FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin...

58
FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA FAHRUL ROZI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Transcript of FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin...

Page 1: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

i

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN

GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIS

DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA

FAHRUL ROZI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak
Page 3: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Dominan yang

Berhubungan dengan Gagal Ginjal Kronis pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di

RSPAD Gatot Soebroto adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana

pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Fahrul Rozi

NIM I14120012

Page 4: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak
Page 5: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

v

ABSTRAK

FAHRUL ROZI. Faktor Dominan yang Berhubungan dengan Gagal Ginjal

Kronis pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

Jakarta. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI.

Penelitian bertujuan mengidentifikasi faktor dominan yang berhubungan

dengan gagal ginjal kronis pada pasien gagal ginjal kronis di RSPAD Gatot

Soebroto Ditkesad, Jakarta. Desain penelitian adalah cross sectional study dengan

contoh 35 orang, terdiri dari 19 laki-laki dan 16 perempuan. Contoh adalah pasien

gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisis di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

dan berusia >18 tahun. Penelitian dilaksanakan pada Mei 2016. Penelitian ini

menggunakan data primer dan sekunder. Data primer meliputi: karakteristik contoh,

kebiasaan konsumsi pangan, berat badan dan tinggi badan, penyakit lain yang

berhubungan, dan gaya hidup dikumpulkan dengan wawancara. Data sekunder

meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan (p>0.05) antara nilai GFR dengan: 1) kebiasaan merokok, 2) kebiasaan

konsumsi alkohol, 3) kebiasaan konsumsi gula, 4) kebiasaan konsumsi minuman

berenergi, dan 5) kebiasaan konsumsi suplemen. Akan tetapi penelitian ini

menemukan terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan konsumsi

suplemen (p=0.042) dan hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen

(p=0.018), serta hubungan antara nilai GFR dengan: 1) riwayat penyakit (p=0.000)

dan 2) status gizi (p=0.000). Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa besar

keluarga, asupan makanan asin dan awetan, konsumsi air putih, status gizi, dan

konsumsi gula merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal

kronis pada pasien gagal ginjal kronis di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta

(p=0.000)

Kata kunci : CKD, Gaya hidup, GFR, Kebiasaan makan, Status gizi

ABSTRACT

Fahrul Rozi. Dominant Factors Relate to CKD in Patients with CKD at

RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Supervised by CESILIA METI

DWIRIANI.

This research was aimed to identify dominant factors related to chronic

kidney disease in patient with chronic kidney disease at RSPAD Gatot Soebroto

Ditkesad, Jakarta. This research used cross sectional design with 35 subjects

consists of 19 men and 16 women. Subjects were patients with chronic kidney

disease doing hemodyalisis in RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta, aged >18

years old of man and woman. This research was conducted on Mei 2016. Primary

data and secondary data were used in this research. Primary data consists of

subjects characteristics, food habit, lifestyle, weight and height, and others diseases

related to CKD getting from interview, meanwhile secondary data getting from

patients medical records that consists of GFR value, ureum value, and creatinine

value.

Page 6: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

Spearman correlation test showed that, there were no significantly

correlation among smoking habit, alcohol drinking habit, sugar consuming habit,

energy drinking habit, and supplement consumption habit with GFR value

(p>0.05). However, there were significantly correlation between age (p=0.042)

and education (p=0.018) with supplement consumption. There were significantly

correlation between others diseases related to CKD (p=0.000) and nutritional

status (p=0.000) with GFR value. The result of linear regression test showed that

family size, salted and preserved food intake, water drinking, nutrional status, and

sugar consuming habit were dominant factors related to CKD in RSPAD Gatot

Soebroto Ditkesad Jakarta (p=0.000).

Key words : CKD, Food habit, GFR, Lifestyle, Nutritional status

Page 7: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

vii

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN

GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIS

DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA

FAHRUL ROZI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 8: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak
Page 9: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

Scanned by CamScanner

Page 10: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

ix

Judul Skripsi : Faktor Dominan yang Berhubungan dengan Gagal Ginjal Kronis

pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RSPAD Gatot Soebroto

Ditkesad Jakarta

Nama : Fahrul Rozi

NIM : I14120012

Disetujui oleh

Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M. Sc

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal lulus:

Page 11: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak
Page 12: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dipilih adalah

tentang gagal ginjal kronis, dengan judul Faktor Dominan yang Berhubungan

dengan Gagal Ginjal Kronis pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RSPAD Gatot

Soebroto Ditkesad Jakarta. Penelitian dilakukan pada Mei 2016 pada pasien gagal

ginjal kronis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M. Sc

selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi dan dr. Naufal

Muharam Nurdin selaku dosen penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Samsu Rizal, Amk selaku Koordinator Unit Hemodialisis RSPAD

Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis dalam

pengambilan data penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Abu Bakar dan Ibu Syamsiah sebagai orang tua, serta Sri Ningsih, dan Muhammad

Rifai sebagai kakak dan adik penulis yang telah memberikan doa dan dukungan

yang luar biasa kepada penulis. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh teman-teman Gizi Masyarakat 47, 48, 49, dan 50 yang telah menjadi

keluarga penulis di Institut Pertanian Bogor dan senantiasa memberikan dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Page 13: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak
Page 14: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Ixv

DAFTAR LAMPIRAN Ixv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Data Karakteristik Individu 9

Kebiasaan Konsumsi makan 9

Gaya Hidup 10

Penyakit Lain 10

Status Gizi 11

Gagal Ginjal Kronis 11

DEFINISI OPERASIONAL 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Rumah Sakit 12

Karakteristik Contoh 13

Jenis Kelamin 14

Usia 14

Agama 15

Pekerjaan 15

Tingkat Pendidikan 15

Pendapatan/Kap 15

Besar Keluarga 16

Gaya Hidup 16

Kebiasaan Merokok 17

Kebiasaan Konsumsi Alkohol 17

Kebiasaan Olahraga 17

Kebiasaan Makan 18

Konsumsi Makanan Sehat 18

Konsumsi Makanan Asin dan Awetan 23

Konsumsi Makanan Sumber Lemak 24

Konsumsi Bumbu dan Gula 24

Konsumsi Air Putih 25

Konsumsi Minuman Berenergi 25

Konsumsi Suplemen 26

Riwayat Penyakit 27

Status Gizi 28

Page 15: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

xiv

Hubungan antar variabel 29

Hubungan Usia dengan Konsumsi Suplemen 29

Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen 30

Hubungan antara Nilai GFR dengan Gaya Hidup 30

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Merokok 30

Hubungan antara nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi Alkohol 31

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Olahraga 31

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Makan 32

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi

Makanan Asin dan Awetan

32

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi

Makanan Berlemak

32

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi Bumbu 32

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi Gula 33

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi Air

Putih

33

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi

Minuman Berenergi

33

Hubungan antara Nilai GFR dengan Kebiasaan Konsumsi

Suplemen

34

Hubungan antara Nilai GFR dengan Penyakit Lain yang Berhubungan 34

Hubungan antara Nilai GFR dengan Status Gizi 35

Faktor Dominan yang Berhubungan dengan CKD 35

SIMPULAN DAN SARAN 38

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 43

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

2 Pengelompokan Karakteristik Contoh 9

3 Pengelompokan Kebiasaan Makan Contoh 10

4 Pengelompokan Gaya Hidup Contoh 10

5 Pengelompokan Penyakit Lain Contoh 11

6 Pengelompokan Status Gizi Contoh 11

7 Penggolongan GFR, Ureum, dan Kreatinin 11

8 Sebaran Contoh berdasarkan Karakteristik Contoh 13

9 Sebaran Contoh berdasarkan Gaya Hidup Contoh 16

10 Sebaran Contoh berdasarkan Kebiasaan Makan Contoh 19

11 Kebiasaan Konsumsi Air Putih 25

12 Kebiasaan Konsumsi Minuman Berenergi 25

13 Sebaran Kebiasaan Konsumsi Suplemen 26

14 Sebaran Riwayat Kesehatan 27

15 Sebaran Status Gizi Contoh 29

16 Faktor Dominan yang Behubungan dengan CKD 36

Page 16: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

xv

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Faktor Dominan Gagal

Ginjal Kronis pada Pasien Gagal Ginjal

Kronis di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

Jakarta

5

Page 17: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di

dunia masih menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang cukup pelik.

Selain masih menghadapi berbagai permasalahan yang lazim terjadi di negara-

negara berkembang, seperti kurang gizi, penyakit menular/penyakit tropis dan

infeksi, dll, Indonesia juga mulai menghadapi berbagai permasalahan kesehatan

yang lazim terjadi di negara-negara maju, yaitu penyakit-penyakit kronis akibat

proses degeneratif dan perubahan gaya hidup, seperti hipertensi, diabetes mellitus,

penyakit jantung koroner, gagal ginjal kronis, stroke, dll. Data Riskesdas tahun

2013 menunjukkan persentase penyakit tidak menular pada tahun 2013 sebanyak

42.2% dan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensinya meningkat setiap

tahun adalah penyakit gagal ginjal kronis (chronic kidney disease (CKD))

(Kemenkes 2013).

Penyakit gagal ginjal kronis merupakan salah satu masalah kesehatan di

dunia. Ginjal memiliki fungsi vital yaitu untuk mengatur volume dan komposisi

kimia darah dengan mengekskresikan zat sisa metabolisme tubuh dan air secara

selektif. Apabila terjadi gangguan fungsi pada kedua ginjal maka ginjal akan

mengalami kematian dalam waktu 3 – 4 minggu. Hal ini dapat terjadi pada penyakit

ginjal kronis yang mengalami penurunan fungsi ginjal secara progresif dan

umumnya akan berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal itu sendiri menyebabkan

terjadinya penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible (Chadban et al.

2003).

Menurut data United State Renal Data System (USRDS) (2009), prevalensi

gagal ginjal kronis di Amerika Serikat yaitu sekitar 5 – 37% antara tahun 1980 –

2001. Pada tahun 2013 mencapai angka 50%. Menurut data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gagal ginjal kronis di Indonesia sekitar 0.2%.

Prevalensi kelompok umur ≥75 tahun dengan 0.6% lebih tinggi daripada kelompok

umur yang lain. Prevalensi gagal ginjal kronis di Provinsi DKI Jakarta sebesar

0.1%.

Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih

dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronis. Sekitar 1.5 juta orang

harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah (Hemodialisis). Di Indonesia,

Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia melaporkan

jumlah pasien gagal ginjal kronis diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta

penduduk, dimana 60% diantaranya adalah usia dewasa dan usia lanjut.

Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (2011), suatu kegiatan registrasi dari

Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada tahun 2007 jumlah pasien hemodialisis

mencapai 2148 orang, dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 2260 orang. Salah

satu faktor penyebab meningkatnya angka penderita gagal ginjal di dunia adalah

kurangnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini penyakit tersebut (John et

al. 2004).

Pasien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami kerusakan fungsi ginjal

yang parah dan kronis yang mengakibatkan pasien sulit ditolong. Salah satu

penanganan yang tepat untuk pasien gagal ginjal kronis adalah berupa terapi

Page 18: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

2

pengganti ginjal, dimana yang sering dilakukan adalah Hemodialisis. Hemodialisis

merupakan metode cuci darah menggunakan mesin ginjal buatan. Prinsip

hemodialisis adalah dengan membersihkan dan mengatur kadar plasma darah yang

nantinya akan digantikan oleh mesin ginjal buatan. Biasanya hemodialisis

dilakukan rutin 2-3 kali seminggu selama 4-5 jam. Pada hemodialisis dibutuhkan

dana yang banyak dan dalam menjalani hemodialisis akan terdapat banyak

komplikasi dimana salah satunya adalah timbulnya gizi kurang (Fox et al. 2004).

Penyakit gagal ginjal kronis terjadi melalui proses yang panjang (bertahun

– tahun). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit gagal ginjal

kronis adalah diabetes mellitus, hipertensi, glomerulonephritis, penyakit jantung,

kanker, batu ginjal, dll yang secara tidak langsung disebabkan oleh konsumsi

pangan yang tidak baik, seperti konsumsi pangan siap saji yang mengandung lemak

tinggi, konsumsi pangan dengan kandungan garam tinggi, dan rendahnya konsumsi

buah dan sayur. Selain itu, gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, dan

rendahnya aktivitas fisik juga menjadi faktor dominan yang berhubungan dengan

penyakit gagal ginjal kronis (Haroun et al. 2003).

Unit Hemodialisis RSPAD Gatot Soebroto merupakan salah satu pelayanan

yang terdapat di RSPAD Gatot Soebroto. Rata-rata pasien yang melakukan

hemodialis di Unit Hemodialisis RSPAD Gatot Soebroto sekitar 80 orang/hari.

Penyakit gagal ginjal kronis seharusnya menjadi perhatian serius mengingat

semakin tingginya prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Jakarta, khususnya di

RSPAD Gatot Soebroto, banyaknya komplikasi yang dialami, dan kerugian yang

dialami oleh pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk meneliti Faktor Dominan yang Berhubungan dengan Terjadinya

Penyakit Gagal Ginjal Kronis pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RSPAD Gatot

Soebroto Ditkesad.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik pasien gagal ginjal kronis?

2. Bagaimana gaya hidup pasien gagal ginjal kronis sebelum mengalami gagal

ginjal kronis?

3. Bagaimana kebiasaan makan pasien gagal ginjal kronis sebelum mengalami

gagal ginjal kronis ?

4. Adakah penyakit lain (komplikasi) yang diderita oleh pasien gagal ginjal kronis?

5. Apakah karakteristik contoh berhubungan dengan kebiasaan makan?

6. Apakah gaya hidup dan kebiasaan makan contoh sebelum mengalami gagal

ginjal kronis berhubungan dengan nilai GFR atau penyakit gagal ginjal kronis?

