Farmasi Asma p Drug
-
Upload
vetty-kurniawati -
Category
Documents
-
view
38 -
download
9
description
Transcript of Farmasi Asma p Drug
ASMA KRONIK
Disusun Guna Melengkapi Tugas Kep[aniteraan Senior Farmasi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
1. Savitri Helena W. 22010113210077
2. Sitti Ardianti 22010113210078
3. Najma Hadyan 22010113210079
4. Addy Saputro 22010113210115
5. Noor Aminah 22010113210169
6. Dini Safitri Zahara 22010113210160
7. Erviana Agustiani 22010113210161
8. Rizki Andari 22010113210164
9. Noor Akbar 22010113210165
BAGIAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
1
Nama : Randy Kerney
Umur : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
A. ANAMENESIS
Autoanamnesis pada penderita
Keluhan Utama : asma ketika berlatih softball
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan 19 tahun datang dengan asma sejak 4 hari yang lalu, disertai dengan head
cold dan semakin lama semakin memburuk. Ketika pertama kalo dia mengalami gejala tersebut,
dia mulai memonitoring peak flow rate dua kali sehari dan mengambil tindakan nebulisasi
albuterol. Bagaimanapun gejala yang diderita semakin lama semakin memburuk sampai dia tidak
masuk sekolah dan tidak mengikuti latihan softball 2 hari terakhir. Peak flow rate 4 hari terakhir
berkisar 190 hingga 250L/menit dan biasanya peak flow rate dalam tingkat range terendah pada
pagi hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat asma (+) persisten moderat selama 14 tahun, pernah dirawat 2 hari dalam 2
tahun terakhir karena eksaserbasi asma dan telah ED 4 kali selama 7 bulan terakhir.
• Rinitis Alergi perenial
Riwayat Penyakit Keluarga
• Kedua orang tua masih hidup, ibu pasien berusia 46 tahun dengan HTN dan riwayat saat
anak-anak menderita asma. Ayah 52 tahun dengan COPD (riwayat merokok 40 pak
selama 1 tahun), satu saudara kandung berusia 24 tahun dengan riwayat kesehatan baik
kecuali alergi musiman.
Riwayat Sosial Ekonomi
Tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan tembakau, seksual aktif selama 2 tahun dengan
pacarnya yang sama. Pasien seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Kimia dan Sophomore. Tinggal
2
dikamar kos bersama dengan temannya yang tidak merokok. Pacarnya memiliki seekor kucing di
apertemennya.
Obat-Obatan
Proventil HFA MDI 2 puffs PRN
Flovent MDI 220 mcg 2 puffs BID
Rhinocort aqua 1 spray each nostril sehari sekali
Albuterol nebulisasi 2,5 mg dalam 3 ml NS PRN
Ortho Novum 7/7/7 1 tablet po sehari sekali
Komplians dengan resimen diatas bermacam-macam kecuali untuk OC. Yang diatur sesuai
jadwal. Dia mengindikasikan bahwa dia sering sekali terlambat beberapa minggu dalam
menggunakan steroid nasal dan oral inhaler, pasien biasanya hanya menggunakan proventil HFA
MDI setiap 6 minggu. Dia sering tidak mematuhi dosis dalam menggunakan steroid inhaler dan
merasa tidak nyaman menggunakan nasal spray.
Alergi
• Aspirin (urtikaria dan wheezing)
• Kucing (wheezing)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : seorang wanita kulit putih, tampak cemas, terdengar wheezing, tidak
dapat bicara kalimat lengkap karena dypsneu. Terlihat musculus suprasternal.
Tanda Vital
• Tekanan Darah : 132/76 mmHg
• Nadi : 105x/menit
• Respiratory Rate : 28x/menit
• Suhu : 38,20C
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
pupil isokor 3mm/mm
3
Hidung : discharge (-), septum deviasi (-), epistaksis (-)
Telinga : discharge (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : T1-1 serak (-), faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-), trakhea ditengah, JVD (-)
Paru-paru : wheezing difus (+/+) pada ekspirasi dan kadang-kadang inspirasi
Payudara : Tidak teregang, massa (-)
Kardiovaskuler : Takikardi, ritme reguler, bisisng (-), gallop (-), rub (-)
Abdomen : supel, defans (-), tenderness (-), BU (+) normal
Ekstremitas : ROM normal, tonus T3, Cyanosis Clubbing Edema (-)
Neurologis : N. Cranialis I-XII intak, defek sensoris (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboraturium
Na :132 mEq/L Plt 180x103/mm3
K :4,4 mEq/L WBC 8x103/mm3
Cl :102 mEq/L 67% PMNs
CO2 :26 mEq/L 2% Bands
BUN :22mg/dL 20% Lymphs
ScR :0,9 mg/Dl 8% Eos
Glu :104 mg/Dl 3% Monos
Hgb :12 g/Dl Pulse ox 91%
Hct :36%
RBC :4,52x 106/mm3
Nasal Smear
Banyak Eosinofil
X foto Thoraks
Paru-paru hiperinflasi, infiltrat (-)
4
Peak flow : 130 L/min (N: 340L/min)
Assessment
Seorang perempuan 19 tahun dengan asma derajad sedang- berat, kemungkinan tercetus infeksi
virus ISPA dan terpapar pemicu potensial yang lainnya
Clinical Course
Pasien dirawat semalam untuk diberikas O2, bronkodilator inhalasi dan prednison oral 60mg/
hari, 2x sehari. Dia dibolehkan pulang dengan obat rawat jalan sebelumnya ditambah albuterol
2,5 mg 3xsehari selama 5 hari dan prednison diturunkan bertahap selama 10 hari, dimulai dari 60
mg perhari. Pada follow up 4 hari kemudian di klinik, paru-parunya bersih tanpa wheezing RR:
16x/menit, pulse oximetri 97%, peak level bertambah menjadi 270L/menit.
D. DISKUSI
1. Identifikasi masalah
a. Urutan masalah pemberian terapi pasien
Pasien menggunakan obat-obat sebagai berikut :
• Proventil HFA MDI 2 puffs PRN
Merupakan bronkodilator yang membantu dalam relaksasi otot0otot saluran
nafas. Proventil HFA adalah salah satu dari jenis yang populer dari albuterol
sulfat, yaitu golongan beta 2 agonis yang paling umum digunakan untuk
penyakit saluran nafas, untuk mengobati dan mencegah bronkospasme,
misalnya pada pasien asma, emfisema dan bronkitis kronis. Tersedia dalam
berbagai bentuk, antara lain obat hirup bubuk kering, solusi yang biasanya
digunakan untuk nebulisasi. Obat ini paling sering digunakan untuk gejala
asma akut. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan takipilaksis
oleh karena beta 2 reseptor downautoregulasi dan hipersensitivitas reseptor.
• Flovent MDI 220 mcg 2 puffs BID
Mengurangi gejala dan mencegah serangan asma dengan mengurangi
inflamasi diparu dan membuka jalan nafas. Bila digunakan teratur setiap
5
hari akan mengurangi frekuensi dan derajat keparahan serangan asma.
Tetapi obat ini tidak akan menghentikan atau meredakan serangan asma
yang sudah terjadi. Dosis untuk anak >4 tahun 50ug/100ug 2x sehari dan
dewasa>16 tahun 100ug-500ug 2x sehari pada asma berat dosis dapat
ditingkatkan sampai 1000ug 2x sehari.
• Rhinocort aqua 1 spray each nostril sehari sekali
Berisi Budesonide 32 mcg/spray. tersedia dalam sediaan nasal spray.
