Isi Mini CEX Observasi Febris

31
IDENTITAS Nama : Nn. Y Usia : 14 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Teluk Gong no. 18 Tanggal datang ke Puskesmas : 8 Mei 2012 AUTOANAMNESIS Keluhan Utama : Demam sejak 3 hari yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke puskesmas kecamatan penjaringan dengan keluhan panas sejak 3 hari yang lalu. Panas dirasakan hilang timbul, timbul terutama saat malam hari dan menghilang saat siang hari. Panas yang dirasakan tidak terlalu tinggi. Sebelum panas, pasien mengatakan bahwa ia habis terkena air hujan pada saat malam hari, kemudian pada pagi hari pasien merassa tidak enak badan dan pada saat malam timbul panas pada tubuh. Panas diikuti dengan sakit kepala dan pusing, terutama saat berpindah posisi dari berbaring menjadi tidur. Sakit kepala hanya dirasakan pada kepala bagian depan dengan rasa seperti berdenyut. Panas juga diikuti dengan mual dan muntah, muntah dalam 1 hari sebanyak 3 kali, terutama jika masuk makanan, pasien mengakui jika makan pasien memuntahkan makanannya. Munta masih disertai dengan sisa makanan, pasien menyangkal adanya darah yang timbul saat muntah. Mual dan muntah disertai dengan sakit pada perut sebelah kiri atas dan bagian tengah, yang timbul 1

Transcript of Isi Mini CEX Observasi Febris

Page 1: Isi Mini CEX Observasi Febris

IDENTITAS

Nama : Nn. Y

Usia : 14 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Teluk Gong no. 18

Tanggal datang ke Puskesmas : 8 Mei 2012

AUTOANAMNESIS

Keluhan Utama :

Demam sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke puskesmas kecamatan penjaringan dengan keluhan panas sejak 3

hari yang lalu. Panas dirasakan hilang timbul, timbul terutama saat malam hari dan

menghilang saat siang hari. Panas yang dirasakan tidak terlalu tinggi. Sebelum panas, pasien

mengatakan bahwa ia habis terkena air hujan pada saat malam hari, kemudian pada pagi hari

pasien merassa tidak enak badan dan pada saat malam timbul panas pada tubuh. Panas diikuti

dengan sakit kepala dan pusing, terutama saat berpindah posisi dari berbaring menjadi tidur.

Sakit kepala hanya dirasakan pada kepala bagian depan dengan rasa seperti berdenyut.

Panas juga diikuti dengan mual dan muntah, muntah dalam 1 hari sebanyak 3 kali,

terutama jika masuk makanan, pasien mengakui jika makan pasien memuntahkan

makanannya. Munta masih disertai dengan sisa makanan, pasien menyangkal adanya darah

yang timbul saat muntah. Mual dan muntah disertai dengan sakit pada perut sebelah kiri atas

dan bagian tengah, yang timbul sejak demam, sakit dirasa seperti tertekan dan tidak menjalar.

Pasien juga merasa lidahnya pahit, sehingga nafsu makan berkurang.

Pasien juga merasa saat panas, pasien merasa kaki menjadi pegal-pegal dan nyeri

pada tulang, walaupun pasien sedang tidak beraktivitas. Pasien menyangkal adanya batuk,

pilek dan sesak napas. Pasien memiliki pola BAB yang tidak lancar, pasien biasanya BAB 1

kali dalam 2 -3 hari, tidak keras dan menyangkal adanya darah yang menetes saat BAB. BAK

normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien menyangkal adanya sakit seperti ini sebelumnya.

- Riwayat hipertensi disangkal oleh pasien.

- Riwayat diabetes melitus disangkal oleh pasien

1

Page 2: Isi Mini CEX Observasi Febris

Riwayat Penyakit keluarga :

- Sakit seperti ini dalam keluarga disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal oleh pasien

- Riwayat diabetes melitus disangkal oleh pasien

Riwayat Psikososial :

Pasien merupakan seorang pelajar, sebelum sakit, pasien memiliki pola makan yang

baik, pasien dalam 1 hari makan sebanyak 3 kali, pasien suka mengkonsumsi bakso, dalam 1

minggu > 3 kali, pasien juga suka mengkonsumsi makanan yang pedas. Pasien juga suka

mengkonsumsi es jeruk peras yang dibeli diluar rumah.

Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang tinggal 1 rumah yang sakit seperti

ini. Pasien juga tidak mengetahui adanya tetangga di lingkungan rumah yang sakit seperti ini.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah mengobati keluhan panas dengan mengkonsumsi mixagrip, panas hilang

beberapa saat, kemudian hilang kembali.

Riwayat Alergi :

- Riwayat alergi terhadap makanan disangkal oleh pasien

- Riwayat alergi terhadap obat-obatan disangkal oleh pasien

- Riwayat alergi terhadap cuaca disangkal oleh pasien

PEMERIKSAAN FISIK:

Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

- Tekanan Darah : 110 /80 mmHg

- Nadi : 96 x / menit

- Pernapasan : 22 x / menit

- Suhu : 37,0 oC

ANTROPOMETRI

BB : 49 Kg

TB : 153 cm

IMT : BB

TB2 = 49

1,532 = 20,93 (Normal)

2

Page 3: Isi Mini CEX Observasi Febris

Status Generalisata

Kepala :

- Bentuk kepala normochepal.

- Rambut hitam, distribusi merata.

Mata :

- Pupil bulat isokor Ø 3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+)

- Konjungtiva anemis (-/-)

- Sklera ikterik (-/-)

Telinga :

- Bentuk normotia

- Membrana tymphani intact (-/-)

Hidung :

- Mukosa hidung merah muda

- Sekret (-/-)

- Epistaksis (-/-)

- Septum deviasi (-)

Mulut :

- Mukosa oral tidak sianosis,

- Lidah kotor (+)

- Bibir tidak kering

- Tonsil T1/T1

Leher :

- Pembesaran KGB (-)

- Pembesaran tyroid (-)

- JVP : 5 + 2 cm H20

Thorax :

- Bentuk normochest,

- Pernapasan thoroabdominal,

Jantung :

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra

- Perkusi : Batas jantung kanan relative di ICS V linea parasternal dextra

Batas janttung kiri relative di ICS V linea mid clavicula sinistra

3

Page 4: Isi Mini CEX Observasi Febris

- Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru :

- Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)

- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

- Inspeksi : Permukaan abdomen datar

- Palpasi : nyeri epigastrium (+), turgor baik,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

- Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

- Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas :

- Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

- Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

Resume

Subjective :

Perempuan 14 tahun datang ke Puskesmas Kecamatan Penjaringan dengan febris sejak 3 hari

yang lalu, demam hilang timbul, terutama saat malam hari. Cephalgia (+), vertigo (+),

nausea (+), vomitus (+), nyeri epigastrium (+). Riwayat suka mengkonsumsi bakso, makan

pedas(+).

Objective :

Tanda-tanda vital :

- Suhu : 37,0oC

Mulut :

- Lidah kotor (+)

Abdomen :

- Nyeri tekan epigastrium (+)

Daftar Masalah :

1. Observasi febris 3 hari e.c bacterial infection

4

Page 5: Isi Mini CEX Observasi Febris

ASSESMENT

1. Observasi febris 3 hari e,c bacterial infection

Subjective :

Perempuan 14 tahun datang ke Puskesmas Kecamatan Penjaringan dengan febris

sejak 3 hari yang lalu, demam hilang timbul, terutama saat malam hari. Cephalgia (+),

vertigo (+), nausea (+), vomitus (+), nyeri epigastrium (+). Riwayat suka

mengkonsumsi bakso, makan pedas(+).

Objective :

Tanda-tanda vital :

- Suhu : 37,0oC

Mulut :

- Lidah kotor (+)

Abdomen :

- Nyeri tekan epigastrium (+)

Assasement :

DD/ 1. Observasi febris e.c viral infection

Planning :

RDx/ :

1. Analisa darah lengkap

2. Widal

3. IgG IgM dengue

RTh/ :

Non Medikamentosa :

- Tirah baring

- Kompres hangat

Berikan kompres dengan air hangat jika pada tubuh pasien didapatkan panas

yang cukup tinggi

- Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup bertujuan untuk mengubah pola makan pasien dari pola

makan yang buruk menjadi pola makan yang baik. Anjurkan kepada pasien

untuk tidak banyak mengkonsumsi makanan yang bersifat instan, anjurkan

pasien untuk mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat.

