Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_melita Mulyani_12.70.0080_b3
Kinetika: Fermentasi dalam minuman vinegar_Lydia_11.70.0004_Universitas Soegijapranata
-
Upload
lydianovita -
Category
Documents
-
view
28 -
download
5
description
Transcript of Kinetika: Fermentasi dalam minuman vinegar_Lydia_11.70.0004_Universitas Soegijapranata
Acara I
KINETIKA: FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI
` Disusun oleh:
Nama: Lydia Novita
NIM: 11.70.0004
Kelompok: D1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
2
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan rata-rata jumlah mikroba/cc, optical density (OD), pH, dan total asam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan Total Asam
Kel Perlakuan Waktu∑ M.O tiap petak Rata 2/∑ m.o
tiap petakRata2
/∑tiap ccOD pH Total Asam
1 2 3 4D1
Sari Apel + Saccharomyces
cereviseae
N0 19 26 20 16 20,25 8,08 x 108 0,0928 3,34 11,52 N24 79 160 110 137 98,25 3,93 x 108 0,6167 3,33 11,52 N48 160 128 171 179 159,5 6,38 x 108 1,0400 3,45 14,44 N72 72 212 180 77 135,25 5,41 x 108 1,6038 3,46 14,44 N96 141 130 122 142 133,75 5,35 x 108 1,1195 3,45 11,52
D2
Sari Apel + Saccharomyces
cereviseae
N0 19 26 29 26 25 1 x 108 0,0273 3,38 10,944 N24 42 49 43 42 44 1,76 x 108 0,6882 3,35 11,94 N48 82 115 114 121 108 4,32 x 108 0,9875 3,45 14,44 N72 122 117 125 125 122,25 4, 89 x 108 0,9958 3,46 10,56 N96 147 146 152 140 146 5,84 x 108 1,5034 3,54 11,36
D3
Sari Apel + Saccharomyces
cereviseae
N0 7 16 18 6 11,75 4,7 x 107 0,0558 3,35 11,52 N24 62 58 79 75 68,5 2,74 x 108 0,5095 3,28 12,48 N48 112 97 133 141 120,75 4,83 x 108 1,0695 3,42 14,40 N72 104 109 116 120 112,25 4,49 x 108 1,0033 3,41 14,40 N96 182 193 189 203 191,75 7,67 x 108 1,3080 3,45 10,56
D4
Sari Apel + Saccharomyces
cereviseae
N0 6 5 7 9 6,75 2,7 x 107 0,0135 3,32 11,52 N24 97 90 86 92 91,25 3,65 x 108 0,6189 3,31 13,056 N48 150 100 136 90 119 4,76 x 108 0,9435 3,39 13,248 N72 161 159 `55 160 158,75 6,35 x 108 0,9108 3,42 13,44 N96 99 60 47 67 68,25 2,73 x 108 1,1990 3,45 12,288
D5 Sari Apel + N0 39 32 42 21 33,5 1,34 x 108 0,0087 3,33 12,67
3
Saccharomyces cereviseae
N24 115 185 174 210 179 7,16 x 108 1,0027 3,32 16,896 N48 215 256 188 188 219 8,76 x 108 1,3256 3,43 9,792 N72 271 240 231 281 230,75 9,23 x 108 1,3124 3,45 10,56 N96 220 204 255 207 221,5 8,86 x 108 1,0482 3,49 11,904
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran jumlah biomassa sel pada vinegar fermentasi. Pengukuran biomassa sel ini dilakukan pada jam
ke 0, 24, 48, 72, dan 96. Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh hasil yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Jumlah rata-rata
mikroba setiap cc hampir pada seluruh kelopok diperoleh hasil yang fluktuatif. Hanya pada kelompok D2 yang dihasilkan jumlah rata-rata
mikroba yang menunjukkan peningkatan dari hari ke hari. Sedangkan pada hasil uji kekeruhan/ OD juga diperoleh hasil yan fluktuatif.
Pada kelompok D2 dan D3 didapatkan hasil peningkatan kekeruhan/ nilai OD pada jam ke 0,24,48,72, dann 96. Nilai pH yang diperoleh
pada N0, N24, N48, N72, dan N96 juga mengalami perubahan. Pada N0 diperoleh pH dengan kisaran antara 3,32 hingga 3,38. Pada N24
diperoleh nilai pH dengan kisaran 3,28- 3,35. Pada N48 diperoleh pH dengan kisaran 3,31-3,45. Pada N72 diperoleh nilai pH dengan kisaran
3,41-3,46. Pada N96 nilai pH meningkat dengan kisaran 3,45-3,54. Berdasarkan pada hasil total asam diperoleh hasil yang fluktuatif pada
seluruh kelompok. Pada N0 total asam yang diperoleh seluruh kelompok berkisar antara 10,944-12,67. Pada N24 total asam yang diperoleh
berkisar dari 11,52-16,896. Sedangkan pada N48 total asam yang diperoleh berkisar dari 9,792-14,44. Pada N72 total asam yang diperoleh
berkisar dari 10,56-14,40. Dan pada N96 diperoleh total asam dengan kisaran 10,56-12,288.
4
Grafik 1. Hubungan Optical Density (OD) dengan Waktu
0 20 40 60 80 100 1200
0.5
1
1.5
2
Grafik Hubungan Nilai OD dengan Waktu
OD 1OD 2OD 3OD 4OD 5
Waktu (jam)
nila
i OD
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan optical density (OD) dengan waktu
pada setiap kelompok diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok D1 nilai OD
mengalami peningkatan hingga N72 lalu ketika memasuki N96 mulai terjadi penurunan.
