengan kecurigaan

IUFD karena gerakan janin tidak dirasakan ibu 4 hari SMRS. Keadaan ini sesuai dengan salah

satu dasar diagnosis IUFD yang bersifat subjektif. Pasien menyangkal merasa mules, keluar

lendir darah dari kemaluannya, hal ini menjelaskan bahwa pada pasien ini belum ada tanda –

tanda inpartu. Tanda-tanda inpartu ialah mules-mules (his) yang teratur, bloody show (lendir

darah), serta pembukaan dan penipisan serviks.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda

kehamilan pada pasien ini sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri yang

berkurang dari usia kehamilan ditemukan dalam kasus ini mengingat kematian janin baru

berlangsung 4 hari sebelum ke rumah sakit. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi

dengan pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan

adanya kematian janin intra uterin. Janin IUFD, letak memanjang dengan presentasi kepala,

kepala janin di stasion 0.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan pemeriksaan darah dan urine dalam batas

normal pada wanita dengan kehamilan. Pada pemeriksaan USG, didapatkan kesan janin IUFD,

disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin

dan DJJ (-), sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.

13

Page 14: Final

Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Namun, pada pasien ini

faktor maternal dapat kita coba singkirkan, berdasarkan anamnesis pasien tidak ada riwayat

penyakit seperti Diabetes Mellitus ataupun Hipertensi yang sering menyebabkan IUFD. Pada

pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga

mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama.

Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan autopsi

apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien tidak memiliki binatang

peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat menyebabkan infeksi

toksoplasmosis pada janin. Anomali kromosom biasanya terjadi pada ibu dengan usia diatas 40

tahun, dan dibutuhkan analisa kromosom. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil

kemungkinannya mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan

penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui induksi persalinan

pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan aterm dan mengurangi gangguan psikologis

pada ibu dan keluarganya. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan

prosedur yang seharusnya. Pada kasus ini persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu,

sehingga perlu pematangkan serviks dengan misoprostol. Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu

akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang

membahayakan nyawa ibu

Tindakan induksi dengan penggunakan prostaglandin sintetis ini menurut kepustakaan

sangat efektif dalam memacu pematangan servik dan menginduksi persalinan. ACOG sendiri

merekomendasikan penggunaan misoprostol intravaginal pada dosis 25 mikrogram atau ¼ tablet

(100 mg). Aplikasi ini dapat menekan kebutuhan oksitosin, mencapai persalinan pervaginam

lebih cepat dalam waktu 24 jam setelah induksi dan menekan interval induksi – persalinan.

Seterusnya pasien ini dilakukan amniotomi setelah adanya kenaikan pembukaan servik

dengan misoprostol. Hasil amniotomi didapatkan ketuban keruh. Selain induksi, augmentasi juga

diaplikasikan pada pasien ini. Augmentasi diberikan dengan harapan akan terbentuknya HIS

yang adekuat. Diberikan drip oksitosin 5 IU dalam satu kolf Dextrose 5% sebanyak 20 tetes /

menit. Tujuan dari pemberian ini adalah untuk mempengaruhi aktivitas uterus yang cukup untuk

14

Page 15: Final

memicu perubahan servikal dan penurunan janin dan menghindari hiperstimulasi uterus dan

status gawat janin.

Setelah pembukaan lengkap dan ibu sudah menunjukkan tanda – tanda persalinan kala II.

Diakukan pimpinan persalinan kala II, akhirnya pasien selamat melahirkan secara pervaginam

tanggal 7 november 2012 jam 03:50. Bayi lahir spontan LBK. Bayi lahir dengan berat badan

1600 g, panjang badan 43 cm, anus (+), jantina perempuan, APGAR skor 0/0, didapatkan

maserasi grade II yang menunjukkan bahwa waktu kematian antara 2 -7 hari, ditandai dengan

adanya bullae pada kulit bayi dan mulai mengelupas pada pemeriksaan luar. Tali pusat besar

menebal dan pendek, plasenta berat 1,5 kg, lahir kesan tidak lengkap (hancur). Kontraksi uterus

baik, perdarahan dalam batas normal.Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini,

kemungkinan besar akibat dari faktor janin, yaitu hidrops fetalis yaitu karena terjadi

pengumpulan cairan abnormal pada rongga tubuh janin.

Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan

yang lebih baik dan teratur apabila berniat untuk memiliki anak lagi. Memberikan dukungan

psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan

menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar untuk ibu.

Menjelaskan pentingnya keluarga berencana agar kehamilan resiko tinggi dapat dihindari.

15

Page 16: Final

BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical

Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada

usia gestasional ≥ 22 minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist

(1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan

berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau

lebih. 2,3 The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death

adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20

minggu atau lebih.

2. Faktor Risiko

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko

kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko

IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD

dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat

pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian

risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,

diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.

Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.

Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko retardasi

pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth

khususnya pada kehamilan prematur.

Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD.

Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan

Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD

dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-

29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan

16

Page 17: Final

IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat

badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2

Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi risiko

terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki

risiko dua kali lipat menderita IUFD.2

3. Etiologi

Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai penurunan angka

mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk

perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal. 2

Persentase penyebab IUFD. 6

17

Page 18: Final

Faktor Maternal 3,7

Kehamilan post-term (≥ 42 minggu).

Diabetes Mellitus tidak terkontrol

Systemic lupus erythematosus

Infeksi

Hipertensi

Pre-eklampsia

Eklampsia

Hemoglobinopati

Penyakit rhesus

Ruptura uteri

Antiphospholipid sindrom

Hipotensi akut ibu

Kematian ibu

Umur ibu tua

Faktor fetal

Kehamilan ganda

Intrauterine growth restriction

(Perkembangan Janin Terhambat)

Kelainan kongenital

Anomali kromosom

Infeksi (Parvovirus B-19, CMV,

listeria)

Faktor Plasenta

Cord accident (kelainan tali pusat)

Abruptio Plasenta (lepasnya

plasenta)

Insufisiensi plasenta

Ketuban pecah dini

Vasa previa

Perdarahan Feto-maternal

18

Page 19: Final

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari audit

perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut :

1. Penyakit Medis Maternal

Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada

wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non

diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang tidak

baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin

intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan

peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan

multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat

dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2

Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan

superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada

kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. 2

Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi antitrombin

herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S. Sindrom

antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD

terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom

fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE.

Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada

IUFD.

Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan kadar

asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin. Hingga saat ini,

masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif

atau tatalaksana. 2

2. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah

ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin

19

Page 20: Final

normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses

restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi

plasenta. 2

IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan

kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia.

Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil

untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya

persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu,

risiko IUFD juga semakin meningkat. 2

3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin

Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk

melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah

kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13

sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x. 2

Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi

pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan confined

placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe

janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering dijumpai pada CPM daripada

kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak terjadi. 2

Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal

akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan

malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan

penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika. 2

4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat

Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta, tali

pusat dan membran plasenta.

1. Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh

darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit. 8

20

Page 21: Final

2. Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan

mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm.

Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama.

Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm

Tali pusat pendek : < 30 cm.

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi

membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang

tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi tali

pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2

Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin,

sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.

Kompresi tali pusat. 9

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian

pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang

berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat

tertekannya arteri umbilikalis. 9

21

Page 22: Final

Lilitan tali pusat. 9

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan

anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar 4%.2

Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi

fetomaternal.

Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta adalah

separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus, dilaporkan sebanyak

12 % menyebabkan IUFD. 10

Abruptio Plasenta. 9

22

Page 23: Final

5. Infeksi

Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental

(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait

infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD.

Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin.

Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga sering

dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan

berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang.

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus yang

jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes simpleks.

Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin

dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial

yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia

coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum.

Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat memicu IUFD.