Medikamentosa :

5

Page 6: Isi Mini CEX Observasi Febris

- Kotrimoxazol 480 mg 2 x 1

- Paracetamol 500 mg 3 x 1

- Vitamin B6 2 x 1

- Antasid 3 x 1 a.c

Prognosis

Baik, jika pengobatan tepat dan pasien mengikuti edukasi yang diberikan oleh dokter.

6

Page 7: Isi Mini CEX Observasi Febris

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi dari

Salmonella enterica subspecies enterica serotype Typhi (Epstein, 2006). Demam tifoid

masih merupakan penyakit endemic di Indonesia.

Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang

nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit

yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan

wabah (Widodo, 2006).

1.2. Epidemiologi

Secara global, demam tifoid dianggap sebagai penyakit yang penting dan masih

tidak terlaporkan dengan baik namun prevalensinya cukup tinggi di negara berkembang.

Angka insiden dari demam tifoid di dunia adalah berkisar antara 198 per 100.000 (Vietnam)

sampai 980 per 100.000 (India) pada tahun 2000 (Sinha, 1999; Lin, 2000). Insiden yang sma

juga ditemukan di Chile, Nepal, South Africa, dan Indonesia sejak sekitar 15 tahun terakhir.

Estimasi insiden demam tifoid berkisar antara 16-33 juta kasus baru per tahun dengan

216.000-600.000 angka kematian per tahun (Crump, 2004) dimana kebanyakan terdapat di

daerah Asia Pasifik.

Gambar 1. 1: Insiden demam tifoid di dunia (Courtesy of John A. Crump, Centers for

Disease Control and Prevention)

7

Page 8: Isi Mini CEX Observasi Febris

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di

Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4

per 10.000 penduduk (Depkes, 1996). Insiden demam tifoid bervariasi tiap daerah dan

biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) terdapat 157 kasus

per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.

1.3. Faktor Risiko

Perbedaan insiden demam tifoid di daerah perkotaan seperti pada data di atas,

biasanya terkait dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan

dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan (Widodo,

2006). Karena itu, faktor risiko terkenanya demam tifoid adalah bagi individu yang tinggal di

lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik.

Basil salmonella menular manusia ke manusia melalui makanan dan minuman. Jadi

makanan dan minuman yang di konsumsi manusia telah tercemar oleh komponen feses atau

urin dari pengidap tifoid. Beberapa kondisi kehidupan menusia yang sangat berperan adalah :

1. Hygiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa.

Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh anak.

2. Hygiene makanan dan minuman yang rendah . faktor ini paling berperan pada

penularan tifoid. Banyak sekali contoh diantaranya : makanan yang dicuci dengan

air yang terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang

dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah atau

dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya.

3. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kecuali sampah

yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.

4. Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.

5. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.

6. Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna.

7. Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid.

1.4. Etiologi

Etilogi dari demam tifoid adalah Salmonella enterica subspecies enterica serotype

Typhi (Epstein, 2006). S. Typhi sama seperti salmonella lainnya yaitu termasuk gram negatif,

memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak berspora. Ukuran antara (2-4) x 0,6 μm. Suhu

optimum untuk tumbuh adalah 37 C dengan PH antara 6-8. Perlu diingat bahwa basil ini⁰

dapat hidup hingga beberapa minggu di dalam air es, sampah dan debu. Reservoir satu-

8

Page 9: Isi Mini CEX Observasi Febris

satunya adalah manusia, yaitu seseorang yang sedang sakit atau karier.

S.typhi termasuk bacillus anaerobik fakultatif yang dapat memfermentasi glukosa,

mengubah nitrat menjadi nitrit, mensintesis peritrichous flagella ketika motil, memiliki

antigen somatik (O), antigen flagellar (H), antigen amplop (K). S.typhi juga memiliki

lipopolisakarida, sebuah makromolekul kompleks, disebut endotoksin, yang membentuk

bagian luar dari dinding sel.

