FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus...

33
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR DENGAN JOB INSECURITY PADA KARYAWAN DISUSUN OLEH: Ferry Novliadi, S.Psi, M.Si NIP. 132 316 960 DIKETAHUI OLEH: DEKAN FAKULTAS PSIKOLOGI USU Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP. 140 080 762 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Transcript of FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus...

Page 1: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR DENGAN JOB INSECURITY PADA KARYAWAN

DISUSUN OLEH:

Ferry Novliadi, S.Psi, M.Si NIP. 132 316 960

DIKETAHUI OLEH: DEKAN FAKULTAS PSIKOLOGI USU

Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP. 140 080 762

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 2: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

ii

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ……………………………………………………………… DAFTAR ISI………………………………………………………………………. KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................

I.A. LATAR BELAKANG .............................................................................. I.B. TUJUAN PENULISAN ........................................................................... I.C. MANFAAT PENULISAN .......................................................................

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................

II.A. JOB INSECURITY................................................................................. II.A.1. Pengertian Job insecurity .................................................................... II.A.2. Aspek-aspek Job insecurity ................................................................. II.A.3. Dampak Job Insecurity ……...……………………………………… II.A.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Job insecurity ......................... II.B. PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR ................. II.B.1. Pengertian Persepsi………………………… ……..………………… II.B.2. Pengertian Organisasi Pembelajar ………………………………... II.B.3. Pengertian Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar ….………... II.B.4. Karakteristik Organisasi Pembelajar ……………………………... II.B.5. Aspek-aspek Pengukuran Organisasi Pembelajar ………………... II.C. HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR

DENGAN JOB INSECURITY ………...…….……..

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………..................... DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

i ii iii 1 1 5 5 6 6 6 6 8 10 11 11 12 14 15 18 22 26 28

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 3: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini, karena itu penulis berharap mendapat masukan dari para pembaca untuk

penyempurnaan tulisan ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor

Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan

Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para

mahasiswa dan rekan-rekan sejawat di tempat penulis bekerja atas dukungan dan

hangatnya persaudaraan.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar yang

senantiasa mengingatkan dan memberi motivasi kepada penulis untuk segera

menyelesaikan karya tulis ini, semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik

atas budi baik dan ketulusan yang telah diberikan. Akhir kata penulis berharap semoga

tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi semua pihak.

Amin!

Medan, 02 Februari 2009

Ferry Novliadi, S.Psi, M.Si NIP. 132 316 960

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 4: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam era globalisasi ini, Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

berkembang akan menghadapi tantangan yang berat. Hal ini terjadi karena dalam

era ini negara-negara berkembang berhadapan secara langsung dengan negara-

negara maju yang memiliki keunggulan hampir di segala aspek. Mulai dari

teknologi, modal, dan khususnya sumber daya manusia. Ketiganya mempunyai

arti yang sangat penting. Teknologi adalah jaminan mutu produk, modal adalah

jaminan untuk mengembangkan usaha, namun dari ketiganya yang paling vital

adalah sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan faktor sumber daya manusia

sangat terkait dengan kemampuan untuk menguasai teknologi, mengakses

permodalan, merebut, serta mengelola peluang, dan pada akhirnya menciptakan

produk yang mempunyai nilai tambah, produk yang kompetitif di pasar global

(Moetjoib, dalam Salim dkk, 1997)

Secara kuantitatif, sumber daya manusia yang ada di Indonesia memang

sudah memenuhi tuntutan yang ada dalam era globalisasi ini. Namun, pada

kenyataannya dari segi kualitas tidaklah demikian. Akibatnya tidak mengherankan

jika terjadi “import” tenaga kerja dari luar negeri dan juga terjadi perpindahan

karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan lain (Pekerti, dalam Prabowo, 2001)

Di satu sisi pula, dengan tujuan untuk mengurangi biaya, organisasi di

banyak negara industri melakukan pemberhentian pekerja secara merata dan

mengurangi jumlah pekerja untuk penggunaan secara efektif. Selain itu organisasi

juga melakukan downsizing, restrukturisasi, dan merger dengan frekuensi yang

semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini (Kinnunen, Mauno, Natti &

Happonen, 2000).

Bagi para pekerja, perubahan-perubahan seperti ini dapat mengakibatkan

perasaan cemas, stres, dan tidak aman dalam memikirkan kesinambungan

pekerjaan mereka (Schweiger & Ivanchevich, dalam Ashford, Lee & Bobko,

1989). Marks (dalam Burke, 2000) menyatakan bahwa salah satu dampak

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 5: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

2

psikologis dari merger dan downsizing adalah job insecurity. Meyer (dalam

Burke, 2000) juga menyatakan bahwa merger dan downsizing memiliki banyak

konsekwensi terhadap individu, termasuk job insecurity. Para pekerja memiliki

alasan yang bagus tentang mengapa mereka merasa insecure. Magnet dalam

Walsh (dalam Ashford, Lee & Bobko, 1989) mengemukakan demoralisasi, rasa

curiga, rasa tidak berdaya dan stress sebagai reaksi terhadap pemberhentian.

Penelitian lainnya menggarisbawahi insecurity sebagai hasil utama dari

pemberhentian (Brockner dalam Ashford, Lee & Bobko, 1989).

Job insecurity telah menyebar luas sejak tahun 1990-an, terutama terjadi

pada pekerja profesional. Lebih dari 60% pekerja menyatakan bahwa langkah-

langkah pekerjaan (dan usaha yang harus mereka perbuat terhadap pekerjaan

mereka) telah meningkat. Ketakutan terhadap redundancy bukanlah satu-satunya

aspek dari job insecurity. Walaupun banyak pekerja yang tidak terlalu khawatir

terhadap kehilangan perkerjaannya, mereka sangat khawatir terhadap hilangnya

nilai tampilan kerja mereka, seperti status dalam organisasi dan kesempatan

mereka untuk promosi (Burchell, Day, Hudson, dan Ladipo, 1999).

Dalam hal ini, job insecurity diartikan sebagai tingkat di mana pekerja

merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apa

pun terhadap situasi tersebut (Ashford dkk, 1989). Job insecurity dirasakan tidak

hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga

kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989). Sebagai tambahan, Hartley,

Jacobson, Klandermans, Van Vuuren (1991) menyatakan bahwa job insecurity

dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seorang dengan

tingkat security yang ingin diperolehnya. Job insecurity juga mempunyai dampak

terhadap menurunnya keinginan pekerja untuk bekerja di suatu perusahaan

tertentu dan yang akhirnya mengarah kepada keinginan untuk berhenti kerja

(Ashford dkk, 1989).

Greenhalgh & Rosenblatt (dalam Kinnunen dkk, 2000) telah

mengkategorisasikan penyebab job insecurity ke dalam 3 kelompok sebagai

berikut:

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 6: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

3

1. Kondisi lingkungan dan organisasi (misalnya perubahan organisasional

dan komunikasi organisasional)

2. Karakteristik individual dan jabatan pekerja (misalnya usia, gender, status

sosial ekonomi)

3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem)

Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi lingkungan dan

organisasi berpengaruh terhadap job insecurity. Selain komunikasi organisasional,

kondisi organisasi yang dimaksud dapat pula dijelaskan dengan adanya organisasi

pembelajar.

