faringitis

40
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) I.1.1. Definisi Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA mengandung 3 unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut : a. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). c. Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (DepKes. RI, 1998 : 3 dan 4).

description

faringitis adalah

Transcript of faringitis

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

I.1.1. Definisi

Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA mengandung 3 unsur, yaitu infeksi, saluran

pernafasan, dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut :

a. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga

alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran

pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran

pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan

(respiratory tract).

c. Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit

yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (DepKes.

RI, 1998 : 3 dan 4).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu

keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk

bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai

ke paru-paru, dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

Di bawah ini adalah ilustrasi saluran napas manusia. Infeksi dapat terjadi sepanjang saluran napas manusia mulai dari hidung, rongga sinus, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru.

Gambar II.1.a : Anatomi Sistem Respirasi

I.1.2 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis penyakit bakteri, virus, dan riketsia. Virus

penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenvirus, Koronavirus, Pikornavirus,

Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (DepKes.RI, 1998 : 5).

I.1.3Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa :

Batuk

Kesulitan bernafas

Sakit tenggorokan

Pilek

Demam

Sakit kepala

(DepKes.RI, 1993 : 1)

I.1.4 Patofisiologi

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal disaluran nafas. Infeksi oleh bakteri,

virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan

nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis,

pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka

bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan tersebut Akibatnya terjadi invasi

di daerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah.

I.1.5 Bahaya Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Salah satu bahaya atau akibat terburuk dari ISPA adalah kematian. Berdasarkan data-data

dari Departemen Kesehatan maka angka kematian bayi di Indonesia adalah 90,3 per 1.000

kelahiran hidup berarti dari 1.000 bayi yang dilahirkan hidup lebih dari 90 orang di antaranya

meninggal sebelum mencapai 1 tahun. Angka kematian balita di Indonesia adalah 17,8 per 1.000

balita. Berarti dari 1.000 balita yang ada di Indonesia lebih dari 17 orang diantaranya akan

meninggal sebelum usia 5 tahun oleh berbagai sebab. Menurut penelitian yang dilakukan tahun

1980, 22,1% sebab kematian bayi di Indonesia adalah akibat ISPA. Sedangkan data tahun 1983

menunjukkan bahwa hampir 40% kematian anak berumur 2 tahun sampai 12 bulan adalah

disebabkan oleh ISPA

(DepKes.RI, 1985 : 8).

Sebab keparahan penyakit pada anak yang menderita ISPA adalah :

a. Pertolongan medis yang terlambat :

Banyak anak yang meninggal tidak lama setelah tiba di rumah sakit karena pada waktu itu

keadaan mereka sudah payah baru dibawa oleh orang tuanya ke rumah sakit.

b. Kekurangan gizi :

Banyak penderita ISPA yang menderita kekurangan gizi.

d. Adanya penyakit lain :

Banyak anak yang disamping menderita ISPA juga menderita penyakit-penyakit lain pada

waktu yang bersamaan.

Bahaya lain dari ISPA adalah terjadinya gangguan pernafasan masa dewasa jika pada usia

anak-anak sering mendapat serangan ISPA :

Sumbatan pada saluran nafas di paru-paru sehingga sering menderita sesak nafas.

Serangan penyakit asma jika mempunyai bakat alergi.

Jelaslah bahwa disamping kematian, ISPA dapat pula berakibat gangguan pernafasan hingga

orang tersebut tidak dapat bekerja keras dan bekerja berat, sehingga mungkin dapat menjadi

beban masyarakat atau keluarganya.

I.1.6 Pembagian ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas disebelah

atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-

sama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran

nafas secara nyata.

Yang tergolong Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah : Nasofaringitis

akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotosilitis) dan rhinitis.

Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas bagian

bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun

kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan tidak saja pada jaringan paru

tetapi juga pada bronkioli) (Pusdiknakes, 1993 : 105).

Dan menurut Pusdiknakes (1990 : 20) tentang perawatan bayi dan anak ISPA dibagi dalam tiga

macam, yaitu :

a. Ringan

Bila timbul batuk tidak mengganggu tidur, dahak encer, tidak ada anoreksia, panas

tidak begitu tinggi, misalnya rhinitis, rhinofaringitis.

b. Sedang

Dahak kental, ingus kental, panas tinggi (38oC), anoreksia, sesak, sakit saat

menelan, misalnya tonsilofaringitis, laringo traceobronchitis.

c. Berat

Panas tinggi disertai nafas ngorok, stridor, kadang-kadang disertai penurunan

kesadaran, misalnya pada pneumonia.

