Fg 3
-
Upload
adiansyah-numbone -
Category
Documents
-
view
61 -
download
0
Transcript of Fg 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perubahan dalam Kegiatan Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan suatu proses/ upaya agar masyarakat mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatan (Piagam Ottawa). Promosi kesehatan juga suatu program yang
dirancang untuk mengubah prilaku organisasi masyarakat dan lingkungannya. Salah satu
tujuan dan sasaran promosi kesehatan bagi petugas, program maupun institusi kesehatan ialah
untuk melakukan promosi kesehatan dalam setiap program kesehatan yang diselenggarakan,
mendukung tumbuhnya gerakan hidup sehat di masyarakat, serta meningkatkan mutu layanan
kesehatan yang dapat memberikan kepuasan pada masyarakat.
1. Definisi dan tipe perubahan
Perubahan adalah “beberapa pergantian yang terencana ataupun tidak terencana atas
status quo dalam suatu organisme, situasi, dan proses. Definisi klasik ini menjelaskan
bahwa perubahan bisa terjadi karena desain atau kegagalan.
Dari prespektif sebuah system, perubahan berarti suatu keadaan yang berada
diluar keseimbangan atau equilibrium sistem mengalami gangguan (Rowitz, 2006;
Allender 2010). Teori klasik yang lainnya menjelaskan perubahan sebagai proses
mengadopsi inovasi. Perubahaan akan terjadi ketika inovasi tersebut diterima, dicoba,
dan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan juga mempengaruhi
perilaku seseorang, perubahan memerlukan penyesuaian dalam pemikiran dan perilaku,
respon seseorang untuk mengubah pergantian berdasarkan presepsi mereka.
Proses perubahan dapat digambarkan sebagai perubahan yang tiba-tiba atau
drastic (revolusioner) atau secara berangsur-angsur sepanjang waktu (evolusioner).
a. Perubahan revolusioner
Perubahan revolusioner berlangsung cepat, drastic, dan tipe ancaman yang dapat
menyebabkan gangguan secara komplit terhadap keseimbangan sebuah sistem. PHK
atau pemberhentian kerja secara tiba-tiba, berhenti merokok setiap malam, kehilangan
tim sepakbola dalam sebuah kecelakaan pesawat, secara tiba-tiba memindahkan anak
dari orangtua yang melukan tindak kekerasan adalah contoh dari perubahan
revolusioner.
Sesorang yang terlibat dalam perubahan revolusionari memiliki sedikit atau
bahkan tidak ada peringatan sama sekali atau tidak mempunyai waktu untuk
melakukan persiapan. Emosi yang tinggi, mental, energi fisik, dan perubahan
perubahan perilaku secara cepat diperlukan untuk beradaptasi terhadap perubahan
revolusioner.
b. Perubahan evolusioner
Perubahan evolusioner adalah perubahan yang berjalan secara berangsur-angsur
dan memerlukan penyesuaian. Bebrapa contoh dari perubahan evolusionari adalah
menjadi orangtua, secara berangsur-angsur mengurangi konsumsi rokok per hari, dan
mengurangi berat badan dengan mengeliminasi snak dan makanan pencuci mulut
seperti kue-kue.
Pada beberapa situasi lebih tepat menerapkan salah satu dari jenis perubahan di
atas. Sebagai contoh sebuah komunitas yang membutuhkan peningkatan pendapatan
informasi mengenai kesehatan melalui tekhnologi informasi bisa menggunakan tipe
perubahan evolusioner. Sedangkan pada situasi yang terancam keamanannya, seperti
adanya banjir, tanah longsor atau epidemic influenza memerlukan penerapan tipe
perubahan revolusioner.
2. Tahap-tahap perubahan
a. Unfreezing (minat untuk berubah telah muncul dan mulai berkembang)
Tahap pertama (unfreezing) terjadi ketika kebutuhan untuk berubah telah timbul
dan berkembang akibat ketidakseimbangan suatu system. Seseorang termotivasi
untuk berubah dapat berasal dari factor intrinsic atau factor ekstrinsik. Unfreezing
biasanya terjadi secara spontan; sebuah keluarga meminta pertolongan untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan alkoholisme atau sebuah
komunitas yang berminat untuk dapat memcahkan masalah yang berkaitan dengan
polusi udara.
b. Changing/ Moving (ketika sebuah ide baru diterima dan diterapkan)
Tahap kedua dari proses perubahan adalah Changing/ moving. Tahap ini terjadi
ketika seseorang menguji, menerima, dan mencoba inovasi tersebut. Sebagai contoh
seorang ibu yang tengah mengandung menjadi peserta didik dalam sebuah kelas
preental melakukan exercises atau klien yang telah berusia lanjut berdiskusi dan
mencoba menerapkan cara untuk membuat apartemen mereka aman dari kecelakaan
yang berisiko terjadi.
