Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

15
Efek samping KB Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Polindes Kemuning Kabupaten Tuban diperoleh data bahwa akseptor yang menggunakan kontrasepsi suntik yang mengalami gangguan menstruasi atau amenorhoe sebanyak 18 orang dari 20 orang (90%), sedangkan sisanya tidak mengalami amenorhoe. NU TUBAN, Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik Dengan Efek Samping Amenorhoe Di Polindes Kemuning Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Miftahul Munir 2014. diunduh dari : http://lppm.stikesnu.com/wp-content/uploads/2014/02/3.pdf Faktor pendidikan Berdasarkan penelitian di Kecamatan Jatirogo oleh Maiharti dan Kuspriyantomenunjukkan bahwa tingkat pendidikan rendah sebanyak 13 orang (13%) responden yang menggunakan metode kontrasepsi. Sedangkan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 45 orang (45%)responden yang menggunakan metode kontrasepsi. Berdasarkan hasil uji chi-square tingkat pendidikan Kecamatan Jatirogo memiliki nilai p = 0,000 < 0,05 maka H0dan H1 diterima ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jatirogo karena tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk perannya dalam program KB.Pendapat dari Broewer (1993:48) menyatakan bahwa faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan rendah Pada penelitian ini, faktor pendidikan memiliki hubungan paling signifikan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur di Kecamatan Jenu dengan nilai α = 0,05 adalah tingkat pengetahuan pasangan usia subur dengan p = 0,000Berdasarkan hasil

Transcript of Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

Page 1: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

Efek samping KB

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Polindes Kemuning Kabupaten Tuban diperoleh data bahwa akseptor yang menggunakan kontrasepsi suntik yang mengalami gangguan menstruasi atau amenorhoe sebanyak 18 orang dari 20 orang (90%), sedangkan sisanya tidak mengalami amenorhoe.

NU TUBAN, Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik Dengan Efek Samping Amenorhoe Di Polindes Kemuning Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Miftahul Munir 2014. diunduh dari : http://lppm.stikesnu.com/wp-content/uploads/2014/02/3.pdf

Faktor pendidikan

Berdasarkan penelitian di Kecamatan Jatirogo oleh Maiharti dan Kuspriyantomenunjukkan bahwa tingkat pendidikan rendah sebanyak 13 orang (13%) responden yang menggunakan metode kontrasepsi. Sedangkan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 45 orang (45%)responden yang menggunakan metode kontrasepsi.

Berdasarkan hasil uji chi-square tingkat pendidikan Kecamatan Jatirogo memiliki nilai p = 0,000 < 0,05 maka H0dan H1 diterima ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jatirogo karena tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk perannya dalam program KB.Pendapat dari Broewer (1993:48) menyatakan bahwa faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan rendah

Pada penelitian ini, faktor pendidikan memiliki hubungan paling signifikan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur di Kecamatan Jenu dengan nilai α = 0,05 adalah tingkat pengetahuan pasangan usia subur dengan p = 0,000Berdasarkan hasil analisis Regresi Logistik Bergandadiperoleh variabel yang memiliki hubungan paling signifikan dengan penggunaan metode kontrasepsi di Kecamatan Jenu adalah variabel pengetahuan. Hal ini dikarenakan pasangan usia subur di Kecamatan Jenu yang memiliki pengetahuan tinggi mempengaruhi persepsi mereka tentang kontrasepsi. Tingkat pengetahuan PUS akan mempengaruhi penerimaan program KB pada PUS. Studi yang dilakukan oleh Anne R Pebley dan James W Breckett (1982:27) menemukan bahwa ”Sekali wanita mengetahui tentang pelayanan kontrasepsi, perbedaan jarak dan waktu bukanlah hal yang penting dalam menggunakan kontrasepsi, dan mempunyai hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan metode kontrasepsi yang digunakan.

