Fat graft Myringoplasty
description
Transcript of Fat graft Myringoplasty
Miringoplasti Graf Lemak :
Pemilihan Lokasi Graf dan Pasien
Hani El Garem, Ossama Sobhy
Abstrak
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hasil operatif dari
miringoplasti graf lemak sehubungan dengan pemakaian dua sumber lemak yang
berbeda (lemak dari lobulus telinga dan lemak dari dinding abdomen) sebagai
material graf, ukuran perforasi yang berbeda, serta kondisi dari sisa masing-
masing membran timpani dalam upaya membantu pemilihan pasien dan lokasi
graf yang lebih baik.
Pasien dan metode: Penelitian ini dilakukan terhadap 30 pasien dengan perforasi
membran timpani sentral <30% dan dengan air bone gap tidak lebih dari 25dB.
Penelitian ini terdiri dari dua kelompok terpilih acak. Kelompok pertama (grup A)
terdiri dari 15 pasien yang menjalani miringoplasti graf lemak yang diambil dari
lemak lobulus telinga. Kelompok kedua (grup B) terdiri dari 15 pasien yang
menjalani operasi dengan menggunakan lemak dari dinding abdomen. Kasus-
kasus tersebut kami ikuti perkembangannya selama enam bulan pasca operasi.
Evaluasi audiologik dilakukan pada bulan keenam pasca operasi.
Hasil: Di grup A, 12 pasien (80%) sukses menjalani operasi dan 3 pasien (20%)
mengalami kegagalan. Di grup B, 11 pasien (73,3%) sukses menjalani operasi dan
4 pasien (26,7%) gagal. Tidak terdapat perbedaan signifikan diantara kedua
kelompok penelitian kami sehubungan dengan tingkat keberhasilan operasi.
Perforasi sebesar 2 mm atau kurang dalam dimensi terbesar menunjukkan tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perforasi
yang berukuran lebih dari 2 mm. Daerah atrofik di sisa membrana timpani
mempengaruhi hasil operasi secara signifikan.
Kesimpulan: Miringoplasti dengan graf lemak dapat dikerjakan pada kasus-kasus
perforasi ukuran kecil khususnya hingga ukuran 2 mm dalam diameter
terbesarnya. Lobulus telinga memberikan sumber lemak baru yang mudah
digunakan.
1
Pendahuluan
Tindakan operasi miringoplasti pertama kali menggunakan graf lemak
dilakukan oleh Ringenberg. Menggunakan lemak dari lobulus telinga yang
dipipihkan sebagai substansi graf baik di permukaan lateral maupun medial dari
membrana timpani.
Penelitian selanjutnya adalah mengenai miringoplasti graf lemak sebagai
upaya lain dari miringoplasti formal. Kebanyakan dokter bedah menggunakan
teknik “sumbat”. Berbagai sumber jaringan lemak dicoba untuk digunakan, yakni,
lobulus telinga, dinding abdomen, paha atas, dan daerah pretragus.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hasil operasi
miringoplasti dengan graf lemak sehubungan dengan penggunaan dua tipe lemak
yang berbeda (lemak lobulus telinga dan lemak dinding abdomen) sebagai
material untuk graf, dan juga sehubungan dengan ukuran perforasi dan kondisi
dari sisa membrana timpani untuk membantu pemilihan pasien dan lokasi graft
dengan lebih baik agar mendapatkan hasil yang lebih baik pula.
Pasien dan Metode
Penelitian ini dilakukan pada 30 pasien yang dipilih diantara pasien-pasien
yang datang ke klinik rawat jalan, ENT Departement, Alexandria University
Hospital.
Pemilihan kasus:
Pasien-pasien yang masuk dalam penelitian kami memenuhi kriteria berikut:
1. Perforasi membrana timpani sentral kering tidak melebihi 30% dari pars
tensa.
2. Audiometri nada murni menunjukkan gambaran kurang pendengaran tipe
konduktif dengan air bone gap (ABG) tidak lebih dari 25 dB pada subyek
penelitian kami.
