Faktor Penyebab Lemahnya Partisipasi Ibu-Ibu Dalam ...stisipwiduri.ac.id/File/N/Full/2431-JURNAL...

15
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 3 Faktor Penyebab Lemahnya Partisipasi Ibu-Ibu Dalam Penerapan Hasil Pelatihan Pembuatan Kompos dan Handicraft dari Sampah Rumah Tangga Yang Bernilai Jual di Kampung Sarimulya Desa Setu Kecamatan Setu Tangerang Selatan Oleh: MM Sri Dwiyantari *) Lilis Yulialis**) Abstract This research studied mothers participatories in a community empowerment program by trainning of skills dung process and handicraft making of household waste.. This research has been done at Sarimulya, Setu Village, Setu District, South Tangerang. The result showed that (1) Mothers participation at trainning to make the dung and handicraft was satisfied but their participationo in the aplication of their training skill not yet good, and (2) The cause factors that their less participation to implementation of result their training are (a) their motivation and will to improve their conditions are relatively low, (b) their grade formal education are relatively low, (c) the individual inisiative is low, (d) their communal initiative is low, and (e) lack of willingness from the local government and local community leaders. Among others the determinating factor is motivation and their will to improve their conditions is relatively low. To re-motivate the mothers trainees, it is recommended that: (1) It should be strengthened in a number of mothers to be driving the local community to implement the training. (2) It is necessary the development of soft skills training that better utilize local resources such as local produce or use family land, and (3) Because of the low formal education level of mothers Sarimulya trainee it is necessary to change their mindset first. This can be done with a simple method such as mothers invited a comparative study to see real examples of small businesses that are capable of supporting the socio-economic life of the family that mothers are motivated to apply training results, and (4) It is required the presence of a companion who can facilitate the marketing of its products, in order to mothers are motivated to apply the training. Keywords: participation, empowerment, mothers, motivation. Abstrak Penelitian ini mengkaji tentang partisipasi ibu-ibu dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan ketrampilan pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos dan handicraft yang bernilai jual. Penelitian ini dilakukan di Kampung Sarimulya, Desa Setu Kecamatan Setu, Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Partisipasi ibu-ibu dalam pelatihan pembuatan kompos dan handicraft adalah baik, namun partisipasinya dalam menerapkan hasil pelatihan belum baik, dan (2) Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya partisipasi ibu-ibu dalam dalam menerapkan hasil pelatihan yaitu (a) kemauan dan kemampuan dari warga untuk memperbaiki kondisinya atas kekuatan sendiri relatif kurang, (b) tingkat pendidikan formal dari peserta didik yang relatif rendah, (c) prakarsa perseorangan kurang, (d) prakarsa masyarakat sebagai satu tim kerja kurang, dan (e) kurangnya kemauan dari pemerintah lokal dan tokoh masyarakat setempat. Dari faktor-faktor tersebut, faktor penentunya adalah lemahnya kemauan untuk memperbaiki kondisi atas kekuatan sendiri. Untuk membangkitkan semangat kembali ibu-ibu peserta pelatihan direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) Perlu penguatan pada sejumlah ibu yang dapat menjadi penggerak komunitas setempat untuk menerapkan hasil pelatihan, (2) Perlu pengembangan pelatihan soft skill yang lebih memanfaatkan sumber- sumber setempat seperti hasil bumi setempat atau pemanfaatan lahan keluarga, dan (3) Mengingat tingkat pendidikan formal ibu-ibu peserta pelatihan di Sarimulya yang relatif rendah maka diperlukan terlebih

Transcript of Faktor Penyebab Lemahnya Partisipasi Ibu-Ibu Dalam ...stisipwiduri.ac.id/File/N/Full/2431-JURNAL...

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 3

Faktor Penyebab Lemahnya Partisipasi Ibu-Ibu Dalam Penerapan Hasil Pelatihan Pembuatan Kompos dan Handicraft dari Sampah Rumah Tangga Yang Bernilai Jual

di Kampung Sarimulya Desa Setu Kecamatan Setu Tangerang Selatan

Oleh: MM Sri Dwiyantari *) Lilis Yulialis**)

Abstract This research studied mothers participatories in a community empowerment program by trainning of skills dung process and handicraft making of household waste.. This research has been done at Sarimulya, Setu Village, Setu District, South Tangerang. The result showed that (1) Mothers participation at trainning to make the dung and handicraft was satisfied but their participationo in the aplication of their training skill not yet good, and (2) The cause factors that their less participation to implementation of result their training are (a) their motivation and will to improve their conditions are relatively low, (b) their grade formal education are relatively low, (c) the individual inisiative is low, (d) their communal initiative is low, and (e) lack of willingness from the local government and local community leaders. Among others the determinating factor is motivation and their will to improve their conditions is relatively low. To re-motivate the mothers trainees, it is recommended that: (1) It should be strengthened in a number of mothers to be driving the local community to implement the training. (2) It is necessary the development of soft skills training that better utilize local resources such as local produce or use family land, and (3) Because of the low formal education level of mothers Sarimulya trainee it is necessary to change their mindset first. This can be done with a simple method such as mothers invited a comparative study to see real examples of small businesses that are capable of supporting the socio-economic life of the family that mothers are motivated to apply training results, and (4) It is required the presence of a companion who can facilitate the marketing of its products, in order to mothers are motivated to apply the training. Keywords: participation, empowerment, mothers, motivation.

Abstrak Penelitian ini mengkaji tentang partisipasi ibu-ibu dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan ketrampilan pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos dan handicraft yang bernilai jual. Penelitian ini dilakukan di Kampung Sarimulya, Desa Setu Kecamatan Setu, Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Partisipasi ibu-ibu dalam pelatihan pembuatan kompos dan handicraft adalah baik, namun partisipasinya dalam menerapkan hasil pelatihan belum baik, dan (2) Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya partisipasi ibu-ibu dalam dalam menerapkan hasil pelatihan yaitu (a) kemauan dan kemampuan dari warga untuk memperbaiki kondisinya atas kekuatan sendiri relatif kurang, (b) tingkat pendidikan formal dari peserta didik yang relatif rendah, (c) prakarsa perseorangan kurang, (d) prakarsa masyarakat sebagai satu tim kerja kurang, dan (e) kurangnya kemauan dari pemerintah lokal dan tokoh masyarakat setempat. Dari faktor-faktor tersebut, faktor penentunya adalah lemahnya kemauan untuk memperbaiki kondisi atas kekuatan sendiri. Untuk membangkitkan semangat kembali ibu-ibu peserta pelatihan direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) Perlu penguatan pada sejumlah ibu yang dapat menjadi penggerak komunitas setempat untuk menerapkan hasil pelatihan, (2) Perlu pengembangan pelatihan soft skill yang lebih memanfaatkan sumber-sumber setempat seperti hasil bumi setempat atau pemanfaatan lahan keluarga, dan (3) Mengingat tingkat pendidikan formal ibu-ibu peserta pelatihan di Sarimulya yang relatif rendah maka diperlukan terlebih

