EVALUASI PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI PADA …repository.fisip-untirta.ac.id/657/1/evaluasi...
Transcript of EVALUASI PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI PADA …repository.fisip-untirta.ac.id/657/1/evaluasi...
EVALUASI PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI PADA PROGRAM PENGEMBANGAN
USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI KECAMATAN SERANG KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh: Ayu Wahyuni
NIM.6661091294
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
ABSTRAK
Ayu Wahyuni. NIM: 6661091294. 2015. Skripsi. Evaluasi Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I, Yeni Widyastuti, S.Sos, M.Si., Pembimbing II, Riny Handayani, S.Si., M.Si.
Kata Kunci : Evaluasi, Pembinaan Kelembagaan Petani, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
PUAP merupakan program dari Kementerian Pertanian dalam upaya membangun desa mandiri pangan berlandaskan agribisnis. Masalah pada program PUAP di Kecamatan Serang, Kota Serang adalah masih lemahnya kelembagaan petani. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Evaluasi Dunn (2003:610). Tujuan penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan pembinaan kelembagaan petani program PUAP di Kecamatan Serang, Kota Serang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif Kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, observasi, wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dari Irawan (2005:5.28-5.35). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tim Teknis terkait belum menjalan peran dan fungsinya dengan baik. Kurangnya dukungan Tim Teknis dalam pelaksanaan program mengakibatkan banyak terjadi kemacetan dana PUAP dan pembinaan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pembinaan kelembagaan petani program PUAP belum berjalan optimal. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan perlunya koordinasi dan sistem yang mendukung dari berbagai lini Tim Teknis mulai dari Tim Pembina program PUAP di tingkat Provinsi sampai Tim Penyuluh di Gapoktan, peningkatan sosialisasi, monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala oleh tim teknis dengan melibatkan peran aktif pengurus Gapoktan, pengaktifan kembali kegiatan PUAP Gapoktan melalui pertemuan/rapat rutin anggota, serta pembinaan, pembimbingan, pengawasan mulai dari pengajuan dana PUAP sampai pemanfataannya oleh Gapoktan.
ABSTRACT
Ayu Wahyuni. NIM: 6661091294. 2015. Thesis. The Evaluation of Farmer’s Institutional Management to Rural Agribusiness Development Program (PUAP) in the District of Serang, Serang. The Department of Public Administration, Faculty of Social and Political Sciences. University of Sultan Ageng Tirtayasa. 1st Advisor, Yeni Widyastuti, S.Sos, M.Si., 2nd Advisor, Riny Handayani, S.Si., M.Si.
Keyword : Evaluation, Farmer’s Institutional Management, Rural Agribusiness Development Program (PUAP)
PUAP is the one program of ministry agriculture which effort to develop the village for food dependency based on agribusiness through the provision of Direct Aid Society (BLM) to Farmers’ Group Association (Gapoktan). The problems identification from this program is the weakness of farmer’s institutional. By using the theory of Dunn (2003:610) which content the indicators are effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness and appropriatness. The purpose of this research to evaluate the implementation farmer’s institutional management to PUAP’s program in district of Serang, Serang. The method is used by descriptive qualitative. The data are collected by literature study technique, observation and interview. Analysis of the data is used by Irawan (2005:5.28-5.35). The result of this research shows that the technical teams are not implement their role and function well. The minimum support from them in program implementaton caused many funds PUAP stagnating and Gapoktan management. It shows that management implementation of farmer’s institutional PUAP’s program is not optimal. The Recommendation of this research are to coordinate and to support a systems from various of related technical teams ranging from team builder PUAP programs at the provincial level to the instructor team at the level Gapoktan, enhancement of socialization, monitoring and evaluation activities in periodically of the technical teams by involving the active participation from the Gapoktan organizer, PUAP Gapoktan activities are reactivated by reguler meeting of members, management, guiding and controlling of submission the PUAP’s funds until utilization of Gapoktan.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan berkat, rahmat, hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “Evaluasi Pembinaan Kelembagaan Petani Pada Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota
Serang. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Terimakasih yang tak terhingga Penulis ucapkan kepada kedua orangtua
(Ibunda dan Ayahanda) penulis, tanpanya skripsi ini tentu tidak mungkin
terselesaikan. Penulispun menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tentu
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari segenap pihak yang telah bersedia
memberikan bantuanya baik secara moril dan materil demi mendukung proses
peyelesaian penelitian. Untuk itu, tidak lupa pula penulis sampaikan rasa
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
ii
4. Mia Dwianna W., M.I.Kom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Gandung Ismanto, S.Sos., MM., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
6. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
7. Ipah Ema Jumiati, S.SIp., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
8. Ima Maesaroh, S.Ag., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang selalu
memberikan motivasi, bimbingan, dan saran selama perkuliahan;
9. Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbig I Skripsi. Atas bimbingan
dan motivasi yang tiada terkira selama proses penyusunan skripsi;
10. Riny Handayani, S.Si., M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi. Atas bimbingan
dan motivasi yang tiada terkira selama proses penyusunan skripsi;
11. Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Atas ilmu pengetahuan yang
telah diberikan selama perkuliahan;
12. Semua Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Atas bantuan pelayanan yang telah diberikan selama perkuliahan;
13. Dinas Pertanian dan Peternakan (DISTANAK) Provinsi Banten dan seluruh
staf terkait. Atas ijin serta bantuan pelayanan data dan informasi selama
proses penelitian;
iii
14. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten dan seluruh
staf terkait. Atas ijin serta bantuan pelayanan data dan informasi selama
proses penelitian;
15. Dinas Pertanian Kota Serang dan seluruh staf terkait. Atas ijin serta bantuan
pelayanan data dan informasi selama proses penelitian;
16. Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) Kota Serang dan seluruh staf
terkait. Atas ijin serta bantuan pelayanan data dan informasi selama proses
penelitian;
17. Unit Pengelola Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan Serang beserta seluruh
Tim Penyuluh Pendamping PUAP dan staf terkait. Atas ijin serta bantuan
pelayanan data dan informasi selama proses penelitian;
18. Penyelia Mitra Tani Program PUAP Kota Serang. Atas kesediaannya dalam
pemberian data dan informasi selama proses penelitian;
19. Semua Gabungan Kelompok Tani Kecamatan Serang. Atas kesediaannya
dalam pemberian data dan informasi selama proses penelitian;
20. Seluruh keluarga besar tercinta yang selalu memberikan bimbingan, motivasi
dukungannya yang tak terkira kepada penulis;
21. Saudara-saudariku tercinta di Learning House Community, Annisa Rozani,
Arif Budiman, Hutaimiroh, Khusnul, Leli Rahmawati, Nita Triani,
Muhammad Hizbi R., Yusuf Setiawan, dan semua yang tidak mungkin
penulis sebutkan satu persatu, yang telah bersedia berbagi ilmu, motivasi dan
dukungan yang tiada henti kepada penulis.
iv
22. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Afifatunnisa, Bayinah, Bukhari Syam, Geni
Siti Martia, Mukaromatun Nisa, Najiah, Wahyu Apriansyah, Weni Widiyanti.
Atas persahabatan, bantuan, motivasi, yang telah diberikan kepada penulis
baik selama proses perkuliahan maupun dalam proses penelitian.
23. Teman-temanku seperjuangan pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Tahun Angkatan 2009. Atas dukungan dan kebersamaan dan segala kenangan
yang telah kita ukir bersama selama perkuliahan.
24. Serta segenap pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung
maupun tidak langsung, penulis ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam
penyusunan Skripsi ini. Oleh karenanya dengan segala kerendahan hati dan tangan
terbuka penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk dijadikan bahan perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Serang, Januari 2015
Penulis,
Ayu Wahyuni
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................. 20
1.3 Batasan Masalah ..................................................................... 21
1.4 Rumusan Masalah .................................................................... 21
1.5 Tujuan Penelitian ..................................................................... 22
1.6 Kegunaan Penelitian ............................................................... 22
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
2.1 Konsep Kebijakan Publik ........................................................ 24
2.1.1. Pengertian Kebijakan dan Kebijakan Publik .............. 24
2.1.2. Tahapan Kebijakan Publik .......................................... 27
2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik .................................. 28
2.1.4. Evaluasi Kebijakan Publik .......................................... 30
2.2 Pembinaan Kelembagaan ......................................................... 42
2.2.1 Konsep Pembinaan ...................................................... 42
2.2.2 Konsep Kelembagaan .................................................. 43
2.3 Pembinaan Kelembagaan Petani ............................................. 46
2.4 Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) ............ 49
2.3.1 Pengertian PUAP ........................................................ 49
2.3.2 Tujuan PUAP .............................................................. 49
2.3.3 Sasaran Kegiatan PUAP .............................................. 49
2.3.4 Indikator Keberhasilan PUAP ..................................... 50
2.3.5 Organisasi Pelaksana PUAP ....................................... 51
2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................... 58
2.6 Kerangka Berfikir .................................................................... 63
2.7 Asumsi Dasar ........................................................................... 65
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian .................................................................... 66
3.2 Instrumen Penelitian ................................................................ 67
3.3 Sumber Data ............................................................................ 69
vii
3.4 Informan Penelitian .................................................................. 69
3.5 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 71
3.6 Teknik Analisis Data ............................................................... 73
3.7 Uji Keabsahan Data ................................................................ 75
3.8 Lokasi dan Jadwal Penelitian ................................................... 76
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ..................................................... 77
4.1.1. Keadaan Umum Kota Serang ...................................... 77
4.1.2. Kecamatan Serang ....................................................... 80
4.1.3. Dinas Pertanian Kota Serang ...................................... 88
4.2 Gambaran Umum Program PUAP ........................................... 91
4.3 Daftar Informan Penelitian ..................................................... 95
4.4 Deskripsi Data Penelitian ........................................................ 97
4.5 Deskripsi Hasil Penelitian ....................................................... 100
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................. 199
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan ................................................................................. 258
5.2. Saran ....................................................................................... 259
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. xiii
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Menurut
Kabupaen/Kota di Provinsi Banten Tahun 2012 ..................... 4
Tabel 1.2 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera Kota Serang
Tahun 2011-2012 ..................................................................... 6
Tabel 1.3 Tingkat Pengangguran di Kota Serang Tahun 2011-2012 ....... 6
Tabel 1.4 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
Harga Berlaku Tahun 2010 – 2012 dalai Persen ..................... 9
Tabel 1.5 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Banten Tahun 2012… 10
Tabel 1.6 Tingkat Pendidikan Petani di Kecamatan Serang Tahun 2011. 15
Tabel 1.7 Status Kepemilikan Lahan Gapoktan di Kecamatan Serang
Tahun 2014 ............................................................................. 16
Tabel 1.8 Angsuran Gapoktan di Kecamatan Serang Per September
2014 ......................................................................................... 18
Tabel 2.1 Tipe Kriteria Evaluasi Menurut William N. Dunn .................. 36
Tabel 2.2 Tiga Pendekatan Evaluasi ....................................................... 38
Tabel 2.3 Metode Evaluasi Menurut Finterbusch dan Motz .................... 40
Tabel 3.1 Informan Penelitian .................................................................. 70
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ..................................................................... 76
Tabel 4.1 Pembagian Administratif Kota Serang .................................... 79
Tabel 4.2 Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis
Kelamin di Kota Serang Tahun 2012 ...................................... 80
Tabel 4.3 Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Serang
Tahun 2013 ............................................................................. 81
ix
Tabel 4.4 Pembagian Wilayah Administratif Desa/Kelurahan
di Kecamatan Serang Tahun 2012 ........................................ 82
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan
Serang Tahun 2012 ............................................................... 84
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan
Serang Tahun 2012 ............................................................... 85
Tabel 4.7 Keadaan Penduduk Kecamatan Serang Berdasarkan Mata
Pencaharian Tahun 2012 ...................................................... 86
Tabel 4.8 Luas Lahan Sawah dan Bukan Sawah di Kecamatan
Serang Tahun 2012 ............................................................... 87
Tabel 4.9 Data Pegawai Dinas Pertanian Kota Serang Tahun
Anggaran 2012 Berdasarkan Golongan................................. 90
Tabel 4.10 Data Pegawai Dinas Pertanian Kota Serang Tahun
Anggaran 2012 Berdasarkan Jabatan .................................... 91
Tabel 4.11 Perkembangan Aset Gapoktan di Kecamatan Serang
Per September 2014 .............................................................. 94
Tabel 4.12 Kodefikasi Key Informan Penelitian .................................... 96
Tabel 4.13 Kodefikasi Secondary Informan Penelitian .......................... 97
Tabel 4.14 Daftar Gapoktan Penerima PUAP di Kecamatan Serang ..... 103
Tabel 4.15 Bidang Usaha yang Dibiayai BLM-PUAP di Kecamatan
Serang ................................................................................... 109
Tabel 4.16 Gambaran Pengurus Gapoktan di Kecamatan Serang ........... 112
Tabel 4.17 Keadaan Kelompok Tani di Kecamatan Serang Tahun 2012.. 121
Tabel 4.18 Daftar Gapoktan Aktif di Kecamatan Serang Tahun 2013 ... 124
Tabel 4.19 Perkembangan Aset Gapoktan pada Oktober 2013 .............. 129
Tabel 4.20 Hitungan Keuntungan Hasil Usaha Padi Gapoktan
Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Kecamatan Serang ..... 195
x
Tabel 4.21 Range Pendapatan Petani Berdasarkan Luas Lahan Garapan
di Kecamatan Serang ............................................................ 196
Tabel 4.22 Hasil Penilaian Atas Dimensi Efektifitas .............................. 220
Tabel 4.23 Hasil Penilaian Atas Dimensi Efisiensi ................................. 234
Tabel 4.24 Hasil Penilaian Atas Dimensi Kecukupan ............................. 243
Tabel 4.25 Hasil Penilaian Atas Dimensi Perataan ................................. 247
Tabel 4.26 Hasil Penilaian Atas Dimensi Responsivitas ......................... 250
Tabel 4.27 Hasil Penilaian Atas Dimensi Ketepatan ............................... 256
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Skematik Kebijakan Publik Hoogwood dan Gun ...... 27
Gambar 2.2 Rangkaian Implementasi Kebijakan ..................................... 29
Gambar 2.3 Model sederhana Evaluasi Implementasi Nugroho ....................... 41
Gambar 2.4 Kerangka Berfikir .................................................................. 64
Gambar 3.1 Proses Analisis Data .............................................................. 73
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Serang........................................... 83
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 PedomanWawancara
Lampiran 3 Surat Pernyataan Informan
Lampiran 4 Membercheck
Lampiran 5 Transkip Data Dan Koding
Lampiran 6 Kategorisasi Data
Lampiran 7 Catatan Lapangan
Lampiran 8 Data-data Pendukung Hasil Penelitian
Lampiran 9 Lembar Bimbingan
Lampiran 10 Dokumenasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejak berlakunya otonomi daerah, paradigma pembangunan lebih
menitikberatkan kepada peran aktif masyarakat dan pemerataan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan disempurnakan kembali dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah serta
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut, memberikan
kewenangan pada Pemerintah Daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung
jawab dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber potensi
yang dimiliki daerah. Kewenangan yang dimaksud yakni keleluasaan daerah
otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang bersifat lokal yakni menyangkut urusan pemerintahan selain
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat: politik luar
negeri, keuangan dan moneter nasional, yustisi, pertahanan dan keamanan, dan
agama (Nurcholis, 2009:3).
2
Adanya pelimpahan kewenangan Pemerintahan kepada daerah di era
otonomi dan desentralisasi seperti sekarang ini, menimbulkan konsekuensi logis
dimana Pemerintah Daerah dituntut harus memiliki sumber pembiayaan yang
memadai, untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan Pemerintahan dalam
menjamin kemandirian dan kesejahteraan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan
daerah tersebut diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat (civil
development) agar mampu mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan
kepentingan, prioritas, dan potensi lokal. Sehingga daerah akan dapat lebih maju,
mandiri, sejahtera dan kompetitif dalam pelaksanaan Pemerintahan maupun
pembangunan daerahnya.
Akan tetapi esensi pemberian hak otonomi melalui asas desentralisasi
kewenangan tidak selamanya selalu berjalan baik, otonomi daerah yang
seharusnya menjadi momentum yang tepat dalam memberdayakan masyarakat
lokal dengan orientasi percepatan pembangunan yang lebih menekankan pada
pertumbuhan (growth), justru secara nyata telah membuat jurang kesenjangan
antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Pembangunan dan perkembangan kota
saat ini sering berbanding terbalik dengan perkembangan wilayah perdesaan.
Hal ini disebabkan pembangunan yang cenderung sentralistik di wilayah
perkotaan sebagai pusat dari segala kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan,
hiburan dan lain-lain. Sehingga hal tersebut telah menyebabkan kesenjangan
pembangunan baik fasilitas maupun infrastruktur antara wilayah perkotaan dan
perdesaan. Ekonomi perdesaan tidak memperoleh nilai tambah (value added)
3
yang proporsional akibat dari wilayah perkotaan hanya sekedar menjadi pipa
pemasaran dari arus komoditas primer perdesaan, sehingga sering terjadi
kebocoran wilayah yang merugikan pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri
(Tarigan, 2005). Pembangunan spasial yang diharapkan mampu memberikan
trickle down effect berupa pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pada daerah
belakangnya (hinterland) ternyata menimbulkan aglomerasi atau pemusatan
sumber daya ekonomi dan kegiatan pembangunan di kota-kota besar.
Percepatan pembangunan di perkotaan yang cenderung memusatkan dirinya
pada sektor industri ternyata tidak diikuti dengan sektor itu dalam menyediakan
kesempatan kerja bagi penduduk yang sektornya (pertanian) digantikan oleh
industri (Baswir, 1999:9). Pola konsentrasi spasial di kota cenderung meningkat,
karena pertambahan infrastruktur, lapangan kerja, dan industri menumpuk di kota
sehingga migrasi menjadi sulit dihindari (Kompas, 17/11/07). Pada sisi lain,
keterpurukan bidang ekonomi desa menjadi penyebab utama migrasi penduduk
dari desa ke kota (Gilbert & Gugler, 1996:60). MenurutYudhoyono (2004) bahwa
pembangunan yang telah berkembang selama ini telah melahirkan kemiskinan dan
pengangguran di pertanian dan perdesaan.
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy menyebutkan di
tahun 2009 terdapat 37.000 desa tertinggal dari 72.000 desa di Indonesia
(www.kemenegpdt.go.id, diakses 18 januari 2013). Sedangkan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bapenas) merilis di tahun 2009 terdapat 183 daerah
tertinggal yang tersebar di 34 Kabupaten/Kota daerah otonom baru di Indonesia
(http://kawasan.bappenas.go.id, diakses 18 Januari 2013). Kemiskinan struktural
4
yang memaksa kelompok marginal di perdesaan melakukan migrasi ke perkotaan
(Baswir, eds, 1999:12, Wie, 2004:30). Kepadatan penduduk di perkotaan akibat
migrasi dari desa ke kota juga akan menimbulkan ekses sosial tersendiri. Seiring
pesatnya pertumbuhan kota, kemiskinan secara globalpun berpindah ke kota.
Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dialami Banten. Sudah 14 tahun Banten
berdiri sebagai Provinsi, sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, secara otomatis memberikan hak
otonomi kepada Banten dalam meyelenggarakan Pemerintahan Daerah secara
mandiri. Namun, pemberian hak otonomi yang diharapkan mampu menjadi
stimulan dalam kemajuan pembangunan daerah, ternyata masih belum terwujud.
Berikut adalah angka kemiskinan di Banten dapat dilihat pada tabel 1.1:
Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2012
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (orang)
Persentase (%)
Kabupaten/Regency 1. Pandeglang 2. Lebak 3. Tangerang 4. Serang
Kota/Munnicipality 5. Tangerang 6. Cilegon 7. Serang 8. Tangerang Selatan
117.644 115.160 188.653 82.047
114.333 15.453 37.436 20.144
9,80 9,20 6,42 5,63
6,14 3,98 6,25 1,50
Total 690.874 6,26 (Sumber: BPS Provinsi Banten, 2013)
5
Berdasarkan data empirik tersebut, diketahui jumlah penduduk miskin di
Banten Tahun 2012 mencapai 690.874 orang (6,26%) dari total penduduk Banten,
dimana angka kemiskinan tertinggi ada di Kabupaten Pandeglang dengan jumlah
penduduk miskin 117.644 orang (9,80%), sedangkan Kabupaten/Kota dengan
persentase kemiskinan terendah yaitu Kota Tanggerang Selatan dengan jumlah
penduduk miskin 20.144 orang (1,50%).
Kota Serang sendiri sebagai Ibu Kota Provinsi angka kemiskinannya
menempati urutan ke 4 dari seluruh Kabupaten/Kota di Banten dengan jumlah
penduduk miskin 37.436 orang (6,25%). Tidak hanya itu, Banten juga masuk
dalam kategori Provinsi dimana 2 daerahnya yakni Lebak dan Pandeglang masuk
dalam kategori daerah tertinggal ke-49 dan ke-50 dari 34 Kabupaten/Kota di
Indonesia(http://kawasan.bappenas.go.id, diakses 18 Januari 2013). Bahkan pada
Februari 2012, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten paling
tinggi di Indonesia yakni 579.677 orang atau 10,74 % dari total penduduk Banten
sebanyak 7.591.280 orang (Statistik Indonesia, 2012).
Hal yang serupa juga terjadi di Kota Serang. Kedudukannya sebagai Pusat
Pemerintahan Provinsi Banten juga daerah alternatif dan penyangga (hinterland)
Ibu Kota Negara, karena dari Jakarta hanya berjarak sekitar 70 Km, sekaligus
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, tidak menjadi jaminan kesejahteraan
masyarakatnya. Lain lagi berdasarkan data yang didapatkan dari BPS Kota
Serang jumlah keluarga Pra Sejahtera di Kota Serang berdasarkan Kecamatan
dapat dilihat pada tabel berikut:
6
Tabel 1.2 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera Kota Serang Tahun 2011-2012
No Kecamatan Keluarga Pra Sejahtera Total Penduduk Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Curug Walantaka Cipocok Jaya Serang Taktakan Kasemen
1.484 1.389 1.285 5.338 1.939 5.602
49.110 81.503 89.950
216.785 83.059 91.490
3,02 1,70 1,43 2,46 2,33 6,12
2012 29.636 611.897 4,84 2011 29.702 592.222 5,01
(Sumber:BPS Kota Serang, 2013)
Selain jumlah keluarga Pra Sejahtera di atas, angka pengangguran di Kota
Serang juga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.3 Tingkat Pengangguran Di Kota Serang Tahun 2011-2012
No Tahun Jumlah Pengangguran Total Penduduk Persentase (%)
1. 2011 81.963 592.222 13,84
2. 2012 66.329 611.897 10,80 (Sumber: BPS Kota Serang, 2013)
Dari tabel 1.2 BPS merilis di tahun 2012 terdapat 29.636 (4,84%) penduduk
miskin di Kota Serang menunjukkan penurunan 0,17% dari tahun sebelumnya
dimana ditahun 2011 berjumlah 29.702 (5,01%). Sedangkan berdasarkan tabel 1.3
jumlah pengangguran sampai pada tahun 2012 di Kota Serang sebanyak 66.329
(10,80%), jumlah ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya sebesar
3,04% apabila dibandingkan dengan angka pengangguran tahun 2011 yang
berjumlah 81.963 orang (13,84%) (BPS Kota Serang, 2013). Lebih spesifik untuk
7
Kecamatan Serang letaknya yang berdekatan dengan pusat kota ternyata tidak
menjamin perekonomian masyarakatnya. Dimana pada tabel 1.2 menunjukkan
ditahun 2012 kemiskinan Kecamatan Serang masih tergolong tinggi yakni
sebanyak 5.338 orang (2,46%), menempati urutan ketiga persentase Kecamatan
dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Kota Serang setelah Kecamatan
Curug dengan total penduduk miskinnya 1.484 (3,02%) dan Kecamatan Kasemen
dengan total penduduk miskin tertinggi 5.602 orang (6,12%).
