Evolusi kerang Kima

20
TUGAS EVOLUSI EVOLUSI KELUARGA KERANG dan KIMA Disusun oleh: Nama : Wahyu Kusumawardani NIM : K4312070 Kelas : B PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

description

tugas evolusi

Transcript of Evolusi kerang Kima

TUGAS EVOLUSIEVOLUSI KELUARGA KERANG dan KIMA

Disusun oleh:Nama: Wahyu KusumawardaniNIM: K4312070Kelas: B

PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2013EVOLUSI (TREND) KELUARGA KERANG DAN KIMA

A. DESKRIPSI KIMA

Kima (Tridacnidae) termasuk kelompok kerang-kerangan (Bivalvia) yang berukuran besar, lebih dikenal dengan sebutan kerang raksasa (Giant clam). Kima dapat tumbuh menjadi sangat besar di lingkungan terumbu karang. Ditemukan 6 jenis kima yang tersebar di perairan terumbu karang di Indo Pasifik, yaitu Tridacna.gigas, T.maxima, T.squamosa, T.crocea, T.costata, dan T.derasa.Dalam tatanama (nomenklatur) kima diklasifikasikan ke dalam bangsa Eulamellibranchia, suku Tridacnidae dan terdiri atas dua marga, yaitu Tridacna dan Hippopus. Menurut Mudjiono (1988), Newman dan Gomez (2000) urutan klasifikasi dari kima adalah sebagai berikut :Filum : MolluscaKelas : Pelecypoda/ Bivalvia Ordo : EulamellibranchiaSuperfamili : CardiaceaeFamili: TridacnidaeGenus : Tridacna HippopusSpesies : Tridacna gigas Linnaeus, 1758 Tridacna squamosa Linnaeus, 1758 Tridacna derasa Roding, 1798 Tridacna maxima Roding, 1798 Tridacna crocea Lamarck, 1819 Tridacna tevoroa Lucas, Ledua and Braley, 1990 Tridacna rosewateri Sirenho and Scarlato, 1991 Hippopus hippopus Linnaeus, 1758 Hippopus porcellanus Rosewater, 1982

Tridacnidae (kima) bersimbiosis dengan zooxan-thella dan satu jenis lain-nya termasuk kerabat dekat kima, yaitu kerang hati, Corculum cardissa (YONGE 1980). Zooxanthella yang bersimbiose de-ngan kima termasuk ganggang coklat dari jenis Gymnodinium microadriaticum FREU-DENTAHAL (TAYLOR 1969). Berbeda dengan bivalvia pada umum-nya, kima hidup tertambat di atas pasir atau karang mati dalam posisi "terbalik", yaitu pada posisi engsel (umbo) di bawah. Kima selalu membuka cangkangnya pada waktu siang hari, sehingga jaringan sifonal yang membesar dan diwarnai oleh pigmen-tasi dari zooxanthella, selalu mendapat radiasi yang cukup. Jaringan sifonal kima telah mendapat fungsi tambahan, yaitu se-bagai kebun bagi zooxanthella yang ber-peranan sangat besar bagi nutrisi kima. YONGE (1975 & 1980) menyatakan bah-wa kima resen (recent) telah berhasil mem-pertahankan jenisnya, menyesuaikan diri dengan kehidupan di perairan terumbu ka-rang tropis yang dangkal dan miskin akan fitoplankton dan berevolusi menjadi bentuk-nya yang sekarang.