Merupakan golongan steroid sintetis. Obat ini berguna untuk mencegah zat-
zat yang memacu respon alergi sehingga dapat menghentikan reaksi alergi.
Tidak menghilangkan gejala alergi dengan cepat, akan tetapi biasanya
membutuhkan beberapa hari untuk efek total. Oleh karena itu lebih efektif
untuk memulai menggunakan nasal spray beberapa hari sebelum gejala
muncul. Misalnya sebelum musim serbuk bunga muncul atau akan kontak
dengan hewan yang dialergikan. Untuk efek maksimum, gunakan secara
teratur untuk mengontrol inflamasi pada hidung, jangan melalui mulut,
kocok dulu sebelum digunakan, serta semprotkan ke udara terlebih dahulu
pada penggunaan 5-10 kali sampai produknya keluar pada penggunaan
pertama kali. Bila tidak digunakan dalam waktu >24 jam maka semprotkan
lagi ke udara sekali sebelum penggunaan. Obat ini tidak dapat digunakan
pada ibu hamil dan menyusui. Efek samping antara lain epistaksis, hidung
kering, bersin-bersin, reaksi alergi seperti kemerahan, gatal/bengkak pada
bibir, wajah/lidah, glaukoma, ilserasi. Jika digunakan dalam waktu lama (>2
minggu) ketika menggunakan obat ini, mengurangi pemecahan budenoside
didalam tubuh dan meningkatkan risiko efek samping.
• Albuterol nebulisasi 2,5 mg dalam 3 ml NS PRN
Albuterol sama halnya seperti salbutamol. obat ini masuk dalam kategori
reseptor beta 2 adrenergik yang merupakan obat simpatometik. Albuterol
bekerja sebagai bronkodilator yang melemaskan otot-otot saluran napas
sehingga meningkatkan aliran udara ke paru-paru. Biasanya dipakai untuk
6
pasien yang memiliki masalah yang berhubungan dengan paru-paru seperti
emfisema, bronkitis kronis dan bronkospasme. Adapun kontraindikasi untuk
obat tersebut antara lain pada keadaan gangguan jantung/takiaritmia
jantung, epilepsi, hipertensi, gagal jantung kongestif, hipertiroidisme, ibu
hamil dan menyusui. Efek samping dari obat ini antara lain palpitasi,
takikardi, sesak dada, tremor, pusing, hiperaktif, sakit kepala, insomnia,
mual, muntah, bekeringat, dan sebagainya. Albuterol memiliki interaksi
terhadap beberapa obat, oleh karenanya tidak dapat digunakan secara
bersamaan, diantaranya obat-obatan dari golongan beta bloker, digoksin,
diuretik, ephedrin, epinephrine, propranolol dan trisiklik.
Ortho Novum 7/7/7 1 tablet p.o sehari sekali
Berisi norethridrone/ethinyl estradiol, merupakan kontrasepsi oral
kombinasi yang mengandung progersteron berupa norethridrone dan
estrogen berupa ethinyl estradiol. Tiap tablet mengandung 0,5 mg
norethridrone dan 0,035 mg ethinyl estradiol yang berguna untuk mencegah
terjadinya ovulasi, menyebabkan perubahan mucus servix, dan menghalangi
sperma untuk mencapai uterus, sehingga biasanya digunakan sebagai
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan mengobati jerawat yang parah.
Obat ini memiliki efek samping antara lain reaksi alergi, hipestesi pada
anggota gerak, nyeri kepala, gangguan penglihatan, bicara dan
keseimbangan serta kemerahan pada kaki dan tangan.
b. Informasi apa saja yang menunjukkan ke diagnosa asma kronis tidak terkontrol dan asma
eksaserbasi akut?
Data Subjektif :
- Nafas cepat dan pendek sesak napas
- Mengi
- Timbul serangan secara tiba-tiba biasa dipicu oleh kegiatan, bulu hewan peliharaan.
- Dada terrasa terikat
7
- Pernah mengalami serangan asma selama 14 tahun yang lalu.
Data Objektif :
- Pemeriksaan fisik :
Takikardi
Takipnea
Napas menggunakan otot-otot intercostal, wheezing +/+
- Pemeriksaan Laboratorium :
Saturasi O2 : 91%
Peak flow : 130L/menit
Asma merupakan keadaan inflamasi kronik yang menyebabkan obstruksi sauran
pernafasan reversible dan gejala berupa : batuk, mengi, dada terasa terikat, sesak napas.
Pertimbangan adanya penyakit yang mendasari bila asma berat timbul pertama kali saat
dewasa, hasil tes laboratorium atau foto thoraks abnormal. Pemicu timbulnya serangan
asma dapat muktifaktorial seperti obat-obatan ( aspirin, β bloker ), alergen (kutu debu, bulu
kucing anjing, serbuk sari), berhubungan dengan pekerjaan (resin kayu, pencelup),
lingkungan (udara dingin, olahraga dan emosi).
Gambaran klinis asma :
Masuknya udara dapat terdengar normal, disertai bunyi mengi dan dapat tanpa suara
Peningkatan frekuensi pernapasan
Penggunaan otot-otot bantu pernapasan
Retraksi intercostal
Peningkatan denyut jantung
Penurunan kemampuan berbicar
Deviasi trakea jika ada tension pneumothotaks
Sianosis, lembab, berkeringat
Pulsus paradoksus : normal (<5 mmHg, sedang 5-10 mmHg, berat 10-20 mmHg,
mengancam jiwa <20 mmHg)
8
Kriteria serangan asma :
1. Sedang
PEFR diperkirakan < 65% dirawat dirumah sakit
2. Berat
PEFR < 50 %, denyut nadi > 110x/menit, pernapasan > 25x/menit, tidak mampu
menyelesaikan kalimat, dada berbunyi mengi, sadar sampai kebingiungan ringan
3. Mengancam jiwa
PEFR < 35%, bradikardi, kelelahan, tidak dapat berbicara sama sekali, auskultasi
dada tidak terdengar apa-apa, bingung sampai koma.
c. Dapatkah masalah dari pasien disebabkan dari terapi?
Pasien menggunakan SABA yaitu Proventil HFA MDI setiap 6 mg penggunaan yang
sering dari SABA dapat meningkatkan resiko dari eksaserbasi asma.
2. Apakah tujuan farmakoterapi pada kasus ini?
Tatalaksana serangan asma dilakukan dengan tujuan untuk meredakan penyempitan jalan
napas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengmbalikan fungsi paru ke keadaan
normal secepatnya, dan merencanakan tatalaksana mencegah kekambuhan.
Farmakoterapi yang mungkin pada pasien asma akut.
P-group Kemanjuran Keamanan Kecocokan
Adrenergic β2 – agonisDalam golongan ini termasuk metaproterenol (orsiprenalin), salbutamol (albuterol), terbutalin, feniterol, formoterol, prokaterol, samleterol, pributerol, bitolterol, isoetarin, dan ritodrin,
FarmakokinetikEfekif pada pemberian oral, dapat diabsorbsi dengan baik dan cepat pada pemberian aerosol.
Efek samping
Efek samping berupa tremor, rasa gugup, khawatir, takikardi palpitasi, nyeri kepala, mual dan muntah, terutama pada pemberian oral dan jarang pada pemberian inhalasi
Kontraindikasi
Penggunaan β2 – agonis sebagai bronkodilator harius hati-hati pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung coroner, gagal jantung kongestif, hipertiroid dan diabetes.
