(Aljah Darma Saputri) Serangga Hama Komoditas Pangan Pada Gudang Penyimpanan Di Kotamobagu
EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI ...thesis.umy.ac.id/datapublik/t53547.pdf ·...
Transcript of EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI ...thesis.umy.ac.id/datapublik/t53547.pdf ·...
1 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG
FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS
Arif Surya Wirawan1)
, Nurul Maziyyah
1)
Program Studi Farmasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Penyimpanan obat di gudang farmasi rumah sakit merupakan hal yang
penting dalam pengelolaan obat karena penyimpanan yang kurang baik beresiko
terhadap terjadinya obat kadaluarsa, obat yang macet atau yang dapat berakibat
tidak efektifnya obat ketika dikonsumsi pasien. Kesalahan penyimpanan obat juga
bisa mengakibatkan pasien mengalami keracunan obat akibat meminum obat yang
sudah rusak/kadaluarsa. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sistem
penyimpanan sediaan farmasi, serta indikator-indikator penyimpanan sediaan
farmasi di gudang farmasi RSUD Banyumas.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-eksperimental yang bersifat
deskriptif berupa evaluasi formatif. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif
dan kuantitatif. Data kualitatif berupa gambaran penyimpanan obat di gudang
farmasi yang diperoleh dari hasil observasi dan informasi dari petugas yang
terlibat dalam penyimpanan obat yang dibandingkan dengan standar SK Menkes
No 1197/Menkes/SK/X/2004. Sedangkan data kuantitatif berupa perhitungan
indikator penyimpanan yang meliputi Turn Over Ratio (TOR), persentase obat
hampir kadaluarsa dan persentase obat mati.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 68% peralatan gudang
sudah tersedia, sebesar 60% sistem penataan obat sudah sesuai standar, serta
sebesar 88,89% sistem penyimpanan sudah sesuai standar. Hasil perhitungan
indikator penyimpanan menunjukkan nilai Turn Over Ratio (TOR) sebesar 11,26
kali dengan standar 6-7 kali, nilai persentase obat mati sebesar 0,874% dengan
standar lebih kecil dari 1%, dan nilai persentase obat hampir kadaluarsa sebesar
0,248% dengan target seminimal mungkin. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa sistem penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi
RSUD Banyumas belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan SK Menkes
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 sedangkan indikator penyimpanan sediaan
farmasi di gudang farmasi RSUD Banyumas menunjukan penyimpanan yang baik
dan efisien.
Kata Kunci : evaluasi penyimpanan, gudang farmasi, indikator penyimpanan,
RSUD Banyumas
2 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG
FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS
Arif Surya Wirawan1)
, Nurul Maziyyah
1)
School of Pharmacy, Muhammadiyah Universitas of Yogyakarta
ABSTRACT
Drug storage in the hospital is important in the management of the drug
because poor storage can increase the risk of expired drugs, death stock or the
ineffectiveness of the drug when consumed by the patient. Poor drug storage can
also result in drug toxicity as a result of taking the medicine that has been
damaged or expired. This study was conducted to evaluate drug storage systems,
as well as indicators for the storage of pharmaceutical preparations in the
pharmaceutical warehouse RSUD Banyumas.
This study is included in the non-experimental research that is descriptive
form of formative evaluation. The data was collected in the form of qualitative
and quantitative data. Qualitative data in the form of a description of drug storage
system obtained from observation and information from officers involved in drug
storage compared to standard SK Menkes No. 1197 / Menkes / SK / X / 2004.
Quantitative data collected include Turn Over Ratio (TOR), the percentage of
nearly expired drugs and death stock percentage.
The result indicated that 68% warehouse equipment already available,
60% of the drug arrangement is appropriate, as well as 88.89% of the storage
system was in accordance with the standard. The result of storage indicators
showed the Turn Over Ratio (TOR) of 11.26 times with the standard of 6─7
times, percentage of death stock 0.874% with a standard less than 1%, and the
percentage of nearly expired drugs at 0.248% with a standard as minimum as
possible. Based on the result, it can be concluded that the storage system in the
pharmaceutical warehouse RSUD Banyumas was not yet in accordance with
established standards SK Menkes No. 1197 / Menkes / SK / X / 2004, while the
indicator storage showed good and efficient storage.
Keywords : storage evaluation, pharmaceutical warehouse, storage indicator,
RSUD Banyumas
3 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan salah
satu sarana untuk mencapai hidup
sehat. Rumah sakit memiliki peranan
penting dalam peningkatan kesehatan
masyarakat. Beberapa fungsi yang
dimiliki rumah sakit yaitu
menyelenggarakan pelayanan medik
dan nonmedik, pelayanan dan asuhan
keperawatan, pelayanan rujukan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian
dan pengembangan, serta
administrasi umum dan keuangan
(Siregar dan Amalia, 2004).
Guna memenuhi fungsi tersebut,
rumah sakit perlu memberi perhatian
pada tahap pengelolaan obat.
Pengelolaan obat yang baik
bertujuan agar obat yang diperlukan
selalu tersedia setiap saat diperlukan
dalam jumlah cukup dan mutu yang
terjamin, untuk mendukung
pelayanan yang bermutu (Wahyuni,
2007). Pengelolaan obat itu sendiri
mencakup perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan
pencatatan atau pelaporan obat (Azis
dkk., 2005).
Penyimpanan sediaan farmasi
memiliki pengaruh pada efektivitas
pengobatan serta keamanan.
Penyimpanan obat harus
diperlakukan sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan bahaya.