Pada kelompok D3 dan D4 terjadi peningkatan hingga N48 kemudian terjadi penurunan
pada N72 dan peningkatan kembali pada N96. Pada kelompok D3 peningkatan terjadi
hingga N48 kemudian dilanjutkan dengan penurunan hingga N72 dan peningkatan terjadi
kembali pada N96. Kelompok D2 terjadi peningkatan hingga N48 lalu penurunan pada
N72 dan dilanjutkan dengan peningkatan pada N96.
Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
0 20 40 60 80 100 1200
20
40
60
80
100
Grafik Hubungan Jumlah Sel/cc dengan Waktu
D1D2D3D4D5
Waktu (jam)
Jum
lah
sel/
cc (x
107
)
5
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan waktu untuk
setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Untuk kelompok D1 jumlah sel
yang diperoleh mengalami peningkatan hingga N48 kemudian menurun hingga N72 dan
cenderung statis pada N96. Pada kelompok D2 jumlah sel terus mengalami peningkatan
hingga N96. Pada kelompok D3 peningkatan jumlah sel terjadi hingga N48 lalu terjadi
penurunan hingga N72 kemudian dilanjutkan dengan peningkatan jumlah sel hingga N96.
Pada kelompok D4 dihasilkan jumlah sel yang fluktuatif. Pada N24 terjadi peningkatan
jumlah sel, lalu pada N48 terjadi penurunan jumlah sel, kemudian pada N72 terjadi
peningkatan jumlag sel dan pada N96 terjadi penurunan jumlah sel. Pada D5 jumlah sel
yang diperoleh mengalami peningkatan hingga N72 dan cenderung statis hingga N96.
Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH
3.25 3.3 3.35 3.4 3.45 3.5 3.55 3.60
20
40
60
80
100
Grafik Hubungan Jumlah Sel/cc dengan Nilai pH
D1D2D3D4D5
Nilai pH
Jum
lah
sel/
cc (x
107)
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan pH untuk setiap
kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Untuk kelompok D1 jumlah sel terbanyak
diperoleh pada pH 3,45 sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada pH 3,33.
Pada kelompok D2 jumlah sel terbanyak diperoleh pada pH 3,54, sedangkan jumlah sel
paling sedikit diperoleh pada pH 3,38. Pada kelompok D3 jumlah sel terbanyak
diperoleh pada pH 3,45, sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada pH 3,28.
Pada kelompok D4 jumlah sel terbanyak diperoleh pada pH 3,45, sedangkan jumlah sel
paling sedikit diperoleh pada pH 3,32. Pada kelompok D5 jumlah sel terbanyak
diperoleh pada pH 3,43, sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada pH 3,33.
6
Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan Optical Density (OD)
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.80
20
40
60
80
100
Grafik Hubungan Jumlah sel/cc dengan OD
D1D2D3D4D5
OD
Jum
lah
sel/
cc (x
107
)
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan optical density
(OD) untuk setiap kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok D1
jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat OD 0,0928, sedangkan jumlah sel paling
sedikit saat OD 0,6166. Pada kelompok D2 jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat
OD 1,5034, sedangkan jumlah sel paling sedikit saat OD 0,0273. Pada kelompok D3
jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat OD 1,3080, sedangkan jumlah sel paling
sedikit saat OD 0,0558. Pada kelompok D4 jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat
OD 0,9108, sedangkan jumlah sel paling sedikit saat OD 0,0135. Pada kelompok D5
jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat OD 1,3124, sedangkan jumlah sel paling
sedikit saat OD 0,0087.
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
15.000 20.000 25.000 30.000 35.0000
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan To-tal Asam
A1A2A3A4A5
Total Asam
Jum
lah
Sel
7
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan total asam untuk
setiap kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Untuk kelompok D1 jumlah sel
paling banyak diperoleh saat total asam 11,52, sedangkan jumlah sel paling sedikit
diperoleh saat total asam 11,52. Pada kelompok D2 jumlah sel paling banyak diperoleh
saat total asam 11,36, sedangkan pada jumlah sel paling sedikit diperoleh saat total
asam 10,944. . Pada kelompok D3 jumlah sel paling banyak diperoleh saat total asam
11,52, sedangkan pada jumlah sel paling sedikit diperoleh saat total asam 10,56. . Pada
kelompok D4 jumlah sel paling banyak diperoleh saat total asam 13,44 sedangkan pada
jumlah sel paling sedikit diperoleh saat total asam 11,52. . Pada kelompok D5 jumlah
sel paling banyak diperoleh saat total asam 10,56, sedangkan pada jumlah sel paling
sedikit diperoleh saat total asam 12,67.
2. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan percobaan kinetika fermentasi dalam produksi minuman
vinegar. Studi kinetika pertumbuhan dan fermentasi ini perlu dan penting untuk
dipelajari karena hal ini merupakan dasar bagi proses fermentasi. Menurut Utami et al
(2009) dalam jurnalnya “Kinetika Fermentasi Yoghurt yang Diperkaya Ubi Jalar
(Ipomea Batatas)” , mengatakan bahwa kietika ini perlu dipelajari untuk memahami
setiap tahapan proses dan hal yang terjadi selama proses fermentasi. Kinetika dalam
proses fermentasi menggambarkan pertumbuhan serta pembentukan produk oleh
mikroorganisme, dimana mempengaruhi kemampuan respon sel mikroorganisme
tersebut.
Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa gula menjadi alkohol dan CO2 yang
dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme. Hasil dari fermentasi inibrgantung pada jenis
substrat/ bahan pangan yang digunakan, proses metabolisme, serta jenis
mikroorganisme yang berperan. Prinsip darri fermentasi ini adalah seluruh
mikroorganisme menggunakan unsur karbon (C) untuk substrat utama, lalu didukung
oleh substrat nitrogen (N). Oleh sebab itu hampir seluruh pangan dapat digunakan
sebagai substrat dalam proses fermentasi apabila bahan pangan tersebut mengandung
cukup karbon dan nitrogen (Winarno et al, 1980).
Dalam praktikum ini bahan yang digunakan adalah sari apel (cider apel) yang diberi
inokulum yeast Saccharomyces cereviceae. Cider juga merupakan minuman hasil
fermentasi yang dibuat dari sari buah atau bahan lain yang mengandung pati baik
dengan maupun tanpa penambahan gula yang difermentasi oleh yeast. Cider juga
terkandung kadar alkohol yang tidak terlalu tinggi (Ranganna, 1978). Hampir semua
jenis buah dapat digunakan sebagai substrat dalam pembuatan cider, dengan syarat
jumlah gula yang terkandung pada buah cukup untuk proses fermentasi. Dalam
praktikum ini sari apel difermentasi dengan menggunakan yeast, dimana yeast akan
mengubah gula yang ada pada apel menjadi etil alkohol dan karbon dioksida. Proses
pemecahan gula ini dibagi dalam 2 tahap. Pada tahap pertama, yeast akan mengubah
gula menjadi alkohol, kemudian tahap yang kedua bakteri asam laktat akan mengubah
8
9
asam malat menjadi karbon dioksida (Realita & Debby, 2010). Reaksi yang terjadi pada
proses fermentasi adalah:
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
(karbohidrat) (yeast) (alkohol) (gas)
(Rahman, 1992).
Teori tersebut juga didukung oleh Saha & Banerjee (2013) dalam jurnalnya berjudul
“Optimization of Process Parameters for Vinegar Production Using Banana
Fermentation” dalam penelitiannya dilakukan fermentasi dengan menggunakan jenis
buah pisang. Dalam jurnal ini fermentasi juga dilakukan 2 tahap, dimana pada tahap
pertama terjadi fermentasi secara anaerob, gula pada buah diubah menjadi ethanol.
Sedangkan pada tahap kedua merupakan oksidasi aerob mengubah ethanol menjadi
asam asetat.
Dalam praktikum ini digunakan yeast untuk memfermentasi cider apel. Yeast
merupakan organisme eukariotik dan memiliki karakteristik tidak membentuk spora
aseksual serta bersifat sebagai sel tunggal selama siklus pertumbuhan vegetatif. Yeast
memperbanyak diri dengan cara memecahkan diri menjadi sel baru (budding) serta
tumbuh dengan mengkonsumsi gula sebagai substrat dan mengubahnya menjadi energi.
Konsumsi gula oleh yeast ini memberikan hasil samping berupa alkohol dan CO2 (Chu,
2007). Yeast memiliki enzim yang dapat menghidrolisa sukrosa dan maltosa, tetapi
tidak dapat memecah pati menjadi residu glukosa (Matz, 1992). Kelebihan yeast dalam
proses fermentasi adalah dapat memberikan rasa serta aroma yang khas dan mampu
menahan pelepasan gas (Bennion & Hughes, 1970). Aktivitas dari yeast yang mampu
mengubah gula ini memiliki manfaat bagi kesehatan manusia terutama bagi penderita
diabeter melitus. Menurut Soltan & Shehata (2012) dalam jurnalnya berjudul
“Antidiabetic and Hypocholesrolemic effect of Different Types of Vinegar in Rats”
menyatakan bahwa senyawa aktif dalam vinegar seperti asam asetat dan asam oranik
dapat meningkatkan sekresi insulin pada beta sel. Dengan konsumsi vinegar yang
difermentasi dari sari buah apel juga akan memperlambat peningkatan gula darah
walaupun setelah dilakukan konsumsi karbohidrat.
10
Pada praktikum ini digunakan yeast jenis Saccahromyces cereviceae. Karakteristik
yeast ini adalah hidup bergerombol, tumbuh dengan cepat pada suhu ±20℃,
menghasilkan budding, memiliki diameter 5-10 µm, dan selnya mengapung pada
permukaan (Fardiaz, 1992).Saccharomyces cereviceae dapat ditumbuhkan dalam
fermentasi aerobik dengan metode fed batch dan dengan kondisi lingkungan pH sekitar
4-5. Pada kondisi aerob Saccharomyces cereviceae dapat memaksimalkan pertumbuhan
sel (Campelo & Isabel, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas
fermentasi dari Saccharomyces cereviceae antara lain tekanan osmotik dan kandungan
karbon serta nitrogen. Bhusan & Joshi (2006) dalam jurnalnya yang berjudul “Baker’s
Yeast production Under Fed Batch Culture from Apple Pomace” menambahkan bahwa
proses fermentasi dari Saccharomyces cereviceae akan dipengaruhi oleh tipe dan
konsentrasi sumber karbon, pH, suhu, dan oksigent terlarut sat agitasi.