9
Terbutalin merupakan satu-satunya β2 – agonis yang mepunyai sediaan perenteral untuk pengobatan darurat satus asmatikus. Formoterol dan salmoterol mempunyai masa kerja yang panjang ( ≥ 12 jam )
Farmakodinamikβ2 - agonis menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, uterus, dan pembuluh darah otot rangka melalui aktivitas reseptor β2. Aktivasi reseptor β1 menghasilkan stimulasi jantung.
Epinefrin
FarmakokinetikPada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan subcutan, absorbs lambat karena vasokonstriksi lokal. Absorpsi cepat terjadi dengan penyuntikan intramuscular. Pada pemberian inhalasi efeknya terbatas terutama pada saluran nafas
Efek Samping
- Dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut, tremor dan palpitasi yang mereda dengan istirahat.
- Aritmia ventrike- Dosis yang besar atau
akibat penyuntikan i.v yang terlalu cepat dapat menimbulkan perdarahan otak
Kontraindikasi
Pada pasien yang mendapat β – bloker nonselektif
10
Antikolinergik
FarmakodinamikPada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi ke saraf adrenergik. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergik adalah norepinefrin. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain
FarmakokinetikAlkaloid belladona mudah diserap di semua tempat. Dari sirkulasi darah atropine cepat memasuki jaringan dan separuhnya mengalami hidrolisis enzimatik di hepar. Sebagian besar melalui ginjal dalam bentuk asal. Antikolinergik sintetik yang merupakan Ammonium kuartener, misalnya skopolamin metilbromida, lebih sulit di absorbsi sehingga perlu dosis yang lebih besar (2.5 mg). Ipatropium diserap memlalui saluran nafas dan langsung bekerja pada otot bronkus sehingga terlihat efeknya setelah 30-90 menit.
FakmakodinamikKepekaan reseptor muskarinik terhadap antimuskarinik berbeda antar organ. Pada dosis kecil (±0.25 mg) misalnya atropin hanya menekan sekresi air liur, mukus, bronkus dan keringat. Pada dosis yang lebih besar (0.5-1.0 mg) terlihat dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan nerbus vagus sehingga terjadi takikardi. Diperlukan dosis yang lebih besar lagi untuk menhambat peristaltik usus dan sekresi kelenjar di lambung.
Efek sampingEfek samping pada orang muda yaitu mulut kering, gangguan miksi, meteorismus. Pada orang tuadapat terjadi efek sentral terutama berupa sindrom demensia
KontraindikasiAlkaloid belladona dan antimuskarinik lainnya tidak boleh diberikan pada pasien glaukoma
11
Kortikosteroid FarmakokinetikKortisol dan analog sintetiknya pada emberial oral diabsorbsi cukup baik. Untuk mencapai adar tinggi dengan cepat dalamm cairan tubuh, ester kortisol dan derivat sintetiknya diberikan secara IV. Untuk mendapat kadar lama, ortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi, mula kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein. Glukokortikoid dapat diabsorbsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan cairan sinovial. Setelah penyuntikan IV steroid radioaktif sebagian besar dalam waktu 72 jam dieksresi dalam urin, sedangkan di feses dan empedu hampir tidak ada. Diperikaran paling sedikit 70% kortisol yang diekskresikan mengalami metabolisme di hepar. Masa paruheliminasi kortisol sekitar 1.5 jam.
FarmakodinamikBerfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati, lipolisis dan mobilisasi asam amino. Juga sebagai antiinflamasi. Pada penyakit asma, kortikosteroid menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat peningkatan lekosit di paru dan menurunkan permeabilitas di vaskuler.
Efek sampingPada pemakaian lama yang dihentikan tiba-tiba dapat terjadi insufisiensi adrenal akut, dengan gejala demam, mialgia, atralgia dan malaise. Komplikasi akibat pemakaian lamadalam dosis besar:- Gangguan
cairan dan elektrolit
- Hiperglikemia dan glikosuria
- Mudah terinfeksi terutama TB
- Osteoporosis- Miopati
karakteristk- Psikosis- Sindrom
cushing- Penyembuhan
luka terganggu- Kenaikan berat
badan- Muscle wasting- Ulkus peptikum- Supresi adrenal
KontraindikasiTidak ada kontraindikasi absolut. Kontraindikasi relatif :- Hiperglikemi- Retensi natrium
Dengan udem /hipertensi
- Ulkus peptikum- Gagal jantung
kongesti- Glaukoma
Aminofilin FarmakodinamikObat-obat ini menyebabkan relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus, merangsang ssp, otot jantung, dan meningkatkan diuresis
Efek samping- Gugup- Gelisah- Insomnia- Tremor- Hiperestesia- Kejang fokal
Kontraindikasi- Hipersensitifitas
terhadap teofilin dan ethylendiamine
12
FarmakokinetikDiabsorbsi dengan cepat dan lengkap. Didistribusikan ke seluruh tubuh. Metabolisme melalui hati. Dieksresikan bersama urin. Waktu paruh 8-9 jam
- Kejang umum- Mual muntah
3. Terapi non-farmakologis yang mungkin dapat membantu pasien ini.
Usaha pencegahan serangan asma yang dapat dilakukan antara lain :
a. Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan
penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang
penyakit tetapi juga mudah terjadi serangan asma beserta komplikasinya. Usaha ini
antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum yang banyak, istirahat
yang cukup serta melakukan olahraga dan rekreasi yang sesuai. Penderita dianjurkan
minum air putih yang banyak kecuali bila dilarang oleh dokter karena menderita penyait
lain seperti penyakit jantung dan ginjal yang berat. Banyak minum bermanfaat untuk
mengencerkan dahak di saluran pernafasan sehingga dahak tersebut mudah dikeluarkan.
Sebaliknya jika penderita kurang minum dahak akan menjadi sangat kental dan sulit
dikeluaran.
Pada serangan penyakit asma berat, banyak penderita yang kekurangan cairan.
Hal ini disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan, kurang minum dan
penguapan cairan yang berlebihan dari saluran nafas akibat pernafasan yang cepat dan
dalam.
b. Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari mempengaruhi timbulnya
serangan penyakit asma. Keadaan rumah sangat penting untuk diperhatikan. Rumah
sebaiknya tidak lembab, cukup ventilas dan cahaya matahari. Saluran pembungan air
harus lancar. Kamar tidur harus mendapatkan perhatian khusus. Kamar tidur diisi barang
sesedikit mungkin untuk menghindari debu rumah. Hewan peliharaan, asap rokok,
semprotan nyamuk dan semprotan rambut sebaiknya dihindarkan. Lingkungan pekerjaan
13
juga perlu mendapat perhatian terlebih jika diketahu dengan jelas terdapat hubungan
antara lingkungan pekerjaan dengan penyakitnya.
c. Menghindari faktor pencetus srangan penyakit asma
Alergen yang tersering menimbulkan asma adalau tungau debu sehingga cara
menghindari debu rumah harus dipahami. Selain itu hewan peliharaan, infeksi saluran
pernafasan, tempat ramai penuh sesak, kelelahan berlebihan, pergantian suhu udara, asap
rokok, asap mobil, uap zat kimia dan udara kotor juga dapat mencetuskan serangan
asma. Dianjurkan melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum melakukan olahraga.
Obat-obatan dan zat yang diminum, khususnya obat untuk tekanan darah tinggi
dan jantung (beta-bloker), obat anti rematik (aspirin dan sejenisnya), zat pewarna
makanan (tartrazine) dan zat pengawet makanan (benzoat), juga dapat mencetuskan
penyakit asma.
d. Menggunakan obat-obat anti penyakit asma
Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun
bila gejala sedang timbul maka diperlukan obat anti penyakit asma untuk menghilangkan
gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma.
