EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

14
EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN TAMBAK DI KECAMATAN BALUSU KABUPATEN BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN Tarunamulia dan Akhmad Mustafa Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka-Maros, Sulawesi Selatan 9051 E-mail: [email protected] (Naskah diterima: 9 September 2008; Disetujui publikasi: 30 September 2009) ABSTRAK Upaya peningkatan produksi tambak yang optimal dan berkelanjutan mutlak didukung oleh informasi karakteristik lahan yang rinci dan mudah diinterpretasi oleh berbagai stakeholder. Ketersediaan informasi spasial tambak di berbagai daerah di Indonesia utamanya masih diperuntukkan bagi kebutuhan umum perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan pantai tingkat provinsi dan kabupaten. Dengan demikian data tersebut tentunya belum memuat informasi yang berhubungan langsung dengan upaya pengelolaan dan peningkatan produktivitas lahan tambak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan menilai tingkat kesesuaian secara rinci lahan tambak pada salah satu kawasan tambak di Kecamatan Balusu Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan melalui analisis spasial. Informasi spasial secara rinci yang meliputi tata letak tambak dan saluran tambak termasuk penggunaan lahan di sekitar tambak diekstrak dari citra satelit resolusi tinggi Quickbird akuisisi tahun 2007. Pengambilan sampel tanah tambak mengikuti metode acak bertingkat (Stratified random sampling) pada wilayah pertambakan. Hasil analisis spasial peubah kimia tanah yang secara rinci dikelompokkan menurut peubah yang mewakili tingkat kemasaman dan kesuburan tanah menunjukkan bahwa hamparan tambak eksisting umumnya memiliki karakteristik tanah yang masam dengan tingkat kesuburan yang rendah. Lebih lanjut diketahui bahwa dari total lahan tambak 548,33 ha yang disurvai; 260,6 ha lahan tersebut berkategori kurang layak; 283,3 ha layak; dan hanya sekitar 4,43 ha yang berkategori sangat layak. Namun demikian 52,47% lahan yang berstatus layak hingga sangat layak tersebut juga masih dapat berubah status menjadi kurang layak dengan adanya batasan aspek hidrologis, utamanya tingkat ketersediaan air yang mengandalkan jaringan saluran tambak. KATA KUNCI: karakteristik, kelayakan, tambak, Sulawesi Selatan ABSRACT: Detailed assessment of characteristics and suitability of coastal areas used for brackishwater aquaculture in Balusu Sub-district Barru Regency, South Sulawesi. By: Tarunamulia and Akhmad Mustafa The current national plan to increase shrimp production to the optimum and sustainable level must be supported by adequate and accurate information on detailed spatial characteristics of coastal areas. The spatial characteristics must also be interpretable or readable to most aquaculture stakeholders. However, the existing available spatial information of land-based aquaculture in most of regions in Indonesia is so far only employed for the global spatial planning of coastal areas (provincial and regency level). In fact, the available information does not have enough detail if it Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia) 425

Transcript of EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

Page 1: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIANLAHAN TAMBAK DI KECAMATAN BALUSU KABUPATEN BARRU

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Tarunamulia dan Akhmad Mustafa

Balai Riset Perikanan Budidaya Air PayauJl. Makmur Dg. Sitakka-Maros, Sulawesi Selatan 9051

E-mail: [email protected]

(Naskah diterima: 9 September 2008; Disetujui publikasi: 30 September 2009)

ABSTRAK

Upaya peningkatan produksi tambak yang optimal dan berkelanjutan mutlak didukungoleh informasi karakteristik lahan yang rinci dan mudah diinterpretasi oleh berbagaistakeholder. Ketersediaan informasi spasial tambak di berbagai daerah di Indonesiautamanya masih diperuntukkan bagi kebutuhan umum perencanaan tata ruang wilayahpesisir dan pantai tingkat provinsi dan kabupaten. Dengan demikian data tersebuttentunya belum memuat informasi yang berhubungan langsung dengan upayapengelolaan dan peningkatan produktivitas lahan tambak. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui karakteristik dan menilai tingkat kesesuaian secara rinci lahantambak pada salah satu kawasan tambak di Kecamatan Balusu Kabupaten Barru, SulawesiSelatan melalui analisis spasial. Informasi spasial secara rinci yang meliputi tata letaktambak dan saluran tambak termasuk penggunaan lahan di sekitar tambak diekstrakdari citra satelit resolusi tinggi Quickbird akuisisi tahun 2007. Pengambilan sampeltanah tambak mengikuti metode acak bertingkat (Stratified random sampling) padawilayah pertambakan. Hasil analisis spasial peubah kimia tanah yang secara rincidikelompokkan menurut peubah yang mewakili tingkat kemasaman dan kesuburantanah menunjukkan bahwa hamparan tambak eksisting umumnya memiliki karakteristiktanah yang masam dengan tingkat kesuburan yang rendah. Lebih lanjut diketahuibahwa dari total lahan tambak 548,33 ha yang disurvai; 260,6 ha lahan tersebutberkategori kurang layak; 283,3 ha layak; dan hanya sekitar 4,43 ha yang berkategorisangat layak. Namun demikian 52,47% lahan yang berstatus layak hingga sangat layaktersebut juga masih dapat berubah status menjadi kurang layak dengan adanya batasanaspek hidrologis, utamanya tingkat ketersediaan air yang mengandalkan jaringansaluran tambak.

KATA KUNCI: karakteristik, kelayakan, tambak, Sulawesi Selatan

ABSRACT: Detailed assessment of characteristics and suitability ofcoastal areas used for brackishwater aquaculture in BalusuSub-district Barru Regency, South Sulawesi. By: Tarunamuliaand Akhmad Mustafa

The current national plan to increase shrimp production to the optimum andsustainable level must be supported by adequate and accurate information on detailedspatial characteristics of coastal areas. The spatial characteristics must also beinterpretable or readable to most aquaculture stakeholders. However, the existingavailable spatial information of land-based aquaculture in most of regions in Indonesiais so far only employed for the global spatial planning of coastal areas (provincialand regency level). In fact, the available information does not have enough detail if it

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

425

Page 2: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

is intended for pond management and engineering applications with respects toupgrading pond productivity. The purpose of this study was to understand the detailedsoil characteristics and to assess the level of suitability of the existing brackishwaterpond areas in Balusu Sub-district Barru Regency, South Sulawesi with the applicationof spatial analysis. The detailed spatial information comprising pond layout, canalnetwork and adjacent land use/land cover around the pond unit area was extractedfrom quickbird satellite imagery acquired in 2007. Soil samples were collected followinga stratified random sampling method over shrimp farming areas. Output of spatialanalysis of chemical soil variables that were divided into variables representing thelevel of soil acidity and variables indicating soil fertility showed in general that mostof the pond units have high level of soil acidity and can be categorized as marginalland with low level of soil fertility. Furthermore, the analysis showed that from 548.33ha area of surveyed fish pond areas, 260.6 ha were categorized as less suitable,283.3 ha were suitable, and only 4.43 ha were in the category of highly suitable.Although there were 52.47% of the total area classified in the category of suitable tohighly suitable, the status might switch to less suitable if there is not enough attentionpaid onto the existing limiting factors such as the less optimal function of the presentcanal networks as the main source of tide-water supply for all pond units.