23

Page 24: Final

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin dapat

terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang

menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental.

Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada plasenta dan

IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat memicu pecahnya ketuban sebelum

waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan dapat berakhir dengan

kematian janin.

Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini. 9

6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.

Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar 12-

50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda

dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD

mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian

rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti

menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom

24

Page 25: Final

kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir

sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD

sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk

melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor

independen yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra

kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15,

kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status

sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun. 2

4. Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi

menjadi 4 golongan, yaitu: 3,8

1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal

death)

2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)

3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan

sebagai berikut : 3,8

1. Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :

kulit kemerahan ‘setengah matang’

3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi

merah dan mulai mengelupas.

4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga

toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah

coklat.

.

25

Page 26: Final

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)

Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin

sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah

kulit.

5. Manifestasi Klinis Dan Diagnosis 1,3,5

1) Anamnesis :

Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti

biasanya )

Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan

Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia

kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang

biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus.

Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba

gerakan-gerakan janin.

Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan

10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler

merupakan bukti kematian janin yang kuat.

26

Page 27: Final

3) Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :

a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)

yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi

akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang

membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian.

Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan

janin hidup.

Spalding’s sign. 11

b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan

Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system

skelet

27

Page 28: Final

Femur Length Chart

4) Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan

hypofibrinogenemia 25%.

5) Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,

pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk

mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan dengan

penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan TORCH.

Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier

(1997)1:

a. Deskripsi bayi

malformasi

bercak/ noda

warna kulit – pucat, pletorik

derajat maserasi

28

Page 29: Final

b. Tali pusat

prolaps

pembengkakan - leher, lengan, kaki

hematoma atau striktur

jumlah pembuluh darah

panjang tali pusat

c. Cairan Amnion

warna – mekoneum, darah

konsistensi

volume

d. Plasenta

berat plasenta

bekuan darah dan perlengketan

malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius

edema – perubahan hidropik

e. Membran amnion

bercak/noda

ketebalan

Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda

yang Selalu Ada

Gejala dan Tanda yang

Kadang- Kadang Ada

Kemungkinan

Diagnosis

Gerakan janin berkurang

atau hilang, nyeri perut

hilang timbul atau

menetap, perdarahan

pervaginam sesudah hamil

22 minggu

Syok, uterus tegang/kaku,

gawat janin atau DJJ tidak

terdengar

Solusio Plasenta

29

Page 30: Final

Gerakan janin dan DJJ

tidak ada, perdarahan, nyeri

perut hebat

Syok, perut kembung/ cairan

bebas intra abdominal, kontur

uterus abnormal, abdomen

nyeri, bagian-bagian janin

teraba, denyut nadi ibu cepat

Ruptur Uteri

Gerakan janin berkurang

atau hilang, DJJ abnormal

(<100/mnt/>180/mnt)

Cairan ketuban bercampur

mekonium

Gawat Janin

Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan

berhenti, TFU berkurang,

pembesaran uterus berkurang

IUFD

6. Penatalaksanaan 8,12

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak

diobati. 8

1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-

tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis,

gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.

2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian

janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut

jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.

3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu

didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir

pervaginam.

4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

30

Page 31: Final

5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2

minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi

6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan

aktif.

7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin

atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko

infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks

belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi

50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan

melebihi 4 dosis.

9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada

koagulopati

11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan

ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta

dan infeksi .

31

Page 32: Final

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2

Non-Interferensi

2 minggu

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

Psikologis

Infeksi

Penurunan kadar fibrinogen

Retensi janin lebih dari 2 minggu

Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Prostaglandin gel

Diulang setelah 6-8 jam

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

32

Page 33: Final

7. Komplikasi 3

1. Gangguan psikologis

2. Infeksi, selagi ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat kecil,

namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme

pembentuk gas seperti Cl.welchii.

3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu, dapat

terjadi defibrinasi akibat silent Dissaminated Intravascular Coagulopathy (DIC).