Pada kasus serangan asma ringan dengan frekuensi serangan yang jarang,
penderita diperbolehkan menggunakan obat bronkodilator dalam bentuk tablet, kapsul
maupun sirup. Sediaan aerosol lebih cepat menghilangkan gejala penyakit asma. Untuk
serangan asma berat, dapat dilakukan penambahan dosis obat, atau lebih baik jika
mengkombinasikan dua tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol, atau
tablet sirup simpatomimetik kemudian dikombinasikan dengan teofilin. Jika gejala tidak
berkurang baru kemudian dapat ditambahkan kortikosteroid.
Pada penyakit asma kronik apabila gejala telah terkendali, dapat digunakan obat
pencegah terjadinya gejala dengan tujuan pencegahan serta untuk mengurangi
penggunaan bronkodilator dan steroid sistemik secara bertahap bahkan dapat dihentikan
penggunaanya.
Pencegahan serangan asma yang paling penting adalah menghindari factor
pencetusnya. Faktor-faktor pencetus tersebut adalah sebagai berikut:
14
1. Alergen
Faktor alergi mempunyai pengaruh asma. Bayi dan anak kecil sering berhubungan
dengan barang-barang yang mengandung debu di rumah sepertiTungau, serpih atau
bulu binatang, spora jamur yang ada didalam rumah, dll. Atau bisa juga disebabkan
oleh makanan tertentu. Untuk mengetahui lebih jelas jenis alergi bisa dilakukan uji
alergi kulit di rumah sakit.
2. Infeksi
Infeksi pada bayi dan anak biasanya disebabkan oleh virus. Akan tetapi terkadang
juga bisa karena bakteri, jamur atau parasit.
3. Iritan
Iritan bisa berupa hairspray, minyak wangi asap rokok, cerutu dan pipanya, bau
tajam dari cat dan polutan udara yang berbahaya lainnya. Udara dingin, udara kering
dan air dingin juga merupakan pencetus asma.
4. Cuaca
Perubahan tekanan dan suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan
percepatan dan terjadinya asma.
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang beratseperti lari dan naik sepeda dapat menimbulkan
serangan asma. Tertawa dan menangis keras bisa juga menjadi faktor pencetus asma.
6. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
7. Psikis
Faktor psikis merupakan faktor pencetus yang tidak boleh diabaikan. Tidak adanya
perhatian atau tidak mau mengakui permasalahan yang berhubungan dengan asma,
baik oleh anak sendiri maupun oleh keluarganya, akan memperlambat atau bahkan
menghambat usaha-usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut pada serangan asma
juga dapat memperberat serangan asma.
15
b. Alternatif farmakoterapi apa saja yang mungkin bisa diterapkan pada pasien ini?
Golongan Beta 2 Agonis
P-Drugs Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya
Salbutamol sulfatTablet 2mg, 4 mgSirup 2 mg/5 mlInhaler 0,1 mg/puff
Tabet : 3 kali sehari ½ - 1 tab 4 mg; 1 – 2 tab 2 mgSirup : 3 kali sehari 1 – 2 sendok takar sirupInhaler : 1 – 2 puff, 3 – 4 kali sehari
Tidak ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Tablet 2 mg @ Rp 198; 4 mg @ Rp 297
Metaproterenol sulfatTablet 20 mgSirup 2 mg/mlInhaler 0,75 mg/puff
Tablet : 4 kali sehari ½ - 1 tabletSirup : 4 kali sehari 5 – 10 mlInhaler : 1 – 2 puff diulang seteah 30 menit, tidak lebih 12 puff selama 24 jam
Tidak ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Botol : 60 ml @ Rp 28.710; 125 ml @ Rp 35.090Tablet : @Rp 2.284MDI : 10 ml Rp 83. 490
Terbutalin SulfatTablet 2,5 mgSitup 1,5 mg/5 mlInjeksi o,5 mg/mlInhaler 2,5 mg/ml larutan semprot
Tablet 2 – 3 kali sehari 1 – 2 tabletSirup 2 – 3 kali sehari 10 – 15 mlInjeksi : ½ - 1 amp maksimal 0,5 mg dalam 4 jamInhaler : BB > 25 kg, 5 mg dihirup hingga 4 kali dalam waktu 24 jam
Tidak ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Tablet : @ Rp 1.900Botol : 100 ml @ Rp 44.000Injeksi : @ Rp 15.820Inhaler : Rp 85.968
KortikosteroidP-Drugs Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya
Budesonid Siklolokaps : 2 Tidak ada Tidak ada Cyclocaps +
16
Siklolokaps 20 mcg/siklolokapsInhaler 100 µg/puff; 200 µg/puffRespules 0,25 mg/ml; 0,5 mg/ml
kali sehari 200 – 400 mcgInhaler : 200 – 400 µg, 2 kali sehariRespules : 2 kali sehari 0,5 – 1 mg
perbedaan perbedaan Cycloheler 3x10 Rp 59.500Inhaler : 100 µg/puff @ Rp 120.780; 200 µg/puff @ Rp 170.610
Beclomethasone dipropionateInhalasi aerosol 200 µg
Inhalasi aerosol 200 µg 2 kali sehari
Tidak ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Beclomeat 200 µg/dose, 200 dose @ Rp 89.100
Flutkason propionateNebul o,5 mg/2 ml
Tidak ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Nebul 0,5 mg/2 ml Rp 134.400
Beta 2 Agonis dan Kortikosteroid
P-Drugs Kemajuan Keamanan Kecocokan Biaya
Salmeterol 25 mcg dan flutikason propionate 50 mcg
2 kali sehari 2 inhalasi
Tidak ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Inhaler 50/120 dosis Rp 172.000Inhaler 125/120 Rp 243.000
Obat yang diberikan untuk penderita asma dengan kriteria asma sedang adalah beta 2
agonis dan kortikosteroid yang inhaler. Obat beta 2 agonis dipilih karena merupakan obat yang
efektif untuk melebarkan saluran napas dengan bronkodilatator pada asma sedang.
Kortikosteroid dipilih karena merupakan obat untuk meredam atau mengurangi inflamasi pada
saluran napas. Obat ini dapat digunakan pada pasien asma sedang dengan hipertensi dan
hiperlipidemia tetapi harus berhati hati dalam penggunaanya. Dipilih menggunakan dengan
inhlare dikarenakanbersifat lokal dan efek sistemiknya minimal. Maka beta 2 agonis dan
kortikosteroid dipilih sebagai first drug pada terapi asma sedang dengan hipertensi dan
hiperlipidemia. Dari cerit diatas maka dipilih obat asma sedang yaitu beta 2 agonis dan
kortikosteroid inhlaer dengan pertimbangan efektifitas, mudah diberikan pada pasien dan harga
murah.
17
Macam sediaan Beta 2 Agonis dan Kortikosteroid Inhalasi
P-Drugs Suitability %
20%
Efficacy %
30%
Safety %
30%
Cost %
20%
GlisendSalbutamol inhaler 0,1 mg/puff
7 X 20% 7 x 30% 8 X 30% 20% X Rp 46.200
PulmicortBudesonide 200 mcg
7 X 20% 7 X 30% 8 X 30% 20% X Rp 16.300
SeretideSalmeterol 25 mcg dan flutikason propionat 50 mcg
9 X 20% 8 X 30% 8 X 30% 20% X 172.000
Dari perbandingan bentuk sediaan obat inhalasi yang ditunjuk oleh tabel diatas dapat
disimpulkan baha bentuk sediaan obat yang terpilih adalah Seretide inhalasi yang mengandung
beta 2 agonis dan kortikosteroid, karena memberikan efek cepat dan lokal, efek sistemik minimal
dan mudah digunakan pasien.