KEYWORDS: characteristics, suitability, brackishwater aquaculture, SouthSulawesi

PENDAHULUAN

Kegiatan budidaya tambak air payaumasih menjadi salah satu unggulan kegiatanperikanan budidaya di seluruh wilayah pantaidi Indonesia. Di Sulawesi Selatan misalnya,pada periode 1999 hingga 2004 produksitambak air payau berkontribusi rata-rata 42%dari total rata-rata 1.130.776 ton hasil perikananbudidaya (DKP, 2005). Namun demikian kondisiproduksi pada sistem budidaya berbasis lahantersebut telah mengalami pasang surut hal inidapat dilihat dari grafik perkembanganproduksi terutama dari komoditas udang windudalam kurun waktu 1990 hingga tahun 2005(Diskan-Sulsel, 2006). Penurunan produksitambak khususnya dari komoditas udangwindu secara nasional yang terjadi awal tahun1990-an telah diresponi oleh berbagaikebijakan lokal dan nasional. Kegiatantersebut antara lain adalah kegiatanpeningkatan produksi perikanan budidayauntuk menunjang ekspor (PROPEKAN),peningkatan produksi perikanan budidayauntuk menunjang konsumsi masyarakat(PROGSIMAS) dan pengendalian sumberdayaperikanan budidaya (PROLINDA) (Diskan-Sulsel, 2006). Faktor utama yang didugamenjadi penyebab kegagalan panen yangberujung pada penurunan produksi tersebutantara lain adalah ketidaksesuaian lokasitambak, menurunnya kualitas lingkungankawasan budidaya dan serangan penyakitviral (DKP, 2003; Poernomo, 1982).

Dalam upaya peningkatan produksitambak, kualitas lahan merupakan aspekpenting yang harus diperhatikan. Kualitaslahan tersebut akan berpengaruh antara lainpada kecermatan pemilihan lokasi, pemilihankomoditas yang tepat dan strategi pengelolaanlahan yang tepat. Kualitas lahan itu sendiridapat meliputi aspek fisika, kimia, biologis, dansosial ekonomi (Anwar, 1990). Penelitiantetang kualitas lahan tambak telah banyakdilakukan akan tetapi hasilnya masih terbataspada informasi global kualitas lahan tambakyang kadangkala membandingkan suatupeubah lingkungan tertentu untuk kabupatenatau bahkan provinsi yang berbeda, padahalkualitas lahan tidak berhubungan denganbatas administrasi.

Hingga saat ini informasi spasial yangtersedia di Indonesia umumnya hanya memuatinformasi umum mengenai karakteristik lahan.Sebagai contoh peta tanah hanya tersediahingga tingkat ketelitian 1:250.000 dan hanyamemuat informasi yang merupakan gabungandari dua atau lebih order atau great group yangdominan seperti pada tanah pantai biasanyaditemukan kategori tanah yang merupakangabungan Sufaquents, Sulfihemist, dansulfaquepts (Puslittanak, 2006). Begitupulapeta elevasi lahan umumnya tersedia hanyapada tingkat ketelitian 1:25.000 dan 1:50.000yang memuat informasi ketinggian denganjarak kontur masing-masing 12,5 dan 25 meter.Padahal untuk kebutuhan pengelolaan lahan

426

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438

Page 3: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

tambak itu sendiri dibutuhkan informasi spasialyang lebih rinci. Informasi spasial yang lebihrinci tersebut setidaknya dapat digunakanantara lain untuk membantu estimasi jumlahagro input (kapur, pupuk, pestisida, dll.)yang diperlukan, estimasi kebutuhan airtambak, konstruksi petak tambak hingga untukkebutuhan estimasi luasan hutan mangroveyang harus disisakan sebagai biofilter/zonapenyangga (DKP, 2003). Dengan demikiantingkat ketelitian peta kualitas lahan harusmeliputi ketelitian dalam dua dimensi (panjangatau luas) dan tiga dimensi (volume).

Sejak lima tahun terakhir terjadiperkembangan teknologi penginderaan jauhdan sistem informasi geografis dan telahmampu membantu tersedianya informasispasial yang lebih rinci. Sebagai contoh citraQuickbird yang diluncurkan dan mulaiberoperasi sejak bulan Oktober tahun 2001mampu menyajikan informasi resolusi spasialtinggi dengan band multispektral (inframerahdekat) (4 m x 4 m), dan band pankromatik (1 mx 1 m) (DigitalgGlobe, 2006; Jensen, 2007),sehingga petakan tambak serta jaringansaluran tambak akan nampak sangat jelas.Lebih lanjut kualitas informasi dari citraberesolusi spasial tinggi tersebut masih dapatditingkatkan dengan integrasi sistem informasigeografis melalui penambahan informasikualitas lahan pada liputan citra satelittersebut. Namun demikian hingga saat inikeberadaan teknologi tersebut belum secaramaksimal diadopsi dan dipraktekkan dalamdunia budidaya, padahal berbagai informasiyang terkandung didalamnya dapat digunakansecara langsung maupun tidak langsung untukmenjawab berbagai permasalahan teknisbudidaya tambak air payau. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui secara rincikarakteristik dan tingkat kesesuaian lahantambak di Kecamatan Balusu Kabupaten Barru,Sulawesi Selatan sebagai suatu ujicobapengaplikasian informasi spasial rinci untukmendukung pengelolaan lahan tambak yanglebih optimal.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Aprilhingga September tahun 2008 di lahanpertambakan Kecamatan Balusu KabupatenBarru Provinsi Sulawesi Selatan. Peta dasarpenggunaan dan penutup lahan yang di-gunakan dalam penelitian ini diperoleh darihasil klasifikasi citra satelit Quickbird akuisisi