Penyimpanan obat perlu menjadi
perhatian utama karena banyaknya
kejadian obat yang kadaluarsa, obat
yang mati serta tidak efektifnya obat
ketika dikonsumsi pasien. Kesalahan
penyimpanan obat juga bisa
mengakibatkan pasien mengalami
keracunan obat akibat salah minum
obat atau meminum obat yang sudah
rusak. Keselamatan pasien
merupakan upaya yang harus
diutamakan dalam penyediaan
pelayanan kesehatan. Pasien harus
memperoleh jaminan keselamatan
selama mendapatkan perawatan atau
pelayanan di lembaga pelayanan
kesehatan, yakni terhindar dari
berbagai kesalahan tindakan medis
(medical error) maupun kejadian
yang tidak diharapkan (adverse
event) (Koentjoro, 2007).
Dampak negatif yang
ditimbulkan akibat obat yang rusak
bukan terhadap pasien saja,
melainkan berdampak juga pada
rumah sakit itu sendiri. Terjadinya
kerusakan obat atau obat kadaluarsa
dapat menyebabkan kerugian bagi
rumah sakit tersebut, khususnya
kerugian pada pendapatan rumah
sakit. Kerusakan obat dan adannya
obat mati menyebabkan perputaran
obat di gudang berjalan tidak
maksimal. Semua kejadian tersebut
bisa diminimalkan dengan
pengelolaan sediaan farmasi yang
baik khususnya pada tahap
penyimpanan. Metode penyimpanan
sediaan farmasi telah diatur dalam
pedoman SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004. Menteri
kesehatan (2014) menjelaskan bahwa
untuk meminimalisir kerusakan
penyimpanan dapat dilakukan
menurut persyaratan yang ditentukan
meliputi dibedakan menurut bentuk
sediaan dan jenisnya, dibedakan
menurut suhunya, mudah tidaknya
terbakar serta tahan atau tidaknya
terhadap cahaya. Persyaratan yang
telah ditetapkan harus disertai
dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan
farmasi sesuai kebutuhan.
Gudang farmasi RSUD
Banyumas merupakan salah satu
sarana tempat penyimpanan obat.
Gudang RSUD Banyumas
4 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
merupakan bangunan bekas
laboratorium yang berada di bawah
unit instalasi farmasi RSUD
Banyumas, oleh karena itu gudang
farmasi RSUD Banyumas
merupakan tanggung jawab unit
instalasi RSUD Banyumas.
Pengelolaan gudang farmasi RSUD
Banyumas di bawah tanggung jawab
seorang asisten apoteker dan dibantu
oleh empat petugas gudang lainnya.
Bentuk gudang farmasi RSUD
Banyumas merupakan bentuk
gudang tertutup yang terdiri dari 7
ruangan yang memiliki atap dan
dinding. Gudang farmasi RSUD
Banyumas berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara obat-obatan
dan alat kesehatan sebelum
didistribusikan ke unit-unit lain di
rumah sakit tersebut yang
membutuhkan.
Berdasarkan latar belakang
tersebut peneliti ingin mendapatkan
gambaran serta mengevaluasi
kesesuaian penyimpanan obat di
gudang Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas berdasarkan SK Menkes
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam
penelitian non-eksperimental berupa
evaluasi dan spesifiknya penelitian
evaluasi formatif yang lebih
menekankan pada proses
penyimpanan sediaan farmasi di
RSUD Banyumas. Data yang
dikumpulkan berupa data kualitatif
dan kuantitatif, data kualitatif
diperoleh dari observasi dan
informasi dari petugas atau staf yang
terlibat dalam penyimpanan obat
melalui wawancara. Penelitian ini
dilakukan di Gudang Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas dan
dilaksanakan pada bulan Agustus
sampai bulan Desember 2014.
Populasi dan Sampel
Populasi : Populasi penelitian ini
adalah seluruh sediaan farmasi di
Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas.
Sampel : Berdasarkan SK Menkes
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
pengambilan sampel menggunakan
daftar stok obat. Sampel penelitian
ini diambil dengan teknik non-
probability sampling, spesifiknya
menggunakan teknik sampling
sistematis. Pengambilan sampel
berbeda-beda tiap indikator,
diantaranya :
a) Turn Over Ratio (TOR)
Pengambilan sampel dilakukan
secara acak menggunakan jarak
interval yang seragam dari daftar
obat tahun 2013 yang telah
diurutkan. Jumlah obat pada tahun
2013 sebanyak 1145 macam item
obat. Jarak interval didapat dari
jumlah seluruh item obat dibagi
dengan jumlah obat yang diambil
untuk jadi sampel. Jumlah obat
yang dijadikan sampel sebanyak
30 item obat, sehingga diperoleh
hasil intervalnya sebesar 38.
b) Obat hampir kadaluarsa
Pengambilan sampel obat hampir
kadaluarsa dilakukan dengan
memilih obat yang waktu
kadaluarsanya bersisa 3 bulan
dari waktu penelitian, data obat
diambil dari daftar stok obat
hampir ED. Jumlah obat yang
diambil jadi sampel sebanyak
1.535.571 obat.
c) Obat mati
Pengambilan sampel stok mati
berdasarkan data obat yang tidak
5 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
keluar dari gudang farmasi lebih
dari 3 bulan selama penelitian.
Jumlah obat selama penelitian
sebanyak 1.535.571 obat.
Instrumen Penelitian
Alat : Alat yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu lembar
pengumpulan data, daftar pertanyaan
sebagai alat bantu untuk pedoman
wawancara, serta pedoman Surat
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
sebagai alat pembanding kesesuaian
sistem penyimpanan di gudang
Farmasi RSUD Banyumas dengan
standar. Daftar pertanyaan berisi
tentang hal-hal yang berkaitan
dengan pengelolaan obat khususnya
dalam hal penyimpanan obat yang
dilakukan rumah sakit.