7. Apa saja faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis?

Page 19: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

3

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor dominan

yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis pada pasien gagal ginjal kronis di

RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi karakteristik pasien gagal ginjal kronis

2. Mengidentifikasi gaya hidup pasien gagal ginjal kronis

3. Mengidentifikasi kebiasaan makan pasien gagal ginjal kronis

4. Mengidentifikasi penyakit lain (komplikasi) yang diderita pasien gagal ginjal

kronis

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dengan kebiasaan makan

6. Menganalisis hubungan antara gaya hidup dan kebiasaan makan pasien dengan

nilai GFR

7. Menganalisis faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat hubungan antara karakteristik contoh dengan kebiasaan makan contoh

2. Terdapat hubungan antara gaya hidup dengan nilai GFR pasien gagal ginjal

kronis

3. Terdapat hubungan antara kebiasaan makan dan penyakit lain (komplikasi)

dengan nilai GFR pasien gagal ginjal kronis

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi

mengenai faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis pada

pasien gagal ginjal kronis di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, Jakarta. Bagi

pemerintah maupun instansi yang terkait dapat dijadikan dasar perencanaan

program atau kebijakan dalam upaya pencegahan dan pengelolaan terhadap

penyakit gagal ginjal kronis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan

bahan perbandingan untuk penelitian – penelitian selanjutnya yang terkait dengan

faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis pada pasien gagal

ginjal kronis.

Page 20: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Gagal ginjal kronis adalah masalah kesehatan utama di dunia. Gagal ginjal

kronis merupakan tahap akhir dari penyakit ginjal yang terjadi selama bertahun –

tahun. Penyakit gagal ginjal kronis ditandai dengan laju filtrasi glomerulus kurang

dari 60 mL/menit/1.73 m2, kadar ureum, kreatinin, asam urat, kalium, dan natrium

yang tinggi, seringkali disertai dengan anemia dan edema. Banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis, diantaranya konsumsi pangan, gaya

hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga),

serta penyakit lain.

Konsumsi pangan menjadi faktor dominan yang berhubungan dengan

terjadinya penyakit gagal ginjal kronis. Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi

oleh banyak faktor, diantaranya usia, pendidikan, pendapatan, besar keluarga, dan

pekerjaan. Konsumsi pangan yang tidak baik, seperti konsumsi makanan yang

terlalu asin, terlalu manis, berlemak tinggi, mengandung tinggi kalori, dan

kebiasaan konsumsi air secara tidak langsung dan dalam waktu lama akan membuat

kerja ginjal tidak optimal. Kerja ginjal tidak optimal diawali dengan kehadiran

beberapa penyakit lain karena konsumsi makanan yang tidak baik. Konsumsi

makanan asin berimplikasi pada hipertensi, konsumsi makanan manis berimplikasi

pada diabetes mellitus, dan konsumsi makanan tinggi kalori dan lemak akan

berimplikasi pada obesitas. Ginjal akan melakukan upaya adaptif dalam beberapa

saat terhadap keadaan tersebut, namun ketika kerja ginjal semakin berat maka ginjal

tidak mampu lagi untuk melakukan kerjanya.

Gaya hidup akan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi

kesehatan tubuh, salah satunya keadaan ginjal . Penyakit gagal ginjal kronis sangat

berkaitan dengan gaya hidup seseorang. Aktivitas fisik merupakan serangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh otot motorik tubuh untuk membuat keseimbangan

proses metabolisme dalam tubuh. Biasanya aktivitas fisik yang baik akan

berimplikasi terhadap status gizi baik. Aktivitas fisik yang baik menunjukkan gaya

hidup yang baik pula. Kebiasaan merokok dan minum alkohol merupakan pola gaya

hidup buruk yang dapat memberikan respon negatif terhadap kesehatan tubuh,

terutama pada ginjal. Oleh karena itu penelitian ini berusaha menggali informasi

mengenai faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis. Kerangka

pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Page 21: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

5

\

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= = Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang dianalisis

= Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor dominan yang berhubungan dengan gagal

ginjal kronis pada pasien gagal ginjal kronis

Penyakit lain:

Hipertensi

DM

Karakteristik contoh:

Usia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pendapatan

Besar keluarga

Pekerjaan

Kebiasaan makan

Kebiasaan konsumsi

makanan asin, tinggi lemak,

manis, dan bumbu

Kebiasaan konsumsi air

Konsumsi minuman

berenergi

Konsumsi supplemen

Gagal ginjal kronis

-

-Nilai GFR abnormal

-Nilai kreatinin abnormal

-

-

-

- Nilai kreatinin

abnormal

Status Gizi

(IMT)

Gaya hidup:

Kebiasaan

merokok

Kebiasaan minum

alkohol

Kebiasaan

olahraga

Herediter

Page 22: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian menggunakan desain cross sectional study dan dilaksanakan di

ruang hemodialisis RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Lokasi ini dipilih

secara purposive dengan pertimbangan jumlah pasien gagal ginjal kronis yang

melakukan hemodialisis dan dirawat inap cukup banyak, serta diperbolehkan oleh

pihak Rumah Sakit untuk mendapatkan data pasien. Penelitian ini dilaksanakan

pada Mei 2016.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi pada penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani

hemodialisis di unit hemodialisis RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, Jakarta. Contoh

diambil dari pasien gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisis dan bersedia

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Adapun kriteria inklusi dari penelitian

adalah:

1. Pasien rawat inap dan rawat jalan dewasa pria dan wanita, berumur >18 tahun

2. Penderita gagal ginjal kronis, yang ditunjukkan dengan nilai GFR <60

mL/menit, nilai ureum abnormal (N:10-50 mg/dL), dan nilai kreatinin abnormal

(N:<1.5 mg/dL)

3. Tidak sedang mengalami odeme (penumpukan cairan)

4. Bersedia untuk menjadi contoh dalam penelitian ini

Penentuan jumlah contoh minimal penelitian ini dihitung berdasarkan

rumus perhitungan Lemeshow et al. (1997). Berdasarkan data Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, prevalensi penderita gagal ginjal kronis di

Indonesia adalah 0.2%. Rumus untuk menentukan jumlah contoh minimal adalah

sebagai berikut.

n ≥ [(𝑍

1−∝2

) 𝑥 𝑝 (1−𝑝)]

𝑑2

Keterangan:

n = Jumlah contoh minimal

p = Prevalensi penderita gagal ginjal kronis di Indonesia, yakni 0.2%

q = 1-p

d = Presisi yang diinginkan/limit error (10%)

z = Derajat kepercayaan 10% →90% (Z1-α/2 = 1.28)

Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah contoh minimal adalah:

n ≥ [(1.28)2𝑥 0.002 (1−0.002)

0.12

n ≥ 32.7 ≈ 33 orang

Mengantisipasi adanya contoh yang di drop-out, maka jumlah contoh

ditambah 10%, sehingga menjadi 36 orang.

Page 23: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer

meliputi: 1) Karakteristik contoh (usia, pendidikan, pendapatan, besar keluarga, dan

pekerjaan), 2) Kebiasaan konsumsi pangan, 3) Antropometri (berat badan dan

tinggi badan), dalam kondisi pasien tidak dapat berdiri maka data lingkar lengan

atas dan tinggi lutut diperlukan untuk estimasi berat badan dan tinggi badan, dan 4)

Gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, dan kebiasaan

olahraga). Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit yaitu nilai laboratorium yang

berhubungan dengan gagal ginjal kronis meliputi nilai GFR, ureum, kreatinin, dan

data penyakit lain, diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, batu

ginjal, dll.

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan pengisian kuesioner.

Data sekunder dikumpulkan dengan cara pencatatan dari hasil rekam medik pasien.

Adapun jenis dan cara pengumpulan data secara ringkas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan

Karakteristik contoh 1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Pendidikan

4. Pendapatan keluarga

5. Besar keluarga

6. Pekerjaan

Wawancara

menggunakan

kuesioner

Kebiasaan konsumsi

pangan

1. Frekuensi makan

2. Kebiasaan konsumsi

makanan asin dan

awetan, makanan

manis, bumbu, dan

makanan berlemak

3. Kebiasaan konsumsi

air

4. Kebiasaan konsumsi

minuman berenergi

5. Kebiasaan konsumsi

supplemen

Metode semi

quantitative food

frequency (SQ-FFQ)

Status Gizi 1. Berat badan (Kg)

2. Tinggi badan (m)

3. LILA (Cm)

4. TILUT (Cm)

Pengukuran berat

badan menggunakan

timbangan injak, tinggi

badan menggunakan

microtoise, LILA

menggunakan pita

LILA, dan TILUT

menggunakan

meterline

Page 24: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

8

Gaya hidup 1. Kebiasaan merokok

2. Kebiasaan minum

alcohol

3. Kebiasaan olahraga

Wawancara

menggunakan

kuesioner

Penyakit lain 1. Hipertensi

2. DM

3. Penyakit jantung

Pencatatan hasil rekam

medis

Gagal ginjal kronis 1. Nilai GFR

(Glomerular

Filtration Rate)

2. Nilai ureum

3. Nilai kreatinin

Pencatatan hasil rekam

medis

Karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan keluarga,

besar keluarga, dan pekerjaan) diperolah melalui wawancara menggunakan

kuesioner. Kebiasaan konsumsi pangan pasien terdiri atas kebiasaan konsumsi

makanan asin dan awetan, makanan berlemak, bumbu, dan makanan manis

diperoleh melalui wawancara menggunakan semi quantitative food frequency

questionnaire (SQ-FFQ).

Status gizi (Indeks masa tubuh/IMT), lingkar lengan atas, dan tinggi lutut

diperoleh dari pengukuran contoh secara langsung. Berat badan diukur

menggunakan timbangan injak (kapasitas 200 Kg dengan ketelitian 0.1 Kg) dan

pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise (kapasitas 200 cm dengan

ketelitian 0.1 cm). Pengukuran lingkar lengan atas dan tinggi lutut diukur

menggunakan meterline (kapasitas 200 cm dan ketelitian 0.1 cm). Pengukuran berat

badan dan tinggi badan dilakukan sebelum hemodialisis, sedangkan pengukuran

LILA dan TILUT dilakukan ketika pasien sedang hemodialisis.

Data kebiasaan olahraga, kebiasaan minum alkohol, dan kebiasaan merokok

diperoleh melalui wawancara menggunakan semi kuantitatif kuesioner. Data

penyakit lain pasien diperoleh melalui pencatatan data rekam medis. Data nilai

GFR, ureum, dan kreatinin contoh diperoleh dari pencatatan hasil rekam medis.

Nilai GFR diperoleh sebelum pasien melakukan hemodialisis dengan pertimbangan

nilai GFR saat itu menunjukkan fungsi ginjal yang sebenarnya. Nilai GFR dihitung

menggunakan rumus Stump (2004) berikut.

GFR = (140−𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 (0.85=𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛)

72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data menggunakan program Microsoft Excell 2013 dan SPSS

version 16.0 for windows. Tahap pengolahan data meliputi entry, coding, cleaning,

pengkategorian data, dan analisis data. Analisis data yang dilakukan meliputi

analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk

mendeskripsikan seluruh variabel penelitian, meliputi karakteristik contoh,

kebiasaan makan contoh, gaya hidup contoh, status gizi, dan riwayat kesehatan

contoh. Uji deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai minimal, nilai maksimal,

nilai rata-rata, median, dan standar deviasi. Analisis bivariat digunakan untuk

Tabel 3 Jenis dan Cara Pengambilan Data (Lanjutan)

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (Lanjutan)

Page 25: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

9

melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dipenden. Uji korelasi

Pearson dan Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabel dipenden. Analisis multivariat digunakan untuk melihat

faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis. Analisis multivariat

yang digunakan adalah uji regresi linear.

Data Karakteristik Individu

Data karakteristik contoh yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan. Data

tersebut selanjutnya dikelompokkan dan dianalisis secara deskriptif.

Pengelompokan karakteristik contoh secara keseluruhan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengelompokan karakteristik contoh

No. Variabel Kelompok Sumber Acuan

1 Usia 1. <45 tahun

2. ≥45 tahun

Wong et.al

(2014)

2 Jenis Kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

Ketentuan

peneliti

3 Tingkat

pendidikan

1. Tidak pernah

sekolah

2. Tidak tamat SD

3. Tamat SD

4. Tamat SMP

5. Tamat SMA

6. Tamat PT

WHO STEPS

4 Pendapatan

keluarga per

bulan (Rp)

1. <Rp 487.388,00

2. ≥Rp 487.388,00

UMR Provinsi

DKI Jakarta

2016

5 Besar keluarga 1. Keluarga kecil

(≤4 orang)

2. Keluarga sedang

(5-7 orang)

3. Keluarga besar

(≥7 orang)

BKKBN (1998)

6 Pekerjaan 1. Tidak bekerja

2. PNS/ABRI

3. Wiraswasta

4. Buruh

5. Jasa

6. Pensiun

7. Lainnya

Ketentuan

peneliti

Kebiasaan Konsumsi Makan

Kebiasaan konsumsi makan yang diteliti meliputi frekuensi makan,

kebiasaan konsumsi makanan asin dan awetan, kebiasaan konsumsi makanan

berlemak, kebiasaan konsumsi bumbu, kebiasaan konsumsi makanan manis,

kebiasaan konsumsi air, kebiasaan konsumsi minuman berenergi, dan kebiasaan

Page 26: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

10

konsumsi supplemen. Pengelompokan kebiasaan konsumsi makanan contoh

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengelompokan kebiasaan makan contoh

No. Variabel Kelompok Sumber Acuan

1 Kebiasaan konsumsi

makanan asin dan

awetan

1. Tidak sering (<7 kali/minggu)

2. Sering (≥7 kali/minggu)

Riskesdas 2013

2 Kebiasaan konsumsi

makanan manis

1. Tidak sering (<7 kali/minggu)

2. Sering (≥7 kali/minggu)

Riskesdas 2013

3 Kebiasaan konsumsi

makanan berlemak

1. Tidak sering (<7 kali/minggu)

2. Sering (≥7 kali/minggu)

Riskesdas 2013

4 Kebiasaan konsumsi

bumbu

1. Tidak sering (<7 kali/minggu)

2. Sering (≥7 kali/minggu)

Riskesdas 2013

5 Kebiasaan konsumsi

air

1. <8 gelas/hari

2. ≥8 gelas/hari

Ketentuan

peneliti

6 Kebiasaan konsumsi

minuman berenergi

1. Tidak

2. Ya

Ketentuan

peneliti

7 Kebiasaan konsumsi

supplemen

1. Tidak

2. Ya

Ketentuan

peneliti

Gaya Hidup

Variabel gaya hidup meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi

alkohol, dan kebiasaan olahraga. Menurut Cade et al. (1984), kebiasaan olahraga

yang baik minimal 3 kali dalam seminggu dengan durasi minimal 30 menit setiap

kali berolahraga. Pengelompokan gaya hidup contoh disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengelompokan gaya hidup contoh

No. Variabel Kelompok Sumber Acuan

1 Kebiasaan merokok 1. Tidak

2. Ya

Ketentuan peneliti

2 Kebiasaan konsumsi

allkohol

1. Tidak

2. Ya

Ketentuan peneliti

3 Kebiasaan olahraga 1. Tidak sering (<3

kali/seminggu)

2. Sering (≥3

kali/seminggu)

Cade et.al (1984)

Penyakit Lain

Penyakit lain yang diteliti dan menjadi batasan faktor dominan yang

berhubungan dengan gagal ginjal kronis pada penelitian ini adalah hipertensi,

diabetes mellitus, dan komplikasi keduanya. Pengelompokan penyakit lain

disajikan pada Tabel 5.