Kasus-kasus dengan riwayat miringoplasti sebelumnya atau dengan penyakit
sistemik yang tidak terkontrol tidak kami sertakan dalam penelitian ini.
Semua telinga harus kering selama setidaknya 2 minggu sebelum operasi
dikerjakan.
2
Penelitian dikerjakan dalam dua kelompok yang dipilih secara acak :
i. Grup A: Terdiri dari 15 pasien yang telah menjalani miringoplasti dengan
graf lemak yang menggunakan sumber dari lemak lobulus telinga.
ii. Grup B: Terdiri dari 15 pasien yang telah menjalani menjalani
miringoplasti dengan graf lemak yang menggunakan lemak dari dinding
abdomen.
Seluruh pasien menjalani anamnesis lengkap, pemeriksaan otologi, dan
evaluasi audiologik: audiometri nada murni dan timpanometri. Lembar
persetujuan tertulis diperoleh dari seluruh pasien yang menjelaskan mengenai
prosedur dari penelitian yang kami lakukan.
Prosedur Operasi:
Anestesia: seluruh kasus dioperasi dengan anestesi umum.
Pengambilan Lemak dari Lobulus Telinga: Lobulus telinga diinfiltrasi dengan
xylocaine 1% dengan adrenalin 1/100.000. Dilakukan insisi kecil di posterior
lobulus telinga. Lemak diambil dengan menggunakan gunting diseksi tajam
dengan hati-hati agar tidak menembus kulit anterior. Ukuran dari graf lemak
sebesar dua kali ukuran perforasi. Insisi lobulus telinga ditutup dengan
menggunakan jahitan silk interrupted 4-0.
Pengambilan lemak di dinding abdomen: Dilakukan insisi transversal ukuran 1
cm dibuat di kuadran kiri bawah dinding abdomen anterior. Lemak diambil
dengan menggunakan diseksi tajam. Insisi ditutup dalam dua lapisan. Sumbat
lemak yang diambil dengan kedua cara tersebut dimasukkan ke dalam larutan
saline steril hingga waktu pemasangan.
Teknik miringoplasti dengan graf lemak: Spekulum telinga digunakan agar
endomeatal dapat terjangkau. Diameter dari perforasi diukur dengan
menggunakan jangka. Tepi dari perforasi dieksisi di bawah mikroskop operasi
dengan menggunakan jarum tajam dan cup forcep . Masukkan graf lemak pada
lobang perforasi membran timpani yang menuju ke telinga tengah dan kemudian
ditarik sebagian melalui lobang perforasi untuk memastikan perlekatan dari tepi
perforasi. Graf lemak kemudian diposisikan sedemikian rupa sehingga menutupi
kedalaman dari telinga tengah dengan sebagian kecil membran disisi lateral
3
timpani. Kanalis aurikula ditutup dengan gel foam yang dilembabkan dengan
larutan antibiotik. Telinga ditutup dengan balut standar.
Penilaian Hasil:
1. Secara klinik: Pasien menjalani pemeriksaan pada masing-masing
kunjungan tindak lanjut sehubungan dengan graf yang dipasangkan.
2. Secara audiologik:
a. Audiometri nada murni.
b. Timpanometri.
Metode analisis statistik
SPSS (versi 17) digunakan sehubungan pemakaian Chi square untuk
membandingkan kedua grup, sementara tes McNemar digunakan untuk
membandingkan perubahan yang terjadi di kelompok yang sama setelah 6 bulan.
Alfa diatur sebesar 5% dengan tingkat signifikansi 95%.
Hasil
Di Grup A, 12 pasien (80%) sukses menjalani penutupan perforasi dan 3
pasien (20%) menemui kegagalan, disisi lain di Grup B, 11 pasien (73,3%) sukses
dan 4 pasien (26,7%) gagal. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua
kelompok penelitian sehubungan dengan tingkat keberhasilan (P<0,05) (Gambar
1).
