Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

28
NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FERMENTASI Disusun oleh: RezkyDwi NIM : 09.70.0077 Kelompok A1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

description

Pada praktikum teknologi fermentasi kali ini, dilakukan pembuatan produk nata de coco. Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah air kelapa. Menurut Widayati et al. (2002), produksi kelapa sangat melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal, bahkan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Air kelapa dapat dibuat menjadi sumber isolat bakteri dan substrat untuk fermentasi. Air kelapa mengandung gula, protein, asam amino, serta berbagai macam vitamin dan mineral. Air kelapa dapat digunakan sebagai bahan dasar fermentasi asam-asam organik. Kelebihan dari air kelapa antara lain harganya sangat murah, mempunyai kadar kontaminasi yang lebih kecil sebab termasuk produk alami dan bukan merupakan sisa suatu proses produksi, produk samping minimum serta terjamin kontinuitas ketersediaannya. Air kelapa tersusun atas polisakarida (dekstrosa) dengan kadar gula sekitar 7-10 %. Nata berasal dari bahasa Spanyol yang artinya krim. Selain nata de coco yang berasal dari air atau sari kelapa, dikenal juga nata de pina yang merupakan krim yang berasal dari sari nanas. Krim atau nata dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi, A. xylinum menggunakan nutrisi dalam medium air kelapa, membentuk lendir, lapisan selulosa transparan pada permukaan medium (Jagannath,et al.,(2008).

Transcript of Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Page 1: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMFERMENTASI

Disusun oleh:

RezkyDwi

NIM : 09.70.0077

Kelompok A1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ketebalan lapisan nata de coco serta hasil pengamatan uji sensori

yang meliputi aroma, warna, tekstur dan rasa dari pada masing-masing kelompok dapat

dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2. berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Ketebalan Lapisan Nata de Coco

KelTinggi

media awal (cm)

Ketebalan Presentase LapisanH0 H7 H14 H0 H7 H14

A1 1 0 0,9 cm 0,9 cm 0 90 % 90 %A2 1 0 1 cm 0,5 cm 0 100 % 50 %

A3 1,2 0 0,7 cm 0,5 cm 0 58,33 % 41,67 %

A4 1 0 0,8 cm 0,5 cm 0 80 % 50 %A5 1 0 1 cm 0,8 cm 0 100 % 80 %

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui perubahan ketebalan lapisan nata de coco dari

hari ke-0 sampai hari ke-14. Pada hari ke-0 ketebalan nata de coco pada semua

kelompok adalah 0, yang artinya belom ada lapisan nata yang terbentuk. Pada hari ke-7

sudah mulai terbentuk lapisan nata de coco. Presentase lapisan nata de coco pada hari

ke-7 pada kelompok A1 sebesar 90%, kelompok A2 sebesar 100%, kelompok A3

sebesar 58,33%, kelompok A4 sebesar 80% dan kelompok A5 sebesar 100%. Setelah

hari ke-14 ketebalan lapisan nata de coco pada semua kelompok mengalami penurunan.

Presentase lapisan nata de coco pada hari ke-14 pada kelompok A1 sebesar 90%,

kelompok A2 sebesar 50%, kelompok A3 sebesar 41,67%, kelompok A4 sebesar 50%

dan kelompok A5 sebesar 80%.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoKelompok Aroma Warna Tesktur Rasa

A1 +++ ++ ++ +++A2 ++++ ++ ++ +++A3 ++++ ++ +++ +++A4 ++++ ++ +++ ++++A5 ++++ ++ +++ ++++

Keterangan :Aroma Warna Tekstur Rasa++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : tidak manis+++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : agak manis++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : manis+ : sangat asam + : bening + : tidak kenyal + : sangat manis

