Evidence Based.docx

9
Evidence Based NICU RSUP. Wahidin Sudirohusodo Makassar EVIDENCE BASED PRAKTIK KEPERAWATAN NICU Oleh: DEWI AYU ASNANG C12110251 CI. INSTITUSI CI. LAHAN (........................................) (........................................) PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Transcript of Evidence Based.docx

Evidence BasedNICURSUP. Wahidin Sudirohusodo Makassar

EVIDENCE BASED PRAKTIK KEPERAWATAN NICU

Oleh:DEWI AYU ASNANGC12110251

CI. INSTITUSICI. LAHAN

(........................................) (........................................)

PROGRAM PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015Judul Penelitian: 1. Faktor yang mempengaruhi nilai SpO2 pasca pronasi pada bayi yang memakai ventilator2. Frekuensi nafas bayi yang menggunakan ventilator sebelum dan sesudah pronasiPenulis: Arie Kusmaningrum

Evidence based: Prone position (PP) pada neonatus yang menggunakan ventilasi mekanik telah diketahui akan meningkatkan oksigenasi berdasarkan evidence based. Adapun hasil penelitian ditemukan bahwa nilai SpO2 pada pasien yang dilakukan PP didapatkan dalam batas yang normal dan baik karena berhubungan dengan fisiologi pernapasan. Pengaturan posisi dengan PP akan mempengaruhi perfusi oksigen. Hal ini dikarenakan perfusi paru sangat dipengaruhi oleh postur tubuh, dan terdapat perfusi yang lebih besar pada PP dibandingkan PS (posisi supinasi). Dampak oksigenasi PP pada distribusi inflasi alveolar akan lebih homogeny. Peningkatan densitas anterior paru lebih sedikit dibandingkan dengan penurunan densitas paru pada posterior, yang mengindikasikan pada PS terjadi penekanan bagian posterior yang lebih besar. Ukuran berat paru akan mempengaruhi distribusi ulang udara intrapulmonal. Distribusi ulang udara intrapulmonal ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik, sehingga pada PP kemungkinan area paru dependent yang merupakan area ventral lebih minimal untuk menjadi kolap. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Arie Kusmaningrum dengan judul penelitian lain untuk menilai bagaimana frekuensi nafas bayi yang menggunakan ventilator sebelum dan sesudah pronasi. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang pada keempat pengukuran yaitu pada sebelum PP, PP selama 30 menit, PP selama 1 jam dan PP selama 2 jam, namun berdasarkan nilai mean menunjukkan bahwa rata-rata frekwensi nafas sebelum PP dan sesudah 30 menit PP tidak menunjukkan penurunan melainkan peningkatan frekwensi nafas, demikian juga pada 1 jam PP. Baron, et al. (2007) menyatakan bahwa PP akan memberikan bagian posterior dinding dada lebih bebas dan tidak terjadi penekanan sehingga akan meningkatkan komplians dengan demikian ventilasi lebih banyak terdapat pada area non dependent paru dan terjadi peningkatan status oksigenasi.Judul Penelitian: Pengaruh pemberian upright position terhadap pengurangan freukuensi gumoh pada bayi usia 0-3 bulanPenulis: Nurul Arwita

Evidence based: Upright position merupakan posisi tegak yaitu pada sudut 300. Upright position diberikan beberapa saat setelah bayi minum ASI atau susu formula. Pada posisi ini ada gaya gravitasi yang akan mendorong ASI ataupun susu kebawah (Brannagan, 2010), selain itu pada upright position terjadi peningkatan oksigenasi, karena pada posisi ini adanya peningkatan volum paru-paru (Richard & Lefebvre, 2011). Upright position diberikan selama 30 menit, karena pada bayi pengosongan lambung terjadi selama 34,9 menit (Omari. dkk, 2004). Oleh sebab itu disarankan orangtua pada bayi dapat memposisikan bayinya pada upright position, karena pada posisi ini, susu yang masuk ke lambung bayi tidak akan kembali lagi kekerongkongan karena dipengarui oleh adanya gaya gravitasi (Bramby, 1998). Sehingga dapat disimpulkan dari hasil penelitian Nurul Arwita bahwa ada pengaruh pemberian upright position terhadap pengurangan frekuensi gumoh pada bayi usia 0-3 bulan.

Gambar 2. Posisi untuk meghindari gumoh pada bayi setelah pemberian ASI atau susu formula

Judul Penelitian: Peripherally Inserted Central Catheter dan Pemberian Terapi Intravena pada NeonatusPenulis: Yani Setiasih, Sari Fatimah, Siti Yuyun Rahayu Fitri