Endotoksin ini terdiri dari tiga lapisan: sebuah luar (O, oligosakarida), tengah (R,

inti), dan basal (lapisan lipid A). S. Typhi ini juga mampu menghasilkan R plasmid-transmisi

sebagai.

1.5. Patogenesis

Perjalanan penyakit dari demam tifoid ditandai dengan invasi bakteri yang kemudian

bermultiplikasi dalam sel mononuclear fagositik, hati, limfa, nodus limfatikus, dan Plak

Peyeri di ileum (Epstein, 2006). Masuknya Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke

dalam tubuh manusia adalah melalui makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut. Sebagian

bakteri mati oleh asam lambung, sebagian lagi lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka

kuman akan menembus sel-sel epitel utama (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di

lamina propia, kuman-kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagositosis terutama

oleh makrofag. Kuman dapat hidup dalam makrofag dan seterusnya dibawa ke Plak Peyeri

ileum distal, kelenjar getah bening mesenterika, duktus torasikus, dan akhirnya masuk ke

dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia pertama yang asimpotamik serta

menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial terutama hati dan limfa. Di dalam organ-organ

ini, kuman keluar dari sel fagositik untuk selanjutnya berkembangbiak di luar sel atau ruang

sinusoid. Selanjutnya, kuman ini masuk ke dalam sirkulasi darah kembali dan menimbulkan

bakterimia yang kedua disertai dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, dan secara ‘intermitten’

akan disekresikan ke dalam lumen usus. Sebgagian kuman dikeluarkan melalui feses namun

sebagiannya lagi masuk kembali ke sirkulasi darah setelah menembus usus. Proses yang sama

terulang lagi, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif, maka pada saat fagositosis

Salmonella kembali, dilepaskan sejumlah mediator radang yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit

perut, instabilitas vaskuler gangguan mental dan koagulasi.

Di dalam Plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan.

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena erosi pembuluh darah sekitar Plak Peyeri yang

9

Page 10: Isi Mini CEX Observasi Febris

sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding

usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa

usus, dan dapat menyebabkan perforasi usus.

Gambar 1. 2: Patogenesis demam tifoid.

1.6. Gambaran Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung sekitar 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul

sangat bervariasi, mulai dari yang ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran

penyakit khas yang disertai dengan komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa

dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan

epistaksis (Widodo, 2006). Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.

Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.

Pada akhir minggu pertama, terjadi peningkatan puncak demam dan timbul rose spots berupa

ruam macula papula 1-4 cm berwarna salmon.

Pada minggu kedua gejala-gejala lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif

(bradikardia relatif adalah peningkatan suhu badan 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi

10

Page 11: Isi Mini CEX Observasi Febris

8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepid an ujung merah serta tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,

delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

Pada minggu ketiga, didapatkan gejala demam pada individu yang semakin

meningkat, anorexia, penurunan berat bada yang significant, infeksi pada konjungtiva

palpebra, tachypneu, ronkhi basah (crackle) di basal paru, distensi abdomen berat, pea soup

diarrhea ( diare dengan feses berwarna hijau kuning cair), pasien akan tampak apati, psikosis

dan confuse. Pada kasus yang berat, dapat didapatkan nekrosis plaque peyeri sehingga terjadi

peritonitis dan perforasi usus.

Pada beberapa pasien yang dapat bertahan dapat timbul gejala pada minggu ketiga

yang berkepanjangan dan semakin memberat, namun, tidak jarang yang menimbulkan

kematia. Kematian yang terjadi akibat typhoid toxic adalah akibat overwhelming toxemia,

miokarditis dan perdarahan intestinal.

1.7. Langkah Diagnostik

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia (±

3000-8000 per mm³), dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis

dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu, dapat ditemukan pula

anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit dapat

terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat

meningkat.

Terjadinya leucopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator

endogen yang ada. Diperkirakan kejadian leucopenia 25 %, namun banyak laporan bahwa

dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan.

Terjadinya trombositopenia berhubungan dengan produksi yang menurun dan destruksi yang

meningkat oleh sel-sel RES. Sedangkan anemia juga disebabkan peroduksi hemoglobin yang

menurun dan adanya perdarahan intestinal yang tak nyata (occult bleeding). Perlu diwaspadai

bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, karena bisa disebabkan

oleh perdarahan hebat dalam abdomen.