4
Setelah 6 bulan, diantara 12 pasien yang berhasil menjalani penutupan
perforasi di Grup A, 11 (91,7%) pasien mengalami pemulihan ABG, dan hanya
satu pasien (8,3%) yang masih memiliki residu ABG udara 10 dB. Di Grup B, 7
pasien (63,6%) mengalami pemulihan ABG, 3 pasien (17,3%) masih memiliki
residu 5 dB dan satu kasus (9,1%) masih memiliki residu ABG 10 dB. Tidak
terdapat perbedaan signifikan diantara kedua kelompok sehubungan dengan
audiometri nada murni pasca operasi (Gambar 2).
Setelah 6 bulan pasca operasi, dari 12 operasi yang sukses di grup A, 11
(91,7%) menunjukkan gambara timpanogram tipe A dan satu (8,3%)
menunjukkan gambaran timpanogram tipe B. di grup B, dari 11 operasi yang
sukses, 9 (81,1%) menunjukkan gambaran timpanogram tipe A, satu (9,1%)
menunjukkan gambaran timpanogram tipe B dan satu (9,1%) menunjukkan
gambaran timpanogram tipe C. tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
dua kelompok penelitian sehubungan dengan timpanometri pasca operasi
(Gambar 3).
5
Terdapat hubungan yang signifikan antara ukuran perforasi dengan tingkat
kesuksesan. Ditemukan bahwa ada 20 pasien yang ukuran perforasinya sama
dengan atau kurang dari 2 mm dan 10 pasien dengan perforasi lebih dari 2 mm.
Dari 20 pasien dengan ukuran perforasi sama atau kurang dari 2 mm, 18 pasien
(90%) menjalani operasi yang sukses dan hanya 2 (10%) yang mengalami
kegagalan. Sementara dalam 10 pasien dengan ukuran perforasi lebih dari 2 mm,
5 pasien (50%) menjalani operasi yang sukses dan sisanya 5 (50%) mengalami
kegagalan (Gambar 4).
6
Di grup A, didapatkan bercak sklerotik pada sisa membrana timpani dari 6
pasien, 5 diantaranya operasinya berhasil dilakukan dan satu pasien mengalami
kegagalan. Di grup B, didapatkan bercak sklerotik pada 5 pasien di sisa membrana
timpaninya, 4 diantaranya mengalami keberhasilan operasi dan satu pasien
mengalami kegagalan. Dalam dua kelompok penelitian, hanya terdapat satu
pasien dari masing-masing kelompok yang memiliki daerah atrofik di sisa
membrana timpaninya dan kedua pasien tersebut mengalami kegagalan operasi.
Disisi lain di grup A, 8 pasien memiliki sisa membrana timpani yang
masih terlihat normal, hanya satu yang mengalami kegagalan. Di grup B, 9 pasien
memiliki sisa membrana timpani yang terlihat normal, dua diantaranya mengalami
kegagalan operasi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sisa membrana
timpani dengan tingkat keberhasilan pada kedua kelompok.
Tidak ditemukan adanya komplikasi operasi diantara kasus-kasus yang
kami operasi dari kedua kelompok. Tidak ditemukan kejadian morbiditas pada
lokasi graf terkecuali, pada tiga kasus yang dioperasi dengan menggunakan lemak
lobulus telinga, ditemukan adanya kerutan minimal pada lobulus. Namun
demikian, tidak satupun pasien mengeluh dengan deformitas kosmetika
sehubungan dengan kerutan tersebut.
Pembahasan
Penelitian pertama yang dilakukan sehubungan dengan miringoplasti graf
lemak dilaporkan oleh Ringenberg pada tahun 1962 dan Sterkers pada tahun 1964.
Keduanya menggunakan lemak yang dipipihkan baik dengan teknik underlay
maupun overlay. Sterkers melaporkan adanya 10 keberhasilan penutupan dari 13
kasus.
