BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf ·...

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan. Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar 30- 40% dari dana alokasi pembangunan kesehatan dialokasikan untuk pengadaan obat. Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK), minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat, sarana baik gedung, komputer maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif lebih besar dibanding dengan adanya Gudang Farmasi Kab/Kota (GFK), karena personal terlatih di pindah tugaskan, sarana diubah peruntukkannya, mekanisme pengelolaan obat tidak sesuai dengan standar yang berlaku. 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk

menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai

kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur,

sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk

mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu

komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan.

Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar 30-

40% dari dana alokasi pembangunan kesehatan dialokasikan untuk

pengadaan obat.

Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan

baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula

halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat

Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi

kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di

setiap Kabupaten/Kota.

Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang

Farmasi Kabupaten (GFK), minimal pengelolaan obat berjalan

sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal

terlatih, sistem pengelolaan obat, sarana baik gedung, komputer

maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang

melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak

berjalan sebagaimana mestinya relatif lebih besar dibanding dengan

adanya Gudang Farmasi Kab/Kota (GFK), karena personal terlatih di

pindah tugaskan, sarana diubah peruntukkannya, mekanisme

pengelolaan obat tidak sesuai dengan standar yang berlaku.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Agar pengelolaan obat sesuai dengan tujuan di atas, maka perlu

dilakukan bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan secara terus menerus yang berdampak terhadap semakin

baik dan efisien pelayanan kesehatan dasar, terutama pelayanan obat,

sehingga masyarakat pengguna jasa kesehatan akan mendapatkan

pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang ditetapkan.

B. Tujuan 1. Agar diperoleh gambaran mengenai pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan

keterampilan SDM pengelola obat

2. Sebagai bahan untuk penentu kebijakan dalam rangka menetapkan

langkah-langkah yang akan dilakukan di masa yang akan datang.

C. Sasaran Kegiatan

Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 33 Provinsi yang

masing-masing diwakili oleh dua Kabupaten/Kota, dilihat dari aspek

SOTK, SDM, Sarana Prasarana, Pengelolaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan, dan Anggaran Belanja Obat.

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

BAB II GAMBARAN UMUM

Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2001 tentang kebijakan

desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota.

Pada tahun 2007 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33

Propinsi, 470 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan

diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang

dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur.

Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri

Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola

obat publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota.

Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam

pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan

kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan

kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu pengembangan dan

penyempurnaan pengelolaan obat di kabupaten/kota harus dilakukan

secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mendukung

kualitas pelayanan kesehatan dasar. Perbaikan secara menyeluruh di

semua aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.

Salah satu bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan

melakukan penilaian terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Aspek yang

dinilai meliputi : sumber daya manusia, proses pengelolaan serta sarana

dan prasarana.

Agar penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota dapat terukur,

diperlukan adanya instrumen. Instrumen yang dikembangkan ini

merupakan salah satu upaya agar dapat membantu Kabupaten/Kota

maupun provinsi mengetahui kondisi pengelolaan obat di masing-masing

kabupaten/kota.

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Penilaian menggunakan instrumen Stratifikasi Instalasi Pengelolaan Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan, dengan pembagian strata :

1. Strata A dengan nilai 86 - 100

2. Strata B dengan nilai 71 – 85

3. Strata C dengan nilai 56 – 70

4. Strata D dengan nilai kurang dari 55

Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian yaitu:

A. Sumber Daya Manusia

a. Penanggungjawab Instalasi Farmasi

b. Ketenagaan

c. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia

B. Sarana dan Prasarana

a. Luas Tanah

b. Luas Gedung

c. Status Gedung

d. Sarana Perlengkapan Penyimpanan

e. Sarana Pengolahan Data

f. Sarana Transportasi

g. Sarana Pengamanan

h. Peralatan Komunikasi

C. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

a. Perencanaan

b. Pengadaan

c. Penyimpanan

d. Pendistribusian

e. Pengendalian Penggunaan

f. Pencatatan dan Pelaporan

g. Monitoring dan Evaluasi

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

BAB III PEMBAHASAN

A. STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN

PERBEKALAN KESEHATAN

Penerapan Undang - Undang nomor 22 tahun 1999 yang

diperbaharui dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

membawa pengaruh terhadap bentuk organisasi kesehatan di Provinsi

dan Kabupaten/Kota. Sebelum penerapan Otonomi Daerah seluruh

Kabupaten/Kota mempunyai organisasi pengelolaan obat yang disebut

GFK. Dengan adanya PP Nomor 41 Tahun 2007 Organisasi Perangkat

Daerah diharapkan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan sudah berbentuk UPT. Namun, saat ini bentuk organisasinya