4 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

dahulu mengubah pola pikirnya. Hal ini dapat dilakukan dengan metode yang sederhana misalnya ibu-ibu diajak studi banding melihat contoh nyata usaha kecil yang mampu mendukung kehidupan sosial ekonomi keluarga agar para ibu termotivasi untuk menerapkan hasil pelatihan, dan (4) Diperlukan hadirnya pendamping yang dapat memfasilitasi pemasaran produknya, agar ibu-ibu termotivasi untuk menerapkan hasil pelatihan. Kata kunci: partisipasi, pemberdayaan, ibu-ibu, motivasi 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Masyarakat Kampung Sarimulya, Desa Setu, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan merupakan komunitas yang tinggal di wilayah pinggiran bagian selatan kota baru Tangerang Selatan. Daerah ini bersebelahan dengan kawasan Puspiptek Serpong dan kawasan baru Bumi Serpong Damai yang sebagian besar penduduknya adalah pendatang dengan latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang bervariasi termasuk latar belakang pendidikannya yang bervariasi dari SD hingga S-3. Namun demikian, warga Sarimulya asli adalah penduduk dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang relatif rendah. Sebagian besar penduduk aslinya berpendidikan rata-rata SLTP dan memiliki pekerjaan subsisten (pekerjaan sederhana). Hal ini yang menyebabkan kemiskinan yang mereka alami tak kunjung berakhir. Melihat kondisi ini, sebuah lembaga pelayanan sosial tergerak untuk menyelenggarakan pelatihan pembuatan kompos organik dan handicraft dengan bahan sampah rumah tangga, dengan tujuan untuk penguatan keluarga-keluarga khususnya untuk peningkatan ekonomi keluarga. Pelatihan untuk penguatan (”pemberdayaan”) tersebut dikemas dalam bentuk ”Pelatihan Pembuatan Kompos dan Handicraft dari Sampah Rumah Tangga yang Bernilai Jual” yang diselenggarakan tanggal 15 Agustus-29 Oktober 2009. Meskipun demikian, setelah pelatihan berjalan kurang lebih 3 (tiga) bulan peserta belajar tersebut tidak menerapkan hasil pelatihannya. Dengan demikian dapat dikatakan tujuan akhir dari penyelenggaraan pelatihan ini belum tercapai secara maksimal

Oleh karena itu perlu dicari tahu faktor penyebab persoalan tersebut dan solusi yang dapat dilakukan agar proses pemberdayaan melalui pelatihan tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal. 1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

a. Bagaimana partisipasi ibu-ibu dalam program pelatihan pembuatan kompos dan handicraft dari sampah rumah tangga?

b. Bagaimana partisipasinya dalam menerapkan hasil pelatihan?

c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi lemahnya partisipasi ibu-ibu dalam penerapan hasil pelatihan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan: a. Mendeskripsikan partisipasi ibu-ibu dalam

program pemberdayaan yaitu melalui pelatihan pembuatan pupuk organik dan pembuatan handicraft dari sampah rumah tangga yang bernilai jual.

b. Mendeskripsikan partisipasi ibu-ibu dalam penerapan hasil pelatihan.

c. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi lemahnya partisipasi ibu-ibu dalam menerapkan hasil pelatihan pembuatan pupuk organik dan handicraft dari sampah rumah tangga tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: a. Manfaat akademik Penelitian ini dapat memperkaya pengetahuaan

dalam bidang Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (Community Organization and Community Development) dimana melalui penelitian ini diperoleh informasi mengenai tidak mudahnya mendorong warga masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pemberdayaan bagi warga, kendati upaya itu diperuntukkan bagi mereka sendiri. Maka hasil penelitian ini menjadi bahan pembelajaran bagi sivitas akademika khususnya yang mempelajari matakuliah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat.

b. Manfaat praktis

1). Bagi penggerak program pengembangan masyarakat.

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 5

Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat untuk perbaikan metode pendekatannya sehingga pelaksanaan program sungguh dapat melibatkan warga setempat dan keberlanjutan program dapat terjamin

2). Bagi pengambil keputusan, khususnya bagi pendamping masyarakat di lingkungan Pemda Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembilan keputusan untuk pemberdayaan masyarakat Kampung Sarimulya yang de facto masih tertinggal dibanding daerah lain di wilayah Tangerang Selatan.

1.5. Kerangka Teoritis a. Persoalan kemiskinan dan pentingnya

partisipasi dalam pemberdayaan masyarakat. Kemiskinan merupakan salah satu problem

sosial yang serius di masyarakat kita, disamping problem-problem sosial yang lain. Kriteria penduduk miskin di Indonesia antara lain dikemukakan oleh Gilarso, T (1994:173) yaitu: keluarga mempunyai anggota rumah tangga yang banyak, tingkat pendidikan kepala dan anggota rumah tangga yang sangat rendah, tidak mempunyai pekerjaan tetap dan berupah rendah, pengeluaran terbesar untuk kebutuhan pangan dan penghasilan utamanya dari sektor primer yaitu pertanian atau perikanan. Mereka ini tergolong kelompok yang tidak akan mampu hidup dengan berkecukupan dalam soal sandang dan pangan, maka dinilai belum dapat hidup layak sebagai manusia. Indikator lain adalah dari BPS (Badan Pusat Statistik). Garis kemiskinan menurut BPS adalah sejumlah uang yang diperlukan oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan makan yang setara dengan 2100 kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transpotasi dan aneka barang/jasa lainnya. Individu yang pengeluarannya lebih rendah dari garis kemiskinan disebut penduduk miskin, yang terdiri dari penduduk tidak fakir dan penduduk fakir miskin. Menurut data BPS Maret 2011, saat ini kemiskinan di Indonesia masih melanda 30,02 (tiga puluh koma nol dua) juta jiwa atau 12,49% penduduk Indonesia (www.bps.go.id )

Terdapat tiga jenis kemiskinan yaitu: 1). Kemiskinan absolut

Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkrit (a fixed yardstick). Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan, dan papan). Karena ukurannya dipastikan maka konsep kemiskinan ini mengenal garis batas kemiskinan.

2). Kemiskinan relatif Kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan

the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Konsep kemiskinan ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan (in terms of judgment) anggota masyarakat tertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup.

3). Kemiskinan subyektif Konsep kemiskinan subyektif dirumuskan

berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick dan tidak memperhitungkan the idea of relative standard. Berbagai dimensi mengenai orang yang

dikategorikan mengalami kemiskinan sebagaimana dilansir dalam agroterpadu.blogspot.com Desember 2009 yaitu: 1). Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

dasar (pangan, sandang, dan perumahan). 2). Aksesibilitas ekonomi yang rendah

terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi).

3). Lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital.

4). Rentan terhadap goncangan faktor eksternal yang bersifat individual maupun massal.

5). Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan penguasaan sumber daya alam.

6). Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

7). Terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan.

8). Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9). Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan secara sosial.

6 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin sebagaimana dikemukakan oleh Emil Salim (1980) meliputi: 1). Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi

sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja dan keterampilan.

2). Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah 3). Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri

dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setangah menganggur atau menganggur (tidak bekerja)

4). Kebanyakan berada diperdesaan atau daerah tertentu di perkotaan (slum area) dan

5). Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup): bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi dan kesejahteraan sosial lainnya

Dampak kemiskinan: Berbagai masalah sosial dapat muncul akibat kemiskinan tersebut. Antara lain keterlantaran, ketunaan, kecacatan, penyimpangan moral dan tingkah laku, kebodohan, penyakit/ tidak sehat dan lain-lain yang dapat menghambat pembangunan nasional. Oleh karena itu, begitu pentingnya penanganan kemiskinan agar masyarakat terentas dari masalah tersebut. Memang selama ini telah banyak program penanganan kemiskinan, namun demikian jumlah penduduk miskin juga tidak habis-habisnya. Pemberdayaan masyarakat untuk pengatasan kemiskinan: Sunyoto (1998:133) mengemukakan masalah lain yang terkait erat dengan kemiskinan adalah sindrom inertia (lamban dan statis) sebagai akibat dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Disinilah diperlukan penguatan (pemberdayaan) agar mereka mampu bergerak cepat dan aktif. Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari empowerment, yang secara harfiah bisa diartikan sebagai “pemberkuasaan” dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Robert Chambers dalam Huraerah (2008:95), seorang ahli yang pemikiran dan penelitiannya banyak dicurahkan untuk kepentingan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah

konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yaitu yang bersifat “people centered, participatory, empowering and sustainable”.

b. Pentingnya partisipasi dalam pemberdayaan

masyarakat Mubyarto (1993) dalam Huraerah (1998:

110) mengemukakan bahwa partisipasi adalah tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan dimana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Pengertian partisipasi lebih banyak dihubungkan dengan keikutsertaan dalam suatu kegiatan, program atau masalah-masalah yang berkaitan dengan pembangunan. Dengan demikian, partisipasi mengandung pengertian aktif yaitu adanya kegiatan atau aktivitas. Suparlan (1983:16) mengemukakan bahwa partisipasi sebagai pengambilbagian dalam suatu kegiatan tertentu dari golongan masyarakat dan tunduk sepenuhnya kepada pola-pola kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan menurut Oetary (1995:97), partisipasi masyarakat mempunyai arti yang penting untuk terjadinya perbaikan dalam masyarakat. Ia mengemukakan sebagai berikut:

Partisipasi masyarakat merupakan unsur yang sangat mendasar dalam dalam pengembangan masyarakat, karena suatu usaha perbaikan yang terjadi dalam masyarakat tanpa adanya partisipasi masyarakat maka tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Partisipasi masyarakat ini sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain dari itu, partisipasi juga digunakan sebagai proses dari pengembangan masyarakat yang digunakan untuk memperbaiki kondisi atas prakarsa masyarakat.

Pincus dan Minahan dalam Soetarso

(1977:26) mengemukakan bahwa ciri khas utama masyarakat demokratis adalah realisasi sepenuhnya potensi setiap individu dan pelaksanaan tanggung jawab sosialnya melalui partisipasi aktif di dalam masyarakat.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 7

sikap atau tindakan yang disengaja oleh orang-orang untuk ikut terlibat dalam suatu kegiatan dengan mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan untuk mendukung terlaksanakannya kegiatan tersebut. Di sini tampak jelas bahwa motivasi seseorang untuk berpartisipasi secara aktif dalam suatu kegiatan tertentu dan memberi perhatian pada masalah yang terjadi disekitarnya adalah tanpa paksaan melainkan atas dorongan atau motivasi dari dalam diri yang bersangkutan.

Berkaitan dengan ada tidaknya paksaan dalam hal berpatisipasi tersebut, Sulaiman (1980:4) memberi pendapat yang senada. Ia mengatakan bahwa partisipai adalah keterlibatan seluruh masyarakat secara inklusif di dalam proses pembuatan keputusan penyusunan perencanaan suatu kegiatan untuk kepentingan bersama secara musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian, paartisipasi masyarakat lebih banyak menekankan anggota masyarakatnya untuk merasa mempunyai kewajiban untuk terlibat secara aktif terhadap suatu kegiatan yang berlangsung dalam masyarakat.

Dalam konteks pengembangan masyarakat, partisipasi dinyatakan sebagai motor penggerak proses perubahan sosial berencana. dalam konteks ini partisipasi menurut Cary (1970) dalam Iskandar (1994: 75) mengarah pada kecenderungan sebagai berikut: 1. Penentuan tujuan yang bertahap 2. Swadaya dan pengembangan kekuatan,

prakarsa, tanggung jawab dan kepercayaan atas kemampuan sendiri dari masyarakat sebagai kesatuan dan sebagai subyek pembangunan

3. Demokratisiasi proses dan hubungan-hubungan sosial didalam masyarakat

4. Ke arah pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiataan secara terkoordinasi, terintegrasi dan tersinkronisasi, konsisten mengarah kepada tujuan yang telah diputuskan.

c. Faktor-faktor dalam partisipasi

Menurut Sulaeman (1990:9), faktor dasar yang harus diperhatikan agar masyarakat bersedia berpartisipasi adalah: 1. Kepercayaan diri sendiri 2. Solidaritas dan integritas sosial masyarakaat 3. Tanggung jawab sosial dan komitmen

masyarakat

4. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan diri sendiri

5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima

6. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan bukan yang bersifat umum.

d. Bentuk partisipasi

Terdapat beberapa pandangan mengenai bentuk-bentuk partisipasi. Salah satunya dikemukakan oleh Sulaiman(1985) dalam Huraerah (2008: 117), bahwa bentuk-bentuk partisipasi sosial dibagi dalam 5 (lima) macam yaitu: 1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama

secara fisik dan tatap muka 2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau

barang dalam kegiatan partisipatori, dana, dan sarana

3. Partisipasi dalam bentuk dukungan 4. Partisipasi dalam proses pengambilan

keputusan 5. Partisipasi representatif dengan memberikan

kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia Adapun penggolongan partisipasi

berdasarkan derajat kesukarelaannya, dapat dibedakan menjadi: 1. Partisipasi spontan yaitu terjadi jika

seseorang individu mulai berpartisipasi berdasarkan keyakinan tanpa dipengaruhi melalui penyuluhan atau ajakan oleh lembaga lembaga atau orang lain.

2. Partisipasi terbujuk, yaitu partisipasi yang terjadi apabila individu mulai berpartisipasi setelah diyakinkan oleh pihak lain melalui penyuluhan atau dengan cara lain sehingga orang tersebut secara sukarela berpartisipasi dalam kelompok. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa

seseorang dapat berpartisipasi melalui berbagai bentuk, sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam hal ini seharusnya partisipasi itu dilakukan dengan sukarela, bukan karena paksaan atau hukuman atau peraturan. Namun demikian, sering terjadi di masyarakat mereka mau berpartisipasi dalam program-program pembangunan setelah adanya paksaan dari lingkungannya.