Bahan : Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini:
a. Daftar stok obat , untuk
mendapat sampel item obat
b. Dokumen penggunaan obat,
untuk mengukur indikator pada
tahap penyimpanan.
Cara Kerja
Penelitian ini dimulai dari tahap
persiapan berupa pembuatan
proposal, perijinan dan pembuatan
daftar pertanyaan sebagai bahan
tambahan atau pelengkap dalam
penelitian. Pengumpulan data
dilakukan dengan mengumpulkan
dua macam data, yaitu kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif meliputi
observasi dan wawancara dengan
personel yang terlibat dalam
penyimpanan obat. Data kuantitatif
meliputi pengambilan data/dokumen
yang diperlukan, yaitu daftar stok
obat.
Tahap analisis data dilakukan
dengan menganalisis hasil observasi
dan wawancara secara kualitatif dan
membandingkan kesesuaiannya
dengan pedoman SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004, sedangkan
data kuantitatif dianalisis dan diukur
dengan indikator pengelolaan obat
yang meliputi TOR, obat kadaluarsa,
dan obat macet. Tahap akhir dari
penelitian ini adalah pembuatan
laporan yang berisi hasil analisis data
kualitatif yang disajikan dalam
bentuk tekstual secara narasi,
sedangkan data kuantitatif yang
disajikan dalam bentuk tabel.
Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif,
data yang diperoleh dari hasil
observasi dan wawancara dianalasis
secara kualitatif dan selanjutnya
dibandingkan kesesuaiannya dengan
pedoman SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 untuk
menggambarkan penyimpanan
sediaan farmasi di gudang farmasi
RSUD Banyumas, sedangkan data
kuantitatif disajikan dalam bentuk
tabel untuk melihat secara visual
serta analisisnya menggunakan
indikator yang telah ditetapkan. Data
kuantitatif diperoleh dari penelusuran
dokumen-dokumen penyimpanan,
yang meliputi perhitungan :
1.Turn Over Ratio (TOR) : Turn
Over Ratio (TOR) menunjukan
frekuensi perputaran barang dalam
periode tertentu. Rumus mencari
TOR :
( )
2.Persentase stok mati : Mencatat
masing masing nama item obat,
kemudian dilihat data penggunaan
obat di komputer untuk tiap item
obat. Mencatat berapa obat yang
tidak digunakan dalam waktu
dekat. Dihitung berapa persen stok
6 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
mati dengan membandingkan
jumlah obat yang tidak digunakan
selama tiga bulan berturut-turut (A)
dengan seluruh sampel obat (B)
(
)
3.Persentase nilai obat yang
hampir rusak atau kadaluarsa :
data ini diperoleh dengan cara
menghitung berapa nilai obat-obat
yang rusak dan atau kadaluarsa
selama penelitian (A). Nilai
tersebut dibagi dengan jumlah obat
(B). Didapatkan persentase nilai
kerugian.
(
)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.Gambaran Sistem Penyimpanan
di Gudang RSUD Banyumas
a. Perlengkapan di Gudang Farmasi RSUD Banyumas Ruangan di gudang RSUD
Banyumas terasa lembab kerena
minimalnya ventilasi udara serta
pengaturan cahaya yang masuk ke
tiap ruang penyimpanan obat. Faktor
ini dapat mempengaruhi mutu
produk dan keselamatan kerja
petugas gudang. Keselamatan kerja
petugas gudang rumah sakit juga
sangat penting, dan dalam proses
penyimpanan keselamatan kerja juga
harus terjamin disamping
terjaminnya mutu dan kualitas obat
(Febriawati, 2013). Kondisi letak
gudang yang bersebelahan dengan
sungai menyebabkan kondisi gudang
di RSUD Banyumas menjadi
lembab. Kelembaban ruangan perlu
memperhatikan ventilasinya secara
khusus, untuk rumah sakit yang
menggunakan pengatur udara (AC)
sentral harus diperhatikan cooling
tower-nya agar tidak menjadi
perindukan bakteri legionella dan
untuk AHU (Air Handling Unit)
filter udara harus dibersihkan dari
debu dan bakteri jamur. Ruangan
dengan volume 100m3 sekurang
kurangnya 1 fan dengan diameter 50
cm dengan debit udara 0,5 m3/detik
dan frekuensi pergantian udara per
jam adalah 2 ─ 12 kali (Kepmenkes,
2004).
Ruang penyimpanan sediaan
cair menggunakan pallet agar obat
tidak langsung bersentuhan dengan
lantai. Penggunaan pallet perlu
mengatur jarak dan tingginya, tinggi
alas pallet dari lantai minimal 10 cm,
jarak antar pallet dan antar dinding
tidak kurang dari 30 cm, serta tinggi
tumpukan pallet maksimal 2,5 meter.
Penggunaan pallet berfungsi untuk
menjaga sirkulasi udara dari bawah
dan perlindungan terhadap genangan
air banjir. Dinding bangunan gudang
RSUD Banyumas licin, selain itu
terdapat sudut lantai dan sudut
dinding yang tajam. Sudut yang
tajam pada dinding dan lantai
menyebabkan rentan ditemukannya
serangga-serangga perekat disetiap
sudut lantai dan dinding tersebut
(Febriawati, 2013).
Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
(2013), gudang penyimpanan sediaan
farmasi harus mempunyai letak tata
ruang yang baik untuk memudahkan
penerimaan, penyimpanan,
penyusunan, pemeliharaan,
pencarian, pendistribusian, serta
pengawasan material dan peralatan.
Sediaan farmasi yang melampaui
kapasitas gudang dapat
mempengaruhi pola penataan gudang
7 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
serta penyusunan rak obat. Penataan
rak obat disusun hanya mengikuti
pola rak laboraturium yang dahulu
sehingga banyak obat yang tidak
tersusun rapi.