Meskipun memang jumlah penduduk miskin di Kecamatan Serang
tergolong tinggi karena jumlah penduduk Kecamatan Serang yang juga tinggi
akan tetapi, sebagai Kecamatan yang letaknya berdekatan hanya 1,5 KM dengan
Ibu Kota Provinsi, sekaligus sebagai pusat wilayah pembangunan pusat kota, tentu
seharusnya angka kemiskinan di Kecamatan Serang dapat ditekan serendah
mungkin. Adapun tingkat kemiskinan tertinggi untuk Kecamatan Kasemen masih
dinilai lazim terjadi, karena jarak antara wilayah Kecamatan dengan Ibu Kota
Provinsi sebagai pusat pembangunan relatif jauh dimana jarak Kecamatan
Kasemen dengan Ibu Kota Provinsi sekitar 7 KM (BPS Kota Serang, 2013). Hal
ini sangat kontras menunjukkan adanya kesenjangan antara pusat kota dan
wilayah disekitarnya.
Masalah kemiskinan dan pengangguran tersebut jelas memberikan
gambaran bahwa pembangunan yang hanya menitikberatkan di wilayah
perkotaan, akan semakin memperlebar jurang kesenjangan antara wilayah
perkotaan dan perdesaan. Ketidakmerataan pembangunan ini tentu tidak
memberikan banyak kontribusi dalam penanggulangan kemiskinan dan
8
pengangguran di daerah. Masalah kemiskinan dan pengangguran akan terus
menjadi masalah pokok nasional yang masuk dalam program prioritas untuk
tercapainya kesejahteraan sosial bagi masyarakat Masalah kemiskinan merupakan
bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) dan juga telah menjadi kesepakatan global untuk mencapai Millenium
Development Goals (MDGS).
Penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui langkah sistematik, terpadu
dan menyeluruh dengan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam
mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin
untuk terlibat dalam pembangunan secara langsung. Berangkat dari pemahaman
tersebut, seyogyanya Pemerintah Daerah perlu untuk meninjau kembali orientasi
kebijakan pembangunan yang selama ini telah dilakukan. Pembangunan daerah
hendaknya tidak hanya terfokus pada sektor makro saja, tetapi juga turut
memperhatikan struktur perekonomian secara mikro dengan memperhatikan
karakteristik daerah yang potensial dalam menunjang pertumbuhan ekonomi,
hingga menyentuh sampai pada masyarakat level bawah yang umumnya berkerja
sebagai petani.
Tanpa menafikkan peran sektor perekonomian lainnya yang ada di Banten
dan Kota Serang khususnya, adanya pengembangan pertanian berbasis agribisnis
merupakan salah satu strategi alternatif percepatan pembangunan daerah yang
dirasa tepat dalam meningkatkan pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal,
dan turut meningkatkan eksistensi pertanian dan mengangkat kesejahteraan petani.
Berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
9
berlaku memperlihatkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan
regional Banten pada tahun 2012 hanya sebesar 7,88% (BPS Provinsi Banten,
2013). Angka ini masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan sektor
industri, yang selama kurun waktu tiga tahun terakhir masih menjadi leading
sector (sektor unggulan) dalam perekonomian Banten. Selengkapnya dapat dilihat
dalam tabel 1.4 berikut :
Tabel 1.4 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2010-2012 dalam Persen
Lapangan Usaha Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 8,27 7,95 7,88 Pertambangan & Penggalian 0,11 0,10 0,10 Industri Pengolahan 48,40 47,69 45,95 Listrik, Gas &Air Bersih 3,55 3,55 3,68 Konstruksi 3,48 3,56 3,69 Perdagangan, Hotel & Restoran 18,23 18,50 19,24 Pengangkutan& Komunikasi 8,83 9,18 9,47 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 3,82 3,83 3,90 Jasa – jasa 5,31 5,64 6,10
(Sumber: BPS Provinsi Banten, 2013)
Meskipun memang sektor pertanian bukanlah sektor unggulan dalam
struktur perekonomian lokal, namun Pemerintah Daerah tidak dapat menutup
mata bahwa sektor pertanian tetap menjadi tumpuan hidup bagi sebagian angkatan
kerja di Banten yakni 602.859 orang dari 4.605.847 angkatan kerja, sebagaimana
yang terlihat pada tabel 1.5:
10
Tabel 1.5 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utamadi Provinsi Banten Tahun 2012
Sektor Usaha Jumlah yang Bekerja (orang)
Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel Jasa-Jasa Lainnya
602.859 1.190.185 1.122.201 869.471 821.131
Total 4.605.847 (Sumber: BPS Provinsi Banten, 2013)
Dalam Konteks Pembangunan ekonomi lokal berbasis kerakyatanan di era
otonomi daerah, Kota Serang sebagai Ibu Kota Provinsi memiliki 20,185.921 Ha
lahan pertanian (76,30%) dari seluruh luas lahan di Kota Serang yakni
26,456.014 Ha (BPS Kota Serang, 2013). Dimana luas lahan pertanian tersebut
masih mungkin untuk dikembangkan dalam rangka mengurangi kemiskinan dan
pengangguran, sekaligus sebagai upaya pemerataan ekonomi masyarakat sekitar
khususnya di wilayah pinggiran Kota.
Pertanian lokal sendiri pada umumya dicirikan dengan masih banyaknya
jumlah petani kecil dengan kepemilikan lahan tanah sempit. Bahkan sebagian
besar petani lokal didominasi oleh usaha tani skala kecil, juga tidak sedikit dari
mereka hanya berstatus sebagai petani penggarap yang notabennya masih sangat
lemah dalam akses permodalan, pasar dan teknologi serta daya tawar produksi.
Petani-petani tersebut sangat tergantung pada bantuan subsidi, dukungan harga
serta perlindungan dari Pemerintah. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, bukan
tidak mungkin usaha produktif petani lokal akan mengalami kemandegan dalam
11
perkembangannya. Untuk itu didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Periode 2008-2013 Pemerintah Kota Serang mencanangkan
program revitalisasi pertanian dengan sasaran kebijakan diantaranya : Tersedianya
sarana dan prasarana penunjang produksi, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian, berfungsinya lembaga/organisasi tingkat petani, Terciptanya
aksesibilitas yang mudah bagi Sumber Daya Manusia (SDM) petani terhadap
informasi dan permodalan, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
petani di bidangnya.
Sasaran kebijakan tersebut juga didukung dengan adanya Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dari Pemerintah Pusat pada
tahun 2008 yang memusatkan perhatiannya pada pengembangan usaha produktif
hasil pertanian dan penguatan kelembagaan pertanian di perdesaan. PUAP
merupakan program terobosan dari Kementerian Pertanian yang sebelumnya
ditahun 2000 dikenal dengan nama Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
Kelompok Tani dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri dan ditahun 2008 berganti nama menjadi PUAP. Adanya PUAP tidak lain
dimaksudkan menanggulangi kemiskinan di Perdesaan, sekaligus mengurangi
kesenjangan pembangunan antar pusat dan daerah serta antar subsektor
(www.deptan.go.id, di akses 5 November 2012).
Dasar kebijakan PUAP telah ditetapkan dalam Pedoman Umum PUAP yang
dikeluarkan setiap tahun bersamaan dengan penerimaan Desa usulan penerima
PUAP ditahun bersangkutan. Sehingga dasar kebijakan yang peneliti ambil
berkenaan dengan Pedoman Umum PUAP yang diterbitkan ditahun 2012
12
mengenai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 04/Permentan/OT.140/2/2012
tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
PUAP merupakan bentuk operasionalisasi paradigma pembangunan ekonomi
perdesaan berlandaskan agribisnis perdesaan dalam membangun desa mandiri
pangan. Dalam rangka mendukung pelaksanaan PUAP, Menteri Pertanian
membentuk Tim PUAP melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan)
Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.
Program PUAP dapat membuka akses bagi petani untuk membentuk
organisasi petani lokal yang memungkinkan untuk memperoleh bantuan modal
usaha yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam
hal ini adalah Bantuan Langung Mandiri (BLM) PUAP yang diperuntukkan bagi
pengembangan hasil produktif pertanian. Selanjutnya organisasi tani ini terdiri
dari Kelompok Tani (Poktan) yang kemudian tergabung dalam Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan).
Akan tetapi pada tataran pelaksanaannya, program PUAP tidak terlepas dari
berbagai masalah yang kerap menjadi kendala tercapainya tujuan daripada
program PUAP itu sendiri termasuk di Kecamatan Serang sebagai salah satu
penerima bantuan Program PUAP. Meskipun Kecamatan Serang secara
administratif merupakan bagian dari Kota Serang, dimana berdasarkan
karakteristik wilayah perkotaan yang sangat lekat dengan ciri non-agraris,
dianggap kurang tepat untuk pengembangan sektor pertanian.
13
Namun, mengingat program PUAP merupakan program nasional
pengentasan kemiskinan dan pengangguran dari Kementerian Pertanian dengan
target 10.000 desa pertahun, maka program inipun diperuntukkan untuk wilayah
perkotaan dengan tetap mempertimbangkan karakteristik mata pencaharian
sebagian masyarakat setempat yang masih menggantungkan hidup pada sektor
pertanian (agraris), selain juga masih dapat dioptimalkan untuk usaha non
budidaya, sangat cocok bagi pengembangan usaha agribisnis di wilayah
perkotaan.
Sehubungan dengan itu, Menteri Pertanian dalam hal ini telah membuat
kebijakan operasional terkait dengan upaya penumbuhan dan pengembangan
kelompok tani, yang kemudian dapat dijadikan sebagai acuan bagi petugas
pembina PUAP. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pembinaan Kelembagaan
Petani. Permentan tersebut mengatur mengenai bagaimana strategi pengembangan
kelembagaan petani yang dapat dijadikan acuan penyuluh dalam menumbuh
kembangkan Poktan dan Gapoktan.
Adapun program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) telah
berjalan sejak tahun 2008 sehingga pelaksanaannya perlu dimonitoring dan
di evaluasi. Monitoring dan evaluasi PUAP sendiri sebenarnya telah melekat
dalam manajemen pelaksanaan PUAP sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman
Umum PUAP. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Kelompok Kerja
(Pokja) yang dibentuk oleh Ketua Tim Pelaksana PUAP Pusat mencakup evaluasi
awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan, dan evaluasi akhir. Evaluasi
14
PUAP ditingkat Provinsi dilaksanakan oleh Tim Pembina PUAP Provinsi. Dan
evaluasi pelaksanaan PUAP ditingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Tim
Teknis PUAP Kabupaten/Kota. Evaluasi yang disampaikan ke Pusat dalam hal
ini adalah Kementerian Pertanian hanya sebatas laporan keuangan Gapoktan dan
data LKM-A yang telah dibentuk, sesuai dengan format yang telah ditetapkan
dari Kementerian Pertanian yang dilaporkan dari Tim Pembina PUAP Provinsi
Banten
Adapun evaluasi yang masuk baik ke Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
maupun Ke Tim Teknis PUAP kota Serang yaitu Dinas Pertanian Kota Serang
melalui Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) Kota Serang merupakan
laporan yang dibuat oleh Penyelia Mitra Tani (PMT). Penunjukan Penyelia Mitra
Tani (PMT) ditahun 2013 sebagai tahun dimulainya penelitian ini dengan Surat
Keputusan (SK) Kementerian Pertanian Nomor 75.1/kpts/OT.140/B/05/2013
terhitung sejak 1 Mei 2013 sampai Mei 2014 dengan Penyelia Mitra Tani (PMT)
untuk wilayah binaan Kecamatan Serang adalah Ibu Laelatul Badriah.
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti dan wawancara dengan petugas
teknis PUAP terkait serta pengurus Gapoktan di Kecamatan Serang, permasalahan
umum yang dihadapi di Kecamatan Serang pada program PUAP antara lain:
Pertama, sumber daya petani di Kecamatan Serang masih rendah, dimana
sebagian besar petani yang ada di Kecamatan Serang masih memiliki latar
belakang pendidikan belum tamat sekolah atau tidak tamat SD. Berikut adalah
tabel 1.6 tingkat pendidikan petani di Kecamatan Serang tahun 2011:
15
Tabel 1.6 Tingkat Pendidikan Petani di Kecamatan Serang Tahun 2011
No Kelurahan Tingkat Pendidikan
Belum Sekolah/Tidak
Tamat SD
Tamat SD/SLTP
Tamat SLTA ke
Atas Jumlah
1 Serang 10 13 10 33 2 Cipare 9 11 5 25 3 Sumur Pecung
PPPecungPecun
g
32 32 19 83 4 Kota Baru - - - - 5 Lopang 11 17 10 38 6 Cimuncang - - - - 7 Unyur 40 35 25 100 8 Sukawana 230 139 94 463 9 Lontar Baru - - - - 10 Kaligandu 77 47 32 156 11 Terondol 82 49 33 164 12 Kagungan - - - -
Total 491 343 228 1062 (Sumber: Program Penyuluhan Pertanian, 2012)
Dari tabel 1.6 diatas diketahui 1.062 penduduk Kecamatan Serang
berprofesi sebagai petani. Data tersebut menunjukkan 491 orang belum
berpendidikan/tidak tamat SD, 343 orang tamat SD/SLTP, 221 orang tamat SLTA
ke atas. Dengan melihat data empirik tersebut jelas dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar petani di Kecamatan Serang masih berpendidikan rendah.
Rendahnya pendidikan petani tersebut, turut mempengaruhi kemampuan petani
dalam pengembangan usaha agribisnis maupun penggunaan teknologi pertanian.
16
Kedua, umumnya petani di Kecamatan Serang berstatus sebagai penggarap
dengan penerapan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan menjadikan nilai
manfaat yang diterima petani dari hasil produksi menjadi lebih kecil.1 Selanjutnya
mengenai status kepemilikan lahan Gapoktan di Kecamatan Serang tahun 2012
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.7 Status Kepemilikan Lahan Gapoktan
di Kecamatan Serang Tahun 2014
No Gapoktan Jumlah Poktan
Jumlah Anggota
Luas Lahan
Status Kepemilikan lahan 1 Tunas Abadi 4 158 119,4 Penggarap
2 Pelita Tani 2 62 56 Penggarap 3 Kadaka 1 48 0,15 Sewa 4 Jaya Tani Mandiri 3 122 121 Penggarap 5 Barokah 1 3 0,025 Pemilik 6 Setia Tani 3 125 10,5 Pemilik 7 Cipari 3 129 48 Penggarap
8 Karya Bahagia Tani 1
53 8 Penggarap 9 Karya Bersama 4
156 146 Penggarap Total 22 856 509,075
(Sumber : UPT Pertanian Kecamatan Serang, 2014)
Dari tabel 1.7 tersebut, diketahui bahwa kepemilikan lahan dari Gapoktan di
Kecamatan Serang diantaranya 6 berstatus sebagai penggarap, 1 sewa, dan 2
pemilik.
1Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Hamidi Sulaiman, selaku Koordinator Penyuluh Kecamatan Serang (Kamis, 17 November 2014 Pukul 08:00 WIB).
17
Ketiga, keterbatasan bantuan modal BLM-PUAP dan teknologi juga
menjadi salah satu faktor penyebab belum optimalnya produktifitas petani.
Dimana Gapoktan menerima bantuan Rp. 100.000.000, namun nominal tersebut
apabila dialokasikan sampai pada Poktan rata-rata Rp.2.000.000/Ha di nilai belum
mencukupi yang biasanya memakan sampai Rp. 5.000.000/Ha. Biaya tersebut
masih bisa lebih rendah apabila dibagi lagi untuk masing-masing petani dalam
Poktan yang bisa terdiri sampai 30 orang. Jadi alokasi anggaran BLM-PUAP
bervariasi tergantung dengan jumlah Poktan yang ada dalam Gapoktan di setiap
desa yang disesuaikan dengan jenis dan prioritas usahanya.
Keempat, masih banyak Gapoktan yang terkendala pengembalian BLM-
PUAP, baik akibat gagal panen karena faktor alam, maupun karena faktor petani
itu sendiri yang memakai BLM-PUAP untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini
terlihat dari laporan keuangan Gapoktan dengan sisa angsuran yang sebagian
besar masih ada di anggota menyebabkan perguliran BLM-PUAP terhenti dan
tidak dapat dipergulirkan kembali kepada anggota lainnya yang belum menerima.
Berdasarkan data yang ada diketahui sampai pada September 2014 sirkulasi
penyaluran bantuan permodalan PUAP di Kecamatan Serang adalah
Rp.1.279.653.100 dengan pengembalian Rp.512.402.700 dan sisa angsuran
Rp.746.571.100. Itu berarti sebagian besar BLM-PUAP masih ada di anggota.
Data ini sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.8 berikut:
18
Tabel 1.8 Angsuran Gapoktan di Kecamatan Serang
Per September 2014
No Gapoktan
Penyaluran (Rp) x (1000)
Angsuran (Rp) x (1000)
Sisa Angsuran (Rp) x (1000)
Total Angsuran
(Rp) Nilai Jasa Pokok Jasa Pokok Jasa
1 Tunas Abadi 100.000 10.000 13.200 10.00
0
86.800 86.800
2 Pelita Tani 142.760 14.276 69.815 14.27
6
72.945 72.945
3 Kadaka 101.176 20.080 13.661 87.515 20.08
0
107.595
4 Jaya Tani Mandiri 100.000 10.000 49.000 4.900 51.000 5.100 56.100
5 Barokah 174.000 17.400 66.700 17.40
0
106.500 106.500
6 Setia Tani 95.000 9.500 8.000 87.000 9.500 96.500
7 Cipari 67.000 6.700 13.750 6.700 53.250 53.250
8 Karya Bahagia Tani 100.000 1.602,85
0
4.000 400 97.500 502,8
5
98.002,85
9 Karya Bersama 281.962 28.196,2 193.620 26.980,
7
87.357,5 1.580 88.937,5
Total 1.279.653,1 512.402,7 746.571,1
(Sumber : Laporan PMT Kecamatan Serang, 2013)
Kelima, belum memadainya fasilitasi penunjang seperti insentif, biaya
operasional, perlengkapan/sarana, bagi Penyuluh Pendamping maupun Penyelia
Mitra Tani (PMT) dengan wilayah kerja lebih dari satu desa, menyebabkan
kesulitan dalam melakukan pendampingan dan bimbingan teknis di lapangan.2
Keenam, saat ini peran PMT lebih pada pembinaan administratif keuangan
Gapoktan dan laporan perkembangan PUAP secara periodik termasuk dalam
Penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB), Rencana Usaha Kelompok (RUK),
Rencana Usaha Anggota (RUA) sesuai dengan usaha unggulan desa, sedangkan
peran sebagai konsultan dan fasilitator pengembangan usaha agribisnis dalam
2Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Jaelani M. Hidayat selaku Kepala UPT Pertanian Kecamatan Serang (Jumat, 14September 2012 Pukul 10:15 WIB) dan Bapak Hamidi Sulaiman, selaku Koordinator Penyuluh Kecamatan Serang (Jumat 14 Desember 2012 Pukul 14:35 WIB).
19
penguatan kelembagaan kelompok bagi Gapoktan belum optimal. Ketujuh, sistem
pendampingan, monitoring dan evaluasi program yang masih kurang memadai
karena keterbatasan sumberdaya manusia, khususnya jumlah tenaga Penyuluh
untuk program PUAP di Kecamatan Serang.
Terakhir, yakni kurangnya koordinasi antara Tim Teknis PUAP seperti
koordinasi antara Dinas Pertanian Kota Serang dengan tenaga penyuluh di desa,
yang mana pelaksana teknis dari instansi kurang memantau perkembangan PUAP
secara langsung di Kecamatan Serang. Sehingga Pendampingan dan Pembinaan
Kelembagaan petani terkesan tidak berjalan beriringan, bersamaan dengan
dukungan Instansi terkait. Jadi secara umum dapat diidentifikasi bahwa masalah
pada program PUAP di Kecamatan Serang Kota Serang adalah masih lemahnya
kelembagaan petani yang tergabung dalam Gapoktan, menjadikan pengelolaan
dana bantuan usaha program PUAP kurang optimal, baik dari segi pengembangan
usaha produktif agribisnis maupun dalam kemampuan penggunaan teknologi tepat
guna bagi peningkatan nilai tambah produk petani.
Untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan PUAP tersebut, telah
ditetapkan bahwa sasaran prioritas adalah pada peningkatan sumberdaya manusia
dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan petani yang tergabung dalam
Gapoktan yang juga akan turut meningkatkan pengembangan komoditas yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sesuai dengan kebutuhan pasar (Program
Penyuluh Pertanian, 2012). Keberhasilan Gapoktan dalam agribisnis yang
dibimbing oleh Penyuluh pendamping dalam melakukan pembimbingan,
pendampingan, dan fasilitasi penguatan kelembagaan kelompok sangat ditentukan
20
oleh kerjasama dan komitmen seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam
PUAP di perdesaan, antara lain pengurus Gapoktan, Penyuluh pendamping,
Penyelia Mitra Tani dan Komite Pengarah (Juknis Penyuluh, 2010).
Dengan demikian, berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dalam
hal ini peneliti tertarik untuk memfokuskan kajian penelitian ini pada “Evaluasi
Pembinaan Kelembagaan Petani Pada Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota Serang”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Masih rendahnya sumberdaya manusia petani di Kecamatan Serang, dimana
sebagian besar merupakan petani dengan tingkat pendidikan yang rendah.
2. Petani di Kecamatan Serang umumnya berstatus sebagai petani penggarap.
3. Keterbatasan bantuan modal Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM-PUAP) dan teknologi menjadikan
produktifitas petani belum optimal.
4. Masih banyak Gapoktan yang terkendala pengembalian Bantuan Langsung
Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM-PUAP).