2.1. Cara Kerja
2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan Haemocytometer
Pengukuran biomassa dalam praktikum ini menggunakan alat yang disebut
Haemocytometer. Alat ini berfungsi untuk menghitung sel dengan konsentrasi sel yang
rendah secara cepat. Haemocytometer memiliki 2 bagian ruang, dimana setiap ruang
terdapat garis mikroskopis yang telah tegores pada permukaan kacanya. Kedalaman dan
lebar garis mikroskopis tersebut telah diketahui dengan pasti, sehingga menyebabkan
alat ini cukup teliti untuk mengukur jumlah biomassa. Apabila dilihat dengan
menggunakan mikroskop, haemocytometer terbagi menjadi 9 kotak besar yang dibatasi
oleh 3 garis pada setiap sisinya. Dalam masing-masing 9 kotak terdapat 16 kotak kecil.
Jumlah sel yang dihitung merupakan sel yang terdapat dalam 4 kotak besar yang saling
berdekatan (Chen & Pei, 2011).
11
Gambar 1. Kotak pada Haemocytometer
Cara kerja dalam pengukuran biomassa ini pertama sebanyak 250 ml media
pertumbuhan steril disiapkan, kemudian 30 ml biakan yeast yang telah tersedia diambil
secara aseptis. Pengambilan biakan dilakukan secara akurat dengan menggunakan pipet
ukur yang telah disterilisasi. Setelah itu dilakuan inkubasi dengan perlakuan shaker atau
dengan penggoyangan. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang (25-30°C) selama 5 hari
dan setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10 ml secara aseptis dan
dilakukan pengujian tingkat kepadatan Saccharomyces cereviceae dengan
menggunakan haemocytometer, nilai OD, pH, dan total asam. Hal ini dilakukan utnuk
mngetahui tingkat pertumbbuhan sel yeast. Pengamatan dan nilai dari N0, N24, N48, N72,
dan N96 ditentukan dengan menggunakan teknik kepadatan sel. Faktor pengenceran
yang digunakan juga diperhatikan dan diperhitungkan. Apabila sampel terlalu keruh
maka dilakukan pengenceran kembali. Setelah dilakukan pengujian, dibuat suatu grafik
yang menggambarkan pertumbuhan yeast selama fermentasi berjalan.
Dalam proses pembuatan vinegar ini diberikan perlakuan pengocokan/ shaker pada
proses inkubasi. Hal ini bertujuan untuk emmbantu proses fermentasi, terutama dalam
memberikan supply oksigen pada media dan mikroba yang ditumbuhkan. Hal ini sesuai
dengan teori dari Said (1987) yang mengayakan bahwa proses shaker akan mensuplai
oksigen pada media dan turut membantu pertumbuhanmikroba secara aerobik. Proses
shaker ini meningkatkan supply oksigen sehingga jumlah sel mikroba dalam kultur akan
semakin meningkat. Winarno et al (1980) menambahkan bahwa Saccharomyces
cereviceae akan tumbuh cepat dan baik pada kondisi aerob.
1 2
34
12
Menurut Stanburry & Whittaker (1984) mengatakan bahwa proses pengadukan atau
shaker ini bertujuan untuk memperkecil ukuran gelembung udara, sehingga diperoleh
area yang lebih besar untuk transfer oksigen dan mengurangi terjadinya difusi. Pada
proses shaker ini kecepatan putaran harus dijaga karena gerakan berputar akan
menyebabkan media bergerak sehingga terjadi proses aerasi. Kecepatan putaran perlu
diatur agar kondisi lingkungan dalam media dapat stabil. Selama proses shaker
berlangsung erlenmeyer ditutup dengan menggunakan alumunium foil yang
mengkondisikan proses fermentasi berlangsung dengan steril. Hal ini sesuai dengan
teori dari Rahman (1992) yang mngatakan bahwa erlenmeyer yang diletakkan pada alat
shaker harus ditutup agar udara luar tidak masuk dalam erlenmeyer sehingga sterilitas
media terjaga.
Proses inkubasi pada praktikum ini dilakukan pada suhu ruang karena suhu ruang
merupakan kondisi suhu yang baik bagi pertumbuhan yeast. Menurut Fardiaz (1992)
suhu pertumbuhan pada yeast pada umumnya pada suhu 25-30°C dapat tumbuh dengan
baik. Sedangkan suhu maksimum yeast untuk tumbuh adalah 37-47°C.
2.1.2. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan Sel
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran absorbansi terhadap vinegar pada N0,
N24,N48,N72, dan N96. Cara kerja yang dilakukan adalah pertama kultur yeast yang telah
dibiakan diambil sebanyak 30 ml. Selanjutnya dilakukan penentuan Optical Density
(OD) dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Nilai
OD yang diperoleh dicatat dan dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel.
Selanjutnya dibuat grafik yang meninjukkan hubungan OD dengan kepadatan sel.
Penentuan panjang gelombang untuk mengukur absorbansi disesuaikan dengan
kemampuan larutan yang diujikan dalam mengabsorbsi panjang gelombang yang
ditentukan. Dalam praktikum ini, panjang gelombang yang digunakan adalah 660 nm.