Pola gudang yang tidak teratur
rentan terjadinya ketidakteraturan
obat masuk dan keluar gudang, serta
dapat meningkatkan resiko terjadinya
obat macet dan obat ED di gudang
farmasi RSUD Banyumas.
Berdasarkan arah arus penerimaan
dan pengeluaran material dan
peralatan, tata letak gudang perlu
memiliki lorong yang ditata
berdasarkan sistem arus garis lurus,
arus huruf U dan arus huruf L
(Retno, 2014). Kemudahan dan
kebebasan bergerak akan sangat
membantu kenyamanan kerja,
kebersihan mudah dijaga, perawatan
gudang dan berbagai aktivitas tidak
mengalami hambatan (Febriawati,
2013).
Data pada tabel 1 menunjukan
bahwa 68% peralatan yang
dipersyaratkan SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tersedia di
gudang RSUD Banyumas. Hasil ini
menggambarkan peralatan di gudang
farmasi RSUD Banyumas belum
semua memenuhi standar SK
Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 karena
persentase kesesuaiannya belum
mencapai 100%. Peralatan yang
tidak memadai mengakibatkan tidak
maksimalnya penyimpanan sediaan
farmasi di gudang RSUD Banyumas
sehingga terjadi kerusakan obat yang
akan menyebabkan kerugian di
gudang RSUD Banyumas (Sheina
dkk., 2010).
Tabel 1. Kesesuaian antara peralatan
Gudang Farmasi RSUD Banyumas dengan
standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
Standar peralatan di
Gudang Rumah Sakit
(SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004)
ketersediaan
Ada Tidak
Peralatan untuk
penyimpanan
√ -
Peralatan untuk peracikan - √
Peralatan untuk pembuatan - √
Obat √ -
Meja √ -
Kursi √ -
Lemari / rak buku √ -
Filling cabinet √ -
Computer √ -
Alat tulis kantor √ -
Telepon √ -
Kepustakaan √ -
Lemari penyimpanan
khusus
- √
Lemari untuk narkotika - √
Lemari pendingin √ -
AC √ -
Penerangan √ -
Sarana air √ -
Ventilasi - √
Sarana pembuangan
limbah
- √
Alarm - √
Lemari/rak √ -
Pallet √ -
Kartu arsip √ -
Lemari arsip - √
b.Penataan sediaan farmasi di Gudang Farmasi RSUD Banyumas
Sistem penataan obat di
gudang farmasi RSUD Banyumas
disusun berdasarkan abjad/alfabetis
dari A-Z dengan menggunakan
metode FEFO. Metode FEFO
merupakan metode penyimpanan
obat dimana obat yang memiliki ED
(Expired Date) lebih cepat
diletakkan di depan obat yang
memiliki ED lebih lama (Permenkes,
2014). Metode FEFO ini diterapkan
8 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
bertujuan untuk meminimalkan
kerusakan obat di gudang RSUD
Banyumas, dengan demikian
kerugian yang terjadi akibat
kadaluarsa obat bisa dihindari.
Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 51 Th. 2009
tentang pekerjaan kefarmasian,
metode penyimpanan dapat
dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis sediaan
farmasi yang disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip First
Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO).
Berdasarkan hasil penelitian,
masih terdapat obat yang telah
melewati batas kadaluarsa obat di
gudang RSUD Banyumas. Obat
kadaluarsa terjadi pada obat yang
memiliki kelas terapi/khasiat yang
sama. Obat kadaluarsa dipengaruhi
oleh peresepan dokter yang
cenderung dengan satu obat yang
biasa digunakan sehingga obat lain
yang memiliki terapi/khasiat yang
sama disimpan dalam waktu yang
lama. Hal ini menyebabkan resiko
terjadinya obat expired date semakin
besar (Sheina dkk., 2010).
Menurut pernyataan salah satu
petugas gudang RSUD Banyumas,
kerusakan obat diatasi dengan cara
melakukan monitoring dan evaluasi
yang rutin. Monitoring dilakukan
dengan memeriksa kondisi
persediaan obat yang sebelumnya
telah dituliskan secara jelas batas ED
masing masing produk. RSUD
Banyumas perlu melakukan
pengendalian mutu pelayanan
kefarmasian yang meliputi
monitoring dan evaluasi guna
menjamin mutu serta kualitas obat
(Permenkes, 2014). Sediaan farmasi
yang mendekati batas kadaluarsa
obat maka penanggung jawab
gudang segera melaporkan ke kepala
instalasi pelayanan farmasi RSUD
Banyumas, dan selanjutnya
mengeluarkan obat yang telah
disimpan lama di gudang menuju
instalasi pelayanan agar obat tersebut
digunakan. Kepala instalasi
menghubungi dokter yang
bersangkutan untuk menyarankan
agar dokter menulis resep obat yang
sebelumnya tidak digunakan.
Tindakan ini dilakukan agar bisa
meminimalkan terjadinya expired
date (ED) obat yang tinggi di gudang
farmasi RSUD Banyumas.
Tabel 2. Kesesuaian antara sistem
penataan obat di Gudang RSUD Banyumas
dengan standar SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004.