Hal yang harus diperhatikan selama tahap ini adalah membantu klien untuk
melihat nilai pada perubahan, memberanikan mereka untuk mencoba, dan
mendampingi mereka dalam mengadopsi perubahan tersebut (Cherry & Jacob, 2005;
Allender, 2012)
c. Refreezing (ketika perubahan diintegrasikan dan dilakukan secara rutin dalam
kehidupan sehari-hari)
Tahap ketiga atau tahap akhir dalam proses perubahan adalah refreezing. Terjadi
ketika perubahan diterima dan menjadi bagian secara tetap dalam sebuah sistem.
Tahap refreezing dapat dilihat ketika pada klien weight-loss secara rutin mengikuti
program diet atau ketika sebuah komunitas telah membuat tanda pemberhentian
(stop)dan menyediakan crosswalk pada persimpangan yang berbahaya,
3. Hambatan perubahan
a. Takut karena tidak tahu, merasa bingung, bertanya tentang apa yang akan saya
lakukan nanti, bertanya-tanya, apa yang diharapkan dari saya, dan apakah hal tersebut
menguntungkan saya
b. Takut karena kehilangan kemampuan, ketrampilan, atau keahlian yang berhubungan
dengan pekerjaan
c. Takut karena kehilangan kepercayaan/ kedudukan
d. Takut karena kehilangan imbalan
e. Takut karena kehilangan penghargaan, dukungan, dan perhatian
f. Takut gagal
4. Planned/ Managed Change
Planned change mempunyai tujuan/ maksud tertentu, mendesain usaha untuk
mempengaruhi kemajuan/ peningkatan dalan sebuah sistem dengan dengan bantuan dari
seorang agen perubahan. Planned change juga disebut sebagai Managed Change
(Russel, 2006; Allender, 2010) yang sangat penting untuk mengembangkan program
keperawatan kesehatan komunitas yang sukses.
a. Proses perubahan terencana
Proses perubahan terencana melibatkan rangkaian aktivitas sistematis yang
mengikuti proses keperawatan. Terdapat 8 langkah yang menjadi pedoman untuk
mencapai kesuksesan management/ planned change.
1) Langkah 1: Mengkaji Gejala
Langkah pertama dalam pengaturan perubahan adalah mengenali dan
mengkaji gejala-gejala yang mengindikasikan kebutuhan untuk berubah.
Langkah ini memerlukan pengumpulan dan pengujian terhadap adanya bukti-bukti,
bukan mendiagnosis atau langsung mengatasi. Misalnya, menganggap bahwa
sekelompok klien menunjukkan ketertarikan dalam menerima bantuan dengan
keterampilan pengasuhan. Perawat tidak boleh menganggap bahwa klien tersebut
merasa inadekuat dalam perannya sebagai orangtua, dan perawat juga tidak boleh
menganggap bahwa mereka kekurangan informasi atau merasa kesulitan dengan
anak-anak mereka.
2) Langkah 2: Mendiagnosa Kebutuhan
Diagnosis melibatkan analisa terhadap gejala-gejala dan mencapai sebuah
kesimpulan mengenai apa yang perlu berubah. Pertama, deskripsikan situasi saat
ini (realitas) dan cocokkan dengan situasi yang seharusnya (ideal). Langkah
selanjutnya adalah menentukan sifat dan penyebab kebutuhan untuk berubah.
Pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada klien, memeriksa literatur,
atau berkonsultasi penting untuk membuat keputusan yang lebih akurat.
3) Langkah 3: Menganalisa solusi alternatif
Setelah diagnosis dan penyebabnya ditentukan, kemudian identifikasi solusi
atau alternatif lain untuk dilakukan. Di sini, diperlukan brain storming, dan sistem
klien sebisa mungkin harus dilibatkan pada proses tersebut. Melihat kembali literatur
berguna untuk mencari solusi. Membuat daftar semua yang masuk akal, alternatif
yang luas kemudian analisis secara teliti untuk menentukan manfaat, kerugian,
konsekuansi, dan risiko yang menyertainya.
4) Langkah 4: Memilih sebuah Perubahan
Setelah semua alternatif dianalisis seluruhnya, solusi terbaik harus ditentuan.
Risiko-risiko yang muncul pada pilihan perubahan harus diuji kembali. Untuk
mengetahui perubahan untuk mencapai tujuan, tujuan yang dinyatakan secara jelas,
harus dirumuskan.