4.a. Terapi Optimal untuk pasien asma kronik
Stadium I : short acting beta 2 agonis (SABA) sesuai yang dibutuhkan
Stadium II : tambahan kortikosteroid inhalasi (ICS) pada anak usia 6 – 11 tahun dimulai
pada dosis rendah
Stadium III : tambahan long acting beta 2 agonis (LABA) dikombinasikan dengan ICS
Stadium IV : Pertimbangkan berikut:
Penggunaan jangka pendek kortikosteroid dapat digunakan pada dewasa misal prednison 0,6
mg/kg/hari selama 4 – 5 hari, merujuk pasien ke perawatan spesialis, menambahkan obat
golongan ketiga.
5. Parameter laboratorium untuk evaluasi terapi
18
Tabel parameter klinis, fungsi faal paru, dan laboartoium bagi penderita asma
Parameter klinis,
fungsi faal paru,
laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman
henti napas
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara IstirahatBayi :Menangis keras
Bayi :-Tangis pendek dan lemah-kesulitan menetek atau makan
Bayi :Tidak mau makan/minum
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kataKesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasaya iritabel KebingunganSianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang, sering
hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi
Sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tidak terdengar
Penggunaan otot bantu napas
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan pardo torako abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah napas cuping hidung
Dangkal / hilang
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu BradipnuPedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadarUsia< 2 bulan2 – 12 bulan1 – 5 tahun6 – 8 tahun
Frekuensi napas normal permenit< 60< 50< 40< 30
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak sadarUsia2 – 12 bulan1 – 2 tahun6 – 8 tahun
Frekuensi nadi normal permenit< 160< 120< 110
Pulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis)
Tidak ada(< 10 mmHg)
Ada(10 – 20 mmHg)
Ada(> 20 mmHg)
Tidak ada, tanda kelelahan
19
otot respiratorik
PEFR atau FEVI
(%nilai dugaan/ %nilai terbaik)Pra bronkodilatorPasca bronkodilator
>60%>80%
40-60%60-80%
<40%<60%, respon <2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal (biasanya
tidak perlu diperiksa)>60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
6. Informasi apa yang seharusnya diberikan untuk meningkatkan kepatuhan dan memastikan
terapi serta memimalkan efek samping?
a. Edukasi tentang penyebab penyakit, perjalanan penyakit, serta faktor risiko
b. Pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan antara lain peak flow rate, BGA
c. Edukasi penggunaan obat-obat pada pasien asma
d. Pencegahan timbulnya eksaserbasi akut
Temuan Klinis
Dengan perubahan terapi yang anda berikan, asma pasien menjadi lebih terkontrol.
Pasien di tanyakan mengenai kepatuhannya pada pengobatan dan menunjukkan peningkatan.
Beberapa bulan selanjutnya, dia memberitahukan bahwa gejala muncul pada waktu tertentu pada
malam hari yang responsif terhadap albuterol. Dia perlu menerapkan rencana tindakan
(meningkatkan penggunaan beta 2 agonis dan kortikosteroid inhalasi) hanya dua kali dalam 7
bulan terakhir.
Pembelajaran Mandiri
1. Jika pasien tersebut hamil, dampak apa yang dapat terjadi pada pasien hamil tersebut pada
terapi dan kontrol asmanya?
Kortikosteroid inhalasi efektif untuk menangani asma dan merupakan obat pilihan pertama.
Stenius- Aarnila dkk melaporkan terapi dengan kortikosteroid inhalasi mencegah serangan
asma akut selama kehamilan. Kortikosteroid inhalasi memiliki efek antiinflamasi dan
meningkatkan sensitivitas sistem bronkus terhadap obat-obat beta adrenergik. Obat-obat
20
yang termasuk kortikosteroid inhalasi adalah beclomethasone dipropionate, budesonide,
flunisolide, fluticasone propionate, mometasone, dan triamcinolone acetonide.Kortikosteroid
topikal mempunyai efek samping minimal atau tidak punya sama sekali. Hanya dosis tinggi
kortikosteroid inhalasi yang memiliki efek samping, khususnya supresi adrenal, misal
beclomethasone pada dosis 1500 μg atau lebih.
Kecuali beclomethasone diprlopionate, semua kortikosteroid inhalasi masuk ke sistem
sirkulasi sebagai obat aktif yang tidak berubah. Beclamethasone dipropoonate mengalami
first-pass aktivation di hidung dan paru. Kesemua obat itu secara cepat di absorpsi.
Kortikosteroid di ketahui menyebabkan cleft palate pada mencit. Tidak ada bukti kuat
menyebabkan efek teratogenik pada manusia.
Beclamethasone telah dipakai bertahun-tahun pada wanita hamil tanpa di temukan bukti
efek samping pada kehamilan atau perkembangan janin. Pada beberapa penelitian yang
besar mencakup 6000 wanita hamil, tidak ditemukan insiden peningkatan malformasi
kongenital latau efek samping kehamilan lainnya. Penggunaan kortikosteroid inhalasi pada
wanita hamil tidak mengganggu perkembangan janin. Dosis tinggi kortikosteroid sistemik
untuk periode lama dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan janin, dan sebaiknya
dihindari. Pada kasus dibutuhkan dosis yang lebih tinggi, sebaiknya perkembangan janin di
monitor selama terapi.n b
Beberapa penulis menemukan pada wanita hamil yang mengkonsumsi kortikosteroid oral
memiliki peningkatan resiko gangguan hipertensi. Kortikosteroid oral juga dipakai pada
pasien hamil dengan asma, suatu kesulitan untuk menghindari efek obat sedangkan obatnya
dibutuhkan untuk terapi asma. Penulis tersebut menyimpulkan, jika indikasi diberikan tidak
ada alasan untuk menghindari pemberian kortikosteroid oral pada wanita hamil. Rahimi dkk
tidak dapat mengkonfirmasi meningkatnya resiko hipertensi dengan pemberian
kortikosteroid inhalasi.
Kortikosterion intranasal effektif dalam menangani rhinitis alergi, Aman dan tidak ada efek
samping. Bioavailabilitasnya lebih tinggi daripada inhalasi, sehingga direkomendasikan
dosis untuk rhinitis alergi lebih rendah. Untuk alasan ini, beclamethasone aman buat
21
kehamilan. Data hasil dari paparan budesonide intranasal pada wanita hamil terbatas, tetapi
studi farmakologis tidak menunjukan paparan sistemik sesudah pemberian intranasal, aman
bila dibandingkan dengan budesonid inhalasi.
Rekomendasi
Kortikosteroid inhalasi obat lini pertama untuk terapi asma pada wanita hamil. Penggunaan
beclomethosan atau budesonid lebih dipilih, sebab telah secara luas dipakai pada kehamilan
dan aman. Penggunaan kortikosteroid sistemik seperti prednison dan prednisolon, di
indikasikan pada kehamilan dengan asma akut eksaserbasi. Pada penggunaan jangka
panjang, di rekomendasikan agar perkembangan janin dan fungsi adrenal di monitor,
khususnya pada penggunaan dosis tinggi. Untuk rhinitis alergi, kortikosteroid intranasal bisa
di pakai. Penggunaan kortikosteroid inhalasi atau sistemik pada trimester pertama tidak
diindikasikan untuk terminasi kehamilan atau diagnostik invasif.
2. Jika pasien tersebut melanjutkan menggunakan kortikosteroid inhalasi saat dia menopause,
apa yang dapat dilakukan untuk meminimalkan masalah osteoporosis?