Hal ini sesuai dengan teori dari Sevda & Rodrigues (2011) dalam jurnalnya
“Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L)
Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production” yang mengatakan
13
pengukuran absorbansi untuk Sacchatomyces cereviceae digunakan panjang gelombang
660 nm.
2.1.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar
Pada pengukuran pH cider apel, cara kerja yang dilakukan adalah larutan sampel
diambil sebanyak 10 ml. Kemudian sampel diukur dengan menggunakan pH meter.
Hasil pH yang diukur kemudian dicatat.
2.1.4. Pengukuran Total Asam Selama Fermentasi
Pada pengukuran total asam pada cider apel, menggunakan metode titrasi. Pertama 10
ml sampel ditetesi dengan 3 tetes PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1N. Titrasi
akan dihentikan bila larutan sampel telah mencapai titik akhir titrasi, yaitu berwarna
merah muda. Setelah itu, kadar total asam ditentukan dengan rumus:
Total asam=ml NaOH x N NaOH x19210 ml sampel
Pengukuran asam ini dilakukan bersamaan waktunya dengan pengukuran biomassa.
Kemudian dibuat analisis kadar total asam sitrat selama fermentasi, dan analisis
hubungan total biomassa dan kadar asam.
Titran yang digunakan dalam proses titrasi ini adalah NaOH. Menurut Petrucci &
Suminar (1987) titrasi yang dilakukan dengan menggunakan larutan standar untuk
mengetahui kadar zat terlarut maupun proses netralisasi. Proses titrasi ini biasanya
digunakan larutan asam kuat/ basa kuat. Indikator yang digunakan dalam praktikum ini
adalah PP. Hal ini sesuai dengan teori Chang (1991) yang mengatakan bahwa
penggunaan PP sebagai indikator karena digunakan titran NaOH yang bersifat basa,
karena PP tidak berwarna dalam asam dan larutan netral tetai akan berwarna merah
muda pada larutan basa.
2.2. Pembahasan Hasil
Berdasarkan pada hasil yang diperoleh, didapatkan hasil yang berbeda-beda pada setiap
kelompok walaupun jenis perlakuan yang diberikan sama yaitu sari apel ditambahkan
dengan kultur Saccharomyces cereviceae. Pada kelompok D1 diperoleh hasil nilai rata-
14
rata mikroba setiap cc didapatkan hasil yang fluktuatif sedangkan pada nilai OD
diperoleh hasil peningkatan kekeruhan hingga N72, tetapi terjadi penurunan kekeruhan
pada N96. Nilai pH yang diperoleh pada waktu N0 hingga N96 juga mengalami
peningkatan serta berkisar antara 3,34 hingga 3,45. Nilai total asam yang diperoleh juga
fluktuatif, dimana didapatkan hasil total asam 11,52-14,44. Pada kelompok D2
diperoleh hasil nilai rata-rata mikroba tiap cc dan juga nilai OD menunjukkan
peningkatan. Sedangkan pada nilai pH juga terjadi peningkatan dengan kisaran 3,38
hingga 3,54. Pada total asam diperoleh hasil yang fluktuatif. Pada kelompok D3
diperoleh hasil nilai rata-rata mikroba tiap cc dan juga nilai OD menunjukkan
peningkatan. Sedangkan pada nilai pH juga terjadi peningkatan dengan kisaran 3,28
hingga 3,45. Pada total asam diperoleh hasil yang fluktuatif. Pada kelompok D4
diperoleh hasil nilai rata-rata mikroba tiap cc yang flutuatif, sedangkan nilai OD
menunjukkan peningkatan. Pada nilai pH juga terjadi peningkatan dengan kisaran 3,31
hingga 3,45. Pada total asam diperoleh hasil yang fluktuatif. Pada kelompok D5
diperoleh hasil nilai rata-rata mikroba tiap cc dan nilai OD yang fluktuatif. Sedangkan
pada nilai pH juga terjadi peningkatan dengan kisaran 3,32 hingga 3,49. Pada total asam
diperoleh hasil yang fluktuatif.
2.2.1. Optical Density (OD) dengan Waktu
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil hubungan optical density (OD) dengan
waktu untuk setiap kelompok diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok D1
terjadi peningkatan nilai OD hingga N72 lalu dilanjutkan dengan penurunan. Pada
kelompok D2 terjadi peningkatan nilai OD hingga N96. Pada kelompok D3 dan D4
peningkatan OD terjadi hingga N48, lalu menurun pada N72, dan meningkat lagi pada
N96. Pada kelompok D5 terjadi peningkatan nilai OD hingga N48 kemudian terjadi
penurunan hingga N96.
2.2.2. Jumlah Sel dengan Waktu
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil hubungan jumlah sel dengan waktu
untuk setiap kelompok diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok D1 jumlah
sel menurun pada N24 kemudian terjadi peningkatan pada N48 dan dilanjutkan penurunan
jumalh sel hingga N96. Pada kelompok D2 jumlah sel terus meningkat hingga N96. Pada
15
kelompok D3 jumlah sel menurun pada N24, lalu pada N48 terjadi peningkatan kembali
kemudian penurunan jumlah sel terjadi pada N72, dan meningkat kembali pada N96. Pada
kelompok D4 dan D5 terjadi peningkatan jumlah sel hingga N72 dan menurun pada N96.