Evidence based: Penelitian sebelumnya menemukan bahwa Peripherally Inserted Central Catheter (PICC) efektif dalam pemberian terapi intravena. Belum banyak penelitian yang membandingkan pemberian terapi intravena antara akses intravena yang biasa dilakukan saat ini. Penelitian ini bertujuan membandingkan antara akses intravena perifer dengan Peripherally Inserted Central Catheter (PICC) terhadap efektivitas pemberian terapi intravena pada neonatus. Peripherally inserted central catheter (PICC) merupakan salah satu peralatan terbaru yang telah diperkenalkan di Indonesia. Peripherally inserted central catheter digunakan untuk akses vena perifer, yang mempunyai beberapa kelebihan, yaitu dapat digunakan untuk pemberian makronutrisi yang mempunyai osmolaritas sangat tinggi >900 mOsm dan dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama (21 hari2 bulan) tergantung jenis kateter yang digunakan (Gomella, 2009). Adapun pada penelitian ini menunjukkan bahwa akses intravena dengan menggunakan PICC lebih efektif dalam pemenuhan terapi intravena apabila dibandingkan dengan akses kateter intravena perifer. Pada pemasangan akses kateter intravena perifer, kejadian phlebitis sering sekali ditemukan akibat dari pembuluh darah bayi yang sangat tipis, permeabilitasnya tinggi, rapuh, dan lumennya sangat kecil (menurunkan hemodilusi) sehingga harus dilakukan penusukan yang berulang-ulang. Kondisi tersebut mengakibatkan port the entry (pintu masuk kuman) yang kemungkinan besar menyebabkan bayi mengalami sepsis. Pemberian terapi antibiotik pada bayi perlu memperhatikan jumlah dosis dan ketepatan waktu pemberiannya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa terapi antibiotik mempunyai bioavailibilitas sendiri (waktu paruh bekerja efektif dalam membunuh kuman), dan apabila waktu pemberiannya kurang memperhatikan hal tersebut, dapat menyebabkan resistennya kuman terhadap antibiotik. Akses intravena yang efektif kepatenannya sangat diperlukan untuk mencegah kejadian tersebut. Penelitian ini menyarankan kepada pengambil kebijakan di rumah sakit untuk memprioritaskan pasien neonatus yang dirawat, baik di ruangan perawatan biasa maupun di ruangan perawatan intensif, supaya menggunakan PICC daripada akses intravena perifer dalam memenuhi kebutuhan terapi intravenanya.

Judul Penelitian: Penurunan respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasive melalui developmental carePenulis: Lia Herliana, Dessie Wanda, Sutanto Priyo Hastono

Evidence based: Nyeri merupakan stimulus yang dapat merusak perkembangan otak bayi prematur. Developmental care merupakan salah satu strategi untuk mengurangi respon nyeri akibat prosedur invasif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh developmental care terhadap respons nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif. Shizun dan Westrup (2004) dalam penelitiannya menerangkan bahwa selama 24 jam bayi padaumumnya menerima kurang lebih 200 macam prosedur, baik yang menyakitkan maupun hanya berupa prosedur yang rutin. Dalam penelitiannya dilaporkan juga bahwa sebanyak 3/4 (tiga per empat) kejadian hipoksemia pada bayi premature dihubungkan dengan perawatan bayi itu sendiri, serta terjadinya peningkatan konsentrasi hormone terkait stres yang dihubungkan dengan prosedur keperawatan yang dilakukan secara rutin terhadapbayi. Adapun hasil penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa rerata respon nyeri akut setelah mendapatkan development care diperoleh pada kelompok control mengalami peningkatan dari respon sebelumnya. Pada kelompok intervensi respon nyeri mengalami penurunan dan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap selisih respon nyeri akut bayi prematur sebelum dan sesudah dilakukan developmental care antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Oleh karena itu, tindakan developmental care merupakan strategi yang tepat dalam mengurangi respon nyeri terhadap bayi prematur, khususnya yang mendapatkan prosedur tindakan invasif. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Shizun, et al. (2002) yang menyatakan bahwa developmental care secara bermakna dapat menurunkan ekspresi nyeri pada bayi prematur yang diukur melalui instrumen PIPP (Premature Infant Pain Profile) dan EDIN (Echelle de la Douleur Inconfort Nouveau-Ne'/ Neonatal Pain and Discomfort Scale) pain scores selama dilakukan prosedur rutin di ruangan.

Judul Penelitian: Penurunan respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasive melalui developmental carePenulis: Lia Herliana, Dessie Wanda, Sutanto Priyo Hastono

Evidence based: Nyeri merupakan stimulus yang dapat merusak perkembangan otak bayi prematur. Developmental care merupakan salah satu strategi untuk mengurangi respon nyeri akibat prosedur invasif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh developmental care terhadap respons nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif. Shizun dan Westrup (2004) dalam penelitiannya menerangkan bahwa selama 24 jam bayi padaumumnya menerima kurang lebih 200 macam prosedur, baik yang menyakitkan maupun hanya berupa prosedur yang rutin. Dalam penelitiannya dilaporkan juga bahwa sebanyak 3/4 (tiga per empat) kejadian hipoksemia pada bayi premature dihubungkan dengan perawatan bayi itu sendiri, serta terjadinya peningkatan konsentrasi hormone terkait stres yang dihubungkan dengan prosedur keperawatan yang dilakukan secara rutin terhadapbayi. Adapun hasil penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa rerata respon nyeri akut setelah mendapatkan development care diperoleh pada kelompok control mengalami peningkatan dari respon sebelumnya. Pada kelompok intervensi respon nyeri mengalami penurunan dan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap selisih respon nyeri akut bayi prematur sebelum dan sesudah dilakukan developmental care antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Oleh karena itu, tindakan developmental care merupakan strategi yang tepat dalam mengurangi respon nyeri terhadap bayi prematur, khususnya yang mendapatkan prosedur tindakan invasif. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Shizun, et al. (2002) yang menyatakan bahwa developmental care secara bermakna dapat menurunkan ekspresi nyeri pada bayi prematur yang diukur melalui instrumen PIPP (Premature Infant Pain Profile) dan EDIN (Echelle de la Douleur Inconfort Nouveau-Ne'/ Neonatal Pain and Discomfort Scale) pain scores selama dilakukan prosedur rutin di ruangan.