Organisasi pembelajar didefinisikan oleh Argyris (dalam Yuwono dkk,

2005) adalah suatu proses deteksi dan koreksi kesalahan. Dalam definisi ini,

organisasi dikatakan organisasi pembelajar apabila organisasi tersebut melakukan

pemantauan terhadap perilakunya, melakukan deteksi terhadap kesalahan yang

dilakukannya, dan segera membuat koreksinya.

Organisasi pembelajar merupakan sebuah organisasi yang memfasilitasi

pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransfomasi

diri (Pedler, Boydell & Burgoyne, 1991). Mereka mendefinisikan dan menguji

kelayakan gagasan mengenai perusahaan pembelajar sebagai pendekatan yang

tepat untuk strategi bisnis dan pengembangan sumber daya manusia pada tahun

1990-an.

Menurut Peter Senge (1990), organisasi pembelajar adalah:

“organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”.

Ditambahkan pula oleh Farago dan Skyrme (1995), organisasi pembelajar

didefinisikan pula sebagai:

“those that have in place systems, mechanisms, and process, that are used to continually enchance their capabilities and those who work with it or for it, to achieve sustainable objectives for themselves and the communities in which they participate”.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 7: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

4

Dari definisi yang dijelaskan oleh Farago dan Skyrme di atas dapat dicatat

butir-butir berikut ini, yaitu bahwa organisasi pembelajar: (1) Adaptif terhadap

lingkungan eksternalnya; (2) Secara terus-menerus menunjang kemampuannya

untuk berubah; (3) Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun

kolektif; dan (4) Menggunakan hasil pembelajarannya untuk mencapai hasil yang

lebih baik.

Organisasi pada saat ini menghadapi lingkungan yang terus-menerus

berubah yang menuntut organisasi usaha untuk terus beradaptasi. Organisasi akan

menghadapi saingan dari organisasi-organisasi sejenis lainnya. Organisasi harus

terus mencari cara kerja baru dan mengambil resiko yang diperhitungkan. Dalam

hal ini organisasi dituntut untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi,

meningkatkan mutu produknya, menghasilkan produk (barang atau jasa) yang

baru (Munandar, 2003).

Semua orang setuju bahwa satu karakteristik kunci organisasi pada abad

21 ini adalah kemampuan belajar. Banyak orang bahkan percaya bahwa

kemampuan belajar akan menjadi keuntungan kompetitif bagi suatu organisasi

(Yuwono dkk, 2005). Ditambahkan pula oleh Susanto (2004), bila organisasi

relatif lamban untuk berubah maka keputusan-keputusan serta praktek-praktek

yang dibawa sejak organisasi berdiri masih tetap berlaku. Akibatnya, ketika

lingkungan eksternal berubah dengan cepat, keselarasan antara organisasi dengan

lingkungannya akan menurun, menyeret organisasi tersebut pada keusangan. Agar

organisasi berkembang dan memiliki keunggulan kompetitif, organisasi harus

mempunyai tradisi sebagai organisasi pembelajaran dan mempunyai kemampuan

untuk mengelola pengetahuan (knowledge management) dengan baik.

Sekarang banyak perusahaan mulai menyadari manfaat dari upaya

pembelajaran sambil terus mengembangkan modal intelektualnya terhadap

organisasi mereka. Selain itu banyak pula survey dan penulisan yang dilakukan

untuk melihat organisasi-organisasi yang mampu menciptakan organisasi

pembelajar dan mampu mengungguli organisasi-organisasi lain dalam hal modal

intelektual dan penciptaan kekayaan perusahaan.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 8: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

5

I.B TUJUAN PENULISAN

Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara persepsi

terhadap organisasi pembelajar dengan job insecurity pada karyawan dalam suatu

perusahaan.

I.C. MANFAAT PENULISAN

Dari penulisan ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:.

1. Memperkaya pengetahuan tentang Psikologi Industri dan Organisasi,

khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia terutama mengenai

hubungan antara persepsi terhadap organisasi pembelajar dengan job

insecurity pada karyawan.

2. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya pengembangan potensi

karyawan dan menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia

sebagai pusat kebijakan bisnis dalam dunia usaha.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 9: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

6

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. JOB INSECURITY

II.A.1. Pengertian Job Insecurity

Ashford dkk (1989) mengatakan bahwa job insecurity merupakan suatu

tingkat di mana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak

berdaya untuk melakukan apa pun terhadap situasi tersebut. Job insecurity

dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan,

tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989).

Joelsen dan Wahlquist (dalam Hartley dkk, 1991) menyatakan bahwa job

insecurity merupakan pemahaman individual pekerja sebagai tahap pertama dalam

proses kehilangan pekerjaan. Kenyataannya, populasi yang mengalami job

insecurity adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar daripada pekerja yang

benar-benar kehilangan pekerjaan. Sebagai tambahan, Hartley (1991) menyatakan

bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang

dialami seseorang dengan tingkat security yang ingin diperolehnya.

Selain itu, Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991)

mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan

kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan

berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin

merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk

mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang

diterimanya dari organisasi.

Dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan penilaian pekerja

terhadap suatu keadaan di mana mereka merasa terancam dan mereka merasa

tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan tersebut.

II.A.2. Aspek-aspek Job Insecurity

Konstruk job insecurity terdiri dari dua dimensi, yaitu besarnya ancaman

(severity of threat) atau derajat ancaman yang dirasakan mengenai kelanjutan

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 10: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

7

situasi kerja tertentu. Ancaman ini dapat terjadi pada berbagai aspek pekerjaan

atau pada keseluruhan pekerjaan, dan yang kedua adalah powerlesness

(Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Ashford dkk, 1989), di mana efeknya dapat

dijelaskan dengan kalkulasi sebagai berikut:

job insecurity = perceived severity of the threat X perceived powerless to resist the threat.

Ruvio dan Rosenblatt (1999) kemudian memperjelas kembali kedua

dimensi tersebut, sebagai berikut: pertama adalah perasaan terancam pada total

pekerjaan seseorang, misalnya seseorang dipindahkan ke posisi yang lebih rendah

dalam organisasi, dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam

organisasi atau diberhentikan sementara. Pada sisi lain kehilangan pekerjaan

mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau

dipaksa pensiun terlalu awal.

Yang kedua adalah perasaan terancam terhadap tampilan kerja (job

features). Misalnya, perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang

kesulitan untuk mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji atau

pun meningkatkan pendapatan. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap posisi

seseorang dalam perusahaan, kebebasan untuk mengatur pekerjaan, penampilan

kerja, dan signifikansi pekerjaan. Ancaman terhadap tampilan kerja mungkin juga

berperan dalam kesulitan mengakses sumber-sumber yang sebelumnya siap

dipakai.

Ketiga, job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang

terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-

kejadian di lingkungan kerjanya yaitu perasaan tidak berdaya (powerlesness).