28 Oktober 2006 dan 25 September 2007.Pengambilan sampel tanah tambak mengikutimetode sampling acak bertingkat (Stratifiedrandom sampling) pada wilayah pertambakan(Burrough & McDonnell, 1998). Denganmetode survei ini, dilakukan pengambilansampel tanah pada kedalaman 0–0,2 meterdan 0,2–0,4 meter untuk setiap kelompoktambak yang memiliki karakteristik tertentuberdasarkan interpretasi visual hasil kombinasinatural band citra quickbird (kombinasi band123) dengan memanfaatkan software ENVI 4.2dan image analysis dalam ArcView 3.3.Kelompok tambak berkarakteristik spesifiktersebut dianggap sebagai stratum karenameskipun merupakan bagian dari sub-kelompok tambak yang menempati wilayahpantai yang sama akan tetapi dianggapberbeda dan sengaja dipisahkan karenaterdapat pemisah alami yang diduga dapatmempengaruhi metode interpolasi yang akanditerapkan. Pemisah alami tersebut dapatberupa saluran/sungai, bukit atau pemukimanyang terdapat pada areal pertambakan. Skemapenempatan titik sampling tersebut secaralebih jelas diilustrasikan pada Gambar 1berikut.

Survai hidrologi dan topografi jugadilakukan dilakukan untuk melengkapievaluasi kelayakan lahan. Survai hidrologimeliputi pasang surut dan kecepatan aliran airdi saluran. Pasang surut diukur selama 15piantan (hari pengamatan pasut) yangdigunakan sebagai bidang referensipengukuran elevasi lahan. Pengukurankecepatan aliran air dalam saluran dilakukanbersamaan dengan pengukuran pasang surutsehingga didapatkan informasi kecepatan rata-rata aliran air pada saat pasang dan surut.Pengukuran elevasi lahan tambak dilakukansecara rinci mengikuti metode sipat datar luasdengan menggunakan theodolit tipe Nikon®

Digital Theodolite NE-102 (Purworaharjo,1986). Dari hasil pengukuran ini ditentukanstatus ketinggian dasar tambak relatif terhadapsalah satu bidang referensi pasang surutseperti muka laut rata-rata (MLR).

Peubah kimia tanah yang diukurdikelompokkan menjadi dua bagian yaknipeubah kimia tanah yang menunjukkan tingkatkemasaman lahan dan yang menunjukkanketersediaan nutrien tanah. Peubah yangmenunjukkan tingkat kemasaman lahan antaralain adalah pHF (pH yang diukur langsung dilapangan dengan pH meter), pHFOX (pH diukur

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

427

Page 4: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

di lapangan setelah sampel tanah diekstrakdengan H2O2, 30%), TSA (STSA) (kemasamantotal dari sulfur yang dianggap setara denganpirit–FeS2) dianalisis dengan metode SPOCAS(Suspension Peroxide Oxidation CombinedAcidity & Sulfur) (Ahern et al., 2005).Sedangkan peubah yang menunjukkanketersediaan nutrien adalah fosfat (%), nitrogen(%), dan karbon (%). Fosfat dalam bentuk P-tersedia (P-PO4) tersebut dianalisis denganmetode Olsen dan Bray 1, di mana metodeOlsen digunakan pada kondisi pH sampel tanahlebih besar dari 5,5 sedangkan metode Bray 1jika pH lebih kecil dari 5,5. Total nitrogen (N-total) ditetapkan dengan metode Kjedhal(Sulaeman et al., 2005) dan bahan organiktotal (%) dianalisis dengan metode ignition loss(Melville, 1993).

Untuk masing-masing peubah kimia tanahtersebut dilakukan interpolasi dengan meng-gunakan metode kriging. Metode ini dilakukanuntuk mengantisipasi adanya hubunganspasial (spatial relationship) antara sampel-sampel tanah yang kadangkala diabaikan dalammetode statistik umum (Clark, 1979; Fortin &Dale, 2005). Hasil akhir berupa peta-peta

tematik masing-masing peubah kimia tanahyang menjadi data input dalam analisiskelayakan lahan.

HASIL DAN BAHASAN

Karakteristik Lahan Tambak Berdasar-kan Analisis Spasial Rinci Peubah Kimiatanah

Tingkat kerincian informasi spasial citraQuickbird mampu menghasilkan informasiberupa perbedaan penampakan visual lahantambak untuk grup atau lokasi tambak yangberbeda dan menjadi petunjuk awal darikualitas lahan (Gambar 2). Perbedaan tersebutdapat diamati berdasarkan perbedaan warnaatau posisi relatif lahan terhadap peubahgeografis lainnya misalnya; sumber air (airlaut, sungai, dan saluran) serta tipe penutuplahan. Sebagai contoh tambak yang memilikikandungan bahan organik tanah tinggi (tanahgambut) diwakili oleh penampakan kelompoktambak yang berwarna coklat kehitam-hitamandan posisinya berada pada atau dekat hutanmangrove. Karakteristik lain yang nampak darialgoritma natural (kombinasi band multispektral

Gambar 1. Contoh penempatan titik sampling tanah mengikuti metode acakbertingkat

Figure 1. Soil sampling method following a stratified random sampling

Saluran/SungaiCanal/River

Tambak yang memiliki karaktervisual spesifikPond units with particularvisual characteristics

KelompoktambakGroup ofponds

Bukit (Hill)

428

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438

Page 5: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

1, 2, dan 3) citra Quickbird adalah warna dasartambak yang cokelat kemerah-merahan yangmewakili kelompok tambak kurang produktifdengan tanah yang masam. Warna dasar tambakyang terang (putih) menunjukkan tambakkering dan kemungkinan susah mendapatkanpasokan air akibat ketinggiannya berada diatas pasang tinggi rata-rata. Jaringan saluranprimer, sekunder, dan tersier dicirikan denganpendangkalan pada berbagai bagian salurandengan mulut saluran yang umumnyaditumbuhi oleh pohon bakau. Hasil klasifikasiawal ini mengindikasikan adanya permasalahansehubungan dengan kualitas tanah khususnyakemasaman lahan dan ketersediaan hara/nutrien serta permasalahan hidrologi.