masih sangat beragam mulai dari seksi, UPTD, GFK, Instalasi dan

sebagainya.

Untuk lebih meningkatkan keberadaan gudang farmasi

Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya

dengan baik, di dalam KONAS tahun 2005 disebutkan bahwa

keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dirubah namanya menjadi

Instalasi Farmasi Kabupaten Kota ( IFK ). Kebijakan pengelolaan

obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan

pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan

one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus

dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,

pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi

dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi,

efektivitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat

publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber

anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masing-

masing Kabupaten/Kota.

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu

dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam

merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut

juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta

mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi

segenap komponen bangsa mengenai Indonesia Sehat 2010 dengan

prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di daerah.

Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dan perbekalan

kesehatan dapat mengacu kepada SK Menkes RI No.

610/Men.Kes./S.K/XI/81 tahun 1981. tentang Organisasi dan Tata Kerja

Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota,

sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan

dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas

untuk menunjang tugas pokok induknya.

Struktur Organisasi

Sie Farmasi, 32, 48%UPTD, 33,

49%

Lain-lain, 2, 3%

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa dari 67 (enam

puluh tujuh) kab/kota di 33 provinsi yang diberikan bimbingan teknis

sebanyak 33 (tiga puluh tiga) kab/kota sudah dalam bentuk UPTD, 32

(tiga puluh dua) dalam bentuk seksi farmasi dan 2 (dua) kab/kota dalam

bentuk lain-lain.

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

B. SUMBER DAYA MANUSIA PENGELOLA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Pada UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan,

dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi,

distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

1. PENANGGUNG JAWAB

Penanggungjawab IFK

Apoteker, 51, 74%

S-1 Farmasi, 1, 1%

D-3 Farmasi, 3, 4%

AA/SMF, 9, 13%

Tenaga Kes Lain, 3, 4% Lain-lain, 3, 4%

Dari diagram dapat dilihat bahwa Instalasi Farmasi pada 67

Kabupaten/Kota di 33 Propinsi sebagian besar sudah dikelola oleh

Apoteker sebagai penanggung jawabnya (51 kabupaten/kota). Hal

ini sudah cukup baik mengingat Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota

sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan

keahliannya.

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

2. KETENAGAAN

Ketenagaan

60

9

34

46

1 10

10203040506070

Apoteker S-1Farmasi

D-3Farmasi

AA/SMF TenagaKes Lain

Lain-lain

Jum

lah

Kab

upat

en/K

ota

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 60

Kabupaten/Kota memiliki apoteker, 46 Kabupaten/Kota memiliki

AA/SMF, 34 Kabupaten/Kota memiliki D3 Farmasi, 9

Kabupaten/Kota memiliki S1 Farmasi dan 1 Kabupaten/Kota

memiliki Tenaga Kesehatan Lain dan Lain-lain.

3. PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Peningkatan Kapasitas SDM

20

5

1210

0

5

10

15

20

25

PENGELOLAANOBAT DANPERBEKKES

PENGELOLAANOBAT

PUSKESMAS

PPOT SOFT-WAREKETERSEDIAAN

OBAT

Jum

lah

Kab

upat

en /

Kota

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 20

Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan obat dan

perbekkes, 12 Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan

perencanaan pengelolaan obat terpadu (PPOT), 10 Kabupaten/Kota

telah mengikuti pelatihan software ketersediaan obat dan 5

Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan di

puskesmas.

C. SARANA DAN PRASARANA PENYIMPANAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan

memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima

pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik

yang dapat merusak mutu obat.