Page 3: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat hasil uji sensori nata de coco yang meliputi aroma,

warna, tekstur dan rasa dari kelima kelompok. Untuk parameter aroma, didapatkan nata

de coco pada kelompok A1 memiliki aroma agak asam, kelompok A2, A3, A4 dan A5

sama-sama memiliki aroma tidak asam. Untuk parameter warna dari nata de coco hasil

uji sensori didapatkan hasil yang sama dari semua kelompok yaitu nata de coco

berwarna putih agak bening. Parameter tekstur nata de coco pada kelompok A1 dan A2

memiliki tekstur agak kenyal, kelompok A3, A4 dan A5 memiliki tekstur kenyal. Untuk

parameter rasa nata de coco yang dihasilkan pada kelompok A1, A2 dan A3 memiliki

rasa agak manis dan pada kelompok A4 dan A5 memiliki rasa tidak manis.

Page 4: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

2. PEMBAHASAN

Beberapa pengertian nata de coco dari beberapa sumber jurnal yang didapat. Menurut

Santosa et al. (2012), nata de coco adalah produk fermentasi dari air kelapa dengan

mikroba Acetobacter xylinum yang terdiri dari komponen selulosa. Nata de coco

memiliki bentuk padat, kokoh, kuat, berwarna putih transparan, bertekstur kenyal

dengan rasa menyerupai kolang-kaling. Produk ini sering dicampurkan ke dalam es

krim, coctail buah, sirup, dan berbagai makanan ringan lainnya (Astawan & Astawan,

1991). Menurut Anastasia et al. (2008) nata adalah selulosa yang memiliki bentuk padat

dan berwarna putih transparan. Nata memiliki tekstur kenyal dengan kandungan air

sekitar 98% dan umumnya dikonsumsi sebagai makanan ringan. Nilai nutrisi dari nata

de coco sangat rendah karena kandungan terbesarnya adalah air. Nata de coco juga

mengandung serat kasar (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses

fisiologi (Astawan & Astawan, 1991). Menurut Mesomya et al. (2006), nata de coco

memiliki kandungan selulosa yang tinggi, rendah lemak dan kalori, serta tidak

mengandung kolesterol. Nata de coco baik dikonsumsi untuk menjaga berat badan dan

mencegah penyakit kanker colon dan rectum. Menurut Halib et al. (2012), nata de coco

berpotensi menjadi sumber selulosa murni untuk berbagai keperluan industri.

Pada praktikum teknologi fermentasi kali ini, dilakukan pembuatan produk nata de

coco. Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah air kelapa. Menurut

Widayati et al. (2002), produksi kelapa sangat melimpah namun belum dimanfaatkan

secara maksimal, bahkan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Air

kelapa dapat dibuat menjadi sumber isolat bakteri dan substrat untuk fermentasi. Air

kelapa mengandung gula, protein, asam amino, serta berbagai macam vitamin dan

mineral. Air kelapa dapat digunakan sebagai bahan dasar fermentasi asam-asam

organik. Kelebihan dari air kelapa antara lain harganya sangat murah, mempunyai kadar

kontaminasi yang lebih kecil sebab termasuk produk alami dan bukan merupakan sisa

suatu proses produksi, produk samping minimum serta terjamin kontinuitas

ketersediaannya. Air kelapa tersusun atas polisakarida (dekstrosa) dengan kadar gula

sekitar 7-10 %. Nata berasal dari bahasa Spanyol yang artinya krim. Selain nata de coco

yang berasal dari air atau sari kelapa, dikenal juga nata de pina yang merupakan krim

Page 5: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

yang berasal dari sari nanas. Krim atau nata dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum

melalui proses fermentasi, A. xylinum menggunakan nutrisi dalam medium air kelapa,

membentuk lendir, lapisan selulosa transparan pada permukaan medium (Jagannath,et

al.,(2008).