Namun, di dalam penulisan ini dimensi powerlesness yang dikemukakan

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991) tidak digunakan karena ada

penulisan yang membuktikan bahwa dimensi powerlesness tidak berhubungan

secara statistik dengan dimensi lainnya dalam pengukuran job insecurity.

Ditambahkan oleh Hartley (1991) bahwa powerlesness boleh tidak

dimasukkan sebagai komponen ketiga dalam pengukuran job insecurity sejak

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 11: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

8

diketahui bahwa powerlesness dapat digolongkan sebagai bagian dari

kemungkinan kehilangan pekerjaan, karena powerlesness dalam menghadapi

ancaman akan membuat perasaan kehilangan semakin besar. Jika karyawan

merasa bahwa mereka mempunyai kekuatan, maka kemungkinan akan merasa

kehilangan pekerjaan akan menurun. Sehingga menurut Brown-Johnson (dalam

Hartley dkk, 1991), powerlesness tidak berbeda secara konseptual dengan

kemungkinan kehilangan pekerjaan, baik untuk keseluruhan kerja maupun

tampilan kerja.

II.A.3. Dampak Job Insecurity

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989)

mengkonseptualisasikan job insecurity sebagai suatu sumber stress yang

melibatkan ketakutan, kehilangan potensi, dan kecemasan. Salah satu akibat dari

stress tersebut adalah dalam bentuk permasalahan somatis, seperti tidak bisa tidur,

dan kehilangan selera makan. Taber, Walsh, dan Cooke (dalam Ashford dkk,

1989) menyatakan bahwa perasaan job insecurity dapat meningkatkan

permasalahan somatis dan hipertensi.

Berdasarkan penulisan Ashford dkk (1989), diketahui bahwa job insecurity

yang tinggi yang dirasakan karyawan akan berhubungan dengan:

a. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru

Ketegangan yang dipengaruhi oleh job insecurity juga penting disebabkan

karena efeknya terhadap turnover. Seperti stressor yang lainnya, job

insecurity mungkin berhubungan dengan respon penarikan diri - sebuah

usaha untuk menghindari stress. Oleh karena itu, job insecurity seharusnya

mempunyai hubungan yang positif dengan keinginan untuk bekerja.

Orang yang mengalami job insecurity mungkin juga meninggalkan

pekerjaan demi alasan yang masuk akal. Hal ini akan masuk akal bagi

karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaan mereka,

kemudian mencari kesempatan karir yang lebih aman (Greenhalgh dan

Rosenblatt dalam Ashford dkk, 1989)

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 12: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

9

b. Komitmen organisasi yang rendah

Penulisan telah mengindikasikan bahwa orang-orang mengembangkan

pendekatan efektif dalam sikap terhadap perusahaan sepanjang waktu

(Mowday, Steers, & Porter, dalam Ashford dkk, 1989), yang ditunjukkan

sebagai level komitmen, kepuasan dan kepercayaan yang tinggi. Perasaan

job insecurity dapat mengancam pendekatan tersebut terhadap perusahaan.

Karyawan mengharapkan perusahaan dapat diandalkan untuk menegakkan

akhir dari kontrak psikologis di antara mereka (Buchanan, dalam Ashford

dkk, 1989). Penerimaan job insecurity mungkin merefleksikan persepsi

individu bahwa perusahaan telah membatalkan kontrak psikologis, dalam

hal ini tampilan penting terancam, pekerjaan berada dalam bahaya (bahkan

keduanya) dan kesetiaan dipengaruhi secara negatif (Romzek dalam

Ashford dkk, 1989).

c. Trust organisasi yang rendah.

Individu yang merasa bahwa perusahaan tidak dapat diandalkan untuk

menghasilkan komitmen terhadap karyawannya, dapat mengurangi

komitmen karyawan terhadap organisasi. Job Insecurity akan berhubungan

secara negatif dengan komitmen karyawan dan kepercayaan mereka

terhadap perusahaan (Forbes dalam Ashford dkk, 1989). Hubungan ini

akan terjadi karena karyawan yang insecure akan kehilangan kepercayaan

dan keyakinan bahwa perusahaan dapat diandalkan dan pendekatan

mereka terhadap perusahaan mereka akan berkurang.

d. Kepuasan kerja yang rendah

Persepsi terhadap job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan

pengukuran kepuasan kerja. Dari penulisan sebelumnya (Oldham, Julik,

Ambrose, Stevina, & Brand dalam Ashford dkk, 1989) dapat diketahui

bahwa karyawan dengan tingkat persepsi terhadap job insecurity yang

rendah akan kurang puas dengan pekerjaan mereka. Para peneliti telah

mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu respon afektif terhadap

pekerjaan dan tugas-tugas (Locke dalam Ashford dkk., 1989). Orang

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 13: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

10

berespon secara afektif terhadap pekerjaan dalam kondisi di mana mereka

secara kognitif merepresentasikan atau menerima pekerjaan tersebut

(Hackman & Oldham dalam Ashford dkk, 1989).

II.A.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) telah

mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok sebagai

berikut:

a. Kondisi lingkungan dan organisasi

Kondisi lingkungan dan organisasi ini dapat dijelaskan oleh beberapa

faktor, misalnya: komunikasi organisasional dan perubahan

organisasional. Perubahan organisasional yang terjadi antara lain dengan

dilakukannya downsizing, restrukturisasi, dan merger oleh perusahaan.

Senge (1990) dan Denton dan Wisdom (1991) mengatakan bahwa

organisasi yang paling sukses dalam menghadapi perubahan-perubahan

yang terjadi adalah organisasi yang menciptakan tradisi pembelajaran.

Susanto (2004) mengatakan bahwa organisasi pembelajar merupakan

organisasi yang siap menghadapi perubahan dengan mengelola perubahan

itu sendiri (managing change).

b. Karakteristik individual dan jabatan pekerja

Karakteristik individual dan jabatan pekerja terdiri dari: usia, gender,

senioritas, pendidikan, posisi pada perusahaan, latar belakang budaya,

status, sosial ekonomi, dan pengalaman kerja.

c. Karakteristik personal pekerja

Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity

misalnya: locus of control, self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis

pada karyawan.

Jumlah variansi dalam penerimaan job insecurity yang dijelaskan oleh

predictor ini adalah sekitar 20%. Predictor terbaik biasanya adalah faktor-faktor

posisional, seperti pengalaman pengangguran sebelumnya, atau kontrak kerja

sementara (Kinnunen & Naetti dalam Ashford dkk, 1989), faktor-faktor personal

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 14: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

11

(Roskies & Louisguerin dalam Ashford dkk, 1989) dan tanda-tanda ancaman,

contohnya rumor mengenai reorganisasi atau perubahan manajemen (Ashford

dkk, 1989).

Dari uraian di atas dapatlah diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat

menyebabkan job insecurity pada karyawan adalah kondisi lingkungan dan

organisasi.

II.B. PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR

II.B.1. Pengertian Persepsi

Menurut Anoraga dan Widyanti (1993), persepsi adalah proses seseorang

individu memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan masukan-masukan

informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia.