Adapun tujuan penyimpanan antara lain adalah : Untuk

memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak

bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan

memudahkan pencarian dan pengawasan.

Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu adanya sarana dan

prasarana yang ada di Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal

sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut :

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

1. LUAS TANAH

Luas Tanah

22

42

05

1015202530354045

≤ 500 > 500

Luas Tanah (m2)

Jum

lah

kab/

Kot

a

Dari diagram diatas terlihat bahwa sebanyak 22 (dua puluh

dua) kabupaten/kota memiliki luas tanah kurang dari 500 m2, 42

(empat puluh dua) kabupaten kota memiliki luas tanah lebih dari 500

m2.

2. LUAS GEDUNG

Luas Bangunan

39

28

05

1015202530354045

≤ 300 > 300

Luas Bangunan (m2)

Jum

lah

Kab/

Kota

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Dari diagram diatas terlihat bahwa 39 (tiga puluh sembilan)

kabupaten/kota memiliki luas bangunan kurang dari 300 m2, dan

hanya 28 (dua puluh delapan) Kabupaten/Kota sudah memiliki luas

bangunan lebih dari 300 m2.

Luas tanah dan bangunan yang memadai berguna untuk

kemudahan dan kelancaran dalam penyimpanan dan distribusi

obat.. Ruang penyimpanan yang cukup luas mempermudah sirkulasi

keluar masuk obat di ruang penyimpanan. Luasnya ruang

penyimpanan obat dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran obat

yang ada.

3. STATUS GEDUNG

Status Gedung

67

00

10

20

30

40

50

60

70

80

Milik Sendiri Sewa

Jum

lah

Kab/

Kota

Sudah semua gedung Instalasi Farmasi kabupaten/kota

memiliki status hak milik. Status kepemilikan gedung ini sangat

penting bagi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk dapat

mendesain/merenovasi sesuai dengan kebutuhannya.

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

4. PENGAMANAN Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh

instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya

kebakaran. Untuk jenis dan jumlah teralis disesuaikan dengan

bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan

spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm,

untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata

merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat

berduri atau kawat harmonika juga dapat digunakan pagar

hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara

serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya

ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah.

Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan

jenis tabung CO2 juga dapat digunakan pasir dan karung.

Sarana Pengamanan

8

56

47 46

0

10

20

30

40

50

60

Alarm Teralis Pagar Pengaman Pemadam Kebakaran

Jum

lah

Kab/

Kota

Dari diagram diatas terlihat bahwa instalasi farmasi di 33

propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/Kota memiliki alarm

sebanyak 8 (delapan) kab/kota, memiliki teralis sebanyak 56

(lima puluh enam) kab/kota, memiliki pagar pengamanan

sebanyak 47 (empat puluh tujuh) kab/kota, serta 46 (empat puluh

enam) kab/kota memiliki alat pemadam kebakaran.

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

5. PERLENGKAPAN PENYIMPANAN Kegiatan penyimpanan memegang peranan penting dalam

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini

dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana

penyimpanan yang memadai.

Sirkulasi udara yang cukup sangat penting untuk menjaga

mutu obat agar obat tidak mudah rusak oleh udara yang lembab

atau terlalu panas untuk itu diperlukan juga ventilasi atau saluran

udara yang memadai. Alat penunjang lainnya yang juga

diperlukan di instalasi farmasi adalah generator yang digunakan

sebagai pengganti apabila aliran listrik padam.

Sarana Perlengkapan Penyimpanan

62 62

49 51

20

65

50 54

16

3427

20

010203040506070

RakPall

et

Lemari O

bat

Lemari N

arkoti

k & O

KT

Lemari V

aksin

/Cold

Chain

Lemari E

s

Kereta

Dorong

Air Cond

itione

r

Exhau

st Fan

Kipas A

ngin

Genera

tor

Pompa

Air

Jum

lah

Kab/

Kota

Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota yang memiliki sarana penyimpanan obat seperti