2.2.3. Jumlah Sel dengan Optical Density (OD) (Foto Terlampir)
Berdasarkan pada hasil pengamtan, diperoleh hasil hubunganjumlah sel dengan optical
density pada setiap kelompok diperoleh hasil yang fluktuatif dan berbeda-beda. Pada
kelompok D1, jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat OD 0,0928, sedangkan jumlah
sel paling sedikit saat OD 0,6166. Pada kelompok D2 jumlah sel terbanyak diperoleh
pada saat OD 1,5034, sedangkan jumlah sel paling sedikit saat OD 0,0273. Pada
kelompok D3 jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat OD 1,3080, sedangkan jumlah
sel paling sedikit saat OD 0,0558. Pada kelompok D4 jumlah sel terbanyak diperoleh
pada saat OD 0,9108, sedangkan jumlah sel paling sedikit saat OD 0,0135. Pada
kelompok D5 jumlah sel terbanyak diperoleh pada saat OD 1,3124, sedangkan jumlah
sel paling sedikit saat OD 0,0087.
2.2.4. Hubungan Antara Jumlah Sel, Waktu, dan Optical Density (OD)
Berdasarkan pada ketiga parameter diatas (jumlah sel, waktu, dan OD) dapat dilihat
bahwa hasil yang diperoleh fluktiatif dan tidak menentu. Hal ini kurang sesuai dengan
teori yang ada, karena apabila dilakukan analisis hubungan antara jumlah sel, waktu,
dan optical density tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Pada uji optical
density (OD) jumlah sel mikroorganisme ditunjukkan dengan adanya kekeruhan paa
larutan. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme maka larutan akan semakin keruh
dan nilai OD akan semakin tinggi. Hal ini didukung oleh Hadioetomo(1993) yang
mengatakan bahwa kekeruhan larutan mengindikasikan adanya pertumbuhan
mikroorganisme. Apabila jumlah mikroorganisme meningkat, maka tingkat kekeruhan
larutan juga akan meningkat dan nilai OD juga akan meningkat. Dalam jurnal “Effect of
Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by yeast Cells” oleh
Anagnostopoulos et al (2010) mengatakan bahwa semakin tinggi jumlah sel maka
tingkat kekeruhan juga akan semakin meningkat. Pelezar & Chan (1986) menambahkan
semakin banyak jumlah sel yang ada dalam suspensi, maka sinar yang disebarkan akan
semakin banyak sehingga nilai OD semakin tinggi. .
16
Dalam fase pertumbuhan mikroorganisme terdapat fase lag, logm stasioner, dan death.
Mikroorganisme masing-masing memiliki siklus pertumbuhan yang berbeda sau dengan
lainnya. Dengan siklus pertumbuhan yang berbetu tentu akan menghasilkan jumlah sel
yang berbeda-beda. Misalnya saja pada fase loh jumlah sel mikroorganisme meningkat
dengan drastis, maka pada nilai OD yang diperoleh akan menunjukkan hasil yang
meningkat pula. Contoh lain misalnya pada dase stasioner jumlah sel mikroorganisme
mengalami penurunan maka nilai OD juga akan semakin kecil. Menurut Mahreni & Sri
(2011), pada fase lag pertumbuhan mikroorganisme sama dengan nol, pada saat fase log
merupakan fase percepatan pertumbuhan, pada fase stagnan kecepatan pertumuhan
tetap, dan pada fase kematian pertumbuhan semakin lambat dan sebagian sel mati.
Analisis hubunan antara OD dan pengukuran kepadatan sel menurut Laily et al (2004)
menunjukkan terjadinya fase pertumbuhan bakteri yang sangat jelas. Ketika nilai OD
yang diperoleh stabil, maka fase pertumbuhan bakteri telah masuk dalam fase adaptasi.
Sedangkan ketika fase pertumbuhan memasuki fase eksponensial, maka akan terjadi
peningkatan kekeruhan karena adanya penambahan jumlah sel bakteri. Ketika fase
pertumbuhan memasuki fase stasioner, maka nilai kekeruhan akan menurun drastis
karena adanya penurunan bobot biomassa. Sedangkan pada waktu fermentasi, tidak
semua mikroorganisme memiliki periode yang sama dalam setiap fase pertumbuhannya.
Oleh karena itu, waktu fermentasi tidak selalu menentukan fase pertumbuhan yang
terjadi. Setiap mikroorganisme memiliki fase masing-masing dalam pertumbuhannya.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi waktu suatu fase dalam pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini diungkapkan oleh Arroyo-Lopez et al (2009) dalam jurnalnya
yang berjudul “Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The Growth
Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and Their Interspecific
Hybrid” yang mengatakan bahwa untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae akan
dipengaruhi oleh suhu, pH, dan nutrient, terutama gula. Nutrient merupakan salah satu
faktor yang paling penting ketika menentukan suatu fase pertumbuhan karena apabila
nutrient dalam media habis, maka fase pertumbuhan akan langsung memasuki fase
stasioner. Hal ini didukung oleh Stanburry & Whittaker (1984) yang menyatakan bahwa
17
apabila nutrsi dalam media sudah tidak tersedia, maka yeast akan mengalami kematian
dan jumlahnya akan mengalami penurunan.
