Faktor2 pilih kb revisi.docx

10
Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Pemilihan Metode Keluarga Berencana (KB) 1. Faktor usia ibu Berdasarkan penelitian di Kabupaten Karanganyar oleh Sari dan Utami didapatkan bahwa responden penelitian terbanyak pada usia 31-40 tahun sebanyak 27 responden (67,5%), kemudian umur 20-30 tahun sebanyak 13 responden (32,5%). Pada penelitian Hobungan Karakteristik Ibu (usia, pendidikan dan paritas) Dengan Pemilihan Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Sukodono Sidoarjo, kebanyakan ibu berusia lebih dari 30 tahun dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-30 tahun. Hal ini kemungkinan dikarenakan ibu-ibu kelompok usia lebih daripada 30 tahun sudah tidak menginginkan atau menambah jumlah keluarga lagi sehingga mereka memilih menggunakan alat kontrasepsi sebagai untuk mendukung keinginannya. Ibu dengan usia 30 tahun lebih dianjurkan untuk tidak hamil lagi atau tidak punya anak lagi karena alasan medis, pilihan utama adalah kontrasepsi mantap. Pada kondisi darurat, kontap cocok dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan susuk KB atau AKDR dan pil kurang dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek samping dan komplikasi. Amirul A. Hobungan Karakteristik Ibu (usia, pendidikan dan paritas) Dengan Pemilihan Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Sukodono Sidoarjo. Vol. 1, No, 1, September 2008 . 2. Jumlah Anak Yang Hidup

Transcript of Faktor2 pilih kb revisi.docx

Page 1: Faktor2 pilih kb revisi.docx

Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Pemilihan Metode Keluarga Berencana (KB)

1. Faktor usia ibu

Berdasarkan penelitian di Kabupaten Karanganyar oleh Sari dan Utami didapatkan bahwa

responden penelitian terbanyak pada usia 31-40 tahun sebanyak 27 responden (67,5%),

kemudian umur 20-30 tahun sebanyak 13 responden (32,5%).

Pada penelitian Hobungan Karakteristik Ibu (usia, pendidikan dan paritas) Dengan

Pemilihan Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Sukodono Sidoarjo, kebanyakan ibu berusia

lebih dari 30 tahun dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-30 tahun. Hal ini

kemungkinan dikarenakan ibu-ibu kelompok usia lebih daripada 30 tahun sudah tidak

menginginkan atau menambah jumlah keluarga lagi sehingga mereka memilih

menggunakan alat kontrasepsi sebagai untuk mendukung keinginannya. Ibu dengan usia

30 tahun lebih dianjurkan untuk tidak hamil lagi atau tidak punya anak lagi karena alasan

medis, pilihan utama adalah kontrasepsi mantap. Pada kondisi darurat, kontap cocok

dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan susuk KB atau AKDR dan pil kurang

dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek

samping dan komplikasi. Amirul A. Hobungan Karakteristik Ibu (usia, pendidikan dan paritas) Dengan Pemilihan Kontrasepsi Suntik Di

Puskesmas Sukodono Sidoarjo. Vol. 1, No, 1, September 2008.

2. Jumlah Anak Yang Hidup

Jumlah anak yang dimiliki, paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian matemal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal.

Risiko pada paritas I dapat ditangani dengan asuhan obscetri lebih baik, sedangkan risiko

pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dcngan keluarga bereneana yang salah

satunya menggunalcan kontrasepsi mantap yaitu vasektomi dan tubekcomi.

(Wiknjosano.1999) Hasil penelitian Pranita (2002) menyatakan terdapat hubungan

bermakna antara jumlah anak masih hidup dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Dengan

interpretasi bahwa responden yang mempunyai anak kurang dari 3 orang yang masih

hidup mempunyai peluang 7,5 kali lebih tinggi untuk memilih non kontap(kontrasepsi

mantap) dibandingkan dengan responden yang mempunyai anak masih hidup lebih dari

sama dengan 3 orang. Noor (2002) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara

jumlah anak yang masih hidup dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Akseptor KB yang

Page 2: Faktor2 pilih kb revisi.docx

mempunyai anak lebih dari 3 orang cenderung lebih banyak menggunakan

kontap(kontrasepsi mantap) dibandingkan dengan anak hidup sebanyak 2 atau kurang.

Hasil penelitian Purwoko (2000) dalam Ekarini (2008) jumlah anak hidup mempengaruhi

pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pada

pasangan dengan jumlah anak hidup masih sedikit terdapat kecenderungan untuk

menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas rendah, sedangkan pada pasangan

dengan jumlah anak hidup banyak terdapat kecenderungan menggunakan metode

kontrasepsi dengan efektivitas tinggi. Hasil penelitian Yusuf (2001) rnenyatakan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara proporsi penggunaan MKJP dengan kelompok

responden yang memiliki jumlah anak hidup yang kecil dengan kelompok responden yang

memiliki jumlah anak yang lebih besar. Responden yang memiliki jumlah anak > 2 orang

mempunyai kemungkinan 20x lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan

dengan ibu yang mempunyai anak kurang dari 2 orang. Menurut BKKBN (1999) dalam

Amiranty (2003), umur dan jumlah anak yang pemah dilahirkan seorang wanita akan

mempengaruhi tingkat pemakaian kontrasepsi. Wanita dengan umur tinggi yang pada

umumnya mempunyai anak lebih banyak akan cenderung memakai kontrasepsi, terutama

untuk membatasi kelahiran. Sebaliknya pemakaian kontrasepsi pada wanita muda yang

belum mempunyai anak atau yang baru mempunyai anak daIam jumlah sedikit cenderung

ditujukan uniuk menjarangkan dan atau menunda kehamilan. Fienalia RA. Faktor-faktor yang berhubungan

dengan penggunaan jangka panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesma Pancoran Mas Kota Depok tahun 2011. FKUI. Januari 2012.

3. Faktor pendidikan dan Pengetahuan

Berdasarkan penelitian di Kecamatan Jatirogo oleh Maiharti dan Kuspriyanto

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rendah sebanyak 13 orang (13%) responden yang

menggunakan metode kontrasepsi. Sedangkan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 45

orang (45%) responden yang menggunakan metode kontrasepsi.

Berdasarkan hasil uji chi-square tingkat pendidikan Kecamatan Jatirogo memiliki nilai p

= 0,000 < 0,05 maka H0 dan H1 diterima ditolak artinya ada hubungan yang signifikan

antara tingkat pendidikan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS di Kecamatan

Jatirogo karena tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi

seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk perannya dalam program KB. Pendapat

dari Broewer (1993) menyatakan bahwa faktor pendidikan seseorang sangat menentukan

Page 3: Faktor2 pilih kb revisi.docx

dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi daripada seseorang yang

berpendidikan rendah.

Pada penelitian ini, faktor pendidikan memiliki hubungan paling signifikan dengan

penggunaan metode kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu dengan nilai α = 0,05

adalah tingkat pengetahuan pasangan usia subur dengan p = 0,000. Berdasarkan hasil

analisis Regresi Logistik Berganda diperoleh variabel yang memiliki hubungan paling

signifikan dengan penggunaan metode kontrasepsi di Kecamatan Jenu adalah variabel

pengetahuan. Hal ini dikarenakan pasangan usia subur di Kecamatan Jenu yang memiliki

pengetahuan tinggi mempengaruhi persepsi mereka tentang kontrasepsi. Tingkat

pengetahuan PUS akan mempengaruhi penerimaan program KB pada PUS. Studi yang

dilakukan oleh Anne R Pebley dan James W Breckett (1982) menemukan bahwa ”Sekali

wanita mengetahui tentang pelayanan kontrasepsi, perbedaan jarak dan waktu bukanlah

hal yang penting dalam menggunakan kontrasepsi, dan mempunyai hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan metode kontrasepsi yang digunakan. HUBUNGAN TINGKAT

PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI PADA PUS DI KECAMATAN JENU

DAN KECAMATAN JATIROGO KABUPATEN TUBAN. Rinda Ika Maiharti ,Kuspriyanto. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. 2012.

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan

mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang berpendidikan

akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan

pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan

kesejahteraan keluarga. Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan

pemakaian jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai

kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan

mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai

kontrasepsi, meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan

dan juga kemampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat

kontrasepsi. Menurut BKKBN dalam Kusurnaningrunt pendidikan merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya

sesuatu hal termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang

berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan

tata cara kehidupan baru. Purwoko (2000) dalam Ekarini (2008), mengemukakan

pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap

tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon

Page 4: Faktor2 pilih kb revisi.docx

yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih

terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. la juga lebih dapat menyesuaikan diri

terhadap perubahan-perubahan sosial secara langsung maupun tidak langsung dalam hal

Keluarga Berencana (KB) karena pengetahuan KB secara umum diajarkan pada

pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan

keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB,

makin besar pasangan suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk

melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi

mereka yang mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.

Penelitian yang dilakukan Ananta (1992) menyatakan bahwa tingkat pendidikan lebih baik

mempunyai hubungan yang positif dengan lama masa menggunakan kontrasepsi. Hasil

penelitian Yusuf (2001) menyatakan bahwa ada hubungan antara proporsi penggunaan

MKJP oleh responden yang berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi. Ibu yang

berpendidikan tinggi mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk menggunakan

kontrasepsi MKJP dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Fienalia RA. Faktor-faktor

yang berhubungan dengan penggunaan jangka panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesma Pancoran Mas Kota Depok tahun 2011. FKUI. Januari 2012.

4. Pekerjaan Ibu

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN status pekerjaan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap pemakaian kontrasepsi besar kemungkinan wanita yang bekerja akan

lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB dan lebih mengetahui berbagai metode

kontrasepsi dari wanita yang tidak bekerja. Hasil penelitian Pranita (2002) menyatakan

terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi mantap.

