FARMA nEW

24
OBAT PELEMAS OTOT RANGKA Obat yang mempengaruhi fungsi otak rangka dapat dibagi atas 2 kelompok teraupetik utama yang digunakan selama tindakan bedah dan di unit perawatan intensif untuk menghasilkan paralisis otot pada pasien yang membutuhkan bantuan ventilator (ie, penyekat neuromaskular) dan yang digunakan untuk mengurangi spastisitas pada berbagai kasus neurologik (ie, spasmolitika).obat penyakat neuromuscular mengganggu transmisi pada lempeng neuromuscular dan tidak memilikiaktivitas terhadap system saraf pusat. Senyawa- senyawa ini terutama digunakan sebagai penunjang anastesi umum untuk memudahkan inkubasi dan mengoptimalkan kondisi pembedahan sambil memastikan ventilasi yang adekuat. OBAT PENYEKAT NEUROMUSKULAR Fungsi neuromuscular normal Besarnya potensial terkait langsung dengan jumlah asetilkolin yang dilepaskan. Jika potensinya kecil, permeabilitasnya kecil, permeabilitas dan potensial lempeng kembali ke normal tanpa meneruskan impuls dari daerah lempeng kedarerah lain di membrane otot. Namun, jika potensial lempeng besar, membran otot didekat lempeng akan terdepolarisasi, dan suatu potensial aksi akan diteruskan di sepanjang serabut otot.selanjutnya, terjadi kontraksi otot melalui gabungan eksitasi-kontraksi. Asetilkolin yang dilepaskan dengan cepat dipindahkan dari daerah lempeng melalui proses difusi dan destruksi enzimatik oleh enzim asetilkolinesterase setempat. Ada dua tipe reseptor asetilkolin tambahan yang terkait dengan apparatus neuromuscular. Satu tipe terdapat di ujung akson motorik prasinaptik. Tipe reseptor kedua, terdapat di sel perijunctional dan normalnya tidak terlibat dalam transmisi neuromuscular.

Transcript of FARMA nEW

Page 1: FARMA nEW

OBAT PELEMAS OTOT RANGKAObat yang mempengaruhi fungsi otak rangka dapat dibagi atas 2 kelompok teraupetik

utama yang digunakan selama tindakan bedah dan di unit perawatan intensif untuk menghasilkan paralisis otot pada pasien yang membutuhkan bantuan ventilator (ie, penyekat neuromaskular) dan yang digunakan untuk mengurangi spastisitas pada berbagai kasus neurologik (ie, spasmolitika).obat penyakat neuromuscular mengganggu transmisi pada lempeng neuromuscular dan tidak memilikiaktivitas terhadap system saraf pusat. Senyawa-senyawa ini terutama digunakan sebagai penunjang anastesi umum untuk memudahkan inkubasi dan mengoptimalkan kondisi pembedahan sambil memastikan ventilasi yang adekuat.

OBAT PENYEKAT NEUROMUSKULAR

Fungsi neuromuscular normal

Besarnya potensial terkait langsung dengan jumlah asetilkolin yang dilepaskan. Jika potensinya kecil, permeabilitasnya kecil, permeabilitas dan potensial lempeng kembali ke normal tanpa meneruskan impuls dari daerah lempeng kedarerah lain di membrane otot. Namun, jika potensial lempeng besar, membran otot didekat lempeng akan terdepolarisasi, dan suatu potensial aksi akan diteruskan di sepanjang serabut otot.selanjutnya, terjadi kontraksi otot melalui gabungan eksitasi-kontraksi. Asetilkolin yang dilepaskan dengan cepat dipindahkan dari daerah lempeng melalui proses difusi dan destruksi enzimatik oleh enzim asetilkolinesterase setempat.

Ada dua tipe reseptor asetilkolin tambahan yang terkait dengan apparatus neuromuscular. Satu tipe terdapat di ujung akson motorik prasinaptik. Tipe reseptor kedua, terdapat di sel perijunctional dan normalnya tidak terlibat dalam transmisi neuromuscular.

I. FARMAKOLOGI DASAR OBAT PENYEKAT NEUROMUSKULAR

KimiawiSemua obat penyekat neuromuscular mempunyai kesamaan struktur dengan asetilkolin. Contoh, suksinilkolin adalah 2 molekul asetilkolin yang ujung-ujungnya saling terhubung. Berbeda dengan struktur linear tunggal suksinilkolin dan obat depolarisasi lain, obat-obat nondepolariisasi(eg,pankuronium) menyembunikan struktur “asetilkolin-ganda” dalam salah satu dari 2 jenis system cincin semi-kaku. Kedua golongan utama obat penyekat nondepolarisasi-turunan isokuinolin dan stroid. Cirri lain yang serupa dengan seluruh penyekat neuromuscular yang digunakan saat ini adalah adanya satu atau dua nitrogen kuartener, yang menjadikan zat-zat tersebut sulit larut dalam lipid dan membatasi masuknya ke system saraf pusat.

Page 2: FARMA nEW

Farmakokinetik Obat-obat Penyekat NeuromuskularSemu obat penyekat neuromuscular bersifat sangat polar dan tidak aktif jika diberikan per oral, oleh karena it,hars diberikan secara parenteral.