Terkait dengan situasi seseorang agar seseorang mau berpartisipasi, sebelum

8 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

seseorang berpartisipasi orang tersebut harus memiliki berbagai kesadaran dalam diri mereka, yaitu: 1. Kesadaran bahwa situasi sekarang ini tidak

memuaskan dan dapat atau harus diperbaiki 2. Kesadaran bahwa situasi sekarang dapat

diubah dan diperbaiki melalui kegiatan manusia

3. Merasa dapat dan harus berpartisipasi dalam kegiatan tersebut

4. Kesadaran untuk dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dan disertai dengan adanya rasa percaya diri. Keempat situasi tersebut diatas ikut

mempengaruhi apakah seseorang akan berpartisipasi atau tidak dan dalam hal ini akan terkait dengan kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam berpartisipasi yang melibatkan orang itu menjadi bagian dari masyarakat tersebut atau bagian dari kelompok tersebut.

e. Tipe-tipe partisipasi Partisipasi yang dilakukan oleh individu,

kelompok maupun masyarakat memiliki berbagai tipe. Stuart Chapain (1939) dalam Iskandar (1994:79) mencatat ada 5 (lima) aspek yang terkait dengan tipe partisipasi sosial yaitu dari tingkatan yang rendah hingga ke tingkatan yang tertinggi, yang meliputi: 1. Keanggotaan seseorang dalam organisasi

atau kelompok atau kegiatan sosial 2. Frekuensi dan intensitas kehadiran

seseorang dalam berbagai pertemuan masyarakat

3. Frekuensi dan intensitas seseorang dalam memberikan sumbangan danaaa dan keuangan bagi kepentingan masyarakaat bersama

4. Keanggotaan seseorang dalam berbagai kepanitiaan yang dibentuk dalam masyarakat

5. Posisi kepemimpinan seseorang dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat

Sedangkan menurut Sanders (1958) dalam

Iskandar (1994:79) mengidentifikasi ada 4 (empat) tipe fungsionaris dalam kegiatan pembangunan masyarakat, yaitu orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembangunan. Mereka itu adalah: 1. Pemimpin-pemimpin masyarakat lokal

(setempat) yaitu mereka yang mengerti, memahami dan mendarma baktikan energi

dan waktunya untuk kegiatan pembangunan di masyarakat setempat

2. Kaum profesional setempat yang tinggal dan berasal dari masyarakat itu. Mereka ini boleh jadi seorang guru, pekerja sosial atau ahli pertanian

3. Kaum profesional yang berasal dari luar masyarakat. Mereka ini bertugas sementara dan menyelesaikan beberapa program tertentu, mereka ini bisa jadi seorang dokter, insinyur teknik perumahan dan lain sebagainya

4. Pekerja-pekerja pembangunan masyarakat serbaguna. Mereka ini adalah ahli dalam bidang pembangunan masyarakat dan diantaranya adalah pekerja sosial profesional.

1.5. Operasionalisasi Konsep

Yang dimaksud dengan partisipasi dalam penelitian ini ialah keterlibatan ibu-ibu peserta pelatihan dalam menjaga keberlanjutan program “Pelatihan Pembuatan Kompos Organik dan Handicraft”. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor-faktor partisipasi dalam hal ini adalah berbagai unsur yang berpengaruh terhadap partisipasi seseorang, yang menjadi pendorong atau alasan mengapa ibu-ibu tidak mau aktif menerapkan hasil pelatihan yaitu merealiasikannya dalam pembuatan kompos organik dan handicraft setelah mereka berlatih. Faktor berikut ini merupakan faktor penentu dalam partisipasi kegiatan: a. Kepercayaan diri sendiri b. Solidaritas dan integritas sosial masyarakaat c. Tanggung jawab sosial dan komitmen

masyarakat d. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah

atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan diri sendiri

e. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima

f. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan bukan yang bersifat umum.

2. Metodologi 2.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (pemerian), yang sebagimana dikemukakan oleh Nasir (1988: 63) adalah metode meneliti sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 9

penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan secara sistematis, faktual dan akurat mengnai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mencari fakta-fakta dan menginterpretasikan mengenai faktor penentu dari lemahnya ibu-ibu Sarimulya dalam menindaklanjuti hasil keikutsertaannya dalam pelatihan kompos organik dari sampah rumah tangga dan pelatihan handicraft-nya. Padahal melalui pelatihan yang telah diikuti telah terbukti bahwa kegiatan itu dapat membuat pembuangan sampah yang semula tidak baik untuk lingkungannya menjadi baik dan telah menghasilkan nilai tambah untuk untuk peningkatan penghasilan keluarga mereka.

2.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Semiawan dalam Moleong (2001:v) adalah:

Penelitian kualitatif bertitik tolak dari paradigma fenomenologis yang obyeknya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana dihayati oleh individu atau kelompok sosial tertentu dan relevan dengan tujuan dari penelitian ini. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001:3)

menjelaskan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

2.3. Informan penelitian

Informan penelitian ini terdiri dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses pendidikan yaitu: peserta didik sebagai informan utama, fasilitator dan ketua RT 01 dan RT 02, serta organizer. Sesuai dengan pendekatan penelitian yaitu pendekatan kualitatif, maka informan penelitian ini ditentukan dengan teknik snowball sampling (sampel bola salju). yaitu setelah diperoleh informan yang pertama, kemudian informan tersebut diminta menunjukkan informan berikutnya sampai dengan informasi yang diperlukan dinyatakan cukup. Jumlah informan adalah 7 orang.

Informan Penelitian

No. Unsur Jumlah Informan 01. Peserta didik 3 Zn, St,Sn 02. Fasilitator 1 Mh 03. Organizer 1 Ll 04. Ketua RT01,02 2 Am, Sg Jumlah: 7

2.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode:

a. Studi literatur (kepustakaan). Studi ini digunakan untuk mengmpulkan data sekunder. Data ini meliputi keadaan komunitas Kp Sarimulya. Untuk itu peneliti menggunakan Buku Profil Desa Setu dan Laporan Penyelenggaraan ”Pelatihan Ketrampilan Pengolahan Sampah Rumah Tangga Menjadi Kompos dan Handicraft Bernilai Jual” yang didalamnya terdapat data-data tentang komunitas warga Sarimulya.

b. In-depth interview (wawancara mendalam). Untuk wawancara mendalam digunakan pedoman wawanara yang bersifat terbuka. Pedoman wawancara terlampir pada laporan penelitian ini.

c. Observasi lapangan. Metode ini peneliti gunakan untuk melihat dari dekat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh ibu-ibu peserta didik dalam menerapkan hasil pendidikan yang telah diikuti selama 2 (dua) bulan. Hal ini untuk memperoleh bukti mengenai hasil wawancara.

2.5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menguji akurasi data dilakukan pendekatan dengan prinsip “triangulasi”, dimana kepada informan utama selain dilakukan interview juga diminta pendapatnya dan dilakukan pengamatan terhadap tindakan yang ia lakukan. Hal ini mengacu pada pendapat Mikkelsen (1999:96) yang menjelaskan: Triangulasi atau multi strategi adalah suatu metode untuk mengatasi masalah sebagai akibat dari kajian yang hanya mengandalkan satu teori saja, satu macam data dan satu metode penelitian saja. Dalam penelitian ini peneliti memanfaatkan triangulasi data.