B. BIVALVIA Untuk mengetahui kejadian tentang evolusi kima, perlu diketahui karakteristik bivalvia secara umum (kima termasuk kelas bivalvia). Kelas bivalvia yang termasuk dalam filum moluska selalu mempunyai cangkang yang setangkup. Keadaan yang setangkup tersebut sudah mulai nampak pada stadium burayak (larva), walaupun masih merupakan jaringan lunak yang disebut mantel. Mantel kemudian mengeluarkan sekret dari kapur yang membentuk cangkang. Kedua cangkang dihubungkan oleh suatu sendi pengikat yang elastis disebut umbo (engsel). Kedua cang-kang dapat ditutup dan dibuka dengan ban-tuan kontraksi dan relaksasi jaringan otot yang disebut otot aduktor. Dengan demikian hewan yang berada di dalam cangkang da-pat berhubungan dengan perairan di seki-tarnya pada waktu cangkang dibuka. Mulut bivalvia tidak dapat berhubung-an langsung dengan lingkungan luar. Oksi-gen dan makanan yang dibutuhkan oleh hewan ini disaring melalui insang yang mem-besar dan mengalami modifikasi menjadi penyaring makanan yang amat penting bagi bivalvia. Insang yang berbentuk sisir (kte-nos) berfungsi sebagai penyaring makanan dan merupakan karakteristik bivalvia yang bersifat "filter feeder". Insang bivalvia yang paling sederhana terdiri dari aksis utama dengan lembaran-lembaran lateral pada sisi-sisinya. Lembaran-lembaran insang dilengkapi pula dengan deretan silia-silia (bulu-bulu getar). Gerakan silia-silia tertentu menimbulkan aliran air yang kuat dan membawa partikel-partikel makanan dan sedimen yang terbawa arus air. Sebagian silia-silia memindahkan cam-puran partikel-partikel makanan dan sedi-men, sementara silia-silia yang lain mengum pulkan dan mendorong sedimen-sedimen un-tuk dikeluarkan. Insang bivalvia terletak pada rongga pernapasan di dalam mantel. Air masuk kedalam rongga melalui lubang masuk per-napasan (inhalant opening) dan keluar me-lalui lubang keluar pernapasan (exhalant opening). Kedua lubang pernapasan terle-tak di bagian posterior tubuhnya dan dapat mengalami modifikasi menjadi bentuk co-rong (siphon) yang dapat dijulurkan keluar dan ditarik kedalam seperti pada kerang yang membenamkan diri di pasir. Pada bi-valvia yang menempel pada permukaan se-perti remis (scallop) dan tiram (oyster), ujung lubang masuk pernapasan tidak me-nyempit, tetapi melebar. Larva yang merupakan kehidupan awal dari bivalvia, mula-mula berenang bebas di perairan, kemudian dilanjutkan dengan kehidupan dalam bentuk dewasa. Bivalvia dewasa dapat tetap bergerak aktif atau me-netap pada suatu substrat dan dapat pula menetap pada waktu muda dan bergerak kemudian. Peranan kaki dalam hal ini sangat besar bagi bivalvia umumnya. Misalnya, kerang yang tidak menempel pada suatu substrat mempunyai kaki dengan otot-otot yang kuat berbentuk seperti lidah untuk mendorong badannya dengan cepat, kadang-kadang dengan gerakan seperti me-lompat, menghindari serangan predator. Bivalvia yang menetap (sedentary bivalves) seperti kerang hijau (Mitykis) mengeluarkan massa seperti benang (byssus) dari kelenjar di kakinya untuk menambatkan diri. C. MEKANISME PERUBAHAN DALAM EVOLUSI (TREND) KELUARGA KERANG DAN KIMA Di atas telah diuraikan tentang karak-teristik bivalvia pada umumnya yang dapat menerangkan evolusi pada kima. Sebagai kelas terbesar dari moluska, bivalvia mem-punyai potensi untuk sukses dalam meme-lihara kelangsungan hidupnya, tidak