Kultur Acetobacter xylinum merupakan kultur bakteri yang digunakan sebagai starter

pada pembuatan nata. Bakteri A.xylinum membutuhkan syarat nutrisi untuk

pertumbuhannya, yaitu air 90%, protein 0,29 %, lemak 0,15 %, karbohidrat 7,27 % serta

abu 1,06 % yang tersedia pada air kelapa. Selain itu, dalam air kelapa terdapat juga

nutrisi – nutrisi berupa sukrosa, dektrosa, fruktosa dan vitamin B kompleks yang terdiri

dari asam nikotinat 0,01 ug, asam pantotenat 0,52 ug, biotin 0,02 ug, riboflavin 0,01 ug

dan asam folat 0,003 ug per ml. Nutrisi-nutrisi tersebut merangsang pertumbuhan

Acetobacter xylinum untuk membentuk nata de coco (Palungkun, 1996). Acetobacter

xylinum merupakan bakteri yang digunakan dalam pembuatan nata de coco yang

mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan oleh

A.xylinum berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substratnya. Bakteri ini juga

terdapat pada produk kombucha (fermentasi dari teh). Faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan A.xylinum adalah sumber karbon, nitrogen, pH, udara (oksigen) dan

temperatur (Suwijah, 2011).

Proses pembuatan nata de coco pada praktikum ini meliputi 2 tahapan utama, yaitu

pembuatan media dan proses fermentasi. Menurut Volk & Wheeler (1993), pembuatan

media bertujuan untuk memberikan makanan, menunjang kondisi lingkungan untuk

pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, membuat biakan penyuburan, serta

mendapatkan biakan murni. Pada praktikum ini, pertama-tama 1 liter air kelapa yang

akan digunakan disaring terlebih dahulu. Menurut Astawan & Astawan (1991), proses

penyaringan bertujuan untuk membebaskan air kelapa dari kotoran-kotoran yang masih

ada. Setelah itu, air kelapa dimasak hingga mendidih dengan tujuan membunuh mikroba

kontaminan yang ada di dalam air kelapa (Tortora et al., 1995).

Page 6: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Gambar 1. Penyaringan air kelapa pada pembuatan media

Air kelapa yang sudah dimasak selanjutnya ditambahkan dengan gula pasir sebanyak

10% dan diaduk hingga larut. Menurut Hayati (2003), penambahan gula bertujuan untuk

memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor nata de coco yang ideal, serta sebagai

pengawet. Menurut Awang (1991), gula merupakan sumber karbon organik yang dapat

digunakan oleh bakteri. Jenis gula yang digunakan dalam praktikum ini adalah gula

pasir. Menurut Pambayun (2002), sumber karbon yang paling sering digunakan dalam

pembuatan nata de coco adalah sukrosa karena memiliki harga yang murah dan mudah

untuk didapatkan. Penambahan gula yang digunakan dalam praktikum ini sudah sesuai,

yaitu sebanyak 10%. Keberadaan gula yang terlalu berlebih akan membuat bakteri

Acetobacter xylinum tidak mampu memanfaatkannya secara optimal, sehingga akan ada

banyak gula yang terbuang. Konsentrasi optimum gula untuk membuat nata de coco

adalah 10%. Pada konsentrasi ini, bakteri Acetobacter xylinum dapat menghasilkan nata

yang tebal dan liat (Sunarso, 1982).

Setelah dilakukan penambahan gula, air kelapa tersebut ditambahkan ammonium sulfat

sebanyak 0,5% dari volume total air kelapa. Ammonium sulfat merupakan sumber

nitrogen. Menurut Awang (1991), syarat minimal medium yang digunakan untuk proses

fermentasi adalah mengandung unsur karbon dan nitrogen. Menurut Pambayun (2002),

nitrogen dapat mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri pembentuk nata. Sumber

nitrogen yang digunakan dapat diperoleh dari protein maupun ekstrak yeast (nitrogen

organik), ammonium fosfat (ZA), urea dan ammonium sulfat (nitrogen anorganik).

