FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN...

22
FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009 Oleh: M. Satria, SH, MKn Dosen Fakultas Hukum Universitas Haluoleo Kendari Abstrak Fungsi dari hukum adalah untuk mengatur hubungan antara negara atau masyarakat dengan warganya dan hubungan antar manusia, agar supaya kehidupan di dalam masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib. Serta, fungsi hukum adalah melindungi kepentinggan manusia atau masyarakat, karena dimana-mana bahaya selalu mengancamnya sejak dulu sampai sekarang, baik secara makro maupun secara mikro. Permasalahan hukum pemilu yang penyelesaiannya memerlukan putusan lembaga peradilan terbagi dalam dua jenis masalah, yaitu perselisihan hasil pemilu yang diatur dalam ketentuan Pasal 258 dan Pasal 259 dan tindak pidana pemilu yang diatur dalam Pasal 260 sampai dengan Pasal 310 Undang-Undang No. 10 tahun 2008. perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum dengan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional yang dapat mempengaruhi perolehan kursi peserta pemilu, yang hanya dapat diajukan permohonan pembatalannya kepada Mahkamah Konstitusi, paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan. Sedangkan Tindak Pidana Pemilihan Umum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 10 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD didefenisikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang ini yang penyelesaiannya melalui pengadilan pada peradilan umum, sedangkan pelanggaran yang

description

pemilu

Transcript of FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN...

Page 1: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN

CALON LEGISLATIF TAHUN 2009

Oleh: M. Satria, SH, MKn

Dosen Fakultas Hukum Universitas Haluoleo Kendari

Abstrak

Fungsi dari hukum adalah untuk mengatur hubungan antara negara atau masyarakat dengan

warganya dan hubungan antar manusia, agar supaya kehidupan di dalam masyarakat berjalan

dengan lancar dan tertib. Serta, fungsi hukum adalah melindungi kepentinggan manusia atau

masyarakat, karena dimana-mana bahaya selalu mengancamnya sejak dulu sampai sekarang,

baik secara makro maupun secara mikro. Permasalahan hukum pemilu yang penyelesaiannya

memerlukan putusan lembaga peradilan terbagi dalam dua jenis masalah, yaitu perselisihan

hasil pemilu yang diatur dalam ketentuan Pasal 258 dan Pasal 259 dan tindak pidana pemilu

yang diatur dalam Pasal 260 sampai dengan Pasal 310 Undang-Undang No. 10 tahun 2008.

perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum dengan peserta

pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional yang dapat

mempengaruhi perolehan kursi peserta pemilu, yang hanya dapat diajukan permohonan

pembatalannya kepada Mahkamah Konstitusi, paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan.

Sedangkan Tindak Pidana Pemilihan Umum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 10

tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD didefenisikan sebagai

pelanggaran terhadap ketentuan pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang ini yang

penyelesaiannya melalui pengadilan pada peradilan umum, sedangkan pelanggaran yang

Page 2: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

bersifat administratif diselesaikan melalui KPU dan Badan Pengawas Pemilu/Panitia Pengawas

Pemilu serta aparat dibawahnya.

Pendahuluan

Setiap manusia terlahir dengan hak-hak asasi kebebasan untuk memilih serta

mengeluarkan pendapat yang melekat dalam dirinya yang kemudian dijamin oleh Undang-

Undang Dasar dari sebuah negara. Akan tetapi, kebebasan itu menjadi terbatas apabila seseorang

berada di tengah-tengah suatu sistem sosial. Sekiranya, setiap orang akan menuntut kebebasan

mutlak bagi dirinya, maka tak bisa dibayangkan betapa kacaunya sistem sosial tersebut bilamana

kebebasan tersebut tidak dapat diatur. Sehingga, diadakanlah batasan-batasan tersebut guna

melindungi hak-hak asasi manusia. Seperti, hak hidup, misalnya, mensyaratkan ketentuan bahwa

orang tidak dapat memiliki klaim atas hidup orang lain atau hak milik seseorang tidak dapat

dialihkan kepada orang lain kecuali atas izin dari pemilik tersebut atau juga seperti hak seseorang

untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk mendapatkan penghidupan serta hak untuk memilih

sesuatu yang ia inginkan. Oleh sebab itu, hak-hak tersebut yang dimiliki oleh setiap manusia

tidak dapat disalahgunakan didalam kehidupan bermasyarakat karena akan menimbulkan suatu

konflik atau kekacauan. Untuk menghindari hal-hal tersebut pemerintah sebagai pelaksana

daripada pemerintahan serta pengatur, kiranya dipandang sangat perlu bilamana hak-hak tersebut

diatur untuk menjaga kelangsungan dari suatu pemerintahan.

Hukum bukanlah tameng, perisai, senjata, benteng ataupun pelindung diri dari kesalahan

tetapi hukum itu adalah merupakan tempat untuk mencari keadilan dan kebenaran dari

perbuatan-perbuatan orang yang telah merugikan orang lain dan negara. Padahal, di dalam UUD

1945 telah dinyatakan dengan tegas bahwa, Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstat) bukan

Page 3: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

Negara Kekuasaan (Machtsstat). Negara Hukum adalah suatu negara yang dalam berkehidupan

bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat, selalu mengacu kepada hukum yang berlaku

sebagai pedomannya.