Responden yang tidak bekerja mempunyai peluang 1,9 kali lebih tinggi untuk memilih non

kontrasepsi mantap dibandingkan dengan responden yang bekerja. Amiranty (2013)

menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara status pekerjaan dengan

penggunaan MKJP. lbu yang bekerja memiliki peluang sebesar 2 kali untuk mernakai

MKJP dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Fienalia RA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan

penggunaan jangka panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok tahun 2011. FKUI. Januari 2012.

Berdasarkan suatu penelitian di Kota Semarang, menurut kriteria statistic dalam analisis

logit binary, variabel status kerja ini mempunyai nilai statistik Wald sebesar 0,619 dan

nilai koefisien sebesar negatif 0,2178825 dan tidak signifikan secara statistic (p-value =

0,434). Sesuai hipotesis yang dibangun, koefisien status kerja semestinya positif. Artinya

apabila seseorang bekerja produktif dengan maksud untuk membantu mencari nafkah bagi

Page 5: Faktor2 pilih kb revisi.docx

keluarga mestinya probabilitas permintaan kontrasepsi modem juga akan semakin besar.

Namun temuan hasil penelitian justru menunjukkan kondisi yang sebaliknya, dimana

responden yang berstatus kerja memutuskan untuk tidak menggunakan kontrasepsi. Ada

kemungkinan kecenderungan ini dikarenakan responden yang bekerja sudah memiliki

pengetahuan dan pemahaman akan side effect yang mungkin akan muncul dengan

pemakaian kontrasepsi.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kontrasepsi di Kota Semarang . Dinamika Pembangunan, Vol. 2 No. 1 / Juli 2005 : 40 – 56

5. Pendapatan

Berdasarkan penelitian di Kecamatan Jenu oleh Maiharti dan Kuspriyanto menunjukkan

bahwa pendapatan rendah sebanyak 15 orang (15%) responden yang menggunakan

metode kontrasepsi. Sedangkan pendapatan tinggi sebanyak 26 orang (26%)responden

yang menggunakan metode kontrasepsI. Berdasarkan hasil uji chi-square dapat diketahui

bahwa tingkat pendapatan Kecamatan Jenu memiliki nilai p = 0,004 < α sehingga

H0ditolak dan H1 diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat

pendapatan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu.Rinda Ika Maiharti ,Kuspriyanto.Hubungan tingkat pengetahuan, pendidikan, tingkat pengetahuan, dan pendapatan dengan metode konrrasepsi pada

pasangan usia subur di Kecamatan Jenu dan Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. 2012.

Menurut kriteria statistik dari hasil estimasi yang telah dilakukan dalam penelitian

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kontrasepsi di Kota Semarang ,

pendapatan rata-rata keluarga per bulan mempunyai nilai statistik Wald sebesar 4,965 dan

nilai koefisien positif yang sebesar 0,0000010 dan signifikan pada taraf alpha 3 persen (p-

value = 0,026). Tanda positif di depan koefisien ini ternyata konsiten dengan hipotesis

yang telah ditetapkan. Ini memberikan indikasi bahwa semakin besar atau semakin tinggi

pendapatan rata-rata keluarga per bulan maka probabilitas permintaan kontrasepsi juga

semakin besar. Artinya semakin tinggi pendapatan keluarga per bulan maka kemampuan

ekonomi atau daya beli efektif responden terhadap jumlah kontrasepsi yang diminta akan

semakin besar pula. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kontrasepsi di Kota Semarang . Dinamika Pembangunan, Vol. 2

No. 1 / Juli 2005 : 40 – 56

6. Sikap

Sikap menunjukkan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau suka atau tidak

suka terhadap sesuatu. Dalam hal ini menyangkut alat kontrasepsi. Sikap responden

sangat berpengaruh terhadap alat kontrasepsi yang akan dipilih. Responden yang

memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu dapat disebabkan oleh kepercayaan positif

Page 6: Faktor2 pilih kb revisi.docx

yang dimiliki oleh responden. Begitupun sebaliknya, jika kepercayaan terhadap sesuatu

bersifat negatif, maka menimbulkan sikap yang negatif pula. Penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa hanya sedikit responden yang sangat setuju dengan

pernyataan kontrasepsi jangka panjang (spiral, implant/susuk, MOW) lebih efektif

daripada non-MKJP (suntik, pil, dan kondom wanita). Sikap negatif responden terhadap

jenis kontrasepsi MKJP disebabkan oleh pengetahuan responden yang tidak menyeluruh

mengenai KB, rasa takut, rasa tidak nyaman, dan adanya pengaruh orang lain yang

diketahui melalui cerita yang menyebabkan timbulnya sikap negatif terhadap alat

kontrasepsi MKJP. Sikap negatif mengenai MKJP ini kemudian menyebabkan

ketidakinginan responden untuk memilih jenis kontrasepsi MKJP. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arief di Kabupaten Lampung Tengah

yang menyatakan terdapat hubungan antara sikap dengan pemilihan alat kontrasepsi

(p=0,026).Anggraeni, Desiyana. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap terhadap Pemilihan Kontrasepsi pada Peserta Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang tahun 2004. Universitas Diponegoro. Januari 2010. Diunduh dari :

http://eprints.undip.ac.id/5486/