rak sudah dimiliki 62 (enam puluh dua) kab/kota, pallet sudah

dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, lemari obat dimiliki

oleh 49 (empat puluh sembilan) kab/kota, lemari Narkotika &

OKT dimiliki oleh 51 (lima puluh satu) kab/kota, lemari

vaksin/Cold Chain dimiliki oleh 20 (dua puluh) kab/kota, pompa

air dimiliki oleh 20 (dua puluh) kab/kota, lemari es dimiliki oleh 65

(enam puluh lima) kab/kota, kereta dorong dimiliki oleh 50 (lima

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

puluh) kab/kota, air conditioner dimiliki oleh 54 (lima puluh

empat) kab/kota. Sebanyak 16 (enam belas) kab/kota memiliki

exhaust fan, sebanyak 34 (tiga puluh empat) kab/kota memiliki

kipas angin, dan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) kab/kota memiliki

generator.

6. SARANA PENGOLAHAN DATA

Sarana Pengolahan Data

62

2

10

60

0

10

20

30

40

50

60

70

Komputer Laptop Software Printer

Jum

lah

Kab/

Kota

Dari gambar di atas terlihat bahwa Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota yang memiliki sarana pengolahan data sebagai

penunjang terlaksananya suatu kegiatan olah data seperti

komputer dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, Laptop

dimiliki oleh 2 (dua) kab/kota, software dimiliki oleh 10 (sepuluh)

kab/kota dan Printer dimiliki oleh 60 (enam puluh) kab/kota Ini menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan data dapat

berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana yang

memadai.

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

7. SARANA TRANSPORTASI

Sarana Transportasi

50 49

0

10

20

30

40

50

60

Kendaraan Roda 4 Kendaraan Roda 2

Jum

lah

Kab/

Kota

Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota yang memiliki kendaraan operasional roda 2

hanya sejumlah 49 (empat puluh sembilan) kabupaten/kota, yang

telah memiliki kendaraan roda 4 sebanyak 50 (lima puluh)

kabupaten/kota. Kendaraan tersebut sangat diperlukan oleh

instalasi farmasi dalam menunjang kelancaran distribusi obat.

8. PERALATAN KOMUNIKASI

Peralatan Komunikasi

38

18

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Telepon Faksimil

Jum

lah

Kab/

Kota

Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu

adanya sarana peralatan komunikasi, dari gambar di atas terlihat

sudah 38 (tiga puluh delapan) kab/kota punya telepon dan sudah

18 (delapan belas) kabupaten/kota yang mempunyai faksimile.

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Ini menunjukkan bahwa untuk kelancaran komunikasi memang

masih terkendala pada instalasi farmasi terutama di pulau dan

daerah terpencil.

D. PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATAN

60

6

47

19

66

0

64

1

58

7

62

2

56

8

0

10

20

30

40

50

60

70

Jum

lah

Kab

/Kot

a

Per

enca

naan

Pen

gada

aan

Pen

yim

pana

n

Pen

dist

ribus

ian

Pen

enda

lian

Pen

guna

an

Pen

cata

tan

Pel

apor

an

Mon

itorin

g &

Eva

luas

i

Aspek Pengelolaan

Pengelolaan Obat Publik dan Perbekkes

Tidak MelakukanMelakukan

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa instalasi farmasi

telah melakukan pelaksanaan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan di kab/kota dengan hasil yang terlihat pada

diagram diatas, 60 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

perencanaan obat, 47 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

pengadaan obat, 66 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

penyimpanan obat, 64 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

pendistribusian obat, 58 kab/kota telah melaksanakan kegiatan

pengendalian penggunaan obat, 62 kab/kota telah melaksanakan

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

kegiatan pencatatan dan pelaporan serta 56 kab/kota telah

melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi.

E. ANGGARAN Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang

Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang

Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang

terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan

dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota.

Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana APBD II

(DAU), APBD I, Askes, Buffer stok kab/kota, atau dari sumber

anggaran Program.

Anggaran per Kapita

12

3 4

44

05

101520253035404550

< 5000 5000 - 9000 > 9000 BelumterealisasiDalam rupiah

Jum

lah

Kab

/Kot

a

Dari hasil bimbingan teknis yang dilakukan pada 33 Propinsi

di 67 kab/kota terlihat pada diagram bahwa anggaran APBD II di 12

(dua belas) kab/kota kurang dari Rp 5.000,- per kapita, 3 (tiga)

kab/kota Rp 5000,- s/d Rp 9000,- per kapita, 4 (empat) kab/kota

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

lebih dari Rp 9000,- per kapita dan 48 (empat puluh delapan)

kab/kota belum terealisasi.