A.Obat Pelemas Nondepolarisasi Laju pembersihan obat penyekat neuromuscular nondepolarisasi ditandai dengan fase distribusi awal yang cepat, diikuti dengan fase eliminasi yang lebih lambat.obat ini sangat terionisasi dan sulit melewati membrane. Oleh karena itu, volume distribusinya hanya sedikit lebih banyak dari pada volume darah (80-140mL/kg).B. OBAT PELEMAS DEPOLARISASIDurasi kerja suksinikolin yang sangat pendek (5-10 menit) terjadi akibat hidrolisis suksinikolin yang cepat oleh kolinesterase(eg, butirilkolinesterase dan pseudokolines- terase) dalam hati dan plasma.Mekanisme Kerja Interaksi obat dengan kanal lempeng reseptor asetilkolin telah dijelaskan berdasarkan tingkat mulekular.A.OBAT PELEMAS NONDEPOLARISASI

Semua obat penyekat neuromuscular yang digunakan di AS, kecuali suksinikolin, digolongkan dalam obat nondepolarisasi.Tubokurarin dipandang sebagai perototipe obat kelompok ini. Jika pelamas otot nondepolarisasi diberikan dalam dosis kecil, obat ini terutama bekerja disitus reseptor nikotinik untuk berkompetensi dengan asetilkolin. Pada dosis yang lebih besar, obat nondepolarisasi dapat masuk kedalam pori kanal ion untuk menimbulkan blockade motorik yang kuat. Pelemas nondepolarisasi juga dapat menyekat kanal natrium pratautan (prejunctional). Akibatnya pelemas otot akan menggangu mobilisasi astilkolin pada ujung saraf.B.OBAT PELEMAS DEPOLARISASI1.Blokade fase I (depolarisasi)-suksinilkolin adalah satu-satunya obat peyekat neuromuscular depolarisasi yang bermanfaat secara klinis.Efek neuromuscularnya serupa dengan asetilkolin, kecuali bahwa suksinilkolin mempunyai efek yang lebih lama pada taut mioneural.2. Blokade Fase II ( desensitisasi)-Akibat pemaparan terus menerus terhadap subsinilkolin, depolarisiasi awal lempeng akan menurun dan membran menjadi terepolarisasi.

II FARMAKOLOGI KLINIS OBAT PENYEKAT NEUROMUSKULAR

Penilaian Terhadap Transmisi Neuromuskular

Respon motorik terhadap berbagai pola perangsangan saraf perifer yang berbeda diukur. Tiga pola yang paling umum digunakan meliputi (1) perangsangan single-twitch,(2)

Page 3: FARMA nEW

perangsangan train-of-four (TOF),dan (3) perangsangan tetanik. Tersedia pula dua modalitas terbaru untuk memantau transmisi neuromuscular. Perangsangan double-burst dan hitung pascatetanik.

A. obat pelemas nondepolarisasi

b. obat pelemas depolarisasi

Efek Kardiovaskular

Vekoronium,pipekuronium,doksakurium,cisatrakurium,dan rokuronium mempunyai efek kerdivaskuler yang kecil.pelemas otot nondepolarisasi lainnya (ie, pankuronium,atrakurium, mivakurium) menghasilkan efek kerdiovaskular yang diperantarai oleh reseptor otonom atau histamine. Suksinilkolin dapat menyebabkan aritmia jantung jika diberikan pada anastesi yang menggunakan halotan.

Efek Samping Blokade Depolarisasi Lainya

Hiperklemia Peningkatan Tekanan Intraokular Peningkatan Tekanan Intragastrik Nyeri Otot

Intreraksi Dengan Obat Lain Anastetik

Berbagai factor yang paling penting terlibat dalam interaksi ini adalah sebagai berikut:Defresi system saraf dilokasi system saraf di lokasi-lokasi yang terletak proksimal dari taut neuromuscular(ie, system saraf pusat)Peningkatan aliran darah otot ( akibat vasodilatasi perifer yang dihasilkan oleh anastetik volatile), yang memungkinkan lebih banyak lagi pelemas otot yang disuntikan untuk mencapai taut neuromuscular, danPenurunan sensitivitas membrane pasca taut terhadap depolarisasi.

AntibiotikBanyak antibiotic telah terbukti menyebabkan depresi cetusan yang dilepaskan oleh asetilkolin serupa dengan yang disebabkan oleh magnesium.

Anastetik Lokal Dan Obat Antiaritmia Obat Penghambat Neuromuskular Lain

Efek Penyakit dan Penuaan Terhadap Respons Neuromuskular Beberapa penyakit dapat mengurangi atau menambah blockade neuromuscular akibat pelemas otot nondepolarisasi akibat pelemas nondepolarisasi. Miastenia gravis meningkatkan blockade neuromuscular akibat obat-obat ini. Usia lanjut memeperpanjang durasi kerja pelemas

Page 4: FARMA nEW

nondepolarisasi akibat menurunnya pembersihan obat oleh hati dan ginjal. Akibatnya, dosis penyekat neuromuskuler harus diturunkan untuk pasien usia lanjut (>70 tahun).

Sebaliknya, pasien luka bakar hebat dan penderita penyakit neuron motor atas resisten terhadap pelemas otot nondepolarisasi. Desensitisasi ini mungkin disebabkan oleh proliferasi reseptor di luar taut ( extrajunctional), menyebakan diperlukannya peningkatan dosis pelemas nondepolarisasi untuk menyekat cukup reseptor.Penggunaan Obat Penyekat Neuromuskular

Relaksasi bedah Intubasi trakea Control ventilasi Pengobatan kejang

OBAT SPASMATOLIK Diazepam Baklofen Tizanidin

OBAT SPASMATOLIK LAIN YANG BEKERJA SENTRAL Dentrolen Toksin Batulinum

Tatalaksana Farmakolgi Pada Parkinsonisme & Gangguan Pergerakan Lainnya

Terdapat beberapa jenis kelainan pergerakan. Tremor adalah suatu gerekan osilatoris ritmik disekitar persendian dan mempunyai cirri khas yaitu terkait dengan aktivitas. Korea adalah sentakan-sentakan otot yang tidak teratur tidak dapat diperkirakan, dan disadari yang terjadi pada berbagai bagian tubuh dan menggangu aktivitas yang disadari.