Page 27: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

11

Tabel 5 Pengelompokan penyakit lain contoh

No. Variabel Kelompok Sumber Acuan

1 Penyakit lain 1. Tidak ada

2. Ada

Ketentuan peneliti

Status Gizi

Penentuan status gizi contoh dikategorikan berdasarkan IMT (indeks masa

tubuh). Penggolongan IMT berdasarkan acuan WHO (2000) untuk orang Asia.

Penggolongan status gizi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Penggolongan status gizi contoh

No. Variabel Kelompok Sumber Acuan

1 IMT (Kg/m2) 1. Underweight (<18.5 Kg/m2)

2. Normal (18.5-22.9 Kg/m2)

3. At Risk (23-24.9 Kg/m2)

4. Obese I (25-29.9 Kg/m2)

5. Obese II (≥30 Kg/m2)

WHO (2000)

Gagal Ginjal Kronis

Penyakit CKD ditandai dengan nilai GFR, ureum, dan kretainin yang tidak

normal. Penggolongan GFR, ureum, dan kreatinin disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Penggolongan GFR, ureum, dan kreatinin

No. Variabel Kelompok Sumber Acuan

1. GFR 1. Normal (90-120 mL/menit)

2. CKD (<60 mL/menit)

Almatsier (2006)

2. Ureum 1. Rendah (<10 mg/dL)

2. Normal (10-50 mg/dL)

3. Tinggi (>50 mg/dL)

Almatsier (2006)

3. Kreatinin 1. Normal (<1.5 mg/dL)

2. Tidak normal (>1.5 mg/dL)

Almatsier (2006)

Definisi Operasional

Faktor dominan merupakan faktor terbesar yang memungkinkan terjadinya suatu

penyakit yang dapat mempercepat atau memperburuk penyakit. Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan dimana ginjal tidak dapat berfungsi

secara optimal, yang ditandai dengan laju glomerulus filtrasi kurang dari 60

mL/menit/1.73 m2, nilai ureum >10-50 mg/dL, dan kadar kreatinin >1.5

mg/dL.

Glomerulus Filtration Rate merupakan laju glomerulus dalam memfiltrasi zat-zat

sisa metabolisme tubuh.

Kreatinin adalah sisa dari metabolisme kretinin posfat di otot dengan nilai normal

<1.5 mg/dL. Jika kadarnya tidak normal mengindikasikan ada kerusakan pada

ginjal.

Page 28: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

12

Ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein dengan nilai normal 10-50

mg/dL. Jika kadarnya tidak normal mengindikasikan ada kerusakan pada

ginjal.

Karakteristik contoh merupakan kondisi seseorang yang memengaruhi konsumsi

pangan dan gaya hidup terdiri atas usia, pendidikan, pendapatan, besar

keluarga, dan pekerjaan.

Pekerjaan adalah jenis aktivitas yang mendatangkan penghasilan utama contoh.

Tingkat pendidikan merupakan pendidikan tertinggi yang telah diselesaikan oleh

contoh.

Besar keluarga merupakan jumlah semua orang yang tinggal dalam satu rumah

dan menggunakan sumber daya yang sama untuk memenuhi kebutuhannya.

Gaya hidup merupakan kebiasaan contoh dalam melakukan aktivitas fisik,

kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, dan kebiasaan olahraga.

Kebiasaan makan merupakan kecenderungan konsumsi makan contoh yang

menjadi kebiasaan. Dalam hal ini kebiasaan makan contoh, meliputi frekuensi

makan, kebiasaan konsumsi makanan asin dan awetan , kebiasaan konsumsi

makanan berlemak, kebiasaan konsumsi bumbu, kebiasaan konsumsi

makanan, kebiasaan konsumsi air putih, kebiasaan konsumsi suplemen, dan

kebiasaan konsumsi minuman berenergi.

Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan suatu rumus matematis untuk menentukan

status gizi seseorang dengan persamaan yaitu berat badan aktual (kilogram)

dibagi dengan kuadrat tinggi badan (meter kuadrat) atau IMT = (BB/(TB2).

Obesitas merupakan kondisi dimana IMT contoh lebih besar sama dengan 25

Kg/m2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Rumah Sakit Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta

Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta

merupakan rumah sakit rujukan tertinggi bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) di

seluruh Indonesia. RSPAD terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 24, Jakarta

Pusat. RSPAD dibangun oleh pemerintah Belanda dan dikenal sebagai Groot

Militaire Hospital Weltevreden. Awalnya, RSPAD digunakan bagi tentara Belanda,

selanjutnya pada zaman Jepang rumah sakit ini pernah pula digunakan bagi

Angkatan Darat Jepang yang disebut Rigukun Byoin. Kemudian, semenjak

Indonesia merdeka, RSPAD dikuasai oleh KNIL dan namanya diganti menjadi

Geneeskundige Dienst yang dikenal dengan nama Leger Hospital Batavia. Pada

tanggal 26 Juli 1950, RSPAD diserahkan kepada Djawatan Kesehatan Angkatan

Darat menjadi rumah sakit tentara pusat. Nama Gatot Soebroto dicantumkan di

belakang nama Rumah Sakit Angkatan Darat ini adalah sebagai apresiasi bagi

Letnan Jenderal Gatot Soebroto atas jasa – jasanya yang telah memberikan

segalanya bagi RSPAD dalam meningkatkan kesejahteraan Prajurit Angkatan Darat

(Khairunnisa 2012).

Sejak tahun 1989, RSPAD Gatot Soebroto mulai membuka pelayanan

swasta yang dikenal sebagai paviliun dr. Darmawan di bagian rawat inap.

Page 29: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

13

Selanjutnya tahun 1991 dibangun paviliun Kartika yang terdiri atas 6 lantai yang

ditujukan bagi rawat jalan dan rawat inap. Kemudian dibangun dan diresmikan

paviliun dr. Irman Sudjudi yang melayani kesehatan ibu dan bayi, paviliun anak,

serta non paviliun untuk perawatan kelas tiga. RSPAD saat ini memiliki pelayanan

kesehatan yang dilayani oleh dokter spesialis dan sub spesialis dengan didukung

pelayanan, seperti Minimal Invasife Arthroscopy, Endoscopy Spine Surgery, MRI

1.5 Tesla, Linac Ct Simulator, Digital Substraction Angiography 3D (dsa-3D),

USG 3 dimensi, dan keperawatan bedah (Khairunnisa 2012).

Unit Hemodialisis RSPAD Gatot Soebroto merupakan salah satu pelayanan

yang terdapat di RSPAD. Unit ini dipimpin oleh satu orang kepala ruangan, yang

berkoordinasi dengan tim dokter, dibantu oleh 24 perawat yang waktu kerjanya

memiliki pembagian tersendiri berdasarkan shift jam kerja. Pada saat bekerja,

perawat dibantu oleh mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan praktek

kerja lapang (PKL). Untit hemodialisis RSPAD memiliki 3 ruangan utama, ruang

hemodialisis I, ruang hemodialisis II, dan ruang hemodialisis III. Ruang

hemodialisis I ditujukan untuk pasien dengan penyakit infeksius yang terdiri atas

10 bed, ruang hemodialisis II merupakan ruang VIP yang terdiri atas 20 bed, dan

ruang hemodialisis III ditujukan untuk kelas I, II, dan III yang terdiri atas 30 bed

(Khairunnisa 2012).

Karakteristik Contoh

Tabel 8 menunjukkan data sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, usia,

agama, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga contoh.

Tabel 8 Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan usia, agama,

pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga

Karakteristik contoh n %

Kelompok usia Laki-laki Perempuan

n % n %

<45 tahun 4 21.1 6 37.5

≥45 tahun 15 78.9 10 62.5

Total 19 100 16 100

Agama

Islam 19 100 14 87.5

Kristen 0 0 1 6.3

Katolik 0 0 1 6.3

Total 19 100 16 100

Page 30: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

14

Tabel 8 Sebaran contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan usia, agama,

pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga (Lanjutan)

Laki-laki Perempuan

n % n %

Pekerjaan

Tidak bekerja 1 5.3 12 75

PNS/ABRI 9 47.4 2 12.5

Wiraswasta 3 15.8 1 6.3

Pensiun 3 15.8 0 0

Lainnya 3 15.8 1 6.3

Total 19 100 16 100

Tingkat Pendidikan

Tamat SD 1 5.3 1 6.3

Tamat SMP 1 5.3 3 18.8

Tamat SMA 11 57.9 8 50

Tamat PT 6 31.6 4 25

Total 19 100 16 100

Pendapatan/Kapita/bln

≤Rp 487.388,00 18 94.7 13 81.3

>Rp 487.388,00 1 5.3 3 18.8

Total 19 100 16 100

Besar Keluarga

Kecil (≤4 orang) 10 52.6 11 68.8

Sedang (5-7 orang) 6 31.6 3 18.8

Besar (≥8 orang) 3 15.8 2 12.5

Total 19 100 16 100

Contoh berjenis kelamin laki-laki lebih besar, yaitu 19 orang (54.3%)

dibandingkan contoh perempuan, yaitu 16 orang (45.4%). Berdasarkan uji shapiro-

wilk, diperoleh nilai signifikansi p=0.000 (p<0.005) yang menunjukkan bahwa

sebaran data jenis kelamin menyebar tidak normal. Tabel 8 menunjukkan bahwa

sebagian besar contoh laki-laki (78.9%) berusia ≥45 tahun dan sebagian besar

contoh perempuan (62.5%) berusia ≥45. Berdasarkan uji shapiro-wilk, diperoleh

nilai signifikansi p=0.404 (p>0.05) yang menunjukkan bahwa data tersebut

menyebar normal. Contoh dengan usia paling rendah adalah 25 tahun dan contoh

dengan usia paling tinggi adalah 70 tahun. Menurut Coresh (2005), setelah umur 30

tahun, laju filtrasi glomerulus akan menurun drastis kira-kira 8 mL/menit/1.73 m2

per dekade. Penurunan laju filtrasi glomerulus akan berdampak terhadap kerusakan

ginjal. Sebagian besar contoh beragama islam, yaitu 19 laki-laki (100%) dan 14

perempuan (87.5%).

Sebanyak 47.4% contoh laki-laki memiliki pekerjaan PNS/ABRI dan

sebagian besar contoh perempuan (75%) termasuk ke dalam kategori tidak bekerja.

Contoh yang masuk ke dalam kategori lainnya adalah pegawai KRL, kariawan, dan

manager practice. Berdasarkan uji shapiro-wilk, diperoleh nilai signifikansi

p=0.000 (p<0.05) yang menunjukkan bahwa data tersebut menyebar tidak normal.

Sebagian besar contoh laki-laki (89.5%) dan perempuan (75%) memiliki

pendidikan terakhir SMA dan PT. Berdasarkan uji shapiro-wilk, diperoleh nilai

Page 31: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

15

signifikansi p=0.000, yang menunjukkan bahwa sebaran data pendidikan tidak

menyebar normal.

Pendapatan per kapita merupakan rata – rata pendapatan untuk setiap

individu atau untuk setiap anggota keluarga yang diperoleh dengan

membandingkan rata – rata pendapatan rumah tangga per bulan dengan jumlah

anggota keluarga pada suatu wilayah kota tertentu (Aufa 2013). Pada penelitian ini

pendapatan/kap dihubungkan dengan garis kemiskinan. Ukuran garis kemiskinan

yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berdasarkan pendekatan

kemiskinan absolut, dengan mengacu pada definisi kemiskinan oleh Sayogyo

(2000). Menurut Sayogyo (2002), seseorang dikatakan miskin secara absolut

apabila pendapatannya lebih rendah dari garis kemiskinan absolut atau dengan

istilah lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimum. Menurut BPS (2015), Garis kemiskinan untuk DKI Jakara tahun 2015

adalah Rp 487.388,00 per kapita per bulan.

Pendapatan/kap dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu miskin dan tidak

miskin. Sebagian besar contoh berada di bawah garis kemiskinan, yaitu 18 laki-laki

(94.7%) dan 13 perempuan (81.3%). Contoh yang berada di atas garis kemiskinan

adalah 1 laki-laki (5.3%) dan 3 perempuan (18.8%). Median dari pendapatan/kap

adalah 1125000. Pendapatan per kapita tertinggi adalah Rp 4000.000,00 dan

pendapatan terendah adalah Rp 3.12500,00. Berdasarkan uji shapiro-wilk,

diperoleh nilai signifikansi p=0.003, sehingga data tersebut tidak tersebar normal.

Namun, setelah ditransformasi menggunakan Log 10 data pendapatan menjadi

normal (p=0.684). Sebagian besar contoh laki-laki (94.7%) dan perempuan (75%)

tergolong miskin berdasarkan pendapatan/kapita/bulan. Berdasarkan uji Shapiro-

wilk, diperoleh nilai signifikansi p=0.003 (p<0.05), sehingga data tersebut tidak

normal. Median dari besar keluarga adalah 4. Jumlah keluarga yang paling besar

adalah 10 orang dan jumlah keluarga yang paling kecil adalah 2 orang.