Dalam praktikum ini diperoleh hasil yang fluktuasi dapat terjadi karaena adanya
kesalahan dalam melakukan pengukuran atau percobaahn dengan haemocytometer atau
kurang aseptisnya ketika dilakukan percobaan. Sehingga jumlah sel yang terukur tidak
hanya sel Saccharomycces cereviceae saja, tetapi terdapat kontaminan lain. Teori Atlas
(1984) turut mendukung hal tersebut dengan mengatakan bahwa keakuratan
penghitungan secara manual dengan haemocytometer akan tergantung pada keakuratan
pencampurann sampel (tanpa gelembung) dan jumlah sel yang dihitung. Selain
itu,kesalahan dalam pengukuran absorbansi juga dapat terjadi.
2.2.5. Hubungan Jumlah Sel dengan pH
Berdasarkan pada hasil pengamtana, hubungan antara jumlah sel dengan pH pada setiap
kelompok diperoleh nilai yang fluktuatif. Pada kelompok D1 jumlah sel terbanyak
diperoleh pada pH 3,45 sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada pH 3,33.
Pada kelompok D2 jumlah sel terbanyak diperoleh pada pH 3,54, sedangkan jumlah sel
paling sedikit diperoleh pada pH 3,38. Pada kelompok D3 jumlah sel terbanyak
diperoleh pada pH 3,45, sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada pH 3,28.
Pada kelompok D4 jumlah sel terbanyak diperoleh pada pH 3,45, sedangkan jumlah sel
paling sedikit diperoleh pada pH 3,32. Pada kelompok D5 jumlah sel terbanyak
diperoleh pada pH 3,43, sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada pH 3,33.
Berdasarkan hasil pengamatan ini pH yang diperoleh berkisar antara 3,31 hingga 3,54.
Nilai pH yang diperoleh pada praktikum ini sesuai dengan teori dari Roukas (1994)
yang mengatakan bahwa kisaran pertumbuhan Saccharomyces cerevicear adalah pada
pH 3,5-6,5. Berdasarkan pada hasil pengamatan men unjukkan hasilyang fluktuatif,
padahal seharusnya semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama
waktu fermentasi, maka seharusnya pH akan semakin rendah. Hal ini disesbabkan
karena selama fermentasi dihasilkan alkohol dan semakin banyak alkohol maka pH
yang dihasilkan juga akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces
cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Berdasarkan pada
18
jurnal “Chemical Properties of Vinegar Produced from Sweet Orange Peels (Citrus
sinensis)” oleh Oguntoyinbo et al (2011) nilai pH vinegar selama fermentasi tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu pH 3,56. Pada praktikum ini diperoleh
juga pH dengan range 3,31 hingga 3,54.
2.2.6. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa hubungan jumlah sel dengan total
asam pada setiap kelompok menghasilkan nilai yang berbeda-beda dan fluktuatif.
Untuk kelompok D1 jumlah sel paling banyak diperoleh saat total asam 11,52,
sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh saat total asam 11,52. Pada kelompok D2
jumlah sel paling banyak diperoleh saat total asam 11,36, sedangkan pada jumlah sel
paling sedikit diperoleh saat total asam 10,944. . Pada kelompok D3 jumlah sel paling
banyak diperoleh saat total asam 11,52, sedangkan pada jumlah sel paling sedikit
diperoleh saat total asam 10,56. . Pada kelompok D4 jumlah sel paling banyak diperoleh
saat total asam 13,44 sedangkan pada jumlah sel paling sedikit diperoleh saat total asam
11,52. . Pada kelompok D5 jumlah sel paling banyak diperoleh saat total asam 10,56,
sedangkan pada jumlah sel paling sedikit diperoleh saat total asam 12,67.
Berdasarkan teori Sreeramulu et al (2000) mengatakan bahwa semakin lama waktu
fermentasi, maka nilai pH akan semakin rendah karena selama proses fermentasi
dihasilkan asam-asam organik. Asam organik yang terlarut kemudian akan melepaskan
proton (H+) sehingga akan menurunkan nilai pH. Selama prose fermentasi, yeast akan
melakukan metabolisme terhadap gula dan menghasilkan asam organik. Pada hasil
pengamatan terdapat beberapa hasil yang kurang sesuai dengan teori, hal ini dapat
terjadi karena adanya kesalahan ketika melakukan prosedur praktikum sehingga hasil
yang diperoleh tidak signifikan. Hal yang mungkin terjadi kemungkinan adanya
perbedaan persepsi pada warna titik akhir titrasi. Hal ini menyebabkan jumlah total
asam yang dihasilkan juga berbeda-beda. Hal ini didukung oleh teori dari Girindra
(1986) yang menyatakan bahwa ketika dilakukan titrasi, bagian bawah erlenmeyer tidak
dialasi oleh kertas putih, sehingga terjadinya perubahan warna tidak terlihat dengan
jelas.
3. KESIMPULAN
Kinetika dalam proses fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan
produk oleh suatu mikroorganisme.
Fermentasi melibatkan aktivitas mikroorganisme dengan melakukan pemecahan
senyawa gula menjadi karbon dioksida (CO2) dan alkohol.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah sari apel.
Jenis yeast yang digunakan pada praktikum ini adalah Saccharomyces cereviceae.
Pengukuran biomassa menggunakan alat Haemocytometer.
Perlakuan shaker bertujuan untuk proses agitasi dan meningkatkan supply oksigen,
sehingga jumlah sel mikroba di dalam kultur akan semakin meningkat.
Inkubasi dengan shaker dilakukan pada suhu ruang (25-30°C) karena suhu ruang
merupakan suhu yang baik untuk yeast dapat tumbuh.