Page 7: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Penggunaan ammonium fosfat dapat menghambat pertumbuhan dari Acetobacter aceti

yang merupakan bakteri pesaing Acetobacter xylinum dalam fermentasi nata .

Gambar 2. Proses pemasakan nata de coco

Setelah dilakukan penambahan sumber nitrogen, air kelapa tersebut ditambahkan

dengan asam asetat glasial hingga pH 4-5. Tahapan ini sesuai dengan teori Anastasia et

al. (2008) yang mengatakan jika untuk menciptakan pH medium yang sesuai dengan

kebutuhan Acetobacter xylinum perlu dilakukan penambahan acidulan ke dalam

medium. Menurut Jagannath et al. (2008) pada pH 4-4,2 serta diberikan penambahan

ammonium sulfat sebanyak 0,45-0,5% serta sukrosa sebanyak 10% akan terbentuk nata

yang tebal. Bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok untuk tumbuh pada suasana asam,

yaitu sekitar pH 4,3 dan tidak dapat tumbuh pada kondisi basa (Pambayun, 2002).

Menurut Atlas (1984), pada kondisi pH 4,5; 2,5-asam ketoglukonat akan diubah

menjadi selulosa. Pengukuran pH pada praktikum ini dilakukan menggunakan pH

meter. pH yang terlalu rendah akan menyebabkan Acetobacter xylinum menggunakan

energi secara berlebih untuk mengatasi stress akibat perbedaan pH yang terlalu besar.

Hal ini menyebabkan aktivitas Acetobacter xylinum menjadi terhenti karena energi yang

tersedia telah habis (Atlas, 1984). Air kelapa yang sudah dikondisikan pH-nya

selanjutnya akan dimasak dan disaring lagi. Proses pemasakan ini bertujuan agar media

menjadi steril. Menurut Pato & Dwiloted (1994) sterilisasi bertujuan untuk membunuh

mikroorganisme yang tidak diinginkan, sedangkan proses penyaringan bertujuan untuk

mendapatkan media yang bersih bebas dari kontaminan.

Page 8: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Setelah dilakukan proses pembuatan media, selanjutnya dilakukan proses fermentasi.

Pada proses ini, mula-mula 100 ml media steril yang telah disiapkan dimasukkan ke

dalam wadah plastik dan diberikan penambahan 10% starter nata. Pada praktikum ini,

starter yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Proses penambahan starter

dilakukan secara aseptis. Penambahan starter pada praktikum ini sudah sesuai dengan

teori Rahayu et al.(1993) yang mengatakan jika jumlah inokulum yang ditambahkan

dalam pembuatan nata berkisar 1-10%. Penambahan inokulum akan menyebabkan

terjadinya pertumbuhan nata pada substrat. Menurut Fardiaz (1992), kelompok

Acetobacter bersifat anaerobik. Kelompok Acetobacter dapat mengoksidasi etanol

menjadi asam asetat. Bakteri ini dapat mengoksidasi asam amino secara lengkap

menjadi CO2 dan H2O dengan membebaskan amonia, dan terkadang akan melepaskan

H2S jika asam aminonya mengandung kelompok sulfidril.

Gambar 3. Pengukuran pH nata de coco

Setelah dilakukan penambahan inokulum, wadah tersebut digojog perlahan agar seluruh

starter bercampur homogen. Media yang sudah bercampur dengan inokulum tersebut

selanjutnya ditutup menggunakan kertas coklat dan diinkubasikan pada suhu ruang

selama 2 minggu. Selama proses inkubasi, wadah tersebut tidak boleh digoyang agar

lapisan nata yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Tahapan dalam praktikum ini sudah

sesuai dengan teori Rahayu et al. (1993) yang mengatakan jika untuk mendapatkan nata

Page 9: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

dengan ketebalan yang optimum dan baik, lama fermentasi berkisar 10-14 hari dan suhu

28-32°C. Selain itu menurut percobaan yang dilakukan oleh Czaja et al. (2004), pada

hari ke-16, tidak lagi tampak pertumbuhan lapisan nata oleh bakteri Acetobacter

xylinum. Hal ini menunjukkan jika proses fermentasi selama 14 hari sudah optimal.