Berdasarkan besar keluarga, sebagian besar laki-laki (52.6%) dan

perempuan (68.8%) tergolong ke dalam keluarga kecil (≤4 orang). Berdasarkan uji

Shapiro-wilk, diperoleh nilai signifikansi p=0.003 (p<0.005), sehingga data tersebut

tidak normal. Median dari besar keluarga adalah 4. Jumlah keluarga paling besar

adalah 10 orang dan paling kecil 2 orang.

Gaya Hidup

Gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi

alkohol, dan kebiasaan olahraga. Tabel 9 menunjukkan data sebaran gaya hidup

contoh berdasarkan kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, dan

kebiasaan olahraga.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi

alkohol, dan kebiasaan merokok

Gaya hidup Laki-laki Perempuan

n % n %

Kebiasaan merokok

Tidak 5 26.3 12 75

Ya 14 73.7 4 25

Page 32: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

16

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi

alkohol, dan kebiasaan merokok (Lanjutan)

Gaya hidup Laki-laki Perempuan

n % n %

Total 19 100 19 100

Jumlah rokok

Ringan (≤10 batang/hari) 4 28.6 4 100

Sedang (11-20

batang/hari)

8 57.1 0 0

Berat (≥20 batang/hari) 2 14.3 0 0

Total 14 100 4 100

Kebiasaan konsumsi

alkohol

Tidak 11 57.9 15 93.7

Ya 8 42.1 1 6.3

Total 19 100 16 100

Konsumsi alkohol (mL)

0-190 mL 1 12.5 1 100

190 mL 0 0 0 0

>190 mL 7 87.5 0 0

Total 8 100 1 100

Kebiasaan olahraga

Tidak 6 31.6 5 31.3

Ya 13 68.4 11 68.7

Total 19 100 16 100

Frekuensi olahraga

Tidak sering (<3

kali/minggu)

14 73.7 10 62.5

Sering (≥3 kali/minggu) 5 26.3 6 37.5

Total 13 100 11 100

Durasi olahraga

Tidak sering (<30 menit) 8 42.1 8 50

Sering (≥30 menit) 11 57.9 8 50

Total 19 100 16 100

Kebiasaan merokok

Jumlah contoh yang merokok adalah 18 orang (51.4%), dengan median 2.

Sebanyak 14 laki-laki dan 4 perempuan dari 18 orang yang memiliki kebiasaan

merokok. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, terdapat 4 laki-laki

(28.6%) dan 4 perempuan (100%) yang dikategorikan sebagai perokok ringan (≤10

batang/hari), 8 contoh laki-laki (57.1%) dikategorikan sebagai perokok sedang (11-

20 batang/hari), dan 2 laki-laki (14.3%) yang dikategorikan sebagai perokok berat

(≥20 batang/hari). Kebiasaan merokok contoh dengan jumlah rokok yang paling

sedikit dan paling banyak dihisap dalam sehari adalah 2 batang dan 36 batang.

Berdasarkan uji shapiro-wilk, nilai signifikansi untuk kebiasaan merokok adalah

p=0.000 (p<0.05), sehingga kebiasaan merokok menyebar tidak normal.

Page 33: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

17

Kebiasaan konsumsi alkohol Sebagian besar contoh tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol, yaitu 11

laki-laki (57.9%) dan 15 perempuan (93.7%), dan yang memiliki riwayat konsumsi

alkohol sebanyak 8 laki-laki (42.1%) dan 1 perempuan (6.3%). Ditinjau dari 9 yang

memiliki riwayat konsumsi alkohol, sebanyak 1 laki-laki (12.5%) dan 1 perempuan

(100%) yang tergolong ke dalam kategori 0-190 mL dan 7 laki-laki(87.5%) yang

tergolong ke dalam kategori >190 mL. Median dari jumlah alkohol adalah 0.

Jumlah (mL) alkohol yang paling sedikit dan paling banyak dikonsumsi oleh contoh

adalah 65 mL dan 700 mL/minggu. Berdasarkan uji shapiro-wilk, nilai sgnifikansi

kebiasaan konsumsi alkohol adalah p=0.000 (p<0.05), sehingga kebiasaan

konsumsi alkohol contoh tidak menyebar normal.

Kebiasaan olahraga

Sebagian besar contoh, yaitu 13 laki-laki (68.4%) dan 11 perempuan

(68.7%) terbiasa olahraga, serta 6 laki-laki (31.6%) dan 5 perempuan (31.3%) tidak

terbiasa olahraga. Ditinjau dari frekuensi olahraga, sebagian besar contoh tergolong

ke dalam kategori tidak sering melakukan olahraga (<3 kali/minggu), yaitu 14 laki-

laki (73.7%) dan 10 perempuan (62.5%). Ditinjau dari durasi olahraga, sebagian

besar contoh tergolong sering melakukan olahraga (≥30 menit), yaitu 11 laki-laki

(57.9%) dan 8 perempuan (50%). Median dari durasi olahraga adalah 30. Durasi

paling rendah dan paling tinggi dalam setiap kali melakukan olahraga adalah 5

menit dan 120 menit. Jenis olahraga yang dilakukan oleh setiap contoh berbeda-

beda. Jenis olahraga yang dilakukan contoh meliputi, aerobik, jogging, bermain

voli, bersepeda statis, dan bermain golf.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah cara individu memilih pangan apa yang

dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi, dan sosial

budaya (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan contoh meliputi kebiasaan konsumsi

makanan asin, tinggi, lemak, dan bumbu, kebiasaan konsumsi air, kebiasaan

konsumsi minuman berenergi, dan kebiasaan konsumsi suplemen.

Konsumsi Makanan Sehat

Konsumsi makanan sehat terdiri atas beberapa jenis golongan makanan,

diantaranya golongan makanan pokok, golongan lauk pauk, golongan sayuran,

golongan buah-buahan, serta golongan susu dan hasil olahannya. Pada setiap

golongannya akan diurutkan bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh

contoh, persentase yang mengonsumsi, frekuensi rata-rata/minggu, dan median

(min-maks). Golongan makanan pokok meliputi nasi (beras putih), nasi merah, nasi

hitam, bihun, kentang, makaroni, mie kering, mie basah, roti putih, singkong, ubi,

sereal, dan lainnya. Golongan lauk pauk meliputi tempe, tahu, ayam, telur, ikan

segar, daging sapi, daging kambing, daging bebek, dan lainnya. Golongan sayuran

meliputi bayam, buncis, brokoli, daun singkong, jagung muda, jantung pisang,

kacang panjang, kembang kol, labu siam, nangka muda, pare, pepaya muda, sawi,

tauge, sayur asem, kangkung, wortel, sayur sup, dan lainnya. Golongan buah

meliputi apel, jambu, jeruk, mangga, melon, pepaya, pisang, semangka, jus buah,

dan lainnya. Golongan susu dan hasil olahannya meliputi susu segar, susu bubuk,

dan yoghurt. Tabel 10 menunjukkan frekuensi konsumsi 5 pangan dari masing-

masing kelompok pangan.

Page 34: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

18

Tabel 10 Frekuensi dan perkiraan konsumsi 5 jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi

No. Jenis makanan % Frekuensi

konsumsi/mgg

(kali)

Median (min-maks) Jenis makanan % Frekuensi

konsumsi/mgg

(kali)

Median (min-

maks)

1 Makanan pokok:

a. Nasi (beras

putih)

b. Kentang

c. Roti putih

d. Singkong

e. Bihun

100

78.9

78.9

73.7

57.9

20.1±5.6

1±1

3.1±4.1

2.2±3.9

0.6±0.7

2818.4 (700-4200)

183.1 (140-1470)

46.2 (30-420)

331.6 (330-945)

25.8 (20-100)

Nasi (beras

putih)

Bihun

Kentang

Roti putih

Singkong

100

87.5

81.3

68.8

62.5

18±3.8

1.9±2.4

2±2.1

2.2±2.9

0.8±0.9

2800 (700-2800)

110.1 (105-350)

251.3 (140-1050)

44.4 (40-210)

93.5 (100-700)

2 Lauk pauk

a. Telur

b. Tempe

c. Tahu

d. Daging sapi

e. Ayam

100

94.7

94.7

94.7

94.7

8.7±4.3

5.7±4.5

5.4±4.5

2.7±3

3.5±3.8

590.5 (385-1925)

132.9 (130-600)

275.9 (210-770)

89.6 (35-150)

177.9 (150-210)

Tahu

Daging sapi

Ikan segar

Telur

Tempe

100

100

100

93.8

93.8

6.7±7.1

1.7±2

2.2±2.5

4.5±6.4

6.2±7.3

347 (347-770)

54.6 (35-70)

82.4 (20-120)

232.7 (200-1925)

147.4 (75-350)

3 Sayuran

a. Sayur sup

b. D.Singkong

c. Bayam

d. Sayur asem

e. Wortel

63.2

57.9

52.6

52.6

52.6

1.3±1.3

2.1±2.4

1.1±1.8

1±1.2

1.2±1.8

98.2 (30-100)

127.7 (50-150)

54.6 (50-100)

64.5 (50-100)

60.2 (10-70)

Sayur sup

D.Singkong

Sayur asem

Sawi

Bayam

68.8

68.8

68.8

68.8

62.5

0.7±0.7

0.9±1

0.8±1.1

1.2±1.9

0.6±0.6

55.2 (50-100)

66.9 (50-100)

49 (50-100)

79.3 (30-100)

31.1 (50-100)

Page 35: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

19

Tabel 10 Frekuensi dan perkiraan konsumsi 5 jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi (Lanjutan)

No. Jenis makanan % Frekuensi

konsumsi/mgg

(kali)

Median (min-maks) Jenis makanan % Frekuensi

konsumsi/mgg

(kali)

Median (min-

maks)

4 Buah

a. Pepaya

b. Jeruk

c. Pisang

d. Semangka

e. Apel

78.9

63.2

63.2

63.2

52.6

2.5±2.9

1.9±2.7

1.8±2.7

2.3±3

1.1±1.9

262 (150-660)

96.4 (30-110)

112.6 (25-200)

274.8 (180-900)

90.8 (43-170)

Pisang

Semangka

Pepaya

Jeruk

Apel

75

50

43.8

43.8

43.8

2.5±3.2

1±2

1.8±3

1.2±2.1

1.7±2.7

145.4 (125-350)

157.8 (88-180)

221.8 (50-550)

59.1 (30-110)

130.9 (22-255)

5 Susu dan hasil

olahannya

a. Susu bubuk

b. Susu segar

31.6

21.1

1±3.4

1.4±2.8

179.3 (125-250)

255.4 (125-500)

Susu bubuk

Susu segar

50

12.5

0.5±1.9

3.2±4.6

99.6 (100-250)

606.4 (100-500)

6 Makanan asin

dan awetan

a. Sarden

b. Ikan asin

c. Nugget

d. Kerupuk

e. Sosis

89.5

57.9

57.9

52.6

52.6

1.5±2.3

1.9±5.1

0.4±0.6

2.4±3.3

0.4±0.5

51.6 (20-120)

434 (75-350)

15.6 (15-40)

36.1 (10-40)

15.6 (10-50)

Ikan asin

Sarden

Nugget

Keju

Sosis

87.5

75

75

68.8

62.5

3.2±3.3

0.6±0.8

1.5±2.6

1.7±2.5

0.9±1.2

77.2 (15-120)

23.6 (20-40)

71.6 (10-90)

43.9 (10-80)

51.8 (10-120)

Page 36: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

20

Tabel 10 Frekuensi dan perkiraan konsumsi 5 jenis pangan yang paling banyak dikonsumsi (Lanjutan)

No. Jenis makanan % Frekuensi

konsumsi/mgg

(kali)

Median (min-maks) Jenis makanan % Frekuensi

konsumsi/mgg

(kali)

Median (min-

maks)

7 Makanan sumber

lemak

a. Telur ayam

b. Daging ayam

dengan kulit

c. Gorengan

d. Daging sapi

e. Udang

100

94.7

89.5

78.9

73.7

8±4.4

3.4±3.8

3.4±3.3

2.3±2.9

1.7±3.6

603.7 (55-1540)

175.3 (40-240)

603.6 (120-840)

74.5 (35-140)

71.2 (20-140)

Telur ayam

Daging ayam

dengan kulit

Gorengan

Daging sapi

Udang

93.8

87.5

87.5

81.3

75

4.7±6.3

2.4±2.3

7.3±7.3

1.6±2

0.6±0.6

240.4 (55-330)

119.7 (80-420)

750.6 (120-2100)

52.3 (35-70)

28.6 (20-35)

8 Bumbu

a. Kecap manis

b. Garam

c. Saus tomat

d. Kecap asin

57.9

42.1

21.1

10.5

5.1±5.6

3.9±5.8

1.6±3.1

0.8±2.4

44.2 (10-50)

18.4 (5-20)

9.2 (10-20)

5.5 (10-30)

Garam

Kecap manis

Saus tomat

Kecap asin

56.3

43.8

31.3

12.5

5.5±6.6

5±7.8

4±6.9

1.5±5.8

25.7 (5-30)

42 (10-60)

51.3 (10-60)

14 (10-30)

Page 37: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

21

Jenis makanan pokok yang paling sering dikonsumsi oleh contoh laki-laki

adalah nasi (beras putih), kentang, roti putih, singkong, dan bihun, dengan frekuensi

konsumsi paling besar dan paling kecil adalah nasi (beras putih) dan bihun. Pada

contoh perempuan, jenis makanan pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi

(beras putih), bihun, kentang, roti putih, dan singkong, dengan frekuensi konsumsi

paling besar dan paling kecil adalah nasi (beras putih) dan bihun. Jenis lauk pauk

yang paling sering dikonsumsi oleh contoh laki-laki adalah telur, tempe, tahu,

daging sapi, dan ayam, dengan frekuensi konsumsi paling besar dan paling kecil

adalah telur dan daging sapi. Pada contoh perempuan, jenis lauk pauk yang paling

sering dikonsumsi adalah tahu, daging sapi, ikan segar, telur, dan tempe, dengan

frekuensi konsumsi paling besar dan paling kecil adalah tahu dan daging sapi.

Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh contoh laki-laki adalah

sayur sup, daun singkong, bayam, sayur asem, dan wortel, dengan frekuensi

konsumsi paling besar dan paling kecil adalah sayur sup dan sayur asem. Pada

contoh perempuan jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah sayur sup,

daun singkong, sayur asem, sawi, dan bayam, dengan frekuensi konsumsi paling

besar dan paling kecil adalah sawi dan bayam. Jenis buah yang paling sering

dikonsumsi oleh contoh laki-laki adalah pepaya, jeruk, pisang, semangka, dan apel,

dengan frekuensi konsumsi paling besar dan paling kecil adalah pepaya dan apel.

Pada contoh perempuan, jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah pisang,

semangka, pepaya, jeruk, dan apel, dengan frekuensi konsumsi paling besar dan

paling kecil adalah pisang dan semangka. Jenis susu dan hasil olahannya yang

paling sering dikonsumsi oleh contoh laki-laki dan perempuan adalah susu bubuk

dan susu segar, dengan frekuensi konsumsi paling besar dan paling kecil adalah

susu segar dan susu bubuk.

Konsumsi makanan asin dan awetan

Konsumsi makanan asin dan awetan terdiri atas beberapa jenis bahan

makanan, diantaranya ikan asin, rusip, kerupuk, keripik asin, keju mie instan, sosis,

nugget, sarden, kacang telur bungkus, dan kacang kulit bungkus. Pada setiap

jenisnya akan diurutkan bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh

contoh, persentase yang mengonsumsi, frekuensi rata-rata/minggu, dan median

(min-maks) (Tabel 10). Jenis makanan asin dan awetan yang paling sering

dikonsumsi oleh contoh laki-laki adalah sarden, ikan asin, nugget, kerupuk, dan

sosis, dengan frekuensi konsumsi paling besar dan paling kecil adalah kerupuk dan

sosis. Pada contoh perempuan, jenis makanan asin dan awetan yang paling sering

dikonsumsi adalah ikan asin, sarden, nugget, keju, dan sosis, dengan frekuensi

konsumsi paling besar dan paling kecil adalah ikan asin dan sarden.

Konsumsi makanan sumber lemak

Konsumsi makanan sumber lemak terdiri atas beberapa jenis bahan

makanan, diantaranya telur ayam, gorengan, daging ayam dengan kulit, susu full

krim, daging sapi, jeroan, daging kambing, gajih, udang, kepiting, kerang, santan,

dan mentega. Pada setiap jenisnya akan diurutkan bahan makanan yang paling

banyak dikonsumsi oleh contoh, persentase yang mengonsumsi, frekuensi rata-

rata/minggu, dan median (min-maks) (Tabel 10). Jenis makanan sumber lemak

yang paling sering dikonsumsi oleh contoh laki-laki adalah telur ayam, daging

ayam dengan kulit, gorengan, daging sapi, dan udang, dengan frekuensi konsumsi

paling besar dan paling kecil adalah telur ayam dan udang. Pada contoh perempuan,

Page 38: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

22

jenis makanan sumber lemak yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam,

daging ayam dengan kulit, gorengan, daging sapi, dan udang, dengan frekuensi

konsumsi paling besar dan paling kecil adalah gorengan dan udang.

Konsumsi bumbu dan gula

Konsumsi bumbu terdiri atas beberapa jenis bumbu, diantaranya kecap

manis, garam, saus tomat/sambal, dan kecap asin. Pada setiap jenisnya akan

diurutkan jenis bumbu yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh, persentase

yang mengonsumsi, frekuensi rata-rata/minggu, dan median (min-maks) (Tabel

10). Jenis bumbu yang paling sering dikonsumsi oleh contoh laki-laki adalah kecap

manis, garam, saus tomat, dan kecap asin, dengan frekuensi konsumsi paling besar

dan paling kecil adalah kecap manis dan kecap asin. Pada contoh perempuan jenis

bumbu yang paling sering dikonsumsi adalah garam, kecap manis, saus tomat, dan

kecap asin, dengan frekuensi konsumsi paling besar dan paling kecil adalah garam

dan kecap asin. Konsumsi gula juga diteliti pada penelitian ini. Konsumsi gula

diperoleh dengan menanyakan konsumsi teh manis dan penambahan gula yang

ditambahkan. Rata-rata contoh minum teh manis menggunakan 3 sdm dengan

perkiraan berat 38 gram/hari. Konsumsi gula yang terlalu tinggi akan membuat

glukosa darah meningkat dan membuat kerja insulin ekstra. Konsumsi gula yang

terlalu tinggi dalam jangka waktu terus – menerus akan berdampak terhadap

kejadian diabetes mellitus.

Konsumsi air putih

Konsumsi air putih yang dianjurkan dalam sehari adalah ≥8 gelas/hari atau

setara dengan 2000 mL. Konsumsi air putih ≥8 gelas/hari dikatakan cukup,

sebaliknya jika konsumsi air putih <8 gelas/hari dikatakan tidak cukup. Tabel 11

merupakan sebaran data kebiasaan konsumsi air putih contoh.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi air putih

Kebiasaan konsumsi air

putih

Laki-laki Perempuan

n % n %

Tidak cukup (<8 gelas

atau <2000 mL)

14 73.7 11 68.8

Cukup (≥8 gelas atau

≥2000 mL)

5 26.3 5 31.2

Total 19 100 16 100

Sebagian besar contoh sebanyak 14 laki-laki (73.7%) dan 11 perempuan

(68.8%) tergolong tidak cukup dalam mengonsumsi air putih, serta sebanyak 5 laki-

laki (26.3%) dan 5 perempuan (31.2%) tergolong cukup dalam mengonsumsi air

putih. Median dari kebiasaan konsumsi air putih adalah 600. Jumlah (mL) air putih

yang paling sedikit dikonsumsi oleh contoh adalah 100 mL dan yang paling banyak

adalah 3000 mL.

Page 39: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

23

Konsumsi minuman berenergi

Minuman energi adalah jenis minuman yang ditujukan untuk menambah

energi seseorang yang meminumnya (Paddock 2008). Tabel 12 menunjukkan

sebaran kebiasaan konsumsi minuman bernergi contoh.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minuman berenergi

konsumsi

minuman

berenergi

Laki-laki Perempuan

n % n %

Tidak 6 31.6 11 68.8

Ya 13 68.4 5 31.2

Total 19 100 16 100

Jumlah minuman berenergi

0.1-1.3 mL 0 0 1 20

1.3-450 mL 9 69.2 3 60

>450 mL 4 30.8 1 20

Total 13 100 5 100

Sebanyak 6 laki-laki (31.6%) dan 11 perempuan (68.8%) tidak

mengonsumsi minuman berenergi, serta sebanyak 13 laki-laki (68.4%) dan 5

perempuan (31.2%) memiliki kebiasaan mengonsumsi minuman berenergi.

Ditinjau dari banyaknya minuman berenergi yang dikonsumsi (mL), terdapat 1

perempuan (20%) yang termasuk ke dalam kategori 0.1-1.3 mL, 9 laki-laki (69.2%)

dan 3 perempuan (60%) yang termasuk ke dalam kategori 1.3-450 mL, serta 4 laki-

laki (30.8%) dan 1 perempuan (205) yang termasuk ke dalam kategori >450 mL.

Volume minuman berenergi (mL) yang paling tinggi dikonsumsi adalah 1800 mL

dan yang paling rendah dikonsumsi adalah 10 mL. Jenis minuman berenergi yang

dikonsumsi contoh adalah extrajoss, kratindaeng, dan kukubima energi.

Konsumsi suplemen

Suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi

makanan, mengandung satu atau lebih bahan, seperti vitamin, mineral, tumbuhan

atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk

meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau konsentrat, metabolit,

konstituen, ekstrak atau kombinasi dari beberapa dari bahan di atas. Suplemen

makanan dapat berupa produk padat meliputi, tablet, tablet hisap, tablet kunyah,

serbuk, kapsul, kapsul lunak, granula, pastiles, atau produk cari berupa tetes, sirup,

atau larutan (BPOM 2004). Tabel 13 menunjukkan sebaran kebiasaan konsumsi

suplemen contoh.

Page 40: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

24

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi suplemen

Konsumsi

suplemen

Laki-laki Perempuan

n % n %

Tidak 12 63.2 6 37.5

Ya 7 36.8 10 62.5

Total 19 100 16 100

Frekuensi

konsumsi

0.1-1.3 4 57.1 3 30

1.3 0 0 0 0

>1.3 3 42.9 7 70

Total 7 100 10 100

Sebanyak 12 laki-laki (63.2%) dan 6 perempuan (37.5%) tidak memiliki

kebiasaan mengonsumsi suplemen, serta terdapat 7 laki-laki (36.8%) dan 10

perempuan (62.5%) memiliki kebiasaan mengonsumsi suplemen. Frekuensi

konsumsi suplemen dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan sebaran data, yaitu

0.1-1.3, 1.3, dan >1.3. Sebanyak 4 laki-laki (57.1%) dan 3 perempuan (30%)

termasuk ke dalam kategori 0.1-1.3, serta 3 laki-laki (42.9%) dan 7 perempuan

(70%) termasuk ke dalam kategori >3. Frekuensi konsumsi suplemen tertinggi

adalah 3 kali/hari dan frekuensi konsumsi suplemen terendah adalah 1 kali/hari.

Jenis suplemen yang dikonsumsi oleh contoh adalah neurobion, herbal life

(susu+obat+es), pil pelangsing, vitamin A, teh pelangsing, vitamin B12, hamaviton,

sangobion, neurobion, supradin, vitamin C, centrum, dan vitamin C. Sebagian besar

contoh mengonsumsi suplemen 1 serving size (1 tablet, 1 kapsul, botol, dan gelas)

Penyakit Lain yang Berhubungan

Penyakit lain yang berhubungan adalah keberadaan penyakit yang diderita

oleh contoh selain penyakit chronic kidney disease (CKD), seperti hipertensi,

diabetes mellitus, atau kombinasinya. Tabel 14 menunjukkan sebaran riwayat

kesehatan contoh.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan

Riwayat

Kesehatan

Laki-laki Perempuan

n % n %

Penyakit lain

selain CKD

Tidak ada 3 15.8 2 12.5

Ada 16 84.2 14 87.5

Total 19 100 16 100

Jenis penyakit

lain

Hipertensi 9 56.3 7 50

Page 41: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

25

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan (Lanjutan)

Riwayat

Kesehatan

Laki-laki Perempuan

n % n %

Diabetes mellitus 4 25 2 14.3

Hipertensi dan

diabetes mellitus

3 18.7 5 35.7

Total 16 100 14 100

Riwayat CKD

Keluarga

Tidak ada 0 0 3 18.8

Ada 19 100 13 81.2

Total 19 100 16 100

Riwayat selain

CKD keluarga

Tidak ada 10 52.6 8 50

Ada 9 47.4 8 60

Total 19 100 16 100

Sebagian besar contoh memiliki penyakit lain selain CKD, yaitu 16 laki-

laki (84.2%) dan 14 perempuan (87.5%). Penyakit lain selain CKD yang dimiliki

oleh contoh adalah hipertensi, diabetes mellitus, dan kombinasi keduanya.

Sebanyak 9 laki-laki (56.3%) dan 7 perempuan (50%) memiliki riwayat hipertensi,

4 laki-laki (25%) dan 2 perempuan (14.3%) memiliki riwayat diebetes mellitus,

serta 3 laki-laki (18.7%) dan 5 perempuan (35.7%) memiliki riwayat penyakit

hipertensi dan diabetes mellitus. Selain penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan

kombinasi keduanya, sebagian contoh juga memiliki riwayat penyakit jantung

koroner, katarak, dan stroke.

Riwayat penyakit chronic kidney disease merupakan penyakit yang dapat

diturunkan dari orang tua. Sebanyak 19 laki-laki (100%) dan 13 perempuan (81.2%)

memiliki riwayat penyakit CKD dari orang tuanya, yaitu ibu. Sebanyak 9 laki-laki

(47.4%) dan 8 perempuan (50%) memiliki riwayat penyakit lain selain CKD dari

orang tuanya. Penyakit tersebut adalah hipertensi, diabetes mellitus, dan jantung

koroner.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok

orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan pemanfaatan

(utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau

sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut

memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Penilaian status gizi secara

langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan

biofisik.

Penilaian antropometri untuk menilai status gizi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT mengindikasikan berat tubuh

Page 42: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

26

terhadap tinggi tubuh seseorang. IMT digunakan sebagai suatu ukuran untuk

menentukan status kegemukan dan obesitas. Kelebihan pengukuran IMT adalah

mudah, cepat, dan tidak bersifat invasif (Gibson 2005). Tabel 15 menunjukkan

sebaran indeks masa tubuh (IMT) contoh.

Table 15 Sebaran contoh berdasarkan Indeks masa tubuh (IMT) contoh

Status Gizi Laki-laki Perempuan

n % n %

Underweight 3 15.8 5 31.6

Normal 7 36.8 3 18.8

Overweight 4 21.1 3 18.8

Obese I 3 15.8 3 18.8

Obese II 2 10.5 2 12.5

Total 19 100 16 100

Sebagian besar contoh, baik laki-laki maupun perempuan memiliki status

gizi lebih (overweight dan obese), yaitu 47.4% laki-laki dan 50.1%. Sisanya adalah

underweight sebanyak 15.8% laki-laki dan 31.6% perempuan, dan normal sebanyak

36.8% laki-laki dan 18.8% perempuan.

Hubungan antar Variabel

Hubungan usia dan konsumsi suplemen

Data usia menyebar normal karena memiliki p>0.05 (p=0.404) dan data

konsumsi suplemen tidak menyebar normal p<0.05 (p=0.000), sehingga uji korelasi

yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman

menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara usia dan konsumsi

suplemen (p=0.042, r=-0.346), serta usia dan frekuensi konsumsi suplemen

(p=0.017, r=-0.402). Nilai korelasi negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi usia

maka konsumsi dan frekuensi suplemen semakin sedikit, sebaliknya semakin

rendah usia maka konsumsi dan frekuensi suplemen semakin tinggi. Hal ini tidak

sejalan dengan penelitian Dickinson dan MacKay (2014) yang menyatakan bahwa

semakin meningkatnya usia, prevalensi dan frekuensi penggunaan suplemen

meningkat pada laki – laki dari 36% - 66% dan pada perempuan dari 43% - 75%.