I.1.7 Pengobatan dan Perawatan ISPA Ringan

Pengobatan dan perawatan penderita ISPA ringan dilakukan di rumah. Jika anak

menderita ISPA ringan maka yang harus dilakukan adalah hal-hal sebagai berikut (DepKes.RI,

1985 : 6 dan 7) :

a. Demam

1) Bila demam dilakukan kompres.

Cara mengompres adalah sebagai berikut :

Ambillah secarik kain yang bersih (saputangan atau handuk kecil).

Basahi atau rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau rendam kain tersebut

dalam air dingin yang bersih atau air es, kemudian peras.

Letakkan kain di atas kepada atau dahi anak tapi jangan menutupi muka.

Jika kain sudah tidak dingin lagi basahi lagi dengan air, kemudian peras lalu letakkan lagi

di atas dahi anak.

Demikian seterusnya sampai demam berkurang.

2) Berikan obat penurun panas dari golongan parasetamol.

b. Pilek

Jika anak tersumbat hidungnya oleh ingus maka usahakanlah membersihkan hidung yang

tersumbat tersebut agar anak dapat bernafas dengan lancar. Membersihkan ingus harus hati-hati

agar tidak melukai hidung.

c. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan

Suruhlah anak beristirahat atau barbaring di tempat tidur.

Berikan cukup minum tapi jangan berikan air es atau minuman yang mengandung es.

Dapat diberikan teh manis, air buah atau pada bayi dapat diberikan air susu ibu.

Berikan makanan yang cukup dan bergizi.

Anak jangan dibiarkan terkena hawa dingin atau hawa panas. Pakaian yang ringan

hendaknya dikenakan pada anak tersebut.

Hindarkanlah orang merokok dekat anak yang sakit dan hindarkan asap dapur atau asap

lainnya mengenai anak yang sakit.

Perhatikan apakah ada tanda-tanda ISPA sedang atau ISPA berat yang memerlukan

bantuan khusus petugas kesehatan.

Pencegahan ISPA

Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik

Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi

Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Pengobatan segera

Faringitis

II. 1 Definisi

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.

Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.

II. 2 Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi

maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%)

bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak

teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza

virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,

cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan

terjadinya faringitis.

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%

penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis

yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.

Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,

Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema

pallidum, Mycobacterium tuberculosis.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.

Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

II. 3 Insidens

Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.

Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan

atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama

seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan

±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral

faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis

menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi

bacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan

infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia <3 tahun.

II. 4 Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung

menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan

epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat

hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi

menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan

hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,

putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid

dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang

dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi

sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan

extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena

fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema

pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain

itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat

terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

II. 5 Klasifikasi Faringitis

II. 5. 1 Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan

faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan

tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak

menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi

kulit berupa maculopapular rash.

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis

terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi

eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan

nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,

terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang

tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan

tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak

petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri

pada penekanan.

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan

menggunakan Centor criteria, yaitu :

- demam

- Anterior Cervical lymphadenopathy

- Tonsillar exudates

- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis

akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%

terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi

streptococcus group A.

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di

orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

II. 5. 2 Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis

kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,

iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.

Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut

karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak. Pada

faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar

limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa

dinding posterior tidak rata dan berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi,

udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta

infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut

berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila

diangkat tampak mukosa kering.

II. 6 Gejala klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,

anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,

tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba

dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju

endap darah dan leukosit.

II. 7 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan

pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada

faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis,

pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Faringitis Virus Faringitis Bakteri

Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan

Sering ditemukan nanah di tenggorokan

Demam ringan atau tanpa demam Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat

Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang

Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar

Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening

Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif

Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri

Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium

II. 8 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose antara

lain yaitu :

- pemeriksaan darah lengkap

- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus

group A

- Throat culture

Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.

II. 9 Penatalaksanaan

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur

dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)

diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali

pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-

6 kali pemberian/hari.

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A

diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau

amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama

6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena

steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang

dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3

mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik,

antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau

antiseptik.

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring

dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan

simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau

ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi

pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan

dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut.

Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi radang

tenggorokan antara lain :

1) cukup beristirahat

2) berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari

3) bagi perokok harus berhenti merokok 

4) banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi

5) minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.

(George, 1997).

II. 10 Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis

biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

II. 11 Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis,

pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain

berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara

perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

BAB II

ILUSTRASI KASUS

II.1 KASUS

Tn. S usia 50 tahun datang ke Poli pemeriksaan umum di Rumah Sakit Islam Malang

dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 minggu ini. Nyeri tenggorokan disertai dengan batuk

dan pilek juga sejak 1 minggu yang lalu. Saat ini keluhan pilek dirasakan sudah berkurang namun

masih batuk-batuk terutama di malam hari. Pasien merupakan perokok aktif dan merokok sudah

sejak usia 30 tahun.

II.2 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. S

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Guru

Pendidikan terakhir : S1

Agama : Islam

Alamat : Ds.Antasan, RT5/RW3, Malang

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Tanggal Periksa : 10 Februari 2012

II.3 ANAMNESIS

(Alloanamnesa)

1. Keluhan Utama :

Nyeri tenggorokan sejak 1 minggu ini

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri tenggorokan dirasakan sejak 1 minggu ini, nyeri tenggorokan disertai

dengan batuk dan pilek juga sejak 1 minggu yang lalu. Saat ini keluhan pilek sudah

berkurang tetapi masih sering batuk berdahak terutama malam hari. 5 hari yang lalu

pasien juga mengeluh badan nya panas dan meriang tetapi saat ini sudah berkurang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit Serupa : Sering demam, batuk dan pilek

Riwayat Mondok : Tidak pernah MRS/opname, jika sakit

diperiksakan ke dokter

Riwayat Sakit Gula : Tidak ada

Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat : Tidak ada

Riwayat Alergi Makanan : Tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Tidak ada

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Sakit Gula : Tidak ada

Riwayat Jantung : Tidak ada

Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan :

Riwayat Merokok : Perokok aktif sejak usia 30 tahun

Riwayat Minum Alkohol : Tidak pernah

Riwayat Olahraga : Jarang berolahraga

Riwayat Pengisisan Waktu Luang : Menonton televisi dan berkumpul

dengan keluarga di rumah. Terkadang pergi rekreasi bersama keluarga.

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Tn.S dikenal sebagai masyarakat yang aktif di lingkungannya, sering mengikuti

kegiatan kemasyarakatan di desanya. Pasien bekerja sebagai guru yang mengajar di

Sekolah Menengah Pertama di daerah Batu, Malang. Tn. S memiliki 1 orang istri dan

2 orang anak, yang keduanya saat ini bersekolah di SMP tempatnya mengajar.

7. Riwayat gizi :

Kesan gizi cukup, Tn. S makan 2 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk.

II.4 ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit :

Berwarna sawo matang, tidak pucat, tidak gatal, tidak kering atau mengelupas.

2. Kepala :

tidak pusing dan sakit kepala, rambut kepala tidak rontok, tidak ada luka maupun

benjolan.

3. Mata :

Pandangan mata normal, penglihatan tidak kabur.

4. Hidung :

Tidak tersumbat, tidak mimisan

5. Telinga :

Pendengaran baik, tidak berdengung dan tidak ada cairan yang keluar.

6. Mulut :

Tidak ada sariawan dan tidak kering

7. Tenggorokan :

Sakit menelan dan serak

8. Pernafasan :

Batuk berdahak sejak 7 hari yang lalu, tidak ada sesak

9. Kardiovaskuler :

Tidak ada nyeri dada dan tidak berdebar-debar

10. Gastrointestinal :

Tidak mual, tidak muntah, tidak ada diare, nafsu makan menurun, tidak ada nyeri

perut, BAB 1x/hari.

11. Genitourinaria :

BAK 3x/hari, kencing malam hari 1x/hari, warna dan jumlah dalam batas normal.

12. Neurologik :

Tidak pernah kejang 1, tidak lumpuh maupun rasa tebal pada kaki maupun

kesemutan.

13. Psikiatri :

Emosi stabil, tidak mudah marah

14. Muskuloskeletal :

tidak ada kaku sendi, tetapi ada nyeri otot.