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah

sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus. Bebeapa

pemeriksaan bakteriologis yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Biakan darah

11

Page 12: Isi Mini CEX Observasi Febris

Biakan pada agar darah dan agar Mac Conkey menunjukkan bahwa kuman tumbuh tanpa

meragikan laktosa, gram negative dan menunjukkan gerak positif.

b. Biakan bekuan darah

Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu empedu. Biakkan ini lebih sering

memberikan hasil positif.

c. Biakan tinja

Hasil positif selama masa sakit. Diperlukan biakan berulang untuk mendapatkan hasil

positif. Biakan tinja lebih berguna pada penderita yang sedang diobati dengan

kloramfenikol.

d. Biakan empedu

Penting untuk mendeteksi adanya karier dan pada stadium lanjut penyakit. Empedu

dihisap melalui tabung duodenum dan diolah dengan cara seperti tinja.

e. Biakan air kemih

Pemeriksaan ini kurang berguna bila dibandingkan dengan biakan darah dan tinja. Biakan

air kemih positif pada minggu sakit ke 2 dan 3.

f. Biakan salmonella typhi

Specimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feses, dan urin.

Spesimen darah diambil pada minggu I sakit saat demam tinggi. Spesimen feses dan urin

pada minggu ke II dan minggu-minggu selanjutnya. Pembiakan memerlukan waktu kurang

lebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan menyatakan “basil salmonella tumbuh”, maka

penderita sudah pasti mengidap demam tifoid. Spesimen ditanam dalam biakan empedu.

Sensitifitas tes ini rendah, dapat disebabkan oleh beberapa hal: pasien telah dapat

antibiotik sebelumnya, waktu pengambilan spesimen tidak tepat, volume darah yang

diambil kurang, darah menggumpal, dll. Spesimen darah dari sumsum tulang mempunyai

sensitifitas yang lebih tinggi.

Bahan pemeriksaan lain :

Serologis Widal

Tes serologis widal adalah reaksi antara antigen dengan aglutinin yang merupakan

antibody spesifik terhadap komponen basil salmonella di dalam darah manusia. Prinsip

tesnya adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi

yakni aglutinin O dan H.

Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya pada

minggu ke 3-5. Aglutinin ini dapat bertahan sampa lama 6-12 bulan. Aglutinin H

12

Page 13: Isi Mini CEX Observasi Febris

mencapai puncak lebih lambat, pada minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu yang lebih

lama, sampai 2 tahun kemudian.

Interpretasi Reaksi Widal :

a. Batas titer yang dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan kesepakatan atau

perjanjian pada suatu daerah, dan berlaku untuk daerah tersebut. Kebanyakan

pendapat bahwa titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis demam tifoid.

b. Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis tifoid.

c. Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila didapatkan kenaikan

titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. Perlu diingat

bahwa banyak faktor yang mempengaruhi reaksi widal sehingga mendatangkan

hasil yang keliru baik negative palsu atau positif palsu. Hasil tes negative palsu

seperti pada keadaan pembentukan anti bodi yang rendah yang dapat ditemukan

pada keadaan-keadaan gizi jelek, konsumsi obat-obat imunosupresif, penyakit

agammaglobuilinemia, leukemia, karsinoma lanjut, dll. Hasil tes positif palsu

dapat dijumpai pada keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeski sub klinis

beberapa waktu yang lalu, aglutinasi silang, dll.

Enzim transaminase

Peradangan pada sel-sel hati menyebabkan enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT)

sering ditemukan meningkat. Banyak pendapat bahwa hal ini disebabkan karena banyak

faktor, seperti pengaruh endotoksin, mekanisme imun dan obat-obatan. Bila proses

peradangan makin berat maka tes fungsi hati lainnya akan terganggu, seperti bilirubin

akan meningkat, albumin akan menurun, dll. Secara klinis bila tes fungsi hati terganggu

dan disertai ikterus dan hepatomegali disebut hepatitis tifosa atau hepatitis salmonella.

Lipase dan amylase

Basil tahan salmonella sampai menginvasi pancreas, dapat menimbulkan pancreatitis,

maka enzim lipase dna amylase akan meningkat.