Standart Penataan Obat di
Rumah Sakit
(SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004)
Kesesuain
dengan
standar
Ya Tidak
Metode FIFO - √
Metode FEFO √ -
Penggolongan
berdasarkan jenis sediaan
√ -
Penggolongan
berdasarkan
abjad/alfabetis
√ -
Penggolongan
berdasarkan kelas
terapi/khasiat
- √
Data tabel 2 menunjukan bahwa
baru 60% penataan obat yang sesuai
dengan standar SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004, hal ini
karena penataan obat di gudang
RSUD Banyumas belum
menggunakan sistem FIFO dan
belum berdasarkan atas khasiat/terapi
yang sama sehingga masih ada obat
macet dan obat rusak atau hampir
9 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
kadaluarsa digudang RSUD
Banyumas. Keuntungan penataan
obat berdasarkan khasiat/terapi yang
sama yaitu efisien waktu dalam
pelayanan permintaan dari tiap unit,
ketepatan dalam pengambilan obat
dan meminimalisir terjadinya
kerusakan dan obat macet ketika
dokter melakukan peresepan dengan
satu obat (Sheina dkk., 2010).
c. Penyimpanan sediaan farmasi di Gudang Farmasi RSUD Banyumas
Menjamin mutu dan kualitas
obat merupakan hal yang sangat
penting, agar obat yang sampai ke
tangan pasien bisa bekerja maksimal
sesuai kegunaannya. Sediaan obat
yang dibedakan menurut jenisnya
dapat menjaga mutu dan kualitas
sediaan obat dari kontaminasi
sediaan obat lainnya. Sediaan yang
terkontaminasi dapat merusak
sediaan obat tersebut sehingga ketika
digunakan pasien sediaan obat tidak
dapat bekerja secara maksimal. Obat
suntik, obat salep dan obat tetes
mata, serta obat tablet harus
didibedakan rak penyimpanannya
agar tidak merusak kestabilan obat
satu dengan yang lainnya.
Penyimpanan obat digolongkan
berdasarkan bentuk bahan baku,
seperti bahan padat, dipisahkan dari
bahan yang cair atau bahan yang
setengah padat. Pemisahan sediaan
farmasi tersebut dilakukan untuk
menghindarkan zat-zat yang bersifat
higroskopis, demikian juga halnya
dengan bahan yang mudah terbakar.
Serum, vaksin dan obat obat yang
mudah rusak atau meleleh pada suhu
kamar disiman dalam lemari es
(Yustina dan Sulasmono, 2007).
Kendala yang ditemukan petugas
gudang farmasi RSUD Banyumas
dalam hal penyimpanan suhu dingin
yaitu sangat kurangnya alat
pendingin, sedangkan sediaan
farmasi yang penyimpanannya
membutuhkan alat pendingin sangat
banyak. Penyimpanan sediaan obat
yang tidak sesuai dapat
mengakibatkan kerusakan pada
sediaan obat sebelum masa expired
date (ED). Petugas gudang berusaha
mengatasinya dengan menggunakan
pendingin seperti es jelly. Es jelly
merupakan pendingin yang bersifat
sementara dan tidak dapat bertahan
lama, biasanya diganti dua kali
sehari. Menurut penanggung jawab
gudang bahwa dengan menggunakan
pendingin es jelly dapat menjaga
kestabilan obat yang membutuhkan
suhu dingin untuk sementara, dengan
demikian kerusakan obat dapat
diminimalisir serta mampu menjaga
mutu dan kualitas obat. Sediaan
farmasi yang membutuhkan suhu
dingin harus disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat, terlindung dari
cahaya dan disimpan dalam lemari es
(kulkas). Ruangan obat harus sejuk,
penyimpanan obat dalam lemari
pendingin pada suhu 4 – 8 derajat
celcius dan kartu temperatur yang
terdapat dalam lemari es harus selalu
diisi (Ditjen Binfar, 2005).
Penyimpanan harus dapat menjamin
kualitas dan keamanan sediaan
farmasi sesuai dengan persyaratan
kefarmasian, oleh karena itu gudang
farmasi harus dapat memastikan
bahwa obat yang disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik
(Permenkes, 2014).
Penyimpanan obat golongan
narkotika sangat tidak memadai dan
jauh dari standar yang ditetapkan,
karena hanya disimpan di atas rak
obat. Penyimpanan golongan
narkotika yang tidak ditempatkan
10 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
pada tempat yang khusus tentu
mempunyai resiko kehilangan serta
penyalahgunaan obat golongan.
Penyimpanan obat narkotika dan
psikotropika sangat membutuhkan
pengamanan yang ketat agar tidak
disalahgunakan oleh oknum yang
tidak bertanggungjawab.
Penyimpanan obat narkotika dan
psikotropika harus dibuat seluruhnya
dari kayu atau bahan lain yang kuat,
mempunyai kunci yang kuat, lemari
dibagi menjadi dua masing-masing
dengan kunci yang berlainan. Bagian
pertama digunakan untuk
menyimpan morfin, petidin dan
garam-garamnya, serta persediaan
narkotika. Bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan
narkotika lain yang digunakan
sehari-hari (Permenkes, 1978).
Gudang farmasi RSUD Banyumas
sendiri belum memiliki penyimpanan
obat golongan narkotika secara
khusus. Penyimpanan golongan
narkotika sengaja diletakkan di atas
rak agar tidak mudah saat
mengambilnya dan itu salah satu cara
petugas gudang farmasi RSUD
Banyumas melindunginya. Cara
tersebut tidak menutup kemungkinan
rentan terjadinya kehilangan obat.
Penyimpanan obat harus dapat
menjamin keamanan sediaan
disamping menjamin mutu dan
kualitasnya. Daerah penyimpanan
harus aman, perlengkapan dan
peralatan yang digunakan untuk
penyimpanan obat harus diadakan.
Pengendalian lingkungan yang tepat
(yaitu suhu, cahaya, kelembaban,
kondisi sanitasi, ventilasi dan
pemisahan) harus dipelihara apabila
obat-obatan atau perlengkapan
lainnya disimpan di rumah sakit
(Siregar dan Amalia, 2004).