15. Ekstremitas :

Atas kanan : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka

Atas kiri : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka

Bawah kanan : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka

Bawah kiri : Teraba hangat, Tidak ada bengkak maupun luka

II.5 PEMERIKSAAN FISIK

2. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan, datang dengan ditemani oleh istrinya

3. Kesadaran : Compos mentis, GCS: 4,5,6

4. Tanda Vital :

BB : 70 kg

TB : 170 cm

BMI : 24 Normoweight

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 28x/menit

Suhu : 37,5 C

5. Kulit :

Berwarna sawo matang, tidak pucat, tidak ada gatal, kulit tidak kering, teraba

hangat.

6. Kepala :

Bentuk kepala normal, rambut kepala tidak rontok, tidak ada luka maupun benjolan

7. Mata :

Anemi -/-, Ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+.

8. Hidung :

Tidak ada deformitas, tidak ada atrofi konka, mukosa intake, ada sekret dan krusta,

tidak ada obstruksi.

9. Mulut :

Tidak bau mulut, tidak ada stomatitis, gigi normal, kelainan lidah tidak ada, bibir

kering, mukosa faring hiperemi, pembesaran tonsil T1/T1

10. Telinga :

Tidak ada sekret, tidak ada serumen, tidak ada benda asing, membran timpani intake,

pendengaran normal.

11. Tenggorokan :

Simetris, tidak ada pembesaran kel.tiroid

12. Leher :

Tidak ada kaku, JVP normal, ada pembesaran KGB

13. Thoraks :

Paru-paru :

Inspeksi : Bentuk simetris, pernafasan thorakoabdominal, tidak ada retraksi

Palpasi : Tidak ada krepitasi, simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi

Jantung :

Inspeksi : Iktus Cordis ICS 5 (Palpable)

Palpasi : Iktus Cordis ICS 5 (palpable)

Perkusi : Batas jantung kiri : MCL, kanan : Sternum, atas : ICS 2, bawah :

ICS 5

Auskultasi : S1-S2 : normal, tidak ada S3, Tidak ada Murmur

14. Abdomen :

Inspeksi : Tidak ada distensi, tidak ada massa maupun jaringan parut,

simetris.

Auskultasi : Bising usus normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Shuffle, tidak ada asites, tidak ada defen muskuler, tidak ada

pembesaran hepar maupun lien, tidak ada pulsasi abnormal.

15. Sistem Collumna Vertebralis :

tidak ada skoliosis, lordosis maupun kifosis, tidak ada luka maupun benjolan

16. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Vegetatif : Normal

Fungsi Sensorik : Normal

Fungsi Motorik : Normal

17. Pemeriksaan Psikiatrik

Penampilan : Wajah lesu, datang dengan ditemani istrinya

Afek : Normal/sesuai

Psikomotor : Normal tetapi cenderung diam

Proses berfikir :

o Bentuk : Realistik

o Isi : Tidak ada halusinasi, tidak ada waham

o Arus : koheren

Insight : Baik

II.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Darah lengkap

Hb : 12 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 12.000 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : 20 mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 254.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 40 % (37- 48 %)

Eritrosit : 3.74 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 2/1/-/59/31/7 lapang pandang

Pemeriksaan Kimia Darah

Glukosa puasa : 90 mg/dl (70-100 mg/dL)

Glukosa 2 jam pp : 120 mg/dl (<140 mg/dl)

Kolesterol total : 150 mg/dL (<200 mg/dl)

HDL Kolesterol : 40 mg/dL (35-65 mg/dL)

LDL Kolesterol : 110 mg/dL (< 130 mg/dL)

Trigliserida : 160 mg/dL (< 200 mg/dL)

BUN : 11 mg/dL (N: 10-20 mg/dL)

Asam Urat : 5.0 mg/dL (N: 2.5-6.0 mg/dL)

Creatinin : 1,0 mg/dL (N: < 1.5 mg/dL)

II.7 WORKING DIAGNOSIS:

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Faringitis Akut)

II.8 TERAPI

dr. Maisitah , S. Ked

SIP : 207 121 0040

Praktek/ Rumah : Hari Praktek :

Jln Tata Surya 3/5 Senin- Jum’at

Malang Pagi 07.00-09.00 WIB

085951123079 Sore 16.00-20.00 WIB

Malang, 10 Februari 2012

R/ Amoxicillin Tab. mg 500 No. XV

S 3 dd tab. I ½ h p.c

###

R/ Parasetamol Tab. mg 500 N0. XII

S 4 dd Tab. I ½ h p.c

###

R/ Glyseril guaicolatTab. mg 100 N0. IX

S 3 dd Tab. I ½ h p.c

###

Pro : Tn. S

Umur :50 tahun

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Antibiotik Amoksisilin

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia amoksisilin adalah sebagai berikut :

Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O

Berat molekul : 419, 45

365, 9 dalam bentuk anhidrat

Pemerian : serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.