5) Langkah 5: Merencanakan Perubahan
Langkah ini merupakan inti dari perubahan terencana karena pada langkah ini,
agen perubah dan sistem klien bersama-sama menyiapkan rancangan, cetak biru, yang
memandu aksi perubahan tersebut. Pada langkah 1 sampai 4, data dikumpulkan,
diagnosis dibuat, sumber-sumber dikaji, dan sebuah tujuan dibentuk. Kemudian
proses perencanaann ini mempertemukan agen perubah dan sistem klien bagaimana
cara mencapai tujuan. Akan lebih baik jika mereka mengembangkan perencanaan
secara bersama-sama.
6) Langkah 6:Mengimplementasikan Perubahan
Langkah implementasi melibatkan yang membuat rencana perubahan. Karena
tujuan dan kegiatannya telah didefinisikan dengan jelas pada langkah sebelumnya,
agen perubah dan sistem klien mengetahui apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
memulai prosesnya. Saat memulai implementasi, pastikan bahwa semua orang
memperhatikan dengan jelas dan bersiap untuk berubah. Ketika
mengimplementasikan perubahan yang akan memberikan dampak pada banyak
orang, metode pilot study akan membantu. Pilot study dilakukan untuk mengetes
perubahan pada skala kecil dan merivisi perubahan sebelum
mengimplementasikannya ke dalam sistem yang lebih besar.
7) Langkah 7: Mengevaluasi Perubahan
Keberhasilan langkah 7 ini bergantung pada seberapa baik perubahan itu
direncanakan. Tujuan yang ditulis dengan jelas dengan kriteria yang spesifik untuk
pengukuran membuat langkah evaluasi lebih simpel. Namun, evaluasi tidak berakhir
dengan mengatakan apakah tujuan telah tercapai. Masing-masing tujuan memerlukan
analisis. Meskipun tujuannya dapat dengan mudah dievaluasi oleh kepala perawat,
tujuan harus dapat ditingkatkan dengan deskripsi yang lebih spesifik. Pada akhirnya,
berdasarkan evaluasi, agen perubah membuat modifikasi dibutuhkan dalam
perubahan sebelum adanya stabilisasi.
8) Langkah 8: Menstabilisasikan Perubahan
Langkah terakhir dalam proses perubahan terencana memerlukan pengukuran
untuk memperkuat dan memelihara perubahan tersebut. Rencana perubahan yang
dikembangkan dengan baik menyertakan rancanagan untuk stabilisasi.
b. Strategi perubahan terencana
Strategi perubahan terencana berfokus pada tiga strategi perubahan: (1) rasional-
empiris, (2) normatif-reedukatif, (3) penggunaan kekuasaan.
Penting untuk diingat bahwa “focus permasalahan pada sebuah perubahan bukan
hanya strategi, struktur, budaya, atau sistem perubahan, tetapi bagamiana seseorang
melihat tujuan/ maksud dilakukannya sebuah perubahan dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi perasaan mereka mengenai maksud/ tujuan perubahan tersebut”
(Rowitz, 2006; Allender, 2010)
5. Prinsip-prinsip untuk mempengaruhi perubahan positif
Keperawatan kesehatan komunitas memperkenalkan perubahan setiap hari
melalui praktik keperawatan yang mereka lakukan. Setiap usaha untuk menyelesaikan
masalah, mencegah masalah yang lainnya timbul (preventif), menemukan kebutuhan
potensial komunitas, atau meningkatkan kesehatan optimal komunitas yang memerlukan
perubahan. Enam prinsip yang menjadi pedoman untuk mempengaruhi perubahan positif:
(1) prinsip partisipasi, (2) prinsip perubahan resisten, (3) prinsip ketepatan waktu, (4)
prinsip saling ketergantungan, (5) frinsip fleksibilitas, dan (6) prinsip pemahaman diri.
6. Perubahan melalui pendidikan kesehatan
Promosi kesehatan mempunyai focus yang jelas terhadap individu dan
sekumpulan perilaku (Pender, 2006; Allender, 2010). Berdasarkan definisi yang lainnya
mengenai promosi kesehatan: “beberapa kombinasi pendidikan, organisasi, lingkungan,
dan penunjang ekonomi untuk membentuk perilaku dan kondisi kehidupan yang kondusif
untuk kesehatan (Ottoson&Green, 2008; Allender, 2010). Untuk keperawatan
kesehatan komunitas, pendidikan kesehatan adalah praktik dasar/ utama. Apakah
seorang perawat akan menyediakan layanan edukasi satu per satu kepada ibu-ibu
mengenai manfaat pemberian ASI atau memberikan penjelasan singkat kepada
country official terhadap kebutuhan mempertahankan support center mengenai
pemberian ASI.