PARKINSONISME ( PARALISIS AGITANS )Ciri parkinsonisme merupakan kombinasi antara regiditas,

bradikinesia,tremor,dan instabilitas postural yang dapat terjadi karena berbagai penyebab tetapi umumnya idiopatik.

Konsentrasi dopamain yang normalnya tinggi dalam ganglion basal otak akan menurun pada parkinsonisme, dan terapi farmakologik untuk mengembalikan aktivitas dopaminergik menggunkan levodopa dan agonis dopamine telah berhasil memulihkan beberapa gejala klinis kelainan ini.

LEVODOPADopamin tidak melintasi sawar darah otak dan jika diberikan ke dalam sirkulasi perifer, tidak berefek terapi pada parkinsonisme.

Kimia

Page 5: FARMA nEW

Dopa adalah asam amino precursor dopamine dan norepinefrin.Farmakokinetik Levodopa mudah diabsorbsi dari usus halus, tetapi absorbsinya bergantung pada kecepatan pengosongan lambung dan pH isi lambung. Makanan akan memperlambat munculnya levadopa dalam plasma. Selain itu, beberapa asam amino tertentu yang terkandung dalam makanan yang dicerna akan berkompetensi dengan obat untuk diabsorbsi dari usus dan untuk ditranspor dari darah ke otak.Penggunaan Klinis

Hasil terbaik terapi ledopa diperoleh pada beberapa tahun pertama pengobatan. Hal ini kadang terjadi karena dosis harian levoda lambat-laun harus dikurangi untuk menghindarkan efek samping dari dosis-dosis yang awalnya dapat ditoleransi.

Levoda umumnya diberikan dalam kombinasi dengan kardiopa, yakni suatu penghambat dopa dekarboksilase perifer yang menurunkan pengubahan menjadi dopamine diperifer.

Levadopa dapat memeperbaiki semua manifestasi klinis parkinsonisme, tapi terutama efektif memulihkan bradikinesia dan semua gangguan yang disebabkan olehnya. Ketika pertama kali diberikan,sekitar sepertiga pasien berespon dengan baik dan sepertiganya kurang baik. Kebanyakan sisanya tidak dapat mentoleransi pengobatan atau sama sekali tidak resposif.Efek Samping

Efek gastrointestinalKetika levodopa diberikan tanpa menghambat dekarboksilase perifer, 80% pasien mengalami anoreksia, mual dan muntah.

Efek kardiovaskular Berbagai aritmia jantung telah dijumpai pada pasien yang mendapat levodopa, termasuk takikardia,ekstrasistol ventricular,dan fibrilasi atrial (jarang).hipertensi juga dapat terjadi, terutama akibat penghambat monoamin oksidase nonselektif,simpatomimeti,atau levodopa dosis besar.

DiskinesiaDiskinesia terjadi pada 80% pasien yang mendapat terapi levodopa jangka panjang.bentuk dan sifat diskenisia akibat dopa bervariasi menurut individu yang sama. Koreoatetosis muka dan ekstremitas distal merupakan bentuk yang paling banyak dijumpai.

Efek tingkah lakuBerbagai jenis efek samping mental telah dilaporkan, termasuk depresi, ansietas, agitasi, insomnia,somnolen, bingung, delusi, halusinasi, mimpi buruk,euphoria, dan perubahan-perubahan lain dalam pikiran atau kepribadian.

Fluktuasi respon

Page 6: FARMA nEW

Fluktuasi tertentu dalam respon klinis terhadap levodopa terjadi akibat meningkatnya frekuensi obat seiring berlanjutnya pengobatan.

Efek samping lainMidrasi dapat terjadi dan memicu serangan glaucoma akut pada beberapa pasien.

AGONIS RESEPTOR DOPAMIN Agonis dopamain berperan penting sebagai terapi klinik pertama untuk penyakit

Parkinson, dan penggunaannya terkait dengan insidens fluktuasi respon dan diskinesia yang lebih sedikit dari pada yang terjadi pada terapi levodopa jangka-panjang. Akibatnya, teraidopaminergik sebaiknya dimulai dengan suatu agonis dopamin.Efek Samping

Efek gastrointestinalAnoreksia,mual dan muntah, dapat terjadi pada penggunaan agonis dopamine.efek ini dapat diminimalisasi dengan meminum obat bersama sewaktu makan.

Efek kardiovaskulerHipotensi postural dapat terjadi, terutama diawal terapi.valvulopati jantung dapat disebabkan oleh pergolid.

DiskinesiaKelainan pergerakan serupa dengan yang disebabkan oleh levodopa dapat terjadi dan dipulihkan dengan menurunkan dosis total obat dopaminergik yang digunakan.

Gangguan mentalKebingungan ,halusinasi, delusi, dan reaksi psikiatrik lainnya adalah komplikasi terapi dopaminergik lainnya dan lebih sering terjadi serta parah pada agonis reseptor dopamine dari pada levodopa. Gejala-gejala ini menghilang jika obat berhenti digunakan.