Menurut hasil Third National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES III) tahun 1988-1994, suplemen makanan paling banyak digunakan oleh

anak – anak dan dewasa (Koplan et al. 1996), sedangkan menurut Greger (2001)

umur yang lebih tua merupakan karakteristik demografi yang berhubungan dengan

konsumsi suplemen makanan. Semakin tua seseorang semakin menurun fungsi

organ tubuh yang berakibat menurunnya penyerapan zat gizi sehingga diperlukan

suplemen makanan (Sarjono 2010). Messerer et.al (2001) dalam penelitiannya di

Swedia, menyatakan bahwa umur merupakan prediktor yang terbaik dalam

penelitian mengenai penggunaan suplemen makanan. Menurut Balluz et.al (2000),

rata-rata umur pengguna suplemen makanan di United States adalah 37 tahun.

Penelitian Balluz et.al (2000) juga menunjukkan ada peningkatan konsumsi

suplemen makanan pada mereka yang kelompok umurnya lebih tinggi. Hasil

penelitian di Jepang yang dilakukan Ishiara et.al (2003) menunjukkan bahwa

Page 43: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

27

terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok usia yang tertinggi dalam

konsumsi suplemen. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi umur seseorang, maka

kecenderungan untuk mengonsumsi suplemen makanan akan semakin besar.

Hubungan pendidikan dan konsumsi suplemen

Data pendidikan menyebar tidak normal p<0.05 (p=0.000) dan data

konsumsi suplemen tidak menyebar normal, sehingga uji korelasi yang digunakan

adalah uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat

hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendidikan dan konsumsi suplemen

(p=0.018, r=0.398). Nilai korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi

pendidikan maka konsumsi suplemen semakin tinggi. Hal ini diduga semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka pengetahuannya pun akan semakin meningkat.

Pengetahuan yang tinggi akan berdampak terhadap kepedulian terhadap kesehatan

yang tinggi pula. Tingkat kepedulian terhadap kesehatan ditunjukkan dengan

konsumsi suplemen.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Vatanparast (2010) yang menyatakan

bahwa orang-orang yang tamat SMA memiliki kesempatan 1.4 kali lebih besar

untuk mengonsumsi suplemen dibandingkan dengan orang-orang yang tidak tamat

SMA. Berdasarkan NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)

penggunaaan suplemen lebih tinggi pada orang yang berpendidikan dibandingkan

dengan orang yang tidak berpendidikan. Pada NHANES (National Health and

Nutrition Examination Survey) tahun 1999-2000 dilaporkan bahwa konsumsi

suplemen sebanyak 62% pada orang-orang yang pendidikannya lebih dari SMA,

48% pada orang-orang yang tamat SMA, dan 35% pada orang-orang yang tidak

tamat SMA (Bailey 2011). Sedangkan pada NHANES ((National Health and

Nutrition Examination Survey) tahun 2003-2006 dilaporkan bahwa sebanyak 61%

orang dengan pendidikan tinggi mengonsumsi suplemen dan hanya 37% pada orang

dengan pendidikan rendah (Radimer 2004).

Hubungan antara nilai GFR (CKD) dan gaya hidup

Kebiasaan Merokok

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan merokok (p=0.560), serta

hubungan antara nilai GFR (CKD) dan jumlah batang rokok (p=0.269). Hal ini

tidak sejalan dengan penelitian Bleyer (2000), yang menyatakan terdapat hubungan

yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan peningkatan serum kreatinin atau

dengan kata lain penurunan nilai GFR. Pada hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa kebiasaan merokok akan meningkatkan serum kreatinin 5 kali lipat

dibandingkan dengan tidak merokok, jika dalam sehari menghisap rokok ≥20

batang rokok. Sebuah meta analisis dari 17 penelitian atau kajian case control

menemukan bahwa kejadian gagal ginjal kronis (CKD) berhubungan signifikan

dengan kebiasaan merokok ≥20 batang/hari (OR:1.51, 95% CI 1.06 – 2.15) dan

merokok >40 tahun (OR:1.45, 95% CI 1.00-2.09) (Jones-Burton 2007).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan merokok (p>0.05). Hal ini diduga

karena sebaran data kebiasaan merokok pada contoh tidak menyebar normal.

Sebanyak 51.4% contoh yang memiliki kebiasaan merokok dan rata-rata jumlah

batang rokok yang dihisap adalah 6 batang/hari. Hanya terdapat 2 contoh yang

memiliki kebiasaan merokok ≥20 batang/hari, yaitu 24 batang dan 36 batang.

Page 44: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

28

Sementara menurut penelitian Bleyer (2000) dan (Jones-Burton 2007), kebiasaan

merokok akan mempengaruhi nilai GFR (CKD) paling tidak memiliki kebiasaan

merokok ≥20 batang rokok/hari.

Menurut Grassi (1994) dan Orth (2000), Efek merokok yaitu meningkatkan

pacuan simpatis yang akan berakibat pada peningkatan tekanan darah, takikardi,

dan penumpukan katekolamin dalam sirkulasi. Pada fase akut beberapa pembuluh

darah juga sering mengalami vasokonstriksi misalnya pada pembuluh darah

koroner, sehingga pada perokok akut sering diikuti dengan peningkatan tahanan

pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan fraksi

filter.

Konsumsi Alkohol

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi alkohol ) (p=0.123),

serta hubungan antara nilai GFR (CKD) dan volume alkohol (p=0.134). Kebiasaan

konsumsi alkohol dihubungkan dengan kejadian hipertensi. Oleh karena itu, secara

tidak langsung mengarah pada kejadian gagal ginjal kronis (CKD) (Parekh 2001).

Banyak penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara

kebiasaan konsumsi alkohol dan nilai GFR (CKD). Akan tetapi, ada juga penelitian

yang gagal menunjukkan hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol dan nilai

GFR (CKD). Hasil penelitian Shankar (2006), menunjukkan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian

gagal ginjal kronis apabila konsumsi alkohol <4 serving size/hari. Pada penelitian

cross sectional dan analisis longitudinal menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara nilai GFR (CKD) dan konsumsi alkohol ≥4 serving size/hari

(Perneger 1999).

Sebaran kebiasaan konsumsi alkohol contoh tidak menyebar normal.

Sebanyak 9 contoh (25.7%) yang memiliki kebiasaan konsumsi alkohol dan sisanya

tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol. Menurut Shanker (2006), konsumsi

alkohol ≥4 serving size/hari memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian

gagal ginjal kronis. Tidak ada satupun contoh yang memiliki kebiasaan konsumsi

alkohol ≥4 serving size/hari. Hanya terdapat 2 contoh yang mengonsumsi 3 serving

size/minggu. Oleh karena itu, hal ini diduga menjadi faktor yang menyebabkan

hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol tidak berhubungan signifikan

(p>0.05) dengan nilai GFR (CKD).

Pengaruh alkohol dengan kejadian gagal ginjal kronis adalah dengan cara

merespon sistem saraf pusat (hipotalamus) untuk meningkatkan osmolaritas

plasma. Peningkatan osmolaritas plasma diikuti dengan peningkatan sekresi

hormon ADH. Hormon ADH akan menghambat pengeluaran urin, sehingga urin

diserap kembali oleh tubulus dan menjadi racun bagi tubuh. Penumpukan urin di

dalam tubuh mengakibatkan zat sisa metabolisme tidak dapat dibuang (serum

kreatinin dan ureum menumpuk), sehingga menjadi penyebab terhadap kejadian

gagal ginjal kronis (Stump 2004).

Kebiasaan Olahraga

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

nyata (p<0.05) antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan olahraga (p=0.453),

hubungan antara nilai GFR (CKD) dan frekuensi olahraga (p=0.878), serta

hubungan antara nilai GFR (CKD) dan durasi olahraga (p=0.079). Edemack (1997)

Page 45: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

29

melakukan penelitian secara acak kepada 30 pasien CKD stage 3-5 untuk melihat

pengaruh olahraga (bersepeda selama 30 menit) terhadap penurunan nilai GFR.

Pasien dibedakan menjadi 2 kelompok, kelompok uji (melakukan olahraga) dan

kontrol (tidak melakukan olahraga). Hasilnya menunjukkan tidak terdapat

perbedaan antara nilai GFR pada kedua kelompok pasien. Olahraga yang dilakukan

rutin 3 kali/minggu dengan durasi ≥30 menit akan memperbaiki nilai tekanan darah

dan denyut jantung (Maria & Johnson 2012), sehingga akan membuat sirkulasi

darah ke ginjal lancar. Menurut Maria & Johnson (2012), faktor yang

mempengaruhi tidak terdapat hubungan antara olahraga dengan nilai GFR adalah

jumlah sampel yang terlalu sedikit, homoginitas subjek, dan kekuatan statistik yang

lemah. Pada penelitian ini juga diduga penyebab tidak ada hubungan antara

kebiasaan olahraga dengan nilai GFR adalah sebaran data kebiasaan olahraga yang

tidak normal, sampel hanya 35 orang (kecil), dan contoh homogen (semua contoh

tergolong ke dalam CKD stage V).

Hubungan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan makan

Makanan asin dan awetan

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi makanan asin dan

awetan (p=0.358, r=-0.160). Kebiasaan konsumsi makanan asin dan awetan akan

menyebabkan hipertensi, kemudian setelah hipertensi terjadi dalam jangka waktu

yang lama akan menyebabkan gagal ginjal kronis (Stump 2004). Penelitian yang

dilakukan oleh Wang et.al (2014), menyebutkan bahwa konsumsi makanan yang

mengandung garam tinggi secara signifikan berhubungan dengan kejadian

hipertensi (p=0.0003). Hanum (2014) menyebutkan bahwa contoh yang sering

mengonsumsi makanan asin dan awetan memiliki peluang 10 kali lipat mengalami

hipertensi dibandingkan dengan contoh yang tidak mengonsumsi makanan asin dan

awetan (OR;10.035, 95% CI 1.213-82.981). Pada penelitian ini tidak dihubungkan

antara kebiasaan konsumsi makanan asin terhadap kejadian hipertensi. Akan tetapi,

kejadian hipertensi berhubungan signifikan dengan kejadian gagal ginjal kronis

(p<0.05).

Makanan berlemak

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi makanan berlemak

(p=0.987, r=-0.003). Sama halnya dengan kebiasaan konsumsi makanan asin dan

awetan. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak akan berhubungan terlebih dahulu

dengan obesitas (IMT) (Stump 2004). Kemudian obesitas (IMT) akan berhubungan

dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Hipertensi dan diabetes mellitus

merupakan risiko terhadap kejadian gagal ginjal kronis (p<0.05). Penelitian yang

dilakukan oleh Castillon et.al (2007) di Spanyol menunjukkan bahwa makanan

berlemak berhubungan dengan obesitas 1.26 (95% CI 1.09:1.45, P<0.001) pada pria

dan 1.25 (95% CI 1.11:1.41, P<0.001) pada wanita, dan obesitas sentral 1.17 (95%

CI 1.02:1.34, P<0.001) pada pria dan 1.27 (95% CI 1.13:1.42, P<0.001) pada

wanita. Makanan tinggi lemak atau yang diolah dengan cara digoreng berhubungan

positif dengan kejadian obesitas umum dan sentral. Status gizi berlebih kemudian

akan berpengaruh terhadap penyakit gagal ginjal kronis. Pada penelitian ini, status

gizi (IMT) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gagal ginjal kronis

(p<0.05).

Page 46: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

30

Bumbu

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi bumbu (p=0.313, r=-

0.176). Hal ini sejalan dengan Stump (2004), penggunaan bumbu (garam, kecap,

saus, dan vetsin) yang semakin sering atau berlebih akan meningkatkan kejadian

hipertensi. Kejadian hipertensi dalam jangka waktu yang lama (kronis) akan

berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronis. Pada penelitian ini tidak

dihubungkan antara kebiasaan konsumsi bumbu dengan kejadian hipertensi.

Berdasarkan riwayat kesehatan contoh telah didapatkan prevalensi penyakit

hipertensi pada contoh. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan

antara kejadian hipertensi dan penyakit gagal ginjal kronis (p<0.05).

Gula

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi gula (p>0.05, r=-

0.176). Konsumsi gula dihubungkan dengan kejadian diabetes mellitus. Kejadian

diabetes mellitus kronis akan berdampak terhadap gagal ginjal kronis. Menurut

Stump (2004), kadar gukosa darah yang tinggi akan dikeluarkan melalui ginjal

karena insulin tidak dapat mengontrolnya, sehingga ginjal mengalami hiperfiltrasi

dan dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan penyakit gagal ginjal kronis.

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan

konsumsi gula. Menurut Stump (2004), konsumsi gula yang berlebih dalam jangka

waktu lama akan berdampak terhadap diabetes mellitus dan berhubungan dengan

kejadian penyakit gagal ginjal kronis.

Air putih

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi air putih (p=0.226, r=-

0.210). Menurut Maria (2012), terdapat hubungan yang signifikan antara nilai GFR

dan kebiasaan konsumsi air putih. Dalam penelitiannya konsumsi air ≥8 gelas (2-

2.5 L/hari) dapat menurunkan prevalensi gagal ginjal kronis (CKD). Pada penelitian

ini hubungan nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi air putih tidak

berhubungan. Hal ini diduga karena sebaran data kebiasaan konsumsi air putih

contoh tidak menyebar normal, jumlah contoh yang kecil, dan contoh homogen.

Konsumsi air putih yang cukup akan membuat volume darah adekuat, sehingga

tekanan dan sirkulasi darah menuju ke ginjal lancar. Selain itu, air putih membantu

proses filtrasi glomerulus (Stump 2004).

Minuman berenergi

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi minuman berenergi

(p=0.897, r=0.023), serta hubungan antara nilai GFR (CKD) dan volume minuman

berenergi (p=0.613, r=0.088). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Restu

(2015), yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan

konsumsi minuman berenergi dengan penyakit gagal ginjal kronis. Hubungan

konsumsi minuman berenergi dan kejadian gagal ginjal kronis adalah sebagai

berikut. Beberapa psikostimulan (kafein dan amfetamin) yang terdapat pada

minuman berenergi terbukti dapat mempengaruhi ginjal. Amfetamin dapat

mempersempit pembuluh darah arteri ke ginjal sehingga darah yang menuju ke

Page 47: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

31

ginjal berkurang. Akibatnya, ginjal akan kekurangan asupan makanan dan oksigen.