Osteoporosis merupakan salah satu efek samping tersering pada penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, namun masih sedikit mendapat perhatian. Kortikosteroid dapat menginduksi
osteoporosis dalam 6-12 bulan pertama pemakaian melalui mekanisme langsung maupun
tidak langsung. Osteoporosis harus selalu dipikirkan pada anak yang menggunakan
kortikosteroid jangka panjang dengan fraktur setelah trauma minimal atau tanpa trauma, nyeri
tulang kronik, dan gambaran radiografi menunjukkan penipisan tulang. Efek samping ini
dapat dihindari dengan pembatasan dosis kortikosteroid pada dosis minimal yang masih
efektif dan mempertahankan nutrisi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti
kalsium, vitmin D, protein, dan magnesium. Suplementasi kalsium dan vitamin D memiliki
efek moderat terhadap penipisan masa tulang, perlu dipertimbangkan pada penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
3. Rekomendasi apa yang dapat anda buat dalam menggunakan regimen yang ada pada saat ini?
Pasien termasuk dalam klasifikasi Asma Persisten Berat sehingga digunakan. Kombinasi
inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama,
ditambah 1 di bawah ini:
22
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Atau dengan alternatif Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah
agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat.
Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan
mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik,
variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin. Untuk
mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya
satu pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi (>
800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari (bukti A).
Kadangkala kontrol lebih tercapai dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4
kali sehari daripada 2 kali sehari (bukti A). Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama
oral dan leukotriene modifiers dapat sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi
dalam perannya sebagai kombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat
sebagai tambahan terapi selain kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan
agonis beta-2 kerja lama inhalasi) (bukti B). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan
glukokortikosteroid oral dengan dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose
pagi hari untuk mengurangi efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada
pengobatan jangka lama untuk mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah
menghasilkan efek samping sistemik yang sama dengan pemberian oral, padahal harganya
jauh lebih mahal dan menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut.
Sehngga tidak dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di
luar serangan/ stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang.
Indikator asma tidak terkontrol Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala
asma Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut Kebutuhan obat
pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise-induced asthma)
Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/ frekuensi tanda-tanda (indikator) tersebut di
atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter; maka tetapkan langkah terapi, apakah perlu
ditingkatkan atau tidak.
23
Alasan / kemungkinan asma tidak terkontrol : Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi
penderita Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan
obat-obatan asma Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar
lingkungan penderita atau lingkungan tidak terkontrol Konkomitan penyakit saluran napas
yang memperberat seperti sinusitis, bronkitis dan lain-lain Bila semua baik pertimbangkan
alternatif diagnosis lain.
4. Monitoring lanjut apa yang diperlukan saat pengobatannya diturunkan atau tidak dilanjutkan?
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
5. Peran apa yang dimainkan imunoterapi untuk asma dan alerginya?
Pengontrol
Glukokortikosteroid inhalasi
Glukokortikosteroid inhalasi Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan
perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup (bukti A). Steroid inhalasi adalah
pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Steroid inhalasi ditoleransi
dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan.
Beberapa glukokortikosteroid berbeda potensi dan bioavailibiti setelah inhalasi, pada tabel 11
dapat dilihat kesamaan potensi dari beberapa glukokortikosteroid berdasarkan perbedaan
tersebut. Kurva dosis-respons steroid inhalasi adalah relatif datar, yang berarti meningkatkan
dosis steroid tidak akan banyak menghasilkan manfaat untuk mengontrol asma (gejala, faal
paru, hiperesponsif jalan napas), tetapi bahkan meningkatkan risiko efek samping. Sehingga,
apabila dengan steroid inhalasi tidak dapat mencapai asma terkontrol (walau dosis sudah sesuai
24
dengan derajat berat asma) maka dianjurkan untuk menambahkan obat pengontrol lainnya
daripada meningkatkan dosis steroid inhalasi tersebut (bukti A). Efek samping steroid inhalasi
adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena iritasi saluran
napas atas. Semua efek samping tersebut dapat dicegah dengan penggunaan spacer, atau mencuci
mulut dengan berkumur-kumur dan membuang keluar setelah inhalasi. Absorpsi sistemik tidak
dapat dielakkan, terjadi melalui absorpsi obat di paru. Risiko terjadi efek samping sistemik
bergantung kepada dosis dan potensi obat yang berkaitan dengan biovailibiliti, absorpsi di usus,
metabolisme di hati (first-pass metabolism), waktu paruh berkaitan dengan absorpsi di paru dan
usus; sehingga masing-masing obat steroid inhalasi berbeda kemungkinannya untuk
menimbulkan efek sistemik. Penelitian menunjukkan budesonid dan flutikason propionate
mempunyai efek sistemik yang rendah dibandingkan beklometason dipropionat dan
triamsinolon. Risiko efek sistemik juga bergantung sistem penghantaran. Penggunaan spacer
dapat menurunkan bioavailabiliti sistemik dan mengurangi efek samping sistemik untuk semua
glukokortikosteroid inhalasi. Tidak ada data yang menunjukkan terjadi tuberkulosis paru pada
penderita asma malnutrisi dengan steroid inhalasi, atau terjadi gangguan metabolisme kalsium
dan densiti tulang.
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol pada
keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas
mengingat risiko efek sistemik. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping),
steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Jangka panjang
lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral
terpaksa harus diberikan misalnya pada keadaan asma persisten berat yang dalam terapi
maksimal belum terkontrol (walau telah menggunakan paduan pengoabatn sesuai berat asma),
maka dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu. Hal itu terjadi juga pada steroid
dependen. Di Indonesia, steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila penderita asma
persisten sedang-berat tetapi tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi, maka dianjurkan
pemberiannya mempertimbangkan berbagai hal di bawah ini untuk mengurangi efek samping
sistemik. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memberi steroid oral : gunakan
prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai efek mineralokortikoid
25
minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot minimal bentuk oral, bukan parenteral
penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari
Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid oral/ parenteral jangka panjang adalah
osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma,
obesiti, penipisan kulit, striae dan kelemahan otot. Perhatian dan supervisi ketat dianjurkan pada
pemberian steroid oral pada penderita asma dengan penyakit lain seperti tuberkulosis paru,
infeksi parasit, osteoporosis, glaukoma, diabetes, depresi berat dan tukak lambung.
Glukokortikosteroid oral juga meningkatkan risiko infeksi herpes zoster. Pada keadaan infeksi
virus herpes atau varisela, maka glukokortikosteroid sistemik harus dihentikan.
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Mekanisme yang pasti dari sodium kromoglikat dan nedokromil sodium belum sepenuhnya
dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat penglepasan
mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung kepada dosis dan
seleksi serta supresi sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil,
monosit); selain kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya
secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Studi klinis
menunjukkan pemberian sodium kromoglikat dapat memperbaiki faal paru dan gejala,
menurunkan hiperesponsif jalan napas walau tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi (bukti
B). Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat
atau tidak. Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat
melakukan inhalasi .
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.