5. Belum memadainya fasilitasi penunjang seperti insentif, biaya operasional,
perlengkapan/sarana, yang mendukung keberhasilan program.
6. Peran Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai konsultan dan fasilitator
pengembangan usaha agribisnis bagi Gapoktan belum optimal.
21
7. Pendampingan, pembinaan petani, monitoring dan evaluasi program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) masih belum optimal.
8. Kurangnya koordinasi antara Tim Teknis program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP), Penyelia Mitra Tani (PMT) dengan tenaga
penyuluh di desa.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti membatasi ruang
lingkup penelitian pada Evaluasi Pembinaan Kelembagaan Petani Pada Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota
Serang dengan melihat pada aspek output dan outcome dari pelaksanaan program
tersebut.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian yaitu: “Bagaimana Pelaksanaan Pembinaan
Kelembagaan Petani Pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) di Kecamatan Serang Kota Serang?”
22
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas, tujuan dari penelitian ini
dimaksudkan untuk mengevaluasi Pembinaan Kelembagaan Petani Pada Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota
Serang.
1.6. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis, antara lain:
a. Untuk menambah wawasan peneliti mengenai pembinaan kelembagaan
petani pada program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
, khususnya di Kecamatan Serang Kota Serang.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih akademik
terkait terkait dengan teori-teori evaluasi kebijakan khususnya mengenai
kebijakan pembinaaan kelembagaan petani pada program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota Serang.
2. Manfaat Praktis, antara lain:
a. Bagi Peneliti
Sebagai bentuk pengembangan kemampuan teoritis yang pernah
dipelajari peneliti selama perkuliahan di Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), yang kemudian peneliti
23
aplikasikan dalam bentuk Penyelesaian tugas akhir Jenjang pendidikan
Strata Satu (S1) atau Skripsi sebagai salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan
Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP-UNTIRTA.
b. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih nyata bagi
pelaksanaan kegiatan program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP), sehingga penilaian dari hasil evaluasi dalam
penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi instansi terkait dalam perbaikan
kebijakan pembinaan kelembagaan petani pada program tersebut di masa
mendatang.
c. Bagi Pihak lain
Pihak lain disini bisa masyarakat, mahasiswa, dosen serta pihak-pihak
terkait lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan baca
yang bermanfaat bagi pembaca dalam memberikan informasi yang
dibutuhkan ataupun dapat dijadikan bahan referensi, rujukan bagi peneliti
yang akan melaksanakan penelitian serupa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
Berikut adalah landasan teori maupun landasan/dasar hukum yang relevan
dengan konteks penelitian terkait dengan Evaluasi Pembinaan Kelembagaan
Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang, Kota Serang.
2.1. Konsep Kebijakan Publik
2.1.1. Pengertian Kebijakan dan Kebijakan Publik
Dalam beberapa buku terdapat istilah kebijakan disebut juga dengan
kebijaksanaan. Meski sedikit terdengar berbeda namun kebijakan atau
kebijaksanaan sesungguhnya memiliki arti yang sama. Kebijakan (Policy)
didefinisikan bermacam-macam oleh para ahli. Budiarjo (2008:20),
mendefinisikan kebijakan (policy) adalah:
“Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.” Pengertian kebijakan dijelaskan oleh Anderson (dalam Islamy, 2007:17)
menurutnya kebijakan Sebagai: “a purposive course of action followed by an
actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”
(Serangkaian tindakan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan
suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”).
25
Pengertian kebijakan lainnya dijelaskan oleh Laswell dan Kaplan (dalam
Islamy 2007:15-17) memberi arti kebijakan sebagai: “a projected a program of
goals, values and practices”.
Sedangkan Raksasataya mengemukakan kebijaksanaan sebagai suatu taktik
dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu
kebijakan memuat tiga elemen yaitu (Tjokroamidjojo, 1976):
1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai 2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan berbagai pelaksanaan
secara nyata dari taktik atau strategi
Sama halnya dengan berbagai macam definisi kebijakan, maka definisi
kebijakan publik tidak hanya satu. Berikut adalah definisi kebijakan publik dari
beberapa ahli. Eyestone (dalam Agustino, 2006:40) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai: “hubungan antar unit pemerintah dengan lingkungannya”.
Definisi lain mengenai kebijakanpun ditawarkan oleh Frederick (dalam
Agustino, 2006:40) mengatakan bahwa kebijakan adalah:
“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.” Definisi kebijakan lain yang terkenal dari Dye (dalam Islamy, 2007:18)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “is whatever goverment choose to do or
not to do”.
26
Edwards III dan Sharkansky (dalam Islamy, 2007:18) mengatakan bahwa
:“PublicPolicy is what government say and do, or not to do. It is the goals or
purposes of government programs”. Edwards dan Sharkansky juga menambahkan
“kebijakan publik ditetapkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan
atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintahan ataupun berupa
program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah”.
Akhirnya dalam suatu glossary dibidang Administrasi Negara arti kebijakan
publik sebagai berikut: (1) susunan rancangan tujuan-tujuan dan dasar-dasar
pertimbangan program-program pemerintah yang berhubungan dengan masalah-
masalah tertentu yang dihadapi masyarakat; (2) apapun yang dipilih pemerintah
untuk dilakukan dan tidak dilakukan; (3) masalah-masalah yang kompleks yang
dinyatakan dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Dari beberapa definisi atau pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik atau “public policy” itu adalah: “serangkaian tindakan yang
ditetapkan atau dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat”. Pengertian kebijakan publik tersebut mempunyai implikasi
sebagai berikut (Islamy, 2007:20-21):
1. Kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah.
2. Kebijakan publik tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.
3. Kebijakan publik baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.
4. Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukkan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat
27
2.1.2. Tahapan Kebijakan Publik
Kebijakan publik pada dasarnya terbagi dalam tiga prinsip yaitu: pertama,
dalam konteks bagaimana merumuskan kebijakan publik (Formulasi kebijakan);
kedua, bagaimana kebijakan publik tersebut diimplementasikan dan ketiga,
bagaimana kebijakan publik tersebut dievaluasi (Nugroho, 2004:100-105). Hal ini
dapat dilihat dari siklus skematik dari kebijakan publik Hoogwood dan Gun:
Gambar 2.1 l Siklus Skematik Kebijakan Publik Hoogwood dan Gun
(Sumber: Nugroho, 2004:77)
Dari gambar 2.1 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat strategis, yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan.
2. Isu ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut.
Perumusan Kebijakan Publik
Isu atau
Masalah Publik Implementasi
Kebijakan Publik
Output
Outcomes
Evaluasi Kebijakan Publik
28
Rumusan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya termasuk pimpinan negara.
3. Setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, masyarakat atau pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.
4. Namun didalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru sebagai penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar diimplementasikan dengan baik dan benar pula.
5. Implementasi kebijakan bermuara kepada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.
6. Di dalam jangka panjang kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam bentuk impact kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.
2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya (Nugroho, 2004:54). Berikut adalah pengertian
implementasi kebijakan menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (Agustino,
2006:153):
“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tugas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.”
Adapun pengertian implementasi kebijakan menurut Van Metter dan Van
Horn (Agustino, 2006: 153):
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
29
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
Pengertian implementasi kebijakan lainnya diungkapkan Grindle
(Agustino, 2006: 153) :
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya ditentukan dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual proyek dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan
melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga akhirnya akan mendapatkan
suatu hasil yang sesuai dengan sasaran dan kebijakan itu sendiri. Untuk
memahami bagaimana implementasi kebijakan dijalankan dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 2.2 Rangkaian Implementasi Kebijakan
(Sumber : Nugroho, 2004:153)
Kebijakan Publik
Program Intervensi Kebijakan Publik Penjelas
Proyek Intervensi
Kegiatan Intervensi
Public/Masyarakat/Beneficiaries
30
Dari gambar 2.2 tersebut dijelaskan bahwa untuk mengimplementasikan
kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalu formulasi
kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Dalam Proses
Implementasi kebijakan pelaksana kebijakan atau birokrasi pemerintah
menginterpretasikan kebijakan menjadi program. Selanjutnya agar program lebih
operasional lagi, program dirumuskan sebagai proyek, yang dengannya para
pelaksana di tingkat lapangan telah dapat bertindak (Wibawa, 1994: 2-4).
2.1.4. Evaluasi Kebijakan Publik
Kegiatan evaluasi dalam beberapa hal mirip dengan pengawasan,
pengendalian, penyeliaan, supervisi, kontrol dan pemonitoran (Wibawa, 1994:8).
Evaluasi merupakan bagian dari pengendalian kebijakan. Evaluasi merupakan
penilaian pencapaian kinerja dan implementasi. (Nugroho, 2011). Evaluasi
dilaksanakan setelah kegiatan “selesai dilaksanakan” dengan dua pengertian
“selesai” yaitu (1) pengertian waktu (mencapai/melewati “tenggat waktu”) dan
(2) pengertian kerja (“pekerjaan tuntas”).
Ciri dari kegiatan evaluasi antara lain (Nugroho, 2011:669-670):
1. Tujuannnya adalah menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja kebijakan.
2. Evaluator mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan target kebijakan.
3. Prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi. 4. Dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan atau kebencian.
31
5. Mencakup rumusan, implementasi, lingkungan dan kinerja kebijakan.
Salah seorang scholar terkenal Dye mendefinisikan mengenai evaluasi
kebijakan sebagai: “pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap
efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang
ingin dicapai” (Parson, 2006:547). Secara ringkas definisi Dye tersebut dapat
disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah: “pembelajaran tentang konsekuensi
dari kebijakan publik”. Sedangkan menurut Nugroho (20011) memaparkan
bahwa: “evaluasi biasanya ditujukkan untuk menilai sejuahmana keefektifan
kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauhmana
tujuan dicapai, evaluasi diperlakukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan”
dan “kenyataan”.
Anderson (dalam Soenarko, 2003:212) mendefinisikan evaluasi kebijakan
sebagai berikut:
“Evaluasi kebijakan, sebagai suatu kegiatan fungsional adalah suatu kebijakan itu sendiri. Pengambil-pengambil kebijakan dan administrator-administrator senantiasa membuat penilaian terhadap keberhasilan atau terhadap dampak dari kebijakan-kebijakan khusus, program-program dan proyek-proyek yang dilaksanakan itu.”
Seorang ahli kebijakan Lester dan Stewart (dalam Agustino, 2006:175)
menjelaskan bahwa:
“Evaluasi ditujukkan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan menghasilkan dampak yang diinginkan.”
Daryanto (1999:4-6) menjelaskan bahwa: “dalam mengadakan evaluasi
meliputi kegiatan mengukur dan menilai. Kegiatan pengukuran dilakukan terlebih
32
dahulu sebelum mengadakan penilaian”. Perbedaan antara pengukuran dan
penilaian selanjutnya didefinisikan sebagai berikut:
1. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.
2. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk.
Menurut Weiss (dalam Parson, 2006:547) mengatakan bahwa evaluasi dapat
dibedakan dalam bentuk-bentuk analisis lainnya dalam enam hal :
1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk menganalisis problem seperti yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan pejabat
2. Evaluasi adalah penilaian karakter 3. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan
dalam setting akademik 4. Evaluasi seringkali melibatkan konflik antara periset dan praktisi 5. Evaluasi biayanya tidak dipublikasikan 6. Evaluasi mungkin melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan kepada
agen pemberi dana dan peningkatan perubahan sosial.
Menurut Dunn (2003) terdapat 3 fungsi utama evaluasi dalam analisis
kebijakan, yaitu : Pertama, evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.
Dalam hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan dan target yang
telah ditetapkan telah tercapai. Kedua, evaluasi memberikan sumbangan pada
klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan
target. Nilai tersebut dikritik mengenai kepantasan tujuan dan target yang telah
ditetapkan dan keterkaitan dan kesesuaian dengan permasalahan yang dituju.
33
Ketiga, evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode
analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan
masukan untuk merumuskan ulang masalah dan memberikan alternatif kebijakan
baru maupun revisi kebijakan sebelumnya.
Menurut Wibawa, dkk (1994:10-11) evaluasi kebijakan memiliki empat
fungsi, yaitu :
1 Ekplanasi. Melalui evaluasi kebijakan dapat diperoleh realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini, evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
2 Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
3 Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.
4 Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.
Untuk dapat melakukan evaluasi, diperlukan rincian tentang apa yang perlu
dievaluasi, pengukuran terhadap kemajuan yang diperoleh dengan mengumpulkan
data, dan analisis terhadap data yang ada terutama berkaitan dengan output dan
outcome yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan suatu
program. Hubungan sebab akibat harus diteliti secara cermat antara kegiatan
program dengan output dan outcome yang nampak (Pasolong, 2010:60).
34
Adapun kendala dalam melakukan evaluasi kebijakan adalah sebagai berikut
(Subarsono, 2012: 130) :
1. Kendala Psikologis. Banyak aparat Pemerintah masih alergi terhadap kegiatan evaluasi, karena dipandang berkaitan dengan prestasi kerja. Apabila hasil evaluasi menunjukkan kurang baik, bisa jadi akan menghambat karier mereka.
2. Kendala Ekonomis. Kegiatan evaluasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit seperti biaya untuk pengumpulan dan pengolahan data, biaya untuk para staff administrasi, dan biaya untuk para evaluator.
3. Kendala Teknis. Evaluator sering dihadapkan pada masalah tidak tersedianya cukup data dan informasi yang up to date.
4. Kendala politis. Masing-masing kelompok bisa jadi saling menutupi kelemahan dari implementasi suatu program dikarenakan deal atau bergaining politik tertentu.
5. Kurang tersedianya evaluator. Pada berbagai lembaga Pemerintah, kurang tersedianya sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi melakukan evaluasi.
2.1.4.1 Model Evaluasi Kebijakan
Mengikuti Dunn (2003:608-610) Istilah evaluasi dapat disamakan dengan
penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (asessment).
Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil
kebijakan. Sifat evaluasi menurut Dunn yaitu:
1. Fokus nilai, evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi.
2. Interdependensi fakta-nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” dan “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi atau terendah diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung dengan bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual
35
merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan utuk memecahkan masalah tertentu.
3. Orientasi masa kini dan masa lampau. Evaluasi kebijakan diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup permis-permis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan. Evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
Sedangkan fungsi evaluasi menurut Dunn (dalam Nugroho, 2011:670) yaitu:
1. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.
2. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Jadi, meskipun berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi
kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada
implementasi kebijakan publik. Kinerja kebijakan yang dinilai dalam evaluasi
kebijakan melingkupi (Agustino, 2006:118):
1. Seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan kebijakan/program. Dalam hal ini evaluasi kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu telah dicapai.
2. Apakah tindakan yang ditempuh oleh implementing sudah benar-benar efektif, responsif, akuntabel dan adil. Dalam bagian ini evaluasi kebijakan harus juga memperhatikan persoalan-persoalan hak asasi manusia ketika kebijakan akan dilaksanakan.
3. Bagaimana efek dan dampak dari kebijakan itu sendiri. Dalam bagian ini evaluator kebijakan harus dapat memberdayakan output dan outcome yang dihasilkan oleh suatu implementasi kebijakan, ketajaman penglihatan ini yang dperlukan oleh publik ketika melihat hasil evaluasi kebijakan, sehingga fungsinya untuk memberikan informasi yang valid
36
dan dapat dipercaya menjadi realisasi dari perwujudan right to know bagi masyarakat.
Adapun kriteria-kriteria evaluasi menurut Dunn (2003:610) dapat dilihat
pada tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Tipe Kriteria Evaluasi Menurut William N. Dunn
Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi
Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Unit Pelayanan.
Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Unit biaya, Manfaat bersih, Rasio cost-benefit.
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?
Biaya tetap. Efektivitas tetap.
Perataan Apakah biaya manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?
Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor Hicks, Kriteria Rawls.
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi dengan survei warga negara.
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Program publik harus merata dan efisien/
(Sumber: Dunn, 2003:610)
Penjelasan pada tabel 2.1 tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Efektifitas (effectiveness). Dalam hal ini efektifitas menanyakan apakah hasil yang diinginkan telah tercapai. Ini berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diinginkan atau mencapai tujuan dari tindakannya. Efektifitas yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan.
2. Efisiensi (efficiency). Seberapa banyak usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan. Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas tertentu.
37
3. Kecukupan (adequacy). Seberapa jauh hasil yang diinginkan memecahkan masalah. Berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antar alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.
4. Perataan (equity). Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata. Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan pendapatan, kesempatan pendidikan atau pelayanan publik kadang-kadang direkomendasikan atas dasar kriteria kesamaan.
5. Responsivitas (responsiveness). Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan atau nilai kelompok-kelompok tertentu. Dimana ini berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
6. Ketepatan (appropriateness). Apakah hasil/tujuan yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai. Secara dekat berhubungan dengan rasionalitas, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai dan tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
2.1.4.2 Pendekatan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi implementasi kebijakan dibagi tiga menurut timing evaluasi, yaitu
sebelum dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan dan setelah dilaksanakan.
Evaluasi pada waktu pelaksanaan disebut evaluasi proses. Evaluasi setelah
kebijakan disebut evaluasi konsekuensi kebijakan atau evaluasi impak. Menurut
Suryahadi (2007) dilihat dari waktu pelaksanaannya evaluasi terbagi menjadi dua
jenis diantaranya
1. Evaluasi Formatif, yaitu dilaksanakan waktu pelaksanaan program, bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan program, sehingga akan ditemukan masalah-masalah dalam pelaksanaan program
2. Evaluasi Sumatif, yaitu dilaksanakan pada saat pelaksanaan program sudah selesai, bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan program sehingga akan ditemukan capaian dalam pelaksanaan program, sehingga akan dilaksanakan capaian dalam pelaksanaan program
38
Secara spesifik Dunn (2003:612-613) mengembangkan tiga pendekatan
evaluasi implementasi kebijakan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tiga Pendekatan Evaluasi
Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk Utamanya
Evaluasi Semu Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan
Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial
Eksperimentasi sosial Akutansi sistem sosial Pemeriksaan Sosial Sintesis riset dan praktik
Evaluasi Formal Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan
Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Evaluasi perkembangan Evaluasi eksperimental Evaluasi proses retrospektif Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi Keputusan Teoritis
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan
Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Penilaian tentang dapat tidaknya dievaluasi Analisa utilities multiatribut
(Sumber: Dunn, 2003:612-613)
Penjelasan pada tabel 2.2 tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Evaluasi semu (pseudo evaluation), adalah pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya, mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, masyarakat secara keseluruhan karena ukuran tentang manfaat dan nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri (selfevident) atau tidak kontroversial. Evaluasi semu
39
hanya mengungkap informasi-informasi mengenai hasil kebijakan secara valid, dan dapat dipercaya tanpa menjelaskan secara lebih jelas mengenai manfaat dari hasil kebijakan tersebut.
2. Evaluasi formal (formal evaluation), merupakan pendekatan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan, tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari evaluasi formal bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program. Evaluasi formal lebih mengarah pada bagaimana evaluasi yang dilakukan mengacu pada tujuan program kebijakan untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan yang valid.
3. Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoritic evaluation), adalah pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid, mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara ekplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Pada evaluasi ini, tujuan dan target dari para pembuat kebijakan merupakan salah satu sumber nilai karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target, dimana kinerja nantinya diukur.
Evaluasi terhadap hasil implementasi kebijakan dilakukan untuk melihat
pengaruh atau dampak kebijakan, yang manjadi fokus utamanya adalah efek atau
dampak yang ditimbulkan dari kebijakan. Menurut Effendi (dalam Nugorho,
2006:162) tujuan evaluasi implementasi kebijakan publik adalah untuk
mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk
menjawab tiga pertanyaan pokok:
1. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? jawabannya berkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variable independen tertentu.
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu ? jawabannya berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome implementasi kebijakan.
40
3. Bagaimana strategi meningkatkan kinerja implementasi kebijakan publik ? Pertanyaan ini berkenaan dengan “tugas” pengevaluasi untuk memilih variabel-variabel yang dapat diubah, atau actionable variabel-variabel yang bersifat natural atau variabel lain yang tidak bisa diubah tidak dapat dimasukan sebagai variabel evaluasi.
Menurut Finterbusch dan Motz (dalam Wibawa, 1994:74-75) untuk
melakukan evaluasi terhadap program yang diimplementasikan ada beberapa
metode evaluasi yang dapat dilihat pada tabel 2.3:
Tabel 2.3 Metode evaluasi Menurut Finterbusch dan Motz
Jenis Evaluasi
Pengukuran kondisi
kelompok sasaran Kelompok control
Informasi yang diperoleh
Sebelum Sesudah
Single program after-only
Tidak Ya Tidak ada Keadaan kelompok sasaran
Single program before- after Ya Ya Tidak ada Perubahan keadaan
kelompok sasaran
Comparative after-only Tidak Ya Ada
Keadaan kelompok sasaran dan kelompok kontrol
Comparative before-after Ya Ya Ada Efek program terhadap
kelompok sasaran
(Sumber: Wibawa, 1994:74-75)
Seorang evaluator perlu memperhatikan metode implementasi yang
dipakai pada saat kebijakan tersebut diimplementasikan pada saat kebijakan
tersebut diformulasikan, apakah sudah sesuai dengan rencana awal atau tidak.
Selain itu evaluasi juga sudah direncanakan pada saat formulasi kebijakan karena
41
itu perlu dibuat secara jelas mengenai tujuan dari diadakannya evaluasi tersebut.
Hal lainnya adalah perlu memperhatikan kemampuan dari para implementator
kebijakan. Poin lain yang tidak kalah penting adalah seorang evaluator perlu
memperhatikan kesesuaian antara sumber daya atau keperluan-keperluan teknis
yang diperlukan pada saat di implementasikan dengan sumber daya yang
direncanakan pada tahap formulasi kebijakan. Hal terakhir yang perlu
diperhatikan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan adalah dengan
memperhatikan lingkungan dimana kebijakan tersebut diimplementasikan.
Petunjuk praktis evaluasi implementasi kebijakan publik dapat diringkas pada
gambar 2.3 :
K
Gambar 2.3 Model sederhana Evaluasi Implementasi Nugroho
(Sumber: Nugroho, 2011:684)
Kesesuaian dengan metode implementasi
Kesesuaian dengan tujuan evaluasi
Kesesuaian dengan kompetensi
Kesesuaian dengan
sumber daya yang ada
Kesesuaian dengan lingkungan evaluasi
Implementasi Kebijakan
Evaluator
42
2.2. Pembinaan Kelembagaan
2.2.1 Konsep Pembinaan
Pembinaan merupakan totalitas kegiatan yang meliputi perencanaan,
pengaturan dan penggunaan pegawai sehingga menjadi pegawai yang mampu
mengemban tugas menurut bidangnya masing-masing, supaya dapat mencapai
prestasi kerja yang efektif dan efisien. Pembinaan juga dapat diartikan sebagai
suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan lebih baik. Dalam Buku Pembinaan
Militer Departemen Pertahanan dan Keamanan disebutkan pengertian pembinaan
sebagai berikut:
“Pembinaan adalah suatu proses penggunaan manusia, alat peralatan, uang, waktu, metode dan sistem yang didasarkan pada prinsip tertentu untuk pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan daya dan hasil yang sebesar-besarnya”. (Musanef,1991:11).
