(stisip)BAB I

31

Click here to load reader

Transcript of (stisip)BAB I

Page 1: (stisip)BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wacana tentang good governance atau kepemerintahan yang baik

merupakan isu yang paling mengemuka belakangan ini. Tuntutan masyarakat

agar pengelolaan negara dijalankan secara amanah dan bertanggung jawab

adalah sejalan dengan keinginan global masyarakat internasional pada saat ini.

Banyak orang menganggap bahwa governance adalah konsep yang datang dari

Barat, maka governance dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku

di Indonesia. Christoper Bennet dalam diskusi keempat secara jelas mengatakan

bahwa governance hanyalah sebuah kata yang dapat dicarikan padanan-nya

dalam bahasa Indonesia. Dengan menggunakan kata dalam bahasa Indonesia

maka pengertian governance akan lebih mudah dipahami. Dan jelas bahwa

governance bukan sebuah konsep barat, bahkan ciri-ciri good governance

sendiri secara faktual ada pada budaya masyarakat Indonesia

Kata governance dalam bahasa inggris sering di artikan dengan tata kelola

atau pengelolaan dengan kata dasar to govern yang bermakna memerintah.

“Memerintah” diartikan sebagai menguasai atau mengurus negara atau

mengurus daerah sebagai bagian dari negara.Dari istilah tersebut diatas dapat

diketahui bahwa istilah governance tidak hanya berarti sebagai suatu kegiatan,

tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan,

penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan.

Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah memiliki instrumen khusus

berupa kewenangan yang disebut freies ermessen atau pouvoir discretionnaire.

Freies ermessen ini pada hakekatnya adalah sebuah kekuasaan atau

kewenangan bebas yang diberikan kepada pemerintah dengan maksud agar

1

Page 2: (stisip)BAB I

dapat berperan lebih aktif dalam menyelenggarakan urusan-urusan

pemerintahan demi kesejahteraan masyarakat.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini antara lain :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Peranan Hukum Tatanan

Pemerintah Dalam Mencapai Good Government

2. Untuk lebih memahami tatanan pemerintah dalam mewujudkan good

government

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di susun rumusan masalah

seperti berikut :

1. Bagaimanakah cara pembentukan good government dalam peranan hukum

tatanan pemerintah ?

2. faktor apa saja yang menghalangi terjadinya good goverment dalam hukum

pemerintahan ?

1.4. Metode Penelitian

Dalam penyusunan makalah ini penyusun menggunakan berbagai teknik

pengumpulan data, diantaranya dengan penulusuran data melalui internet.

2

Page 3: (stisip)BAB I

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Good Government Governance

a. Pengertian Good Government Governance

Terminologi Good Governance (GG) dalarn bahasa dan pemahaman

masyarakat termasuk disebagian elite politik, sering rancu. Setidaknya ada

tiga terminologi yang sering rancu yaitu Good Governance (tata

pemerintahan yang balk), Good Goverment (Pemerintahan yang balk), dan

clean governance (pernerintahan yang bersih). Good Governance menurut

Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan digunakan dalam

mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan

masyarakat (The way state power is used in managing economic and social

resources for development of society).

World Bank memberikan definisi governance sebagai “the way state

power is used in managing economic and social resources for development

of society”. Sementara United Nation Development Program ( UNDP )

mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic,

and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.

Mardiasmo dalam bukunya akunting sektor publik mendefinisikan

pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-

urusan publik. ( Mardiasmo, Tahun : 2002, hal : 17 )Dari definisinya World

Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya

sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat,

sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan

admninistratif dalam pengelolaan negara. Jika mengacu pada program

World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk

3

Page 4: (stisip)BAB I

menciptakan good governance. Pengertian Good Governance sering

diartikan sebagai kepemerintahan yang baik.

b. Teori-teori Terkait GGG

Dua teori utama yang terkait dengan GGG adalah stewardship theory

dan agency theory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis

mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat

dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki,

integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. stewardship theory

memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan

sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun

shareholders pada khususnya.

Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael

Johnson, seorang professor dari Harvard, memandang bahwa manajemen

perusahaan sebagai ‘agents’ bagi para pemegang saham, akan bertindak

dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak

yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana

diasumsikan dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship

theory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya

untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada

umumnya maupun shareholders pada khususnya. Dengan demikian,

“managers could not be trusted to do their job – which of course is to

maximize shareholder value’ (Tricker, Opcit).Dalam perkembangan

selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih luas karena dipandang

lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai

Government governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory

di mana pengelolaan pemerintah harus diawasi dan dikendalikan untuk

memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada

berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku

c. Prinsip-Prinsip Good Governance

4

Page 5: (stisip)BAB I

1. Partisipasi : Setiap orang atau setiap warga masyarakat, baik laki-laki

maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses

pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga

perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.

Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan

berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara

konstruktif.

2. Aturan Hukum (Rule of Law) : Kerangka aturan hukum dan perundang-

undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh

tanpa memihak kepada siapapun (impartially), terutama aturan hukum

tentang hak-hak asasi manusia.

3. Transparansi : Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan

aliran informasi. Berbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus

dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan

informasinya harus dapat disediakan secara memadai dan mudah

dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan

evaluasi.

4. Daya Tanggap (Responsiveness) : Setiap institusi dan prosesnya harus

diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang

berkepentingan (Stakeholders).

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) : Pemerintahan yang

baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah (mediator)

bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau

kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan

jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan

dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

6. Berkeadilan (Equity) : Pemerintahan yang baik akan memberikan

kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan

5

Page 6: (stisip)BAB I

dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas

hidupnya.

7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency) : Setiap proses

kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang

benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-

baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.

8. Akuntabilitas (Accountability) : Para pengambil keputusan (decision

makers) dalam organisasi sektor publik (pemerintah), swasta, dan

masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas)

kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para

pemilik (stakeholders). Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda,

bergantung apakah jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau

bersifat eksternal.

9. Bervisi Strategis (Strategic Vision) : Para pimpinan dan masyarakat

memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang

penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan

pembangunan manusia (human development), bersamaan dengan

dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Mereka juga

memahami aspek-aspek historis, kultural, dan kompleksitas sosial yang

mendasari perspektif mereka.

10. Saling Keterkaitan (Interrelated) : bahwa keseluruhan ciri good

governance tersebut di atas adalah saling memperkuat dan saling terkait

(mutually reinforcing) dan tidak bisa berdiri sendiri. Misalnya,

informasi semakin mudah diakses berarti transparansi semakin baik,

tingkat partisipasi akan semakin luas, dan proses pengambilan

keputusan akan semakin efektif. Partisipasi yang semakin luas akan

berkontribusi kepada dua hal, yaitu terhadap pertukaran informasi yang

diperlukan bagi pengambilan keputusan, dan untuk memperkuat

keabsahan atau legitimasi atas berbagai keputusan yang ditetapkan.

6

Page 7: (stisip)BAB I

Tingkat legitimasi keputusan yang kuat pada gilirannya akan

mendorong efektivitas pelaksanaannya, dan sekaligus mendorong

peningkatan partisipasi dalam pelaksanaanya. Dan kelembagaan yang

responsif haruslah transparan dan berfungsi sesuai dengan aturan hukum

dan perundangan yang berlaku agar keberfungsiannya itu dapat dinilai

berkeadilan.

d. Pilar-Pilar Good Governance

1. Pemerintah

Yang berfungsi dalam hal :

Regulasi/pembuatan kebijakan publik;

Pengendalian dan pengawasan publik;

Pelindungan dan pengayoman masyarakat dan swasta;

Fasilitasi kepentingan negara dan publik;

Pelayanan kepentingan publik.

2. Masyarakat

Yang berfungsi dalam hal :

Posisinya sebagai subjek sekaligus objek (parsitipator) bagi

penyelenggaraan urusan yang dilakukan oleh Negara/ Pemerintah

dan Swasta;

Pengontrol terhadap kinerja Pemerintah dan Swasta.

Swasta

Yang berfungsi dalam hal :

Penggerakan aktivitas bidang ekonomi;

Penyelenggaraan usaha-usaha kesejahteraan bangsa;

Penyelenggaraan usaha-usaha perindustrian dan perdagangan;

Penyelenggaraan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

3. Faktor Penjamin Good Governance

Ideologi yang rasional.