Oleh karena itu, fungsi dari hukum adalah untuk mengatur hubungan antara negara atau

masyarakat dengan warganya dan hubungan antar manusia, agar supaya kehidupan di dalam

masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib. Serta, fungsi hukum adalah melindungi

kepentingan manusia atau masyarakat, karena dimana-mana bahaya selalu mengancamnya sejak

dulu sampai sekarang, baik secara makro maupun secara mikro. Manusia sangat berkepentingan

terlindungi terhadap bahaya-bahaya yang mengancamnya. Kepentingan manusia atau masyarakat

itu akan terlindungi apabila tatanan di dalam masyarakat itu tertib, tenteram dan aman. Setidak-

tidaknya manusia akan merasa aman dan terlindungi apabila masyarakatnya tertib. Ketertiban

masyarakat atau rasa aman warganya berarti kepentingan terlindungi terhadap bahaya yang

mengancamnya. Semua manusia ingin kepentingannya terlindungi. Kiranya tidak ada manusia

yang tidak mau dilindungi kepentingannya, bahkan ada yang untuk melindungi kepentingannya,

menuntut atau melaksanakan haknya, sampai hati kalau ada manusia yang melakukan kekerasan

atau justru malanggar hak orang lain. Oleh karena itu, dalam melindungi kepentingan manusia

atau masyarakat, hukum menciptakan pedoman-pedoman, kaedah-kaedah atau peraturan-

peraturan hukum yang harus dipatuhi atau ditaati dan harus dapat pula dipaksakan

pelaksanaannya.

Hal ini mengakibatkan, bahwa tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum

(demi adanya ketertiban) dan keadilan di dalam masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan

diciptakannya peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang berlaku umum. Agar supaya

tercipta suasana yang aman dan tenteram di dalam masyarakat, maka peraturan-peraturan

Page 4: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

termaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas. Sehingga, hukum itupun dipandang

sebagai suatu bagian dari realitas sosial yang bertalian erat sekali dengan faktor-faktor sosial

lainnya. Hukum di satu sisi adalah merupakan hasil dari interaksi berbagai kekuatan sosial,

politik, ekonomi dan lain sebagainya dan sebagai bagian dari realitas sosial yang juga dapat

menimbulkan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian,

penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban, kepastian hukum

serta rasa keadilan dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa mendapatkan pengayoman

dan perlindungan akan hak-haknya. Selain itu juga, penegakan hukum bertujuan pula untuk

mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya. Penerapan dan penegakan hukum dilakukan

dengan menata dan menyempurnakan kembali fungsi dan peranan organisasi lembaga hukum,

profesi serta badan peradilan, membina sikap perilaku, kemampuan dan keterampilan aparatur

negara terutama para penegak dan pelaksana hukum.

Selain itu juga, eksistensi hukum pada hakikatnya untuk mengatur hubungan hukum

dalam pergaulan masyarakat, baik antara orang-seorang, orang yang satu dengan orang yang

lain, antara orang dengan negara dan mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara yang

ada. Sehingga, dapat dikatakan juga hukum itu merupakan sosial control (control social) dan

juga berfungsi sebagai alat perubahan sosial (social engenering). Fungsi hukum tersebut akan

tidak tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi maupun keadilan politik,

apabila hukum itu didalam kekuasaan tidak dipergunakan, dipatuhi dan dilaksanakan secara baik

dan benar maka kekuasaan itupun akan cenderung digunakan secara tidak benar. Dengan

demikian, tepatlah bahwa hukum sebenarnya merupakan appleit science yang berfungsi sebagai

instrumen pengendalian sosial dalam human relation, baik sebagai pengendali pemegang

Page 5: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan maupun orang seorang dalam hubungan

kemasyarakatan.

Dengan demikian, maka penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan

nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaedah-kaedah atau pandangan-pandangan menilai yang

mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir,

untuk menciptakan social engineering, memelihara dan mempertahankan (social control)

kedamaian pergaulan hidup. Sehingga dengan demikian, sistem penegakan hukum yang baik

adalah menyangkut penyerasian antara nilai-nilai dengan kaedah-kaedah, serta dengan perilaku

nyata dari manusia, dimana dalam teori hukum dibedakan tiga macam hal berlakunya hukum,

yakni: (1) Hal berlakunya secara yuridis. Ada tiga pendapat yang menyatakan bahwa hukum itu

mempunyai kelakuan yuridis, antara lain: Pertama, Hans Kelsen menyatakan bahwa apabila

penentuannya berdasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatannya. Kedua, W. Zevenbergen

menyatakan, bahwa suatu kaedah hukum mempunyai kelakukan yuridis, jikalau kaedah tersebut

berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan. Ketiga, Logemann, maka kaedah hukum

mengikat, apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya, (2) Hal

berlakunya hukum secara sosiologi yang berintikan pada efektifitas hukum. Dalam hal

berlakunya hukum secara sosiologis dapat dilihat dari dua teori yang ada, yaitu: Pertama, teori

kekuasaan, dimana dinyatakan bahwa hukum berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan

berlakunya oleh penguasa (masyarakat menerima atau tidak). Kedua, Teori pengakuan, yang

intinya adalah kemandirian atau pendirian, dimana hukum didasarkan pada penerimaan atau

pengakuan oleh mereka kepada siapa hukum tadi tertuju, (3) Hal berlakunya hukum secara

filosofis. Artinya, bahwa hukum itu harus sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif

yang tertinggi.