Dalam hal suatu pembinaan menunjukkan adanya suatu kemajuan
peningkatan, atas berbagai kemungkinan peningkatan, unsur dari pengertian
pembinaan ini merupakan suatu tindakan, proses atau pernyataan dari suatu tujuan
dan pembinaan menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu istilah pembinaan
hanya diperankan kepada unsur manusia, oleh karena itu pembinaan haruslah
mampu menekan dan dalam hal-hal persoalan manusia. Hal ini sejalan dengan
pendapat Thoha (1997:16-17) mendefinisikan, pengertian pembinaan bahwa :
1. Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, atau pernyataan menjadi lebih baik.
2. Pembinaan merupakan suatu strategi yang unik dari suatu sistem pambaharuan dan perubahan (change).
43
3. Pembinaan merupakan suatu pernyataan yang normatif, yakni menjelaskan bagaimana perubahan dan pembaharuan yang berencana serta pelaksanaannya.
4. Pembinaan berusaha untuk mencapai efektifitas, efisiensi dalam suatu perubahan dan pembaharuan yang dilakukan tanpa mengenal berhenti.
Menurut Musanef (1991:11) yang dimaksud dengan pengertian pembinaan
adalah: “Segala suatu tindakan yang berhubungan langsung dengan
perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan, pengarahan,
penggunaan serta pengendalian segala sesuatu secara berdaya guna dan berhasil
guna”. Pembinaan merupakan tugas yang terus menerus di dalam pengambilan
keputusan yang berwujud suatu perintah khusus/umum dan instruksi-intruksi, dan
bertindak sebagai pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga. Usaha-usaha
pembinaan merupakan persoalan yang normatif yakni menjelaskan mengenai
bagaimana perubahan dan pembaharuan dalam pembinaan.
2.2.2 Konsep Kelembagaan
Pengertian lembaga (institution) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah pola perilaku manusia yang mapan terdiri atas interaksi sosial
berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan. (Depdiknas, 2013:808).
Pengertian lembaga juga diungkapkan oleh Huntington (1965) yang mengatakan
bahwa lembaga merupakan pola perilaku yang selalu berulang bersifat kokoh dan
dihargai oleh masyarakat. Menurut Uphoff (1986) lembaga merupakan
sekumpulan norma dan perilaku telah berlangsung dalam waktu yang lama dan
44
digunakan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Kelembagaan
(institutional) bermakna sebagai “berbagai hal yag berhubungan dengan
lembaga”. Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang
dan lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki
struktur. Lembaga atau dapat juga disebut ”organisasi” adalah pelaku atau wadah
untuk menjalankan satu atau lebih kelembagaan. Lembaga memiliki struktur yang
tegas dan diformalkan. Lembaga menjalankan fungsi kelembagaan, namun dapat
satu atau lebih fungsi sekaligus. Lembaga di pertanian adalah kelompok tani,
Gapoktan, kelompok wanita tani, klinik agribisinis, koperasi, dan lain lain. Pada
prinsipnya kelembagaan maupun lembaga memiliki empat komponen, yaitu:
komponen pelaku, komponen kepentingan, komponen norma dan aturan,
sertakomponen struktur (http://media.kompasiana.com, diakses 17 November
2014).
Selanjutnya pembinaan kelembagaan atau dikenal juga dengan
pengembangan organisasi diterjemahkan dalam bahasa inggris dengan istilah
”Organization Development”. Menurut Wendell French dan Cecil H. Bell (dalam
Winardi, 2009:198-199) menyajikan definisi komprehensif berikut tentang
pengembangan organisasi yaitu:
”Pengembangan organisasi merupakan suatu upaya jangka panjang guna memperbaiki proses-proses pengambilan keputusan dan pembaharuan suatu organisasi terutama melalui manajemen kolaboratif kultur organisasi yang lebih efektif dengan menitik beratkan kultur dari tim-tim kerja formal dengan bantuan seorang agen perubahan atau katalis, dan penggunaan teori serta teknologi ilmu tentang perilaku terapan, dimana termasuk pula apa yang dinamakan ”action research”.
45
Definisi berikut lebih sederhana: “…pengembangan organisasi merupakan
sebuah proses perubahan yang direncanakan, di dalam kultur suatu organisasi,
melalui pemanfaatan teknologi behavioral, riset dan teori” (Burke, 1982:10).
Hasil-hasil keorganisasian dari upaya-upaya pengembangan organisasi mencakup:
1. Efektifitas yang meningkat;
2. Pemecahan Masalah;
3. Adaptabilitas untuk masa mendatang;
Pengembangan organisasi berupaya untuk menyediakan peluang-peluang
untuk menjadi “manusiawi” dan untuk meningkatkan pemahaman, partisipasi dan
pengaruh. Salah satu tujuan Pokok adalah mengintegrasi sasaran-sasaran
individual dan keorganisasian. Upaya-upaya pengembangan organisasi sendiri
merupakan pendekatan yang terprogram dan sistematik dalam mewujudkan
perubahan. Sasaran utamanya ialah (Siagian, 2007:3):
1. Peningkatan efektifitas organisasi sebagai suatu sistem terbuka;
2. Mengembangkan potensi yang mungkin masih terpendam dalam diri
para anggota organisasi menjadi kemampuan operasional yang nyata;
3. Intervensi keperilakuan dilakukan melalui kerjasama;
Dengan demikian untuk mewujudkan pengembangan organisasi yang
terencana dalam mencapai sasaran pengembangan organisasi tersebut maka
konsultan pengembangan organisasi perlu mengetahui karakteristik
46
pengembangan organisasi agar dapat membedakan antara pengembangan
organisasi dengan usaha-usaha pembaharuan dan pembinaan lain.
2.3 Pembinaan Kelembagaan Petani
Kebijakan Pembinaan Kelembagaan Petani diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman
Pembinaan Kelembagaan Petani. Permentan Nomor 273 tahun 2007 dilatar
belakangi perlunya ketentuan yang mengatur bagaimana pembinaan kelembagaan
petani dapat diarahkan pada peningkatan kapasitas kelembagaan petani, dalam
rangka menyiapkan sumberdaya yang berkualitas, melalui penyuluhan pertanian
dengan berpendekatan kelompok, yang dapat mendukung sistem agribisnis
berbasis pertanian (tanaman pangan, holtikultura, peternakan dan perkebunan).
Maka sehubungan dengan itu, perlu dilakukan pembinaan dalam rangka
penumbuhan dan pengembangan kelompok tani menjadi kelompok tani yang kuat
dan mandiri, untuk meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya. Tumbuh
dan berkembangnya kelompok-kelompok dalam masyarakat, umumnya
didasarkan atas adanya kepentingan dan tujuan bersama. Penumbuhan kelompok
tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) dapat dimulai dari
kelompok-kelompok/organisasi sosial yang sudah ada di masyarakat.
Selanjutnya melalui kegiatan penyuluh pertanian diarahkan menuju bentuk
kelompok tani yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam
meningkatkan produktivitas dari usaha taninya. Kelompok tani juga dapat
47
ditumbuhkan dari petani dalam satu wilayah, dapat berupa satu atau lebih, satu
desa atau lebih, dapat berdasarkan domisili atau hamparan tergantung dari kondisi
penyebaran penduduk dan lahan usaha tani wilayah tersebut. Penumbuhan dan
pengembangan kelompok tani didasarkan atas prinsip dari, oleh dan untuk petani.
Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan
anggota dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota
dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani menjadi organisasi
yang kuat dan mandiri. Peningkatan kemampuan dimaksudkan agar kelompok
tani dapat berfungsi sebagai kelas belajar, wahana kerja sama dan unit produksi
yang dijabarkan sebagai berikut :
Pertama, fungsi kelompok sebagai kelas belajar yaitu Kelompok tani
merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya
kemandirian dalam berusaha tani, sehingga produktivitasnya meningkat,
pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera. Kedua, Fungsi
Kelompok sebagai wahana kerjasama dimana kelompok tani merupakan tempat
untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan
antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan
usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan.
Ketiga, fungsi kelompok sebagai Unit Produksi; Usaha tani yang
dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok tani, secara keseluruhan
48
harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk
mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun
kontinuitas. Selanjutnya kelompok tani yang berkembang bergabung ke dalam
gabungan kelompok tani (Gapoktan). Penggabungan kelompok tani ke dalam
Gapoktan dimaksudkan agar kelompok tani lebih berdaya guna dan berhasil guna
melalui pendidikan dan pelatihan peningkatan kemampuan kelompok tani.
Peningkatan kemampuan kelompok tani ini lebih lanjut menjadi acuan dalam
penilaian kelas kelompok tani sebagai representatif keadaan kelembagaan tani itu
sendiri. Penilaian kelas kelompok tani dilakukan setiap tahun dengan tiga kategori
yaitu Kelas Pemula, Lanjutan, Madya, Utama. Berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian
Nomor 168/Per/SM.170/J/11/11 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Penilaian
Kemampuan Kelompok Tani.
Adapun penilaiannya berdasarkan hasil scoring dari klasifikasi yang
ditetapkan dalam Juklak yaitu Kelas Pemula dengan nilai 0-250, Kelas Lanjut
dengan nilai 251-500, Kelas Madya dengan nilai 501-750, Kelas Utama dengan
nilai 751-1000. Penilaian tersebut dirumuskan dan disusun berdasarkan hasil
akumulasi dari penilaian petugas dengan pendekatan aspek manajemen dan aspek
kepemimpinan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengendalian dan pelaporan, pengembangann kepemimpinan kelompok tani.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 tahun 2008 yang
bertugas mengembangkan kelompok tani Pemula ke Lanjut adalah Penyuluh
Pertanian Pelaksana (IIb - IId), kelompok tani Lanjut ke Madya adalah Penyuluh
49
Pertanian Pelaksana Lanjutan (IIIa - IIIb), dan Kelompok tani Madya ke Utama
adalah Penyuluh Pertanian Pertama (IIIa - IIIb).
2.4 Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
2.4.1 Pengertian PUAP
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang selanjutnya
disebut PUAP adalah bagian dari Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri, melalui bantuan modal usaha dalam
menumbuh kembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian
desa sasaran dalam rangka mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesempatan kerja.
2.4.2 Tujuan PUAP
PUAP bertujuan untuk :
a. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;
b. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;
c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis;
d. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan;
2.4.3 Sasaran Kegiatan PUAP
Sasaran PUAP yaitu sebagai berikut:
a. Berkembangnya usaha agribisnis di desa miskin terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa;
50
b. Berkembangnya Gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi;
c. Meningkatkan kesejahteraaan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap), skala kecil, buruh tani;
d. Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian, mingguan, maupun musiman.
2.4.4 Indikator Keberhasilan PUAP
Indikator Keberhasilan Output antara lain:
a. Tersalurkannya dana BLM PUAP 2012 kepada Petani, buruh tani dan Rumah Tangga Tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; dan
b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
Indikator Keberhasilan outcome antara lain :
a. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani, maupun rumah tangga tani;
b. meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan modal usaha;
c. meningkatnya aktivitas kegiatan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan; dan
d. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani dalam sesuai dengan potensi daerah;
Sedangkan Indikator Benefit dan Impact antara lain :
a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP;
b. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; dan
c. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.
51
2.4.5 Organisasi Pelaksana PUAP
1. Tingkat Pusat
(1) Tim PUAP Pusat
Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi, Menteri Pertanian
membentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan. Tim Pengarah diketuai oleh Menteri Pertanian
dengan anggota seluruh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian. Tugas
utama dari Tim Pengarah adalah merumuskan kebijakan umum dalam
pengembangan PUAP baik dengan istansi Pusat khususnya dalam
koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri maupun dengan instansi daerah
(tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota). Tim Pelaksana tingkat Pusat
diketuai oleh Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian dan dibantu
oleh Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Pemberdayaan Masyarakat,
dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian sebagai Sekretaris. Anggota Tim
Pelaksana PUAP Pusat terdiri dari Kepala Biro Perencanaan, seluruh
Sekretaris Eselon I dan beberapa Pejabat Eselon II terkait. Tugas utama
Tim Pelaksana PUAP adalah melaksanakan seluruh kegiatan PUAP
mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pengendalian monitoring,
evaluasi dan pelaporan.
(2) Sekretariat PUAP Pusat
52
Dalam rangka meningkatkan koordinasi pelaksanaan PUAP tingkat
Pusat, Ketua Tim PUAP Pusat dapat membentuk Sekretariat PUAP
dengan kedudukan dan tugas sebagai berikut:
1. Sekretariat PUAP berkedudukan di kantor Eselon II yang menangani
fungsi Pembiayaan Pertanian selaku Sekretaris Tim PUAP Pusat;
2. Susunan organisasi sekretariat PUAP Pusat terdiri dari :
a. Kepala Sekretariat;
b. Wakil Kepala Sekretariat;
c. Kelompok Kerja;
3. Struktur organisasi, tugas dan fungsi Sekretariat ditetapkan oleh
Ketua Tim PUAP Pusat.
2. Tingkat Provinsi
(1) Tim Pembina
Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat Provinsi,
Gubernur membentuk Tim Pembina PUAP tingkat Provinsi, yang dalam
pelaksanaanya dilakukan oleh Kepala Dinas yang menyelenggarakan
fungsi pertanian tanaman pangan. Tim Pembina dipimpin oleh Kepala
Dinas yang menyelenggarakan fungsi pertanian tanaman pangan dengan
Sekretaris adalah Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),
sedangkan anggota berasal dari instansi terkait lainnya. Tim Pembina
PUAP Provinsi mempunyai tugas :
53
a. Menetapkan petunjuk pelaksanaan (Juklak) sebagai penjabaran dari
Pedoman Umum PUAP;
b. Mengkoordinasikan usulan desa dan Gapoktan calon penerima dana
BLM PUAP 2012 dari Kabupaten/Kota;
c. Melaksanakan verifikasi atas dokumen administrasi Gapoktan
PUAP;
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP dengan PNPM Mandiri di
tingkat Provinsi, melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan
Kabupaten/Kota.
(2) Sekretariat PUAP Provinsi
Dalam rangka meningkatkan koordinasi pelaksanaan PUAP tingkat
Provinsi, Tim Pembina PUAP Provinsi dapat membentuk Sekretariat
PUAP dengan kedudukan dan tugas sebagai berikut :
1. Sekretariat berkedudukan di kantor Balai Pengkajian Teknologi
Petanian (BPTP) atau kantor Ketua Tim Pembina PUAP Provinsi;
2. Susunan organisasi sekretariat PUAP Provinsi terdiri dari :
a. Kepala Sekretariat;
b. Wakil Kepala Sekretariat;
c. Kelompok Kerja;
3. Struktur organisasi, tugas dan fungsi Sekretariat ditetapkan oleh
Ketua Tim Pembina PUAP Provinsi.
54
4. Tugas utama dari Sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi adalah
mengkoordinasikan dan verifikasi dokumen Gapoktan penerima
dana BLM PUAP dari Kabupaten/Kota
3. Tingkat Kabupaten/Kota
(1). Tim Teknis
Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat
Kabupaten/Kota. Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis PUAP tingkat
Kabupaten/Kota, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala
Dinas yang menyelenggarakan fungsi Pertanian Tanaman Pangan. Tim
Teknis dipimpin oleh Kepala Dinas yang menyelenggarakan fungsi
pertanian Tanaman Pangan. Susunan organisasi Tim Teknis
Kabupaten/Kota terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota, dan salah
satunya adalah Penyelia Mitra Tani (PMT). Tim Teknis Kabupaten/Kota
mempunyai tugas :
a. Menetapkan Petunjuk Teknis (Juknis) PUAP sebagai penjabaran dari
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang ditetapkan oleh Provinsi;
b. Mengkoordinasikan usulan Desa, Gapoktan dan Pengurus Penerima
dana BLM PUAP dari Desa/Kelurahan;
c. Melakukan verifikasi dokumen administrasi penerima dana BLM
PUAP;
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP dengan PNPM Mandiri
ditingkat Kabupaten/Kota;
55
e. Mengesahkan atau menyetujui Rencana Usaha Bersama (RUB) yang
diusulkan Gapoktan serta dokumen administrasi Gapoktan lainnya;
f. Melakukan pembinaan, pengendalian dan monitoring dan pelaporan
pelaksanaan PUAP ditingkat Kecamatan dan Desa berkoordinasi
dengan PMT;
4. Tingkat Kecamatan
Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat Kecamatan,
maka Camat membentuk Tim Teknis PUAP tingkat Kecamatan. Tim Teknis
PUAP tingkat Kecamatan diketuai Camat dibantu oleh Kepala Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai Sekretaris, Kantor Cabang Dinas
Pertanian (KCD) dan Kepala Desa/Kepala Kelurahan lokasi PUAP sebagai
anggota. Tim Teknis Kecamatan mempunyai tugas:
a. melaksanakan identifikasi dan verifikasi Desa, Gapoktan dan Pengurus
calon penerima dana BLM PUAP 2012;
b. Melakukan pembinaan dan pengawasan PUAP ditingkat Kecamatan;
5. Tingkat Desa
Pelaksana PUAP ditingkat Desa/Kelurahan terdiri dari Pengurus
Gapoktan, Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani. Kepala
Desa/Kepala Kelurahan dapat mengusulkan Desa. Gapoktan dan Pengurus
calon penerima BLM PUAP melalui Kepala BPP, yang selanjutnya
mengusulkan kepada Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota. Kepala
56
Desa/Kepala Kelurahan dapat membentuk Komite Pengarah yang terdiri dari
wakil tokojh masyarakat, wakil Kelompok Tani dan Penyuluh Pendamping.
6. Penyuluh Pendamping
Penyuluh Pendamping setelah mengikuti pelatihan mengisi Formulir 4
sebagai data Dasar penempatan dan penugasan yang diberikan oleh
Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Tugas utama Penyuluh
Pendamping adalah:
a. Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha
pertanian;
b. Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk
pemasaran hasil usaha;
c. Membantu memecahkan permasalahan usaha petani/kelompok tani, serta
mendampingi Gapoktan selama penyusunan dokumen PUAP dan proses
penumbuhan kelembagaan;
d. Melaksanakan pelatihan usaha agribinis dan usaha ekonomi produktif
sesuai potensi desa;
e. Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi,
teknologi dan pasar;
f. Bersama PMT, memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan dan
pengelolaan dana BLM PUAP; dan
g. Membantu Gapoktan dalam membuat laporan perkembangan PUAP.
57
7. Penyelia Mitra Tani (PMT)
Penyelia Mitra Tani (PMT) mengisi formulir 5 sebagai data dasar
dalam penempatan dan penugasan yang diberikan oleh Kementerian
Pertanian. Tugas utama PMT adalah :
a. melakukan supervisi dan advokasi proses penumbuhan kelembagaan
kepada Gapoktan bersama Penyuluh Pendamping;
b. Melaksanakan pertemuan reguler dengan Penyuluh Pendamping dan
Gapoktan;
c. Melakukan verifikasi awal terhadap RUB dan dokumen administrasi
lainnya;
d. Melaksanakan pengawalan pemanfaatan dana BLM PUAP yang dikelola
oleh Gapoktan;
e. Bersama dengan penyuluh yang telah mendapatkan TOT, melakukan
pelatihan kepada Gapoktan dan Penyuluh Pendamping;
f. Bersama dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota melaksanakan evaluasi
pelaksanaan PUAP tahun sebelumnya dan membuat laporan tentang
perkembangan pelaksanaan PUAP kepada Tim PUAP pusat melalui
e-form dan laporan tertulis melalui Tim Pembina PUAP Provinsi c.q
Sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi; dan
g. Melaksanakan fungsi pendampingan bagi Gapoktan PUAP yang telah
berhasil meningkatkan kinerja usaha dan jumlah dana keswadayaan
sehingga tumbuh menjadi lembaga ekonomi petani atau Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).
58
2.5 Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan kajian penelitian peneliti juga mengambil 3 penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan terkait dengan topik penelitian mengenai PUAP.
Penelitian terdahulu dimaksudkan sebagai bahan referensi untuk membantu
peneliti dalam menganalisis kajian penelitian yang peneliti ambil tersebut. Berikut
adalah 3 penelitian terdahulu terkait dengan evaluasi kebijakan mengenai PUAP
yang pernah dilakukan diantaranya :
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Triane Widya Anggriani (2012)
dengan judul penelitian Tesis mengenai Analisis Dampak Pelaksanaan Program
Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) Studi Kasus Gapoktan Rukun Tani,
Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dampak pelaksanaan program tersebut terhadap penerima dana
PUAP dengan evaluasi yang dianalisis adalah: (1) mengetahui gambaran
pelaksanaan Program PUAP di Gapoktan Rukun Tani, (2) menganalisis kinerja
rukun tani, dan (3) menganalisis dampak pelaksanaan program PUAP terhadap
peningkatan pendapatan petani pengguna dana PUAP.
Teori yang digunakan adalah teori evaluasi dengan menggunakan metode
statistik deskriptif dengan pendekatan evaluasi dampak (impact evaluation),
Metode pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah semua
dokumentasi yang berkaitan dengan PUAP, survei lapangan melalui kuesioner
dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan program PUAP Gapoktan Rukun Tani telah berjalan baik.
59
Program PUAP Gapoktan Rukun Tani layak dipertahankan karena memberikan
manfaat atau dampak yang positif kepada masyarakat.
Namun demikian pelaksanaan program PUAP Gapoktan Rukun Tani tetap
perlu untuk terus dikembangkan agar semakin menjadi lebih baik. Saran
penelitian tersebut diantaranya : (1) bagi pengurus Gapoktan Rukun Tani yaitu
dengan meningkatkan pembinaan, pembimbingan dan pengawasan dana PUAP,
pengaktikan kembali pengurus Gapoktan melalui pertemuan/rapat secara berkala,
(2) bagi Pemerintah yaitu dengan melakukan pembinaan dan pendampingan rutin,
sosialiasi, monitoring dan evaluasi secara berkala, kerjasama dengan pihak
akademisi dan lembaga penelitian dalam menerapkan teknologi pertanian.
Pengaktifan penyuluh pendamping dalam memberikan arahan pengembangan
usaha agribisnis Gapoktan. Persamaan penelitian ini adalah teori yang digunakan
yaitu teori evaluasi namun dengan fokus kajiannya lebih pada evaluasi dampak
dari program, dengan pendekatan statistik deskriptif. Pada umumnya
permasalahan yang ditemui hampir sama dengan fokus kajian peneliti.