2.6. Teknik Analisis Data a. Mengingat jenis penelitian ini adalah kualitatif,

teknik analisis yang digunakan juga bersifat kualitatif. Dalam analisis ini yang dicari adalah validitas substansinya, bukan validitas metodologisnya, bukan hipotesis, tetapi evidence (tanda, bukti). Maka dalam analisis dilakukan terhadap data yang bersifat naratif yang disertai bukti-bukti. Analisis dilakukan sepanjang waktu pengumpulan data, bukan menunggu setelah selesai pengumpulan data, bahkan kesimpulan-kesimpulan final mungkin muncul tidak sampai pengumpulan data berakhir. Teknik ini digambarkan oleh Miles

10 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

(2001:20) sebagai model interaktif dalam analisis data kualitatif sebagai berikut:

Model Interaktif Penelitian Kualitatif

(Miles 2001:20)

b. Untuk memperkuat analisis data kualitatif

tersebut, terhadap beberapa sub variabel penelitian ini digunakan analisis kuantitatif: 1). Kriteria mengenai tingkat partisipasi:

(a). Jika tingkat drop out: 0 – 30% partisipasi baik, 31 – 65% partisipasi sedang, 66 – 100% partisipasi kurang.

(b). Tingkat kehadiran harian dalam pelatihan:

rata-rata 66-100% partisipasi baik, rata-rata 31-65% partisipasi sedang, rata-rata 0-30% partisipasi kurang.

2). Kriteria untuk tingkat partisipasi dalam penerapan hasil pelatihan:

Jika antara 0-30 % jumlah peserta menerapkan hasil pelatihan: partipasi lemah, jika 31-60% partisipasi sedang dan jika 61-100% partisipasi baik.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Deskripsi Daerah Penelitian A. Topografi Masyarakat Kampung Sarimulya Kampung Sarimulya merupakan sebuah

wilayah pedukuhan yang terletak disekitar daerah yang sedang berkembang. Kawasan terdekat dengan kampung ini adalah Kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) yang terdiri dari perkantoran dan perumahan yang luas total kawasan ini mencapai 700 hektar. Bahkan kampung ini bersebelahan dengan perumahan, tempat hunian pegawai Kementerian Riset dan Teknologi yang terdiri beberapa lembaga yaitu LIPI, BATAN, BPPT, Sarperdal dan pengelola kawasan. Disamping itu, kampung berdekatan dengan kawasan Bumi Serpong Damai, Pusat

Pergudangan Taman Tekno BSD, Perumahan Bukit, Dago, Teras Serpong, Puri Serpong, dan perumahan-perumahan lain di sekitarnya. Bahkan di dalam kampung ini sejak 1 tahun terakhir telah berdiri perumahan Setu Asri, Perkampungan ini juga tidak jauh dari pusat perdagangan yaitu Pasar Serpong, Pasar Modern Bukit Dago, Pasar Prumpung. Kondisi ini memberi peluang lapangan kerja bagi masyarakat Kampung Sarimulya. Alhasil para ibu dari Sarimulya sekitar 30% bekerja sebagai pembantu rumah tangga bagi keluarga-keluarga diberbagai kawasan tersebut.

Masyarakat Sarimulya terdiri dari 1 RW, 4 RT, dengan jumlah KK adalah 370 dan jumlah penduduk 1980 orang. Di komunitas ini terdapat berbagai lembaga yang meliputi lembaga ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan keagamaan yang terdiri dari: 1. Lembaga ekonomi meliputi kelompok arisan

yang hidup di masyarakat, dan bentuk arisannya adalah arisan untuk hajatan keluarga maksudnya adalah mereka berarisan dan yang mendapat adalah keluarga yang akan hajatan. Jadi biasanya mereka telah merencanakan kapan mendapat arisan itu, yang diatur tepat pada bulan keluarga tersebut melakukan hajatan. Di lingkungan ini juga terdapat banyak keluarga yang memiliki usaha pewarungan dan toko. Pewarungan adalah mereka yang berjualan sayuran dan bahan makan basah, sedangkan toko-toko berjualan sembako dan alat-alat listrik.

2. Lembaga sosial dan pendidikan. Di komunitas ini terdapat lembaga pelayanan sosial yaitu Yayasan Bina Cendikia Indonesia, yang sekaligus mengelola pendidikan formal. Juga terdapat TK, SD, SLTP Ibtidaiyah. Kedua lembaga ini melayani pendidikan bagi warga masyarakat setempat dan juga terbuka untuk masyarakat di luar kampung Sarimulya. Tidak jauh dari kampung ini terdapat sekolah negeri di perumahan Puspiptek.

3. Tidak jauh dari komunitas ini terdapat Balai Kesehatan Puspiptek yang berada di dalam kompleks perumahan Puspiptek. Di komunitas ini juga terdapat Posyandu yang

Penyajian data

Penarikan Kesimpulan/verifikasi

Pengumpulan data

Reduksi data

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 11

pelayannya dilakukan satu minggu satu kali yang melibatkan ibu-ibu kampung Sarimulya dan sebagian ibu-ibu Puspiptek.

4. Lembaga agama Warga Sarimulya terdiri dari pemeluk

agama Islam, Katolik, Kristen dan Budha dan yang mayoritas adalah pemeluk agama Islam. Setiap satu minggu satu kali ibu-ibu berkumpul melakukan pengajian melalui wadah ibu-ibu Masjid. Demikian pula bapak-bapak dan para remaja, yang melakukan kegiatannya sesuai dengan agama masing-masing.

B. Program Pendidikan Ketrampilan Pengolahan

Sampah Rumah tangga Menjadi Kompos dan Handicraft Bernilai Jual: 1. Penyelenggara

Lembaga penyelenggara pendidikan ketrampilan ini adalah Yayasan Bina Cendekia Indonesia, sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan di Kampung Sarimulya. Keberadaan lembaga ini sangat strategis untuk mendukung pembangunan masyarakat setempat mengingat secara kelembagaan dan personalia yayasan ini diterima dan akrab dengan warga setempat. Personalia lembaga ini mempunyai relasi dekat dengan masyarakat setempat. Struktur organisasi dan personalia yayasan tersebut terdiri dari Pendiri (3 orang), Pembina (1 orang), Pengawas (1 orang) dan Dewan Pengurus terdiri dari 7 orang. Dalam melaksanakan kegiatan, secara operasional yayasan tersebut menunjuk organisasi penyelenggaraan yang terdiri dari Ketua (1 orang), Sekretaris (1 orang), Bendahara (1 orang), Koordinator Pelatihan (1 orang), Koordinator Pengembangan Usaha (1 orang) dan Pengawas Lapangan (1 orang) serta Tenaga Ahli (2 orang). Keseluruhan struktur organisasi dan personalia Yayasan dan organisasi pelaksana kegiatan ini dapat dilihat dalam dokumen Laporan Kegiatan Pelatihan ini.Tangerang Selatan: 2010).

2. Program Pelatihan Keterampilan Penyelenggaraan program ini melibatkan masyarakat setempat, relawan yang terdiri dari ibu-ibu warga Puspiptek Blok VD dan melibatkan lembaga pelayanan setempat yaitu Yayasan Bina Cendekia Indonesia.