Kelarutan : sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzena, dalam

karbon tetraklorida dan dalam kloroform.

III.1.1 Indikasi

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella.

Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

positif seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing

staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat

digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan

staphilococcal. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran

kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut

lainnya (Siswandono, 2000).

III.1.2 Farmakologi

Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti

yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni,

gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid.

Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase

(Siswandono, 2000).

Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan

aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus pori–pori dalam

membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, Amoksisilin merupakan obat pilihan karena di

absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Neal, 2007).

Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam

lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak

tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di

dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid

sehingga memperpanjang efek terapi (Siswandono, 2000).

Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa

keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih

sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap

Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang

diabsorbsi oleh saluran cerna (Siswandono, 2000).

Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu masalah, karena

adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase. Pembentukan dengan penghambat β–

laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam melindungi amoksisilin atau ampisilin dari

hidrolisis enzimatik dan meningkatkan spektrum antimikrobanya (Mycek, 2001).

III.1.3 Interaksi Obat

Menurut Widodo (1993), amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain

bila diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain:

1) Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal Probenesid),

Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan Phenilbutazon).

2) Pemberian bersamaan Antasida–Alumunium tidak menurunkan ketersediaan biologik dari

Amoksisilin.

3) Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi– reaksi kulit alergik.

4) Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.

5) Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin.

6) Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin.

7) Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa.

III.2 Parasetamol (Asetaminofen)

Acetaminophen adalah salahsatu obat yang paling penting untuk mengobati nyeri ringan

sampai sedang bilamana efek antiinflamasi tidak diperlukan. Phenacetin, sebuah prodrug yang

dimetabolisme menjadi acetaminophen, lebih toksik daripada metabolit aktifnya dan tidak

mempunyai indikasi rasional.

Acetaminophen adalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan efek

analgesiknya. Ia adalah penghambat prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak

memiliki efek inflamasi yang signifikan.

III.2.1 Farmakokinetika

Acetaminophen diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat

pengosongan perut dan konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalm 30-60 menit.

Acetaminophensedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim

mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukuronida acetaminophen yang secara

farmakologis tidak aktif.Kurang dari 5% dieksresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit

minor tetapi sangat aktif (N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena

efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh acetaminophen adalah 2-3 jam dan relatif

tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya

dapat meningkat 2 kali lipat atau lebih.

III.2.2 Indikasi

Sekalipun ekivalen dengan aspirin sebagai agen analgesik dan antipiretik yang efektif,

acetaminophen berbeda karena sifat antiinflamasinya lemah. Ia tidak mempengaruhi kadar asam

urat dan sifat penghambatan plateletnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai

sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pascapersalinan, dan keadaan lain dimana aspirin

efektif sebagai analgetik. Acetaminophen saja adalah terapi yang tidak adequat untuk inflamasi

seperti RA, sekalipun ia dapat dipakai sebagai tambahan analgetik terhadap terapi antiinflamasi.

Untuk analgesia ringan, acetaminophen adalah obat yang lebih disukai pada pasien yang alergi

terhadap aspirin atau bilamana salisilat tidak bisa ditolerir. Ia lebih disukai daripada aspirin pada

hemofilia, atau dengan riwayat ulkus peptikum dan pada mereka yang bronkospasme akibat

aspirin. Acetaminophen tidak mengantagonis efek-efek agen urikosurik, ia dapat dipergunakan

bersama dengan probenecid dalam pengobatan pirai. Ia lebih disukai daripada aspirin pada anak-

anak dengan infeksi virus.

III.2.3 Dosis

Nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325-500 mg empat kali sehari dan secara

proporsional dikurangi untuk anak-anak.

III.3 Gliseril Guaiakolat

Rumus Bangun :

Nama Kimia : Guaifenesin

Rumus Molekul : C10H14O6

Berat Molekul : 198,22

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai agak kelabu; bau khas lemah; rasa

pahit.

Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam propilen

glikol; agak sukar larut dalam gliserin.

Syarat kadar : mengandung , tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% darI

jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995).

III.3.1 Tablet Gliseril Guaiakolat

Tablet Gliseril Guaiakolat atau disebut juga Guaifenesin adalah derivat-guaiakol yang

banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk populer. Pada dosis

tinggi bekerja merelaksasi otot (Tjay, 2007).

Ekspektoran adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas

(ekspektoransi). Penggunaan obat Gliseril Guaiakolat hanya didasarkan tradisi dan kesan

subyektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan

(Setiabudy, 2007).

Batuk berfungsi untuk melindungi tubuh dengan mengeluarkan dan membersihkan jalan

napas dari zat-zat asing. Obat batuk termasuk salah satu cara penanganan batuk disamping cara

lainnya seperti minum banyak cairan. Obat ini berfungsi untuk meredakan gejala penyakit saja.

Tablet Gliseril Guaiakolat termasuk jenis obat batuk basah. Obat batuk ini digunakan

untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan dan terasa ringan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan pada penggunaan Gliseril Guaiakolat:

- Jangan gunakan lebih dari 7 hari tanpa izin dokter

- Minumlah 1 gelas air setiap minum obat ini

- Tidak diperbolehkan untuk alergi

Contoh Merek Obat : Guaipim, Pasaba, Pectorin, Phenex, Probat, Triadex

Expektoran (Widodo, 2004).

Golongan/Kelas Terapi : Obat untuk saluran napas

Indikasi : Penggunaan untuk batuk yang membutuhkan pengeluaran dahak.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap produk Guaifenesin.

Dosis : Oral 4−6 dd 100−200 mg

Dewasa : Sehari 3 kali 1−2 tablet

Anak-ana : Sehari 3 kali tablet.

Efek samping : Berupa iritasi lambung (mual, muntah) yang dapat dikurangi bila

diminum dengan segelas air.

Stabilitas Penyimpanan : Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat

penyimpanan. Simpan dalam wadah yang tertutup

rapat.

Mekanisme kerjanya : Merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang

kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar-sekresi dari

saluran lambung-usus & sebagai refleks memperbanyak

sekresi dari kelenjar yang berada disaluran napas (Tjay, 2007).

BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.

Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor

resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,

anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,

tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba

dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju

endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa

yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus,

telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil

yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka

diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan

pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang

adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya

sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,

epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat

terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.

Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

Terapi non medikamentosa yang dapat diberikan antara lain :

Beristirahat atau barbaring di tempat tidur.

Berikan cukup minum tapi jangan berikan air es atau minuman yang mengandung es.

Dapat diberikan teh manis, air buah atau pada bayi dapat diberikan air susu ibu.

Berikan makanan yang cukup dan bergizi.

Pasien Jangan dibiarkan terkena hawa dingin atau hawa panas. Pakaian yang ringan

hendaknya dikenakan pada penderita.

Hindari merokok dan hindarkan asap dapur atau asap lainnya yang dapat mengenai

penderita

Perhatikan apakah ada tanda-tanda ISPA sedang atau ISPA berat yang memerlukan

bantuan khusus petugas kesehatan.

IV.2 SARAN

ISPA merupakan pnyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak maupun dewasa

sehingga pencegahan yang baik dan benar akan mampu mengurangi angka kejadiaannya. Adapun

pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

Mengusahakan agar kita mempunyai gizi yang baik

Mengusahakan kekebalan diri dengan imunisasi

Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Mencegah kontak/berhubungan dengan penderita ISPA

Pengobatan segera

Pendekatan secara holistik dan komprehensif mengenai peran dan fungsi keluarga akan sangat

mendukung kualitas kesehatan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.

American Medical Association. Acute respiratory tract infection guideline summary. AMA 2007

Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksi-infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98.

Kelly LF. Pediatric Cough and cold preparations. Pediatr. Rev. 2004;25;115-123.

Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118.

 Nizar NW, Mangunkusumo E. 2000. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Soepardi, ES., Iskandar M, 2007. Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI

Woensel JBM, dkk. Viral lower respiratory tract infection in infants and young children. BMJ

2003;327;36-40

WHO. Cough and cold remedies for the treatment of acute respiratory infection in young

children. WHO;2001.