Page 6: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa hukum yang baik itu adalah hukum yang

harus memenuhi ketiga syarat tersebut, karena apabila hukum hanya mempunyai kelakuan

yuridis, maka ada kemungkinan bahwa hukum tadi hanya merupakan kaedah yang mati saja

(dade regel). Kalau kaedah hukum hanya mempunyai kelakuan sosiologis dalam arti teori

kekuasaan, maka hukum tersebut mungkin menjadi aturan paksa. Akhirnya, apabila suatu kaedah

hukum hanya mempunyai kelakukan filosofis, maka hukum tersebut hanya boleh disebutkan

sebagai kaedah hukum yang diharapkan atau dicita-citakan.

Selain itu juga, hukum bisa berjalan bagus sesuai dengan kehendak masyarakat banyak

manakalah hukum tersebut dijalankan oleh manusia-manusia bijak, yang memiliki mental,

moralitas dan agama yang baik. Karena, hukum sebenarnya telah memiliki acuan yang jelas

namun yang merusaknya adalah moral dan mental penegak (pelaksana hukum) yang memegang

amanah penegakkan hukum itu sendiri. Hukum adalah bagian dari hidup manusia, hal ini sesuai

dengan ungkapan “ubi societas ibi lus” (dimana ada masyarakat di sana ada hukum), karena itu

hukum tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan hidup manusia itu. Dan salah satu

kodrat dari kehidupan manusia, ialah manusia selalu hidup dalam kelompok-kelompok yang

selalu mengalami perkembangan sendiri-sendiri sehingga tingkat perkembangannyapun berbeda-

beda.

Supremasi Hukum

Masyarakat kita yang dewasa ini sedang mengalami dekadensi dan disintegrasi dalam

berbagai aspek kehidupan, sehingga menuntut adanya reorientasi dalam pembinaan dan

pengembangan hukum, tidak saja bila diinginkan agar hukum memiliki supremasinya.

Membicarakan masalah Supremasi Hukum saat ini sedang mengalami kehancuran. Terbukti,

Page 7: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

sejak Orde Lama hukum itu telah dimanipulasi untuk kepentingan politik sesaat sang “pemimpin

Besar Revolusi”, karena politik di era Orde Lama merupakan panglima. Orde Baru

mengembangkan hukum untuk mendukung pembangunan ekonomi, sehingga hukum

dimanipulasi untuk mengembangkan pembangunan yang di sana-sini hukum menjadi bersifat

represif, melanggar hak-hak asasi masyarakat yang ujung-ujungnya untuk memberi legitimasi

apa yang disebut sebagai KKN dan kroniisme. Hukum menjadi hukumnya penguasa, yaitu

penguasa tunggal yang mengatasnamakan dirinya sebagai mandataris MPR dan menjadikan

hukum telah kehilangan dimensi etisnya. Sedangkan pada era reformasi sekarang ini, hukum

bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan

hukum sudah dijadikan komoditi untuk dipertukarkan sebagai alat pembayaran guna membeli

hal-hal yang justru untuk menentang kebenaran dan keadilan itu sendiri.

Supremasi berasal dari bahasa Inggris “supreme” yang berarti “highest in degree”, yang

dapat diterjemahkan “mempunyai derajat tinggi”. Dengan demikian, dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hukum harus berada di tempat yang paling tinggi,

hukum juga dapat mengatasi kekuasaan lain termasuk kekuasaan politik. Dengan kata lain,

negara yang dapat dikatakan telah mewujudkan Supremasi Hukum adalah negara yang sudah

mampu menempatkan hukum sebagai panglima, bukannya hukum yang hanya menjadi

“pengikut setia kekuasaan” dan kepentingan politik tertentu yang jauh dari kepentingan rakyat

secara keseluruhan.

Oleh karena itu, dalam penegakkan Supremasi Hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(1) Hukum harus dapat berperan sebagai panglima. Ini berarti dalam kehidupan bernegara dan

bermasyarakat Law Enforcement harus dapat diwujudkan dalam Law Enforcement ini tidak ada

kamus kebal hukum. (2) Hukum harus dapat berfungsi sebagai Center Of Action. Semua

Page 8: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

perbuatan hukum, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun individu harus dapat

dikembalikan kepada hukum yang berlaku. Hukum harus mampu berperan sebagai sentral,

bukan hanya sebagai instrumental yang fungsinya melegitimasi semua kebijakan pemerintah. (3)

Berlakunya asas semua orang didepan hukum (Equalty Before The Law). Untuk menegakkan

Supremasi Hukum dengan ciri-ciri tersebut diperlukan pilar-pilar penyangganya. Semakin kokoh

pilar-pilar ini semakin tegak Supremasi Hukum, dan sebaliknya semakin lemah pilar-pilar

tersebut semakin rapuh Supremasi Hukum1.