Lain-lainNyeri kepala, kongesti nasal, peningkatan periode terjaga, infiltrate paru, fibrosis pleura dan retroperitoneum, dan eritromelalgiaadalah berbagai efek samping lainnya yang dilaporkan terjadi akibat penggunaan agonis dopamine turunan ergot.

AMANTADINAmantandin,suatu obat antivirus,ditemukan secara kebetulan mempunyai sifat antiparkinsonisme. Cara kerjanya dalam pengobatan parkinsonisme tidak jelas, tetapi mungkin meningkatkan fungsi dopaminergik dengan mempengaruhi sintesis, pelepasan, atau ambilan ulang dopamin. Pelepasan katekolamin dari simpanan perifer juga telah tercatat.

Page 7: FARMA nEW

FarmakokinetikKonsentrasi puncak amatadin dalam plasma tercapai 1-4 jam sesudah dosis oral. Waktu-paruh 2 dan 4 jam, dan sebagian besar obat dikeluarkan tanpa mengalami perubahan dalam urine.Penggunaan KlinikAmatadin tidak seefektif levoda, dan manfaatnya hanya muncul untuk sementara waktu, seringkali menghilang setelah beberapa minggu pengobatan. Namun, selama waktu itu,amatadin dapat meredakan bradikinesia, rigiditas, dan tremor parkinsonisme. Dosis standar adalah 100mg dua atau tiga kali sehari per oral. Amantadin dapat juga membantu mengurangi diskinesia iatrogenic pada pasien dengan penyakit lanjut.Efek SampingAmatadin memiliki beberapa efek buruk pada system saraf pusat,yang semuanya dapat dipulihkan dengan menghentikan obat. Efek-efek ini meliputi gelisah, depresi, iritabilitas, insomnia, agitasi,eksitasi,halusinasi, dan kebingungan. Overdosis dapat menimbulkan psikosis toksik akut. Amatadin harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat kejang dan gagal jantung. OBAT PENYEKAT ASETILKOLINPenggunaan KlinisTerapi dimulai dengan dosis kecil dari salah satu obat dalam kelompok ini, dan tingkat pengobatannya perlahan-lahan ditingkatkan sampai muncul manfaatnya atau sampai batas terjadinya efek samping. Jika pasien tidak berespon terhadap saru obat, perlu dicoba obat lain dari golongan yang sama dan mungkin berhasil.Efek SampingObat-obat antimuskarinik mempunyai beberapa efek buruk pada perifer dan sisitem saraf pusat. Diakinesia dapat terjadi walaupun jarang. Parotitis suporativa akut kadangkala terjadi sebagai komplikasi mulut kering.Pengobatan harus dihentikan secara perlahan dan jangan mendadak untuk menghindarkan terjadinya eksasebasi akut parkinsonisme.

AGEN ANTIPSIKOTONIK & LITIUMI AGEN ANTIPSIKOTONIK Istilah antipsikotik dan neuroleptik telah digunakan secara bergantian untuk menyebut sekelompok obat yang terutama digunakan pada terapi skizofrenia tetapi juga efektif pada keadaan psikosis dan agitatif lain.FARMAKOLOGI DASAR AGEN ANTIPSIKOTIKTipe KimiawiTerdapat berbagai struktur kimiayang memiliki sifat antipsikotik. Antipsikotik dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:

Page 8: FARMA nEW

Turunan Fenotiazin Turunan Tioksanten Turunan Butirofenon Struktur lain

FarmakokinetikA. Absorbsi dan distribusi

Kebanyakan antipsikotik mudah diabsorbsi tetapi tidak sempurna.selain itu, sebagian besar obat ini mengalami metabolism lintas pertama sehingga klorpromazin dan tiodirazin dosis oral memiliki availibilitas sistemik sebesar 25%-35%,sedangkan haloperidol yang kurang dimetabolisasi, memiliki availabilitas sistemik sebesar 65%. Kebanyakan antipsikotik sangat larut lemak dan terikat protein(92-99%).

B. MetabolismeSebagian besar antipsikotik hampir dimetabolisme sempurna melalui berbagai proses. Meskipun beberapa metabolit tetap aktif, misalnya, 7-hidroksiklorpromazin dan haloperidol yang tereduksi,metabolit ini dianggap tidak begitu penting menimbulkan kerja antipsikotik.

Efek Farmakologik Antipsikotik pertama, yakni fenotiazin,dengan klorpromazin sebagai prototipenya,terbukti mempunyai berbagai efek pada system saraf pusat, otonom, dan endokrin.

A.Sistem Dopaminergik

Saat ini diketahui lima jaras dopaminer yang penting dalam otak. Jaras peratama erat kaitannya dengan tingkah laku adalah jaras mesolimbik, mesokortikal, system kedua jalur nigrostiatal, jaras ketiga system tuberoinfundibular, system dopaminergik keempat jaras medula-periventrikular, jaras kelima jalur insertohipotalamik.

B.Efek Psikologis

Antipsikotik umunya menimbulkan efek subjektif yang tidak menyenangkan pada orang-orang yang tidak psikotik kombinasi rasa kantuk, gelisah, dan efek otonom menciptakan pengalaman yang berbeda dengan efek-efek yang ditimbulkan oleh sedaktif atau hipnotik yang sudah biasa digunakan. Orang-orang yang tidak psikotik juga akan mengalami gangguan kinerja, seperti yang terlihat pada uji psikomotor dan psikometrik. Sebaliknya penderita psikotik menunjukan perbaikan dalam kinerjanya karena gejala psikosinya mereda.