Program ini didanai dari Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Depdiknas Program tersebut dilaksanakan dalam rangka mendukung program Peningkatan Hidup Sehat dan peningkatan penghasilan keluarga dengan pelatihan pembuatan sampah rumah tangga menjadi pupuk organik dan kerajinan tangan yang bernilai jual yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan penghasilan keluarga. Program pelatihan berjalan lancar dan pada akhir bulan kedua warga setempat telah berhasil menjual pupuk organik yang telah dikemas dalam kantong-kantong plastik masing-masing berisi 5 (lima) kg pupuk, dengan harga jual Rp. 10.000 per kantong. Dalam waktu 2 bulan kelompok ini telah menghasilkan 25 kantong plastik pupuk organik. Hal itu menggambarkan bahwa warga masyarakat yang diharapkan terus-menerus mau terlibat (berpartisipasi) dalam kegiatan ini kurang berkembang. Di sisi lain, sebenarnya komunitas ini sangat beruntung karena komunitas ini berada di wilayah yang relatif berkembang, setidaknya berada tidak jauh dari kawasan Bumi Serpong Damai yang berkembang pesat. Disamping itu komunitas berdampingan dengan perumahan dan perkantoran Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) yang merupakan lembaga pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan suatu perumahan yang dihuni oleh warga yang berlatar belakang pendidikan dan pengetahuan yang boleh dikatakan memadai. Ironisnya, warga di Kampung Sarimulya ini lamban untuk diajak belajar hal-hal praktis sekalipun. a. Jenis pendidikan Pendidikan ini berupa pelatihan

keterampilan pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos dan kerajinan tangan sebagai upaya untuk meningkatkan ketrampilan fungsional perempuan

Pelatihan ini terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu: 1). Pelatihan Pengolahan Sampah Rumah

Tangga

12 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

2). Pelatihan ketrampilan pembuatan kerajinan tangan (handicraft) dari sampah rumah tangga

b. Tujuan pelatihan adalah: Secara umum tujuan program pelatihan

ketrampilan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan fungsional ibu-ibu warga Kampung Sarimulya, Desa Setu, Kota Tangerang Selatan, sehingga mereka mampu berusaha secara mandiri atau bersama-sama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga dan sekaligus sadar akan perlunya memlihara kelestarian lingkungan hidup baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Secara rinci tujuan khususnya adalah: 1). Untuk meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan dasar peserta didik mengenai cara mengolah sampah organik yang ada dirumah tangga untuk dimanfaatkan menjadi kompos atau pupuk dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga

2). Untuk meningkatkan pengetahuan dasar dan ketrampilan dalam membuat kerajinan tangan (handicraft) dari bahan-bahan sampah anorganik sehingga dapat memiliki nilai jual yang dapat menjadi sumber penghasilan bagi ibu-ibu rumah tangga di Kampung Sarimulya dari hasil pekerjaan mereka sendiri.

c. Peserta pelatihan Peserta pelatihan adalah ibu-ibu

berjumlah 30 (tiga puluh) orang. Adapun kriteria peserta pelatihan adalah: 1). Tidak memiliki pekerjaan tetap 2). Belum memiliki ketrampilan khusus 3). Berpendidikan relatif rendah,

maksimal lulus SLTA 4). Berdomisili sebagi warga Sarimulya,

Setu Tangerang Selatan d. Materi pelatihan dan metode pelatihan

Materi pelatihannya meliputi: 1). Pemberdayaan diri dan peningkatan

kapasitas perempuan 2). Pendidikan hak azasi manusia bagi

perempuan 3). Pengetahuan reproduksi perempuan

dan pemeliharaannya 4). Peran perempuan dalam keluarga 5). Manfaat sampah bagi peningkatan

taraf hidup keluarga:

(a). Jenis-jenis sampah yang dapat diolah menjadi kompos dan handicraft

(b). Langkah-langkah pembuatan kompos organik

(c). Langkah-langkah pembuatan handicraft dari sampah anorganik

Metode pelatihan diselenggarakan secara partisipatif, membangun keakraban dan suasana senang bagi ibu-ibu. Hal ini ditempuh sesuai dengan prinsip pendidikan orang dewasa. Selain ceramah, diskusi dan tanya jawab serta praktek langsung, dalam pelatihan ini juga digunakan metode penayangan VCD tentang pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos.

3.2. Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian

1. Partisipasi Peserta dalam Proses Pembelajaran Pelatihan a. Tingkat drop out dan kehadiran ibu-ibu

pada pelatihan Ibu-ibu peserta pelatihan hadir penuh

dalam pelatihan, meskipun kadang ada yang datang terlambat. Hingga pelatihan berakhir, dari 30 peserta 1 orang drop out, artinya 96,7% dapat mengikuti pelatihan hingga selesai. Dari 96,7 % yang dapat mengikuti pelatihan hingga selesai, persentase kehadirannya seluruhnya adalah adalah 100%. Data tersebut menunjukkan bahwa: 1) Tingkat drop out kurang, dan 2) Tingkat kehadiran baik Hal tersebut menunjukan bahwa

partisipasi ibu-ibu dalam pelatihan keterampilan adalah baik.

b. Antusiasme ibu-ibu pada pelatihan Pernyataan ibu-ibu mengenai

antusiasmenya dalam mengikuti pelatihan ditunjukkan dalam pernyataan sebagai berikut:

“Ibu-ibu senang, saya juga senang ikut pelatihan ini. Saya datang terus, jadi sedikit-sedikit sudah bisa buat kompos dari sampah, tapi harus sabar ya bu, karena harus menunggu sampai 1 minggu baru diaduk-aduk lagi, jadi tidak langsung jadi kompos.”

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 13

Informan M mengutarakan : “Iya memang tidak bisa cepat-cepat karena harus melalui proses istilahnya fermentasi dulu, lalu diaduk, diangin-angin, dicacah lagi untuk yang belum halus, dikemas pakai plastik-plastik, baru bisa dijual...“ “Total butuh waktu sekitar 2 minggu, dari awal sampai bisa dijual” Jadi memang harus sabar

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa ibu-ibu antusias, mau mengikuti dan walaupun butuh waktu untuk berlatih karena harus menunggu proses fermentasi pupuk, namun mereka senang dan mau mengikuti hingga mereka bisa membuat kompostersebut. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi mereka adalah baik. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa peserta pelatihan antosias mengikuti pelatihan seperti tampak pada gambar berikut ini:

Gambar 1:

Partisipasi Peserta dalam Pelatihan

Gambar 2: Peserta Pelatihan Berpartisipasi dalam Pelatihan dengan

Belajar Mencacah Sampah Organik

c. Upaya fasilitator untuk mendorong keberhasilan pelatihan.

Pada dasarnya fasilitator telah berupaya memfasilitasi peserta agar hasil pelatihan diterapkan secara maksimal. Salah satu upaya tersebut adalah dengan membantu mengupayakan pengemasan pupuk hasil pelatihan dengan diberi nama ”Sari Compost”, agar mendukung pemasaran produk hasil pelatihan tersebut. Hal itu tampak pada gambar sebagai berikut. Kendati demikian ternyata hal tersebut belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh peserta pelatihan dalam penerapan hasil pelatihan.

Gambar 3:

Kompos Hasil Pelatihan Ibu-Ibu Sarimulya

d. Faktor yang mendorong partisipasi ibu-ibu pada pelatihan.