Istilah supremasi hukum juga dikenal dengan istilah “the rule of law” yang diartikan

sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya yang memerintah,

karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus sarana atau alat, tetapi ada

manusia yang harus menjalankannya secara konsisten berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak

atau sewenang-wenang. Hukum itu diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum

tertulis. Setelah hukum itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Hukum harus

mempunyai kekuasaan tertinggi demi kepentingan manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya manusia

tidak boleh diperbudak oleh hukum. “Governance not by man but by law” berarti bahwa

tindakan-tindakan resmi (pemerintah) pada tingkat teratas sekalipun harus tunduk pada

peraturan-peraturan hukum2.

Jadi, supremasi hukum atau rule of law merupakan konsep yang menjadi tanggugjawab

ahli hukum untuk melaksanakan dan yang harus dikerjakan tidak hanya melindungi dan

mengembangkan hak-hak perdata dan politik perorangan dalam masyarakat bebas, tetapi untuk

menyelenggarakan dan membina kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, dan kultural yang dapat

1 F. Sugeng Istanto, Supremasi Hukum Dalam Sistem Pemerintahan Negara Undang-Undang Dasar 1945, Justitia Et Pax. 2 Sudikno Mertokusumo, Upaya Meningkatkan Supremasi Hukum, Justitia Et Pax.

Page 9: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

mewujudkan aspirasi rakyat. Supremasi hukum atau Rule of law dimaksudkan bahwa hukumlah

yang berkuasa. Pengekangan kekuasaan oleh hukum merupakan unsur esensial yang kebal

terhadap kecaman 3.

Pengertian Anglo Saxon mengenai supremasi hukum atau rule of law ini di Eropa

Kontinental disebut dengan negara hukum (Kant, Stahl). Menurut Dicey, rule of law

mengandung 3 unsur, yaitu: (1) Hak asasi, (2) Persamaan kedudukan dimuka hukum (equality

before the law), (3) Supremasi aturan-aturan hukum yang tidak ada kesewenang- wenangan

tanpa aturan yang jelas. Dari uraian dan penjelasan singkat di atas dapat kita simpulkan

sementara, bahwa Indonesia adalah sebagai negara hukum. Adapun ciri-ciri negara hukum

adalah seperti berikut: (a) Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung

persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan, (b) Peradilan

yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun,

dan (c) Legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.

Sehingga, dalam penegakan supremasi hukum itu akan kita jumpai dalam konteks

pemahaman suatu negara itu sebagai negara hukum, dimana hukumlah yang berkuasa dalam arti

bahwa pemerintah dijalankan berdasarkan hukum secara konsisten tanpa pandang bulu dan

bahwa tidak ada seorang pun kebal terhadap hukum. Perlu mendapat perhatian bahwa supremasi

hukum itu melibatkan banyak pihak atau unsur. Supremasi hukum tidak hanya melibatkan

peradilan saja yang terdiri dari hakim, jaksa, polisi, pengacara tetapi juga para pihak. Bahkan

melibatkan seluruh kehidupan manusia.

3 Muchsan, 2000, Supremasi Hukum Dalam Negara Hukum, disampaikan pada KULIAH PERDANA program Magister Hukum Bisnis dan Hukum Kenegaraan, Program Magister Hukum Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Page 10: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

Pasca Pemilu Legislatif 2009

Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah Pemilihan Umum

(Pemilu). Adalah kenyataan yang tak dapat dibantah bahwa partai politik merupakan salah satu

pilar dan institusi demokrasi yang penting selain lembaga parlemen, pemilihan umum, eksekutif,

yudikatif dan pers yang bebas. Demokrasi dalam konteks Negara adalah semangat (spirit) dan

institusionalisasi prinsip-prinsip kebebasan dan kesamaan dengan segala derivatifnya melalui

kedaulatan suara mayoritas yang dikerangkakan dalam format yuridis ketatanegaraan. Dalam

demokrasi ada konvergensi tiga fenomena sekaligus, yaitu kekuasaan/politik, moral/etika dan

yuridis/hukum yang terjalin membentuk pemahaman politik yang menolak absolutisme/otoriter

dan menolak pula tatanan politik yang totaliter4.

Demokrasi dan hukum merupakan dua sisi mata uang, dimana ada demokrasi disitu ada

hukum. Hanya saja seringkali dari relaitas sejarah model demokrasi yang dikembangkan

menentukan (determinant) atas hukum, artinya bila kualitas demokrasi baik maka kualitas

hukumnya akan baik, dan sebaliknya jika kualitas demokrasi bobrok, hukumnyapun akan jelek5.

Hukum menjadi instrument kekuasaan dari rejim yang berkuasa melalui hukum-hukum yang

menindas yang justru mengingkari prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Melalui fungsi

traditionalnya dalam partisipasi politik, komunikasi politik, partai adalah jembatan antara rakyat

dan pemerintah. Namun demikian tidak semua partai politik bisa memberikan kontribusi positif

bagi perkembangan demokrasi, hanya partai-partai yang kuat dan terlembagakan dengan baik

yang menjanjikan terbangunnya demokrasi yang lebih baik6.