(http://ui.ac.id, diakses 15 September 2014).
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Desi Kamira, Melinda Noer dan
Fiwan Tan (2011) dengan judul Artikel mengenai Evaluasi Pelaksanaan Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Di Kota Padang. Penelitian
ini mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan program PUAP di Kota
Padang, menganalisis pelaksanaan penyaluran dana/kredit PUAP oleh
Gapoktan/LKM-A kepada petani, merumuskan kebijakan untuk pengembangan
program PUAP di Kota Padang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah
60
deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Penelitian ini menganalisis mengenai kesesuaian pelaksanaan program dan
kesesuaian penyaluran dana bergulir terhadap ketentuan yang tercantum dalam
Pedoman Umum PUAP dan Modul Pengembangan Keuangan Mikro yang
diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. Dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUAP di Kota Padang belum
sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.
Indikator yang mendukung hasil penelitian tersebut diantaranya : sosialisasi
program dirasa belum optimal, masih ditemuinya penyimpangan penggunaan dana
PUAP yang tidak sesuai RUA, rendahnya persentase perkembangan usaha petani
disebabkan sebagian besar dana bergulir digunakan untuk hanya pada satu usaha
tanaman pangan dengan luas lahan terbatas, masih rendahnya persentase
kunjungan tenaga penyuluh ke Gapoktan untuk pembinaan dan belum optimalnya
monitoring dari Tim Teknis. Hasil penelitian lainnya menunjukkan pelaksanaan
penyaluran dana bergulir oleh Gapoktan/LKM-A dilakukan sesuai ketentuan
namun masih ada penyimpangan, dimana peminjam non petani juga
memanfaatkan dana PUAP tersebut. Peneliti tersebut memberikan saran berupa :
perlu adanya perbaikan pelaksanaan program mulai dari sosialisasi, pembinaan,
pengawasan dari tenaga penyuluh dan tim teknis, penambahan tenaga penyuluh
yang kompeten, dan penyaluran dana bergulir yang lebih selektif.
61
Peneliti tersebut memberikan rekomendasi kebijakan seperti peningkataan
jumlah modal pada Gapoktan, pengembangan kemampuan sumberdaya manusia
angggota dan pengurus Gapoktan, peningkatan kemampuan tenaga penyuluh dan
Tim Teknis terkait. Persamaan peelitian ini adalah metode yang digunakan
deskriptif kualitatif meskipun pembahasannya jauh lebih sederhana, namun hasil
penelitian menunjukkan masalah-masalah yang tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian peneliti. Perbedaannya ruang lingkup kajian peneliti yang lebih luas
mencakup evaluasi pelaksanaan program dengan memfokuskan pembahasan dari
sisi pembinaan kelembagaan petani. (http://pasca.unand.ac.id, diakses pada 15
September 2014).
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Pastaliza Fatma (2012) dengan judul
Artikel mengenai Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) Di Kabupaten Solok. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk
mengetahui pelaksanaan program PUAP di Kabupaten Solok tahun 2008, (2)
mengetahui peran program PUAP dalam memberdayakan petani di Kabupaten
Solok. Teori yang digunakan adalah teori evaluasi program berdasarkan indikator
yang telah ditetapkan dalam Pedoman Umum PUAP menyangkut masalah
masukan (input), proses (process), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat
(benefit) dan dampak (impact) bagi petani.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi lapangan dan studi
kepustakaan. Hasil penelitian dengan merujuk pada penilaian indikator evaluasi
yang digunakan, menunjukkan bahwa program PUAP di Kabupaten Solok mampu
62
mengatasi kesulitasn petani terhadap akses permodalan. Namun demikian tetap
masih ditemui kekurangan dalam pelaksanaannya diantaranya: ketidaksiapan
Gapoktan dalam perguliran dana PUAP, kurangnya pembinaan dari Penyuluh
Pendamping dan Dinas Pertanian, Kurangnya pelatihan Gapoktan, masih
tingginya tingkat kemacetan pengembalian dana bergulir PUAP. Program PUAP
juga telah berpengaruh pada pemberdayaan petani di Kabupaten Solok ditandai
dengan peningkatan pendapatan petani penerima PUAP, peningkatan jumlah
petani penerima manfaat dan peningkatan fungsi Gapoktan sebagai wadah
pemecahan masalah kesulitan modal petani.
Saran penelitian tersebut diantaranya : diperlukannya keterpaduan dalam
pembinaan dan peningkatan keterampilan kelompok, perlu adanya keterpaduan
unit kerja terkait dalam pembinaan program PUAP, peningkatan monitoring dan
evaluasi kegiatan Gapoktan. Persamaan penelitian ini adalah metode yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif. Masalah dalam penelitian tersebut secara
umum masih serupa dengan peneliti. Perbedaannya pada kajian teori evaluasi
yang lebih spesifik membahas indikator evaluasi dalam Pedum PUAP.
(http://pasca.unand.ac.id, diakses 15 September 2014).
63
2.6 Kerangka Berfikir
Menurut Sekaran (1992) dalam (Sugiyono, 2005:65) kerangka berpikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Sesuai
dengan pemaparan tersebut, kerangka berpikir dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk memberikan pejelasan sementara terkait dengan hubungan dari berbagai
variabel penelitian sekaligus sebagai bentuk representatif alur pemikiran logis dari
peneliti sendiri.
.
64
Gambar 2.4 Kerangka Berfikir (Sumber: Peneliti, 2014)
Input Implementasi Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang Kota Serang
Identifikasi Masalah:
1. Masih rendahnya sumberdaya manusia petani di Kecamatan Serang, dimana sebagian besar merupakan petani dengan tingkat pendidikan yang rendah.
2. Petani di Kecamatan Serang umumnya berstatus sebagai petani penggarap. 3. Keterbatasan bantuan modal BLM-PUAP dan teknologi menjadikan
produktifitas petani belum optimal. 4. Masih banyak Gapoktan yang terkendala pengembalian BLM-PUAP. 5. Belum memadainya fasilitasi penunjang seperti insentif, biaya operasional,
perlengkapan/sarana, yang mendukung keberhasilan program. 6. Peran PMT sebagai konsultan dan fasilitator pengembangan usaha agribisnis
bagi Gapoktan belum optimal. 7. Pendampingan, pembinaan petani, monitoring dan evaluasi program PUAP
masih belum optimal. 8.
Implementasi Kebijakan
1. Ouput kebijakan: Tersalurkannya dana BLM-PUAP kepada Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian dan terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
2. Outcome kebijakan : Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha, meningkatnya jumlah petani yang mendapatkan modal usaha, meningkatnya aktivitas kegiatan usaha agribisnis di perdesaan, Meningkatnya pendapatan petani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah (Sumber : Pedum PUAP, 2012)
Evaluasi pembinaan kelembagaan petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang Kota Serang, dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan petani yang kuat dan mandiri.
Feedback
Evaluasi Kebijakan William Dunn
1. Efektifitas 2. Efisiensi 3. Kecukupan 4. Perataan 5. Responsivitas 6. Ketepatan
(Sumber: Nugroho, 2008: 473)
65
2.7 Asumsi Dasar
Peneliti memfokuskan Penelitian pada Evaluasi Pembinaan Kelembagaan
Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang Kota Serang. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pembinaan
kelembagaan petani dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan petani yang kuat
dan mandiri. Hasil implementasi kebijakan diperoleh dengan memperbandingkan
kesesuaian antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan di lapangan. Evaluasi
dalam mengetahui implementasi kebijakan tersebut selanjutnya dapat dilihat dari
output dan outcome kebijakan.
Pemilihan pada konteks penelitian sosial kali ini didasarkan pada kondisi
kekinian di masyarakat, yang mana dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan
dan pengangguran di era otonomi daerah, Pemerintah menggulirkan program
pengembangan ekonomi lokal dengan berbasis Agribisnis yakni PUAP salah
satunya di Kecamatan Serang, ternyata masih menemui masalah dalam
pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti, diketahui bahwa berbagai
masalah yang menghambat pengembangan agribisnis sebagaimana telah dibahas,
secara umum berkenaan dengan lemahnya kelembagaan petani karena kurangnya
pembinaan dan pelatihan SDM petani. Sehingga dengan demikian dari observasi
tersebut peneliti berasumsi bahwa Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program
PUAP di Kecamatan Serang Kota Serang sejauh ini belum berjalan optimal.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti
kegiatan penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan
sistematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, jenis penelitian ini berupaya menggambarkan kejadian atau
fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, dimana data yang
dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
dapat diamati (Sugiyono, 2009:2).
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan
suatu hal seperti apa adanya. Dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan
tersebut berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan
oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dengan demikian laporan penelitian
akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan.
Sugiyono (2005:12) mendefinisikan metode kualitatif adalah: “metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah sebagai
eksperimen dimana peneliti adalah sebagai kunci, tekhnik pengumpulan data
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih bersifat menekankan makna
dari pada generalisasi”. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
67
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara
holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2005:6).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
bertujuan untuk meneliti fenomena tertentu pada suatu masyarakat berdasarkan
kondisi objek yang alamiah atau tidak dibuat-buat sesuai dengan apa yang terjadi
di lapangan. Dengan demikian, dalam penelitian kualitatif yang dititiberatkan
adalah observasi dan suasana alamiah sehingga menempatkan peneliti sebagai
instrumen penelitian.
3.2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti sendiri. Dalam hal instrumen kualitatif menurut Nasution (dalam
Sugiyono, 2009:223) menyatakan :
Dalam penelitian kulitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah, bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.
68
Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2009:61-62) peneliti sebagai instrumen
penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus lainnya yang harus diperkirakannya bermakna/tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat yang dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan tidak ada sesuatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata, untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
7. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian.
Sehingga dari pemaparan diatas dapat ditarik simpulan bahwa dalam
penelitian kulitatif, peneliti sebagai instrumen penelitian merupakan alat
pengumpul data utama. Hal itu dilakukan jika menggunakan alat yang bukan
manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim
digunakan dalam penelitian klasik maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan
penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya
manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau
objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan kenyataan-
kenyataan di lapangan.
69
3.3. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan meliputi data primer dan
data sekunder. Adapun sumber data primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti langsung dari sumber data baik melalui proses wawancara
tatap muka antara peneliti dengan informan maupun melalui pengamatan
(observation) di tempat yang menjadi objek penelitian. Sedangkan sumber data
sekunder diperoleh dari studi do kumentasi dan studi pustaka terkait dengan
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamata Serang, Kota
Serang.
3.4. Informan Penelitian
Dalam Penelitian Kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan
dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Teknik
pengambilan sumber data yang sering digunakan pada penelitian kualitatif adalah
teknik Purposive dan Snowball. Purposive adalah teknik pengambilan sumber
data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu atau paling menguasai obyek/situasi sosial yang
diteliti. Snowball adalah teknik pengambilan sumber data, yang pada awalnya
jumlahnya sedikit karena dirasa belum memuaskan, maka mencari orang lain lagi
yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sumber
data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama makin
besar (Sugiyono, 2009:53-54).
70
Dalam penelitian ini yang akan menjadi informan kunci (key informan)
peneliti adalah konstituen yang terlibat langsung dalam Pembinaan Kelembagaan
Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang Kota Serang dalam hal ini
adalah implementor kebijakan dan pemanfaat program PUAP dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3.1 Informan Penelitan
No. Status Informan (SI) Informan (I) Keterangan
1.
Tim Pembina PUAP Provinsi:
Dinas Pertanian dan Peternakan
(DISTANAK) Provinsi Banten I1-1, I1-2 Key Informan
2.
Sekretariat PUAP :
Balai Pengkajian Teknologi dan
Pertanian (BPTP) Provinsi Banten I2
Key Informan
3. Tim Teknis PUAP tingkat Kota :
Dinas Pertanian Kota Serang I3 Key Informan
4.
Balai Informasi Penyuluhan Pertanian
(BIPP) Kota Serang
I4
Key Informan
5. Penyelia Mitra Tani (PMT) I5-1, I5-2 Key Informan
6
Tim Teknis PUAP Kecamatan :
Unit Pengelola Teknis (UPT)
Kecamatan Serang, dan Penyuluh
Pendamping
I6-1, I6-2 Key Informan
7.
Pemanfaat Program PUAP:
1. Pengurus Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan)
I7….In
Second
Informan
2. Kelompok Tani (Poktan) I8….In
(Sumber: Peneliti, 2013)
71
Dalam penelitian ini kemungkinan peneliti masih akan terus melakukan
penambahan sumber data/informan lainnya yang dianggap perlu untuk dijadikan
narasumber, demi memperoleh akurasi data dan kejenuhan data sampai dirasa
cukup.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Berikut adalah beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini:
1. Studi Kepustakaan
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli,
diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis,
dan tinjauan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk
pada upaya umum yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan
dengan topik penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum
seperti: mengidentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka, analis
dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam
hal ini peneliti melakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian sejenis yang
pernah dilakukan, buku-buku, jurnal ilmiah, maupun artikel atau yang memuat
konsep atau teori yang dibutuhkan terkait dengan topik penelitian.
2. Observasi
Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
observasi atau dengan melakukan pengamatan pada situasi sosial atau objek
penelitian yang dituju yang meliputi tiga komponen yaitu place (tempat), actor
72
(pelaku), dan activities (aktivitas). Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi
partisipasi pasif (passive participant observervation). Menurut Sugiyono (2009:
66) observasi partisipasi pasif yaitu peneliti datang di tempat kegiatan orang yang
diamati. tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
3. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan proses tanya jawab antara peneliti denga informan baik secara
langsung (face to face) maupun tidak langsung seperti wawancara melalui telepon,
media internet, atau bisa juga dilakukan dalam bentuk wawancara tertulis melalui
surat dengan tujuan untuk menggali informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
topik dalam penelitian.
Dalam penelitian kualitatif untuk memperoleh kedalaman informasi peneliti
menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur. Menurut Sugiyono (2009: 14)
wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap
unuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan dan disesuaikan dengan
teori yang relevan dengan topik penelitian.
73
3.6. Teknik Analisis Data
Menurut Moleong (2007:280) analisis data merupakan: “proses
mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, ketegori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja”. Pada penelitian tindakan, analisis datanya lebih banyak menggunakan
pendekatan kualitatif. Sehingga pada penelitian ini teknik analisis data difokuskan
pada paparan data kualitatif.
Penelitian ini peneliti menggunakan proses analisis data dari Irawan yang
terdiri dari pengumpulan data mentah, transkip data, pembuatan koding,
kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, penyimpulan akhir (Irawan,
2005: 5.28-5.35). Keseluruhan proses analisis data tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.1:
Gambar 3.1 Proses Analisis Data (Sumber : Prasetya Irawan, 2005)
Penyimpulan akhir
Pembuatan koding
Transkip data
Penyimpulan sementara
Kategorisasi data
Triangulasi
Pengumpulan data mentah
1.
2
.
3
.
4
.
5 6 7
74
Dari gambar 3.1 tersebut langkah-langkah praktis dalam proses analisis data
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data mentah Analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data mentah, misalnya dengan wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka. Pada tahap ini dibutuhka alat-alat pendukung seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain. Yang dicatat adalah data apa adanya (verbatim), tidak diperkenankan untuk mencampur adukkan pikiran, pendapat, maupun sikap dari peneliti itu sendiri.
2. Transkip data Pada tahap ini catatan hasil wawancara dirubah kebentuk tertulis seperti apa adanya (verbatim), bukan hasil pemikiran maupun pendapat pribadi peneliti.
3. Pembuatan koding Pada tahap ini membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskip. Baca pelan-pelan dengan sangat teliti, sehingga menemukan hal-hal penting yang perlu dicatat dengan mengambil kata kuncinya, data kata kunci ini kemudian diberi kode.
4. Kategorisasi data Pada tahap ini peneliti mulai “menyederhanakan” data dengan cara “mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang di namakan “kategori”.
5. Penyimpulan sementara Membuat penyimpulan sementara berdasarkan data yang ada tanpa memberi penafsiran dari pikiran penulis/peneliti. kesimpulan ini 100% harus berdasarkan data. Jika ingin memberi penafsiran dari pikiran sendiri maka tuliskan pada bagian akhir kesimpulan sementara yang disebut dengan Observer’s Comments (OC)
6. Triangulasi Temuan yang dihasilkan dicek ulang derajat keshahihan dan keandalannya dengan menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memperpanjang masa penelitian dengan menggunakan teknik triangulasi. Sederhananya teknik triangulasi bertujuan untuk memperkuat temuan-temuan, adalah proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya.
7. Penyimpulan akhir Apabila temuan yang dihasilkan dari penelitian dapat terjamin validitas dan reliabilitasnya barulah kemudian membuat penyimpulan akhir.
75
3.7. UJI KEABSAHAN DATA
Uji Keabsahan data dalam penelitian kualitatif yang digunakan peneliti
adalah uji kredibilitas data yang bertujuan untuk mengetahui derajat akurasi
desain penelitian dengan hasil yang dicapai. Dimana uji kredibilitas atau
kepercayaan terhadap data dilakukan dengan cara (Sugiyono, 2009:122-129):
1. Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan pengamatan ini berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Sehingga hubungan peneliti dengan narasumber akan terbentuk rapport, akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.
2. Triangulasi Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dari berbagai cara atau menggabungkan beberapa teknik pengumpulan data. Terdapat berbagai macam triangulasi meliputi triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi teknik. Namun dalam hal ini peneliti lebih cenderung menggunakan triangulasi teknik, dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda seperti observasi, wawancara atau teknik lainnya untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
3. Menggunakan Bahan Referensi Bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti seperti hasil rekaman wawancara dengan menggunakan alat perekam, dokumentasi seperti foto-foto saat penelitian, catatan lapangan, dan lain sebagainya.
4. Mengadakan MemberCheck Memberchek adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan memberchek adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
76
3.8. Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.8.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mencakup ruang lingkup desa di Kecamatan Serang, Kota
Serang. Serta Instansi yang dapat dijadikan informan penunjang penelitian baik
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung (pengawas) dalam program.
3.8.2. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian dimulai dari bulan Agustus 2012 – Februari 2015 yang
dapat dilihat pada tabel 3.2:
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2012 2013 2014-2015
Agst-Des Jan-Mar Apr
Mei-Jul
Jun-Des Jan-Mei Jun-sept Okt jan Feb
1. Observasi Awal
2. Penyusunan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Revisi Proposal
5. Proses Pencarian Data dari Lapangan
6. Pengelolaan Data dari Lapangan
7. Penyusunan Skripsi
8. Sidang Skripsi
9. Revisi Skripsi
10. Sidang ulang
(Sumber: Peneliti, 2015)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Keadaan Umum Kota Serang
Kota Serang, yang berada di Provinsi Banten Indonesia adalah wilayah baru
hasil pemekaran, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Sebagai Ibu Kota Provinsi,
kehadiran Kota Serang menjadi konsekuensi logis dari keberadaan Provinsi
Banten. Kota Serang diresmikan pada tanggal 2 November 2007, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang,
setelah sebelumnya Rancangan Undang-Undang Kota Serang disahkan pada
tanggal 17 Juli 2007, yang kemudian dimasukan dalam lembaran Negara Nomor
98 Tahun 2007 dan tambahan lembaran Negara Nomor 4748, tertanggal 10
Agustus 2007. Sebagai daerah alternatif dan penyangga (hinterland) Ibukota
Negara, jarak dari Kota Serang dan Kota Jakarta hanya sekitar 70 km
(http://www.serangkota.go.id, diakses April 2013).
4.1.1.1. Visi dan Misi Kota Serang
Adapun visi pembangunan Kota Serang adalah:
“TERWUJUDNYA LANDASAN KOTA SERANG YANG GLOBAL DAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN YANG MADANI”.
78
Maka untuk mewujudkan visi Kota Serang tersebut disusun misi Kota
Serang sebagai berikut:
1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima;
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kesehatan dan keberdayaan masyarakat yang produktif, berbudaya dan agamis;
3. Meningkatkan dan mendorong pertumbuhan dan kualitas perekonomian daerah dan masyarakat;
4. Mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana wilayah yang memadai dan berkualitas;
5. Meningkatkan kelestarian lingkungan hidup dan penataan ruang yang menunjang pembangunan berkelanjutan.
4.1.1.2. Kondisi Geografis
Secara geografis Kota Serang terletak antara 50 99’ – 60 22’ Lintang Selatan
dan 1060 07’ – 1060 25’ Bujur Timur. Apabila memakai koordinat sistem UTM
(Universal Transfer Mercator) Zone 48E, wilayah Kota Serang terletak pada
koordinat 618.000 m sampai 638.600 dari Barat ke Timur dan 9.337.725 m
sampai 9.312.475 m dari Utara ke Selatan. Jarak terpanjang menurut garis lurus
dari Utara ke Selatan adalah 21,7 Km dan jarak terpanjang dari Barat ke Timur
adalah sekitar 20 Km.
Sebelah utara Kota Serang berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Serang, begitu juga di sebelah selatan dan di
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Serang. Luas wilayah secara
administratif Kota Serang seluas 266,74 Km2 atau 26.674 Ha terbagi atas 6
(enam) wilayah kecamatan, dan 66 desa/kelurahan. Secara keseluruhan dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut:
79
Tabel 4.1 Pembagian Administratif Kota Serang
No. Kelurahan Ibu Kota Kecamatan Luas (Ha) Jumlah
Desa/Kelurahan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Serang Cipocokjaya Curug Walantaka Kasemen Taktakan
Kaligandu Cipocokjaya Curug Pipitan Kasemen Taktakan
2.588 3.154 4.960 4.848 6.336 4.788
12 8 10 14 10 12
Jumlah 26.674 66 (Sumber: BPS Kota Serang, 2013)
Dari Tabel 4.1 tersebut, diketahui bahwa dari 6 kecamatan yang ada di Kota
Serang, yang memiliki lahan paling besar yaitu Kecamatan Kasemen dengan luas
6.336 Ha terbagi dalam 10 kelurahan. Sedangkan Kecamatan Serang memiliki
luas lahan paling kecil yaitu 2.588 Ha terbagi dalam 12 kelurahan.