Walaupun terjadinya terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap

dipertahankan, kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan.

Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari

plasenta dan desidua yang mati ke dalam sirkulasi maternal.

4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post

partum.

8. Pencegahan 3, 8

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila

ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli

dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh

anastomosis.

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu

menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obat-

obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal

elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian

dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.

33

Page 34: Final

PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN 1,2,3,4,6

Tujuannya untuk deteksi dini ada tidaknya faktor-faktor penyebab kematian janin. Misalnya

hipoksia, asfiksia, gangguan pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi. Cara-cara pemantauan

kesejahteraan janin :

1. Perkiraan pertumbuhan janin dari tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan

Diukur dengan keadaan pasien terlentang, pada keadaan uterus tidak berkontraksi, dari tepi

atas simfisis sampai fundus, dengan idealnya vesica urinaria dan rectum yang kosong.

Jika tinggi fundus lebih daripada kalibrasi usia kehamilan, pikirkan kemungkinan kehamilan

multiple, tumor, hidrosefalus, bayi besar, hidramnion. Sebaliknya jika tinggi fundus kurang dari

kalibrasi usia kehamilan, pikirkan oligohidramnion, pertumbuhan janin terhambat, ketuban

pecah, dsb. Dapat pula digunakan taksiran berat janin dengan rumus Johnson Tossec.

2. Auskultasi denyut jantung janin

Dengan alat Laennec, Dopller atau CTG. Ideal perhitungan I menit penuh. Jika dengan CTG

direkan untuk 10 menit. Normal frekuensi denyut 120-160 kali per menit, meningkat pada saat

kontraksi.

3. Pemantauan aktifitas atau gerakan janin.

Dapat secara subjektif (ditanyakan kepada ibu) atau objektif (dengan cara palpasi atau USG).

Terdapat dua metode penghitungan gerakan janin :

Cardif ‘count 10’ formula2

Pasien mulai menghitung gerakan janin sejak jam 9 pagi. Penghitungan dihentikan setelah

gerakan janin mencapai 10 kali. Ibu disarankan untuk segera pergi ke dokter bila terdapat

kurang dari 10 gerakan dalam kurun waktu 12 jam selama 2 hari berturut-turut, atau tidak

dirasakan gerakan janin sama sekali selama kurun waktu 12 jam dalam 1 hari.

Daily Fetal Movement Count ( DFMC ) 2

Normalnya terdapat 3 gerakan janin dalam 1 jam, masing-masing pada pagi, siang dan

malam hari. Total penghitungan tersebut dikalikan 4, sehingga terdapat penghitungan

gerakan janin selama 12 jam. Bila terdapat penurunan kurang dari 10 gerakan dalam 12 jam,

hal ini menandakan adanya penurunan fungsi plasenta.

34

Page 35: Final

Dalam kehidupan janin intrauterin, sebagian besar oksigen hanya dibutuhkan oleh otak dan

jantung (refleks redistribusi). Jika janin tidak bergerak pikirkan kemungkinan diagnosis

banding tidur atau hipoksia.

4. Pengamatan mekoneum dan cairan ketuban

Caranya dengan amniocentesis atau amnioskopi. Pada keadaan normal otot sfingter ani janin

berkontraksi, sehingga mekoneum tidak keluar dan bercampur air ketuban, sehingga air ketuban

tetap jernih. Pada hipoksia akut terjadi hiperperistaltik otot-otot tubuh janin, dan relaksasi

sfingter ani sehingga mekoneum keluar dan menyebabkan air ketuban berwarna kehijauan. Pada

infeksi, terjadi koloni kuman pada selaput dan cairan ketuban (korioamnionitis) sehingga

ketuban juga akan berwarna kehijauan dan keruh.

Pemeriksaan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S ratio) pada cairan ketuban digunakan untuk

menilai prediksi pematangan paru janin (pembentukan surfaktan).