Gambar 4. Nata de coco siap diinkubasi suhu ruang selama 2 minggu

Nata yang terbentuk pada praktikum ini berada pada permukaan cairan. Menurut

Palungkun (1996), gelembung-gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama proses

fermentasi mempunyai kecenderungan melekat pada jaringan selulosa, sehingga

menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke permukaan cairan. Nata yang telah

terbentuk di permukaan cairan akan turun apabila terjadi gangguan selama fermentasi,

misalnya adanya goyangan. Goyangan juga dapat memungkinkan pecahnya nata yang

terbentuk.

Proses inkubasi bertujuan untuk memberikan kesempatan pada bakteri untuk

beradaptasi, beraktitivas, dan menumbuhkan nata pada substrat dengan mengubah gula

menjadi selulosa hingga terbentuk lapisan nata de coco. Pada praktikum ini, dilakukan

pengamatan terhadap ketebalan lapisan nata yang terbentuk pada hari ke-0, hari ke-7,

dan hari ke-14. Berdasarkan Tabel 1 hasil pengamatan, dapat diketahui jika pada hari

ke-0 belum ada lapisan nata yang terbentuk pada semua kelompok. Pada hari ke-7,

terbentuk lapisan nata dengan ketinggian yang berbeda-beda pada setiap kelompok.

Setelah diukur ketinggiannya, dilakukan perhitungan presentase lapisan dengan rumus:

Page 10: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Presentase Lapisan : ketebalan NDCketinggian NDC awal

x100%

Setelah dilakukan perhitungan, dapat diketahui presentase lapisan nata de coco pada

hari ke-7 pada kelompok A1 sebesar 90%, kelompok A2 sebesar 100%, kelompok A3

sebesar 58,33%, kelompok A4 sebesar 80% dan kelompok A5 sebesar 100%. Setelah

hari ke-14 ketebalan lapisan nata de coco pada semua kelompok mengalami penurunan.

Presentase lapisan nata de coco pada hari ke-14 pada kelompok A1 sebesar 90%,

kelompok A2 sebesar 50%, kelompok A3 sebesar 41,67%, kelompok A4 sebesar 50%

dan kelompok A5 sebesar 80%. Presentase lapisan pada setiap kelompok berbeda-beda

dapat disebabkan karena ukuran dari wadah yang berbeda, sehingga ketinggiannya juga

berbeda. Menurut Jagannath, et al.(2008) dalam jurnalnya dikatakan bahwa ketebalan

lapisan nata yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pH serta konsentrasi dari sukrosa

dan amonium sulfat. Ketebalan nata maksimal akan diperoleh pada kondisi pH 4,

dengan konsentrasi sukrosa sebesar 10% dan amonium sulfat sebesar 0,5%. Kondisi

nata tersebut sama dengan perlakuan dalam praktikum ini, sehingga seharusnya semua

hasil nata de coco mencapai ketebalan maksimal. Menurut Seumahu, et al. (2007),

fermentasi nata yang baik akan menghasilkan lapisan selulosa tebal (1,5-2 cm), gel

selulosa yang homogen dengan transparansi yang tinggi, sementara fermentasi nata

yang buruk akan menghasilkan busa, tipis (kurang dari 0,5 cm), lembut, gel nata

berwarna putih atau buram setelah 8 hari fermentasi.