4.1.1.3. Kondisi Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Serang Pada tahun 2012 sebesar 611.897 jiwa,
dengan penduduk laki-laki sebanyak 314.049 jiwa dan lebih banyak dibanding
penduduk perempuan yang sebesar 297.848 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk
selama periode 2010-2012 sebesar 2,16 %, rata-rata anggota rumah tangga di
Kota Serang sebesar 4,65 orang per rumah tangga, dan tingkat kepadatan
penduduk mencapai sekitar 2.294 jiwa per Km2 dimana sebagian besar
penduduknya mendiami daerah perkotaan. Berikut dapat dilihat pada table 4.2:
80
Tabel 4.2 Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk
Menurut Jenis Kelamin di Kota Serang Tahun 2012
No Kecamatan Jumlah Rumah Tangga
Penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Curug 10.311 25.456 23.654 49.110
2 Walantaka 18.253 41.506 39.997 81.503
3 Cipocokjaya 19.976 46.137 43.813 89.950
4 Serang 50.464 110.533 106.252 216.785
5 Taktakan 17,176 42.868 40.191 83.059
6 Kasemen 19.270 47.549 43.941 91.490
Jumlah 135.451 314.049 297.848 611.897 (Sumber : BPS Kota Serang, 2013)
Dari tabel 4.2 tersebut, diketahui bahwa Kota Serang memiliki jumlah
rumah tangga sebanyak 135.451, jumlah penduduk terbanyak ada di Kecamatan
Serang dengan total penduduknya 216.785 jiwa, sedangkan Kecamatan Curug
memiliki penduduk paling sedikit dibandingkan Kecamatan lainnya dengan total
penduduk 49.110 jiwa.
4.1.2. Kecamatan Serang
Kecamatan Serang merupakan salah satu kecamatan di Kota Serang
Provinsi Banten dengan luas wilayah 25,88 Km2. Luas Wilayah masing-masing
Desa/Kelurahan di Kecamatan Serang Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut:
81
Tabel 4.3 Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Serang Tahun 2013
No. Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Km2)
Presentasi Terhadap Luas Kecamatan (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
Serang Cipare Sumur Pecung Cimuncang Kota Baru Lontar Baru Kagungan Lopang Unyur Kaligandu Terondol Sukawana
4,90 1,27 3,26 1,54 0,64 1,00 1,27 1,17 4,39 2,87 1,80 1,77
18,93 4,91
12,60 5,95 2,47 3,86 4,91 4,52
16,96 11,09 6,96 6,84
Serang 25,88 100 (Sumber : Kecamatan Serang, 2013)
Pada tabel 4.3 tersebut, diketahui bahwa tahun 2013 Desa/Kelurahan di
Kecamatan Serang yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Desa/Kelurahan
Unyur 4,90 Km2 (18,93%) dari total wilayah Kecamatan Serang, sedang
Desa/Kelurahan yang memiliki luas wilayah paling kecil adalah Desa/Kelurahan
Kota Baru 0,64 Km2 (2,47%) dari total wilayah Kecamatan Serang.
4.1.2.1. Kondisi Geografis
Adapun batas-batas administratif Kecamatan Serang adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kasemen
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Walantaka
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Cipocok Jaya
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Taktakan
82
Secara Administratif pembagian wilayah Kecamatan Serang dapat dilihat
pada tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4 Pembagian Wilayah Administratif Desa/Kelurahan
Di Kecamatan Serang Tahun 2012
No. Desa/Kelurahan Lingkungan Jumlah RW Jumlah RT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
Serang Cipare Sumur Pecung Cimuncang Kota Baru Lontar Baru Kagungan Lopang Unyur Kaligandu Terondol Sukawana
25 21 24 22 6
13 11 11 26 19 5 7
25 21 23 21 6 13 11 11 27 19 5 3
88 85 45 82 23 29 93 51 54 7 21 65
2012 190 185 766 2011 139 180 749
(Sumber : Kecamatan Serang, 2013)
Dari Tabel 4.4 tersebut, diketahui bahwa di Kecamatan Serang ditahun 2012
secara administratif terbagi ke dalam 190 Lingkungan, 185 RW, dan 766 RT.
Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2011 dimana di tahun
sebelumnya terdiri dari 139 Lingkungan, 180 RW, dan 749 RT. Peningkatan
tersebut jelas memperlihatkan pertambahan jumlah penduduk dalam kurun waktu
1 tahun. Mengenai pembagian wilayah administratif Kecamatan Serang lebih
jelas dapat dilihat pada gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Serang berikut:
83
Kota Serang diresmikan pada tanggal 2 November 2007, berdasarkan Undang-Undng Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya Rancangan Undang-Undang Kota Serang disahkan pada tanggal 17 Juli 2007, yang kemudian dimasukan dalam lembaran Negara Nomor 98 Tahun 2007 dan tambahan lembaran Negara Nomor 4748, tertanggal 10 Agustus 2007
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Serang
4.1.2.2. Keadaan Sumber Daya Manusia
1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Kecamatan Serang pada akhir tahun 2013 adalah
sebanyak 188.282 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 42.558, untuk lebih
jelasnya jumlah penduduk di masing-masing Kelurahan dapat dilihat pada tabel
4.5 berikut:
84
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
di Kecamatan Serang Tahun 2012
No. Kelurahan Keadaan Jumlah Penduduk (Jiwa)
(jiwa) Laki- laki Perempuan Total
1 Serang 14.305 14.538 28.843 2 Cipare 13.418 12.875 26.293 3 Sumur Pecung 11.067 10.895 21.962 4 Cimuncang 13.300 12.816 26.116 5 Kota Baru 3.430 2.808 6.238 6 Lontar Baru 4.494 4.153 8.647 7 Kagungan 7.223 6.721 13.944 8 Lopang 7.612 7.222 14.834 9 Unyur 19.588 19.176 38.764
10 Kaligandu 9.771 9.465 19.236 11 Terondol 3.936 3.606 7.542 12 Sukawana 2.389 1.977 4.366
2012 110.533 106.252 216.785 2011 108.231 103.558 211.789
(Sumber: BPS Kota Serang, 2013)
Dari Tabel 4.5 tersebut, diketahui jumlah penduduk Kecamatan Serang
dalam kurun waktu 1 tahun 2011-2012 mengalami peningkatan, dimana
sebelumnya tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Serang dari 211.789 Jiwa
meningkat sebanyak 4.996 Jiwa menjadi 216.785 Jiwa ditahun 2012. Sedang
Untuk presentase penduduk menurut jenis kelamin terhadap total keseluruhan
penduduk di Kecamatan Serang menunjukkan jumlah penduduk Laki-laki
110.533 Jiwa (50,98%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
Perempuan yang berjumlah 106.252 Jiwa (49,01%).
85
2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
di Kecamatan Serang Tahun 2012
Kelompok Umur (Tahun)
Laki-Laki Perempuan Total
0-4 10.988 10.614 21.602 5-9 10.210 9.671 19.881
10-14 10.743 10.119 20.862 15-19 10.938 10.867 21.805 20-24
10.970 10.717 21.687 25-29 10.376 9.799 20.175 30-34 9.665 9.478 19.143 35-39 8.964 9.061 18.025 40-44 8.456 7.791 16.247 45-49 6.578 5.938 12.516 50-54 5.010 4.322 9.332 55-59 3.433 3.032 6.465 60-64 1.851 1.782 3.633 65-69 1.160 1.350 2.510 70-74 723 876 1.599 74 + 468 835 1.303 2012 110.533 106.252 216.785 2011 108.231 103.558 211.789
(Sumber : BPS Kota Serang, 2013)
Dari Tabel 4.6 tersebut, diketahui pada tahun 2012 usia tidak produktif
(umur dibawah 15 tahun dan 64 tahun keatas) sebanyak 67.757 jiwa (31,25%) dan
usia produktif (umur 15-64 tahun) sebanyak 149.028 jiwa (68,75%). Ini
menunjukkan presentase jumlah penduduk usia produktif di Kecamatan Serang
lebih tinggi dibandingkan dengan usia tidak produktifnya.
86
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Tabel 4.7 Keadaan Penduduk Kecamatan Serang
Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012
No. Kelurahan Mata Pencaharian PNS TNI/
Polri BUMN Swasta Penga-
cara Dagang Buruh
Bangunan Tani Jasa
1 Serang 1.830 456 450 685 92 965 57 33 40
2 Cipare 931 776 518 621 33 2.173 64 25 57
3 Sumur Pecung
1.460 203 305 671 15 2.001 74 83 104
4 Kota Baru 353 177 370 264 10 497 45 - 49
5 Lopang 329 103 401 625 5 1.731 49 38 45
6 Cimuncang 515 124 1.340 1.462 7 1.544 73 - 81
7 Unyur 725 233 1.601 1.420 10 2.209 80 100 93
8 Sukawana 32 20 105 97 - 164 41 463 52
9 Lontar Baru 203 105 183 104 9 1.330 47 - 51
10 Kaligandu 470 98 301 283 4 1.830 89 156 68
11 Terondol 125 75 117 128 10 582 107 164 96
12 Kagungan 301 83 109 194 15 1.918 87 - 85
Jumlah 7.456 2.453 5.800 6.450 210 16.942 813 1.063 823
(Sumber: Monografi Kecamatan Serang, 2013)
Dari Tabel 4.7 tersebut, diketahui bahwa sebagian besar penduduk
Kecamatan Serang paling banyak bekerja di sektor perdagangan sebanyak 16.942
jiwa (7,81%), sedang untuk sektor pertanian hanya mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 1.063 jiwa (0,49%) dari total penduduk Kecamatan Serang.
87
4.1.2.3. Pertanian
Keadaan luas lahan sawah dan bukan sawah di Kecamatan Serang dapat
dilihat pada tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 4.8 Luas Lahan Sawah dan Bukan Sawah
di Kecamatan Serang tahun 2012
Jenis Lahan Luas Lahan (Ha) Prosentase (%) Lahan Sawah 401 15,49 Irigasi Teknis - - Irigasi Setengah Teknis 70 2,70 Irigasi Non Teknis 161 6,22 Tadah Hujan 170 6,57 Pasang Surut, Polder, Rembesan, dan rawa
- - Lahan Kering 2.187 84,51 Ladang, huma, tegal, dan kebun 120 4,64 Perkebunan - - Perkarangan, lahan bangunan, dan halaman
1.942 75,04 Lainnya 125 4,83 Lahan tidur - - 2.588 100,00
(Sumber : UPT Kecamatan Serang, 2013)
Dari tabel 4.8 tersebut, diketahui bahwa luas lahan sawah 401 Ha (15,49%)
sedang sisanya 2.187 Ha (84,51%) merupakan lahan bukan sawah. Hal ini
menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan sawah yang biasanya digunakan untuk
pertanian di Kecamatan Serang tidak lebih luas dibandingkan lahan keringnya,
dimana sebagian digunakan sebagai pekarangan, lahan bangunan dan halaman
1.942 Ha (75,04%).
88
4.1.3. Dinas Pertanian Kota Serang
Dinas Pertanian Kota Serang dibentuk berdasarkan peraturan Daerah Kota
Serang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas
Daerah Kota Serang Tahun 2008. Pada tanggal 5 Agustus 2014 Dinas Pertanian
Kota Serang mengalami perubahan nomenklatur/perubahan nama menjadi Dinas
Pertanian, Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi dan Dinas
Daerah Kota Serang. Dinas Pertanian Kota Serang merupakan unit kerja di
lingkungan Kota Serang yang mempunyai tugas membantu Wali Kota Serang
dalam melaksanakan kewenangan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan di bidang pertanian. Terkait dengan penyelenggaraan tugas tersebut,
maka fungsi Dinas Pertanian Kota Serang adalah melaksanakan hal-hal sebagai
berikut:
1. Perumusan kebijakan teknis dibidang pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, kelautan dan perikanan;
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan;
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan;
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya;
4.1.3.1. Visi Misi Dinas Pertanian Kota Serang
Visi pembangunan pertanian kota Serang dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Tertatanya Sistem Agribisnis yang Kuat Menuju Pertanian yang Berdaya Saing
dan Berkelanjutan”.
89
Adapun Misi Dinas Pertanian Kota Serang sebagai berikut:
1. Meningkatkan Kapasitas dan Akuntabilitas kinerja Dinas Pertanian; 2. Meningkatkan Kapasitas, Kualitas, dan Produktivitas Pertanian, dan
Pangan; 3. Meningkatkan Kesejahteraan Petani Melalui Kemandirian Petani.
4.1.3.2. Strategi dan Kebijakan Dinas Pertanian Kota Serang
Startegi dan kebijakan Dinas Pertanian Kota Serang dibuat berdasarkan misi
dari Dinas Pertanian Kota Serang diantaranya:
Misi ke-1 Meningkatkan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Dinas
Pertanian Kota Serang. Strategi yang ditempuh untuk mengimplementasikan misi
ini adalah:
1. Pengembangan potensi sumberdaya manusia Dinas Pertanian Kota Serang;
2. Penambahan sarana dan prasarana Dinas Pertanian Kota Serang secara proporsional;
3. Penyusunan kelembagaan sebagai tolak ukur kinerja Dinas Pertanian yang regulatif, aplikatif dan akuntabel.
Arah kebijakan dari misi ini mewujudkan sistem tata kelola tugas dan fungsi
Dinas Pertanian yang efektif dan efisien.
Misi ke-2 Meningkatkan Kapasitas, Kualitas, dan Produktivitas Pertanian,
Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan, Kelautan dan Perikanan, Serta Pangan.
Strategi untuk mengimplementasikan misi ini adalah pengembangan system
agribisnis yang selama ini terbentuk melalui berbagai macam pendekatan dan
modifikasi permodelan. Sedangkan arah kebijakan dari misi ini menginisiasi
sistem agribisnis modern skala kota yang adil dan berkelanjutan.
90
Misi ke -3 Meningkatkan Kesejahteraan Petani memalui Kemandirian
Petani. Strategi yang ditempuh untuk mengimplementasikan misi ini adalah
dengan peningkatan kapasitas petani melalui berbagai macam pendekatan dan
difusi informasi yang acceptable. Sedangkan arah kebijakan dari misi ini yaitu
menempatkan petani sebagai pelaku pasar yang aktif dan memiliki posisi tawar
yang baik dalam proses bargainingnya.
4.1.3.3. Data Pegawai Dinas Pertanian Kota Serang Tahun Anggaran 2014
Data pegawai Dinas Pertanian Kota Serang berdasarkan golongan tahun
2014 dapat dilihat pada tabel 4.9 :
Tabel 4.9 Data Pegawai Dinas Pertanian Kota Serang
Tahun Anggaran 2014 Berdasarkan Golongan
No. Golongan Jumlah 1. IV/c 1 orang 2. IV/b 5 orang 3. IV/a 6 orang 4. III/d 15 orang 5. III/c 6 orang 6. III/b 9 orang 7. III/a 8 orang 8. II/d 1 orang 9. II/c 3 orang
10. II/b - 11. II/a 1 orang
Total 55 orang (Sumber: Dinas Pertanian Kota Serang, 2015)
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui ditahun 2012 terdapat 55 pegawai yang
bekerja di Dinas Pertanian Kota Serang dari berbagai golongan. Pegawai dengan
jumlah terbanyak yaitu golongan III/d 15 orang sedang pegawai dengan golongan
91
paling sedikit golongan II/a dan II/d hanya 1 orang. Adapun data pegawai Dinas
Pertanian Kota Serang berdasarkan jabatan tahun 2012 dapat dilihat pada tabel
4.10 :
Tabel 4.10 Data Pegawai Dinas Pertanian Kota Serang Tahun Anggaran 2014 Berdasarkan Jabatan
(Sumber : Dinas Pertanian Kota Serang, 2015)
Dari tabel 4.10 tersebut diketahui jumlah pegawai berdasarkan jabatan
yang bekerja di Dinas Pertanian Kota Serang tahun 2012 sebanyak 55 orang.
Dimana seorang kepala Dinas dibantu 1 Sekretaris membawahi 3 Kepala Bidang.
Sedang jumlah tenaga penyuluh dinas pertanian Kota Serang sebanyak 7 orang.
4.2. Gambaran Umum Program PUAP
PUAP merupakan program terobosan Kementerian Pertanian dilakukan
secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM-M), yang dicanangkan presiden dalam rangka penanggulangan
kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. PUAP merupakan program
No. Jabatan Jumlah 1. Kepala Dinas 1 orang 2. Sekretaris 1 orang
3. Kabid 4 orang
4. Kasubag 3 orang
5. Kasi 12 orang
6. KA BIPP 1 orang
7. KA TU BIPP 1 orang
8. KA. UPT 6 orang
9. KA. TU UPT 5 orang
10. Pelaksana 12 orang
11. Penyuluh 9 orang
Total 55 orang
92
pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Gapoktan di perdesaan dengan
memberikan fasilitas bantuan modal usaha untuk petani pemilik, petani
penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang salah satu tujuannnya yaitu
memberikan kepastian akses pembiayaan kepada petani anggota Gapoktan.
(Pedum Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi, 2011). PUAP adalah sebuah
program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari
pelaksanaan program PNPM Mandiri melalui penyaluran bantuan modal usaha
sebagai Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), dalam upaya menumbuh
kembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran.
Fasilitasi bantuan modal usaha ditujukkan bagi petani anggota, baik petani
pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani (Pedum PUAP,
2012). Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan
kewenangan kepada Gapoktan dalam penyaluran dana penguatan modal kepada
anggota. Dana yang disalurkan ke setiap anggota Gapoktan untuk menunjang
kegiatan usaha petani diantarannya : (1) On farm (budidaya) meliputi tanaman
pangan, holtikultura, peternakan, perkebunan. (2) Off farm (non budidaya)
meliputi industri rumah tangga pertanian, pemasaran hasil pertanian (bakulan, dan
lain-lain), usaha lain berbasis pertanian (Kebijakan Teknis PUAP, 2008).
Dengan adanya pembiayaan usaha BLM-PUAP Gapoktan diharapkan
mampu menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dimiliki dan dikelola
oleh petani (Pedum PUAP, 2012). Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-
A) merupakan struktur yang tidak terpisahkan dari struktur organisasi Gapoktan
PUAP. LKM-A merupakan unit usaha otonom yang didirikan dan dimiliki oleh
93
Gapoktan Penerima BLM-PUAP guna memecahkan masalah/kendala akses untuk
mendapatkan pelayanan keuangan (Pedoman Penumbuhan LKM-A Gapoktan
PUAP, 2012). Dalam rangka menjaga kesinambungan dan keberhasilan
pelaksanaan PUAP, tim pusat melakukan pembinan terhadap SDM di tingkat
provinsi, kabupaten/kota dalam bentuk pelatihan. Pembinaan teknis usaha
produktif dilakukan oleh Direktorat Jenderal Teknis sesuai dengan bidang
tugasnya. Pembinaan teknis pada tingkat provinsi, kabupaten/kota dilakukan oleh
unit kerja lingkup pertanian sesuai dengan bidangnya. Pengendalian PUAP
dilaksanakan mulai dari tahapan persiapan, penyiapan dokumen Gapoktan,
pelaksanaan dan pasca pelaksanaan PUAP, yang dilaksanakan secara berjenjang
mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota (Pedum PUAP, 2012).
4.3.1 Sasaran Program
Sasaran program PUAP yaitu kelompok tani (Poktan) dan gabungan
kelompok tani (Gapoktan). Poktan adalah kumpulan petani/peternak yang
dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,
ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan
usaha anggota yang tergabung dalam Gapoktan. Gapoktan merupakan kumpulan
beberapa Poktan yang tergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala
ekonomi dan efisiensi usaha. (Pedum Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi,
2011). Kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan
yang ditumbuh kembangkan “dari, oleh dan untuk petani”.
94
PUAP di Provinsi Banten berjalan tahun 2008 dan telah disalurkan dana
PUAP kepada 10.542 desa/Gapoktan, tahun 2009 telah disalurkan dana PUAP
kepada 9.884 Gapoktan dan tahun 2010 telah disalurkan dana PUAP kepada 8.587
Gapoktan. Sampai dengan tahun 2013, Provinsi Banten telah mendapatkan dana
PUAP yang dialokasikan untuk 1.259 Gapoktan sebesar 125,9 Milyar. Pada tahun
2013, Gapoktan penerima PUAP sebanyak 108 Gapoktan (BPTP Provinsi Banten,
2014). Di Kota Serang tahun 2008 jumlah penerima PUAP adalah 22 Gapoktan,
tahun 2009 sebanyak 25 Gapoktan, tahun 2010 sebanyak 15 Gapoktan dan tahun
2011 sebanyak 1 Gapoktan dengan total penerima Gapoktan dari 2008-2011
sebanyak 63 Gapoktan (PMT Kecamatan Serang, 2014). Berikuta Laporan
Perkembangan Aset Gapoktan dapat dilihat pada tabel 4.11:
Tabel 4.11 Perkembangan Aset Gapoktan
di Kecamatan Serang Per September 2014
No Nama Gapoktan Desa/ Kelurahan
Tahun PUAP
Aset Awal (Rp)
Aset Saat Laporan (Rp)
1 Tunas Abadi Sukawana 2009 100.000.000 103.000.000
2 Pelita Tani Kaligandu 2010 100.000.000 104.717.910
3 Kadaka Lontar Baru 2010 100.000.000 100.000.000
4 Jaya Tani Mandiri Terondol 2010 100.000.000 104.000.000
5 Barokah Lopang 2010 100.000.000 109.281.700
6 Setia Tani Cimuncang 2010 100.000.000 96.300.000
7 Cipari Cipare 2011 100.000.000 100.644.358
8 Karya Bahagia Tani Sumur Pecung 2008 100.000.000 100.400.000
9 Karya Bersama Unyur 2009 100.000.000 110.227.276
(Sumber : Laporan PMT Kecamatan Serang, 2014)
95
Dari Tabel 4.11 tersebut diketahui gambaran sirkulasi keuangan Gapoktan
dari aset awal Rp.100.000.000/Gapoktan sampai kemudian dana tersebut diputar
ke anggota dalam bentuk pinjaman bergulir. Maka diketahui Gapoktan yang
memiliki perkembangan aset yang cukup baik adalah Gapoktan Karya Bersama
dengan total Rp.110.227.276. Sedangkan Gapoktan yang tidak mengalami
peningkatan aset yaitu Gapoktan Kadaka.
4.3. Daftar Informan Penelitian
Mengenai Informan Penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive dan
snowball. Teknik purposive diambil berdasarkan pertimbangan tertentu, yakni
dalam Pembinaan Kelembagaan Tani pada Program PUAP tentu melibatkan
implementor yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan program tersebut.