Mengajar adalah proses komunikasi khusus yang berkeinginan mengubah
perilaku atau pencapaian. Tujan utama dari mengajar adalah belajar. Belajar berarti
memperoleh pengetahuan, pemahaman, atau menguasainya. Belajar adalah sebuah proses
mengasimilasi informasi baru yang mempromosikan perubahan secara permanen dalam
perilaku.
B. Konsep Kolaborasi dan Kemitraan dalam Promosi Kesehatan
1. Kolaborasi dalam Promosi Kesehatan
a. Definisi Kolaborasi
Pengembangan kesehatan masyarakat kian meningkat seiring meningkat seiring
meningkatnya kebutuhan kesehatan dewasa ini. Salah satu cara agar pengembangan
kesehatan masyarakat lebih optimal adalah membina hubungan kerjasama antara perawat
dengan tim pelayanan kesehatan lain atau dengan elemen lain dalam masyarakat akan
memberikan pengaruh signifikan pada keberhasilan program promosi kesehatan. Salah satu
atau dua bentuk kerjasama adalah dengan cara kolaborasi
Secara umum kolaborasi memilki definisi melakukan kerjasama dengan pihak lain.
Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi di antara beberapa
orang yang berkesinambungan. Dalam hal ini, kolaborasi dilakukan antara perawat dengan
dokter, ahli farmasi, ahli gizi serta tim kesehatan lain. ANA (1992) kolaborasi hubungan
kerja di antara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam
melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi dengan masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya. Apapun
bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator
Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
a. Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
b. Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
c. Adanya tujuan yang masuk akal.
d. Ada pendefinisian masalah.
e. Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
f. Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagi pilihan.
g. Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
h. Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
Karakteristik ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kolaborasi untuk
promosi kesehatan.
b. Elemen kunci efektivitas kolaborasi
Dalam pelaksanaan kolaborasi tentunya sebagai perawat harus mengetahui hal-hal
apa saja yang menjadi kunci keefektivitasan sebuah kolaborasi. Adapun kunci
keefektifitasan kolaborasi antara lain :
a. Kerjasama. Menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
b. Asertivitas. Merupakan hal yang penting ketika individu dalam tim mendukung
pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa
pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
c. Tanggung jawab. Mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
d. Komunikasi. Setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi
penting mengenai isu yang terkait.
e. Otonomi. Kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
f. Koordinasi. Efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien,
mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
g. Kolegalitas. Saling menghargai.
h. Konsep dengan arti yang sama. Mutualitas dimana individu mengartikannya
sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi proses dinamis antara orang-orang
yang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap
anggota.
i. Kepercayaan. Konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa
pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari
tanggung jawab, terganggunya komunikasi.
c. Pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi promosi kesehatan
Sasaran dari promosi kesehatan tidak hanya individu, tetapi juga keluarga dan
masyarakat dan komunitas.Sesuai dengan definisi dari kolaborasi itu sendiri, yaitu
melakukan kerjasama, kegiatan promosi kesehatan ini melibatkan berbagai pihak yang
dapat membantu melancarkan usaha promosi kesehatan. Adapun pihak-pihak yang dapat
berkolaborasi untuk melakukan usaha promosi kesehatan itu antara lain:
a. Tenaga atau Ahli Kesehatan Lain
Tenaga atau ahli kesehatan yang dimaksud disini adalah dokter, ahli gizi,
terapis, psikolog, dan tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Kolaborasi yang
dapat dilakukan adalah kerjasama yang yang saling melengkapi pada saat perawat
memberikan promosi kesehatan kepada klien. Baik dengan melakukan konsultasi
terkait promosi yang akan dilakukan maupun tenaga atau ahli kesehatan tersebut
dihadirkan sebagai narasumber sehingga informasi yang disampaikan akurat dan
dapat meraih hati klien atau massa.
b. Keluarga
Keluarga merupakan orang terdekat dari klien atau individu dan memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap individu. Hal ini disebabkan karena dalam
sistem keluarga terdapat orang yang sangat berpengaruh, dihormati dan mampu
mempengaruhi anggota yang lain, misalnya orang tua.
c. Orang-Orang lain yang Berpengaruh bagi Individu
Orang lain yang berpengaruh adalah orang yang mendukung baik dukungan
moril, material, maupun emosional dengan klien untuk mempertahankan
kesehatannya, misalnya teman, atasan dan sebagainya.
