Febris Konvulsi
description
Transcript of Febris Konvulsi
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM
DISUSUN OLEH :
YAYUK INDAH LESTARI
11.02.01.0898
PRODI S-1 KEPERAWATAN & NERS
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
1. Pengertian
Kejang demam adalah suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun
yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intracranial atau
penyebab yang jelas (Meadow, Sir Roy & Newell Simon J., 2003).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (>38oC)
yang disebabkan oleh suatu proses step (Febry, Ayu Bulan, 2010).
2. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana
Ciri :
1) Sebelumnya tidak ada riwayat keluarga yang menderita epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain
3) Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun
4) Lama kejang 15 menit
5) Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang
6) Tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau perkembangan
7) Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat
b. Kejang demam kompleks
Ciri :
1) Kejang fokal
2) Kejang > 15 menit
3) Kejang berulang (Lumbantobing, 1989).
3. Etiologi
Penyebab kejang demam hingga kini belum diketahui. Namun, kondisi ini sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, infeksi telinga bagian tengah, infeksi paru-
paru, infeksi saluran pencernaan dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi. Kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Febry, Ayu Bulan, 2010).
Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam :
1) Demam itu sendiri
2) Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
3) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4) Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5) Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.
6) Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang
disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut
(OMA), bronkhitis, dan lain – lain (Lumbantobing, 1989).
4. Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa deficit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis
Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit,
tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4
kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi
dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa :
a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik- 5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-
anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 12 menit)
e. Lidah atau pipinya tergigit
f. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g. Inkontinensia (mengompol)
h. Gangguan pernafasan
i. Apneu (henti nafas)
j. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya :
a. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) sakit kepala
c. Mengantuk
d. Linglung (sementara dan sifatnya ringan
5. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+
maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa
meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter
dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dll, selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme
basal meningkat 10-15%dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang
dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
6. Pathway
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
Lebih dari 15 menit
Perubahan suplai darah ke otak
Resiko kerusakan sel neuron otak
Kejang
Resiko Kejang Berulang
Pengobatan, tindakan perawatan, kondisi,
prognosis
Kurang informasi
Kurang Pengetahuan
Cemas
Resiko Cidera
Kurang dari 15 menit
Tidak menimbulkan
gejala sisa
Demam
Hipertermia
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
Ketidakseimbangan potensial membrane ATP
ASE
Difusi Na+ dan K+
Infeksi bakteri, virus, dan parasit
Rangsang mekanik dan biokimia
Reaksi inflamasi
Metabolism tubuh meningkat
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh menjadi pradiposisi pada aktivitas
kejang.
b. Sel darah merah (SDM) : Anemia aplastik mungkin sebagai akibat dari terapi obat.
c. Fungsi lumbal : Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari cairan secara brospinal, tanda-
tanda infeksi, perdarahan.
d. Foto rontgen kepala untuk mengidentifikasi adanya fraktur.
e. EEG (Elektro ensepfalogram) : daerah serebal yang tidak berfungsi.
f. CT – scan : Mengidentifikasi lokasi serebal, infrak, hematom, tumor, abses, dll
(Doengoes, Marilyn E., 1999).
8. Penatalaksanaan
a. Posisi tenang : posisikan anak miring dengan leher ekstensi sehingga sekresi dapat
keluar melalui mulut.
b. Jika pernapasan sulit : buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat
rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan oksigen jika
tersedia.
c. Jika kejang berlanjut berikan diazepam : IV/IM/rektal.
d. Periksa gula darah
e. Lakukan penilaian dan pemeriksaan penunjang. Jika ada kecurigaan meningitis, harus
dilakukan lumbal pungsi.
Jika anak di bawah usia 5 tahun dan mengalami demam :
a. Pendinginan. Pakaian dan selimut yang terlalu tebal harus dibuka. Kompres sesekali
dengan air hangat (yang tidak menyebabkan vasokonstriksi kulit). Terapi antipiretik
seperti parasetamol untuk menurunkan panas.
b. Antibiotic, jika ada infeksi seperti otitis media.
c. Terapi antikonvulsan profilaktik kadang-kadang digunakan pada anak-anak tertentu
yang mengalami kejang demam baerulang (Meadow, Sir Roy & Newell Simon J.,
2003).
9. Komplikasi
Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
a. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara
irreversible.
b. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurologis pada demam neonates (Lumbantobing, 1989).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Kejang demam dapat terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan
dengan demam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien dibawa ke pelayanan kesehatan dengan keluhan kejang.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya ibu pasien mengatakan anaknya kejang disertai peningkatan suhu tubuh.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada ibu riwayat penyakit yang pernah dialami bayi sebelumnya.
4) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan penyakit yang diderita oleh keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lainlain
2) Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi, sianosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
3) Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
4) Eliminasi
Inkontinensia episodik
5) Makanan atau cairan
Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang
6) Neurosensori
Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma
kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
7) Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
8) Pernafasan
Fase iktal : Gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mukus
Fase posiktal : Apnea
9) Keamanan
Riwayat terjatuh
Adanya alergi
10) Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
Perubahan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.
b. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus.
c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak.
3. Rencana Keperawatan
No. Dx Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Resiko tinggi
terhadap cidera
berhubungan
dengan aktivitas
kejang.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan resiko
cidera dapat di
hindari.
Kriteria Hasil :
1. Monitor
lingkungan yang
dapat menjadi
resiko cidera.
2. Tidak terjadi
kejang.
3. Tidak terjadi ced
era saat kejang.
1. Menganjurkan orang
tua untuk
memberikan
pengaman pada sisi
tempat tidur pasien.
2. Menganjurkan orang
tua untuk
membersihkan
saliva yang keluar
dari mulut.
3. Menganjurkan
keluarga untuk
memberikan benda
yang lunak untuk
digigit saat kejang.
4. Menganjurkan orang
tua memantau tanda-
tanda kejang.
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
obat.
1. Mencegah
terjadinya cidera
saat kejang.
2. Mencegah
terjadinya aspirasi.
3. Mencegah
tergigitnya lidah
saat kejang.
4. Mengantisipasi
penanganan
kejang.
5. Alat yang
digunakan untuk
mengurangi
kejang.
Hipertermi Setelah dilakukan 1. Observasi adanya 1. Mencegah
berhubungan
dengan efek
langsung dari
sirkulasi
endotoksin pada
hipotalamus.
tindakan
keperawatan
diharapkan suhu
dalam rentang
normal.
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh
dalam rentang
normal.
2. Nadi dan RR
dalam rentang
normal.
3. Tidak ada
perubahan warna
kulit.
faktor-faktor yang
memperberat
hipertermia.
2. Observasi TTV.
3. Berikan kompres
dingin.
4. Menganjurkan
memakai pakaian
yang tipis.
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
obat.
terjadinya risiko
peningkatan tubuh.
2. Peningkatan suhu
tubuh diawasi.
3. Merangsang saraf
di hipotalamus
untuk
menghentikan
panas tubuh dan
memberikan rasa
nyaman.
4. Dapat membantu
menyerap keringat.
5. Efek obat
diharapkan dapat
menurunkan panas.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian. Jakarta : EGC.
Febry, Ayu Bulan. 2010. Smart Parents : Pandai Mengatur Menu & Tanggap Saat Anak Sakit.
Jakarta : Gagas Media.
Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang pada Anak. Jakarta : Gaya Baru.
Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2003. Lecture Notes : Pediatrika. Jakarta : Erlangga.