Adapun teknik snowball diambil manakala dalam pencarian informasi masih
dirasa kurang, maka peneliti mencari informan lain yang bisa dijadikan sumber
informasi. Informan tersebut terbagi ke dalam dua kriteria informan, yakni Key
Informan dan Secondary Informan. Adapun Key Informan tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.12:
96
Tabel 4.12 Kodefikasi Key Informan Penelitian
No Nama Status Informan Kode 1 Agus Sutisna Tim Pembina PUAP Provinsi :
Sebagai Seksi Kelembagaan Tani DISTANAK Provinsi Banten
I1-1
2 Wira Suhanda Tim Pembina PUAP Provinsi : Sebagai Seksi Monitoring dan Pelaporan PUAP DISTANAK Provinsi Banten
I1-2
3 Maureen CH Sekretariat PUAP Provinsi : Sebagai Peneliti BPTP Provinsi Banten
I2
4 Ir. Sri Redjeki Tim Teknis PUAP Kota : Sebagai Sekretaris Dinas Pertanian Kota Serang
I3
5 Heni Hendrawati Kepala UPT BIPP Kota Serang I4 6 Bobby Hidayat PMT PUAP Kecamatan Serang
Tahun 2011 I5-1
7 Laelatul Badriah PMT PUAP Kecamatan Serang Tahun 2011 I5-2
8 Jaelani Tim Teknis PUAP Kecamatan : Penyuluh Pendamping PUAP Kecamatan Serang
I6-1
9 Hamidi Sulaeman Tim Teknis PUAP Kecamatan : Penyuluh Pendamping PUAP Kecamatan Serang
I6-2
(Sumber: Peneliti, 2014)
Yang dimaksud Key Informan pada tabel 4.12 tersebut adalah pihak yang
memiliki kewenangan secara langsung dalam pelaksanaan program PUAP di
Kecamatan Serang. Selain Key Informan, ada juga Secondary Informan.
merupakan informan yang tidak terlibat secara langsung namun memiliki
pengetahuan atau informasi terkait program tersebut. Adapun Secondary Informan
tersebut dapat dilihat pada table 4.13 berikut:
97
Tabel 4.13 Kodefikasi Secondary Informan Penelitian
No Nama Status Informan Kode 1 Mamad Asyari Ketua Gapoktan Tunas Abadi,
Kelurahan Sukawana I7-1
2 Mansur Ketua Gapoktan Pelita Tani, Kelurahan Kaligandu I7-2
3 Yadi Sutaryadi Ketua Gapoktan Kadaka, Kelurahan Lontar Baru
I7-3
4 Bapak Rohimi Ketua Gapoktan Jaya Tani Mandiri, Kelurahan Trondol I7-4
5 Abdul Salam Ketua Gapoktan Barokah, Kelurahan Lopang I7-5
6 M. Sholeh Ketua Gapoktan Setia Tani, Kelurahan Cimuncang I7-6
7 Ichsan Ketua Gapoktan Cipari, Kelurahan Cipare I7-7
8 Makmun Murod Ketua Gapoktan Karya Bahagia Tani, Kelurahan Sumur Pecung I7-8
9 M. Usman Ketua Gapoktan Karya Bersama Kelurahan Unyur I7-9
10 Yuha Anggota Poktan Jaya Tani Mandiri, Kelurahan Trondol I8-1
11 Udin Anggota Poktan Cipari, Kelurahan Cipare I8-2
12 Sarwo Anggota Poktan Karya Bersama, Kelurahan Unyur I8-3
(Sumber: Peneliti, 2014)
4.4. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang
didapatkan peneliti selama melakukan proses penelitian di lapangan, terkait
dengan Evaluasi Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang. Peneliti dalam hal ini
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dengan
98
menggunakan metode ini maka data yang diperoleh dihasilkan berupa kata-kata
informan baik lisan maupun tulisan yang diperoleh peneliti selama melakukan
pengumpulan data berdasarkan hasil studi dokumentasi, observasi lapangan,
maupun wawancara. Pada penelitian ini teknik analisis data difokuskan pada
paparan data kualitatif dengan menggunakan analisis data yang dikembangkan
oleh Prasetya Irawan (2005:5.28-5.35) yang terdiri dari pengumpulan data
mentah, transkip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan
sementara, triangulasi, penyimpulan akhir.
Proses analisis data tersebut selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut :
(1) Pertama, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data
mentah, melalui wawancara, observasi lapangan, studi dokumentasi dengan
menggunakan alat pendukung berupa camera, sound recorder, atau buku catatan.
(2) Kedua, yaitu transkip data dengan melakukan pencatatan dari hasil
pengumpulan data yang telah dilakukan. Pencatatan dilakukan berdasarkan data
apa adanya (verbatim) tanpa mencampur adukkan pikiran, pendapat, maupun
sikap peneliti. (3) Ketiga, adalah pembuatan koding yaitu dengan membaca ulang
secara teliti seluruh data yang sudah ditranskrip untuk mencari hal-hal penting
yang dapat dijadikan kata kunci, dan kata kunci tersebut diberikan kode. Dalam
menyusun jawaban penelitian, peneliti memberikan kode-kode sebagai berikut :
1. Kode A-F menunjukkan dimensi pertanyaan
2. Kode Q menunjukkan item pertanyaaan yang diajukan kepada informan
dengan diberikan angka berdasarkan urutannya.
99
3. Kode I1-1, I1-2 menunjukkan informan dari Dinas Pertanian dan
Peternakan (DISTANAK) Provinsi Banten
4. Kode I2 menunjukkan informan dari Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Provinsi Banten
5. Kode I3 menunjukkan informan dari Dinas Pertanian Kota Serang
6. Kode I4 menunjukkan informan dari Balai Informasi Penyuluhan
Pertanian (BIPP) Kota Serang
7. Kode I5-1, I5-2 menunjukkan informan dari Penyelia Mitra Tani (PMT)
8. Kode I6-1, I6-2 menunjukkan informan dari Penyuluh Pendamping PUAP,
Unit Pengelola Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan Serang
9. Kode I7-1 - In menunjukkan informan dari Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) di Kecamatan Serang
10. KodeI8 – In menunjukkan informan dari Kelompok Tani (Poktan) di
Kecamatan Serang.
(4) Keempat, setelah diberikan kode berikutnya adalah kategorisasi data
dengan membaca ulang dan menelaah secara teliti jawaban-jawaban informan,
untuk kemudian mencari jawaban-jawaban yang berkaitan dengan topik
penelitian, menyederhanakannya dengan cara mengikat kata kunci ke dalam
kategori yang sama. (5) Kelima, adalah penyimpulan sementara, kesimpulan
diambil 100% berdasarkan data yang ada tanpa memberi penafsiran dari pikiran
peneliti. Jikapun peneliti memberikan penafsiran dari pikiran peneliti maka
peneliti menuliskan pada bagian akhir kesimpulan yang disebut dengan
Observer’s Comments (OC). (6) Keenam, peneliti melakukan teknik triangulasi
100
yang bertujuan untuk memperkuat temuan-temuan, dimana peneliti melakukan
proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya.
Pada tahap ini temuan yang dihasilkan dicek ulang derajat keshahihan dan
keandalannya dengan menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data. (7)
Ketujuh, ketika data yang diperoleh mencapai titik jenuh barulah peneliti
membuat penyimpulan akhir.
Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data mengenai Evaluasi
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan di Kecamatan Serang, yaitu dari hasil wawancara, observasi, maupun
dokumen-dokumen pendukung yang diperoleh peneliti selama penelitian. Analisa
yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan ketegori dengan beberapa
indikator yang dianggap sesuai dengan masalah penelitian dan kerangka teori
evaluasi William N. Dunn (2003:610). Kategori-kategori tersebut meliputi :
efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, ketepatan.
4.5. Deskripsi Hasil Penelitian
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan
bagian dari program Kementerian Pertanian yang berada dalam kelompok
program “Pemberdayaan” kluster ke II Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini merupakan wujud pengejawentahan
dari kebijakan tentang pembinaan kelembagaan petani, dimana petunjuk
operasional pembinaan ini lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian
101
Republik Indonesia Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan
Kelembagaan Petani. Program PUAP difokuskan pada upaya penanggulangan
kemiskinan dengan pemberdayaan masyarakat miskin khususnya petani di
perdesaan, untuk dapat membangun dan mengembangkan potensi diri, penguatan
kapasitas kelompok tani di Desa agar lebih berdaya dan sejahtera.
Sesuai dengan Pedoman Umum (Pedum) program PUAP, awal tahapan
dilaksanakan melalui penyediaan dana penguatan modal sebagai stimulan usaha
produktif petani di Perdesaan, melalui koordinasi Gapoktan dengan alokasi
anggaran Rp. 100.000.000/desa. Mekanisme pelaksanaan program PUAP tahun
ke-I pendanaan PUAP dimanfaatkan Gapoktan untuk usaha produktif anggota
yang diusulkan dalam bentuk Rencana Usaha Anggoota (RUA), Rencana Usaha
Kelompok (RUK), dan Rencana Usaha Bersama (RUB). Tahun ke - II, Gapoktan
sudah dapat melakukan usaha simpan pinjam. Apabila perguliran dana simpan
pinjam ini berjalan, maka di tahun ke-III Gapoktan dapat diarahkan untuk menjadi
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) sebagai unit usaha Gapoktan
untuk mengelola dan melayani pembiayaan usaha bagi petani anggota. Melalui
tahapan-tahapan tersebut Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan akumulasi
permodalan, melalui dana keswadayaan kelompok atau tabungan yang
dipergulirkan kembali untuk kegiatan usaha produktif dengan simpan pinjam
tersebut.
102
Gapoktan sebagai pelaksana program PUAP diharapkan dapat menjalankan
fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi perdesaan dengan menumbuhkan Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Untuk mempersiapkan penumbuhan
Gapoktan menjadi LKM-A, Kelembagaan tani dalam menjalankan usaha
produktifnya terlebih dahulu diarahkan mempunyai unit usaha mandiri antara lain
sebagai unit pengolahan, unit pemasaran hasil tani, unit penyediaan saprodi, unit
permodalan dan lainnya. Gapoktan penerima PUAP bisa menjadi LKM-A di
tahun ke-3 pelaksanaan program PUAP dan masuk pada kategori Utama
(Pedoman Penumbuhan LKM-A Gapoktan PUAP, 2012).
Lebih spesifik PUAP di Kota Serang berjalan untuk pertama kali tahun 2008
dengan 63 total Gapoktan yang tersebar diseluruh Kecamatan yang ada di Kota
Serang, sampai dengan Maret 2013 sudah terdaftar 16 LKM-A yang tersebar di
Kota Serang. Dan Kecamatan Serang adalah salah satu penerima program PUAP.
Dimana dari 12 Desa/Kelurahan yang ada di Kecamatan Serang hanya 9
Desa/Kelurahan yang menjadi penerima PUAP, yang itu berarti ada 9 Gapoktan
penerima PUAP di Kecamatan Serang, dengan total 863 anggota dari seluruh
kelompok tani yang sersebar di Kecamatan Serang. Sisanya ada 3 Desa/Kelurahan
yang tidak menjadi daerah sasaran program PUAP yakni Desa/Kelurahan Serang,
Kota Baru dan Kagungan. Mengenai daftar Gapoktan Penerima PUAP di
Kecamatan Serang dapat dilihat pada tabel 4.14 :
103
104
Untuk mengetahui sejauh mana pelaksaanaan Pembinaan Kelembagaan
Petani Pada Program PUAP di Kecamatan Serang, maka perlu adanya evaluasi
program tersebut dengan mengikuti teori Evaluasi William N. Dunn (2003:610)
sebagai berikut :
1. Efektifitas
Dalam hal ini efektifitas menanyakan apakah hasil yang diinginkan telah
tercapai. Berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang
diinginkan atau mencapai tujuan dari tindakannya. Efektifitas yang secara dekat
berhubungan dengan rasionalitas teknis, selau diukur dari unit produk atau
layanan. Indikator efektifitas mencakup pencapaian target kebijakan, bentuk
pelaksanaan kebijakan (dukungan sumber daya seperti sumberdaya manusia,
finansial, teknologi), peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kebijakan
dan perkembangan tujuan kebijakan mencakup kendala yang ada. Dari hasil
wawancara dan observasi lapangan peneliti mendapatkan data-data yang termasuk
ke dalam indikator efektifitas sebagai berikut:
Pertama, pencapaian target kebijakan dari pada Pembinaan Kelembagaan
Petani pada Program PUAP dengan alokasi dana Rp.100.000.00; untuk
pengembangan usaha agribisnis petani dapat dipergulirkan melalui simpan pinjam
Poktan melalui Gapoktan sebagai pengelola dana tersebut.
105
Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh I1-1 :
“Tujuan akhir pembinaan khususnya administrasi simpan pinjam ini agar dari uang Rp.100.000.00; ini bisa dipergulirkan jadi tidak ada lagi Gapoktan atau Poktan yang tetap pinjam ke rentenir. PUAP tujuannya untuk agribisnis memajukan usaha yang notabennya bahwa petani kekurangan modal. Tahun ini PUAP untuk tahun pertama Gapoktan tidak diperkenankan simpan pinjam dahulu, maksudnya laksanakan sesuai dengan RUA dan analisa usaha tani, jangan sampai cair langsung dibuatkan simpan pinjam.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dari wawancara tersebut, diketahui dalam pelaksanaan PUAP banyak yang
melakukan usaha isimpan pinjam ditahun pertama. Hal ini tentu tidak sesuai
dengan pedoman umum program PUAP yang mana dari alokasi dana
Rp.100.000.00, diperuntukkan untuk memberikan akses pinjaman permodalan
bagi usaha tani. Ketentuannya ditahun pertama dana PUAP tidak simpan pinjam,
melainkan mengacu pada analisa usaha tani yang dapat dilihat dari Rencana
Usaha Anggota (RUA), Rencana Usaha Kelompok (RUK) dari Poktan dan
Rencana Usaha Bersama (RUB) yang disusun Gapoktan berdasarkan kelayakan
usaha dan potensi desa. Usaha Simpan Pinjam baru dapat dilaksanakan ditahun
kedua perguliran dana PUAP.
Dalam prosedur pencairan BLM-PUAP, saat penandatanganan pencairan
buku rekening Gapoktan yang didampingi PMT disertai pula dengan kelengkapan
dokumen RUA, RUK, dan RUB yang artinya bahwa alokasi anggaran yang
diterima Gapoktan dilaksanakan sesuai dengan analisis usaha yang tertuang dalam
dokumen tersebut.
106
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh I1-2: “Yang diharapkan
dari pelaksanaan pembinaan ini Gapoktan sudah melaksanakan kegiatan PUAP
sesuai dengan RUK .” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul
11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten). Dari wawancara tersebut,
dijelaskan pembinaan Gapoktan diarahkan agar melaksanakan kegiatan PUAP
sesuai dengan RUK dengan fokus pada usaha tani anggota Poktan itu sendiri.
Selain itu, I2 juga mengungkapkan sebagai berikut:
“Penguatan kelembagaan petani dengan pembinaan dari segi administrasi dan budi daya pertanian. Dimana dengan begitu petani memiliki kapasitas yang dapat membantu dalam pengembangan usaha agribisnisnya.” (Wawancara pada hari Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Provinsi Banten)
Dari wawancara tersebut diketahui penguatan kelembagaan fokus pada
pembinaan administrasi dan budi daya pertanian. Hal ini dapat membantu dalam
pengembangan usaha agribisnis petani. Dari Tim Teknis PUAP tingkat Kota yaitu
Dinas Pertanian Kota Serang, peneliti mendapatkan keterangan yang kurang
memuaskan, karena Informan peneliti mengatakan tidak mengetahui banyak
mengenai pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani pada PUAP khususnya
Kecamatan Serang. Hal ini seperti yang dikatakan oleh I3 berikut :
“PUAP yang menangani Kepala Bidang Pertanian Bapak Udi, staf khusus tidak ada. Kepala Bidang yang dahulu sudah pindah di DINSOS beliau yang tahu persis tapi sekarang kalau ditanya juga tidak akan mau tahu lagi. Bapak Udi belum lama menjabat jadi ditanya juga tidak tahu apa-apa, jadi suruh wawancara sama saya. Saya juga kurang tahu persis biasanya sama Ibu Heni. Kalau pembinaan yang pasti bisa menghasilkan penyuluhan teknologi yang bisa langsung diaplikasikan pada masyarakat.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
107
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa Pembinaan Kelembagaan Petani
pada program PUAP merupakan tugas pokok dan fungsi dari Kepala Bidang
Pertanian yaitu Bapak Udi, namun beliau belum lama bekerja di Dinas Pertanian
Kota Serang. Oleh karenanya terkait PUAP Bapak Udi ini tidak menyanggupi
untuk diwawancarai oleh peneliti, karena tidak mengetahui apa-apa mengenai
PUAP. Dan keterangan PUAP tersebut akhirnya peneliti dapatkan dari Sekretaris
Dinas. Namun demikian tidak jauh berbeda informan peneliti tersebut mengakui
tidak mengetahui banyak mengenai pembinaan PUAP, menurutnya lingkup
pembinaan mencakup penyuluhan teknologi pertanian yang dapat diaplikasikan
oleh petani.
Pernyataan lainnya juga diungkapkan oleh Penyelia Mitra Tani Kecamatan
Serang bahwa tujuan akhir kebijakan pembinaan secara kelembagaan yaitu untuk
mendorong unit usaha agribisnis petani di desa dimana output akhir daripada
hibah bergulir melalui simpan pinjam ini apabila berjalan baik setelah 2 tahun
idealnya diharapkan dapat menjadi LKM-A sebagai salah satu badan usaha
Gapoktan yang memfasilitasi kebutuhan petani anggota dalam pengembangan
usaha agribisnisnya. Berikut adalah pernyataan I5-1 :
“Tujuan akhir dari kebijakan secara kelembagaan dimaksudkanan untuk mendorong lancarnya unit usaha agribisnis di wilayah pertanian di desa. Secara alamiah dari Gapoktan untuk dapat menjadi unit simpan pinjam 2 tahun, lebih lanjut apabila ini berjalan maka gradenya dapat di tingkatkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
108
Ditambahkan pula oleh I6-1 yang mengatakan bahwa :
“Inti pokoknya adanya pelatihan dan pendidikan untuk dapat melaksanakan fungsi kelompok sebagaimana mestinya sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, unit produksi sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 273.” (Wawancara pada hari Selasa, 19 Juni 2012, Pukul 10:15 WIB, Cipocok).
Pada wawancara tersebut dijelaskan inti Pembinaan Kelembagaan Petani
adalah adanya pendidikan dan pelatihan bagi petani anggota, untuk dapat
melaksanakan fungsi kelompok sebagaimana mestinya yaitu sebagai kelas belajar,
wahana kerjasama, dan unit produksi, seperti yang disebutkan dalam Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 273 Tahun 2007 mengenai Pedoman Pembinaan
Kelembagaan Petani. Sehingga program Pembinaan Kelembagaann Petani yang
disokong dengan pemberian dana PUAP sebagai stimulan usaha ini, benar-benar
menjadi wahana edukasi yang efektif dan tetap berlanjut tidak terhenti hanya
sebatas adanya program PUAP saja.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut, diketahui bahwa
Pembinaan Kelembagaan Petani ditunjukkan sebagai upaya penguatan kapasitas
kelembagaan petani di Desa, dalam mengembangkan usaha agribisnis melalui
pemberian dana stimulan PUAP Rp.100.000.000/desa. Dimana 1 Desa memiliki 1
Gapoktan. Dana tersebut kemudian dikelola oleh pengurus Gapoktan, untuk
fasilitasi keperluan anggota Poktan dalam melaksanakan kegiatan agribisnis
ditahun pertama Perguliran dana PUAP sesuai dengan RUA ditingkat anggota,
RUK untuk tingkat kelompok dan RUB untuk lingkup Gapoktan baik untuk
109
bidang on farm, maupun off farm. Kegiatan agribisnis Gapoktan di Kecamatan
Serang mencakup bidang usaha sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.15:
Tabel 4.15
Bidang Usaha Gapoktan yang Dibiayai BLM-PUAP di Kecamatan Serang
No Nama Gapoktan Desa/ Kelurahan Bidang Usaha
1 Tunas Abadi Sukawana Pangan
2 Pelita Tani Kaligandu Pangan, Ternak, Off-farm
3 Kadaka Lontar Baru Pangan, Ternak, Off-farm
4 Jaya Tani Mandiri Terondol Pangan, Hortikultura, Off-farm 5 Barokah Lopang Ternak
6 Setia Tani Cimuncang Pangan, Ternak, Off-farm
7 Cipari Cipare Pangan, Off-farm
8 Karya Bahagia Tani Sumur Pecung Holtikultura
9 Karya Bersama Unyur Pangan
(Sumber : PMT Kecamatan Serang, 2013)
Lebih lanjut apabila kegiatan usaha tani ini berjalan maka ditahun kedua
Gapoktan dapat mengembangkan dana usaha tersebut melalui kegiatan simpan
pinjam anggota. Apabila inipun berjalan baik dan Gapoktan dinilai mampu, maka
diharapkan ditahun ketiga Gapoktan dapat membentuk LKM-A. Hal ini dapat
membuka peluang usaha dan kemitraan lebih luas bagi Gapoktan. Upaya
pembentukan LKM-A ini tentu harus diimbangi dengan pembinaan kelembagaan
secara optimal dan berkesinambungan yang merujuk pemberdayaan petani
annggota kelompok agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
110
Kedua, sasaran Kebijakan. Poin ini membahas tentang siapa sasaran dari
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang.
Sebagaimana keterangan dari I1-1 yang mengungkapkan: “Pelatihannya itu
sebetulnya sebelum cair dari pengurus sudah dilatih PUAP.” (Wawancara pada
hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi
Banten). Berdasarkan wawancara tersebut dijelaskan bahwa sasaran Pembinaan
Kelembagaan Petani pada Program PUAP yaitu pengurus Gapoktan sebelum
pencairan BLM-PUAP.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh I1-2 berikut ini: “Sasaran
pembinaan pengurus, kalau bisa menghadirkan dari anggota, bisa. Hanya ketua,
bendahara saja. Kenapa? karena ketua sebagai yang memberi petunjuk yang
benar dari segi administrasinya.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari
2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten). Menurut pernyataan
tersebut, sasaran prioritas adalah pengurus khususnya ketua.
Pernyataan lainnya diungkapkan oleh I4 yang menyatakan sasaran kebijakan
adalah Gapoktan yang sudah dikukuhkan atas sepengetahun dan pengajuan dari
UPT Pertanian di Kecamatan. Berikut adalah pernyataan I4: “Gapoktan, yang
sudah mempunyai surat pengukuhan, diajukan oleh UPT Kecamatan.”
(Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor Dinas
Pertanian Kota Serang).
111
Ditambahkan pula oleh I6-1 bahwa sasaran program adalah betul-betul
masyarakat yang bergerak di bidang agrbisnis baik on farm maupun off-farm
sebagaimana pernyataaan I6-1 yaitu: “Masyarakat yang menerima PUAP,
masyarakat yang betul-betul bergerak di bidang agribisnis pertanian ada on
farm, ada off farm.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul
09:30 WIB, Cipocok). Pernyataan dalam wawancara tersebut tentu memberikan
gambaran bahwa sasaran kebijakan ini tidak boleh diluar ketentuan yang telah
ditetapkan. Sasaran kebijakan adalah petani anggota yang tergabung dalam
Gapoktan penerima PUAP diperuntukkan untuk pengembangan usaha agribisnis.