Pembentukan lapisan nata menunjukkan adanya aktivitas dari Acetobacter xylinum pada

media air kelapa. Hal ini sesuai dengan teori Rahman (1992) yang mengatakan jika

aktivitas dari Acetobacter xylinum ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan yang

berwarna putih, yang lama kelamaan akan semakin melebar dan memadat. Ketebalan

nata yang mengalami peningkatan dari hari ke-0 hingga hari ke-14 sudah sesuai dengan

teori Anastasia et al. (2008) yang mengatakan jika Acetobacter xylinum selama

fermentasi akan terus bekerja memecah gula yang ada dalam medium. Hal ini

menyebabkan polisakarida yaitu selulosa akan membentuk benang-benang serat yang

terus menebal membentuk jaringan kuat dan disebut pelikel nata.

Page 11: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Setelah dilakukan proses fermentasi selama 14 hari, nata yang terbentuk dicuci

menggunakan air mengalir dan direndam dalam aquades selama 3 hari. Setiap harinya,

aquades yang digunakan untuk merendam nata diganti dengan aquades yang baru.

Proses perendaman ini bertujuan agar nata yang dihasilkan tidak berbau asam (Rahayu

et al., 1993). Setelah direndam, nata yang terbentuk dipotong kecil-kecil dan dimasak

dengan menggunakan air gula. Setelah nata dimasak, selanjutnya dilakukan uji sensori

terhadap aroma, warna, dan tekstur nata yang terbentuk.

Gambar 5. Nata de coco Kloter A setelah dimasak

Hasil uji sensori nata de coco yang meliputi aroma, warna, tekstur dan rasa dari kelima

kelompok. Untuk parameter aroma, didapatkan nata de coco pada kelompok A1

memiliki aroma agak asam, kelompok A2, A3, A4 dan A5 sama-sama memiliki aroma

tidak asam. Aroma asam pada nata disebabkan karena pencucian nata kurang optimal

sehingga bau asam dari asam asetat glasial masih tersisa. Menurut Anastasia et al.

(2008), semakin sering penggantian aquades yang digunakan untuk merendam nata

maka aroma asam nata tersebut akan semakin berkurang.

Untuk parameter warna dari nata de coco hasil uji sensori didapatkan hasil yang sama

dari semua kelompok yaitu nata de coco berwarna putih agak bening. Hasil ini sesuai

dengan jurnal yang didapatkan dimana nata de coco memiliki bentuk padat, kokoh,

Page 12: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

kuat, berwarna putih transparan, bertekstur kenyal dengan rasa menyerupai kolang-

kaling (Santosa et al., 2012). Menurut Rahman (1992), memungkinkan dapat terjadi

pembentukan warna kuning keruh pada nata. Hal ini menunjukkan adanya perombakan

substrat oleh bakteri. Dan menurut Rahman (1992), nata yang dihasilkan memiliki

endapan, endapan ini terbentuk karena adanya degradasi substrat oleh mikroorganisme

serta reaksi antara gula dengan nitrogen yang terlarut dalam cairan.

Pada hasil pengamatan parameter tekstur dari nata de coco pada kelompok A1 dan A2

memiliki tekstur agak kenyal, kelompok A3, A4 dan A5 memiliki tekstur kenyal.

Pengukuran tekstur dilakukan dengan cara menggigit nata yang sudah dimasak.

Menurut Anastasia et al. (2008), kekenyalan nata ditentukan dari ketebalan nata yang

dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan serat kasar yang dihasilkan maka semakin banyak

air yang mengisi rongga-rongga antar selulosa sehingga nilai kekenyalannya semakin

turun.

Untuk parameter rasa nata de coco yang dihasilkan pada kelompok A1, A2 dan A3

memiliki rasa agak manis dan pada kelompok A4 dan A5 memiliki rasa tidak manis.

Konsentrasi gula yang digunakan pada praktikum adalah sebanyak 10%. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sunarso (1982) yang mengatakan bahwa konsentrasi optimum gula

untuk membuat nata de coco adalah 10%. Pada konsentrasi ini, bakteri Acetobacter

xylinum dapat menghasilkan nata yang tebal dan liat. Sedangkan perbandingan rasa

agak manis dan tidak manis pada nata yang dihasilkan pada saat praktikum adalah

dipengaruhi dari panelis yang memiliki indera perasa dan penilaian rasa yang berbeda

sehingga hasilnya kurang akurat.