Pada tahun 1978, Ringenberg mempublikasikan sebuah laporan
penelitiannya mengenai 350 prosedur dengan tingkat penutupan primer
keseluruhan sebesar 86%. Ukuran perforasi tidak dipertimbangkan sebagai
kriteria pemilihan.
7
Laporan berikutnya mengenai miringoplasti graf lemak telah
menggunakan teknik sumbat yang serupa dengan teknik yang digunakan pada
penelitian saat ini.
Perbandingan antara sumber-sumber sumbat telinga yang berbeda:
Ringenberg membandingkan lemak dari lobulus telinga, dinding abdomen, dan
lemak gluteus. Perbandingan yang dilakukan menunjukkan bahwa sel-sel lemak
dari lobulus telinga terlihat lebih padat dan mengandung lebih banyak jaringan
fibrosa dibandingkan dengan lemak gluteus atau lemak pada abdomen. Hal
tersebut seharusnya, menurut Ringenberg memberikan dukungan dan kekuatan
yang lebih bagi retensi graf yang lebih tinggi selama epitelisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Gross dkk, Deddens dkk, dan Mitchell dkk,
menggunakan lemak lobulus telinga dengan tingkat kesuksesan sebesar 79%,
89%, dan 92%, secara berurutan. Penelitian yang dilakukan oleh Ayache dkk
menunjukkan tingkat kesuksesan sebesar 91% pada kasus-kasus operasi yang
menggunakan lemak dari dinding perut yang diambil dari daerah periumbilikal.
Tidak satupun dari penelitian tersebut yang mencoba membandingkan sumber-
sumber yang berbeda untuk sumbat lemak.
Dalam penelitian saat ini, tingkat keberhasilan dari lobulus telinga adalah
80% sementara untuk lemak dari abdomen adalah sebesar 73,3%. Namun
demikian tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik diantara kedua
kelompok. Menurut hasil yang kami peroleh, kami dapat mendeduksikan bahwa
tingkat keberhasilan tidak tergantung pada sumber sumbat telinga secara
signifikan.
Pengambilan lemak dari dinding abdomen secara teknik lebih mudah jika
dibandingkan dengan lemak dari lobulus telinga. Namun demikian, hal ini
meningkatkan kebutuhan penutupan lapangan pembedahan lain dalam prosedur
operasi. Pasca operasi untuk insisi abdomen memerlukan perawatan yang lebih,
sehingga tidak terlalu nyaman untuk dilakukan di klinik THT rawat jalan
umumnya.
Lobulus telinga memiliki keuntungan dalam hal bidang operasi yang
berada dalam satu lokasi. Namun demikian lemak tersebut lebih sulit diambil
8
khususnya jika diperlukan jumlah yang lebih banyak dikarenakan adanya
kemungkinan mencederai kulit anterior lobulus. Adanya tindik untuk anting-
anting pada pasien perempuan mengurangi ketersediaan wilayah lobulus dimana
graf lemak dapat diambil.
Hubungan dengan ukuran perforasi:
Ukuran perforasi dalam penelitian ini terbatas pada 30% pars tensa. Perforasi
yang berukuran diameter kurang dari 2 mm menunjukkan tingkat keberhasilan
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perforasi dengan diameter lebih dari 2
mm. Tingkat keberhasilan untuk perforasi yang berukuran kurang dari 2 mm
adalah 90% (18 keberhasilan dari 20 kasus), untuk perforasi yang berdiameter
lebih dari 2 mm adalah 50% (5 keberhasilan dari 10 kasus). Perbedaan tingkat
kesuksesan tersebut signifikan secara statistik. Hasil tersebut mendukung konsep
bahwa miringoplasti dengan graf lemak lebih tepat dilakukan untuk perforasi yang
kecil. Usaha yang dilakukan pada perforasi dengan ukuran yang lebih besar tidak
menunjukkan hasil yang sama memuaskan.
Dalam penelitian yang dikerjakan oleh Terry dkk, tingkat keberhasilan
pada perforasi yang berukuran kurang dari 10% dari area pars tensa adalah 77,8%,
untuk perforasi <50% ukuran gendang adalah 79,4%, sementara untuk perforasi
>50% ukuran gendang tingkat keberhasilannya menurun hingga 57,1%.