d. Penyelenggara Layanan Kesehatan
Salah satu contoh penyelenggara layanan kesehatan adalah
puskesmas.Puskesmas ini merupakan unit penyelenggara layanan yang memiliki
peran sangat besar dalam memberikan layanan kesehatan di daerah-daerah, bahkan
hingga daerah pelosok pedesaan. Sehingga puskesmas memiliki peran yang
dominan dalam pengobatan dan pemberian informasi bagi masyarakat di daerah
pedesaan karena merupakan akses yang paling strategis untuk menyampaikan
informasi kesehatan.
e. Organisasi Masyarakat Informal dan Formal
Contoh organisasi masyarakat informal dan formal antara lain ; TP-PKK,
kelompok pengajian, kelompok arisan, dasa wisma,dan lain-lain. Perawat dapat
berkolaborasi dengan organisasi tersebut untuk melakukan promosi kesehatan,
misalnya meminta waktu untuk memberikan promosi kesehatan di dalam forum
tersebut.
f. Tokoh Masyarakat atau Agama yang Memiliki Pengaruh dalam Masyarakat
Tokoh masyarakat atau agama merupakan sosok seseorang yang dihormati,
disegani, dan menjadi panutan dalam masyarakat. Perawat dapat meyakinkan
dahulu tokoh masyarakat atau agama itu terlebih dahulu. Apabila si tokoh sudah
dapat diajak, maka masyarakatnya akan mengikuti sehingga promosi itu dapat
dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu, perawat juga dapat meminta beliau untuk
memasukkan pendidikan kesehatan dalam forum yang dihadirinya dan ia menjadi
pembicara. Pendidikan kesehatan dapat dijadikan tema dalam penyampaian
ceramahnya (Fredland).
g. Pemerintah dan Unit di bawahnya
Pemerintah disini tidak hanya pemerintah pusat, tapi juga cabang-
cabangnya, seperti pemerintah di tingkat provinsi,kabupaten,kecamatan, hingga
desa. Kolaborasi dengan pemerintah dan atau unit di bawahnya dapat dilakukan
dalam hal sarana maupun akses untuk melakukan promosi itu sendiri kepada
masyarakat, misalnya dengan mempermudah mengurus ijin tempat
penyelenggaraan promosi, penyediaan tempat dan sarana kegiatan, maupun
dukungan dengan membuat iklan layanan masyarakat yang mendukung program
promosi kesehatan yang sedang dilakukan.
d. Manfaat Kolaborasi
Manfaat kolaborasi kepada perawat dan tim kesehatan yang berkolaborasi diantaranya
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional.
b.Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efesiensi sumber daya.
c. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
d.Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional
e. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional,
e. Hambatan Kolaborasi
Kolaborasi bukan merupakan hal yang mudah sehingga dalam pelaksanaannya akan
mengalami hambatan-hambatan. Hambatan yang kemungkinan ada pada suatu kolaborasi
antara lain:
a. Kurangnya komitmen dari pelaku kolaborasi sehingga tidak solid dalam
pelaksanannya, perbedaan pandangan
b. Kurangnya keahlian yang sesuai
c. Kurangnya tukar-menukar pikiran maupun pendapat dan tujuan yang telah didapat
d. Keluarnya partner di tengah proses promosi kesehatan yang sedang dilakukan
kolaborasi ini membutuhkan sumbangsih dan peran dari semua pihak agar usaha
promosi kesehatan dapat tercapai sesuai tujuan yang diharapkan,Semakin banyak
pihak yang masuk dan berkolaborasi akan menambah informasi dan memudahkan
usaha promosi kesehatan.
2. Kemitraan dalam Promosi Kesehatan
Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat,
lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu
tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing. Untuk
membangun sebuah kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
a. Kesamaan perhatian atau kepentingan
b. Saling mempercayai dan saling menghormati
c. Tujuan jelas dan terukur
d. Kesedian untuk berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain
(Depkes RI, 2005).
a. Prinsip Kemitraan
Dalam membangun sebuah kemitraan kita harus mempunyai prinsip. Prinsip
kemitraan itu adalah sebagai berikut:
1) Persamaan (equity)
Dalam kemitraan asas demokrasi harus dijunjung, tidak boleh satu anggota
memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi, dan tidak adanya
dominasi terhadap yang lain (Depkes RI, 2005).
2) Keterbukaan (transparancy)
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan dan
apa yang menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui
oleh anggota yang lain (Anonym, 2007).