Pembahasan tentang aspek kualitas tanahdi wilayah pertambakan tersebut akan lebihdifokuskan pada kedua permasalahankemasaman lahan dan ketersediaan nutrien.Berdasarkan berbagai hasil penelitianterdahulu diketahui bahwa kedua aspektersebut saling berhubungan satu dengan

yang lainnya karena suatu lahan yang masamakan mempengaruhi ketersediaan nutrien.Sehingga lahan tambak yang memiliki tingkatkesuburan yang rendah biasanya dijumpaipada lahan-lahan tambak bertanah masam baikyang disebabkan oleh bahan organik sepertipada lahan bergambut maupun oleh mineralseperti tanah sulfat masam (Boyd & Wood,2002). Namun demikian meskipun keduapermasalahan tersebut terlihat simpel, padakenyataannya proses analisis dan interpretasimasing-masing permasalahan pokok tersebutmembutuhkan peubah-peubah kimia indikatoryang secara teknis sangat sulit dan kadang-kadang butuh waktu lama untuk penilaiannya.

Untuk masalah kemasaman lahan akibatkeberadaan pirit (FeS2) misalnya Ahern et al.(2005) telah mengidentifikasi berbagai peubahkimia utama yang dapat digunakan antara lainpHF, pHFOX, SPOS, TPA (total potensi kemasamantotal), TAA (total kemasaman aktual), TSA (totalkemasaman dari bahan sulfur/TPA-TAA).Sedangkan tingkat kesuburan lahan tambak itu

Gambar 2. Hasil kombinasi band multispektral citra Quickbird yang menunjukkanpenampakan umum lahan pertambakan di Kecamatan Balusu

Figure 2. The composite of multispectral bands of Quicbird imagery showing the generalcondition of brackishwater pond areas in Balusu District

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

429

Page 6: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

sendiri sangat tergantung produktivitastanaman berklorofil dalam perairan atau dasartambak (fitoplankton atau kelekap). Lebih lanjutuntuk tumbuh dengan baik maka fitoplanktonataupun kelekap itu membutuhkan usur haraesensial makro dan mikro. Yang termasuk dalamunsur hara makro ialah C, O, N, H, P, K, Ca, Mg,dan S, sedangkan unsur hara mikro ialah Cl, B,Fe, Mn, Zn, Co, dan Mo (O’Kelly, 1974;Andarias, 1991). Dalam pemilihan kriteriakualitas tanah untuk budidaya tambak, dipilihpeubah yang besar pengaruhnya terhadapbudidaya tambak tetapi peubah tersebutbersifat stabil atau agak sulit berubah.Mengingat rumitnya metode estimasi tingkatkemasaman lahan pada tambak yang ber-asosiasi dengan tanah sulfat masam makauntuk kebutuhan analisis spasial secara cepatselisih pHF dan pHFOX serta estimasi keberadaanpirit (FeS2) dapat didekati dengan meng-gunakan peubah STSA (Tarunamulia, 2008;Ahern et al., 2005). Sedangkan untukketersediaan nutrien Boyd & Wood (2002)menyatakan bahwa dari berbagai unsur haramakro dan mikro tersebut maka dalam kegiatanbudidaya tambak nitrogen (N) dan fosfor (P)merupakan faktor pembatas yang palingpenting. Keseimbangan dan ketersediaanantara keduanya berpengaruh antara laindalam pertumbuhan kelekap dan fitoplanktonkarena sering tersedia dengan jumlah yangterbatas dan dalam waktu yang singkat.Dengan demikian analisis spasial secararinci pada pembahasan selanjutnya lebihmenekankan pada penggunaan peubah selisihpHF dan pHFOX, STSA, dan bahan organik totaluntuk estimasi kemasaman lahan dan peubahP tersedia (P-PO4) dan N (total N) untuk estimasitingkat ketersediaan nutrient/kesuburanlahan.

Analisis Spasial Secara Rinci TingkatKemasaman Tanah Tambak

Hasil analisis spasial tingkat kemasamanlahan tambak di Kecamatan Balusu ditampilkandengan tiga peubah indikator pada Gambar 3.Model spasial distribusi tingkat kemasamantermasuk luasan untuk setiap kategoritingkat kemasaman antara peubah pHF-pHFOX(Gambar 3a) dan peubah BOT (Bahan organiktotal) (Gambar 3b) memiliki kemiripan yangtinggi, yang berbeda hanya pada wilayahpertambakan bagian selatan. Sedangkanwilayah tambak yang memiliki tingkatkemasaman yang tinggi dengan indikator STSA

memiliki wilayah yang lebih sempit di-bandingkan dengan kedua peubah indikatorlainnya. Kemiripan yang lebih tinggi antarapeta tematik peubah pHF-pHFOX dengan petatematik peubah BOT menunjukkan bahwapotensi kemasaman yang digambarkan olehselisih pHF dan pHFOX dipengaruhi olehkeberadaan bahan organik. Sedangkan lokasidimana terdapat nilai STSA, pHF-pHFOX, dan BOTyang tinggi menunjukkan bahwa tingkatkemasaman tersebut lebih utama disebabkanoleh keberadaan senyawa pirit (FeS2) dan jugaberasosiasi dengan bahan organik. Pirit adalahsenyawa yang kandungannya tergolong tinggipada tanah sulfat masam. Dalam kondisi alamiyaitu dalam keadaan tereduksi, keberadaanpirit tidak menimbulkan masalah dalambudidaya tambak. Akan tetapi, bila pirittersebut terekspos udara karena digali untuktambak maka akan menyebabkan terjadinyaoksidasi pirit yang menyebabkan penurunanpH tanah secara drastis dan peningkatankelarutan unsur toksik yang drastis pula dansebagai akibat lanjut adalah rendahnyaproduktivitas tambak.

Untuk tanah dengan tingkat kemasamantinggi (pHF-pHFOX > 3,5, STSA >0.9% ) upayapengelolaan akan sangat sulit dilakukan danjika lahan yang memiliki karakter seperti itusebaiknya tidak perlu dibuka menjaditambak. Sedangkan untuk tambak berkategorikemasaman sedang (pHF-pHFOX = 0,5–3,5, STSA=0,1–0,9%) maka peningkatan produksi tambakmasih dapat diupayakan melalui berbagaistrategi remediasi antara lain denganmelakukan pengeringan, perendaman,pembilasan, dan pengapuran tanah yangdilakukan pada saat persiapan tambak atausebelum pemupukan dan penebaran benur.Pengeringan tanah pelataran tambak dilakukanselama 2 minggu pada keadaan cuaca cerah.Selanjutnya tambak diisi air setinggi 0,4 mdengan air yang bersalinitas lebih tinggi (lebihbesar 15 ppt) (Mustafa & Sammut, 2007).Perendaman dilakukan selama minimal 1minggu dan selanjutnya dibuang dan diisikembali seperti semula. Proses remediasi dapatdilakukan 2 sampai 3 kali hingga kondisi tanahlebih baik. Air hasil rendaman sebaiknyadibuang pada saat surut rendah. Tahap terakhirpada teknik remediasi adalah dengan melaku-kan pengapuran. Untuk jenis tanah ini kapuryang disarankan adalah kapur dolomit ataukaptan dengan dosis yang tepat dan prioritasaplikasi dilakukan pada pematang tambak.