7

Page 8: (stisip)BAB I

Konstitusi yang modern.

Demokrasi yang konstitusional.

Pemilu yang bebas.

Multiparpol.

Legislatif yang representatif.

Eksekutif yang legitimatif.

Yudikatif yang merdeka.

Kontrol publik.

Kontrol internasional.

Kualitas SDM.

e. Tantangan Pelayanan Publik dalam Penerapan Good Governance

1. Negara atau pasar

Debat tentang siapa yang harus lebih berperan dalam

menyelenggarakan pelayanan publik terjadi antara pendekatan yang

berpusat pada negara (state-centred approach), dengan pendekatan yang

berpusat pada pasar (market-centred approach). Kaum kanan baru (the

New Right) menyatakan bahwa negara tak akan mampu melakukan

pelayanan publik yang optimal di era globalisasi. Hanya kompetisi di

dalam pasar yang akan menentukan pelaksanaan pelayanan publik

(Rajiv Prabhakar, 2006). Sebaliknya, kelompok yang berpihak pada

negara menganggap mekanisme pasar gagal untuk memberikan

pelayanan yang optimal kepada seluruh masyarakat karena logikanya

hanya menguntungkan pemenang dari kompetisi di dalam pasar,

sedangkan pihak yang kalah atau lebih lemah bukanlah persoalan bagi

kaum pro-pasar.

2. Keutamaan (virtue) atau Kontrak ?

Dalam tradisi masyarakat liberal, pelayanan publik terikat oleh

kontrak antara pihak penyedia (providers) dengan pengguna (users).

Adanya banyak penyedia memungkinkan mereka harus memberikan

8

Page 9: (stisip)BAB I

yang terbaik, dan kontrak adalah jaminan buat mengikat para

pengguna.Ada hal yang positif dari kontrak antara penyedia dan

pengguna, tetapi menurut Andrew Dobson, kontrak juga mengandung

unsur ancaman dan hukuman apabila persetujuan itu dilanggar (Rajiv

Prabhakar, 2006 : 33). Dalam hal ini, pengguna biasanya dalam posisi

yang lebih lemah. Bagi Dobson, kontrak lebih cocok di bidang bisnis

dan tidak sesuai dengan konsep kewargaan (citizenship). Bagi Dobson,

pelayanan publik harus berdasar pada unsur keutamaan (virtue). Dalam

virtue, unsur kepedulian (care) dan belas kasih (compassion) akan

menjamin kualitas dari pelayanan publik dari pada ancaman atau

hukuman.

2.2. Akuntabilitas Publik

a. Pengertian Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan

accoutability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”.

Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Lalu apa bedanya

dengan responsibility yang juga diartikan sebagai “tanggung jawab”.

Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan sama.

Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa

dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang

diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan

accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi

otoritas yang diperolehnya tersebut.

Berkaitan dengan istilah akuntabilitas, Sirajudin H Saleh dan Aslam

Iqbal berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak

kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal

seseorang. Dari sisi internal seseorang akuntabilitas merupakan

9

Page 10: (stisip)BAB I

pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhan-nya. Sedangkan

akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada

lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun

lingkungan masyarakat.

Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas publik menetapkan

pengertian akuntabilitas yakni kewajiban-kewajiban dari individu-individu

atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya

publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal

yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program.Ini

berarti bahwa akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi

(penilaian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang

dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila

dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk

mengimlementasikan standard-standard tersebut.Akuntabilitas juga

merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian

hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi

kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil

serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua itu. Pengendalian

(control) sebagai bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal

yang saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain

pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak ditunjang

dengan mekanisme akuntabilitas yang baik demikian juga sebaliknya.

b. Dimensi Akuntabilitas Publik

1. Akuntabilitas Politik, biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat

pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi

yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu

pemerintahan. Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut bersifat temporer

karena mandat pemilut sangat tergantung pada hasil pemilu yang

10

Page 11: (stisip)BAB I

dilakukan pada interval waktu tertentu. Untuk negara-negara di mana

mandat pemilu mendapat legitimasi penuh (pemilu bersifat bebas dan

hasilnya diterima oleh semua pihak), masyarakat menggunakan hak

suaranya untuk mempertahankan para politisi yang mampu

menunjukkan kinerja yang baik serta menjatuhkan pemerintahan yang

berunjuk prestasi buruk.