Keinginan peserta untuk mengikuti pelatihan dan mendapatkan keterampilan ini besar. Besarnya minat tersebut karena mereka telah mengetahui bahwa kompos itu sudah merupakan bagian dari kebutuhan masyarakat, sehingga harapannya besar terhadap pelatihan ini untuk mendapat ketrampilan dan pada akhirnya meningkatkan penghasilan keluarga. Jadi jelas motivasinya adalah untuk mendapat penghasilan. Dengan kata lain ibu-ibu cukup partisipatif karena termotivasi oleh harapannya akan mendapat penghasilan tambahan. Zn mengutarakan:

”Saya senang bu ikut pelatihan, mudah-mudah nanti bisa dapat menambah pengahsilan ya bu” Maklum bu saya tidak sekolah tinggi, juga suami dan anak-anak, jadi tidak bisa bekerja lain selain pembatu di komplek’

14 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

2. Partisipasi ibu-ibu dalam penerapan hasil pelatihan. Setelah dicermati, dua, tiga, empat bulan bahkan hingga 6 bulan setelah selesai pelatihan ternyata dari 29 peserta pelatihan yang telah selesai pelatihan tidak satupun peserta pelatihan (0 peserta) yang menerapkan hasil pelatihan yaitu dalam bentuk membuat kompos organik atau membuat handicraft dari sampah rumah tangganya. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi ibu-ibu dalam menerapkan hasil pelatihan adalah lemah Kelemahan ini disebabkan beberapa faktor sebagai berikut: a. Ibu-ibu inginnya memperoleh

penghasilan tambahan dengan cepat (instant) tidak senang dengan proses yang bertahap

Hal ini ditegaskan oleh informan L (YBCI 1999: 13):

“Iya bu, memang ibu-ibu disini sulit untuk bertekun, memanfaatkan hasil-hasil pelatihan. Ada sih sebagian yang tetap antusias untuk menerapkan, namun alasan mereka adalah, ’Alat pencacah sampah organik itu manual, jadi mereka malas. Harapannya ada alat yang seperti di LBN Puspiptek atau mesin cacah itu, jadi cepat mencacah sampahnya’. Mereka juga inginnya yang serba cepat dapat uang. Ya dapat dimaklumi karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang, penghasilan suami ada yang dari ojek, buruh bangunan, tenaga serabutan, jadi mereka ingin cepat dapat uang, tanpa proses panjang.”

b. Kemauan untuk bekerja keras yang

kurang Disamping itu ibu-ibu setempat itu sulit

untuk bekerja keras. Mereka ingin yang bekerja ringan dan cepat menghasilkan. Hal ini tampak pada alasan yang dikemukakan bahwa kesulitan yang dialami untuk menerapkan hasil pelatihan adalah ”tidak memiliki alat pencacah sampah” padahal sampah tersebut dapat dicacah dengan golok.

Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan informan Mh, seorang pendamping komunitas sebagai berikut:

”Alasan mereka untuk tidak membuat kompos itu adalah mencacahnya yang sulit, tangannya sakit jika lama-lama mencacah... Memang mereka membutuhkan alat pencacah supaya cepat mengerjakannya, namun demikian tampaknya perlu kita kendalikan benar agar ibu-ibu juga mau mencoba dahulu karena sebanarnya jika ada kemauan mereka bisa menggunakan golok dan setiap keluarga disini pasti memiliki golok. Kalau perlu biarlah jika nanti ada donatur pemberi alat pencacah maka kita taruh dikomplek dulu saja, biar ibu-ibu termotivasi dulu dan ketrampilannya berkembang dulu, baru nanti diberikan di lokasi, karena sampai saat ini masih agak sulit kemauan mereka untuk bergerak, harus dirangsang dulu, diiming-imingi dulu, dengan alat itu bisa lebih cepat menghasilkan.”

c. Tingkat pendidikan formal yang relatif

kurang Pada evaluasi yang dilakukan tim

penyelenggara pada masa akhir pelatihan ini sudah ditangkap gejala kesulitan atau hambatan yang muncul dalam upaya pemberdayaan masyarakat di kalangan ibu-ibu peserta didik.

Tim menyadari kondisi dimana tingkat pendidikan formal maupun strata sosial mereka masih rendah. Yang sebagai akibatnya mereka kurang bisa menginterpretasikan pengetahuan tentang kesadaran gender dalam menginvestigasi masalah keperempuanan baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat yang dialami sehari-hari dengan segala keterbelengguan dan keterbatasan dirinya baik menyangkut hak dan peranan perempuan maupun diskriminasi terhadap kaum perempuan (YBCI 2009: 13)

d. Kesibukan peserta sebagai ibu rumah tangga dengan banyaknya anak dan kesibukan mencari tambahan penghasilan melalui pekerjaan sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga) atau pencari kayu. Hal ini sering menjadi

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 15

alasan untuk tidak mengumpulkan sampah ke tempat yang sudah ditentukan.

e. Belum adanya tempat/ ruang yang memadai untuk pembuatan kompos dalam jumlah besar. Peserta belum mau menyediakan tempat karena masih belum memperoleh kepastian akan mitra yang bersedia menampung hasil kompos yang dihasilkan, hal ini terkait dengan nilai keuntungan yang diperoleh yang belum terlihat secara nyata oleh peserta.

B. Analisis 1. Mengenai program pelatihan ketrampilan

pembuatan kompos dan handicraft dari sampah rumah tangga yang bernilai jual

Mengacu pada data kemiskinan yang terjadi di Indonesia, dimana tahun pada Maret 2008 total penduduk miskin sebesar 34,96 juta jiwa dan diharapkan pada tahun 2009 turun menjadi 29,99 juta jiwa atau turun 13,23% dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 2009 sebesar 4,5%. Untuk ini sebenarnya pemerintah telah melakukan segala upaya pemberdayaan di tingkat akar rumput antara lain melalui program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai 2007 yang dimulai dengan program pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP) dan program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Program Pelatihan Ketrampilan di Sarimulya ini dapat dikatakan program yang tepat pada sasaran yaitu program ini diperuntukkan bagi komunitas pada tingkat akar rumput (grass roots) Program ini tidak muluk-muluk namun langsung dikembangkan dari bawah (bersifat bottom up) dalam rangka menangani kemiskinan. Ide dasar organizer yang dimotori oleh Yayasan Bina Cendekia Indonesia (YBCI) ini adalah ide yang patut didukung oleh semua pihak, khususnya dari masyarakat yang bersangkutan dan pemerintah setempat agar hasil akhir program ini bermanfaat bagi masyarakat setempat khususnya keluarga-keluarga peserta pelatihan. Melalui program semacam inilah sesungguhnya paradigma pembangunan yang menekankan pada pendekatan ’berkembang dari

bawah/bottom up dan bimbingan dari atas/top down” akan mampu menghantar penduduk miskin ke taraf yang lebih baik. Namun demikian, upaya tersebut belum dapat terlaksana secara maksimal.