Efek bronkodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang dapat terjadi pada
konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efek antiinflamasi melalui mekanisme yang belum
jelas terjadi pada konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Pada dosis yang sangat rendah efek
antiinflamasinya minim pada inflamasi kronik jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek
pada hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada
serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi
dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin
atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi
26
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk
mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Studi
menunjukkan metilsantiin sebagai terapi tambahan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah
atau tinggi adalah efektif mengontrol asma (bukti B), walau disadari peran sebagai terapi
tambahan tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama inhalasi (bukti A), tetapi merupakan suatu
pilihan karena harga yang jauh lebih murah. Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi
( > 10 mg/kgBB/ hari atau lebih); hal itu dapat dicegah dengan pemberian dosis yang tepat
dengan monitor ketat. Gejala gastrointestinal nausea, muntah adalah efek samping yang paling
dulu dan sering terjadi. Efek
kardiopulmoner seperti takikardia, aritmia dan kadangkala merangsang pusat napas. Intoksikasi
teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian. Di Indonesia, sering digunakan kombinasi
oral teofilin/aminofilin dengan agonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator; maka
diingatkan sebaiknya tidak memberikan teofilin/aminofilin baik tunggal ataupun dalam
kombinasi sebagai pelega/bronkodilator bila penderita dalam terapi teofilin/ aminofilin lepas
lambat sebagai pengontrol. Dianjurkan memonitor kadar teofilin/aminofilin serum penderita
dalam pengobatan jangka panjang. Umumnya efek toksik serius tidak terjadi bila kadar dalam
serum < 15 ug/ml, walau terdapat variasi individual tetapi umumnya dalam pengobatan jangka
panjang kadar teoflin serum 5-15 ug/ml (28-85uM) adalah efektif dan tidak menimbulkan efek
samping.. Perhatikan berbagai keadaan yang dapat mengubah metabolisme teofilin antara lain.
demam, hamil, penyakit hati, gagal jantung, merokok yang menyebabkan perubahan dosis
pemberian teofilin/aminofilin. Selain itu perlu diketahui seringnya interaksi dengan obat lain
yang mempengaruhi dosis pemberian obat lain tersebut misalnya simetidin, kuinolon dan
makrolid.
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh
darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Kenyataannya pada
pemberian jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja
lama yang diberikan jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang
27
bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama, menghasilkan efek
bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat oral.
Perannya dalam terapi sebagai pengontrol bersama dengan glukokortikosteroid inhalasi
dibuktikan oleh berbagai penelitian, inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya diberikan ketika
dosis standar glukokortikosteroid inhalasi gagal mengontrol dan, sebelum meningkatkan dosis
glukokortikosteroid inhalasi tersebut (bukti A). Karena pengobatan jangka lama dengan agonis
beta-2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti A). Penambahan agonis beta-2 kerja
lama inhalasi pada pengobatan harian dengan glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki gejala,
menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja
singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma (bukti A). Berbagai studi
menunjukkan bahwa penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi (salmeterol atau formoterol)
pada asma yang tidak terkontrol dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah atau tinggi,
akan memperbaiki faal paru dan gejala serta mengontrol asma lebih baik daripada meningkatkan
dosis glukokortikosteroid inhalasi 2 kali lipat (bukti A). Berbagai penelitian juga menunjukkan
bahwa memberikan glukokortikosteroid kombinasi dengan agonis beta-2 kerja lama dalam satu
kemasan inhalasi adalah sama efektifnya dengan memberikan keduanya dalam kemasan inhalasi
yang terpisah (bukti B); hanya kombinasi dalam satu kemasan (fixed combination) inhaler lebih
nyaman untuk penderita, dosis yang diberikan masing-masing lebih kecil, meningkatkan
kepatuhan, dan harganya lebih murah daripada diberikan dosis yang ditentukan masing-masing
lebih kecil dalam 2 kemasan obat yang terpisah.
Agonis beta-2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik (rangsangan
kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih sedikit atau jarang daripada
pemberian oral. Bentuk oral juga dapat mengontrol asma, yang beredar di Indonesia adalah
salbutamol lepas lambat, prokaterol dan bambuterol. Mekanisme kerja dan perannya dalam
terapi sama saja dengan bentuk inhalasi agonis beta-2 kerja lama, hanya efek sampingnya lebih
banyak. Efek samping berupa rangsangan kardiovaskular, ansieti dan tremor otot rangka.
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme
kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrin (contohnya
zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya
28
montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator
minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain
bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa
penambahan leukotriene modifiers dapat menurunkan kebutuhan dosis glukokortikosteroid
inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat, mengontrol asma pada penderita dengan
asma yang tidak terkontrol walau dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti B). Diketahui
sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene modifiers tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama
(bukti B). Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Penderita dengan aspirin induced asthma menunjukkan respons yang baik dengan
pengobatan leukotriene modifiers. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Efek samping jarang ditemukan. Zileuton dihubungkan
dengan toksik hati, sehingga monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.
Pelega
Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah
beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai
onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi
mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/ tidak ada. Mekanisme kerja
sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari
sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi
pada exercise-induced asthma (bukti A). Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat
direkomendasikan bila diperlukan untuk mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau
bahkan setiap hari adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan perlunya terapi
antiinflamasi. Demikian pula, gagal melegakan jalan napas segera atau respons tidak memuaskan
dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah petanda dibutuhkannya
glukokortikosteroid oral..
Efek sampingnya adalah rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia.
Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping daripada oral.
Dianjurkan pemberian inhalasi, kecuali pada penderita yang tidak dapat/mungkin menggunakan
terapi inhalasi.
29
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis
beta-2 kerja singkat. Aminofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala
walau disadari onsetnya lebih lama daripada agonis beta-2 kerja singkat (bukti A). Teofilin kerja
singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis beta- 2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi
mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernapasan dan
mempertahankan respons terhadap agonis beta-2 kerja singkat di antara pemberian satu dengan
berikutnya. Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping sebagaimana metilsantin, tetapi
dapat dicegah dengan dosis yang sesuai dan dilakukan pemantauan. Teofilin kerja singkat
sebaiknya tidak diberikan pada penderita yang sedang dalam terapi teofilin lepas lambat kecuali
diketahui dan dipantau ketat kadar teofilin dalam serum .
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari
saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus
kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan
iritan. Efek bronkodilatasi tidak seefektif agonis beta-2 kerja singkat, onsetnya lama dan
dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum. Tidak mempengaruhi reaksi alergi tipe
cepat ataupun tipe lambat dan juga tidak berpengaruh terhadap inflamasi. Termasuk dalam
golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Analisis meta penelitian
menunjukkan ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2
kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan
rumah sakit secara bermakna (bukti B). Oleh karena disarankan menggunakan kombinasi
inhalasi antikolinergik dan agnonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal
serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurang respons dengan agonis beta-2 saja,
sehingga dicapai efek bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang,
dianjurkan sebagai alternatif pelega pada penderita yang menunjukkan efek samping dengan
agonis beta-2 kerja singkat inhalasi seperti takikardia, aritmia dan tremor. Efek samping berupa
rasa kering di mulut dan rasa pahit. Tidak ada bukti mengenai efeknya pada sekresi mukus.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis beta-
2, atau tidak respons dengan agonis beta- 2 kerja singkat. Pemberian secara subkutan harus
30
dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian
intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside
monitoring).
Clinical Pearl
Semua pasien dengan asma persisten seharusnya mendapatkan vaksin influenza tiap tahunnya.
Telah diketahui bahwa infeksi saluran napas akibat virus, termasuk influenza merupakan
penyebab tersering serangan asma pada anak dan dewasa.
31
ASMA
Asma merupakan keadaan inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan reversible dan gejala berupa : batuk, mengi, dada terasa terikat, dan sesak napas.
Pertimbangan adanya penyakit yang mendasari bila asma berat timbul pertama kali saat dewasa,
hasil tes laboratorium atau foto thoraks abnormal. Pemicu timbulnya serangan asma dapat
multifaktorial seperti obat-obatan (aspirin, β blocker), alergen (kutu debu, bulu kucing, bulu
anjing, serbuk sari), berhubungan dengan pekerjaan (resin kayu, pencelup), lingkungan (udara
dingin, olahraga, dan emosi).