430

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438

Page 7: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

Analisis Spasial KetersediaanNutrien

Peta perbandingan tingkat ketersediaannutrien secara rinci yang diwakili oleh variabeltotal N dan P-PO4 tersedia ditampilkan masing-masing pada peta tematik Gambar 4a dan 4b.

Pada gambar tersebut status kesuburan lahantambak pada Kecamatan Balusu telah mampuditampilkan hingga ketelitian infomasi menurutpetakan tambak berdasarkan kedua peubahkunci kimia tanah tersebut. Berdasarkananalisis pendahuluan dengan menggunakananalisis statistik deskriptif diketahui nilai rata-

Gambar 3. Peta tematik peubah kimia indikator potensi kemasaman lahan tambak diKecamatan Balusu (A= peta selisih pHF dengan pHFOX; B= bahan organiktotal/%; dan C= STSA/%)

Figure 3. Thematic maps of soil chemical variables describing potential acidity ofpond soil in Balusu District (A= map of pHF-pHFOX; B= total organic matter/%; and C=STSA/ %)

119o37’30”E 119o38’0”E 119o38’30”E

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

A4

o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

119o37’30”E 119o38’0”E 119o38’30”E

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

B

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

119o37’30”E 119o38’0”E 119o38’30”E

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

C

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

D

120o0’0”E 121o0’0”E119o0’0”E 122o0’0”E

120o0’0”E 121o0’0”E119o0’0”E 122o0’0”E

6o0

’0”S

5o0

’0”S

4o0

’0”S

3o0

’0”S

2o0

’0”S

7o0

’0”S

6o0

’0”S

5o0

’0”S

4o0

’0”S

3o0

’0”S

2o0

’0”S

7o0

’0”S

Lokasi penelitianStudy Site

Kab. BarruBaru Regency

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

431

Page 8: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

rata fosfat adalah 0,032 (± 0,018), sehinggastatus kesuburan lahan tambak di lokasipenelitian ini tergolong kurang baik.Kecenderungan yang berbeda ditunjukkanoleh total N yang tersedia dengan nilai rata-rata 0,56% (± 0,311) sehingga secara umumdapat dimasukkan dalam kategori cukup baik.Namun demikian nilai rata-rata untuk keduapeubah yang dianalisis secara konvensionaldengan statistik deskriptif tersebut tidakdapat menunjukkan dimana nilai rata-ratatersebut berada dan berapa luas keberadaan-nya. Dari analisis spasial yang ditampilkandalam bentuk peta tematik kedua peubahtersebut lebih rinci dapat diketahui bahwa dari548,33 ha lahan tambak yang disurvai terdapatsekitar 490,5 ha lahan memiliki kandunganfosfat di bawah ambang yang dibutuhkanuntuk pertumbuhan fitoplankton atau kelekap.Dan untuk peubah N yang secara umumberkategori sangat layak, ternyata di sanamasih didapatkan sekitar 7,91 ha atau 1,44%dari total areal pertambakan yang berkategorikurang layak hingga tidak layak. Posisi atauletak termasuk pemilik tambak yangbermasalah hingga sangat layak sehubungandengan kategori tersebut juga dapatdiidentifikasi untuk selanjutnya digunakansebagai bahan pertimbangan dalampengelolaan lahan.

Berdasarkan analisis spasial secara rincitersebut, dapat dilihat lebih spesifik mengenaiketerkaitan antara peubah fosfat denganberbagai peubah kimia fisika tanah lainnya.Yang pertama dapat dilihat bahwa tingkatketersedian fosfor pada lahan tersebut secaraspasial berhubungan linier positif dengankandungan liat tanah, hal yang samadiungkapkan oleh Boyd & Boyd (2002) yangmenyatakan bahwa ketersedian fosfat akanlebih tinggi seiring dengan meningkatnyakandungan liat tanah tambak. Hubungan keduadapat dilihat pada lahan yang mengadungtingkat potensi kemasaman tinggi denganindikator peta sebaran pirit (STSA). Padapembahasan sebelumnya dijumpai tingkatketersedian fosfat yang cukup rendah hinggamendekati 0. Menurut Tisdale & Nelson (1975),pada pH rendah (3 hingga 4) fosfat akanbereaksi dengan besi atau aluminiummembentuk senyawa Al-P seperti varisit(AlPO4.2H2O). Rendahnya tingkat ketersedianP dalam tanah pada wilayah tambak ini bukanberarti bahwa di sana sudah sama sekali tidakterdapat senyawa P dalam tanah tambak

tersebut, kenyataannya adalah fosfat yangterikat oleh kation Al dan Fe akan sulit untukterlepas dan menjadi tersedia terutama padakondisi tanah yang masam. Dengan demikianpada kondisi masam kontribusi fosfat daritanah ke air tambak sangat kecil. Keterkaitanantar peubah tersebut dapat dengan mudahdiamati dengan sekedar membandingkan pola(pattern) yang terbentuk untuk masing-masingpeubah analisis sebagai output dari analisisspasial rinci. Sehingga model ini sangatberguna bagi para stakeholder yang mem-butuhkan informasi mengenai karakteristiklahan tapi tidak memiliki pengetahuan yangcukup mengenai proses tersebut.

Meskipun N memainkan peran kunci dalamdinamika sistem akuakultur namun demikiandengan hanya mengetahui peta kandungantotal N maka masih didapatkan kesulitan untukmenentukan peran dari berbagai senyawaturunannya di lokasi pertambakan tersebut. Halini sehubungan dengan peran gandanya,dalam bentuk senyawa yang berbeda, yaitusebagai nutrien dan sebagai racun (Burford &Lorenzen, 2004). Nitrogen dijumpai dalamtanah sebagai bentuk organik dan anorganik.Dengan karakteristik seperti ini maka padalokasi ini pemberian pupuk yang mengandungfosfor seperti TSP/SP-36 juga disarankan padasaat persiapan tambak dengan dosis yang lebihtinggi daripada dosis pupuk urea. Hal ini untukmengantisipasi rendahnya kandungan PO4tanah dan kemungkinan terikatnya PO4 olehFe dan Al. Pupuk yang mengandung fosforsebaiknya diberikan dalam bentuk larutanuntuk mengurangi kemungkinan kontaklangsung pupuk dengan tanah yang dapatberdampak pada pengikatan fosfor oleh Fe danAl.