hanya menyangkut pada ukurannya, tetapi juga keragaman bentuk dari beberapa populasi bivalvia. Aneka ragam bivalvia telah diklasi-fikasikan menjadi beberapa superfamili de-ngan pola karakteristik niasing-masing. Ma-sing-masing pola berkembang melalui adap-tasi dan spesialisasi selama jutaan tahun. Salah satu contoh: Cardiaceae, superfamili dimana termasuk Tridacnidae dan Cardi-dae. Cardidae atau keluarga kerang-kerangan terdiri dari 10 marga dan sejumlah besar jenis yang hidup pada berbagai habitat pasir dan pasir lumpur yang luas. Beberapa spesies mempunyai populasi yang luar biasa besarnya. YONGE (1975) berpendapat bah-wa pola evolusi pada keluarga kerang dapat menerangkan pola evolusi pada kima (Tri-dacnidae). Menurut YONGE (1975) peru-bahan dalam evolusi pada keluarga kerang dibagi dalam tiga arah (trend). Pertama, terjadi pada kerang yang cenderung membesar seperti pada "giant cockle'* di Pantai Timur Afrika dengan ukuran se-besar kelapa dan "New World Cockle", Cardium elatum di Teluk California. Kedua adalah bentuk cangkang yang membulat (globular) dengan rusuk-rusuk yang nyata. Cangkang yang membulat dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penimbunan yang terlampau dalam, sedangkan rusuk-rusuk pada cangkang dapat memberikan keseimbang-an hewan di lapisan pasir yang didiaminya (Gambar 1A). Ketiga nampak pada kerang, Corcuhim cardissa yang terdapat di perair-an Pasiflk. Kerang hati (Gambar IB) adalah satu-satunya bivalvia selain kima yang ber-simbiose dengan ganggang bersel satu. Kerang hati cangkangnya tipis dan sangat me-mendek di bagian lebarnya. Hewan ini mem benamkan setengah bagian anterior tubuh-nya, sedangkan setengah bagian posterior dengan corong pernapasannya menghadap cahaya matahari tropis yang dapat menem-bus lewat cangkangnya yang tembus cahaya. Kerang hati bersimbiose dengan ganggang bersel satu yang tinggal di dalam insang dan bagian-bagian tubuh lain yang terkena si-nar matahari. Kima (Tridacnidae, Gambar 1C) ber-kembang dari keluarga kerang yang telah berubah dari kehidupan membenamkan diri di dalam pasir (infaunal) menjadi kehi-dupan di atas permukaan (epifaunal), sebagian ada yang menempel dengan be-nang byssus dan sebagian tidak menem-pel (YONGE 1975). Kima juga bervaria si menurut ukuran dan bentuknya, lima jenis kima termasuk dalam genus Tridac-na dan dua jenis lainnya termasuk genus Hippopus (ROSEWATER 1965, 1982). Ki-ma h idup pada habitat pasir dari terumbu karang yang terlindung di perairan tropis yang dangkal atau agak dalam. Pada umum-nya cangkang kima selalu terbuka sehingga bagian mantel yang didiami oleh ganggang selalu menghadap keatas dan terkena sinar matahari. Hanya pada waktu surut atau ter-tutup bayangan oleh predator, kima menu-tup cangkangnya. Mantel kima yang tereks-pose juga dilengkapi oleh sel-sel pigmen (irridophore) yang memberi warna dari bi-ru sampai hijau atau coklat sampai kuning. Sel-sel pigmen tersebut berguna untuk adap-tasi terhadap penyinaran yang terlalu kuat. Kima yang terkecil, T. crocea hidup menempel dengan benang byssus dan mem-benamkan diri di dalam batu sepanjang hi-dupnya. Kima berukuran sedang seperti T. maxima menempel dengan byssus dan membenamkan hanya sebagian dari cang-kangnya. Jenis kima yang besar, seperti H. hippopus benang byssusnya berangsur-angsur hilang pada kehidupan dewasa.