Faktor pendapatan

Page 2: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

Berdasarkan penelitian di Kecamatan Jenu oleh Maiharti dan Kuspriyanto menunjukkan bahwa pendapatan rendah sebanyak 15 orang (15%) responden yang menggunakan metode kontrasepsi. Sedangkan pendapatan tinggi sebanyak 26 orang (26%)responden yang menggunakan metode kontrasepsI. Berdasarkan hasil uji chi-square dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan Kecamatan Jenu memiliki nilai p = 0,004 < α sehingga H0ditolak dan H1 diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan penggunaan metode kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI PADA PUS DI KECAMATAN JENU DAN KECAMATAN JATIROGO KABUPATEN TUBAN. Rinda Ika Maiharti ,Kuspriyanto. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. 2012.

Faktor usia ibu

Berdasarkan penelitian di Kabupaten Karanganyar oleh Sari dan Utami didapatkan bahwa responden penelitian terbanyak pada usia 31-40 tahun sebanyak 27 responden (67,5%), kemudian umur 20-30 tahun sebanyak 13 responden (32,5%).

Pada penelitian Hobungan Karakteristik Ibu (usia, pendidikan dan paritas) Dengan Pemilihan Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Sukodono Sidoarjo, kebanyakan ibu berusia lebih dari 30 tahun dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-30 tahun. Hal ini kemungkinan dikarenakan ibu-ibu kelompok usia lebih daripada 30 tahun sudah tidak menginginkan atau menambah jumlah keluarga lagi sehingga mereka memilih menggunakan alat kontrasepsi sebagai untuk mendukung keinginannya. Ibu dengan usia 30 tahun lebih dianjurkan untuk tidak hamil lagi atau tidak punya anak lagi karena alasan medis, pilihan utama adalah kontrasepsi mantap. Pada kondisi darurat, kontap cocok dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan susuk KB atau AKDR dan pil kurang dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek samping dan komplikasi

Amirul A. Hobungan Karakteristik Ibu (usia, pendidikan dan paritas) Dengan Pemilihan Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Sukodono Sidoarjo. Vol. 1, No, 1, September 2008.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KELUARGA BERENCANA HORMONAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI GANGGUAN MENSTRUASI DI KELURAHAN PABLENGAN KABUPATEN KARANGANYAR. Rosy Yustika Sari, Yuni Wulan Utami. 2009.

Faktor pendapatan keluarga

Page 3: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

Menurut kriteria statistik dari hasil estimasi yang telah dilakukan dalam penelitian Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kontrasepsi diKota Semarang , pendapatan rata-rata keluarga per bulan mempunyai nilai statistik Wald sebesar 4,965 dan nilai koefisien positif yang sebesar 0,0000010 dan signifikan pada taraf alpha 3 persen (p-value = 0,026). Tanda positif di depan koefisien ini ternyata konsiten dengan hipotesis yang telah ditetapkan. Ini memberikan indikasi bahwa semakin besar atau semakin tinggi pendapatan rata-rata keluarga per bulan maka probabilitas permintaan kontrasepsi juga semakin besar. Artinya semakin tinggi pendapatan keluarga per bulan maka kemampuan ekonomi atau daya beli efektif responden terhadap jumlah kontrasepsi yang diminta akan semakin besar pula.

Faktor status pekerjaan

Hal yang sama juga terjadi pada variabel status kerja. Menurut kriteria statistic dalam analisis logit binary, variabel status kerja ini mempunyai nilai statistik Wald sebesar 0,619 dan nilai koefisien sebesar negatif 0,2178825 dan tidak signifikan secara statistic (p-value = 0,434). Sesuai hipotesis yang dibangun, koefisien status kerja semestinya positif. Artinya apabila seseorang bekerja produktif dengan maksud untuk membantu mencari nafkah bagi keluarga mestinya probabilitas permintaan kontrasepsi modem juga akan semakin besar. Namun temuan hasil penelitian justru menunjukkan kondisi yang sebaliknya, dimana responden yang berstatus kerja memutuskan untuk tidak menggunakan kontrasepsi. Ada kemungkinan kecenderungan ini dikarenakan responden yang bekerja sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman akan side effect yang mungkin akan muncul dengan pemakaian kontrasepsi.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kontrasepsi di Kota Semarang . Dinamika Pembangunan, Vol. 2 No. 1 / Juli 2005 : 40 – 56