Kehilangan obat golongan narkotika
tentu akan banyak disalahgunakan
oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Penyalahgunaan
obat golongan narkotika dapat
menyebabkan fungsi vital organ
tubuh bekerja secara tidak normal
seperti jantung, peredaran darah,
pernafasan, dan terutama pada kerja
otak (susunan saraf pusat). Narkoba
menghasilkan perasaan tinggi dengan
mengubah susunan bio kimia
molekul pada sel otak yang disebut
neurotransmiter (BNN, 2010).
Untuk mencegah terjadinya
hal tersebut, petugas gudang farmasi
RSUD Banyumas setiap hari
melakukan monitoring terhadap obat
golongan narkotika. Monitoring
dilakukan dengan memeriksa sediaan
narkotika, selanjutnya menghitung
jumlah sediaan narkotika dan
menyesuaikannya dengan jumlah
yang ada di kartu stok barang.
Menurut salah satu petugas gudang
RSUD Banyumas, dengan cara
monitoring yang rutin bisa
meminimalkan terjadinya kehilangan
dan ini salah satu cara yang paling
efektif karena tidak memadainya
tempat penyimpanan golongan
narkotika di gudang farmasi RSUD
Banyumas.
Data tabel 3 menunjukan bahwa
88,89% penyimpanan obat sesuai
dengan standar SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004. Penyebab
tidak maksimalnya penyimpanan di
gudang farmasi RSUD Banyumas
terjadi karena penyimpanan obat
golongan narkotika diletakkan di rak
yang bersamaan dengan obat lainnya.
Penyimpanan obat narkotika
seharusnya disimpan di tempat
khusus yang terbuat dari bahan yang
kuat (Permenkes, 1978).
11 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
Tabel 3. Kesesuaian antara
penyimpanan barang di Gudang RSUD
Banyumas dengan standar pelayanan farmasi di
rumah sakit
Standar penyimpanan
sediaan farmasi
(SK Menkes Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004)
Kesesuaian
dengan standar
Ya Tidak
Obat-obatan dipisahkan
dari bahan beracun
√ -
Obat luar dipisah dari obat
dalam
√ -
Narkotika dan
psikotropika dipisah dari
obat-obat lain dan
disimpan di lemari khusus
yang mempunyai kunci
- √
Tablet, kapsul dan oralit
disimpan dalam kemasan
kedap udara dan diletakan
di rak bagian atas
√ -
Cairan, salep dan injeksi
disimpan di rak bagian
tengah
√ -
Obat yang membutuhkan
suhu dingin disimpan
dalam kulkas
- √
Obat rusak/kadaluarsa
dipisahkan dari obat lain
yang masih baik dan
disimpan di luar gudang
√ -
Obat cairan dipsahkan dari
obat padatan
√ -
Obat dikumpulkan
menurut kelompok berat
dan besarnya
√ -
2. Evaluasi Indikator Penyimpanan
a. Turn Over Ratio (TOR) Turn Over Ratio (TOR) adalah
perhitungan yang digunakan untuk
mengetahui berapa kali perputaran
persediaan dalam satu tahun.
Penelitian ini menggunakan 30
sampel obat untuk melihat nilai
perputaran obat di gudang farmasi
RSUD Banyumas. Masing-masing
obat memiliki nilai TOR yang
berbeda, selanjutnya dihitung rata-
rata seluruh TOR sampel.
Penghitungan TOR seperti ini
dilakukan karena pendataan obat di
gudang farmasi RSUD Banyumas
dilakukan perobat. Perhitungan TOR
pada penelitian ini berdasarkan data
perputaran obat tahun 2013 untuk
mendapatkan data lengkap selama
satu tahun. TOR dapat dihitung
dengan membandingkan pembelian
obat dalam satu tahun dengan
persediaan rata-rata pada akhir tahun.
Hasil dari perhitungan peneliti,
didapatkan nilai TOR sebesar 8,66
kali menunjukkan bahwa rata-rata
persediaan di gudang farmasi RSUD
Banyumas mengalami perputaran
8,66 kali selama tahun 2013. Nilai
ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan standar umum yang bisa
digunakan yaitu 6 ─ 7 kali (Nugroho,
2008).
Table 4. Data Turn Over Ratio (TOR)
sediaan farmasi di Gudang RSUD Banyumas
Keterangan Kode Jumlah obat
Stok opname
per 31
desember
2012
(persediaan
awal tahun
2013)
A 91.120
Total
pembelian
tahun 2013
B 642.094
Stok opname
per 31
desember
2013
(persediaan
akhir tahun
2013)
C 63.435
Persediaan
rata-rata
tahun 2013
D = (A+C) :
2
77.277,5
Turn Over
Ratio (TOR)
( )
8,66 kali
12 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
Tingginya nilai TOR mungkin
disebabkan karena perhitungan
penggunaan obat dan stok opname
dilakukan setiap bulan sehingga
dapat diketahui berapa kebutuhan
obat setiap bulan dan obat apa yang
sebaiknya dipesan. Nilai TOR yang
tinggi dapat juga dipengaruhi oleh
hubungan baik petugas instalasi
farmasi dengan dokter, karena
apabila ada stok obat yang masih
menumpuk kepala instalasi
menghubungi dokter dan meminta
dokter meresepkan obat yang
stoknya masih menumpuk.