C.Efek Elektroensefalografik

Antipsikotik biasanya melambatkan frekuensi elektroensefalografik dan meningkatkan sinkronisasinya. Beberapa agen neuroleptik menurunkan ambang kejang dan memicu ambang

Page 9: FARMA nEW

ECG yang menyerupai gangguan kejang:namun,dengan tirasi dosis yang cermat,sebagian besar agen neuroleptik dapat digunakan secara aman pada pasien epileptic.

D.Efek Endokrin

Antipsikotik lama menimbulkan efek samping yang mengejutkan pada system reproduksi. Amenorea-galaktorea. Hasil uji kehamilan yang positif-palsu,peningkatan libido telah dilaporkan pada perempuan, sedangkan pada laki-laki,terjadi penurunan libido dan ginekomastia.

E.Efek Kardiovaskular

Hipotensi ortotastik dan frekuensi denyut jantung yang tinggi pada saat istirahat sering disebabkan oleh penggunaan fenotiazin potensi-rendah. Tekanan arteri rerata, tahanan perifer,dan volume sekuncup menurun,sedangkan frekuensi denyut jantung meningkat.

F.Uji Skrining Hewan

Inhibisi perilaku menghindar yang terkondisi (bukan tak terkondisi) merupakan salah satu uji efek antipsikotik yang paling dapat diperkirakan. Uji lainnya adalah inhibisi perilaku stereotipik yang dipicu oleh amfetamin atau apomorfin.

FARMAKOLOGI KLINIS AGEN ANTIPSIKOTIK

Efek samping

A.Efek perilaku

B.Efek Neurologik

C.Efek Sistem Saraf Otonom

D.Efek Metabolik Dan Endokrin

E. Reaksi Toksik Atau Alergi

F.Komplikasi Mata

G.Toksisitasi Pada Jantung

H.Penggunaan Pada Kehamilan Dismorfogenesis

I.Sindrom Neuroleptik Maligna

II. LITIUM & OBAT PENSTABILAN MOOD ( MOOD-STABILIZING) LAINNYA

FARMAKOLOGI DASAR LITIUM

Page 10: FARMA nEW

Farmakokinetik

Litium adalah kation monovalen kecil.

Farmakodinamik

Meskipun sudah banyak diteliti, cara kerja litium masih belum begitu jelas. Litium kemungkinan bekerja dengan (1) mempengaruhi transpor ion dan elektrolit; (2) mempengaruhi neurotransmitter dan pengeluarannya; (3) mempengaruhi second messenger dan enzim intrasel yang memperantai kerja transmitter. Kemungkinan terakhir dari tiga diatas merupakan yang paling menjanjikan.

A.Efek pada transport ion dan elektrolit

Karena sifatnya hamper menyerupai natrium,litium dapat menggantikan natrium dalam membentuk potensial aksi dan dalam pertukaran Na⁺-Na⁺ melintasi membrane.

B.Efek pada neurotransmitter

Litium dapat menurunkan metabolism norepinefrin dan dopamine dan efek ini,jika sudah dipastikan, sesuai dengan kerjanya sebagai antimanik.Litium juga mencegah terjadinya supersensitivitas reseptor dopamine, yang dapa timbul pada terapi antipsikotik jangka-lama.

C.Efek pada second messenger

Salah satu efek efek litium yang paling jelas diketahui adalah efeknya pada inositol fosfat. Penelitian mengenai efek noradrenergik pada jaringan otak yang diisolasi menunjukan bahwa litium dapat menghambat adenilil siklase yang sensitif terhadap norepinefrin.

FARMAKOLOGI KLINIS LITIUM

Efek samping

Beberapa efek samping tidak berbahaya, tetapi efek samping yang mungkin menandakan terjadinya reaksi toksik yang serius penting untuk diwaspadai.

A.Efek Samping Neurologik Dan Psikiatrik

Tremor adalah salah satu efek samping yang paling banyak dijumpai pada penggunaan litium dosis terapi. Timbulnya gejala atau tansda neurologik atau psikiatrik untuk sementara waktu dan pemantauan kadar serum secara seksama.

B. Penurunan Fungsi Tiroid

Page 11: FARMA nEW

Litium dapat menurunkan fungsi tiroid pada sebagian besar pasien yang menggunakan obat tersebut,tetapi efek ini bersifat reversibel atau tidak progresif.

C.Edema

Edema merupakan efek samping yang sering dijumpai dalam pengobatan litium dan mungkin berhubungan dengan efek litium pada retensi natrium. Walaupun pasien yang mengalami edema diperkirakan akan meningkat berat badannya, retensi air pada 30% pasien pengguna litium tidak menyebabkan peningkatan berat badan.

D.Efek Samping Pada Jantung

Sindrom bradikardia-takikardia (“sinus sakit”)merupakan kontraindikasi definitive dalam penggunaan litium karena ionnya dapat menekan nodus sinus. Pendataran gelombang T sering terlihat pada EKG,tapi makna kejadiannya dipertanyakan.

E. Penggunaan Dalam Kehamilan

Bersihan litium oleh ginjal meningkat selama kehamilan dan menurun kekadar yang lebih rendah segera setelah persalinan.

F.Efek Samping Lainnya

Leokusitosis selalu dijumpai pada terapi litium, mungkin akibat efek langsung pada leukopoiesis dan bukan akibat pengaruh mobilisasi leukosit dari marginal pool. Efek samping ini sekarang digunakan sebagai terapi pada pasien yang memiliki hitung leukosit rendah.