2. Akuntabilitas Finansial, fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat

dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya

dilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan

utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan

untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.

Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiapkan laporan,

proses audit, serta kualitas audit. Hasil dari akuntabilitas finansial yang

baik akan digunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan

mobilisasi dan alokasi sumber daya serta mengevaluasi tingkat efisiensi

penggunan dana. Hasil tersebut juga dapat digunakan oleh masyarakat

umum dan stakeholders (seperti donor) untuk menilai kinerja

pemerintah berdasarkan sasaran tertentu yang telah disepakati

sebelumnya.

3. Akuntabilitas administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan

tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas

dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian,

akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik,

khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta

para manajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik

yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan

kompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya

yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa

tertentu.

11

Page 12: (stisip)BAB I

c. Cara Menegakan akuntabilitas

1. Kontrol Legislatif: Di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan

terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di

dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif,

maka mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan

(meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan

masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui

investigasi, dan menegakkan kinerja.

2. Akuntabilitas Legal: Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara

hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang

didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang

dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan

semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung jawabannya di depan

pengadilan atas semua tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam

menegakkan akuntabilitas berbeda secara signifikan antara negara,

antara negara yang memiliki sistem peradilan administratif khusus

seperti perancis, hingga negara yang yang memiliki tatanan hukum di

mana semua persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang

sama, termasuk yang berkaitan dengan pernyataan tidak puas

masyarakat terhadap pejabat publik. Dua faktor utama yang

menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal adalah kualitas institusi

hukum dan tingkat akses masyarakat atas lembaga peradilan, khususnya

yang berhubungan dengan biaya pengaduan. Institusi hukum yang

lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan hukum yang

gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.

3. Ombudsman: Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu

konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak

masyarakat. Ombudsmen mengakomodasi keluhan masyarakat,

melakukan investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana

12

Page 13: (stisip)BAB I

keluhan tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat. Sejak

diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19, Ombudsmen telah

menyebar ke berbagai negara, baik negara maju maupun negara

berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya

secara langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon.

Di beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai

perluasan kontrol parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat

disalurkan melalui anggota parlemen. Pada hampir semua kasus,

Ombudsmen melakukan tugas investigatifnya tanpa memungut biaya

dari masyarakat.

4. Desentralisasi dan Partisipasi: Akuntabilitas dalam pelayanan publik

juga dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi

dan partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas

pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para

birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada masyarakat

lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam

kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah

sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat

lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai derajat otonomi

yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS hingga

otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang.

Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan

koperasi berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik

menjadi salah satu perkembangan yang menjanjikan bagi terwujudnya

manajemen publik yang terdesentralisasi dan bertanggung jawab.

5. Kontrol Administratif Internal: Pejabat publik yang diangkat sering

memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan

karena relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis.

Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan

13

Page 14: (stisip)BAB I

dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya

dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan

sistem inspeksi. Untuk negara-negara dengan struktur administratif yang

lemah, terutama di negara-negara berkembang dan beberapa negara

komunis, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas.

Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara

kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang

diangkat secara permanen. Jika mereka melakukan persekongkolan,

akuntabilitas tidak bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di

negara-negara maju) dan jika mereka terlibat dalam konflik, maka yang

menjadi korban adalah kepentingan publik.

6. Media massa dan Opini Publik: Hampir di semua konteks, efektivitas

berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana

diuraikan di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta

opini publik. Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan

sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk

memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para

pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual dari

media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan

berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan

tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa

hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa (termasuk

perhatian terhadap pola kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok

kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen,

koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas

pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat

terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi (misalnya,

UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan

pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi

14

Page 15: (stisip)BAB I

setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya

dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi

publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai informasi

tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang

dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa

akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan

kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya,

di samping kesiapan untuk menjalankannya.