Keadaan sel ginjal kekurangan oksigen dan makanan akan menyebabkan sel ginjal

mengalami iskemia dan memacu timbulnya reaksi inflamasi yang dapat berakhir

dengan penurunan kemampuan sel ginjal dalam menyaring darah (Hidayati 2007).

Tidak adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi minuman berenergi dan

kejadian CKD pada contoh disebabkan oleh sebaran data konsumsi minuman

berenergi yang tidak normal.

Suplemen

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara nilai GFR (CKD) dan kebiasaan konsumsi suplemen (p=0.234,

r=0.207), serta hubungan antara nilai GFR (CKD) dan frekuensi konsumsi

suplemen (p=0.164, r=0.241). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Muchlisin (2011), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara kebiasaan konsumsi suplemen dan kejadian gagal ginjal kronis

p>0.05 (p=0.634). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara nilai GFR dan

kebiasaan konsumsi suplemen pada contoh disebabkan oleh jenis suplemen yang

dikonsumsi oleh contoh. Tidak semua suplemen dapat merusak ginjal. Peneliti tidak

menghubungkan antara jenis suplemen dengan kejadian CKD, tetapi hanya

menghubungkan tingkat kebiasaannya saja. Selain itu sebaran data kebiasaan

konsumsi suplemen tidak menyebar normal, sehingga secara statistik sulit untuk

menghubungkannya (kekuatan statistik melemah).

Hubungan antara nilai GFR (CKD) dan riwayat penyakit (penyakit lain)

Hasil uji korelasi Spearman menunjukan terdapat hubungan yang signifikan

(p<0.05) antara nilai GFR (CKD) dan jenis penyakit lain (p=0.025, r=-0.378). Nilai

korelasi untuk hubungan GFR (CKD) dan jenis penyakit lain (hipertensi, diabetes

mellitus, dan komplikasi keduanya) adalah -0.378. Nilai tersebut menunjukkan

semakin tinggi nilai GFR maka komplikasi penyakit akan rendah, sebaliknya

semakin rendah nilai GFR maka komplikasi penyakit lain akan semakin tinggi.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Ginawi IB (2012) tentang penilaian faktor risiko

yang berhubungan dengan CKD di Saudi Arabia. Pada hasil penelitiannya terdapat

hubungan yang signifikan antara CKD (serum kreatinin) dengan hipertensi

(p=0.000) dan hubungan antara CKD (seum kreatinin) dengan diabetes mellitus

(p=0.000).

Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal dan gagal ginjal juga dapat

menyebabkan hipertensi. Hipertensi yang berlangsung lama dapat menyebabkan

perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan

hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak,

ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan

nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena

penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol

akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan artrofi tubulus, sehingga seluruh

nefron rusak. Pada akhirnya terjadilah gagal ginjal kronis (Stump 2004).

Gagal ginjal kronis sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90%

hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi cairan dan

natrium, sementara <10% bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil dari

perkalian curah jantung dengan tekanan perifer. Pada gagal ginjal, volume cairan

tubuh meningkat, sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini

Page 48: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

32

meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memicu sekresi

renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer, sehingga semakin meningkat

(Stump 2004).

Diabetes mellitus dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis dengan

mekanisme berikut. Diabetes mellitus ditandai dengan peningkatan kadar glukosa

darah yang tidak terkontrol (hiperglikemia). Apabila kadar glukosa darah tidak

terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan melalui ginjal secara berlebihan.

Keadaan tersebut membuat ginjal hiperfiltrasi dan hipertrofi. Hiperfiltrasi dan

hipertrofi terus – menerus dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan gagal

ginjal kronis (Stump 2004).

Hubungan antara nilai GFR (CKD) dan status gizi (IMT)

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang

signifikan (p<0.05) antara nilai GFR (CKD) dan status gizi (IMT) (p=0.000, r=-

0.653). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara IMT dan nilai

GFR. Nilai korelasi -0.653 mengindikasikan bahwa semakin tinggi IMT maka nilai

GFR akan semakin turun, sebaliknya semakin normal IMT maka nilai GFR akan

semakin tinggi. Nilai GFR ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya umur, berat

badan, dan serum kreatinin (Levey 2000). Berikut adalah rumus untuk menghitung

nilai GFR.

GFR = (140−𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 (0.85=𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛)

72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛

Berdasarkan rumus untuk menghitung nilai GFR, berat badan (IMT) menjadi salah

satu faktor penentu nilai GFR. Semakin tinggi nilai berat badan (IMT), maka nilai

GFR akan semakin tinggi.

Hasil penelitian Cohen (2013) menggunakan studi cross sectional dengan

jumlah contoh 21880 orang (laki-laki:68%, perempuan:32%) menyatakan bahwa,

terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dan nilai GFR (p<0.001). Pada

penelitiannya, IMT contoh dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu <25 Kg/m2

(normal), 25-29.9 Kg/m2 (overweight), 30-35 Kg/m2 (Obese I), dan >35 Kg/m2

(Obese II). Contoh yang memiliki IMT <25 Kg/m2 (normal) memiliki faktor

dominan yang berhubungan dengan penurunan nilai GFR sebanyak 1 kali, contoh

yang memiliki IMT 25-29.9 Kg/m2 (overweight) memiliki faktor dominan yang

berhubungan dengan penurunan nilai GFR sebanyak 3.4 kali, contoh yang memiliki

IMT 30-35 Kg/m2 (Obese I) memiliki faktor dominan yang berhubungan dengan

penurunan nilai GFR sebanyak 4.5 kali, dan contoh dengan IMT >35 Kg/m2 (Obese

II) memiliki faktor dominan yang berhubungan dengan penurunan nilai GFR 15.4

kali. Hal yang serupa juga ditemukan pada penelitian Kawamoto (2008) yang

menyatakan bahwa, semakin meningkatnya nilai IMT maka akan semakin cepat

terjadi penurunan nilai GFR.

Page 49: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

33

Faktor dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis

Hasil dugaan persamaan faktor dominan yang berhubungan dengan gagal

ginjal kronis dan semua tanda parameter dugaan disajikan pada tabel 18 berikut.

Koefisien determinasi (R-square) menunjukkan nilai sebesar 0.600 yang berarti

penyakit gagal ginjal kronis sebesar 60% dapat dijelaskan oleh besar keluarga,

asupan makanan asin dan awetan, konsumsi air putih, status gizi, dan konsumsi

gula. Sedangkan sisanya 40% dijelaskan oleh faktor-faktor yang tidak dianalisis

dalam model. Hasil dugaan faktor dominan yang berhubungan dengan penyakit

gagal ginjal kronis disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Hasil dugaan faktor dominan yang berhubungan dengan

penyakit gagal ginjal kronis

Varibel Koefisien t-hitung p

C 8.339 3.601 0.001

Besar keluarga -0.517 -2.155 0.040

Asupan makanan asin dan

awetan

-0.029 -2.280 0.030

Konsumsi air putih 0.001 2.143 0.041

Status gizi -0.401 5.521 0.000

Konsumsi gula -0.088 -3.068 0.005

R-squared 0.600

Adj R-squared 0.531

F 8.702

Significant 0.000

Uji-F menunjukkan bahwa besar keluarga, asupan makanan asin dan

awetan, konsumsi air putih, status gizi, dan konsumsi gula secara bersama-sama

dapat menjelaskan penyakit gagal ginjal kronis (CKD) dan secara statistik nyata

pada taraf 0.000. Persamaan regresi menggunakan persamaan regresi linear dan

memenuhi uji asumsi klasik berupa normalitas, homoskedastisitas, autokolerasi,

dan multikolinearitas. Berikut merupakan persamaan regresi linear yang digunakan

pada penelitian ini.

Y = 8.339 – 0.517X1 – 0.029X2 + 0.001X3 - 0.401X4 – 0.088X5

Keterangan:

Y = Nilai GFR (CKD)

X1 = Besar keluarga

X2 = Asupan makanan asin dan awetan

X3 = Konsumsi air putih

X4 = Status gizi

X5 = Konsumsi gula

Besar keluarga berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap nilai

GFR (CKD). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase besar keluarga

akan menurunkan nilai GFR (CKD). Nilai parameter dugaan yang diperoleh adalah

-0.517 yang berarti jika persentase besar keluarga meningkat 1% maka nilai GFR

akan menurun 0.517% apabila variabel lain bernilai konstan. Besar keluarga

Page 50: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

34

merupakan salah satu komponen dari sosial ekonomi. Drey et al. (2003) melakukan

penelitian tentang pengaruh sosial ekonomi terhadap peningkatan serum kretainin.

Komponen sosial ekonomi yang diukur adalah akses kesehatan, tingkat pendidikan,

dan status ekonomi. Hasilnya, orang-orang dengan akses kesehatan rendah,

pendidikan rendah, dan status ekonomi menengah ke bawah cenderung memiliki

nilai serum kreatinin yang lebih tinggi. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap

distribusi konsumsi pangan. Peneliti menduga semakin tinggi besar keluarga, maka

distribusi konsumsi pangan akan semakin sulit. Kesulitan dalam konsumsi pangan

membuat orang untuk lebih memilih makanan jenis apa saja untuk dikonsumsi

(tanpa melihat kualitasnya). Konsumsi pangan dengan kualitas yang rendah akan

membuat kehadiran beberapa penyakit, salah satunya penyakit gagal ginjal kronis.

Asupan makanan asin dan awetan berhubungan negatif dan berpengaruh

nyata terhadap nilai GFR (CKD). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan

persentase asupan makanan asin dan awetan akan menurunkan nilai GFR (CKD).

Nilai parameter dugaan yang diperoleh adalah -0.02 yang berarti jika persentase

asupan makanan asin dan awetan meningkat 1% maka nilai GFR akan menurun

0.02% apabila variabel lain bernilai konstan. Penelitian yang dilakukan oleh Wang

et.al (2014), menyebutkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung garam

tinggi secara signifikan berhubungan dengan kejadian hipertensi (p=0.0003).

Hanum (2014), juga menyebutkan bahwa contoh yang sering mengonsumsi

makanan asin dan awetan memiliki peluang 10 kali lipat mengalami hipertensi

dibandingkan dengan contoh yang tidak mengonsumsi makanan asin dan awetan

(OR=10.035,95% CI: 1.213-82.981). Hipertensi dalam waktu lama mengarah

kepada gagal ginjal kronis (Stump 2004).

Hipertensi telah lama dikenali sebagai penyebab, konsekuensi, dan

percepatan terhadap CKD. Pada studi cross sectional dengan partisipan remaja

Australia berusia 20 tahun menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

hipertensi dengan kejadian CKD. Umur, jenis kelamin, dan hipertensi secara tidak

langsung berhubungan dengan penurunan GFR (Laju filtrasi glomerulus). Nilai OR

dari analisis univariat menunjukkan bahwa hipertensi sebagai faktor dominan yang

berhubungan dengan terhadap CKD sebesar 7.5 (95% CI 6.5-8.8) (Chadban et al.

2003).

Konsumsi air putih berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap

nilai GFR (CKD). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase konsumsi

air putih akan meningkatkan nilai GFR (CKD). Nilai parameter dugaan yang

diperoleh adalah 0.001 yang berarti jika persentase konsumsi air putih meningkat

1% maka nilai GFR akan meningkat 0.001% apabila variabel lain bernilai konstan.

Penelitian Strippoli (2011) tentang studi observasional Kohort yang melihat

hubungan antara CKD dan asupan cairan dengan menggunakan kuesioner pada

orang tua di Blue Mountain pada 2 periode waktu yang berbeda (1999-1994 dan

1997-2000) menunjukkan hasil bahwa penurunan prevalensi CKD berhubungan

dengan asupan cairan yang tinggi. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa asupan

cairan dapat menurunkan kejadian CKD kira-kira 50%.

Status gizi berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap nilai GFR

(CKD). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase status gizi akan

meningkatkan nilai GFR (CKD). Nilai parameter dugaan yang diperoleh adalah

0.401 yang berarti jika persentase status gizi meningkat 1% maka nilai GFR akan

menurun 0.401% apabila variabel lain bernilai konstan. Parameter status gizi yang

Page 51: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

35

digunakan pada penelitian ini adalah IMT. Status gizi yang berlebih (tinggi)

berhubungan dengan obesitas. Banyak penelitian yang telah melihat hubungan

antara obesitas dan nilai GFR. Pada studi Kohort yang melibatkan 101516 pria dan

wanita jepang menunjukkan bahwa IMT berhubungan terbalik dengan kejadian

penyakit gagal ginjal kronis pada wanita tetapi tidak pada pria (Iseki 1997).

Sebaliknya pada penelitian lain menggunakan studi cross sectional menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang positif antara persentase lemak tubuh dan IMT

dengan nilai GFR pada pasien CKD (Kopple 2000). Obesitas merupakan salah satu

penyebab tidak langsung hipertensi dan diabetes mellitus. Hipertensi dan diabetes

mellitus merupakan penyebab tersering kejadian gagal ginjal kronis (Stump 2004).

Konsumsi gula berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap nilai

GFR (CKD). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase konsumsi gula

akan menurunkan nilai GFR (CKD). Nilai parameter dugaan yang diperoleh 0.088

yang berarti jika persentase konsumsi gula meningkat 1% maka nilai GFR akan

menurun 0.088% apabila variabel lain bernilai konstan. Konsumsi gula yang

berlebih ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah

yang terlalu tinggi akan membuat kerja insulin ekstra. Ada saatnya insulin tidak

mampu lagi untuk mengontrol kadar glukosa darah yang terlalu tinggi, sehinnga hal

ini menjadi suatu penyakit, yaitu diabetes mellitus. Diabetes mellitus berkaitan

dengan kejadian gagl ginjal kronis. Orang yang menderita diabetes mellitus akan

kesulitan dalam menurunkan kadar glukosa darahnya, karena insulin telah rusak.