Persepsi tergantung bukan hanya pada sifat-sifat rangsangan fisik, tetapi juga pada

hubungan rangsangan medan sekelilingnya dan kondisi dalam diri individu.

Menurut Chaplin (2001), persepsi adalah proses mengetahui dan

mengenali objek dan kejadian objek dengan bantuan indera kesadaran dan proses-

proses organisasi. Suatu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti

yang berasal dari pengalaman di masa lalu atau kesadaran implisit mengenai

kebenaran langsung antar keyakinan serta merta mengenai sesuatu.

Menurut Levine & Shefner (1991), persepsi mengacu pada cara yang kita

tempuh untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi yang diterima

dari alat indera kita.

Davidoff (Walgito, 2001) mengatakan bahwa stimulus yang diindera oleh

individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu

menyadari, mengerti apa yang diindera itu dan selanjutnya menghasilkan persepsi.

Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana individu

mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna

kepada lingkungan mereka. Apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari

kenyataan yang objektif. Persepsi penting dalam dunia usaha karena perilaku

orang-orang didasarkan pada persepsi mengenai realitas, bukan mengenai realitas

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 15: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

12

itu sendiri. Dunia yang dipersepsikan adalah dunia yang penting dari segi perilaku

(Robbins, 2001).

Berdasarkan beberapa pengertian tentang persepsi di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan aspek

kognitif dan afektif, untuk melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman,

serta menginterpretasikan terhadap rangsang inderawi menjadi suatu gambaran

objek tertentu secara utuh. Persepsi berkaitan erat dengan proses inderawi, yakni

melihat dengan menggunakan mata, mencium dengan hidung, merasa dengan

kulit. Dari yang dirasakan oleh inderawi individu tersebut, ia selanjutnya

memberikan makna dari apa yang dirasakan.

II.B.2. Pengertian Organisasi Pembelajar

Istilah organisasi pembelajar sebagian berasal dari gerakan “In Search of

Excellence” dan selanjutnya digunakan oleh Garrat (Dale, 2003). Namun

Geoffrey Holland (Dale, 2003) selanjutnya menyatakan bahwa:

“jika kita mau bertahan hidup secara individual atau sebagai perusahaan, ataupun sebagai bangsa kita harus menciptakan tradisi perusahaan pembelajaran.” Pengertian pertama mengenai organisasi pembelajar datang dari Argyris

(Argyris & Schön, 1977), yang menyatakan bahwa pembelajaran organisasi

adalah suatu proses deteksi dan koreksi kesalahan. Dalam definisi ini, organisasi

dikatakan organisasi pembelajar apabila organisasi tersebut melakukan

pemantauan terhadap perilakunya, melakukan deteksi terhadap kesalahan yang

dilakukan, dan segera membuat koreksinya.

Selanjutnya organisasi pembelajar didefinisikan oleh Pedler, Boydell, dan

Burgoyne (dalam Dale, 2003) sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi

pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransfomasi

diri. Mereka mendefinisikan dan menguji kelayakan gagasan mengenai

perusahaan pembelajar sebagai pendekatan yang tepat untuk strategi bisnis dan

pengembangan sumber daya manusia pada tahun 1990-an.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 16: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

13

Menurut Senge (1990), organisasi pembelajar adalah:

“organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”.

Oleh Farago dan Skyrme (1995), oganisasi pembelajar didefinisikan pula

sebagai:

“those that have in place systems, mechanisms, and process, that are used to continually enchance their capabilities and those who work with it or for it, to achieve sustainable objectives for themselves and the communities in which they participate”.

Dari definisi ini dapat dicatat butir-butir berikut, yaitu bahwa organisasi

pembelajar:

a. Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya.

b. Secara terus-menerus menunjang kemampuannya untuk berubah.

c. Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif

d. Menggunakan hasil pembelajarannya untuk mencapai hasil yang lebih

baik.

Garrat (2000) mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai suatu

organisasi yang dijalankan dengan proses belajar yang keras dan teratur,

umumnya melalui debat dan review secara terbuka dan kritis pada seluruh level

dari organisasi tersebut yang dilakukan secara terus-menerus sebagai bagian dari

pekerjaan sehari-hari.

Menurut Robbins (2001), organisasi pembelajar adalah suatu organisasi

yang membangun kapasitasnya secara terus-menerus untuk beradaptasi dan

melakukan perubahan.

Osland, Kolb, dan Rubin (2001) mendefinisikan organisasi pembelajar

sebagai suatu keterampilan organisasi dalam menciptakan, mendapatkan,

mentransfer pengetahuan, dan memodifikasi perilakunya untuk menghasilkan

pengetahuan dan pemahaman-pemahaman baru.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 17: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

14

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi

pembelajar merupakan suatu organisasi tempat di mana orang-orangnya secara

terus-menerus memperluas kapasitas menciptakan hasil yang sungguh-sungguh

mereka inginkan, di mana pola berpikir baru dan ekspansif ditumbuhkan, aspirasi

kolektif dibiarkan bebas, dan terus-menerus berupaya belajar bersama.

II.B.3. Pengertian Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar

Pembelajaran yang dilakukan di dalam organisasi merupakan hal yang

penting, mengingat perubahan merupakan hal yang akan terus terjadi. Untuk

menghadapi perubahan itu kita harus berubah, selalu antisipatif dengan

kemungkinan-kemungkinan baru dan kreatif menghadapi perubahan tersebut. Satu

hal konkret yang bisa kita lakukan adalah dengan belajar. Organisasi pembelajar

hanya dapat terjadi apabila individu-individu dalam organisasi tersebut memiliki

kemauan untuk belajar.

Dalam menginterpretasikan organisasi pembelajar tersebut, di dalam diri

karyawan terjadi proses kognitif dan afektif. Karyawan akan menginterpretasikan

apakah perusahaan mendukung atau malah menghambat adanya pembelajaran

dalam dirinya. Jika harapan dan kebutuhan-kebutuhan karyawan terpenuhi maka

persepsinya terhadap organisasi pembelajar akan semakin positif. Sebaliknya jika

karyawan menginterpretasikan bahwa organisasi pembelajar yang diterapkan

perusahaan tidak dapat memenuhi harapan-harapan dan kebutuhannya maka

persepsinya terhadap organisasi pembelajar akan semakin negatif.

Dari konsep persepsi dan konsep organisasi pembelajar dapat disimpulkan

bahwa persepsi terhadap organisasi pembelajar adalah suatu proses mengamati

dan memperhatikan yang melibatkan aspek kognitif dan afektif individu dalam

menginterpretasikan suatu organisasi tempat di mana orang-orangnya secara

terus-menerus memperluas kapasitas menciptakan hasil yang sungguh-sungguh

mereka inginkan, di mana pola berpikir baru dan ekspansif ditumbuhkan, aspirasi

kolektif dibiarkan bebas, dan terus-menerus berupaya belajar bersama.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 18: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

15

II.B.4. Karakteristik Organisasi Pembelajar

Karakteristik dari organisasi pembelajaran menurut Schein (1992), yaitu:

a. Budaya pembelajaran. Iklim organisasi yang mengasuh

pembelajaran.

b. Proses-proses yang mendorong interaksi antar batas-batas

(boundaries).

c. Peralatan dan teknik-teknik. Metode-metode yang membantu

pembelajaran individual dan kelompok.

d. Keterampilan dan motivasi untuk belajar dan menyesuaikan diri.