5. Pengamatan hormone yang diproduksi oleh plasenta

Estriol dan Human Placental Lactogen (HPL) adalah hormon plasenta spesifik yang

diperiksa pada darah ibu untuk menilai fungsi plasenta. Jika abnormal berarti terjadi gangguan

fungsi plasenta dan berakibat resiko pertumbuhan janin terhambat sampai kematian janin.

6. Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin

Pengambilan sample darah bias dari tali pusat (umbilical cord blood sampling) atau dari kulit

kepala janin (fetal scalp blood sampling). Pada janin dengan hipoksia terjadi asidosis.

7. Ultrasonografi (USG)

Dapat digunakan untuk menilai :

Kantong gestasi : jumlah, ukuran, lokasi, bentuk, keadaan.

Janin : hidup/mati, presentasi, pertumbuhan, kelainan bawaan, perkiraan usia gestasi

melaui biometri janin (CRL-Crown Rump length, BPD-Biparietal Diameter, AC-

Abdominal Circumference, FL-Femur Length).

Tali pusat : jumlah pembuluh darah, sirkulasi (dengan dopller dapat menilai FDJP

(Fungsi Dinamik Janin Plasenta), SDAU (sirkulasi Darah Arteri

Umbilikalis)

Membran dan cairan amnion : keadaan dan jumlah.

Plasenta : lokasi, jumlah, ukuran, maturasi dan insersi.

35

Page 36: Final

Keadaan patologis : kehamilan ektopik, mola hidatidosa, tumor, inkompetensia serviks,

dsb.

Dapat juga digunakan untuk membantu tindakan khusus : amniocentesis, fetoskopi,

tranfusi intrauterin, biopsi vili korialis

TES FUNGSI DINAMIK JANIN PLASENTA (FDJP) 6

Skor 2 0

Reaktivitas DJJ ≥2 <2

Akselerasi-Stimulasi ≥2 <2

Rasio SDAU <3 ≥3

Gerak nafas-Stimulasi ≥2 episode <2 episode

Indeks Cairan Amnion ≥10 cm <10 cm

Kurangi 2 nilai pada PJT dan Deselerasi

Fungsi Dinamik Janin Plasenta

<5 Seksio Sesarea

≥5 Usia Gestasi <35 minggu ulang FDJP dalam 2 minggu

≥35 minggu induksi persalinan

8. Cardiotokografi (CTG)

Menggunakan dua elektroda yang dipasang pada fundus ( untuk menilai aktivitas uterus) dan

pada lokasi punctum maximum denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat pula digunakan untuk

menilai hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterin. CTG bisa digunakan untuk

menilai fungsi kompensasi jantung janin terhadap stress fisologik, dengan cara Non Stress Test

(NST) dan Oxytocyn Challenge Test (OCT).

36

Page 37: Final

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD)

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif

sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi

penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari.

Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif.

Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada ibu dan

mengurangi gangguan psikologis keluarga, terutama ibu.

Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat berperan

penting pada kasus IUFD.

Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu faktor

usia ibu yang terlalu tua. Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila

pada bayi yang dilahirkan dilakukan autopsi.

SARAN

Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang merupakan faktor

resiko IUFD sebaiknya sebelum kehamilan.

Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal Care

secara teratur di RS atau Bidan.

Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap trimester untuk

mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan

kesejahteraan janin.

Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan pemantauan

kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana, misalnya menghitung

gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga bila terjadi penurunan

kesejahteraan janin dapat di deteksi dini.

Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian dengan

pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak keluarga.

37

Page 38: Final

DAFTAR PUSTAKA

1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin America.

Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 371–8

2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine

Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and

Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden

2002.

3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.

4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical Journal

2008, ;23(1)

5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related

Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient

Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74

6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by Vaginal

Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind 2004;54(6):561-3

7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of Medicine,

Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 2008

8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD.

Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001

9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 – 2009

10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug

Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. 1Department of

Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. 2007

11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari

www.ultrasound-images.com

12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology

and Obstetrics 2007 99 : S156–S159

13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with Intrauterine

Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.

38

Page 39: Final

39