Dengan model spasial untuk kedua peubahini, informasi penting yang lebih aplikatifseperti estimasi awal tingkat kesuburan lahandapat diketahui. Sebagai contoh denganmengklasifikasi ulang dan mengkombinasipeta tematik kedua peubah tersebut dapatdiestimasi bahwa di lokasi penelitian ini masihterdapat lahan seluas kurang lebih 100 ha yangyang memenuhi syarat untuk pertumbuhanalgae seperti jenis Bacillariophyceae danChlorophyceae berdasarkan pertimbanganrasio N/P. Pada prakteknya rasio N dan Ptersebut paling umum dijadikan patokan untukmenentukan tingkat kesuburan lahan, akantetapi harus menjadi catatan bahwa batas idealnilai untuk masing-masing peubah harus

432

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438

Page 9: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

terlebih dahulu memenuhi syarat (masuk dalamrentang nilai kelayakan) sebelum rasiotersebut ditetapkan.

Tabel 1 berikut merupakan rangkuman darihasil analisis pembagian tingkat kelayakanlahan tambak di lokasi penelitian untuk setiappeubah tanah yang digunakan. Hasil tersebutsecara jelas menunjukkan adanya hubungannyata antara kondisi tambak yang masamdengan status ketersediaan nutrien. Luasareal lahan yang mencapai 440,5 ha yangmasuk kategori tidak layak untuk peubah BOTdapat bermakna ganda yakni kelebihan ataukekurangan bahan organik. Pada lokasi di manakandungan PO4 berkategori layak umumnyadidapatkan kandungan nitrogen yang layakpula. Nitrogen tersedia cukup baik pada lahandekat laut dengan dasar tambak yang umumnyaberada di bawah muka laut rata-rata (kondisianaerob).

Karakteristik Topografi dan Hidrologipada Areal Pertambakan

Hasil pengukuran elevasi dan kemiringanlahan tambak terhadap muka laut rata-rata (MLR)menunjukkan bahwa 42% dari total luas lahan

tambak (548,33 ha) berada di bawah MLRdengan kemiringan rata-rata kurang dari 2%(tergolong datar). Akan tetapi di beberapatempat terdapat lahan-lahan yang berbukitdengan ketinggian antara 10 hingga 25 meter.Kondisi ini menunjukkan bahwa seharusnyasebagian besar petakan tambak di lokasi initidak akan mengalami kesulitan dalampemasukan air laut secara gravitasi. MenurutBose et al. (1991) bahwa elevasi dasar tambakyang ideal adalah apabila dasar tambak dapatdikeringkan kapan saja dan dapat diisi airsecara gravitasi selama 5 hari dari setiap sikluspasang surut. Jika air yang tersedia padakisaran pasang surut 1 meter dapat masuk kedalam sistem pertambakan tanpa rintangan(pintu atau saluran air berfungsi maksimal)maka setidaknya dapat mengairi secaragravitasi kurang lebih 43% dari luas totaltambak. Lahan pertambakan di lokasi ini secarateknis memang lebih cocok untuk budidayaikan seperti ikan bandeng (Chanos chanos)dibandingkan dengan budidaya udang karenatambak budidaya udang memerlukan air lebihdalam. Kisaran pasang surut yang ideal untuktambak budidaya udang berkisar antara 1,5 dan2,5 m.

Gambar 4. Peta tematik peubah kimia indikator ketersediaan nutrien pada lahan tambak diKecamatan Balusu Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. (A= Total nitrogen-N/% danB= Fosfat-PO4/%)

Figure 4. Thematic maps of soil chemical variables describing nutrients availability in pondsoil in Balusu District (A= Total Nitrogen-N/%; B= phosphate availaible-PO4 /%)

A

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

B

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

119o38’0”E 119o38’30”E119o37’30”E

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

433

Page 10: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

Meskipun tidak terdapat sungai besar(sumber air tawar), akan tetapi pada saat musimhujan saluran tambak yang umumnya jugaberhubungan dengan saluran persawahanakan tidak mampu menahan air limpasanpermukaan (runoff) dari daerah perbukitan danpemukiman sekitar tambak. Air limpasanpermukaan tersebut juga akan mengangkutberbagai macam sampah dan sedimen padaatau dari lahan yang dilewatinya dan sebagianbesar menumpuk pada mulut saluran atautersangkut pada alat tangkap yang dipasangmelintang saluran yang pada dasarnyamemang sudah sempit sehingga menutupsaluran masuk dan keluar air laut. Dampaklangsung lain dari luapan air tersebut adalahkerusakan berat pada pematang tambaksehingga membutuhkan dana tambahan untukperbaikan.

Tertutupnya mulut saluran akibat aliranpermukaan yang ditahan oleh arus ombak ataupasang surut yang datang dari laut juga akanmemberikan dampak secara tidak langsung

Catatan (Notes):* = Nilai kisaran peubah tanah untuk tingkat kelayakan yang bersesuaian (Range of soil variable

values corresponding to the degree of suitability)** = Luas lahan untuk tingkat kelayakan yang bersesuaian pada peubah yang diamati (Total area for

each category of suitability at corresponding soil variable)Kriteria pengklasifikasian diadopsi dari Proyek ACIAR FIS/2002/076 “Land Capability Assessment and

Classification for Sustainable Pond-Based, Aquaculture Systems”S1 = Kelayakan tinggi (Highly suitable)S2 = Kelayakan sedang (Moderately suitable)S3 = Kelayakan rendah (Marginally suitable)

pada sistem pertambakan di lokasi tersebut.Hasil pengukuran kecepatan air sepanjangsaluran di wilayah tambak tersebutmenunjukkan ketidakseragaman kecepatanaliran air (Gambar 5). Analisis spasial secararinci tersebut memperlihatkan adanyahambatan aliran air pada berbagai bagian disepanjang saluran terutama ketika mendekatimulut saluran (dekat laut). Hambatan alirantersebut diperparah dengan kondisi saluranair yang tidak lurus (berbelok-belok). Kondisisistem irigasi tambak yang demikian, bukansaja tidak dapat menjamin pasokan (volume)air cukup, melainkan juga akan menyulitkanpembuangan air bekas pakai yang sudahtercemar keluar dari sistem tambak. Rakocy &Allison (1981) dalam Widigdo & Pariwono(2003) menyatakan bahwa untuk menjaga agarkualitas perairan umum masih tetap layak untukbudidaya maka perairan penerima limbah cairdari kegiatan budidaya harus memiliki volumeantara 60-100 kali lipat dari volume limbah cairyang dibuang ke perairan umum.