Schein (1992) dalam pembahasannya mengenai organisasi pembelajaran,

mengajukan ciri-ciri budaya pembelajaran, sebagai berikut:

a. Dalam hubungan dengan lingkungannya, organisasilah yang harus

lebih dominan.

b. Manusia hendaknya berperilaku proaktif.

c. Manusia pada dasarnya makhluk yang baik.

d. Manusia pada dasarnya dapat diubah.

e. Dalam hubungan antar manusia, individualisme dan ‘groupism’

sama-sama penting.

f. Dalam hubungan atasan bawahan, kesejawatan / partisipatif dengan

otoritatif / paternalistik sama-sama pentingnya.

g. Orientasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek

h. Untuk penghitungan waktu lebih digunakan waktu satuan waktu

yang medium.

i. Jaringan informasi dan komunikasi bersinambung secara lengkap

j. Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama pentingnya.

k. Proses pemikiran sistemik penting.

Megginson dan Pedler (dalam Dale, 2003) memberikan sebuah panduan

mengenai konsep perusahaan pembelajaran, yaitu suatu ide yang dapat bertindak

sebagai “bintang petunjuk”, di mana ia bisa membantu orang berpikir dan

bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini, bagi mereka saat

ini dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 19: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

16

menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri perusahaan pembelajar dapat

dihasilkan.

Kondisi-kondisi tersebut di atas adalah:

a. Strategi pembelajaran;

b. Pembuatan kebijakan partisipatif;

c. Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk

menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan

pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang

tersedia);

d. Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu

belajar dari keputusan);

e. Pertukaran internal;

f. Kelenturan penghargaan;

g. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan;

h. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan;

i. Pembelajaran antarperusahaan;

j. Suasana belajar;

k. Pengembangan diri bagi semua orang.

Selanjutnya oleh Farago dan Skyrme (1995) menyatakan bahwa budaya

pembelajaran mencakup beberapa hal, yaitu:

a. Future, external orientation

b. Free exchange and flow of information

c. Commitment to learning, personal development

d. Valuing people

e. Climate of openness and trust

f. Learning from experience

Dengan melakukan semua ini bukan berarti bahwa suatu organisasi telah

menjadi organisasi pembelajar. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tersebut

tidak dilakukan hanya sekali-sekali saja. Tindakan-tindakan tersebut harus

ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari- hari yang rutin dan normal yang

dapat dibiasakan.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 20: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

17

Dalam upaya pengembangan organisasi pembelajaran, Farago dan Skyrme

(1995) menyarankan hal-hal sebagai berikut:

a. Dapat mulai dari atas (The Top)

b. Dapat mulai dengan masalah yang chronic

c. Dirikan satuan tugas

d. Mulai dengan organizational diagnosis.

e. Hubungkan dengan proses atau inisiatif yang ada (existing)

f. Tinjau kembali sistem dan proses yang ada

g. Pengembangan produk yang baru.

Menurut Osland, Kolb, dan Rubin (2001), organisasi pembelajar memiliki

karakteristik-karakteristik, sebagai berikut:

a. Pemecahan masalah yang sistematis

b. Eksperimentasi

c. Belajar dari pengalaman masa lalu

d. Belajar dari organisasi lain

Day, Peters, dan Race (1999) mengkarakteristikkan organisasi pembelajar

ke dalam sepuluh karakteristik, yaitu:

a. Mengidentifikasikan kebutuhan belajar anggotanya pada saat ini.

b. Mengidentifikasikan kebutuhan belajar anggotanya pada masa yang

akan datang.

c. Melakukan sesuatu untuk mengatasi adanya kebutuhan belajar saat ini

dan yang akan datang melalui kesempatan belajar yang distrukturkan.

d. Menggunakan pengalaman kerja sehari-hari sebagai dasar untuk

belajar.

e. Mendapatkan dan mengklarifikasikan pengetahuan di dalam organisasi

yang diperoleh dalam suatu wadah yang sistematis.

f. Menyediakan kesempatan agar pengetahuan yang diperoleh tersebut

digunakan, disalurkan, dan dimanfaatkan.

g. Menggunakan beragam pendekatan dalam belajar

h. Melakukan respon (mengevaluasi, memberi umpan balik, mereview

belajar yang telah dilakukan)

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 21: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

18

i. Perangkat organisasi pembelajar terfokus pada hasil akhir sebagaimana

juga prosesnya.

j. Perangkat organisasi pembelajar menyukai belajar dan

mempercayainya sebagai kunci untuk masa depan yang kompetitif.

Rosengarten (dalam Yuwono dkk, 2005) menyimpulkan beberapa elemen

yang harus ada dalam organisasi pembelajar, yaitu sebagai berikut:

a. The Learning Process

b. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi.

a. Knowledge acquisition or generation

c. Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai

incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating

pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial dan error. Elemen

ini dinyatakan oleh Huber (1991) dan Dixon (1994) dengan menyebut

knowledge acquisition, dan Nonaka dan Takeuchi (1995) sebagai

knowledge generation.

a. Individual Learning

d. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi

seperti yang dinyatakan oleh Argyris & Schon (1978) dan Pawlowsky

(1992).

a. Teams Learning

e. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa

penulis seperti Senge (1990), Dixon (1994), dan Pawlowsky (1992),

menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya

pembelajaran organisasi.

a. Organizational Knowledge

f. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas penulis dan menjadi suciffient

condition untuk terjadinya organizational actions.

II.B.5. Aspek-Aspek Pengukuran Organisasi Pembelajar

Menurut Senge (1996), terdapat lima disiplin yang menjadi dasar untuk

sebuah organisasi pembelajar, yaitu:

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 22: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

19

a. Berpikir Sistem (Systems Thinking)

Berpikir sistem (systems thinking) adalah suatu kerangka kerja

konseptual, yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir tentang suatu

kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Tanpa

kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi

pembelajar, tidak mungkin dapat menterjemahkan disiplin-displin itu ke dalam

tindakan (kegiatan) organsasi yang lebih luas.

Disiplin ini membantu kita melihat bagaimana kita mengubah sistem-

sistem secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan proses-proses

yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi.

Berpikir secara sistem adalah kemampuan untuk melihat dalam

gambaran yang besar, keterkaitan pada suatu sistem, sehingga terjadi proses

yang terus-menerus untuk dipelajari.

Berpikir sistem juga merupakan paradigma yang tidak hanya

memberikan penekanan pada suatu pola perubahan (pattern of change),

melainkan pada cara berpikir yang dinamis dan sistemik. Oleh karena itu,

organisasi yang dibangun dengan pola berpikir sistem akan mampu melihat

pola perubahan secara keseluruhan dengan pandangan bahwa segala usaha

manusia saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan membentuk sinergi.

b. Keahlian Pribadi (Personal Mastery)

Keahlian pribadi secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan

individu untuk berkembang dalam menguasai dan memahami aspek tertentu.