Berdasarkan jurnal Nurhayati (2006) dikatakan penambahan gula pada proses

pembuatan nata de coco tidak mempengaruhi berat maupun ketebalan dari nata de coco

selama fermentasi berlangsung (14 hari), dikatakan nata merupakan hasil olahan pangan

secara fermentasi dengan bantuan bakteri A.xylinum yang mana menghasilkan suatu

lapisan putih yang terapung di atasnya yang merupakan hasil dari perubahan gula

(sukrosa). Dikatakan pula bahwa penambahan gula tidak mempengaruhi suhu, derajat

keasaman (pH), kadar air, kadar serat, dan kadar protein.

Page 13: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Berdasarkan jurnal Suwijah (2011) ditambahkan beberapa contoh aplikasi nata yaitu

aplikasi dalam bidang medis yaitu dalam proses cetak langsung tablet (mikrokristal

selulosa) yang merupakan hasil olahan dari selulosa alami yang dapat diperoleh dari

berbagai tumbuhan maupun hasil fermentasi salah satunya nata. Karena mikrokristal

selulosa identik dengan impor dan mahal untuk dihasilkan produk tablet sehingga

pemanfaatan nata itu sendiri menjadikan mikrokristal selulosa untuk pembuatan tablet

menjadi murah. Yang kedua aplikasi dalam makanan yaitu pada penggunaan minuman,

sebagai pencuci mulut dan pada saus karena karakteristik selulosa bakteri sebagai bahan

pengental, dispersi, suspensi dan emulsi yang dapat diaplikasikan dalam makanan.

Page 14: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

3. KESIMPULAN

Nata de coco adalah produk fermentasi dari air kelapa dengan mikroba Acetobacter

xylinum yang terdiri dari komponen selulosa.

Nata de coco memiliki bentuk padat, kokoh, kuat, berwarna putih transparan,

bertekstur kenyal dengan rasa menyerupai kolang-kaling

Proses pembuatan nata de coco meliputi 2 tahapan utama, yaitu pembuatan media

dan proses fermentasi.

Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah air kelapa

Air kelapa tersusun atas polisakarida (dekstrosa) dengan kadar gula sekitar 7-10 %

Nata dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi, A.

xylinum menggunakan nutrisi dalam medium air kelapa, membentuk lendir, lapisan

selulosa transparan pada permukaan medium

Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan A.xylinum adalah sumber karbon,

nitrogen, pH, udara (oksigen) dan temperatur.

Sumber nitrogen seperti ammonium sulfat dapat mendukung pertumbuhan aktivitas

bakteri pembentuk nata.

Tujuan pembuatan media untuk memberikan makanan, menunjang kondisi

lingkungan untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, membuat biakan

penyuburan, serta mendapatkan biakan murni.

Tujuan penyaringan untuk membebaskan air kelapa dari kotoran-kotoran yang

masih ada.

Tujuan pemasakan air kelapa hingga mendidih adalah untuk membunuh mikroba

kontaminan yang ada di dalam air kelapa

Penambahan gula bertujuan untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor

nata de coco yang ideal, serta sebagai pengawet.

Konsentrasi gula yang digunakan pada saat praktikum adalah konsentrasi gula 10%

yang menyebabkan A.xylinum dapat menghasilkan nata yang tebal dan liat.

Syarat minimal medium yang digunakan untuk proses fermentasi adalah

mengandung unsur karbon dan nitrogen.

Page 15: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok untuk tumbuh pada suasana asam, yaitu

sekitar pH 4,3 dan tidak dapat tumbuh pada kondisi basa.

Nata dengan ketebalan yang optimum dan baik, lama fermentasi berkisar 10-14 hari

dan suhu 28-32°C.

Goyangan dapat menyebabkan pecahnya nata yang terbentuk.