Pada penelitian tentang hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap metode pemilihan kontrasepsi pada peserta metode kontrasepsi jangka panjang di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang tahun 2004, didapatkan adanya hubungan yang bermakna pada variabel : umur (p value = 0,025), pekerjaan (p value = 0,042), pendapatan (p value = 0,040), paritas (p value = 0,018), pengetahuan (p value = 0,038), dan sikap (p value = 0,050), sedangkan variabel pendidikan (p value = 0,497) tidak berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MKJP

Anggraeni, Desiyana. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap terhadap Pemilihan Kontrasepsi pada Peserta Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang tahun 2004. Universitas Diponegoro. Januari 2010. Diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/5486/

Page 4: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

Pada penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi di Kecamatan Bantaeng didapatkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi pada wanita di wilayah pesisir ialah pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,003). Sedangkan untuk variabel lainnya, yaitu umur (p=0,761), pendidikan (p=0,633) tidak menunjukkan adanya hubungan.

Preputri, Andrianasti; Abdullah, Andi Zulkifli; Thaha, Ida Leida M. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi pada Wanita di Wilayah Pesisir Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng. Universitas Hassanudin. Agustus 2014. Diunduh dari : http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/10656

Dari penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi di Desa Gunung Sugih didapatkan dari 79 orang responden terdapat 19 orang (24,05 %) yang tingkat pendidikannya tidak lulus SMP dan terdapat 60 orang (75,94%) yang tingkat pendidikannya lulus SMP. Terdapat 17 orang (22,79%) dengan pengetahuan tentang alat kontrasepsi kurang, 26 orang (32,91%) dengan pengetahuan tentang alat kontrasepsi cukup, 35 orang (44,30%) dengan pengetahuan tentang alat kontrasepsi baik. Terdapat 61 orang (77,21 %) ibu yang setuju terhadap kontrasepsi dan terdapat 18 orang (22,79%) ibu yang tidak setuju terhadap kontrasepsi. Terdapat 48 orang (60,76%) memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai dan terdapat 31 orang (39,24%) dengan sarana dan prasana kesehatan yang kurang memadai. terdapat 29 orang (36,71%) memiliki jumlah kurangdari 2 dan 50 orang (63,29%) memiliki jumlah anak 2 atau lebih. Terdapat 10 orang (12,66%) kurang mendapat dorongan dari pasangan dan 69 orang (87,34%) mendapat dorongan dari pasangan. 22 (27,85%) orang menggunakan kontrasepsi jangka panjang, sedangkan 57 (72,15%) orang menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek.

Dari hasil analisis menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan(p=0,003), pendidikan (p=0,044), sikap(p=0,026), sarana dan prasarana kesehatan(p=0,044), jumlah anak (0,019), dorongan oleh pasangan(p= 0,001) dengan pemilihan jenis kontrasepsi dengan batas kemaknaan 5%.

Arief AR, Dewiarti AN, Sibero HT. Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan Jenis Kontrasepsi di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih. Vol 3, No 6 (2014). FK Universitas Lampung. Juni 2014. Diunduh dari : http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/284/282

Dairi penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan bahwa diantara

Page 5: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

responden yang berumur > 30 tahun yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) responden sebesar 46 orang (70,8%), sedangkan responden yang tidak menggunakan MKJP ada sebanyak 64 orang (49,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,007 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan antara umur ibu dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Uji statistik juga diperoleh informasi nilai OR sebesar 2,5 artinya responden yang berumur > 30 tahun memiliki peluanp sebesar 2,5 kali lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dibandingkan responden yang berumur < 30 tahun. Dengan tingkat kepercayaan 95% diyakini bahwa nilai OR berada diantara 1,32-4,71.