1.8. Diagnosis

Penegakan diagosis sedini mungkin akan sangat bermanfaat untuk menentukan terapi

yang tepat dan mencegah komplikasi. Penegetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat

penting untuk mendeteksi secara dini. Walaupun pada waktu tertentu diperluakn pemeriksaan

tambahan untuk membantu penegakan diagnosis, seperti yang dijelaskan di atas.

Sindroma klinis adalah kumpulan gejala-gejala demam tifoid. Diantara gejala klinis

yang sering ditemukan pada tifoid yaitu: demam, sakit kepala, kelemahan, nausea, nyeri

13

Page 14: Isi Mini CEX Observasi Febris

abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal, insomnia, hepatomegali,

splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi relative, kesadaran berkabut, dan feses

berdarah.

Diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas tiga macam, yaitu:

1. Suspek demam tifoid (suspect case)

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala umum, gangguan saluran

cerna dan lidah tifoid. Jadi sindrom demam tifoid didapatkan belum lengkap. Diagnosis

suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

2. Demam tifoid klinis (probable case)

Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh

gambaran laboratorium yang menunjukkan demam tifoid.

3. Demam tifoid konfirmasi (confirm case = demam tifoid konfirmasi)

Bila gejala klinis sudah lengkap dan ditemukannya basil kuman Salmonella typhoid, maka

pasien sudah pasti menderita demam tifoid. Cara yang dianggap paling tepat dalam

mendeteksi adanya kuman salmonella typhi adalah dengan melakukan pemeriksaan biakan

salmonella typhi, pemeriksaan pelacak DNA Salmonella Typhi dengan PCR (polymerase

Chain Reaction), dan adanya kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan widal II, 5-7 hari

kemudian.

3.9. Tata Laksana

Sampai saat in masih dianut Trilogi Pengobatan Demam Tifoid, yaitu:

a. Istirahat dan perawatan

Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Penderita

yang dirawat harus bedrest total untuk mencegah terjadinya komplikasi terutama

perdarahan dan perforasi. Bila penyakit mulai membaik dilakukan mobilisasi

secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. BAB dan BAK

sebaiknya dibantu perawat. Hindari pemasangan kateter urine tetap, bila tidak ada

indikasi.

b. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif)

Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

Hal-hal yang harus diperhatikan, di antaranya:

Cairan

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun

parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada

14

Page 15: Isi Mini CEX Observasi Febris

komplikasi, penurunan kesadaran serta pada pasien yang sulit makan. Dosis

parenteral sesuai dengan kebutuhan harian. Bila ada komplikasi dosis cairan

disesuaikan dengan kebutuan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori

yang optimal.

Diet

Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah

selulose untuk mencegah komplikasi, perdarahan dan perforasi. Diet

diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak (tim), dan nasi biasa bila keadaan

penderita membaik, diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim. Namun bila

penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet cair

yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat

kesembuhan penderita.

Terapi simptomatik

Dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum

penderita :

- Roboransia/vitamin

- Antipiretik diberikan untuk kenyamanan penderita, terutama untuk anak-

anak

- Antiemetik diperlukan bila penderita muntah-muntah berat

c. Pemberian Antimikroba

Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Kebijakan dasar

pemberian anti mikroba

o Antimikroba segera diberikan bila diagnose klinis demam tifoid telah dapat

ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, propable, maupun

suspek.

o Anti mikroba yang dipilih harus dipertimbangkan :

1. Telah dikenal sensitif dan potensial untuk demam tifoid.

2. Mempunyai sifat farmakokinetik yang dapat berpenetrasi dengan baik ke

jaringan serta mempunyai afinitas yang tinggi menuju organ sasaran.

3. Berspektrum sempit.

4. Cara pemberian yang mudah dan dapat ditoleransi dengan baik oleh

penderita termasuk anak dan wanita hamil.