Gambar 1. Tiga jenis bivalvia yang termasuk dalam superfamili Cardiacea: (a) kerang raksasa dari Amerika, Cardium alatum; (b) kerang hati, Corculum cardissa dan (c) kima, Tridacna maxima. Sudut pandang dilihat dari (1) bagian dalam katup (valve) sebelah kanan; (2) kedua katup bersama-sama diputar 90 dari posisi pertama;(3) perputaran 90 dari posisi terakhir. (Sumber :YONGE1975)H. hippopus bentuknya membulat dan cangkangnya sangat tebal di bagian bawah sehingga dengan demikian selalu terletak di atas permukaan pasir dalam posisi meng-hadap ke atas. Jenis kima lainnya yang ti-dak menempel pada kehidupan dewasa sangat membesar. Dua jenis kima telah bere-volusi menjadi "kerang raksasa" yaitu T. de-rasa (panjang cangkang mencapai 60 cm) dan T. gigas (panjang cangkang mencapai 1,5 m). Kerang raksasa tersebut dengan ukuran yang besar dan cangkang yang tebal mempunyai kedudukan yang amat mantap (stabil) diatas batu karang.

D. ROTASI PADA KIMACiri-ciri bivalvia pada umumnya selalu meletakkan kakinya yang dijulurkan keluar melalui celah di antara cangkangnya, tepi-tepi cangkangnya menghadap ke bawah dan bagian umbo terletak paling atas (Gambar 1A1,2 dan 2A). Kima yang hidup bersim-biose harus menempatkan diri sedemikian rupa sehingga jaringan yang didiami oleh ganggang menghadap sinar matahari. Dengan demikian kima resen (recent) mempunyai bagian kaki dan benang byssus (kalau ada) tetap terletak di bawah, tetapi pinggiran cangkang yang berwarna terang terbuka di permukaan atas (gambar IC1, 2 dan 2B). Keadaan yang berlawanan tersebut merupa-kan akibat dari proses evolusi dengan jalan memutar diri (rotasi) sehingga bagian umbo berpindah dari atas ke bawah dan berakhir pada bagian yang terbuka tempat keluarnya benang-benang byssus (Gambar 2). Proses rotasi ini merupakan akibat dari pembesaran jaringan yang didiami oleh ganggang. Apabila kita perhatikan dengan seksama, kerang dan kima selalu dalam posisi kaki di bawah. Kerang mempunyai posisi normal seperti pada bivalvia umumnya dengan bagian umbo terletak paling atas. Kemudian kita bayangkan cangkang kerang berputar perlahan lahan bersama-sama de-ngan seluruh bagian badan yang tetap mele-kat pada kakinya. Rotasi ini selain mengaki-batkan letak umbo menjadi di bawah dekat kaki, juga mengakibatkan jaringan lunak di antara corong pernapasan menjadi terentang (Gambar 3). Proses rotasi ini mungkin disebabkan oleh beberapa mutasi besar yang berlangsung selama jutaan tahun secara bertahap. Hasilnya adalah perubahan bentuk dari ne-nek moyang (ancestor) kerang menjadi kima. Akhirnya jaringan di antara corong pernapasan (siphonal tissue) membesar sepanjang per-mukaan atas sehingga melampaui tepi-tepi cangkangnya dan umbo terletak di dekat kaki. Selanjutnya dua otot aduktor yang terdapat pada kerang menghilang. Hal ini terjadi puk pada remis (scallop) dan tiram (oyster). Dengan demikian kima dapat dibedakan dari kerang karena termasuk bi-valvia engan jaringan otot tunggal (Gambar 3).

Gambar 2. Perbandingan anatomi kima (b) dan kerang (a) (Sumber : YONGE 1975)

.

Gambar 3. Tahapan pada evolusi kima menurut YONGE (1975). (a) ansestor kerang: engsel terletak di bagian dorsal, rotasi berlawanan arah jarum jam; (b) pada posisi perputaran 90: perentangan jaringan sifonal kima mengakibatkan reduksi otot aduktor anterior; (c) posisi terakhir, morfologi kima resen: jaringan sifonal semakin melebar dan otot aduktor anterior menghilang. (Sumber : YONGE 1975)