Analisa hubungan pendidikan ibu dengan penggunaan metode kontarsepsi jangka panjang (MKJP) diperoleh informasi bahwa diantara responden yang pendidikan lanjut yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 41 orang (63,1%), sedangkan responden yang tidak menggunakan MKJP sebanyak 81 orang (62,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara pendidikan ibu dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).

Hasil analisa hubungan status pekerjaan ibu dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) diperoleh informasi bahwa diantara responden bekerja yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 17 orang (26,2%), sedangkan responden yang tidak menggunakan MKJP ada sebanyak 33 orang (25,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 1.000 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara status pekerjaan ibudengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).

Hasil analisa hubungan jumlah anak hidup dengan penggunaan metocle kontarsepsi jangka panjang (MKJP) diperoleh informasi bahwa diantara responden yangmempunyai anak hidup > 3 orang yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 39 orang (60%), sedangkan responden yang tidak mcnggunakan MKJP ada sebanyalc 36 orang (27,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.005 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Uji statistik juga diperoleh informasi nilai OR sebesar 3.9 artinya responden yang mempunvai anak hidup > 3 orang memiliki peluang sebesar 3,9 kali lebih besar untuk mengggunakan metode kontrascpsi jangka panjang (MKJP) dibandingkan responden yang mempunyai anak hidup 0-2. Dengan tingkat kepereayaan 95% diyakini bahwa nilai OR berada diantara 2.09-7,34. Hasil analisa hubungan jumlah penghasilan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) diperoleh informasi bahwa diantara responden yang penghasilan tinggi yang menggunalcan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang penghasilan tinggi scbesar 47 orang (72,3%), sedangkan responden yang tidak menggunakan MKJP ada sebanyak 88 orang (67,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,622 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan sccara signifikan antara jumlah pcnghasilan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Gambaran

Page 6: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

hubungan antara faktor predisposisi (umur Ibu, pendidikan, status pekerjaan ibu, jumlah anak hidup, jumlah Penghasilan)dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).

Umur ibu

Umur Ibu Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku sescorang dalam pemakaian alat kontrascpsi, mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kccil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang berumur muda. Menurut BKKBN (1993) dalam Ekarini (2008) kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga waktu melahirkan. jumlah kelahiran atau banyaknya anak yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu faktor seseorang untuk menjadi alcseptor kontap, sebab umur berhubungan dengan potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melalcukan vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi. Menurut Hartanto (1996), pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional pada umur diantara 20-30 tahun adalah kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas yang tinggi karena pada umur tersebut PUS masih berkeinginan untuk mempunyai anak. Sedangkan pada umur > 30 tahun kontrasepsi yang dianjurkan adalah yang mempunyai efektivitas tinggi dan dapat dipakai untuk jangka panjang. Hasil penelitian Pranita (2002) menyatalcan terdapat hubungan bermakna antara umur responden dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Responden yang berumur kurang dari 30 tahun mempunyai peluang lebih tinggi untuk meirnilih non kontrasepsi mantap dibandingkan dengan responden yang berumur lebih dari 30 tahun. Dalam penelitian Yusuf (2002) dinyatakan ada hubungan yang bennakna antara umur dengan pcnggunaan MIC1P. Pada kelompok responden yang bcrumur tua (> 30 tahun) sebagian besar menggunakan MICJP (50%) dibandingkan dengan kelompok responden yang berumur muda (5 30 tahun) yaitu hanya sebesar 11,1%. Dari nilai OR dapat dikctahui bahwa kcmungkinan ibu yang bcrumur tua untuk menggunakan kontrasepsi MIC1P adalah sebesar 8 Icali dibandingkan ibu yang berumur muda. Hasil penelitian Noor (2002) didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara umur dengan pcmakaian kontrasepsi mantap. Penclitian Mitra (1999) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermalcna antara umur responden terhadap panakaian kontrasepsi mantap. Penclitian Amiranty (2003) menyatakan bahua ada hubungan yang bermakna pada tiap kelompok umur dengan pcmakaian MKJP. Wanita yang berusia 36-49 tahun mcmiliki pcluang scbcsar 10 kali untuk memakai MICJP dibandingkan wanita yang berusia 15-19 tahun.

Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana scseorang untuk bertindak dan mencari pcnycbab serta solusi dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih muah mencrima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga.

Page 7: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

(Manuaba, 1998). Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai kontrasepsi, meningkatkan keeemmtan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan juga kernampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat kontrasepsi. (Rifai, 2008) Menurut BKKBN (1980) dalam Kusurnaningrunt (2009) pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukanpengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnyasesuatu hattermasuk pentingnya keikutserman dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang bergendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Purwoko (2000) dalam Ekarini (2008), mengemukakan pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempenganthi pengetahuan dan sikap tentang metode kontasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan mspon yang lebih rasional daripada rnereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembitharuan. la juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadapperubahart-perubahan sosial. Secara langsung maupun tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB). Karena pengetahuan KB seeara umum diajarkan pada Nndidikan fomml di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan Nsangan yang ikut KB. makin besar pasangan suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk inembatavi jundah anaknya Penelitian yang dilakukan Ananta (1992) mengarakan bahwa tingkat pendidikan lebih baik. mempunyai hubungan yang positif dengan lama masa menggunakan kontrasepsi. Hasil penelitian Yusuf (2001) menyatkan bahwa ada hubungan antara propomi penggunaan MKJP oleh responden yang berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi. ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai kemung,kinan 3 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi MICIP dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah.

Status Pekerjaan Ibu

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN dan LDFEUI (1998) status pekerjaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemakian Icontapiadi besar kemungkinan wanita yang bekerja akan lebih menyadari kegunaan dan manlbat KB dan lebih mengetahui berbagai metode kontrasepsi dari wanita yang fidak bekerja. Hasil penelitian Pranita (2002) menyatakan terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Responden yang cidak bekeija mempunyai pcluang 1,9 kali kbih tinggi untuk mcmilih non kontrasepsi mantap dihandingkan dengan responden yang bekerja. Amiranty (20(13) menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara matus pekeijaan dengan penggunaan MKJP. lbu yang bekerja memiliki peluang sebesar 2 kali untuk mernakai MK1P dibandingkan dengan ibu yang tidak bekeija.

Page 8: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

Jumlah Anak Yang Hidup

Jumlah anak yang dimiliki, paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian matemal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal. Risiko pada paritas I dapat ditangani dengan asuhan obscetri lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dcngan keluarga bereneana yang salah satunya menggunalcan kontrasepsi mantap yaitu vasektomi dan tubekcomi. (Wiknjosano.1999) Hasil penelitian Pranita (2002) menyatakan teniapat hubungan beimakna antara jumlah anak masih hidup dengam pemakaian kontrasepsi mantap. Dengan interpretasi bahwa responden yang mempunyai anak kurang dari 3 orang yang masih hidup mempunyai peluang 7,5 kali lebih tinggi untuk memilih non kontap dibandingkan dengan reijranden yang mempunyai anak masih hidup lebih dari sama dengan 3 orang. Noor (2002) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak yang masih hidup dengan pemakian kontrasepsi mantap. Akseptor KB yang mempunyai anak lebih dari 3 orang cenderung lebih banyak menggunakan kornap dibandingkan dengan anak hidup sebanyak 2 atau kurang.

Hasil penilitian Purwoko (2000) dalam Ekarini (2008) jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup masih sedikit terdapat keeenderungan untuk ntenggunakan metode kontrasepsi dengan efektivilas rendah, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup banyak terdapat keeendeningan menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi. 1Iasil penclitian Yusuf (2001) rnenyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara proporsi penggurtaan MKJP dentmn kelompok responden yang memiliki jumlah anak hidup yang kecil dengan kelompok responden yang memiliki jumlah anak yang lebih besar. Responden yang memiliki jumlah anak > 2 orang mempunyai kemungkinan 20x lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan ibu yang mempunyai anak S 2 orang. Menurut BKKEIN (1999) dalam Amiranty (2003), umur dan jumlah anak yang pemah dilahirkan scorang wanita akan mempenganthi tingkat pemakaian kontrasepsi. Wanita dengan umur tinggi yang pada umumnya mempunyai anak lebih banyak akan etmderung memalcai kontrasepsi, tendama uniuk membatasi kclahiran. Sebaliknya pemakaian kontrasepsi pada wanita muda yang belum mempunyai anak atau yang baru mempunyai anak daIam jumlah sedikit amderung ditujukan uniuk menjarangkan dan atau menunda kelunilan.