ANTIDEPRESANI. FARMAKOLOGI DASAR ANTIDEPRESAN

Farmakokinetik

A.antidepresan Trisiklik

Umumnya, trisiklik tidak diabsorbsi sempurna mengalami metabolisme first-pass yang signifikan. Karena banyak terikat pada protein dan relative sangat larut dalam lipid,volume distribusi saat ini sangat besar.Trisiklik dimetabolisme melalui dua cara,yaitu transformasi intitrisiklik dan perubahan pada rantai samping alifatik.

B.Antidepresan Generasi Kedua dan Generasi Berikutnya

Page 12: FARMA nEW

Farmakokinetik obat ini sama dengan antidepresan trisiklik. Beberapa obat memiliki metabolit aktif.

C.SelectiveSerotonin Reuptake Inhibitor

Fluoxetine dikenal karena metabolit aktifnya, yakni nurfloxetine, memiliki waktu paruh yang panjang (7-9 hari dalam keadaan yang mantap).

D.Penghambat MAO

Penghambat MAO mudah diabsorbsi dari saluran cerna. Phenelzine suatu penghambat hidrazid, mengalami asetilasi di hati dan menunjukan tingkat eliminasi yang berbeda-beda,bergantung pada fenotip asetiasi seseorang. Namun, pengaruh inhibisi MAO masih tetap ada walaupun obat ini tidak lagi terdeteksi diplasma.

Farmakodinamik

A.Obat Antidepresan Pada Neurotransmiter Amin

Hipotesis amin didasarkan pada studi mekanisme kerja berbagai jenis antidepresan. Trisiklik menyekat transporter amin yang dikenal sebagai transporter norepinefrin atau serotonin, masing-masing NET,dan SERT NET dan SERT berfungsi menghentikan neurotransmisi amin sehingga blockade-blokade transporter-transporter ini akan memungkinkan neurotransmitter berada lebih lama diruang intrasinaptik pada situs reseptor. Penghambat MAO menutup jalur amin sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada simpanan parasinaptik dan dilepaskan. Beberapa antidepresan generasi kedua memiliki pengaruh yang sama kuatnya pada transporter amin, sementara antidepresan lainnya hanya memiliki efek sedang atau minimal pada reuptake atau metabolisme.

B.Efek Reseptor Dan Pascareseptor

Peningkatan neurotransmiter di awal terapi yang terlihat pada beberapa antidepresan tampaknya lama-kelamaan menimbulkan penurunan aktivitas reseptor,yaitu berkurangnya jumlah reseptor prasinaptik dan pascasinaptik tertentu(down-regulation),sebagai respon kompensasi. Kemungkinan, efek pada factor neurotrofik tertentu faktor yang penting menjaga kelangsungan hidup dan fungsi neuron dalam system saraf orang dewasa-penting dalam kerja antidepresan.

Peningkatan serotonin dan norepinephrine penting untuk menimbulkan efek antidepresan dari penghambat transporter bersangkutan. Namun, penurunan triptofan tidak selalu memperburuk kondisi pasien depresi yang tidak mendapat pengobatan,sehingga belum ada hubungan yang jelas antara serotonin dan depresi atau mekanisme umum antidepresan.

Page 13: FARMA nEW

C.Efek Antidepresi Spesifik

1. Trisiklik-Antidepresan generasi pertama ini menunjukan berbagai derajat selektivitas terhadap pompa reuptake norepinephrine dan serotonin tapi selektivitasnya lebih rendah dari pada SSRI. Trisiklik juga memiliki berbagai kerja otonom.

2. Agen generasi kedua- Amoxapine merupakan metabolit antipsikotik loxapine sehingga masih mempunyai beberapa sifat antipsikotik dan antagonism reseptor dopamine dari loxapine. Kombinasi antidepresan dan antipsikotik mungkin saja sesuai untuk mengobati depresi pada pasien psikotik. Namun, sifat antagonism dopamine antidepresan generasi kedua ini dapat menimbulkan akatisia, parkinsonisme, sindrom amenorea-galaktorea, dan mungkin diskinesia tardif.

3. Agen non-SRRI berikutnya-Empat antidepresan-nefazodone,venlafaxine,duloxetine,dan mirtazapine-terkait denagn agen-agen terdahulu dalam hal struktur atau mekanisme kerja.

4. selectipe serotonin reuptake inhibitors- obat ini memiliki rasio inhibisi SERT versus NET yang tinggi, mencapai 300-7000.

5. penghambat MAO-MAO-A (isoform A) adalah amin oksidase yang terutama memepengaruhi metabolism norepinephrine,serotonin, dan tiramin MAO-B lebih selektif untuk dopamine.

II FARMAKOLOGI KLINIS ANTIDEPRESAN

Efek Samping

Umumnya efek samping ini kecil tetapi dapat sangat mempengaruhi kepatuhan pasien. Pada pengguanaan SSRI, rasa mual yang singkat merupakan keluhan yang paling sering dijumpai penurunan libido serta disfungsi seksual menjadi kekhawatiran pasien yang paling besar selama terapi ruwatan. Salah satu kelemahan utama sebagian besar antidepresan generasi pertama adalah banyaknya efek farmakologik obat ini yang “irelevan“,satu ciri yang diwariskan dari agen antipsikotik phenotiazine. Ganguan penglihatan, mulut kering, retensi urine atau rasa selalu ingin berkemih dan konstipasi mewakili keluhan-keluhan yang sering dijumpai.

Interaksi Obat

A.Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik berbagai antidepresan dengan obat lain bergantung pada golongan antidepresan tersebut. Antidepresan yang memiliki efek sedasi mungkin bersifat aditif dengan sedative lain, terutama alcohol. Pasien yang menggunakan triksiklik atau mitrazipine perlu diberitahu bahwa pengguaan alcohol dapat mengganggu kemampuan mengendarai mobil lebih dari yang diperkirakan.