E. KEJADIAN HISTORIS Kejadian historis yang berlangsung ber-samaan dengan evolusi kima dapat memper-kuat teori tentang rotasi yang dikemukakan oleh YONGE (1975). Kerang sebagai nenek moyang kima berasal dari zaman yang sama dengan munculnya terumbu karang modern, yaitu zaman Mesozoikum atau tepatnya pada zaman Triasikum yang terjadi pada 225 juta tahun yang lalu. Pada periode berikutnya, yaitu Jurasikum, terumbu karang batu modern yang mulai terbentuk dibeda-kan menjadi karang batu yang membentuk terumbu karang dan yang tidak membentuk terumbu karang, Karang batu yang memben-tuk terumbu karang bersimbiose dengan ganggang fototrofik dijumpai pada perairan tropis yang dangkal, sedangkan yang tidak membentuk terumbu karang, hidup tanpa simbiose, tersebar luas di seluruh garis lin-tang dan dapat hidup di perairan yang sangat dalam. Daerah terlindung yang berpasir pada terumbu karang Mesozoikum adalah habitat kerang yang mungkin berevolusi menjadi kima. Kerang hati adalah satu-satunya bivalvia yang bersimbiose dengan ganggang selain kima, berevolusi lebih resen dibanding-kan dengan kima Oleh karena itu jenis ke-rang ini tidak dapat dipergunakan untuk memberi keterangan tentang kejadiran kima. Walaupun demikian keberadaannya dapat membuktikan bahwa penyinaran yang cukup terhadap kerang yang hidup di suatu permu-kaan dapat merupakan inang tempat tinggal ganggang yang terbiasa hidup pada beberapa jaringan hewan seperti zooxanthella. Seperti telah diketahui bahwa evolusi kima (Tridacnidae) berlangsung dari stok kerang (Cardidae) dimana ada perubahan da-ri kehidupan membenamkan diri di dalam pasir ke kehidupan menempel di permukaan batu yang keras. Dalam hal ini H. Hippopus dan H. porcellanus yang tetap hidup di per-mukaan pasir merupakan peralihan di antara keduanya. PERUBAHAN FILOGENIYONGE (1980) berpendapat bahwa perubahan yang terjadi pada kima bukan me-rupakan perubahan ontogeni melainkan pe-rubahan filogeni. Hal ini dapat dibuktikan oleh LA BARBERA (1975) dan ROSE-WATER (1980) pada kehidupan pasca burayak (post-larva) T. squamosa dan T. gigas yang berbentuk kampak dan bukan berbentuk kipas seperti bentuk dewasa ki-ma. Pada kima-kima muda T. gigas berumur2 3 bulan dengan panjang cangkang 1 - 1,8 cm, tepi-tepi cangkangnya membentuk sudut antara 35 - 63. Selnjutnya tepi- tepi cangkang kima muda T. gigas berumur3 4 bulan (panjang cangkang 1,6 3,0 mm), 4 5 bulan (panjang cangkang 2,8 4,8) dan kima dewasa (Panjang cangkang 5,2 27,2 cm) berturut-turut membentuk sudut antara 64 - 90, 85 - 100 dan 131 -150(Gambar4).Perubahan sudut yang dibentuk oleh kedua tepi cangkang kima merupakan con-toh dari "teori rekapitulasi" yang menyata-kan bahwa didalam ontogeni atau perkem-bangan awal dari beberapa individu menunjukkan adanya beberapa stadium serupa yang terjadi selama proses evolusi atau filogeni mereka.Bahwasanya Tridacnidae telah mengalami evolusi dari ansestor yang mirip dengan Cardidae (YONGE 1975) maka dapat diharapkan bahwa beberapa stadium perkembangan bivalvia tersebut dapat dijum-pai pada perkembangan Tridacna. Larva Tridacnidae walaupun berbeda namun mirip dengan kerabatnya Cardidae (LA BAR-BERA 1975; JAMESON 1976). Zooxan-thella belum memasuki jaringan kima sampai teijadinya penempelan dan metamorfosis menjadi spat kima. Zooxanthella baru mulai bercokol di jaringan spat kima yang berumur 19-40 hari. Perkembangan zooxanthella di jaringan kima kemudian diimbangi dengan berkembangnya sudut yang dibentuk oleh kedua tepi cangkang kima muda yang ber-iringan dengan perkembangan jaringan mantel tempat tinggal zooxanthella (ROSE-WATER 1980).

Gambar 4. Cangkang post-larva T. gigas berumur 2-3 bulan (A - C) dan bentuk dewasanya (D). (Sumber: ROSEWATER 1980).

Menurut ROSEWATER (1980) bentuk kampak pada kima muda mungkin merupakan salah satu mekanisme adaptasi dari hewan ini untuk memudahkan mobilisasi dalam pencarian habitat yang aman terhadap predator. Kima muda sebelum menetap di suatu tempat menggunakan kaki jalannya (bersifat thigmotaxis) untuk mencari habitat yang aman bagi kelanjutan hidupnya.

DAFTAR PUSTAKAJAMESON, S.C. 1976. Early life history of the giant clam Tridacna crocea, T. maxi-ma and Hippopus hippopus. Pac. Sci. 30: 219-233. LA BARBERA, M. 1975. Larval and post-larval development of the giant clams, Tridacna maxima and Tridacna squamosa (Bivalvia : Tridacnidae). Malacobgia 15 ; 69 - 79.Panggabean, Lily M.G.Jurnal Rahasia Kehidupan Kima: Ii. Evolusi. Oseana, Volume XVI, Nomor 1 : 35 44ROSEWATER, J. 1965. The family Tridac-nidae in the indoPacific. Indo-Pacific Mollusca 1: 347 - 396. ROSEWATER, J. 1982. A new species of Hippopus (Bivalvia : Tridacnidae). Nau-tilus 96: 3- 6. ROSEWATER, J. 1980. Changes in shell morphology of postlarval Tridacna gigas (Bivalvia : Heterodonta). Bull. Am. Malacol. Union 46 : 45 - 48. TAYLOR, D.L. 1969. Identity of zooxan-thellae isolated from some Pacific Tri-dacnidae. J. Phycol. 5 : 336 - 340. YONGE, CM. 1975. Giant clams. Sci. Am. 232: 96-105. YONGE, CM. 1980. Fungsional morpho-logy and evolution in the Tridacnidae (Mollusca : Bivalvia : Cardiaceae). Rec. Australian Mus. 33 (17) : 735 - 777.