3) Saling menguntungkan (mutual benefit)
Menguntungkan disini bukan dilihat dari materi atau uang melainkan lebih kepada
nonmateri. Saling menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau sinergis
dalam mencapai tujuan bersama (Anonym, 2007).
Untuk mencapai kemitraan yang baik dan sesuai maka kemitraan harus mempunyai
landasan dalam kemitraan. Landasan dalam kemitraan adalah sebagai berikut:
a. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing (structure)
b. Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity)
c. Saling menghubungi (linkage)
d. Saling mendekati (proximity)
e. Saling terbuka dan bersedia membantu (openes)
f. Saling mendorong dan saling mendukung (synergi)
g. Saling menghargai (reward)
Dalam kemitraan ada tiga institusi kunci organisasi pokok yang terlibat
didalamnya. Ketiga institusi pokok tersebut adalah:
a. Unsur Pemerintah ( Sektor kesehatan, pendidikan, industri, dan lain-lain)
b. Unsur Swata (Kalangan bisnis, pengusaha, dan lain-lain)
c. Unsur organisasi nonpemerintah (LSM, organisasi masa, dan lain-lain)
b. Tahapan Kemitraan
Untuk membangun kemitraan kesehatan diperlukan tahapan. Ada tiga tahapan
dalam kemitraan (Anonym, 2007) adalah sebagai berikut:
a. Tahap pertama adalah tahap lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri :
direktorat promosi kesehatan, lingkungan gizi.
b. Tahap kedua adalah kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintahan :
departemen kesehatan, pendidikan nasional
c. Tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas
sektor, lintas bidang, dan lintas organisasi, yang mencakup :
1. Unsur pemerintah
2. Unsur dunia usaha
3. Unsur LSM dan organisasi masa
4. Unsur organisasi profesi
Kemitraan bukanlah sebuah output atau tujuan, bukan pula sebuah proses, namun
adalah suatu sistem. Kemitraan adalah sebuah sistem yakni:
a. Input
Input sebuah kemitraan adalah semua sumber daya yang dmiliki oleh masing-masing
unsur yang terjalin dalam kemitraan, terutama sumber daya manusia, dan sumber
daya yang lain seperti dana, sistem informasi, teknologi.
b. Proses
Proses pada kemitraan pada hakikatnya adalah kegiatan-kegiatan untuk membangun
c. Output
Adalah terbentuknya jaringan kerja atau neworking, aliansi, forum, dan sebagainya
yang terdiri dari berbagai unsur.
d. Outcome
Outcome adalah dampak dari kemitraan terhadap peningkatan kesehatan masyarakat.
Outcome kemitraan adalah menurunnya angka atau indikator kesehatan (negatif),
misalnya menurunkan angka orang kesakitan atau angka kematian. Atau
meningkatnya indikator kesehatan (positif), misalnya meningkatnya ststus gizi anak
balita.
c. Model-Model Kemitraan
Dari berbagai pengalaman pengembangan kemitraan di sektor kesehatan yang ada,
secara umum model kemitraan dikelompokan menjadi dua yaitu:
1) Model I
Model kemitraan ini paling sederhana, karena dalam bentuk jaring kerja
(networking) saja. Masing-masing mitra atau institusi telah mempunyai program
sendiri mulai dari merencanakannya, melaksanakan, dan mengevaluasinya. Karena
adanya persamaan pelayanan atau arakteristik yang lain diantara mereka, maka
terbentuklah jarring kerja. Sifat kemitran ini disebut koalisi, misalnya: Koalisi
Indonesia Sehat Forum Promosi Kesehatan Indonesia.
2) Model II
Kemitraan model ini lebih solid, masing-masing mitra punya tanggung jawab
yang lebih besar terhadap program atau kegiatan bersama. Sehingga visi misi dan
kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan harus direncanakan,
dilaksanakan, dan dievaluasi bersama. Contoh: Gerakan Terpadu Nasional TB Paru,
dan Gebrak Malaria
Salah satu contoh empiris tentang keberhasilan pendekatan kemitraan di
Indonesia sendiri adalah pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk Polio
1996/1997. Dengan pendekatan pola kemitraan antara pemerintahan (sector kesehatan
dan sector lain yang terkait), dunia usaha (sector swasta), LSM Kesehatan, organisasi
profesi, maka pelaksanaan PIN tersebut berhasil dengan baik dan memperoleh
perhargaan dari WHO.
Langkah-langkah penanggulangan kemitraan:
a) Melakukan identifikasi stakeholder (mitra dan pelaku potensial)
b) Membangun kerjasama antarmitra kerja dalam upaya mencapai tujuan
c) Memadukan sumber daya yang tersedia
d) Melaksanakan kegiatan terpadu
e) Menyelenggarakan pertemuan berkala untuk perencanaan, pemantauan,
penilaian, dan pertukaran informasi.