Hubungan dengan kondisi sisa membran timpani :
Kasus-kasus dengan sisa membran timpani yang terlihat normal menunjukkan
adanya 14 keberhasilan prosedur dari 17 kasus (82,3%). Kasus-kasus yang disertai
dengan bercak sklerotik, yang berada jauh dari tepi, menunjukkan tingkat
keberhasilan sebanyak 9 dari 11 kasus (81,8%). Dua kasus menunjukkan adanya
daerah atrofik di sisa gendang telinga dan keduanya mengalami kegagalan graft.
Meskipun jumlah kasus-kasus MT atrofik sangat sedikit untuk dinilai
signifikansinya sehubungan dengan kasus yang lain. Kegagalan dari dua kasus
tersebut kemungkinan disebabkan oleh suplai darah yang lebih buruk pada area
graf pada kasus-kasus sisa MT atrofik.
9
Evaluasi audiologi :
Evaluasi audiologi preoperatif dilakukan dengan audiometri nada murni,
timpanometri. Evaluasi audiologik pasca operasi dikerjakan pada bulan keenam
pasca operasi dengan menggunakan tes serupa.
Audiometri nada murni:
Audiometri nada murni merupakan salah satu kriteria pemilihan penelitian ini.
Pemilihan kasus terbatas pada air bone gap yang tidak lebih dari 25 dB untuk
memastikan mobilitas ossikuler bebas pada subyek penelitian karena eksplorasi
telinga tengah tidak dilakukan pada teknik sumbat lemak. Air bone gap
preoperatif dari kedua kelompok berkisar antara 10 hingga 25 dB dengan mean
15,4 dB untuk grup A dan 18,2 dB untuk grup B.
Diantara 12 kasus yang berhasil dalam grup A, 11 kasus mengalami
pemulihan air bone gap dan satu pasien masih memiliki residu air bone gap 10
dB. Di grup B, diantara 11 kasus yang berhasil, 7 pasien mengalami pemulihan
air bone gap, 3 pasien dengan residu 5 dB, dan satu pasien dengan residu 10 dB.
Timpanometri:
Di grup A, 11 kasus menunjukkan gambaran timpanogram pasca operasi tipe A
dan 1 kasus menunjukkan gambaran tipe B. Di grup B, 9 kasus menunjukkan
gambaran timpanogram tipe A, 1 kasus dengan timpanogram tipe B, dan 1 kasus
dengan timpanogram tipe C dengan puncak -300 mmH2O. Predominan
timpanogram tipe A (20 kasus dari 23 operasi yang sukses) dapat dijelaskan
dengan ukuran perforasi yang kecil dari subyek penelitian. sisa gendang menutupi
sebagian besar permukaan membrana timpani pasca rekonstruksi. Dua kasus
dengan timpanogram tipe B memiliki residu ABG 5 dB dan 10 dB. Dua kasus
tersebut menunjukkan gambaran bercak miringosklerosis yang mungkin dapat
mempengaruhi komplians membrana timpani. Kasus dengan timpanogram tipe C
sebagian besar disebabkan oleh disfungsi Eustachii karena pasien mengalami
episode infeksi saluran napas atas beberapa hari sebelum penilaian audiologik
pasca operasi.
10
Sebuah penelitian yang sebelumnya dilakukan di departemen THT
Alexandria terhadap 30 kasus miringoplasti yang sukses dengan fasia temporalis
yang menunjukkan bahwa pada enam bulan pasca operasi, 21 kasus (70%)
menunjukkan gambaran timpanogram tipe A, 6 kasus (20%) menunjukkan
gambaran tipe B, dan 3 kasus (10%) dengan gambaran tipe C.