Page 14: FARMA nEW

Suatu interaksi farmakodinamik dapat terjadi jika fluoxetine atau SSRI lain digunakan bersama dengan penghambat MAO. Kombinasi peningkatan simpanan 5-HT dengan inhibisi reuptake pascapembebasannya diperkirakan menyebabkan peningkatan serotonin dalam sinaps sehingga timbul sindrom serotonin. Sindrom yang kadang kala berakibat fatal ini terdiri atas hipertermia,rigiditas otot,mioklonus,dan perubahan status mental dan tanda vital yang cepat.

B.Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik yang paling mugkin terjadi adalah antara penghambat kuat P450 2D6, yakni paroxetine dan fluoxetine, serta obat-obat yang pembersihnya sangat bergantung pada jalur ini (eg,desipramine, nortriptyline, flecainide). Kejadian interaksi yang secara klinis bermakna sebenarnya sangat jarang terjadi, dan hanya terdapat sedikit laporan mengenai terjadinya hal ini pada lebih dari 50 juta pasien pengguna SSRI. Inhibisi P450 3A4, yang dapat terjadi pada pemberian nefazodone dan fluvoxamine konsentrasi tinggi, akan memblokade metabolisme berbagi substrat untuk isoform ini.

ANALGESIK OPIOID & ANTAGONISNYAI.FARMAKOLOGI DASAR ANALGESIK OPIOID

Opium mengandung berbagai alkaloid, terutama morfin, yang terdapat dalam konsentrasi sekitar 10%. Kodein disintesis dari morfin untuk keperluan perdagangan.

Farmakokinetik

A.Absorbsi

Kebanyakan opioid analgesic diabsorbsi dengan baik pada pemberian subkutan,intramuscular, dan oral. Namun, karena melalui metabolism lintas pertama,opioid dosis oral (misal morfin) perlu diberikan melebihi dosis parenteral untuk menghasilkan efek teraupetik. Akibat keragaman tingkat metabolisme lintas pertama opioid pada tiap orang dosis oral efektif untuk orang masing-masing sukar untuk diperkirakan. Beberapa analgesic, seperti kodein dan oksikodon, efektif secara oral karena metabolism lintas pertamanya menurun. Insuflasi nasal beberapa opioid tertentu dapat cepat memberikan kadar teraupetik dalam darah karena tidak melalui metabolisme lintas pertama. Jalur pemberian opioid lainnya meliputi mukosa oral via lozenge, dan transdermal via patch transdermal, yang dapat memberikan efek analgesic untuk beberapa hari.

B.Distribusi

Page 15: FARMA nEW

Meskipun semua opioid terikat pada protein plasma dengan berbagai tingkat afinitas, senyawa ini cepat meninggalkan darah dan banyak menumpuk diberbagai jaringan yang perfusinya tinggi,seperti otak,paru,hati, ginjal, dan limpa. Konsentrasi obat di otot rangka mungkin kecil, tapi jaringan ini menjadi reservoir obat yang utama karena massanya sangat besar. Walaupun aliran darah ke jaringan lemak lebih rendah dari pada aliran darah kejaringan yang kaya perfusi,akumulasi obat dalam jaringan lemak sangat penting terutama pada pemberian opioid dosis tinggi yang sering atau infuse kontinu opioid yang sangat lipofilik yang lambat dimetabolisme.

C.Metabolisme

Opioid sebagian besar diubah menjadi metabolit polar (kebanyakan glukuronida) yang cepat diekskresikan oleh ginjal. Efek metabolit aktif harus dipertimbangkan sebelum pemberian morfin atau,terutama jika diberikan dalam dosis tinggi. Metabolism oksidatif hepatic merupakan jalur utama degradasi opioid fenilfiperidin (mefaridin, fentanil,alfentanil, sufentanil),yang pada akhirnya hanya menyisakan sedikit senyawa induk yang tidak mengalami perubahan untuk diekskresi.

D.Ekskresi

Metabolit polar, termasuk konjugat glukuronida dari opioid analgesic, terutama diekskresi melalui ginjal. Dapat juga ditemukan sedikit obat yang tidak mengalami perubahan dalam urine. Selain itu, konjugat glukuronida ditemukan dalam empedu,tetapi sirkulasi enterohepatik hanya merupakan bagian kecil dari ekskresi.

Farmakokinetik

A.Mekanisme Kerja

Opioid agonis menghasilkan analgesia melalui ikatannya dengan reseptor tertentu torkopel-protein G dalam daerah-daerah diotak dan medulla spinalis yang terlibat dalam transmisi dan modulasi nyeri.

1. tipe reseptor-seperti telah dituliskan, tiga golongan reseptor telah dikenali pada berbagai tempat dalam system saraf dan jaringan lainnya. Tiap reseptor dari ketiga reseptor utama tersebut telah berhasil diklon. Semuanya adalah anngota keluarga reseptor percouple-protein G dan menunjukan sekuen asam amino yang sangat homolog. Suatu penjelasan yang dapat diterima µ muncul dari varian suplai ortonatif gen yang sama karena suatu opioid berpotensi memiliki berbagai fungsi sebagai agonis varsial, atau agonis pada lebih dari satu golongan reseptor atau subtitle, tidak mengherankan jika golongan reseptor memiliki berbagai efek farmakologi.