Besarnya anggaran pengadaan obat di Kab/kota bervariasi

tergantung dari kemampuan Kab/Kota memenuhi kebutuhan obat

untuk daerahnya masing-masing.

F. HASIL STRATIFIKASI TERHADAP PENGELOLAAN OBAT

PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

Strata Sarana & Prasarana

Nilai C, 36, 51%

Nilai D, 27, 39%Nilai B, 7, 10%

Nilai A, 0, 0%

Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67

(enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sarana & prasarana

dapat dilihat pada diagram diatas, tidak ada satu kab/kota yang

mempunyai nilai strata A, 7 (tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata

B, 36 (tiga puluh enam) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 27

(dua puluh tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata D.

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Strata SDM

Nilai D, 55, 78%

Nilai B, 3, 4%Nilai A, 2, 3%

Nilai C, 11, 15%

Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67

(enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sumber daya manusia

dapat dilihat pada diagram diatas, 2 (dua) kab/kota mempunyai nilai

strata A, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata B, 11 (sebelas)

kab/kota mempunyai nilai strata C dan 55 (lima puluh lima) kab/kota

mempunyai nilai strata D.

Strata Pengelolaan Obat Kab/Kota

Nilai A, 51, 73%

Nilai C, 3, 4%

Nilai B, 10, 14%

Nilai D, 6, 9%

Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67

(enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek pengelolaan obat dapat

dilihat pada diagram diatas, 51 (lima puluh satu) kab/kota yang

mempunyai nilai strata A, 10 (sepuluh) kab/kota mempunyai nilai

strata B, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 6 (enam)

kab/kota mempunyai nilai strata D.

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil evaluasi data bimbingan teknis pengelolaan obat publik

dan perbekalan kesehatan pada 67 (enam puluh tujuh)

Kabupaten/kota di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi sudah melaksanakan

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan hasil

sebagai berikut :

1. 1 Kab/Kota mempunyai nilai strata A

14 Kab/Kota mempunyai nilai strata B

44 Kab/Kota mempunyai nilai strata C

11 Kab/Kota mempunyai nilai strata D

2. Kriteria penilaian tersebut diatas berdasarkan buku Instrumen

Stratifikasi Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan

Kesehatan, Depkes, Tahun 2003

3. Masih ada beberapa kabupaten/kota yang nilai anggaran

obatnya masih rendah (12 Kabupaten) dengan anggaran obat

perkapitanya kurang dari Rp 5.000,-

B. Saran

Umum: Agar Pemerintah Daerah lebih memperhatikan unit pengelola obat

dan perbekalan kesehatan dari segala aspek baik SDM, sarana dan

prasarana maupun anggaran obat yang dibutuhkan dalam mengelola obat

sehingga upaya untuk menjamin ketersediaan, pemerataan,

keterjangkauan serta mutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu

dapat tercapai dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

Khusus

• Agar untuk kab/kota rutin melaksanakan pertemuan, pelatihan, monev

dan bimtek untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengelola obat

serta meningkatkan pengawasan pada pengelolaan obat di pelayanan

kesehatan dasar

• Agar pemerintah kab/kota meningkatkan alokasi dana pengadaan

obatnya terutama yang masih rendah anggaran obat perkapitanya

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangbinfar.depkes.go.id/dat/lama/1256298778_OLDAMTEK 151009.pdf · Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah,

BAB V PENUTUP

Demikianlah hasil penilaian terhadap unit pengelola obat di 67

(enam puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi. Besar

harapan laporan ini bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta dasar-dasar

kebijakan di setiap daerah khususnya di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi.

Hasil penilaian sifatnya tidak mutlak karena keterbatasan informasi

yang diterima. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, mudah-

mudahan kedepannya nanti penyusunan profil akan lebih sempurna lagi.

22