2.3. Hambatan Pencapaian Akuntabilitas

a. Perception Gap Between Popular Will And Administration

Walaupun keinginanmasyarakatdapat tersalur melalui Berbagai

media,kadang-kadang sasarannya tidak Teridentifikasi karena gangguan

komunikasi, atau karena Perilaku kritis yang tradisional mass media kepada

birokrat

b. Interpretation Gap Among Administration

konservativisme baik dikalangan pegawai maupun masyarakat, ditambah

lagi dengan Perkembangan teknologi yang belum terimbangi, Menyebabkan

Adanya perbedaan interpretasi

c. Acces Gap To Administrative Information

Pemberian kebebasan akses Informasi menyebabkan masalah proteksi

Masalah pribadi.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah di atas jelas bahwa pemerintahan Dengan

memperhatikan berbagai kriteria yang dikaitkan dengan pelaksanaan good

15

Page 16: (stisip)BAB I

governance dan telah ditetapkannya berbagai kebijakan pembangunan

berkelanjutan pada tingkat global, regional, nasional, dan lokal, yang perlu

dilaksanakan adalah evaluasi dari berbagai peraturan yang ada dengan

disandingkannya dengan kriteria good governance dan kebijakan pembangunan

berkelanjutan agar good governance benar-benar tercapai.

Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-

individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber

daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal

yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan

instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada

pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat.

3.2. Saran

Implementasi akuntabilitas di Indonesia pada prinsipnya telah

dilaksanakan secara bertahap dalam lingkungan pemerintahan. Namun

demikian, masih terdapat beberapa hambatan dalam implementasi akuntabilitas

yang perlu segera diperbaiki agar gtercapai good government governance.

Daftar Pustaka

http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050577/jurnal-akuntansi

pemerintah/pewujudan-transparansi-dan-akuntabilitas-publik-melalui-akuntansi

sektor-publik/akuntabilitas-publik-transparansi.html

http://kskkp.tripod.com/kelompokstudikeuangandankebijakanpublik/id12.html

16

Page 17: (stisip)BAB I

http://blogs.depkominfo.go.id/itjen/2008/12/19/konsep-tentang-akuntabilitas-dan-

implementasinya-di-indonesia/

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/gogo_all.pdf

http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/brapub/4Responsivitas%20&

%20Akuntabilitas%20Sektor%20Publik-Bambang%20Supri%85.pdf

http://www.osun.org/makalah+good+government-pdf-2.html

http://rudyct.com/PPS702-ipb/10245/kusmayadi.pdf

http://www.skripsi-tesis.com/07/05/good-governance-pada-pemerintah-provinsi-diy-

pdf-doc.htm

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya

maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Peranan

Hukum Pemerintah Dalam Mencapai Good Government”.

17

Page 18: (stisip)BAB I

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan tugas

mata kuliah Hukum Tata Pemerintahan, Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa

masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,

mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari

semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,

khususnya kepada :

1. Bapak Suherman, Drs. M. Si, Selaku ketua STISIP BINA PUTERA Banjar

2. Bapak Nur Rifa’i, S. H Selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Tata

Pemerintahan

3. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal

pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan

ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Banjar, 20 Maret 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................... 1

18

i

Page 19: (stisip)BAB I

1.2. Tujuan................................................................................ 2

1.3. Rumusan Masalah.............................................................. 2

1.4. Metode Penelitian.............................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Good Government Governance......................................... 3

2.2. Akuntabilitas Publik........................................................... 9

2.3. Hambatan Pencapaian Akuntabilitas................................. 15

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ....................................................................... 16

3.2. Saran .................................................................................. 16

Daftar Pustaka

MAKALAH

PERANAN HUKUM TATANAN PEMERINTAH DALAM MENCAPAI GOOD GOVERNMENT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah SatuTugas Mata Kuliah Hukum Tata Pemerintahan

19

ii

Page 20: (stisip)BAB I

DISUSUN OLEH

Nama : dwiyana Permadi

Kelas : 4B (Reguler)

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(STISIP) BINA PUTERA BANJAR

TAHUN 2011

20

ii