2. Bahwa partisipasi ibu-ibu dalam penerapan hasil pelatihan adalah kurang. Hal ini terbukti dari tidak adanya kegiatan lanjutan oleh ibu-ibu dalam membuat kompos dan handicraft, dengan alasan sulit mencacah sampah jika hanya menggunakan pisau atau golok. Mereka ingin difasilitasi dengan mesin pencacah sampah.

3. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi lemahnya partisipasi ibu-ibu dalam pembangunan masyarakat melalui penerapan hasil pelatihan keterampilan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Faktor kurangnya motivasi untuk mengubah

diri dalam diri ibu-ibu menjadi faktor penghambat partisipasinya dalam kegiatan pembangunan yang telah dimulai dengan kegiatan pelatihan ketrampilan di Sarimulya. Ibu-ibu lebih senang jika tanpa proses panjang mereka mendapat penghasilan. Hal ini membuat partisipasinya dalam peningkatan skill mereka lemah.

b. Faktor kurangnya saling menguatkan kemauan satu terhadap yang lain (secara kelompok) juga menjadi faktor penghambat dalam partisipasinya untuk pembangunan di komunitas setempat.

c. Faktor latar pendidikan formal yang relatif kurang. Hal ini menjadi faktor penyebab mengapa partisipasi mereka dalam penerapan hasil pelatihan kurang. Rendahnya pendidikan formal di komunitas setempat menjadi faktor penyebab wawasannya relatif rendah. Hal ini menjadikan ibu-ibu berpandangan ”mengapa susah-susah belajar dan latihan menerapkan hasil pelatihan, lebih baik jadi PRT saja sudah jelas hasilnya”.

4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan a. Pada dasarnya ibu-ibu Kampung Sarimulya

cukup partisipatif dalam proses pembelajaran untuk pemberdayaan masyarakat di komunitas setempat melalui pelatihan pembuatan kompos dan handicraft. Mereka termotivasi oleh harapan bahwa setelah mengikuti pelatihan, akan dapat membuat kompos dan handicraft

16 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 |

yang bernilai jual, khususnya untuk kompos yang dipandang lebih banyak peluangnya., yang pada akhirnya akan menambah penghasilan keluarga

b. Namun demikian, untuk menerapkan hasil pelatihan, ibu-ibu kurang partisipatif, padahal justru yang penting adalah penerapannya seusai mengikuti pelatihan. Dengan kata lain partisipasinya lemah, beberapa faktor penyebabnya ialah: a). Kemauan dan kemampuan untuk mengubah

kondisi yang kurang, b). Tingkat pendidikan formal dari peserta didik

yang relatif rendah, c). Prakarsa perseorangan dan masyarakat yang

kurang, yang ditunjukkan oleh tanda bahwa karena belum ada alat pencacah sampah, lalu hal ini dijadikan alasan untuk tidak bisa memulai usaha dengan alasan jika menggunakan pisau lama dan meletihkan.

Namun faktor penentu yang menyebabkan partisipasi ibu-ibu dalam menerapkan hasil pelatihan adalah kurangnya kemauan dan kemampuan untuk memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan diri sendiri.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: a. Perlu penguatan pada sejumlah ibu yang dapat

menjadi penggerak komunitas setempat untuk menerapkan hasil pelatihan.

b. Perlu pengembangan pelatihan soft skill yang lebih memanfaatkan sumber-sumber setempat seperti hasil bumi setempat atau pemanfaatan lahan keluarga

c. Mengingat tingkat pendidikan formal ibu-ibu peserta pelatihan di Sarimulya relatif rendah maka diperlukan terlebih dahulu mengubah pola pikirnya. Hal ini dapat dilakukan dengan metode yang sederhana misalnya ibu-ibu diajak studi banding melihat contoh nyata usaha kecil yang mampu mendukung kehidupan sosial ekonomi keluarga agar ibu-ibu termotivasi untuk menerapan hasil pelatihan

d. Diperlukan hadirnya pendamping yang dapat memfasilitasi pemasaran produknya, sehingga pemasaran produk lancar, yang pada akhirnya ibu-ibu semakin termotivasi untuk menerapkan hasil pelatihan yaitu proaktif memulai membuat kompos organik dan handicraft dari sampah rumah tangganya.

e. Untuk Tim Organizer program, disarankan untuk tetap mendampingi komunitas ibu-ibu

dalam mencari sumber-sumber yang bersedia membantu “alat pencacah sampah sehingga ibu-ibu tetap termotivasi untuk menerapkan hasil pelatihan. Tim dan fasilitator berkoordinasi dengan Pemda setempat untuk mewujudkan cita-cita awal yaitu peningkatan pendapatan keluarga melalui program pemberdayaan dengan pelatihan kompos dan handicraft.

f. Untuk keberlanjutan program dan sehubungan dengan adanya kebutuhan masyarakat akan mesin pencacah sampah organik, maka apabila dimungkinkan Pemda Tangerang Selatan bisa memberikan bantuan alat tersebut.

REFERENSI

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan,

Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI

Alfitri. 2011. Community Development, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Chambers, Robert. 1996. Participatory Rural Appraisal. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative & Quantitative Approach. New Delhi: Sage Publications

Gilarso, T. 1994.Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: Kanisius

Huraerah, Abu. 1998. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora

Ife, Jim. 1995. Community Development. Australia: Longman.

Ife, Jim. 2008.Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat Di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Iskandar, Jusman. 1994. Strategi Dasar Membangun Kekuatan masyarakat. Bandung: Koperasi Mahasiswa STKS

Mikkelsen, Britha. 1999. Metode Penelitian Partispatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012 17

Miles, Matthew B. & A Michael Huberman. 1999. Qualitative Data Analysis. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nasir. Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghaalia Indonesia

Salim, Emil. 1980. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan. Jakarta: Idayu Bappenas dan UNDP Indonesia.

Sutomo, Sumengen dkk. 2003. Perencanaan Partisipatif. Jakarta: Cipruy

Sunyoto, Usman. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lain-lain:

Petunjuk Untuk Pelatih Dalam Pendekatan Andragogy (Modul Pelatihan). 1981. Terjemahan oleh BPKB Jayagiri - Unit Sumber Pendaygunaan Inovasi (USPI).

Yayasan Bina Cendekia Indonesia. 2009. Laporan Akhir Penyelenggaraan Pelatihan Ketrampilan Pengolahan Sampah Rumah tangga Menjadi Kompos dan Handicraft Bernilai Jual Di Kelurahan Setu Tangerang Selatan.

* M. M. Sri Dwiyantari Dosen PNS Kopertis III d.p.k STISIP Widuri, Lektor Kepala/Pembina. Menamatkan S1 Program Studi Ilmu Ekonomi Umum FKIP- Univ Sanata Dharma dan S-2 Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia. Email: [email protected]

** Lilis Yulialis Tenaga Edukatif pada Yayasan Bina Cendekia Indonesia, aktif sebagai pendamping masyarakat Sarimulya Tangerang Selatan, Menamatkan S-1 pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah IKIP Bandung, mengikuti berbagai Training Pengembangan Masyarakat di Inggris selama kurun waktu 1996 -2001. Email: [email protected]

“Banyak orang yang gagal tidak sadar betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan ketika mereka menyerah”.

(Thomas Alva Edison, Ilmuwan Amerika Serikat)