4 Hendra Nurtjahjo, 2005, Filsafat Demokrasi, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 228-229. 5 Moch. Mahfud MD,1999, Pergulata Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, hal 48. 6. Samuel P Huntington,1968, Political Order in Changing Societies, New Haven and London, Yale University, sebagaimana dikutip oleh Samsuddin Haris, loc cit.

Page 11: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

Pemilu Bangsa Indonesia telah sembilan (9) kali dilaksanakan yaitu tahun 1955, 1971,

1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009, merupakan sarana bagi masyarakat untuk

ikut menentukan figure dan arah kepemimpinan Negara atau daerah dalam periode tertentu.

Maka, pemilu 2004 dan 2009 adalah pesta rakyat yang sangat bersejarah bagi Indonesia.

Pasalnya, untuk pertama kalinya pada tahun 2004 dan 2009 Indonesia menyelenggarakan pemilu

secara langsung. Oleh karena itu, pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan

kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat dan mampu mencerminkan nilai-

nilai demokrasi dan dapat menyerap serta memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan

tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta, tujuan utama pemilu adalah

untuk menghasilkan parlemen yang legitimate dan pemerintahan yang kuat.

Pemilu juga merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap negara moderen dalam rangka

menegakkan dan mempertahankan system demokrasi. Juga, hampir tak ada pemerintah yang

dapat bekerja secara bertanggungjawab tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat yang diberikan

melalui pemilihan umum. Penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri telah mendapatkan

legalisasinya di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI

1945) sebagai wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat. Jadi, penyelenggaraan pemilihan

umum bukan hanya dalam rangka aktualisasi asas kedaulatan rakyat itu sendiri, melainkan juga

untuk memilih secara langsung presiden dan wakil presiden, para wakil rakyat yang akan duduk

di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui pintu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemilu adalah salah satu piranti serta lembaga demokrasi untuk mengaktualisasikan

aspirasi dan kepentingan rakyat. Pemilihan umum tidak hanya merupakan manisfestasi

berlakunya asas kedaulatan rakyat dalam kehidupan bernegara, tetapi juga berperan sebagai

Page 12: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

wadah untuk membangunan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Kepercayaan rakyat itulah

yang menjadi modal utama bagi pemerintah untuk bekerja dan menjalankan program-

programnya berdasarkan kebijakan yang telah disepakati bersama rakyat melalui para wakilnya

di lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Juga berfungsi sebagai mekanisme politik untuk

menjamin keberlangsungan pergantian pemerintahan secara teratur.

Pemilu merupakan rangkaian tak terpisahkan antara pemilihan legislative dengan

pemilihan presiden dan wakil presiden, adanya sequence (jeda waktu) antara keduanya, adalah

untuk memastikan gambaran riil partai politik pendukung parlemen terhadap pemerintahan

presiden dan wakil presiden terpilih. Karena hanya partai politik dan gabungan partai politik

yang berhasil masuk parlemen-lah yang berhak mengusung pasangan calon presiden dan calon

wakil presiden serta keikut sertaan partai politik pada pemilu berikutnya.

Rangkaian pemilu merupakan suatu kesatuan daripada kemerdekaan berserikat,

berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui

dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena

itu, pemilu merupakan pilar demokrasi pada pokoknya memiliki kedudukan dan peran yang

sentral dan penting dalam setiap system demokrasi. Tidak ada Negara demokrasi tanpa

pelaksanaan pemilihan umum. Karena itu, pemilu memainkan peran strategisnya dan penting

sebagai penghubung antara yang diperintah dan yang memerintah. Sekaligus juga pemilu

tersebut dipergunakan untuk memilih dan menempatkan para pemimpin ataupun perwakilan

suara rakyat di parlemen yang akan memperjuangkan nasib rakyat guna mewujudkan keadilan

social bagi seluruh rakyat Indonesia dalam praktek berbangsa dan bernegara.

Pemilu 2009 yang baru usai dilaksanakan adalah merupakan pemilu pertama untuk

memilih dan menentukan calon legislative (pusat dan daerah) tidak lagi berdasarkan pada nomor

Page 13: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

urut, atau hanya memilih tanda gambar partai tertentu saja, namun pemilu yang dilaksanakan

bersandarkan kepada suara terbanyak. Pada akhirnya pesta demokrasi tahun 2009 di bulan April

dinyatakan telah selesai dengan penilaian berbagai pihak atas keberhasilan KPU

menyelenggarakan pemilu yang menyita waktu, pikiran dan biaya sosialisasi yang begitu besar,

bukan tidak menyisakan persoalan sama sekali. Ratusan para calon legislative (caleg) telah

menaruh harapan bahwa mereka akan bakal menjadi atau terpilih untuk duduk sebagai anggota

legislative periode 2009.