Jumlah pendapatan

Menund BKKBN (1999) dalam Ekarini (2008) lingkat pendapatan suatu keluarga sangat berpengamh terhadap kesertaan suami clalant berKB. Nampaknya. bila PUS keduanya bekerja, berarti istri tidak bekerja atau memiliki pendapatan sendiri. Menurut Wesbrook (1984) menjelaskan bahwa orang-orang yang dengan status sosial ekonomi rendakkurang aktif dan 1ebih fatalistik atau respon menolak bila dibandingkan dengan orang yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi. Bertrand (1984) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

Page 9: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

penggunaan kortirasepsi adalah status sosio ekonomi. Semakin tingi stalus 37 ekonomi snreorang maka sernakin mudah untuk menggunakan kontrapsi.

Pengetahuan

Pengetahuan dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi kepada masyarakat tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh masyarakat untuk menerima cara-cara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers, ada empat tahap untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap pengetahuan (kno•ledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap konfirmasi (confirmatiotz). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima maupun ditolak. Studi yang dilakukan oleh Anne R Pebley dan James W Breckett (1982) dalam Kartini (2009) menemulcan bahwa "Sekali wanita mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi, perbedaan jarak dan waktu bukanlah hal yang penting dalam menggunakan kontrasepsi, dan mempunyai hubungan yang signifikan anatara pengetahuan tentang tempat pelayanan dan metode kontrasepsi yang digunakan. Wanita yang mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi lebih sedikit menggunakan metode kontrasepsi tradisional." Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinugi keikutsertaan masyarakat dalam program KB. Menurut WHO dalam Kusumawati (2006) pengetahuan seseorang bersal dari pengalaman yang bersal dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat, dan sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Penelitian Yusuf (2001) menyatakan bahwa ibu yang mempunyai pengetahun tinggi memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan rendah.

Fienalia RA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan jangka panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesma Pancoran Mas Kota Depok tahun 2011. FKUI. Januari 2012.

Sikap

Sikap menunjukkan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Dalam hal ini menyangkut alat kontrasepsi. Sikap responden sangat berpengaruh terhadap alat kontrasepsi yang akan dipilih. Responden yang memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu dapat disebabkan oleh kepercayaan positif yang dimiliki oleh responden. Begitupun sebaliknya, jika kepercayaan terhadap sesuatu bersifat negatif, maka menimbulkan sikap yang negatif pula. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hanya sedikit responden yang sangat setuju dengan

Page 10: Faktor pemilihan KB lain BARUUUUU-1.docx

pernyataan kontrasepsi jangka panjang (spiral, implant/susuk, MOW) lebih efektif daripada non-MKJP (suntik, pil, dan kondom wanita). Sikap negatif responden terhadap jenis kontrasepsi MKJP disebabkan oleh pengetahuan responden yang tidak menyeluruh mengenai KB, rasa takut, rasa tidak nyaman, dan adanya pengaruh orang lain yang diketahui melalui cerita yang menyebabkan timbulnya sikap negatif terhadap alat kontrasepsi MKJP. Sikap negatif mengenai MKJP ini kemudian menyebabkan ketidakinginan responden untuk memilih jenis kontrasepsi MKJP. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arief di Kabupaten Lampung Tengah yang menyatakan terdapat hubungan antara sikap dengan pemilihan alat kontrasepsi (p=0,026).

Anggraeni, Desiyana. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap terhadap Pemilihan Kontrasepsi pada Peserta Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang tahun 2004. Universitas Diponegoro. Januari 2010. Diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/5486/