Pengukuran Optical Density (OD) menggunakan panjang gelombang 660 nm.
Pengukuran total asam dilakukan adalah dengan menggunakan metode titrasi.
Pada fase pertumbuhan yang berbeda, dihasilkan jumlah mikroorganisme yang
berbeda.
Hubungan antara OD dengan pengukuran kepadatan sel adalah nilai OD dapat
menunjukkan fase pertumbuhan bakteri.
Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dalam larutan yang diuji, maka larutan
akan semakin keruh dan nilai Optical Density (OD) akan semakin tinggi.
pH optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah 3,5-6,5.
Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi,
maka pH-nya akan semakin rendah karena ada pembentukan alkohol.
Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang
dihasilkan akan semakin banyak.
19
20
Semakin lama waktu fermentasi, maka nilai total asam akan semakin tinggi karena
selama fermentasi akan dihasilkan asam-asam organik.
Semarang, 30 Juni 2014 Asisten dosen:- Stella Mariss- Meilisa Lelyana- Katharina Nerissa- Chrysentia Archinitta- Andriani Cintya
Lydia Novita
11.70.0004
21
4. DAFTAR PUSTAKA
Anagnostopoulos, V.A.; Symeopoulos, B.D. and Soupioni, M.J. 2010. Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12 (3) pp 288-295.
Arroyo-Lopez, F.N.; Orlic, S.; Querol, A.; and Barrio, E. 2009. Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The Growth Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiology 131: 120-127.
Bennion, M & O, Hughes. 1970. Introductory Foods 6th Edition. Collier Macmillan Publisher. London.
Bhushan, S. and Joshi, V.K. 2006. Baker’s Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.
Campelo, A.F. and Isabel, B. 2004. Fermentative Capacity of Baker’s Yeast Exposed to Hyperbaric Stress.
Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA.
Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology.
Chu, M. 2007. Kitchen Notes: Baker’s. http://www.cookingforengineers.com/article_ 2004.php?id=213. Diakses tanggal 26 Mei 2014.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Laily, N.; Atariansah, D.; Nuraini, S.; Istini, I.; Susanti, dan Hartono, L. 2004. Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok
Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.
22
Oguntoyibo, S.I, et al.2011. Chemical Properties of Vinegar Produced From Sweet Orange Peels (Citrus sinensis). Journal of Agriculture and Veterinary Sciences. Vol 3:51-61
Pelezar, M.J. and Chan, E.C.S. 1976. Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.Petrucci, R.H. dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Ranganna. 1978. Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.
Realita, T. dan Debby, M.S. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit: Widya Padjajaran. Bandung.
Saha, Pooja. and S. Banerjee. 2013. Optimization of Process Parameter for Vinegar Production Using Banana Fermentation. IJRET: International Journal of Research in Engineering and Technology. Volume: 02: 501-514
Said, E.G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Sevda, S. and Rodrigues, L. 2011. Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.
Soltan, S.S.A. and M.E.M. Shehata. 2012. Antidiabetic and Hypocholesrolemic Effect of Different Types of Vinegar in Rats. Life Science Journal: 2141-2151
Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and It’s Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 65–73.
Stanburry, P.F. and Whittaker. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-55.pdf
Winarno, F.G.; Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
23
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan Kelompok A4
5.1.1. Jumlah Sel
Jumlah sel/cc= 1volume petak
xRata−rata jumlahm . o tiap petak
volume petak=0,05 mm x0,05mm x 0,1mm= 0,00025 mm= 0,00000025 cc
Rata-Rata Jumlah Sel :
N0 : Rata2 ∑Mo/petak = 19+26+20+16
4=20,25
N24 : Rata2 ∑Mo/petak = 79+67+110+137
4=98,25
N48 : Rata2 ∑Mo/petak = 160+128+171+179
4=159,5
N72 : Rata2 ∑Mo/petak = 72+212+180+77
4=135,25
N96 : Rata2 ∑Mo/petak = 141+130+122+142
4=133,75
Rata2 /∑tiap cc
Volume petak = 0,05mm x 0,05 mm x 0,1 mm = 2,5 x 10-7 cc
Rata2 /∑tiap cc = 1
Vol petak×rata 2 jml MO tiap petak
N0 : Rata2 /∑tiap cc = 1
2,5× 10−7× 20,25=8,08× 107
N24 : Rata2 /∑tiap cc = 1
2,5× 10−7× 98,25=3,93× 108
N48 : Rata2 /∑tiap cc = 1
2,5× 10−7× 159,5=6,38 × 108
N72 : Rata2 /∑tiap cc = 1
2,5× 10−7× 135,25=5,41 ×108
24
N96 : Rata2 /∑tiap cc = 1
2,5× 10−7× 133,75=5,35 × 108
5.1.2. Total Asam
Total asam=ml NaOH x N NaOH x19210 ml sampel
N0 :
Total asam=6 ×0,1 ×19210
=11,52mg /ml
N24 :
Total asam=6×0,1 ×19210
=11,52mg /ml
N48 :
Total asam=7,5× 0,1 ×19210
=14,44 mg /ml
N72 :
Total asam=7,5× 0,1 ×19210
=14,44 mg /ml
N96 :
Total asam=6 ×0,1 ×19210
=11,52mg /m
5.2. Foto
N0
N24
25
N48
N72
N96
5.3. Laporan Sementara
5.4. Abstrak Jurnal
5.5. Report Viper