Perputaran persediaan di gudang
farmasi RSUD Banyumas selama
periode 2013 bisa dikatakan sudah
cukup baik. Nilai TOR yang semakin
tinggi berarti pengelolaan barang
semakin efisien, namun perlu
diwaspadai bahwa nilai TOR yang
terlalu tinggi dapat berakibat
kekosongan stok. Kekosongan stok
bertolak belakang dengan pengertian
gudang penyimpanan farmasi yaitu
menjamin ketersediaan obat. Nilai
TOR yang rendah menggambarkan
bahwa masih banyak stok yang
belum terjual, akibatnya akan
menghambat aliran kas dan sangat
berpengaruh terhadap keuntungan
(Sasongko, 2013).
b.Persentase Stok Mati Stok mati adalah suatu keadaan
dimana sediaan farmasi tidak
digunakan selama tiga bulan
berturut-turut (Retno, 2014). Standar
persentase stok mati berbeda-beda
tiap rumah sakit tergantung
kebijakan rumah sakit itu sendiri,
namun persentase stok mati
sebaiknya seminimal mungkin.
Persentase stok mati yang tinggi
menunjukkan perputaran obat yang
tidak lancar karena banyak
persediaan obat yang tertahan dan
menumpuk di gudang. Banyaknya
obat yang menumpuk di gudang
tentunya akan menimbulkan
kerugian karena meningkatnya resiko
kerusakan obat dan kadaluarsa serta
perputaran persediaan yang tidak
lancar. Terjadinya kerusakan obat
dan perputaran sediaan yang tidak
lancar akan mempengaruhi
pendapatan rumah sakit itu sendiri
(Nugroho, 2008).
Perhitungan presentase stok mati
diperoleh dengan membandingkan
antara jumlah obat yang tidak
terpakai selama tiga bulan berturut-
turut dengan jumlah obat selama
penelitian. Hasil penelitian terhadap
24 item obat yang macet dengan
melihat pengeluaran item obat dari
gudang farmasi RSUD Banyumas
selama bulan agustus-oktober,
didapat persentase stok mati sebesar
0,84%.
Table 5. Data persentase stok mati di
Gudang RSUD Banyumas
Keterangan Jumlah
obat
Persentase
Jumlah stok
mati selama
penelitian
13.021
0,84%
Jumlah
seluruh obat
selama
penelitian
1.535.571
Persentase tersebut cukup
kecil bila dibandingkan dengan
penelitian Nugroho (2008) di RSUD
Yogyakarta yang presentase stok
matinya sebesar 2% dan hasil ini
sangat jauh lebih kecil dengan
penelitian Gunara (2008) di RSUD
Wates yang presentase stok matinya
sebesar 10,2%. Hasil ini menunjukan
13 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
bahwa kerja sama antara dokter dan
apoteker di RSUD Banyumas sangat
baik sehingga hasil persentase stok
mati di gudang RSUD Banyumas
lebih kecil dari 1%.
Stok mati tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya peresepan yang tidak
mengacu pada formularium (standar
pengobatan), pola peresepan dokter
yang berubah atau prevalensi
penyakit yang berubah sama sekali
sehingga terdapat obat yang tidak
diresepkan oleh dokter sampai tiga
bulan berturut-turut. Untuk
mengatasi adanya stok mati tersebut
petugas gudang farmasi perlu
mengetahui mana obat yang
termasuk obat fast moving maupun
slow moving sebelum melakukan
pengadaan obat. Selain itu instalasi
farmasi dapat memberikan informasi
tertulis kepada dokter tentang obat-
obat yang mendekati stok mati agar
dokter mau meresepkan kembali obat
tersebut pada pasien. Kerjasama dan
hubungan yang baik dengan dokter
menjadi kunci rendahnya nilai
persentase obat yang mati.
c. Persentase Obat yang Hampir Rusak atau Kadaluarsa Penelitian ini menghitung obat
yang hampir expired date (ED). Obat
ED tidak ditemukan di gudang
RSUD Banyumas karena obat yang
akan ED dikembalikan ke industri
tempat pemesanan obat tersebut.
Pengembalian obat ke pihak
distributor dilakukan pada sediaan
farmasi yang memiliki waktu 3 bulan
sebelum batas ED berakhir. Faktor
tersebut yang menyebabkan tidak
ditemukannya obat ED di gudang
RSUD Banyumas. Perhitungan obat
yang hampir ED pada penelitian ini
menggunakan data obat yang
memiliki waktu 3 bulan sebelum
batas ED berakhir.
Pemeriksaan obat yang kadaluarsa
atau rusak harus dilakukan dengan
teliti dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keamanan
penggunaannya dan kepastian jumlah
fisik obat yang masa aman
penggunaannya sudah berakhir
didalam sistem penyimpanan yaitu
gudang farmasi (Retno, 2014).
Presentase nilai obat yang kadaluarsa
atau rusak masih bisa diterima jika
nilainya dibawah 1% (Mauliza, dkk.,
2013). Nilai dapat diperoleh dengan
cara membandingkan nilai obat yang
rusak selama penelitian atau
kadaluarsa dengan jumlah seluruh
obat selama penelitian. Data diambil
dari catatan obat yang kadaluarsa dan
atau rusak selama penelitian serta
laporan jumlah seluruh obat,
kemudian dihitung nilai obat yang
kadaluarsa atau rusak.
Table 6. Data persentase obat hampir
rusak atau kadaluarsa
Keterangan Jumlah
obat
Persentase
Jumlah obat
hampir rusak
atau kadaluarsa
selama
penelitian
3.817
0,24%
Jumlah seluruh
obat selama
penelitian
1.535.571
Pada hasil perhitungan didapat
nilai yang kurang dari 1% yaitu
0,24%. Nilai obat rusak atau
kadaluarsa ini mencerminkan
baiknya perencanaan dan baiknya
sistem distribusi. Rutinnya
melakukan pengamatan mutu dalam
penyimpanan obat juga merupakan
14 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
salah satu faktor sehingga nilai
persentase obat yang hampir rusak di
gudang farmasi RSUD Banyumas
masuk dalam kriteria standar.