Tabel 1. Perbandingan luas tingkat kelayakan lahan untuk setiap peubah tanah

Table 1. Comparison of the degree of suitability area for each soil chemical variables

S1 S2 S3

* (1.0 – 3.0) * (3.1 – 15) * (<1 atau > 15)** (30.6 ha) ** (80.4 ha) ** (440 ha)

pHF-pHFOX * (< 0.5) * (0.5 – 3.5) * ( >3.5 )** (92.01 ha) ** (243.6 ha) ** (215.7 ha)

STSA (%) * ( 0 ) * (0.1 – 0.9) * ( > 0.9 )** (34.2 ha) ** (194.0 ha) ** (105.3 ha)

* (> 0.060) * (0.030 – 0.060) * ( < 0.030 )** (92.01 ha) ** (26.5 ha) ** (490.5 ha)

Total-N (N- total ) (%) * (> 0.5) * (0.25 – 0.50) * ( < 0.25 )** (342.30 ha) ** (201.20 ha) ** (7.91 ha)

Rata-rata ± deviasi

Peubah Variable

BOT Total organic matter (%)

P-tersedia (P-Availaible ) (P-PO4) (%)

12.95 ± 11.19

3.5 /± 1.90

0.565 ± 0.31

0.48 /± 0.72

0.032 ± 0.018

434

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438

Page 11: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

Estimasi Tingkat Kesesuaian LahanTambak

Perbandingan luas antara masing-masingkategori tingkat kelayakan untuk budidayatambak khususnya udang windu secara jelasditampilkan pada Gambar 6. Berdasarkan petatersebut diketahui bahwa dari total lahantambak 548,33 ha yang disurvai, terdapat260,6 ha lahan berkategori kurang layak;283,3 ha layak; dan hanya sekitar 4,43 ha yangberkategori sangat layak. Perlu dicatat bahwatingkat kelayakan tersebut hanya merupakanhasil kombinasi peta tematik dari peubah kuncitanah yang terpilih.

Meskipun tingkat kelayakan tersebutsudah menggunakan peubah tanah yangbersifat stabil akan tetapi status tingkatkelayakan tersebut tidak bersifat tetap. Totallahan sebesar 52,47% yang berstatus layakhingga sangat layak tersebut juga masih dapatberubah status menjadi kurang layak denganadanya batasan aspek hidrologis seperti yangtelah disebutkan sebelumnya, utamanyamenyangkut masalah tingkat ketersediaan airyang hanya mengandalkan jaringan salurantambak pada saat pasang dan surut. Tingkatkelayakan yang tinggi juga tidak secaraotomatis menjamin akan berpengaruh

Gambar 5. Peta kecepatan rata-rata aliran air pada saluran primer di lahanpertambakan pada saat pasang dan surut di Kecamatan Balusu

Figure 5. Map of water velocity in primary channels of brackishwaterpond areas in Balusu District

4o2

1’0

”S4

o2

0’4

5”S

Pond dyke

119o38’0”E 119o38’15”E119o37’45”E 119o38’30”E

119o38’0”E 119o38’15”E119o37’45”E 119o38’30”E

4o2

1’0

”S4

o2

0’4

5”S

Mangrove

Velocity(meter/second)

Lokasi penelitianStudy Site

Kab. BarruBaru Regency

120o0’0”E 121o0’0”E119o0’0”E 122o0’0”E

120o0’0”E 121o0’0”E119o0’0”E 122o0’0”E

6o0

’0”S

5o0

’0”S

4o0

’0”S

3o0

’0”S

2o0

’0”S

7o0

’0”S

6o0

’0”S

5o0

’0”S

4o0

’0”S

3o0

’0”S

2o0

’0”S

7o0

’0”S

0 0.35 1.40.7

Kilometers

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

435

Page 12: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

langsung kepada kuantitas produksi udangatau ikan, akan tetapi masih banyak faktor lainseperti ketepatan dalam pengelolaan lahandan aspek sosial lain yang tidak kalahpentingnya untuk diperhatikan sebagai tindaklanjut. Sebaliknya untuk lahan yang termasukkurang layak dan sudah terlanjur terbuka dandifungsikan sebagai tambak maka upayapeningkatan produktivitas kemungkinan masihdapat diupayakan melalui remediasi lahan ataupemilihan komoditas budidaya yang dapatberadaptasi seperti rumput laut (Gracillaria spp.).

Setidaknya dengan analisis kelayakansecara rinci ini maka tingkat kelayakan lahantambak dapat digambarkan secara jelastermasuk faktor lingkungan yang kemungkinandapat mempengaruhi status tersebut. Dantentunya langkah pengelolaan yang sesuaipada lokasi yang tepat dapat diupayakanlebih baik dibandingkan dengan metodekonvensional terdahulu yang utamanya hanyamengandalkan korelasi linier atau non linearantar peubah-peubah lingkungan tanpamemperhatikan keterkaitan lokasi atau posisigeografis (spatial autocorrelation).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dengan analisis spasial rinci pada wilayahpertambakan Kecamatan Balusu KabupatenBarru ini, diperoleh karateristik lahan yang lebihakurat dan lebih aplikatif untuk mendukungpengelolaan lahan secara optimal. Keterkaitanspasial secara rinci antar berbagai peubahlingkungan khususnya peubah kimia tanahhingga ketelitian menurut petakanmemudahkan dalam hal interpretasi hasilanalisis dibandingkan metode konvensionalyang umumnya mengandalkan generalisasihasil olahan statistik korelasi linier ataupunnon linear antar peubah-peubah lingkungandengan mengabaikan faktor keterkaitan lokasi.Selanjutnya hasil analisisnya juga mudahdisebarluaskan pada berbagai stakeholderbudidaya tambak tanpa harus memilikipengetahuan yang dalam tentang peubah-peubah yang terlibat. Selanjutnya analisiskelayakan secara rinci ini juga mampumenjelaskan secara grafis status kelayakanlahan tambak termasuk faktor lingkungan yangkemungkinan yang dapat mempengaruhistatus kelayakan tersebut. Dan tentunya

Gambar 6. Peta rinci tingkat kelayakan lahan tambak di Kecamatan Balusu

Figure 6. Detailed map of land suitability degrees for brackishwater aquaculturein Balusu District