Karakteristik berikut merupakan karakteristik dari perubahan terencana:
1. Perubahan memiliki tujuan dan Disengaja. Ada beberapa alasan atau tujuan
khusus yang mendorong perubahan. Tujuan ini memberikan semangat
perubahan dari target yang spesifik. Perubahan yang tidak terencana terjadi
secara semena-mena dan tidak dapat terprediksi.
2. Perubahan merupakan hasil dari rancangan, bukan karena kegagalan.
Perencanaan yang sistemik menyediakan struktur untuk proses perubahan dan
peta untuk mengikuti tujuan akhir perubahan.
3. Perubahan terencana pada Kesehatan Komunitas bertujuan pada Peningkatan
4. Perubahan terencana diwujudkan melalui agen-agen perubah. Agen perubah
merupakan katalis dalam perkembangan dan menghasilkan rancangan. Peran
agen perubah adalah sebagai pemimpin, dan seringkali juga sebagai pendidik
(edukator).
C. Konsep Motivasi dalam Promosi Kesehatan
1. Pengertian Motivasi
Menurut Redman dalam buku Fundamental keperawatan edisi ke 7,
Motivasi adalah
Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik
yang merangsang perilaku tertentu dan respon instrinsik yang
menampakkan perilaku-perilaku manusia (Swanburg, 2006). Motivasi
merupakan keadaan internal organisme, baik manusia maupun hewan
yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu (Mohibbin, 2008).
Motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar maupun tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan
tertentu atau usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok
orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang di
kehendaki (Poerwodarminto, 2006).
2. Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil
atau tujuan tertentu (Purwanto, 2008).
3. Sumber Motivasi
a. Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri. Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan
nyaman pada ibu nifas ketika dia berada di rumah bersalin.
b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar
individu, misalnya saja dukungan verbal dan non verbal yang
diberikan oleh teman dekat atau keakraban sosial.
c. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi
terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali
(Widayatun, 2008)
4. Teori Motivasi
a. Teori hedonisme : Hedone dalam bahasa Yunani adalah kesukaan,
kekuatan atau kenikmatan, menurut pandangan hedonisme.
Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa orang akan
cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan atau
mengandung resiko berat dan lebih suka melakukan suatu yang
mendatangkan kesenangan baginya.
b. Teori naluri : Bahwa pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan
nafsu pokok yang dalam hal ini disebut juga dorongan nafsu (naluri)
mempertahankan diri, dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri,
nafsu (naluri) mengembangkan atau mempertahankan jenis.
c. Teori reaksi yang dipelajari : Teori berpandangan bahwa tindakan
atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri tetapi berdasarkan
pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat
orang itu hidup. Menurut teori ini, apabila seorang pemimpin atau
pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin
atau pendidik hendaknya mengetahui latar belakang kehidupan dan
kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.
d. Teori pendorong : Teori ini merupakan panduan antar teori naluri
dengan "teori reaksi yang dipelajari", daya dorong adalah semacam
naluri tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap
suatu arah yang umum. Oleh karena itu, menurut teori ini bila
seseorang memimpin atau mendidik ingin memotivasi anak
buahnya, ia harus berdasarkan atas daya pendorong yaitu atas
naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari kebudayaan yang
dimilikinya
e. Teori kebutuhan : Teori motivasi sekarang banyak orang adalah teori
kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan
oleh manusia pada hakekatnya adalah kebutuhan fisik maupun
psikis. Oleh karena itu menurut teori ini apabila seseorang, ia harus
mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang-orang
yang dimotivasinya.
Sebagai pakar psikologi, Maslow mengemukakan adanya lima
tingkatan kebutuhan pokok manusia. Adapun kelima tingkatan
kebutuhan pokok manusia yang dimaksud adalah
a. Kebutuhan fisiologis
1) Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam Hirarki
Maslow. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi
manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam
kebutuhan yaitu:
2) Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas: Merupakan kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ atau sel.
3) Kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan: Bagian dari
kebutuhan dasar manusia secara fisiologis yang memiliki proporsi
besar dalam bagian tubuh hampir 90% dari total berat badan tubuh.
4) Kebutuhan eliminasi urine dan alvi: Merupakan bagian dari
kebutuhan fisiologis dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa
5) Kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas: Untuk
memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari terpenuhi
6) Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh dan kebutuhan seksual:
Merupakan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan untuk
memperbanyak keturunan (Hidayat, 2006).