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, rendahnya nilai obat rusak
dan atau kadaluarsa disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1) Rutinnya melakukan
monitoring dan evaluasi mutu
obat
2) Adanya hubungan baik antara
petugas instalasi farmasi dengan
dokter, jadi ketika terjadinya
perubahan pola peresepan oleh
dokter, petugas instalasi bisa
meminta dokter agar meresepkan
obat yang akan melewati batas
ED.
Penyimpanan obat jika ditinjau
dari tiga indikator, dapat dikatakan
penyimpanan obat yang dilakukan di
gudang RSUD Banyumas sudah
efisien, hal ini dapat dilihat dari hasil
perhitungan ketiga indikator yakni
Turn Over Ratio (TOR), presentasi
stok mati (death stock) dan
presentase nilai obat yang rusak dan
atau kadaluarsa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
tentang evaluasi penyimpanan
sediaan farmasi di RSUD Banyumas,
dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Sistem penyimpanan sediaan
farmasi di gudang farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas
belum sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan SK Menkes
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.
2. Indikator penyimpanan sediaan
farmasi di gudang farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas
sudah termasuk dalam kategori
baik dan efisien.
Saran
1. Perlu melakukan penataan ulang
lay out gudang dengan
menerapkan sistem arus garis
lurus, arus huruf L dan arus huruf
U, hal ini berguna untuk
mempermudah gerak petugas serta
menjamin keselamatan kerja
petugas gudang RSUD Banyumas.
Gudang RSUD Banyumas harus
meminimalisir adanya sudut lantai
dan tembok yang tajam agar
terhindar tidak ada tempat
berkembangnya hama atau hewan
perekat.
2. Penyimpanan obat di gudang
farmasi RSUD Banyumas
berdasarkan kelas terapi/khasiat
yang sama agar dapat
meminimalisir terjadinya obat
macet dan kadaluarsa obat.
3. Perlu diadakannya tempat
penyimpanan khusus sediaan
narkotika agar terhindar dari
kehilangan sediaan narkotika serta
penyalahgunaan sediaan
narkotika.
4. Bagi peneliti lain perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut,
menggunakan indikator
penyimpanan yang lebih lengkap
meliputi persentase kesesuaian
data stok antara barang dengan
kartu stok, Turn Over Ratio
(TOR), sistem penataan gudang,
persentase obat kadaluarsa/rusak,
dan persentase stok mati.
DAFTAR PUSTAKA
15 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
Aziz, S., Herman, M. J., Mun’im, A.,
2005, Kemampuan Petugas
Menggunakan Pedoman
Evaluasi Pengelolaan dan
Pembiayaan Obat, Majalah
Ilmu Kefarmasian, 02 (02),
63-64.
Badan Narkotika Nasional Tahun
2010, Buku advokasi
Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba Bagi Petugas Lapas
dan Rutan, Jakarta.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Tahun 2013. Unsur
Pelaksanaan
Penanggulangan Bencana,
Gedung Graha BNPB,
Jakarta.
Ditjen Bina Farmasi Dan Alat
Kesehatan Tahun 2005
tentang Pedoman
Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Febriawati, H., 2013, Manajemen
Logistik Farmasi Rumah
Sakit, Cetakan I, Gosyen
Publishing, Yogyakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.
1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Koentjoro Tjahjono, 2007, Regulasi
Kesehatan di Indonesia,
Yogyakarta: ANDI.
Mauliza, S.R., Rosa, T.A., Utami,
D.A., Astuti W. R., & Artati,
A., 2003, Laporan Praktik
Kerja Lapangan Farmasi
Rumah Sakit di Rumah Sakit
PKU Muhammdaiyah
Yogyakarta, Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Nugroho Iqtiar., 2008. Evaluasi
Penyimpanan Dan
Penggunaan Obat Dirumah
Sakit Umum Kota
Yogyakarta Tahun 2006 Dan
2007, Skripsi.UGM.
Palupiningtyas Retno., 2014,
Analisis Sistem Penyimpanan
di Gudang Farmasi Rumah
Sakit Mulya Tangerang
Tahun 2014, Skripsi,
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
28/Menkes/per/I/1978
tentang Penyimpanan
Narkotika, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Peraturan Pemerintahan Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Departemen
16 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY
Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ratna Anggiasari Gunara 2008,
Evaluasi Sistem
Penyimpanan dan
Penggunaan Obat di Rumah
Sakit Umum Daerah Wates
Periode 2004-2006,Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Sasongko S. P., 2013, Analisis
Pengaruh Kualitas Pelayanan,
Harga Kompetitif,
Kelengkapan Barang, dan
Lokasi Terhadap Keputusan
Pembelian di Swalayan Alfa
Omega Baturetno, Wonogiri,
Skripsi, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sheina B. M.R. Umam, Solikhah,
2010, Penyimpanan Obat di
Gudang Instalasi Farmasi
RSU Muhammadiyah
Yogyakarta. Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan,
Yogyakarta.
Siregar, C.J.P., 2004, Farmasi
Rumah Sakit Teori dan
Penerapan, EGC. Jakarta.
Siregar,C.J.P dan Amalia, L., 2004,
Farmasi Rumah sakit Teori
Dan Penerapan, Penerbit
Buku kedokteran EGC,
Jakarta, hlm, 120-138.
Wahyuni, Y., 2007, Evaluasi
Pengelolaan Obat tahun 2005
di Dinas Kesehatan Kota
Madiun, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Yustina Sri Hartini, Sulasmono,
2007, Ulasan Beserta Naskah
Perundang-Undangan
Terkait Apotek Termasuk
Naskah dan Ulasan
Permenkes Tentang Apotek
Rakyat, Universitas Sanata
Darma, Yogyakarta.
17 NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH 04 Juni 2015
Arif Surya Wirawan 20110350043 Farmasi FKIK UMY