Meskipun, hasil pemilu cukup memuaskan, namun dari segi prosesnya banyak menuai

berbagai kritik terhadap kinerja KPU dan Panwas. Keberhasilan KPU harus dibayar mahal

dengan banyaknya wajib pilih yang menyebar diseluruh tanah air tidak bisa menggunakan

kesempatannya untuk memilih dan menentukan wakil rakyat dalam membawakan aspiranya,

dengan alasan dari panitia penyelenggaraan pemilu karena tidak masuk dalam Daftar Pemilih

Tetap (DPT), banyaknya kertas suara para caleg yang tertukar di wilayah pemilihannya dengan

caleg lain, terlambatnya logistic dan penghitungan di setiap TPS melalui KPPS, PPK dan KPU

itu sendiri serta bermunculannya kecurangan penghitungan atau penggelembungan suara.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelanggaran yang terjadi pada saat pelaksanaan pemilu

2009 kebanyakan tidak ditindak lanjuti ataupun diproses dengan baik oleh KPU atau Panwas

berkaitan dengan pelanggaran administrasi serta pidana pemilu. Dalil klasik yang dijadikan

tameng oleh kedua lembaga tersebut bahwa belum cukup bukti atau masih dalam proses dan

kajian.

Padahal, Negara telah membuat suatu aturan main yang begitu komprehensif dimana

telah diperkirakan akan bermunculan kriminalisasi atau pelanggaran tindak pidana pemilu yang

terjadi hampir pada seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu. Sebagaimana kita ketahui bahwa

Page 14: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

sistem penegakan hukum tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No. 10 tahun 2008

merupakan sistem yang sengaja diciptakan dalam rangka terus menerus memperbaiki kualitas

demokrasi.

Permasalahan hukum pemilu yang penyelesaiannya memerlukan putusan lembaga

peradilan terbagi dalam dua jenis masalah, yaitu Perselisihan Hasil Pemilu yang diatur dalam

ketentuan Pasal 258 dan Pasal 259 dan tindak pidana pemilu yang diatur dalam Pasal 260 sampai

dengan Pasal 310 Undang-Undang No. 10 tahun 2008. Perselisihan hasil pemilu adalah

perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum dengan peserta pemilu mengenai penetapan

perolehan suara hasil pemilu secara nasional yang dapat mempengaruhi perolehan kursi peserta

Pemilu, yang hanya dapat diajukan permohonan pembatalannya kepada Mahkamah Konstitusi,

paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan;

Sedangkan Tindak Pidana Pemilihan Umum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No.

10 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD didefenisikan sebagai

pelanggaran terhadap ketentuan pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang ini yang

penyelesaiannya melalui pengadilan pada peradilan umum, sedangkan pelanggaran yang bersifat

administratif diselesaikan melalui KPU dan Badan Pengawas Pemilu/Panitia Pengawas Pemilu

serta aparat dibawahnya. Dalam konteks pengaturan tindak pidana, sesungguhnya UU Pemilu

merupakan undang-undang khusus (lex specialis) karena mengatur tindak pidana yang diatur

dalam UU Pemilu, secara umum KUHP (lex generalis) juga telah mengaturnya dalam Pasal 148

sampai dengan Pasal 153 KUHP, yang antara lain mengatur:

- dengan kekerasan/ancaman sengaja merintangi orang menggunakan hak pilih;

- menjanjikan/menyuap orang supaya tidak menggunakan hak pilih;

- menerima janji/menerima suap;

Page 15: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

- melakukan tipu muslihat agar suara pemilih tak berharga atau menyebabkan

beralihnya hak pilih kepada orang lain;

- memakai nama orang lain supaya dapat memilih;

- menggagalkan pemungutan suara atau melakukan tipu muslihat agar hasil pemilihan

lain dari yang seharusnya.

Dari 51 Pasal yang mengatur tindak pidana pemilu, sebagian besar (40 pasal) mengancam

penyelenggara pemilu tingkat pusat (KPU) sampai dengan ketingkat desa, hanya 11 ketentuan

yang tidak langsung ditujukan kepada penyelenggara pemilu, bahkan berdasarkan ketentuan

Pasal 311 UU No. 10 tahun 2008 penyelenggara pemilu ditambah hukumannya 1/3 dalam

melakukan tindak pidana yang ditujukan pada subjek lain selain penyelenggara pemilu. Dengan

demikian, keseluruhan ketentuan/pasal tindak pidana pemilu dapat di jatuhkan terhadap

penyelenggara pemilu dari tingkat pusat (KPU) sampai ke tingkat desa (PPS).

Adapun, jenis-jenis tindak pidana berdasarkan tahapan pelaksanaan pemilu antara lain:

a. Tahapan pemutahiran data dan penyusunan daftar pemilih

- Sengaja menyebabkan orang kehilangan hak pilih;

- Pemalsuan identitas diri sendiri/orang lain dalam daftar pemilih;

- Menghalangi orang mendaftar sebagai pemilih;

- Panitia Pemilihan Suara /PPLN tidak memperbaiki daftar pemilih;

- Merugikan WNI dalam proses rekapitulasi daftar pemilih tetap;

b. Pendaftaran peserta pemilu/penetapan peserta pemilu/penetapan jumlah kursi/pencalonan

DPR, DPD, DPRD;

- Perbuatan curang memperoleh dukungan pencalonan DPD;

Page 16: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

- Membuat dan menggunakan dokumen palsu untuk menjadi calon anggota DPR, DPD,

DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota;

- Penyelenggara pemilu yang tidak menindak lanjuti temuan Bawaslu dalam verifikasi partai

politik;

- Penyelenggara pemilu yang tidak menindak lanjuti temuan Bawaslu dalam verifikasi partai

politik dan verifikasi administratif calon DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD

Kabupaten/Kota;

c. Tahapan masa kampanye;

- Kampanye diluar jadwal waktu yang ditentukan;

- Melanggar larangan isi kampanye (mempersoalkan dasar negara/UUD 1945, disintegrasi,

menghasut agama, ketertiban umum, kekerasan, merusak dan menggunakan fasilitas

pemerintah);

- Larangan kampanye bagi pejabat negara Hakim, BPK dan BI, PNS/TNI Polri;

- Menyuap untuk memilih peserta tertentu atau tidak memilih (golput);

- Menerima suap;

- Menerima sumbangan kampanye dari pihak asing, tidak jelas identitas, pemerintah;

- Mengacaukan kampanye;

- Lalai atau sengaja menyebabkan terganggunya tahapan pemilu;

- Keterangan tidak benar laporan dana kampanye;

d. Tahapan masa tenang;

- Orang /lembaga survei dilarang mengumumkan hasil survey pada masa tenang;

e. Tahap pemungutan dan penghitungan suara;

- KPU sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditentukan (Pasal 145);

Page 17: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

- Perusahaan pencetak suara mencetak melebihi jumlah yang ditetapkan dalam Pasal 146

ayat (1);

- Perusahaan pencetak tidak menjaga kerahasiaan, keamanan dan keutuhan surat suara;

- Menjanjikan atau menyuap/memberi uang agar tidak memilih atau memilih peserta pemilu

tertentu;

- Dengan kekerasan menghalangi orang menggunakan hak pilihnya;

- Sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara pemilih tak bernilai;

- Mengaku orang lain pada saat pemungutan suara;

- Memberikan suara lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS;

- Sengaja menggagalkan pemungutan suara;

- Majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan pekerja memberikan suaranya;

- Merusak hasil pemungutan suara;

- KPPS tidak memberikan surat suara pengganti surat suara yang rusak;

- Memberitahu pilihan pemilih kepada orang lain;

- KPU tidak menetapkan pilihan suara ulang;

- KPPS tidak melaksanakan ketetapan KPU untuk melakukan pungutan suara ulang;

f. Penetapan hasil pemilu

- Lalai menyebabkan rusak/hilangnya hasil pemungutan suara;

- Mengubah berita acara hasil pemungutan suara;

- KPU karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya/berubahnya berita acara hasil

rekapitulasi;

- Sengaja merusak/mengganggu/mendistorsi sistem informasi perhitungan suara;

- KPPS sengaja tidak membuat/menandatangani berita acara perolehan suara peserta pemilu;

Page 18: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

- KPPS sengaja tidak memberikan salinan berita acara pemungutan suara, sertifikat hasil

penghitungan suara;

- KPPS/KPPSLN tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara;

- Pengawas pemilu lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel;

- PPS yang tidak mengumumkan hasil perhitungan suara;

- KPU tidak menetapkan perolehan hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD;

- Orang/lembaga survey perhitungan cepat (quickcount) yang mengumumkan hasil

perhitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara;

- Orang/lembaga survey perhitungan cepat (quickcount) yang tidak mengumumkan bahwa

hasil perhitungannya bukan merupakan hasil pemilu resmi;

- Bawaslu/Panwaslu yang tidak menindak lanjuti temuan/laporan pelanggaran pemilu yang

dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU Cs) dalam setiap tahapan penyelenggaraan

pemilu.

Kesimpulan

“The rule of law” yang diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia,

bukan hukumnya yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan

sekaligus sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten

berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu diciptakan atau

direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum itu tercipta maka manusia

harus tunduk pada hukum. Rangkaian pemilu merupakan suatu kesatuan daripada kemerdekaan

berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia

yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Page 19: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

Oleh karena itu, pemilu merupakan pilar demokrasi pada pokoknya memiliki kedudukan dan

peran yang sentral dan penting dalam setiap system demokrasi. Tidak ada Negara demokrasi

tanpa pelaksanaan pemilihan umum. Karena itu, pemilu memainkan peran strategisnya dan

penting sebagai penghubung antara yang diperintah dan yang memerintah. Sekaligus juga pemilu

tersebut dipergunakan untuk memilih dan menempatkan para pemimpin ataupun perwakilan

suara rakyat di parlemen yang akan memperjuangkan nasib rakyat guna mewujudkan keadilan

social bagi seluruh rakyat Indonesia dalam praktek berbangsa dan bernegara.

Hasil pemilu cukup memuaskan, namun dari segi prosesnya banyak menuai berbagai

kritik terhadap kinerja KPU dan Panwas. Keberhasilan KPU harus dibayar mahal dengan

banyaknya wajib pilih yang menyebar diseluruh tanah air tidak bisa menggunakan

kesempatannya untuk memilih dan menentukan wakil rakyat dalam membawakan aspiranya,

dengan alasan dari panitia penyelenggaraan pemilu karena tidak masuk dalam Daftar Pemilih

Tetap (DPT), banyaknya kertas suara para caleg yang tertukar di wilayah pemilihannya dengan

caleg lain, terlambatnya logistic dan penghitungan di setiap TPS melalui KPPS, PPK dan KPU

itu sendiri serta bermunculannya kecurangan penghitungan atau penggelembungan suara.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelanggaran yang terjadi pada saat pelaksanaan pemilu

2009 kebanyakan tidak ditindak lanjuti ataupun diproses dengan baik oleh KPU atau Panwas

berkaitan dengan pelanggaran administrasi serta pidana pemilu. Dalil klasik yang dijadikan

tameng oleh kedua lembaga tersebut bahwa belum cukup bukti atau masih dalam proses dan

kajian.