Gambaran klinis asma:
Masuknya udara dapat terdengar normal, disertai bunyi mengi, dan dapat tanpa suara
Peningkatan frekuensi pernapasan
Penggunaan otot-otot bantu pernapasan
Retraksi interkostal
Peningkatan denyut jantung
Penurunan kemampuan berbicara
Deviasi trakhea jika ada pneumothoraks tension
Sianosis, lembab, berkeringat
Pulsus paradoksus : normal <5 mmHg, sedang 5-10 mmHg, berat 10-20 mmHg,
mengancam jiwa >20 mmHg
Klasifikasi serangan asma antara lain :
Serangan Ringan Serangan Sedang Serangan Berat
Bernapas Sedikit kesulitan dan hanya sedikit lebih cepat dibandingkan biasanya
Lumayan kesulitan dan lebih cepat dibandingkan biasanya
Sangat kesulitan dan dapat sangan cepat atau dipaksa
Berbicara Mampu menyelesaikan kalimat dengan mudah
Hanya mampu mengucapkan frase atau sebagian kalimat
Hanya mampu membisikkan kata tunggal atau kalimat singkat
Keluhan Mengi ringan, batuk, napas pendek, perasaan sempit di dada
Mengi sedang, batuk, napas pendek, perasaan sempit di dada
Mengi berat, batuk, napas pendek, perasaan sempit di dada
Warna kulit Normal seperti biasa Normal atau pucat Pucat atau biru
32
Otot pernapasan Bergerak normal Otot dada bergerak masuk sedikit
Pergerakan otot dada ke dalam- ke luar, juga otot leher dan perut
Kesadaran terhadap sekeliling
Normal dan terjaga Normal dan terjaga Berkurang, dapat disertai mengantuk
Pengobatan Penyakit Asma
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan
penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobti serangan penyakit asma yang sedang
terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi. Mengobati disini bukan
berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan gejala-gejala yang berupa sesak,
batuk, atau mengi. Keadaan yang sudah bebas gejala penyakit asma ini selanjutnya harus
dipertahankan agar serangan penyakit asma tidak terjadi lagi.
Obat-obatan bisa membuat penderita penyakit asma menjalani kehidupan normal.
Pegobatan segera untuk mengendalikan serangan penyakit asma berbeda dengan pengobatan
rutin untuk mencegah serangan penyakit asma. Untuk mengobati serangan penyakit asma yang
sedang terjadi diperlukan obat yang menghilangkan gejala penyakit asma dengan segera. Obat
tersebut terdiri atas golongan bronkodilator an golongan kortikosteroid sistemik.
Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan
otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut, sedangkan kortikosteroid adalah obat anti alergi
dan anti peradangan yang diberikan dengan tujuan sistemik yaitu disalurkan ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah.
Ada sekelompok penderita yang begitu sering mendapat serangan sehingga hampir tidak
pernah mengalami masa bebas gejala penyakit asma. Keadaan ini disebut kronis yang dapat
berlangsung berbulan-bulan bahkan berahun-tahun. Pengobatannya memerlukan jangka waktu
yang lama dan penderita tiap hari harus memakai obat.
1. Agonis reseptor Beta-2 Adrenergik
Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi
secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olah raga.
Bronkodilator ni merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
33
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi efektif untuk menangani asma dan merupakan obat pilihan
pertama. Stenius- Aarnila dkk melaporkan terapi dengan kortikosteroid inhalasi
mencegah serangan asma akut selama kehamilan. Kortikosteroid inhalasi memiliki efek
antiinflamasi dan meningkatkan sensitivitas sistem bronkus terhadap obat-obat beta
adrenergik.
Obat-obat yang termasuk kortikosteroid inhalasi adalah beclomethasone
dipropionate, budesonide, flunisolide, fluticasone propionate, mometasone, dan
triamcinolone acetonide.Kortikosteroid topikal mempunyai efek samping minimal atau
tidak punya sama sekali. Hanya dosis tinggi kortikosteroid inhalasi yang memiliki efek
samping, khususnya supresi adrenal, misal beclomethasone pada dosis 1500 μg atau
lebih. Kecuali beclomethasone diprlopionate, semua kortikosteroid inhalasi masuk ke
sistem sirkulasi sebagai obat aktif yang tidak berubah. Beclamethasone dipropoonate
mengalami first-pass aktivation di hidung dan paru. Semua obat itu secara cepat di
absorpsi. Kortikosteroid di ketahui menyebabkan cleft palate pada mencit. Tidak ada
bukti kuat menyebabkan efek teratogenik pada manusia. Beclamethasone telah dipakai
bertahun-tahun pada wanita hamil tanpa ditemukan bukti efek samping pada kehamilan
atau perkembangan janin. Pada beberapa penelitian yang besar mencakup 6000 wanita
hamil, tidak ditemukan insiden peningkatan malformasi kongenital latau efek samping
kehamilan lainnya. Penggunaan kortikosteroid inhalasi pada wanita hamil tidak
mengganggu perkembangan janin. Dosis tinggi kortikosteroid sistemik untuk periode
lama dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan janin, dan sebaiknya dihindari.
Beberapa penulis menemukan pada wanita hamil yang mengkonsumsi kortikosteroid
oral memiliki peningkatan resiko gangguan hipertensi. Kortikosteroid oral juga dipakai
pada pasien hamil dengan asma, suatu kesulitan untuk menghindari efek obat sedangkan
obatnya dibutuhkan untuk terapi asma. Jika indikasi diberikan tidak ada alasan untuk
menghindari pemberian kortikosteroid oral pada wanita hamil.
Kortikosteriod intranasal efektif dalam menangani rhinitis alergi, aman dan tidak
ada efek samping. Bioavailabilitasnya lebih tinggi daripada inhalasi, sehingga
direkomendasikan dosis untuk rhinitis alergi lebih rendah. Untuk alasan ini,
beclamethasone aman buat kehamilan. Data hasil dari paparan budesonide intranasal
34
pada wanita hamil terbatas, tetapi studi farmakologis tidak menunjukkan paparan
sistemik sesudah pemberian intranasal, aman bila dibandingkan dengan budesonid
inhalasi.
Kortikosteroid inhalasi obat lini pertama untuk terapi asma pada wanita hamil.
Penggunaan beclomethosan atau budesonid lebih dipilih, sebab telah secara luas dipakai
pada kehamilan dan aman. Penggunaan kortikosteroid sistemik seperti prednison dan
prednisolon, di indikasikan pada kehamilan dengan asma akut eksaserbasi. Pada
penggunaan jangka panjang, direkomendasikan agar perkembangan janin dan fungsi
adrenal di monitor, khususnya pada penggunaan dosis tinggi. Untuk rhinitis alergi,
kortikosteroid intranasal bisa dipakai. Penggunaan kortikosteroid inhalasi atau sistemik
pada trimester pertama tidak diindikasikan untuk terminasi kehamilan atau diagnostik
invasif.
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk
mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid peroral diberikan untuk
jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit
asma.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena
dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat
yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
3. Cromolin dan Nedocromil
Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast
dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini
digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan mengobati serangan. Obat ini
terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini
sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita
bebas gejala.
4. Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir
yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetil kolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan
35
menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah
mengkonsumsi agonis reseptor beta-2 adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin an
ipatropium bromida.
5. Pengubah Leukotrien
Merupakan obat terbaru untuk membantuk mengendalikan penyakit asma. Obat ini
mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang
menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas,
dan zileuton.
36