5. Efek samping yang minimal.

15

Page 16: Isi Mini CEX Observasi Febris

6. Tidak mudah resisten dan efektif mencegah karier.

Tabel Obat Antimikroba untuk Penderita Demam Tifoid

Antibiotika Dosis Kelebihan dan keuntungan

Kloramfenikol

50 mg/Kg bb/Hr

Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr)

Anak : 100 mg/Kg BB/Hr,

max 2 gr selama 10 hr dibagi

dalam 4 dosis

- Merupakan obat yang sering

digunakan dan telah lama

dikenal efektif untuk demam

tifoid

- Murah dan dapat diberi per-oral,

sensitivitas masih tinggi

- Pemberian PO/IV

- Tidak diberikan bila leukosit

<2000/mm³

Seftriakson

Dewasa : 2-4 gr/Hr selama 3-

5 hr

Anak : 80 mg/Kg BB/Hr

dosis tunggal selama 5 hari

- Cepat menurunkan suhu, lama

pemberian pendek dan dapat

dosis tunggal serta cukup aman

untuk anak

- Pemberian IV

Ampisilin &

amoksisilin

Dewasa : 3-4 gr/Hr

Anak : 100 mg/Kg BB/Hr

selama 10 hari

- Aman untuk penderita hamil

- Sering dikmbinasi dengan

kloramfenikol pada pasien kritis

- Tidak mahal

- Pemberian PO/IV

Kotrimoksasol

Dewasa : 2x 160-800 mg

selama 2 minggu

Anak : TMP 6-10 mg/Kg

BB/Hr atau SMX 30-50

mg/Kg/Hr selama 10 hari

- Tidak mahal

- Pemberian per oral

Quinolone

Siprofloksasin : 2x500 mg

selama 1 minggu

Ofloksasin : 2x200-400 mg

selama 1 minggu

Plefoksasin : 1x400 mg

- Pefloksasin dan fleroksasin

lebih cepat menurunkan suhu

- Efektif mencegah relaps dan

karier

16

Page 17: Isi Mini CEX Observasi Febris

selama 1 minggu

Fleroksasin : 1x400 mg

selama 1 minggu

- Pemberian per oral

- Anak : tidak dianjurkan karena

efek samping pada

pertumbuhan tulang

Cefixim Anak : 15-20 mg/KgBB/ Hr

dibagi dalam 2 dosis selama

10 hari

- Aman untuk anak

- Efektif

- Pemberian per oral

Tiamfenikol

Dewasa : 4x500 mg

Anak : 50 mg/Kg BB/Hari

selama 5-7 hari bebas panas

- Dapat untuk anak dan dewasa

- Dilaporkan cukup sensitif pada

beberapa daerah

Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil, memerlukan perhatian khusus.

Tiamfenikol tidak boleh diberikan pada trimester pertama Karena kemungkinan efek

teratogenik terhadap fetus manusia belum dapat disingkirkan, pada kehamilam lebih lanjut

tiamfenikol baru dapat digunakan. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3

kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine,

dan grey syndrome pada neonatus. Obat golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol

tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid pada ibu hamil. Obat yang dianjurkan

adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.

3.10. Prognosis

Prognosis demam tifoid secara global, tergantung dari populasi pasien dan letak

geografi area. Pada daerah epidemik di negara berkembang, pasien umumnya mendapatkan

pengobatan yang tepat sehingga case fatality rate-nya kurang dari 1% dan insiden komplikasi

yang rendah. Di beberapa area endemic termasuk di Indonesia, Nigeria, India dan Nepal,

severe typhoid fever (demam tifoid parah dengan gangguan kesadaran atau syok), sering

terjadi pada pasien yang sampai dirawat di rumah sakit. (Eipstein, 2006).

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ tubuh dapat diserang dan

berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada

demam tifoid, yaitu:

Komplikasi intestinal, seperti perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, dan

pankreatitik.

Komplikasi ekstra-intestinal, meliputi:

17

Page 18: Isi Mini CEX Observasi Febris

- Komplikasi kardivaskuler, seperti gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.

- Komplikasi darah, seperti anemia hemolitik, tromnositopenia, KID, dan trombosis.

- Komplikasi paru, seperti pneumonia, empiema, dan pleuritis.

- Komplikasi hepatobilier, seperti hepatitis dan kolesistitis.

- Komplikasi ginjal, seperti glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

- Komplikasi tulang, seperti osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.

- Komplikasi neuropsikiatrik atau tifoid toksik.