Seseorang yang memiliki keahlian pribadi yang cukup tinggi, akan dapat

secara konsisten mewujudkan apa yang ia inginkan.

Keahlian pribadi merupakan suatu disiplin yang antara lain

menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami

visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan

memandang realitas secara obyektif.

Keahlian pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan

kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil yang paling kita inginkan dan

menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 23: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

20

mengembangkan diri mereka sendiri ke arah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan

yang mereka pilih.

Setiap anggota tim memilih visi pribadinya dan kemudian secara terus-

menerus mengukur kesenjangan antara kecakapan yang sekarang dimilikinya

dengan yang diinginkannya sesuai dengan visi tersebut, sehingga terus-

menerus melatih dan meningkatkan keahliannya hingga hasil yang

diinginkannya dapat terinternalisasi.

Unsur ini merupakan aspek yang esensial dari organisasi pembelajar.

Manusia yang memiliki keahlian pribadi yang tinggi mempunyai karakteristik

yang positif. Mereka akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap tujuan

yang melatarbelakangi visinya. Individu yang memiliki karakteristik yang

demikian akan melihat visinya sebagai panggilan, bukan hanya sekedar

pemikiran yang cemerlang.

c. Model Mental (Mental Models)

Model mental adalah suatu prinsip yang mendasar dari organisasi

pembelajar, karena dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya

diperkenankan untuk berpikir dan merefleksikan struktur dan arahan

(perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar selain organisasinya.

Disebutkan pula oleh Senge bahwa model mental adalah suatu

aktivitas perenungan, terus menerus mengklarifikasikan, dan memperbaiki

gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu

membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental dapat diartikan

sebagai asumsi yang mendalam, generalisasi ataupun pandangan yang

mempengaruhi bagaimana manusia memahami dunia realita di sekelilingnya

dan bagaimana manusia mengambil tindakan.

Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan

mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau

aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta

atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana

melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain,

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 24: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

21

model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan

konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya.

Manusia sering tidak sadar akan model mental yang dimilikinya

ataupun pengaruhnya terhadap perilaku. Keingintahuan (inquiry) dan advokasi

(advocacy) merupakan salah satu strategi untuk perubahan model mental.

Dengan strategi ini model mental akan muncul ke permukaan dan orang akan

mampu berdiskusi secara produktif melalui keterbukaan.

d. Membangun Visi Bersama (Building Shared Vision)

Visi bersama adalah suatu gambaran umum dari organisasi dan

tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama-

sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju.

Dengan visi bersama organisasi dapat membangun suatu rasa

komitmen dalam suatu kelompok dengan membuat gambaran-gambaran

bersama tentang masa depan yang coba diciptakan, dan prinsip-prinsip serta

praktek-praktek penuntun yang melaluinya kita harapkan untuk bisa mencapai

masa depan. Membangun visi bersama sangat vital dalam organisasi

pembelajar karena visi dapat memberikan fokus dan energi bagi proses

belajar.

Seluruh anggota organisasi harus memahami, saling berbagi, dan

berkontribusi pada visi organisasi, dan berupaya membuatnya menjadi

kenyataan. Visi bersama perlu terus dipelihara dan dikaji ulang oleh karena

kehidupan organisasi sangat dipengaruhi oleh perubahan eksternal organisasi.

Kekuatan visi pribadi diperoleh dari kepedulian yang dalam dari orang

tersebut, sedangkan kekuatan visi bersama diperoleh dari kepedulian bersama.

e. Pembelajaran Tim (Team Learning).

Pembelajaran tim merupakan kekuatan yang vital di dalam

mewujudkan organisasi pembelajaran. Pembelajaran tim pada dasarnya

merupakan proses peningkatan kapasitas tim, sehingga tercipta hasil-hasil

yang merupakan perwujudan dari keinginan dan kerja sama setiap individu

dalam tim. Oleh karena itu pengertian tim tersebut mangandung makna

sekelompok manusia yang bekerja sama sebagai suatu kesatuan yang utuh,

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 25: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

22

saling mempercayai, saling menghargai, dan menjunjung tinggi kelebihan

yang ada pada tim, sehingga sesama anggota tim dapat saling mengisi dan

berkontribusi demi terwujudnya hasil kerja tim yang diinginkan.

Pembelajaran tim terfokus pada kemampuan belajar dalam suatu

kelompok. Sesama anggota tim sebagai orang dewasa saling belajar dan

mengungkapkan mengenai suatu masalah, membuat asumsi-asumsi, dan

memperoleh umpan balik dari timnya dan hasil dari diskusi tersebut. Dengan

demikian pembelajaran tim berkaitan dengan keterampilan dan keahlian

individu secara kolektif, yang menghasilkan pemikiran yang lebih berkualitas

dari pemikiran individu. Pembelajaran tim akan berjalan secara optimal

apabila terlaksana diskusi dan dialog yang efektif antara individu yang ada

dalam tim tersebut.

II.C. HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR

DENGAN JOB INSECURITY.

Job insecurity diartikan sebagai tingkat di mana pekerja merasa

pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apa pun

terhadap situasi tersebut (Ashford dkk, 1989). Job insecurity dirasakan tidak

hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga

kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989). Sebagai tambahan, Hartley,

Jacobson, Klandermans, dan Vuuren (1991) menyatakan bahwa job insecurity

dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan

tingkat security yang ingin diperolehnya. Job insecurity juga mempunyai dampak

terhadap menurunnya keinginan pekerja untuk bekerja di suatu perusahaan

tertentu dan yang akhirnya mengarah kepada keinginan untuk berhenti bekerja

(Ashford dkk, 1989).

Sverke, Hellgren, dan Naswall (dalam WHO, 2003), mengatakan bahwa

job insecurity menghasilkan konsekuensi yang negatif terhadap sikap kerja, sikap

organisasi, kesehatan pekerja dan dalam beberapa kasus dapat merusak hubungan

pekerja dengan organisasi.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 26: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

23

Seperti yang telah diuraikan dalam landasan teori dikatakan bahwa salah

satu penyebab dari job insecurity adalah kondisi lingkungan dan organisasi,

misalnya komunikasi organisasional dan perubahan organisasional. Perubahan

organisasional yang sering terjadi antara lain dengan dilakukannya downsizing,

restrukturisasi, dan merger dengan frekuensi yang semakin meningkat oleh

perusahaan. Perubahan organisasional ini terjadi dengan harapan untuk

mengurangi pengeluaran perusahaan dan demi meningkatkan efesiensi kerja (Hitt,

Keats, Harback & Nixon, 1994). Bagi para pekerja, perubahan-perubahan seperti

ini dapat mengakibatkan perasaan cemas, stress, dan tidak aman dalam

memikirkan kesinambungan pekerjaan mereka (Schweiger & Ivanchevich, dalam

Ashford, Lee & Bobko, 1989). Marks (dalam Burke, 2000) menyatakan bahwa

salah satu dampak psikologis dari merger dan downsizing adalah job insecurity.