Page 16: FARMA nEW

2. Efek seluler padatingkat molecular reseptor opioid merupakan sekeluarga protein yang secara fisik bercople dengan protein C, dan melalui mekanisme imun mempengaruhi gerbang kanal ion, memodulasi diposisi Ca2+ intrasel, dan mengubah posforilasasi protein. Opiod memiliki dua efek langsung percople-protein G pada saraf: (1) opiod menutup kanal Co2+ bergerbang tegangan diujung saraf prasinaftif sehingga menurunkan pembebasan neurotransmitter. Opiod menghiperpolarisasi sehingga menghambat neuron pasca sinptif melalui pembukaan kanal K+

3. Hubungan fisiologi dengan jenis reseptor kebanyakan opiod analgesic yang saat ini ada dipasaran bekerja terutama pada resepor opioid µ berbagai efek morfin seperti analgesia, euporian mendefresi pernafasan dan menimbulkan ketergantungan fisik, terutama timbul akibat kerjanya pada reseptor µ bahkan reseptor µ pertama kali ditemukan menggunakan efek analgesia klinis relative dari serangkaian opiod olkoloid. Akan tetapi, efek analgesic milik opioid sangat kompleks dan melibatkan interaksi morfin dengan reseptor § dan k pernyataan ini didukung oleh studi perusakan (knockout) genetic pada gen µ,§,k dalam mencit. Agonis reseptor delta memberikan efek analgesic pada mencit reseptor µ telah dirusak. Pengembangan agonis selektif reseptor § dapat saja bermanfaat secara klinis jikaefek sampingnya (depresi pernafasan, resiko ketergantungan) lebih sedikit dari efek samping agonis reseptor µ yang saat ini ada dipasaran, seperti morfin. Morfin memang bekerja pada reseptor k dan§, tetapi peran kerja morfin ini pada efek analgesic masih belum jelas. Peptida opioid endogen berada dengan kebanyakan alkaloid dalam afinitas terhadap reseptor § dan k. butorkanol dan nalbufin terbukti beberapa kali berhasil ketika digunakan sebagai analgesic tetapi kedua obat ini dapat menimbulkan reaksi disfor dan memilki potensi yang terbatas.

4. Distribusi reseptor dan mekanisme analgesia dineuron- kerja opioid direseptor secara autobiografis menggunakan kodioligen berafinitas tinggi dan antibody terhadap sekuen ketiga yang unik pada tiap subtype reseptor. Ketiga reseptor opioid sangat banyak dijumpai dikornu posterior medulla spinalis. Reseptor-reseptor ini terdapat dalam neuron pengantar rasa nyeri di medulla spinalis dan diaferan primer penghantar rasa nyeri. Selain itu, agonis opioid juga secara langsung menghambat neron penghambat nyeri dimedula spinalis. Dengan demikian,opioid memiliki efek analgesic kuat yang bekerja secara langsung dimedula spinalis. Efek spinal ini telah dimanfaatkan secara klinis sebagai analgetik regional melalui pemberian langsung opioid analgetik pada medulla spinalis, efek ini cenderung lebih sedikit menimbulkan depresi napas,mual, dan muntah, dan sedasi dari pada efek supraspinal yang timbul melalui pemberian opioid secara sistemik.

5. Toleransi dan ketergantungan fisik- akibat pemberian berulang morfin atau penggantinya dalam dosis terapi secara terus-menerus, terjadi penurunan efektivitas

Page 17: FARMA nEW

secara perlahan yakni toleransi. Untuk kembali menghasilkan respon awal, harus diberikan dosis yang lebih besar.

Antagonis opioid Obat antagonis opioid yang murni, meliputi nalokson, naltrekson, dan malmefen, merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N17. Afinitas agen-agen ini relatif tinggi untuk berikatan dengan reseptor tipe µ, tetapi rendah untuk berikatan dengan reseptor-reseptor lain. Agen-agen ini juga meredakan agonis pada tempat § dan k.Farmakokinetik Nalakson biasanya diberikan melalui suntikan dan mempunyai durasi kerja yang singkat (1-2 jam). Disposisi metabolic terutama melalui konjugasi glukoronida, seperti pada agonis opioid dengan gugusan hidroksil bebas. Naltrekson diabsorbsi dengan baik pada pemberian peroral tetapi dapat mengalami metabolisme lintas-pertama. Waktu paruhnya 10 jam, dan dosis oral tunggal 100mg memblokade efek heroin suntik sampai 48 jam. Nalmeten, antagonis opioid yang terbaru, merupakan turunan naltrekson tapi hanya tersedia dalam sediaan intravena. Seperti nalokson, nalmefen digunakan dalam overdosis opioid tapi memiliki waktu-paruh yang lebih lama (8-10 jam).FarmakodinamikBila diberikantanpa adanya suatu obat antagonis,antagonis hampir inert pada dosis yang menghasilkan antagonis yang jelas terhadap efek-efek agonis.

Jika diberikan secara intravena pada subjek yang mendapat terapi morfin, antagonis opioid akan secara lengkap dan dramatis meredakan semua efek opioid dalam tempo 1-3 menit. Pada individu yang mengalami depresi akut akibat overdosis opioid, antagonis opioid secara efektif menormalisasi pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil, aktivitas usus, dan kewaspadaan pada nyeri. Pada subjek dengan ketergantungan yang terlihat normal sewaktu menggunakan opioid, nalokson atau naltrekson hampir dengan mendadak mencetuskan sindrom abstinesia.

Tidak timbul toleransi terhadap efek antagonistic agen-agen ini, dan tidak timbul sindrom putus obat setelah pembersihan kronik antagonis opioid dihentikan.