Oleh karena itu kadar glukosa darah yang tinggi akan dibuang melalui ginjal,

sehingga membuat ginjal hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dalam jangka waktu yang lama

akan menyebabkan ginjal rusak (Stump 2004).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lebih dari setengah contoh (54.3%) berjenis kelamin laki – laki. Sebagian

besar contoh (71.4%) tergolong ke dalam usia ≥45 tahun. Sebesar 94.3% contoh

beragama islam. Sebesar 37.1% contoh memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah

tangga. Tingkat pendidikan contoh sebagian besar adalah tamat SMA (57.1%).

Sebagian besar contoh (88.6%) memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan.

Sebagian besar contoh (60%) tergolong ke dalam kategori keluarga kecil (≤4

orang). Lebih dari setengah dari jumlah contoh (51.4%) memiliki kebiasaan

merokok. Hanya 9 (25.7%) yang memiliki riwayat konsumsi alkohol. Sebagian

besar contoh (68.6%) terbiasa melakukan olahraga. Golongan makanan pokok yang

paling sering dikonsumsi contoh adalah nasi, kentang, roti putih, bihun, dan

singkong. Golongan lauk pauk yang paling sering dikonsumsi contoh adalah tahu,

telur, daging sapi, tempe, dan ikan segar. Golongan sayuran yang sering dikonsumsi

contoh adalah sayur sup, daun singkong, sayur asem, wortel, dan sawi. Golongan

buah yang paling sering dikonsumsi contoh adalah pisang, pepaya, semangka,

Page 52: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

36

jeruk, dan apel. Golongan susu dan hasil lahannya yang paling sering dikonsumsi

contoh adalah susu bubuk dan susu segar.

Golongan makanan asin dan awetan yang paling sering dikonsumsi contoh

adalah sarden, naget, keju, sosis, dan kerupuk asin. Golongan makanan berlemak

yang paling sering dikonsumsi contoh adalah telur ayam, daging ayam dengan kulit,

gorengan, daging sapi, dan udang. Golongan bumbu yang paling sering dikonsumsi

contoh adalah kecap manis, garam, saus tomat/sambal, dan kecap asin. Sebagian

besar contoh (71.4%) minum air putih <8 gelas/hari. Sebesar 51.4% contoh

memiliki kebiasaan konsumsi minuman berenergi. Lebih dari setengah dari jumlah

contoh (51.4%) tidak mengonsumsi suplemen. Sebesar 30% dari jumlah contoh

memiliki penyakit lain selain CKD, meliputi 53.3% hipertensi, 20% diabetes

mellitus, dan 26.7% komplikasi keduanya. Kurang dari setengah dari jumlah contoh

(28.6%) memiliki status gizi normal.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang

signifikan antara usia dan konsumsi suplemen (p=0.000,r=-0.346), usia dan

frekuensi konsumsi suplemen (p=0.042,r=-0.402), pendidikan dan konsumsi

suplemen (p=0.018,r=0.398), GFR dan penyakit lain (p=0.025,r=-0.378), serta

hubungan antara GFR dan IMT (status gizi) (p=0.000,r=-0.653).

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan (p>0.05) antara GFR dan kebiasaan merokok, GFR dan kebiasaan

konsumsi alkohol, GFR dan kebiasaan olahraga, GFR dan kebiasaan konsumsi

makanan asin dan awetan, GFR dan kebiasaan konsumsi makanan berlemak,

kebiasaan konsumsi bumbu dan gula, kebiasaan konsumsi air, kebiasaan konsumsi

suplemen, kebiasaan konsumsi dan minuman berenergi. Berdasarkan analisis

multivariat menggunakan regresi linear variabel yang berhubungan dengan CKD

adalah besar keluarga (p=0.040), asupan makanan asin dan awetan (p=0.030),

konsumsi air putih (p=0.041), status gizi (p=0.000), dan konsumsi gula (p=0.005).

Saran

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia semakin meningkat

setiap tahun, terutama di Jakarta mengingat pola gaya hidup masyarakat yang telah

berubah. Jumlah keluarga yang terlalu besar, konsumsi makanan asin dan awetan,

dan konsumsi gula yang berlebihan seharusnya dikurangi, sebaliknya konsumsi air

putih lebih ditingkatkan. Berat badan diharapkan ideal untuk mencapai status gizi

optimal untuk mencegah penyakit gagal ginjal kronis. Desain penelitian ini adalah

cross sectional. Desain tersebut kurang menggambarkan hubungan sebab akibat.

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan desain yang lebih baik dalam

menggambarkan hubungan sebab akibat, sehingga dapat menjelaskan faktor

dominan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis lebih baik. Desain yang

disarankan seperti desain case control pada contoh dewasa dengan penyakit gagal

ginjal kronis.

Page 53: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

37

DAFTAR PUSTAKA

Aufa S, Masbar R, Nasir M. 2013. Pengaruh pendapatan per kapita, pertumbuhan

penduduk, dan tingkat upah terhadap biaya hidup di Indonesia. Jurnal Ilmu

Ekonomi.1(1):64-76.

Bailey RL, Gahche JJ, Lentino CV, Dwyer JT, Engel JS, Thomas PR, Betz JM,

Sempos CT, Picciano MF. 2003-2006. 2011. Dietary supplement use in

the United States, 2003-2006. J Nutr. 14(2):261-266.

Balluz et al. 2000. Vitamin and mineral supplement use in the United States:results

from the third national health and nutrition examination survey. American

Medical Association 2000.9:258-262.

Battistella M. 2012. Management of depression in hemodialysis patient. The

CANNT Journal. 22 (3): 29-34.

BKKBN. 1998. Paket Pelatihan Pendidikan Keluarga Berencana. BKKBN.

Jakarta (ID).

Bleyer AJ, Shemanski LR, Burke GL. 2000. Tobacco, hypertension, and vascular

disease: risk factors for renal functional decline in an older population.

Kidney International. 57: 2072-9.

BPOM. 2004. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Nomor HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan

Suplemen Makanan. Jakarta (ID):BPOM.

Chadban SJ, Briganti EM, Kerr PG. 2003. Prevalence of kidney damage in

Australian adults; the ausdiab kidney study. Journal of the American

Society of Nephrology. 14:8-131.

Dinkinson, Mackay. 2014. Health habits and other characteristics of dietary

supplement users.Nutrition Journal.13(1):2-8.

Drey N, Roderick P, Mullee M. 2003. A population-based study of the incidence

and outcomes of diagnosed chronic kidney disease. American Journal of

Kidney Diseases. 42: 677-84.

Eidemak I, Haaber AB, Feldt-Rasmussen B. 1997. Exercise training and the

progression of chronic renal failure. Nephron.75:36-40.

Eytan C, Abigail F, Elad G, Gai M, Moshe G, Ilan K. 2013. Assosiation between

the body mass index and chronic kidney disease in men and women- a

population based- study from Israel. Nephrol Dial Transplant. 28(4):30-

35.

Fox CS, Larson MG, Leip EP. 2004. Predictors of new-onset kidney disease in a

community based population. JAMA. 291:50-844.

Ginawi IB, Ahmed HG, Alhazimi AM. 2012. Assesment of risk factors for chronic

kidney disease in Saudi Arabia. Internation Journal of Science and

Research (IJSR). 3(7):446-450.

Page 54: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

38

Grassi G, Seravalle G, Calhoun DA, Bolla GB, Giannattasio CG, Marabini M, Del

BO, Mansia G. 1994. Mechanisms responsible for sympathetic activation

by cigarret smoking in humans; Circulation. 90: 248-253.

Greger JI. 2001. Dietary supplement use:consumer characteristics and interest.

Journal of Nutrition.131:13395-13435.

Hanum NH. 2014. Faktor risiko hipertensi pada pekerja garmen wanita [skripsi].

Bogor (ID): IPB

Haroun MK, Jaar BG, Hoffman SC. 2003. Risk factors of chronic kidney disease :

a prospective study of 23.534 men and women in Washington country,

Maryland. Journal of the American Society of Nephrology. 14:41-2934.

Hidayati, Titiek. 2008. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan Minuman

Supelemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronis. Tesis, Program

Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 90-102.

Iseki K, Ikemiya Y, Fukiyama K. 1997. Risk factors of end stage renal disease and

serum creatinine in a community based mass screening. Kidney

International.51:850-4.

Ishihara J et al. 2003. Demographics, lifestyle, health characteristics and dietary

intake among dietary supplement users in Japan. International Journal of

Epidemiology.32:533-546.

John R, Webb M, Young A. 2004. Unreferred chronic kidney disease : a

longitudinal study. American Journal of Kidney Diseases. 43:35-825.

Jones-Burton C, Seliger SL, Scherer RW. 2007. Cigarette smoking and incident

chronic kidney disease: a systematic review. American Journal of

Nephrology. 27: 342-51.

Kawamoto R, Kohara K, Tabara Y, Miki T, Ohtsuka N, Kusunoki T, Yorimitsu N.

2008. An assosiation between body mass index and estimated glomerular

filtration rate. Hipertense Res.31(8):1559-1564.

[Kemenkes RI] Kementeran Kesehatan RI. 2013. Laporan Nasional Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Jakarta (ID): Balitbangkes RI.

Khairunnisa A. 2012. Faktor – faktor yang berhubungan dengan nafsu makan

kurang pada pasien hemodialisis di RSPAD Gatot Soebroto [skripsi].

Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Koople JD, Greene T, Chumlea WC. 2000. Relationship between nutritional status

and the glomerular filtration rate:results from the MDRD study. Kidney

International.57:1688-703.

Koplan et al. 1996. Nutrition intake and supplementation in United States

(NHANESS III). American Journal Public Health.76:287-289.

Levey AS, Greene T, Kusek JW, Beck GJ: A simplified equation to predict

glomerular filtration rate from serum creatinine [Abstract]. J Am Soc

Nephrol 11: 155A, 2000 (Rumus GFR).

Maria C, Johnson D. 1997. Modification of lifestyle and nutrition interventions for

management of chronic kidney disease. Kidney Health Australia.1-50

Page 55: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

39

Messerer et al. 2001. Sociodemographig and health behaviour factor among dietary

supplement and natural remedy users. European Journal of Clinical

Nutrition.55(12):104-110.

Orth SR, Ogata H, Ritz E. 2000. Smoking and kidney. Nephrol Dial Transplant.

15:1509-1511.

Parekh RS, Klag MJ. 2001. Alcohol: role in the development of hypertension and

end-stage renal disease. Current Opinion in Nephrology &

Hypertension.10: 385-90.

Perneger TV, Whelton PK, Puddey IB. 1999. Risk of end-stage renal disease

associated with alcohol consumption. Am J Epidemiol.150:1275–81.

Radimer K, Bindewald B, Hughes J, Ervin B, Swanson C, Picciano MF, 1999-2000.

2004. Dietary supplement use by US adults: data from the National Health

and Nutrition Examination Survey. Am J Epidemiol. 160(4):339-349.

Restu P, Woro S. 2015. Risk factors chronic renal failure on hemodialysis unit in

RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik.11(2):316-320.

Samet JM, Wiggins C, Humble GC, Pathak RD. 1998. Cigarette smoking and lung

cancer in New Mexico. American journal of Respiratory and Critical Care

Medicine. doi: 10.1164/ajrccm/137.5.1110.

Sarjono, Ajeng H. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi

suplemen makanan pada mahasiswa rumpun kesehatan dan non kesehatan

di Universitas Indonesia tahun 2010 [skripsi]. Jakarta (ID):Universitas

Indonesia.

Sayogyo. 2002. Kemiskinan danIndikator Kemiskinan. Jakarta (ID):Gramedia.

Shankar A, Klein R, Klein BEK. 2006. The association among smoking, heavy

drinking, and chronic kidney disease. American Journal of

Epidemiology.164: 263-71.

Strippoli GFM, Craig JC, Rochtchina E. 2011. Fluid and nutrient intake and risk of

chronic kidney disease. Nephrology.16: 326-334.

Stump SE. 2004. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th Edition.

USA:Elsevier

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID):IPB

[USRDS] United States Renal Data System. 2009.

http://www.usrds.org/2009/pdf/V1_00_INTROL_09.PDF [Internet].

[Diunduh 9 Maret 2016.

Wang et al. 2014. Fruit and vegetable intake and the risk of hypertension in middle

age and older women. American Journal Hypertension. 25(2):180-9

Page 56: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

40

Page 57: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

41

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Indrapura, Kabupaten Batu Bara, Medan, Provinsi Sumatera

Utara pada tanggal 13 Desember 1994 dari pasangan Abu Bakar dan Syamsiah

Damanik. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai

pendidikan dari SDN 010213 Tanah Merah tahun 2001-2007. Setelah itu penulis

melanjutkan pendidikan ke SMPN 3 Air Putih tahun 2007-2010 dan SMAN 1 Air

Putih tahun 2009-2012. Tahun 2012 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian

Bogor (IPB) jurusan Gizi Masyarakat melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama masa studi, penulis merupakan pengurus BEM FEMA (Badan

Eksekutif Mahasiswa) pada tahun 2014 menjadi anggota pada divisi PBOS

(Pengembangan Olahraga dan Seni). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan

kepanitiaan, seperti Nutrition Fair 2013 dan 2014 sebagai anggota Divisi Acara dan

penanggung jawab Phytosterol, Gizi Bakti Masyarakat sebagai anggota pada tahun

2013 dan 2014 sebagai anggota, dan ESPENT (Ecology Sport and Art Event) tahun

2015 sebagai ketua Divisi Acara. Tahun 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja

Nyata-Praktik (KKN-P) di desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten

Cilacap. Pada kegiatan KKN-P, penulis mendapatkan pengalaman untuk

memberikan makanan tambahan, edukasi gizi dan monitoring terhadap balita gizi

kurang di daerah tersebut. Penulis juga mengikuti serangkaian kegiatan Posyandu

di desa tersebut. Pada bulan Desember 2015-Januari 2016, penulis melakukan

Internship Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan dan Dietetik di Rumah

Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Ditkesad, Jakarta.

Page 58: FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL … · meliputi : nilai GFR, ureum, dan kreatinin diperoleh dari data rekam medik pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

42