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safely and Security) adalah
aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis, kebutuhan
meliputi :
1)Kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan
dan infeksi
2)Bebas dari rasa takut dan kecemasan
3)Bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru dan
asing.
c. Kebutuhan sosial, yang meliputi antara lain :
1) Memberi dan menerima kasih sayang
2) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain
3) Kehangatan dan penuh persahabatan
4) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok serta
lingkungan sosial.
d. Kebutuhan harga diri
1) Perasaan tidak bergantung pada orang lain
2)Kompeten
3)Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Self Actualization)
Kebutuhan seperti antara lain kebutuhan mempertinggi potensi –
potensi dan ekspresi diri meliputi:
1) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan memahami
potensi diri)
2) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri
3) Tidak emosional
4) Mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya (Mubarak, 2007).
5. Jenis Motivasi
a. Motif Biologis (dibawa sejak lahir): lapar, haus , seks, pengaturan suhu tubuh, tidur,
menghindari rasa sakit, kebutuhan akan oksigen
b. Motif Sosial (tidak dibawa sejak lahir): Mendapatkan perhargaan, berkuasa
Pengukuran Motivasi bisa dilakukan dengan cara :
a. Tes Proyektil
b. Kuesioner
c. Observasi Perilaku
6. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi
a. Faktor fisik
b. Faktor hereditrer (lingkungan dan kematangan atau usia)
c. Faktor instrinsik seseorang
d. Fasilitas (sarana dan prasarana)
e. Situasi dan kondisi
f. Program dan aktifitas
g. Audio visual (media)
h. Umur
7. Cara Meningkatkan Motivasi
a. Memotivasi dengan kekerasan (motivating by force,yaitu cara
memotivasi dengan ancaman hukuman atau kekerasan dasar yang
dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.
b. Memotivasi dengan bujukan (motivating by enticement,yaitu cara
memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar melakukan
sesuatu harapan yang memberikan motivasi.
c. Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification on
egoinvoiremen), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan
kesadaran. (Sunaryo, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J. A et al. (2010). Community Health Nursing: Promoting and Protecting the
Public’s Health. Philadelphia: Lippicott Williams&Wilkins
Aminah, S., dan Husni. (2007). “Kajian Pengembangan Kerangka Kerja Kolaborasi Evaluasi
dengan Pendekatan Collaborative Business Process
Management.”http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1712/1493 (dia
kses 01 November 2012)
Anderson, E.T. & J. McFarlane, 2004. Community as Partner Theory and Practice in
Nursing 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Anonym. 2007. Prinsip-prinsip Kemitraan. Sebuah Pernyataan Komitmen . Global
Humanitarian Platform (online). (www.globalhumanitarianplatform.org di akses 23
Oktober 2011)
Asnawi. 2007. Teori Motivasi. Jakarta: Rineka Cipta
Azwar. 2008. Perilaku Manusia. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2005. Kemitraan. Pusat Promosi Kesehatan. http://www. promokes.go.id,
diunduh pada tanggal 23 Oktober 2011
Dr. Suparyanto. 2010. Konsep Motivasi. http:/www.dr-
suparyanto.blogspot.com di akses pada 31 Oktober 2012 pukul
09:48
Elder. 1994. Motivating Health Behavior. New York: Delmar Publisher Inc.
Feldman. 2003. Essentials of Understanding Psychology. New York: Mc-Graw Hill Co. Inc
Irwanto. 2008. Klasifikasi Motivasi. http://www.media.com. diakses
tanggal 26 Maret 2010
Maulana, H.D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
Mohibbin. 2008. Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta: EGC
Mubarok. 2007. Teori Kebutuhan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoadmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Potter,P.A,. & Perry,A.G,. 2009. Fundamental of Nursing : concepts,
process, and Practice. El : Mosby
Purwanto. 2008. Unsur Motivasi. Jakarta : Balai Pustaka
Rusmi. 2008. Teori Movasi .Jakarta: Bintang Pustaka
Saifudin. 2002. Sikap dan Skala Pengukurannya. Jakarta:PT.Rineka Cipta
Siegler, EL., and Whitney, F.W. (1999). Nurse-Physician Collaboration: Care of Adults and
The Elderly. (Terj. Indraty). Jakarta: EGC.
Stanhope, M., and Lancaster, J. (2000). Communinity & Public Health Nursing. St. Louis:
Mosby.
Sunaryo. 2005. Psikologi Kesehatan untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Sunaryo. 2006. Psikologi untuk Kesehatan. Jakarta : EGC
Swanburg. 2006. Motivasi. Jakarta: Bintang pustaka