Job insecurity juga dapat memperkuat keinginan seorang karyawan untuk

meninggalkan perusahaan tersebut (turn over). Dampak dari job insecurity ini

jelas sangat mengancam suatu organisasi untuk dapat bertahan hidup.

Senge (1990) dan Denton dan Wisdom (1991) mengatakan bahwa

organisasi yang paling sukses dalam menghadapi perubahan-perubahan yang

terjadi adalah organisasi yang mampu menciptakan tradisi pembelajaran. Susanto

(2004) mengatakan bahwa organisasi pembelajar merupakan organisasi yang siap

menghadapi perubahan, dengan mengelola perubahan itu sendiri (managing

change). Geoffrey Holland (dalam Dale, 2003) selanjutnya menyatakan bahwa

jika kita mau bertahan hidup secara individual atau sebagai perusahaan, ataupun

sebagai bangsa, kita harus menciptakan tradisi perusahaan pembelajaran.

Ruvio dan Rosenblatt (1999) menjelaskan bahwa job insecurity memiliki

dua dimensi yaitu: (1) Perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang,

misalnya seseorang dipindahkan ke posisi yang lebih rendah dalam organisasi,

dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau

diberhentikan sementara; dan (2) Perasaan terancam terhadap tampilan kerja (job

features). Misalnya, perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang

kesulitan untuk mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji atau

pun meningkatkan pendapatan. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap posisi

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 27: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

24

seseorang dalam perusahaan, kebebasan untuk mengatur pekerjaan, penampilan

kerja, dan signifikansi pekerjaan, serta kesulitan mengakses sumber-sumber yang

sebelumnya siap dipakai.

Senge (1990), penyusun buku “The Fifth Discipline Fieldbook”,

mengutarakan bahwa gagasan organisasi pembelajaran perlu disebarluaskan guna

mencapai kinerja tinggi dan memenangkan persaingan, hubungan dengan

pelanggan lebih baik, menghindari penurunan, memperbaiki kualitas,

memunculkan inovasi, memenuhi kebutuhan pribadi dan spiritual, meningkatkan

kemampuan kita dalam mengelola perubahan, memperluas batasan-batasan,

memperoleh kebebasan, dan menghargai saling ketergantungan.

Selanjutnya Senge (1990) dalam bukunya, “The Fifth Discipline: The Art

and Practice of the Learning Organization”, mendeskripsikan bahwa salah satu

elemen dari organisasi pembelajar adalah keahlian pribadi (personal mastery).

Keahlian pribadi diartikan sebagai kemampuan individu untuk berkembang dalam

menguasai dan memahami aspek tertentu. Seseorang yang memiliki keahlian

pribadi yang cukup tinggi, akan dapat secara konsisten mewujudkan apa yang ia

inginkan. Keahlian pribadi merupakan suatu disiplin yang antara lain

menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi

pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang

realitas secara obyektif. Keahlian pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk

meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil yang paling kita

inginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua

anggotanya mengembangkan diri mereka sendiri ke arah sasaran-sasaran dan

tujuan-tujuan yang mereka pilih. Manusia yang memiliki keahlian pribadi yang

tinggi mempunyai karakteristik yang positif. Mereka akan memiliki komitmen

yang tinggi terhadap tujuan yang melatarbelakangi visinya.

Organisasi pembelajar adalah organisasi yang memberikan kesempatan

dan mendorong setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut untuk terus

belajar dan memperluas kapasitas dirinya. Ditambahkan pula oleh Wick, Calhoun,

Leon, dan Stanton (1993), bahwa alasan suatu perusahaan mendirikan organisasi

pembelajar, di antaranya adalah: (1) karena kita menginginkan tampilan kerja

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 28: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

25

yang baik (superior performance); (2) untuk meningkatkan kualitas (improve

quality); (3) untuk keuntungan dalam berkompetisi (competitive); (4) sebagai

energi dalam komitmen kerja (an energized, committed workforce); dan (5) untuk

mengelola perubahan (managing change).

Dari penjelasan di atas, perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang,

misalnya seseorang dipindahkan ke posisi yang lebih rendah dalam organisasi,

dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau

diberhentikan sementara, dapat direduksi dengan adanya organisasi pembelajar

yang mampu membentuk tampilan kerja yang baik (superior performance) dan

menciptakan suasana kompetisi (competitive). Selanjutnya, perasaan terancam

terhadap tampilan kerja (job features), misalnya, perubahan organisasional, dapat

direduksi dengan adanya organisasi pembelajar yang mampu meningkatkan

kualitas kerja seorang karyawan (superior performance), menciptakan suasana

kompetisi (competitive), membentuk komitmen kerja (an energized, committed

workforce), dan demi mengelola perubahan yang terjadi (managing change).

Berdasarkan penjelasan organisasi pembelajar yang diungkapkan oleh

Wick dkk. (1993) dan Senge (1990) di atas, penerapan organisasi pembelajar

ditujukan agar mampu mencapai kinerja yang tinggi, memenangkan persaingan,

dan sekaligus meningkatkan kemampuan kita dalam mengelola perubahan yang

akan terjadi. Dengan adanya penerapan organisasi pembelajar yang baik, maka

suatu perusahaan akan mampu manghadapi perubahan organisasional yang terjadi,

sehingga dapat mengurangi suatu keadaan di mana para karyawan merasa

terancam dan mereka merasa tidak berdaya untuk mempertahankan

kesinambungan pekerjaannya di perusahaan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan dilaksanakannya organisasi

pembelajar yang baik dalam perusahaan, maka akan mengurangi suatu keadaan di

mana para karyawan merasa terancam dan mereka merasa tidak berdaya untuk

mempertahankan kesinambungan pekerjaannya di perusahaan.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 29: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

26

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

III.A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini sebagai berikut:

1. Organisasi pembelajar merupakan variabel yang berhubungan dengan job

insecurity. Dengan menerapkan atribut-atribut organisasi pembelajar pada

suatu perusahaan, maka akan berpengaruh pada menurunnya job insecurity

yang dirasakan oleh karyawan.

2. Organisasi pembelajar merupakan suatu organisasi yang penuh dengan

orang-orang yang bekerja dengan antusias, berkembang dan maju, serta

mengembangkan visi dan misi perusahaan. Ada suatu kemudahan,

kenyamanan, dan tidak ada kesulitan dalam melaksanakan berbagai hal,

serta orang-orang akan merasa senang dan bangga dalam setiap aspek

dalam perusahaan.

III.B. SARAN

Berdasarkan pembahasan teori dan kesimpulan maka diajukan beberapa

saran sebagai berikut:

1. Mengingat besarnya pengaruh organisasi pembelajar terhadap job insecurity

yang dirasakan oleh karyawan (berdasarkan hasil penulisan), maka perusahaan

diharapkan memelihara situasi-situasi yang mampu menciptakan suasana

pembelajaran dan antusias para karyawan terhadap perkembangan perusahaan.