Mandour dkk, menyebutkan bahwa timpanogram tipe B yang ditemukan
pasca timpanoplasti dapat serupa dengan yang terlihat pada kondisi kelainan
telinga tengah yang lain seperti otitis efusi atau adhesiva. Namun demikain, pada
otitis efusi dan adhesiva, timpanogram tipe B berhubungan dengan kurang
pendengaran tipe konduktif kurang lebih 30-30 dB.
Keuntungan dari fat miringoplasti:
1. Lemak lebih mudah diambil dengan morbiditas yang lebih kecil
sehubungan dengan cara pengambilannya.
2. Teknik tersebut mudah dilakukan bahkan oleh dokter bedah yang relatif
kurang berpengalaman.
3. Karena secara jelas tidak dilakukan manipulasi pada struktur telinga
tengah, risiko trauma otologik iatrogenik sangat rendah.
4. Waktu operasinya pendek. Ini berarti operasi memerlukan anestesi yang
lebih singkat dan perawatan pasca operasi yang lebih ringan.
5. Dapat dikerjakan sebagai prosedur rawat sehari.
6. Prosedur bilateral cukup aman untuk dikerjakan.
Namun demikian, miringoplasti dengan graf lemak tidak cocok untuk
semua kasus. Pasien-pasien dengan kurang pendengaran yang tidak dapat
dijelaskan hanya dengan perforasi saja, sebaiknya ditawarkan untuk menjalani
timpanoplasti formal, sementara eksplorasi rangkaian ossikuler dapat dilakukan.
Kasus-kasus dengan perforasi yang berukuran lebih besar atau dimana sisa
gendangnya atrofik, menunjukkan hasil yang kurang baik, oleh karena itu lebih
baik dieksklusikan.
11
Sebagai kesimpulan, miringoplasti graf lemak dapat dikerjakan dengan
aman pada kasus-kasus dengan perforasi kecil dan kering khususnya pada ukuran
diameter terbesar hingga 2 mm dan dengan air bone gap yang kecil. Lobulus
telinga memberikan sumber sumbat lemak yang memudahkan prosedur.
Pemilihan kasus yang tepat diperlukan agar mendapatkan hasil yang memuaskan.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ringenberg JC. Fat graft tympanoplasty. Laingoscope 1962; 72:188-192
2. Kaddour HS. Myringoplasty under local anaesthesia: day case surgery. Clin
Otolayngol 1992; 17: 576-568.
3. Deddens AE, Muntz HR, Lusk RP. Adipose myringoplasty in children.
Laryngoscope 1993; 103: 216-9
4. Ayache S, Bracini F, Facon F et al. Adipose graft: An original option in
myringoplasty. Otol and Neurotol 2003; 24: 158-164.
5. Mitchell RB, Pereira KD, Younis T et al. Bilateral fat gaft myringoplasty in
children. Ear Nose Throat J 1996; 75: 652, 655-6.
6. Mitchell RB, Pereira KD, Lazar RH. Fat graft myringoplasty in children- a
safe and successful day-stay procedure. J.Layngol Otol 1997; 111: 106-8
7. Sterkers JM. Greffe adipogene ultramince pour tympanoplastie. Ann
Otolaryng (Paris) 1964; 81: 265-270.
8. Ringenberg JC. Closure of tympanic membrane perforation by the use of fat.
Laryngoscope. 1978; 88: 982-93.
9. Gross CW, Bassila M, Lazar RH, et al. Adipose plug myringoplasty: an
alternative to formal myringoplasty techniques in children. Otolayngol Head
Neck Surg 1989; 101: 617-20
10. Terry RM, Bellini MJ, Clayton MI et al. Fat graft myringoplasty-a
prospective trial. Clin Otolaryngol 1988; 13: 227-9.
11. Dawaba S. Mutifrequency tympanometry after myringoplasty with intact
mobile ossicular chain. Thesis MSc, Alexandria University, Faculty of of
Medicine, 2003. P 80.
12. Mandour M, Mourad M, Soliman Y. Tympanometric measurement after
successful myringoplasty. Bull Alexandria Fac Med 1990; 36(5): 899-904.
13