119o36’0”E 119o36’30”E119o35’30”E 119o37’0”E 119o37’30”E 119o38’0”E 119o38’30”E

119o36’0”E 119o36’30”E119o35’30”E 119o37’0”E 119o37’30”E 119o38’0”E 119o38’30”E

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

0’0

”S

4o2

2’0

”S4

o2

1’3

0”S

4o2

1’0

”S4

o2

0’3

0”S

4o2

0’0

”S

Kelayakan tinggi (Highly suitable)

Kelayakan sedang (Moderately suitable)

Kelayakan rendah (Marginally suitable)

436

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438

Page 13: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

dengan memanfaatkan data spasial tersebutlangkah pengelolaan lahan akan lebih terarahsesuai dengan pokok permasalahan padaspesifik lokasi dan karena didasari padaketelitian ruang maka tentunya diharapkanmembantu dalam efisiensi waktu dan biayadalam pengelolanya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan terima kasih kepada ProyekACIAR FIS/2002/076 “Land Capability Assess-ment and Classification for Sustainable Pond-based, Aquaculture Systems” dan Proyek APBN2008 “Riset Pemetaan dan Daya Dukung LahanPerikanan Pesisir” yang telah membiayaipenelitian ini.

DAFTAR ACUAN

ACIAR-FIS/2002/076. 2002. Land CapabilityAssessment and Classification for Sustain-able Pond-based, Aquaculture Systems.Proyek kerjasama penelitian antara ACIAR-UNSW-RICA. Sydney, 45 pp.

Ahern, C.R., McElnea, A., & Sulivian, L.A. 2005.Overview of Analytical Methods for Driedand Ground ASS Samples. Acid Sulfate SoilsLaboratory Methods Guidelines .Queensland Department of NaturalResources and Mines. QLD. p. A2.1-A2.21.

Andarias, I. 1991. Pengaruh pupuk urea dan TSPterhadap produksi kelekap. Disertasi:Fakultas Pascasarjana Institut PertanianBogor, 155 hlm.

Anwar, A. 1990. Beberapa konsepsi alokasisumberdaya alam untuk penentuankebijaksanaan ke arah pembangunan yangberkelanjutan. www.ikanmania.wordpress.com. Diakses tanggal 19 Maret 2008.

Bose, A.N., Ghosh, S.N., Yang, C.T., & Mitra, A.1991. Coastal Aquaculture Engineering.New York: Edward Arnold, 365 pp.

Boyd, C.E. & Wood, C.W. 2002. Aquaculture pondbottom soil quality management. Pond/dynamics/Aquaculture CollaborativeResearch Support Program Oregon StateUniversity. Oregon, 41 pp.

Burford, M.A. & Lorenzen, K. 2004. Modelingnitrogen dynamics in intensive shrimpponds: the role of sediment reminera-lization. Aquaculture, 229: 129-145.

Burrough, P.A. & McDonnell, R.A. 1998.Principles of Geographical InformationSystems. Oxford University Press Inc. NewYork, 333 pp.

Clark, I. 1979. Practical Geostatistics. AppliedScience Publishers Ltd. London, 129 pp.

DigitalGlobe. 2006. Digital globe, www.dgitalglobe.com. Diakses, tanggal 12Desember tahun 2006.

Diskan-Sulsel. 2006. Laporan TahunanPerikanan dan Kelautan Sulawesi Selatantahun 2005. Dinas Perikanan dan KelautanProvinsi Sulawesi Selatan. Makassar, 94hlm.

DKP. 2003. Master plan pengembanganbudidaya air payau di Indonesia DirjenPerikanan Perikanan Budidaya,Departemen Kelautan dan Perikanan.Jakarta, 250 hlm.

DKP. 2005. Revitalisasi perikanan budidaya,2006–2009. Departemen Kelautan danPerikanan. Jakarta, 275 pp.

Fortin, M. & Dale, M. 2005. Spatial Analysis: AGuide for Ecologists. Cambridge UniversityPress. Cambridge, 365 pp.

Jensen, J.S. 2007. Remote Sensing of theEnvironment: An earth resource perspec-tive. Second edition. Pearson Prentice HallSeries in geographic information science.Upper Saddle River. NJ, 592 pp.

Melville, M.D. 1993. Soil Laboratory Manual.School of Geography, The University ofNew South Wales, Sydney, 74 pp.

Mustafa, A. & Sammut, J. 2007. Effect ofdifferent remediation techniques anddosages of phosphorus fertilizer on soilquality and klekap production in acidsulfate soil affected aquaculture ponds.Indonesian Aquaculture Journal, 2(2): 141-157.

O’ Kelly, J.C. 1974. Inorganic nutrients. In W.D.PStewart (Ed.). Algal physiology and bio-chemistry. Botanical Monographs. Vol. 10.Blackwell Scientific Publications, Oxford,London, p. 610-635.

Poernomo, A. 1982. Pembuatan tambak udangdi Indonesia. Departemen Pertanian, BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian,Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai.Maros, 40 hlm.

Purworaharjo, U.U. 1986. Ilmu Ukur Tanah SeriB: Pengukuran tinggi. Jurusan TeknikGeodesi Fakultas Teknik Sipil danPerencanaan Institut Teknologi Bandung.Bandung, 82 hlm.

Puslittanak, 1986. Peta tanah dan agroekologi.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.Bogor, 1 hlm.

Evaluasi rinci karakteristik dan tingkat kesesuaian ..... (Tarunamulia)

437

Page 14: EVALUASI RINCI KARAKTERISTIK DAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN …

Sulaeman, Suparto, & Eviati. 2005. PetunjukTeknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air,dan Pupuk. Diedit oleh: Prasetyo, B.H.,Santoso, D., & Widowati, L.R. Balai PenelitianTanah, Bogor, 136 hlm.

Tarunamulia. 2008. Application of Fuzzy Logic,GIS and Remote Sensing to the Assess-ment of Environmental Factors forExtensive Brackishwater Aquaculture inIndonesia. Thesis S2: School of Biological,Earth and Environmental Sciences, Facultyof Science, UNSW. Sydney, 218 pp.

Tisdale, S.L. dan Nelson, W.L. 1975. SoilFertility and Fertilizers. Third edition. TheMacMillan Co. New York, 694 pp.

Widigdo, B. & Pariwono, J. 2003. Daya dukungperairan di Pantai Utara Jawa Barat untukbudidaya udang (Studi kasus di KabupatenSubang, Teluk Jakarta dan Serang). JurnalIlmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indone-sia, 10(1): 10-17.

438

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 3, Desember 2009: 425-438