Bila tidak terjadi komplikasi, umunya demam tifoid dapat segera membaik. Namun bila

sampai terjadi komplikasi, dibutuhkan penanganan lebih lanjut, sesuai dengan komplikasi

yang terjadi.

Komplikasi Intestinal

Perdarahan Intestinal

Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk

tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus

lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak

menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Perdarahan juga dapat terjadi karena

gangguan koagulasi darah atau gabungan kedua faktor.

Perforasi Usus

Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di

daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan

tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50 % penderita dan pekak hati terkadang tidak

ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi

cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Bila pada gambaran foto polos abdomen

ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan. Faktor yang dapat

meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, (20-30 tahun), lama demam, modalitas

pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S.typhi tetapi

juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus.

Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin

intravena. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan

intestinal.

Komplikasi Ekstraintestinal

Komplikasi Hematologik

18

Page 19: Isi Mini CEX Observasi Febris

Berupa trombositopenia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial

thromboplastin, peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular

diseminata (KID). Penyebab KID belum jelas. Hal-hal yang sering dikemukakan adalah

endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan

kinin, prostaglandin dan histamine menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel

pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi baik

kompensata maupun dekompensata. Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfuse

darah, substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi. Trombositopenia terjadi karena

menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya

destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.

Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan dijumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid dan lebih

banyak dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis

ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik,

parameter laboratorium, bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim

transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin. Hepatitis tifosa dapat terjadi

pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang.

Pankreatitis Tifosa

Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri,

cacing, maupun zat-zat farmakologik. Pemeriksaan enzim amylase dan lipase serta

ultrasonografi/CT Scan dapat membantu diagnosis penyakit. Penatalaksanaan seperti

penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik intravena seperti sefriakson dan

kuinolon.

Miokarditis

Terjadi 1-5 % penderita demam tifoid sedangkan kelainan EKG (10-15%) penderita.

Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan

sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Kelainan ini biasanya

disebabkan oleh kuman S.typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian.

Manifestasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik

Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semikoma, koma. Parkinson

rigidity, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia, sitotoksik,

mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, Sindrom Guillain-

Barre, dan psikosis.

19

Page 20: Isi Mini CEX Observasi Febris

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan

kesadaran akut dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam

pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Semua kasus tifoid toksik diberikan

pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan

deksametason 3 x 5 mg.

3.11. Pencegahan

Preventif dan Kontrol Penularan

Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan Kasus Luar

Biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman Salmonella typhi

sebagai agen penyakit dan faktor penjamu serta faktor lingkungan.

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu: 1.

Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi, 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien

terinfeksi S.typhi akut maupun karier. 3. Proteksi pada orang yang berisiko tinggi.

Pencegahan infeksi Salmonella typhi juga dapat dilakukan dengan penerapan pola

hidup bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana  namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak

dini oleh setiap orang untuk menjaga higienitas pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan

cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum,

mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan

makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan

yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta

mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan.

Vaksinasi

Vaksin pertama kali ditemukan 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas vaksinasi

telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO). Indikasi vaksinasi adalah

bila : 1) hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang demam tifoid semakin tinggi

untuk daerah berkembang, 2) orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan

3). Petugas laboratorium.

Jenis Vaksin

Vaksin oral : -Ty21a (vivotif Berna) belum beredar di Indonesia

Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul

polisakarida.

Pemilihan Vaksin

20

Page 21: Isi Mini CEX Observasi Febris

Vaksin oral –Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% selama 5

tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya Vaksin parenteral non-aktif relatif

lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan

ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal pemberiannya yang ada saat ini di

Indonesia hanya ViCPS (Typhim Vi)

Indikasi Vaksinasi

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid bergantung pada faktor risiko yang

berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya:

Populasi : anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah sakit,

laboratorium kesehatan, industry makanan/minuman>

Individual : pengunjung/ wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak erat dengan

pengidap tifoid.

Kontraindikasi Vaksinasi

Vaksin hidup oral Ty21a tidak diberikan pada sasaran yang alergi atau reaksi efek

samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan. Bila diberikan bersamaan dengan obat

anti malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru

dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat

sulfonamide atau antimikroba lainnya.

21