Proses inkubasi bertujuan untuk memberikan kesempatan pada bakteri untuk

beradaptasi, beraktitivas, dan menumbuhkan nata pada substrat dengan mengubah

gula menjadi selulosa hingga terbentuk lapisan nata de coco.

Persen lapisan nata tertinggi ada pada kelompok A1 sebesar 90% dan terendah pada

kelompok A3 sebesar 41,67%.

Pembentukan lapisan nata menunjukkan adanya aktivitas dari Acetobacter xylinum

pada media air kelapa.

Proses perendaman nata dengan aquades bertujuan agar nata yang dihasilkan tidak

berbau asam.

Hasil uji sensori paramater aroma nata de coco didapatkan aroma tidak asam.

Hasil uji sensori parameter warna nata de coco yang didapatkan adalah putih agak

bening.

Hasil uji sensori parameter tekstur nata de coco yang didapatkan adalah agak

kenyal dan kenyal.

Hasil uji sensori parameter rasa nata de coco yang didapatkan adalah tidak manis

dan agak manis.

Contoh aplikasi nata yaitu pada bidang medis (pembuatan mikrokristal selulosa)

dan aplikasi pada makanan (bahan pengental, dispersi, suspensi dan emulsi).

Semarang, 4 Juni 2014 Asisten Dosen,

Rezky Dwi Chrysentia Archinitta L.M.

09.70.0077

Page 16: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

4. DAFTAR PUSTAKA

Anastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.

Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian Sosial–Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Czaja W.; Dwight R; and R. Malcolm Brown, Jr. (2004). Structural Investigations of Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Cellulose11: 403 411.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Halib, N.; Mohd C. I. M. A.; and Ishak A. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco fromLocal Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205–211

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Jagannath, A; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju; and A. S. Bawa. (2008). The Effect of Ph, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Nata-De-Coco) by Acetobacter Xylinum.World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:2593–2599.

Mesomya, W; Varapat P; Surat K.; Preeya L.; Yaovadee C.; Duangchan H.; Pramote T.; and Plernchai T. (2006). Effects of Health Food from Cereal and Nata De Coco on Serum Lipids in Human. J. Sci. Technol., 28(Suppl. 1) : 23-28.

Nurhayati, S. (2006). Kajian Pengaruh Kadar Gula Dan Lama Fermentasi TerhadapKualitas Nata De Soya. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Voume 7, Nomor 1, Maret 2006, 40 – 47.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. dan Dwiloted, B. (1994). Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 – 77.

Page 17: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti dan M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Santosa, B.; Kgs. Ahmad; and Domingus T. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11.

Seumahu, Cecilia Anna; Antonius Suwanto; Debora Hadisusanto; and Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Jurnal Mikrobiologi Indonesia Vol. 1 (2) : 65-68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Suwijah. (2011). Pengaruh Kadar Gula, Vitamin C Dan Kadar Serat Dari Sari Buah Markisa Ungu (Passiflora Edulis Var Edulis) Pada Pembuatan Nata De Coco dengan

Menggunakan Acetobacter Xylinum. Medan.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Page 18: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Persentase Lapisan Nata =

Tinggi Ketebalan NataTinggi Media Awal

x 100%

Kelompok A1

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,91

x 100% = 90 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0 .91

x 100%

= 90 %

Kelompok A2

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

11

x 100% = 100 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51

x 100%

= 50 %

Kelompok A3

H0 Persentase Lapisan Nata =

01,2

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,71,2

x 100% = 58,33 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51,2

x 100%

= 41,67 %

Kelompok A4

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,81

x 100% = 80 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51

x 100%

= 50 %

Page 19: Fermentasi NDC_Rezky Dwi_09.70.0077_Universitas Katolik Soegijapranata

Kelompok A5

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

11

x 100% = 100 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,81

x 100%

= 80 %

5.2. Jurnal

5.3. Laporan Sementara