Page 20: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Muchsan, 2000, Supremasi Hukum Dalam Negara Hukum, disampaikan pada KULIAH PERDANA program Magister Hukum Bisnis dan Hukum Kenegaraan, Program Magister Hukum Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta..

Sudikno Mertokusumo, Upaya Meningkatkan Supremasi Hukum, Justitia Et Pax F. Sugeng Istanto, Supremasi Hukum Dalam Sistem Pemerintahan Negara Undang-Undang

Dasar 1945, Justitia Et Pax. Hendra Nurtjahjo, 2005, Filsafat Demokrasi, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Jakarta. Moch. Mahfud MD, 1999, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media,

Yogyakarta. Samuel P Huntington, 1968, Political Order in Changing Societies, New Haven and London,

Yale University, sebagaimana dikutip oleh Samsuddin Haris, loc cit.

Page 21: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. BIODATA :

1. Nama : Muhamad Satria, SH, M.K.n 2. Tempat & Tanggal Lahir : Kendari, 13 OKTOBER 1968 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki 4. Pekerjaan : Dosen Fakultas Hukum Universitas Haluoleo 5. Agama : ISLAM 6. Alamat : Jl. Melati. No. 14, Kel. Bende

Kec. Kadia, Kota Kendari

B. RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. Masuk pada Universitas Hasanuddin (UNHAS) Fakultas Hukum Program

Sarjana (S-1) Makassar, Tahun 1987-1993. 2. Masuk pada Universitas Gadjah Mada (UGM) Fakultas Hukum Program Strata

(S-2) Hukum Kenotariatan Yogyakarta, Tahun 2000-2003

C. PENGALAMAN ORGANISASI : 1. Ketua Koordinator Komisi Yudisial Republik Indonesia wilayah Sulawesi

Tenggara pada tahun 2007-2010 2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Universitas Haluoleo tahun 2005

sampai dengan sekarang 3. Direktur LKBH Fakultas Hukum Universitas Haluoleo pada tahun 2005-sampai

dengan sekarang. 4. Anggota Lembaga Kajian Konstitusi (LKK) Fakultas Hukum Universitas

Haluoleo pada tahun 2008-sampai dengan sekarang. 5. Anggota Pusat Kajian Hukum Adat (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas

Haluoleo pada tahun 2008-sampai dengan sekarang. 6. Staf Ahli pada kantor Pengacara Dahlan and Patner, tahun 2004 sampai

dengan sekarang. 7. Anggota Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LP2A) Fakultas Hukum

Universitas Haluoleo pada tahun 2008-sampai dengan sekarang. 8. Dewan Penasehat Jurnal Ilmia PROTEKTORAT Fakultas Hukum Universitas

Haluoleo pada tahun 2005-sampai dengan sekarang. 9. Penanggung Jawab Jurnal Ilmiah KONSTITUSI Fakultas Hukum Universitas

Haluoleo pada tahun 2005-sampai dengan sekarang. 10. Board of BPP Indonesian Public Contractor Association (ASKUMINDO) Sout

East Sulawesi, tahun 2006-2010. 11. Board of Karetedo Kojukai Branch Sout East Sulawesi, tahun 2004-2009. 12. Presidium Coordinator of Student Notary Organization of Indonesia, tahun

2001-2002. 13. Chief of Family of Notary Student Gdjah Mada University Yogyakarta, tahun

2001-2002.

Page 22: FENOMENA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM PADA PEMILIHAN UMUM PASCA PENETAPAN CALON LEGISLATIF TAHUN 2009.pdf

14. Chief of Student Senate Danamon Campus Ciawi-Bogor, Indonesia tahun 1987.

15. Board of Kendari Youth Student Association Branch Makassar, tahun 1989-1990.

16. Secretary of Student Senate Faculty, Faculty of Law Hasanuddin University, tahun 1988-1989.

17. PT. Bank Danamon Tbk: a) Senior & Legal Officer, b) Credit/Marceting Division, c) Division of International Trade (Export Import/LC), dan d) Tutor/Instruktor and Planning Program Cenral for Teaching and Training, board region V Makassar Sout East Sulawesi.

D. KEGIATAN YANG PERNAH DIIKUTI : 1. Anggota Penelitian dari Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY-RI)

bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Haluoleo wilayah Sulawesi Tenggara tentang Putusan-Putusan Hakim yang ada di Sulawesi Tenggara tahun 2007 sampai dengan sekarang

2. Peneliti dari Fakultas Hukum bekerjasama dengan UNDP dan Universitas Indonesia tentang Akses Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin pada tahun 2006.

3. Anggota Peneliti dari United Nation Office Drugs and Crime kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Haluoleo pada tahun 2004

Kendari, MEI 2009 Yang Membuat,

(M. S A T R I A)