2. Pihak manajemen perusahaan diharapkan memberikan pemahaman yang

mendalam tentang perusahaan, misalnya dengan memberikan penjelasan

tentang perkembangan perusahaan ataupun menanamkan arti penting dari visi

dan misi perusahaan.

3. Meningkatkan pengetahuan ataupun keterampilan yang dimiliki lewat

pemberian pelatihan / magang ataupun pendidikan lanjutan, sehingga

perusahaan akan memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 30: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

27

yang ada dalam organisasi tersebut untuk terus belajar dan memperluas

kapasitas dirinya.

4. Perusahaan diharapkan memberikan reward (upah dan penghargaan / pujian)

yang adil sesuai dengan prestasi karyawan, sehingga tidak terdapat suatu

kesenjangan antara para karyawan, maupun karyawan dengan perusahaan.

5. Melakukan fasilitasi dan pelayanan kepada individu dan kelompok agar

mereka mampu belajar bagaimana menggunakan apa yang sudah mereka

ketahui, bagaimana menyadari apa yang belum diketahui, dan bagaimana

mempelajari apa yang mereka butuhkan untuk diketahui. Hal ini akan

meningkatkan inisiatif dan sifat inovatif pada diri karyawan.

6. Perusahaan juga diharapkan mau memberikan kesempatan bagi karyawannya

untuk menunjukkan potensi yang dimiliki, menjalin hubungan yang baik di

antara sesama karyawan ataupun antara karyawan dengan pimpinannya, serta

untuk melakukan diskusi kelompok secara terbuka dan penuh kepercayaan.

Keadaan ini akan menciptakan suasana perasaan dihargai dalam diri karyawan

dan tentu akan menciptakan suasana organisasi pembelajaran yang baik.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 31: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

28

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P., Widiyanti, N. (1993). Psikologi dalam perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta.

Argyris, C., & Schön, D. (1977) Organizational learning: A theory of action perspective, Reading, Mass: Addison Wesley.

Ashford, S., Lee, C., & Bobko, P. (1989). Content, causes, and consequences of job insecurity: A theory-based measure and substantive test. Academy of Management Journal, 32 (4), 803-829.

Burchell, B.J. (1994). The effects of labour market position, job insecurity and

unemployment on psychological health. In Gallie, D, Marsh, C and Vogler, C (eds) Social Change and the Experience of Unemployment, Oxford: Oxford University Press.

Burchell, J.B. (1998). The unequal disstribution of job insecurity, 1966-1986.

Paper given relates to the CBR Research Programme on Corporate Governance, Contracts, and Incentives. Cambridge, June 1998.

Burke, Ronald. J. (2000). The organization in crisis: downsizing, restructuring,

and privatization. UK: Blackwell Publisher Ltd. Chaplin, J.P., (2001). Kamus lengkap psikologi. (edisi I, cetakan VII). Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada. Dale, M. (2003). Developing management skill (Terjemahan). Jakarta: PT.

Gramedia. Day, A., Peters, J., Race, P. (1995). 500 tips for developing a learning

organization. London: Kogan Page. Denton, D.K., Wisdom, B.L. (1991). The learning organization involves the entire

work force. Quality Progress.

Garrat, B. (2000). The learning organization. London: Herper Collins Publishers.

Gibson., Ivancevich., Donnely. (1998). Organizations : behavior, structure, processes. (9th ed.). Times Mirror Higher Education Group, Inc.

Grantham, C.E., & Nichols, L.D. (1993). The digital workplace: Designing

Groupware Platforms. New York: Van Nostrand Reinhold.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 32: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

29

Hartley J, Jacobson D, Klandermans B, Van Vuuren T. (1991). Job insecurity: coping with jobs at risk. London: Sage.

Hitt, M., Keats, B., Harback, H., & Nixon, R. (1994), ‘Rightsizing-building and

maintaining strategic leaderschip: a long-term competitiveness’, Organizational Dynamics, Vol. 23, pp. 18-32.

Hui, C. & Lee, C. (2000). Moderating effects of organization-based self-esteem

on organizational uncertainty: employee response relationships. Journal of Management, 26 (2), 215-232.

Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (edisi ke-5). Jakarta: Erlangga. Kinnunen, U., Mauno, S., Natti, J., & Happonen, M. (2000). Organizational

antecendents and outcomes of job insecurity: a longitudinal study in organizations in finland. Journal of Organizational Behaviour, 21 (4), 443.

Levine & Shefner. (1991). Fundamental of sensation & perception. Second

Edition. California: Brooks / Cole Publishing. Munandar, A.S. (2003). Learning organization dan penerapannya dalam dunia

usaha makalah seminar industri kolokium di makassar (Tidak Diterbitkan) Osland, Kolb, & Rubin. (2001). Organizational behaviour. an experimental

approach. 7th edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Pedler, M., Boydell, T., & Burgoyne, J. (1991). The learning company: a strategy

for sustainable development. McGraw-Hill. Pfeffer, M. 1996. The art to maintance human resources. New York: Mc.Graw

Hill Company. Prabowo, S. (2001). Mengapa seseorang bertahan dalam organisasi.

psikodimensia kajian ilmiah psikologi, Volume 1, No.2 hal. 111-117. Robbins, S. (2001). Organizational behaviour. 9th edition. New Jersey: Prentice

Hall International, Inc. Ruvio, A., & Rosenblatt, Z. (1999). Job insecurity among israeli schoolteachers

sectoral profiles and organizational implications. Journal of Educational Administration, 37 (2), 139.

Salim, E., Swassono,E.S, Swassono, Y., Abeng, T., Achir, A,C., & Sumampouw,

P.M. (1997). Manajemen dalam era globalisasi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009

Page 33: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA …3. Karakteristik personal pekerja (misalnya locus of control, self esteem) Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa kondisi

30

Schein, E.H. (1992). Organizational culture and leadership. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.

Senge, P.M. (1990). The fifth discipline: the art and practice of the learning

organization. Great Britain: Random House.

Smith, M.R. (1999). Insecurity in the labour market: the case of Canada since the second world war. Canadian Journal of Sociology, 24 (2), 193-224.

Standing, G. (1999). Global Labour Flexibility: Seeking Distributive Justice. London : Palgrave.

Tremblay D-G. (2002). Unemployment and Transformation of the Labour Market: Issues of Security and Insecurity. Paper given at The Social Determinants of Health Across the Life-Span Conference, Toronto, November 2002.

Tremblay D-G., Chevrier, C. (2002). La situation des femmes dans kes universités du Québec; une analyse statistique différencieé selon le genre. Montréal: Direction de la recherche.

Walgito, Bimo. (2001). Pengantar psikologi umum, edisi ketiga. Yogyakarta: Andi.

Wick, Calhoun, Leon, & Lu Stanton. (1993). The learning edge. McGraw-Hill. Yuwono, I., Suhariadi, F., Handoyo, S., Fajrianthi, Muhammad, B.S., Septarini,

B.G. (2005). Psikologi industri dan organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Ferry Novliadi : Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Pembelajar Dengan Job Insecurity Pada Karyawan, 2009 USU e-Repository © 2009