Sementara itu, sikap pesimisme diungkapkan oleh PMT Kecamatan Serang
yang mana menurutnya bahwa sasaran kebijakan belum tepat sasaran. Ditemui
salah satu pengurus Gapoktan yang tidak berkecimpung di bidang pertanian
namun terpilih sebagai pengurus Gapoktan. Terpilihnya orang tersebut dapat juga
karena orang tersebut merupakan salah satu orang berpengaruh di Desa bukan
karena memang kapasitasnya yang murni menekuni pertanian. Berikut adalah
pernyataan I5-2:
“Sasarannya penerima PUAP. Kalau kesesuaian syarat administrasi terpenuhi. Bapak Rohimi bukan petani, dia pengurus Yayasan karena waktu pembentukan Gapoktan forumnya di Desa, sebagai orang yang tertua, orang yang punya pengaruh dijadikan ketua Gapoktan”. (Wawancara pada hari Kamis, 23 Oktober 2013, Pukul 16:15 WIB, Cipocok).
Gambaran pada wawancara tersebut didukung dengan adanya data yang
diperoleh peneliti mengenai gambaran pengurus Gapoktan di Kecamatan Serang,
dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut:
112
Tabel 4.16 Gambaran Pengurus Gapoktan di Kecamatan Serang
No Nama
Gapoktan Ketua Pekerjaan
Tahun PUAP
Desa/ Kelurahan
1 Tunas Abadi Mamad Asyari Sekretaris Camat di Ciruas
2009 Sukawana
2 Pelita Tani Mansur Petani Padi 2010 Kaligandu
3 Kadaka Yadi Sutaryadi Budidaya Bonsai 2010 Lontar Baru
4 Jaya Tani Mandiri
Rohimi, S.E., S.Pd
Pengurus Yayasan di lingk. Terondol
2010 Terondol
5 Barokah Abdul Salam Peternak Kambing dan Sapi Potong
2010 Lopang
6 Setia Tani M. Sholeh Peternak Kambing dan Sapi Potong dan Penjual bibit tanaman
2010 Cimuncang
7 Cipari Ichsan Kepala Sekolah SLTA Cipari
2011 Cipare
8 Karya Bahagia Tani
Makmun Murod Konsultan PNPM Mandiri
2008 Sumur Pecung
9 Karya Bersama
M. Usman Petani Padi dan Sayuran 2009 Unyur
(Sumber : Peneliti, 2013).
Dari tabel 4.16 diketahui dari 9 pengurus Gapoktan penerima PUAP di
Kecamatan Serang, 4 diantaranya tidak murni berkecimpung di pertanian. Dengan
demikian berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa sasaran
Pembinaan Kelembagaan Petani adalah anggota Gapoktan Penerima PUAP.
Namun pada pelaksanaannya masih ditemui pengurus Gapoktan terpilih bukanlah
orang yang secara kapasitas menekuni bidang pertanian.
113
Ketiga, Bentuk Kebijakan. Berkenaan dengan bentuk dari Pembinaan
Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (PERMENTAN) Nomor 273
Tahun 2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani merupakan tugas
pokok dan fungsi dari Penyuluh. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan
oleh I1-1 berikut:
“Kewenangan penyuluh salah satu indikatornya dibuat Permentan nomor 273. Kalau kita Provinsi konsennya yang masuk baru, daftar nominasi sementara yang baru dari Kementerian. Ada pra ada pasca (pembinaan PUAP).” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dari wawancara tersebut, diketahui bahwa Pembinaan Kelembagan Petani
pada Program PUAP dilakukan baik pra maupun pasca pencairan dana PUAP.
Dalam hal ini tupoksi dari Tim Pembina PUAP Provinsi Banten lebih pada pra
pencairan dana PUAP, yaitu verifikasi kelengkapan dokumen usulan Gapoktan
Penerima PUAP dari Kabupaten/Kota dan verifikasi lanjutan Daftar Nominasi
Sementara (DNS) dari Kementerian Pertanian.
Selain iu dalam penugasan PMT dalam melakukan verifikasi RUA dan
RUK masih dinilai belum optimal, karena adanya ketidak sinkronan antara RUA,
RUK dan RUB. Seringkali tugas Tim Pembina PUAP Provinsi Banten yang
seharusnya hanya memverifikasi RUB saja akhirnya harus kembali melakukan
pengecekan RUA, RUK. Hal ini yang kemudian dinilai cukup merepotkan apabila
Tim Pembina Provinsi Banten juga harus dibebani pekerjaan pembinaan Gapoktan
di lapangan.
114
Hal tersebut sebagaimana pernyataan I1-1 berikut:
“Tugas kami disini adalah memverifikasi dulu artinya kelengkapan daripada dokumen-dokumen RUA, RUK, RUB kadang-kadang tidak sinkron, tugas kita hanya verifikasi RUB akhirnya kembali ke RUA, RUK. Jangankan membina langsung pada kelompok yang sudah berjalan, pengusulan dokumen saja masih ada yang salah.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa untuk pelatihan pengurus pra pencairan
dana PUAP 1 minggu sebelumnya, Tim PUAP Pusat dalam hal ini adalah
Direktorat Jenderal Pembiayaan Sarana dan Prasarana Pertanian (Ditjen PSP),
Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Balai Besar Pelatihan Hewan.
Pelatihan yang dilakukan mencakup segala bentuk pelatihan administrasi yang
dibutuhkan untuk Gapoktan. Berikut adalah pernyataan I1-2:
“Prosesnya Gapoktan yang menerima bantuan PUAP sebelum pencairan dilakukan pelatihan yang diberikan kepada ketua, bendahara itu biasanya 1 minggu, sedangkan yang melatihnya itu dari Cinagara Bogor, Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan, bentuk pelatihan segala bentuk administrasi.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
BPTP Provinsi Banten berkoordinasi dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota
juga turut ambil bagian dalam pendampingan terap teknologi pertanian yang
dibutuhkan petani. Hal ini senada dengan yang dinyatakan oleh I2 berikut:
“Melalui pengembangan kelembagaan dengan berkoordinasi dengan pelaksana teknis di Kabupaten/Kota. BPTP menjalankan perannya lebih pada pendampingan teknologi yang dibutuhkan petani tetapi secara tidak langsung merupakan bentuk dari pembinaan kelembagaan petani.” (Wawancara pada hari Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten).
115
Selain itu, didapatkan pula keterangan yang mengungkapkan bahwa
penanganan PUAP di lapangan selama ini sudah dipercayakan kepada BIPP Kota
Serang. Berikut adalah pernyataan I3:
“Verifikasi awal BIPP. Dinas menerima proposal jadinya. Verifikasi PMT dan BIPP setelah itu ke Pusat. Kalau pembinaan bisa dari Pusat BPSDM. Orang Dinas terlalu sibuk dengan pekerjaan. Paling sekedar misalnya PMT mengumpulkan kelompok kita hadir.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa Dinas Pertanian Kota Serang
telah mempercayakan pelaksanaan PUAP pada BIPP Kota Serang. Dinas
Pertanian Kota Serang tidak terlibat banyak dalam teknis di lapangan, khususnya
pembinaan langsung terhadap Gapoktan. Dalam hal ini pihak Dinas Pertanian
Kota Serang hanya sebatas memantau pelaksanaan PUAP dan Pembinaan
Kelembagaan Petani melalui BIPP Kota Serang.
Pelaksanaan PUAP Dinas Pertanian Kota Serang merupakan kewenangan
khusus dari bidang Pertanian dan teknis pelaksanaannya merupakan tugas
daripada Tim Teknis Bidang Pertanian. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan I4 berikut :
“Dinas pertanian yang menangani PUAP bagian Sekretariat bidang pertanian di BIPP, yang terlibat tim teknis bidang pertanian Bapak Udi teknisnya, Ibu Heni Hendrawati ketua, Ibu Sri sekreretaris, ada timnya. Pelatihan ada yaitu tata olah tanah, pendampingan ke masalah keuangan mikro agribisnis, ada LKM-A.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang).
116
Dari wawancara tersebut, diketahui bahwa Tim Teknis PUAP ternyata
minim SDM secara kuantitas karena selain pengurus yang telah disebutkan
sebagai Tim Teknis PUAP tersebut, tidak ada tim lain yang membantu. Sedang
pada pelaksanaannya Bapak Udi sendiri selaku teknis dan kepala bidang pertanian
dan Ibu Sri Redjeki selaku sekretarisnya disibukkan oleh rutinitas pekerjaan dinas
di Kantor. Maka secara otomatis Ibu Heni Hendrawati menangani sendiri PUAP
dengan tim BIPP yang lain, itupun secara kuantitas masih belum memadai.
Pembinaan Kelembagaan Petani dari BIPP Kota Serang dilakukan dalam
bentuk pelatihan di bidang pertanian juga pendampingan Gapoktan ke arah
LKM-A. Pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani Gapoktan Program PUAP
harus sejalan dengan ketentuan Pedoman Umum PUAP. Ada tahapan-tahapan
yang perlu untuk dilakukan dalam rangka mempersiapkan Gapoktan untuk
mewujudkan kemandirian kelembagaan taninya sebagaimana yang diungkapkan
oleh I5-1 berikut :
“Pembinaan Gapoktan sesuai Pedoman Umum didorong yang pertama dari Poktan ke Gapoktan diindikasikan meningkat ke tahap berikutnya ketika Gapoktan mempunyai aturan main salah satunya punya simpanan pokok simpanan wajib. Menjelaskan Gapoktan untuk mempunyai modal walaupun dalam skala kecil dan sudah ada modal dari asal Gapoktan itu sendiri.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Selain itu, ditambahkan pula bahwa untuk pembinaan langsung ke Gapoktan
merupakan tugas dari Tim Penyuluh, dimana Penyuluh Pendamping melakukan
pembinaan teknis pertanian dan PMT untuk administrasi kelembagaan atau aspek
manajerial pegelolaan dana PUAP.
117
Hal tersebut sebagaimana pernyataan I5-1 berikut: “Penyuluh pendamping
memberikan pembinaan untuk teknis. PMT lebih pada administrasi kelembagaan.
Agenda secara sistematis administrasi ditekankan pada aspek manajerial.”
(Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare). PUAP
dalam hal ini juga bersinergi dengan program lain yaitu Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapangan Pengendalian
Hama Terpadu (SLPHT). Hal ini diungkapkan oleh I5-2 berikut: “Program lain
ada SLPTT, ada SLPHT sasarannya penerima PUAP juga sama, jadi sebenarnya
program-program itu saling bersinergi.” (Wawancara pada hari Kamis, 23
Oktober 2013, Pukul 18:20 WIB, Kasemen).
Program SLPTT dan SLPHT merupakan program dari UPT Pertanian
Kecamatan Serang. Program tersebut dinilai cukup membantu dalam menyokong
pengembangan usaha agribisnis petani mencakup pembinaan seperti masalah
budidaya, teknologi tanam dan masalah penanganan hama tanaman. Penyokong
permodalannya disumbang dari dana stimulan program PUAP. Terkait masalah
Pembinaan Kelembagaan Petani program PUAP Pernyataan lainnya juga
diungkapkan oleh I6-2 berikut ini :
“Tidak diatur dalam Pedum, itukan ada operasionalnya kalau diatur pemerintah, berarti siap dana dampingan. Ini masalah, karena ini ikut ke pembinaan rutin penyuluhan pertanian kita punya program sendiri kunjungan ke Kelompok Tani disamping itu ada penyuluhan pertanian diikuti kegiatan PUAP, sekalian kita pembinaannya perkelompok.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
118
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa untuk pembinaan Kelembagaan
Petani pada Program PUAP tersebut tidak ada alokasi anggaran tersendiri. Artinya
tidak ada dana dampingan khusus untuk pembinaan dan memang tidak diatur
dalam Pedoman Uumum PUAP. Pelaksanaannya selama ini ditanggulangi dengan
diikutkan pada program rutin dari UPT Pertanian Kecamatan Serang, SLPTT dan
SLPHT.
Dengan demikian dari hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani pada
Program PUAP di Kecamatan Seranga masih ditemui kendala. Seperti
keterbatasan kuantitas tenaga petugas pembina atau tim teknis, keterbatasan
anggaran operasional pembinaaan ke Gapoktan menjadikan pelaksanaan
kebijakan ini kurang efektif dalam mendorong tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Keempat. Ketersediaan sumber daya yang mendukung kebijakan. Mencakup
Sumberdaya petugas baik dari segi kualitas dan kuantitas, dukungan finansial
maupun teknologi. Dalam pelaksanaannya, Pembinaan Kelembagaan Petani yang
sudah berjalan lebih dahulu memprioritaskan pada peningkatan kapasitas SDM
Pengurus Gapoktan. Hal ini karena keterbatasan kuantitas petugas dari Tim
Teknis maupun penyuluh, sehingga belum mampu meng-cover seluruh Poktan
yang jumlahnya beragam pada masing-masing Gapoktan di setiap Desa.
119
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh I1-1 berikut :
“Karena jumlahnya yang cukup banyak kita berharap SDM yang kita latih, kita didik pengurus inti dahulu, ketua, sekretaris, bendahara. Pelatihan itu dari pusat kita hanya tempat saja. kabupaten mengajukan pematerinya Kejaksaan Negeri, Polres, artinya supaya mereka mengerti tentang hukum.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Pelatihan pengurus Gapoktan tersebut diselenggarakan oleh pusat, Tim
Pembinan PUAP Provinsi Banten dalam hal ini memfasilitasi tempat. Pelatihan
yang ada mencakup sosialisasi program maupun pembekalan program kepada
Pengurus Gapoktan, termasuk pemahaman akan aspek dari segi hukum apabila
dana PUAP tidak disalurkan sebagaimana mestinya. Keterangan mengenai
ketersediaan sumber daya juga diungkapkan oleh I1-2 berikut :
“Kalau berbicara pembinaan PMT kadang-kadang (Gapoktannya) tidak ter-cover kurang SDM. Teknologi tepat guna dilakukan oleh Penyuluh, bantuan teknologi secara fisik tidak ada. Kalau dari provinsi belum pernah secara langsung ke Kecamatan Serang, kalau PMT nya sering kesini Ibu wulan.Yang tahu persis kondisi Kecamatan Serang UPT yang bersangkutan jadi kita tidak tahu kondisi sebenarnya. Pada intinya untuk 2 tahun belakangan ini tahun 2012 Kota Serang sebenarnya tidak menerima PUAP, Sehingga pembinaannya kita serahkan ke tim Teknis Kota. Itu karena Pertama, tidak mengusulkan. Keduanya, dari aspirasipun tidak ada”. (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Wawancara tersebut jelas memberikan gambaran bahwa secara sumber daya
kuantitas tenaga penyuluh, PMT masih dirasa belum mampu mengimbangi jumlah
Poktan disetiap Gapoktan yang tersebar dalam 1 kecamatan. Secara pembekalan
bidang keilmuanpun diberikan kepada Gapoktan melalui tenaga penyuluh yang
tersedia, seperti pembekalan pengetahuan mengenai teknologi tepat guna di
120
bidang pertanian. Namun secara fisik bantuan teknologi khusus PUAP tidak ada.
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten sejauh ini tidak terlibat banyak pada
pelaksanaan pembinaan Gapoktan. Maka segala yang terjadi di lapangan kapasitas
Provinsi tidak banyak mengetahui, yang lebih mengetahui Tim Teknis Kota yang
bersangkutan, PMT setempat, dan UPT Pertanian Kecamatan.
Dipaparkan pula bahwa Kota Serang tahun 2012 sudah tidak ada
penerimaan PUAP lagi, itu karena tidak ada usulan dari Dinas Pertanian Kota
Serang dan tidak ada usulan dari aspirasi anggota dewan dari Daerah
Pemilihannya masing-masing. Untuk dukungan secara teknologi difasilitasi dari
BPTP Provinsi Banten berupa adanya apresiasi Gapoktan untuk pendampingan
teknologi petani, jika secara finansial berupa bantuan permodalan PUAP. Hal
tersebut sebagaimana disampaikan dari pernyataan I2 berikut:
“Aspek dukungan teknologi adanya apresiasi Gapoktan untuk pendampingan teknologi petani. Aspek finansial adanya alokasi dana bantuan usaha kepada Gapoktan melalui PUAP.” (Wawancara pada hari Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten).
Secara kuantitas kurangnya tenaga penyuluh juga juga menjadi kendala
tersendiri dalam pelaksanaan program, idealnya 1 Penyuluh Pendamping 1
Gapoktan, akan tetapi pelaksanaannya tidak demikian. Dan untuk kapasitas SDM
Gapoktan umumnya masih belum memadai, namun dalam rangka pengarahan
Gapoktan menjadi LKM-A tetap upaya tenaga penyuluh mengadakan pelatihan
untuk Gapoktan.
121
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh I5-1 berikut:
“SDM Gapoktan sendiri dilihat dari tingkat pendidikannya di Kecamatan Serang rata-rata SD. Untuk kapasistas SDM segi kuantitas masih kurang, tetapi tenaga teknis ada pelatihan Penyuluh Pendamping bersama PMT yang diarahkan dari sisi penyuluhan teknis untuk mendorong timbulnya LKM-A. Idealnya 1 penyuluh pendamping 1 Gapoktan.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Pernyataan tersebut mencerminkan kapasitas sumberdaya manusia petani di
Kecamatan Serang masih rendah. Hal ini didukung dengan data mengenai tingkat
pendidikan petani di Kecamatan Serang dimana 491 petani tergolong belum
sekolah/tidak tamat SD, dan 343 petani hanya tamat SD/SLTP (Program
Penyuluhan Pertanian, 2012). Data mengenai kelas kelembagaan petani di
Kecamatan Serang juga peneliti dapatkan dari UPT Pertanian Kecamatan Serang
yang dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut:
Tabel 4.17
Keadaan Kelompok Tani di Kecamatan Serang pada tahun 2012
No Kelurahan Kelompok Tani dan Kelas Kelompok Tani
Wanita tani
Asosiasi Pemula Lanjut Madya Utama
1 Serang 8 - - - 2 - 2 Cipare 7 - - - 1 - 3 Sumur Pecung 4 - - - - - 4 Kota Baru - - - -
- - 5 Lopang 3 1 - - - - 6 Cimuncang 6 - - - - - 7 Unyur 5 - 1 1 1 - 8 Sukawana 4 - 2 1 2 - 9 Lontar Baru 5 - - - 1 - 10 Kaligandu 5 1 - - 1 - 11 Terondol 4 1 - - 2 - 12 Kagungan 3 - - - 1 -
Jumlah 54 3 3 2 11 (Sumber : UPT Pertanian Kecamatan Serang, 2012)
122
Dari Tabel 4.14 tersebut, dapat dilihat Kondisi di Kecamatan Serang
menunjukkan paling banyak kelompok tani tergolong di Kelas Pemula 54
kelompok, Kelas Lanjut dan Kelas Madya masing-masing 3 kelompok dan kelas
Utama 2 kelompok, sedang untuk wanita tani berjumlah 11. Hal ini menunjukkan
bahwa secara kelembagaan kelompok tani di Kecamatan Serang sebagian besar
tergolong Kelas Pemula.
Keterangan lainnya diungkapkan oleh I5-2 berikut :
“Kalau dukungan salah satunya adanya PMT, ada pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Dinas. Finansial diberikan dana Rp.100.000.000. Teknologi kita bersinergi dengan kegiatan yang lain, SLPTT.” (Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Selain dukungan dalam bentuk peningkatan kapasitas SDM Petani seperti
pelatihan dan dana stimulan PUAP, dukungan pengetahuan secara teknologi
merupakan bagian dari adanya sinergi program SLPTT dan SLPHT. Sedangkan
untuk bantuan teknologi secara fisik yang membantu kegiatan agribisnis petani
dari PUAP memang tidak ada, tetapi tetap ada ruang bagi petani untuk
memperoleh bantuan teknologi secara fisik dari program lain yang disesuaikan
dengan RUK nya. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh I6-2 berikut:
“Untuk teknologi difasilitasi dimana bantuan teknologi kita usulkan sesuai
dengan RUK, itupun kalau mendapat sebagian alokasi anggaran karena ada
keterbatasan anggaran.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul
11:10 WIB, Cipocok).
123
Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa ketersediaan sumber daya yang mendukung berjalannya kebijakan dapat
dikatakan belum efektif. Meskipun secara dukungan keilmuan budi daya pertanian
sudah dinilai cukup memadai dalam mendorong pengembangan usaha agribisnis
petani, dan dalam pelaksanaannya harus bersinergi dengan SLPTT dan SLPHT,
namun masih banyak yang perlu di optimalkan dari ketersediaan sumber daya
lainnya seperti keterbatasan smuberdaya Petugas dan sumberdaya Gapoktan,
dukungan finansial dalam bentuk dana pendampingan untuk operasional program
yang juga belum memadai.
Kelima. Peran serta sasaran kebijakan. Menurut keterangan wawancara yang
didapat diketahui bahwa partisipasi Gapoktan dinilai cukup baik dilihat dari
intensitas keaktifannya. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkannya I4
berikut:
“Alhamdulillah (Gapoktan) sekarang sudah mulai mengerti, bahkan sudah membuat progam kalau ada pelatihan selalu diterapkan, paling sering mengikuti pelatihan itu Bapak Jainul Barokah, Bapak Abdul Salam, Bapak Usman itu apapun kegiatannya selalu aktif.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang).
Dari wawancara tersebut disebutkan ada 2 Gapoktan yang selalu aktif
mengikuti kegiatan dari Kecamatan Serang yaitu Bapak Abdul Salam dan M.
Usman. Secara umum Partisipasi Gapoktan penerima PUAP cenderung
mengalami penurunan.
124
Seperti yang diungkapkan I5-2 berikut:
“Kalau di pertemuan Gapoktan diawal sebulan sekali mereka, minimal pertemuan kesini-sini tidak. Mereka bertemu paling ketika ada undangan dari dinas atau dari UPT terkait dengan program, bantuan.” (Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Menurut wawancara tersebut dijelaskan bahwa partisipasi Gapoktan
penerima PUAP aktif ketika awal program PUAP, tepatnya menjelang pencairan
BLM-PUAP. Perkembangan selanjutnya menunjukkan penurunan partisipasi.
Sedangkan dari laporan PMT yang dirilis sampai pada bulan Mei 2013 ada 4
Gapoktan yang masih aktif di Kecamatan Serang. Sebagaimana dapat dilihat pada
tabel 4.18 berikut :
Tabel 4.18
Daftar Gapoktan Aktif di Kecamatan Serang Per Mei 2013
No Nama Gapoktan Desa/ Kelurahan Aktifitas
1 Tunas Abadi Sukawana Aktif
2 Pelita Tani Kaligandu Tidak Aktif
3 Kadaka Lontar Baru Tidak Aktif
4 Jaya Tani Mandiri Terondol Tidak Aktif
5 Barokah Lopang Aktif
6 Setia Tani Cimuncang Tidak Aktif
7 Cipari Cipare Aktif
8 Karya Bahagia Tani Sumur Pecung Tidak Aktif
9 Karya Bersama Unyur Aktif
(Sumber : Penyelia Mitra Tani Kecamatan Serang, 2013).
125
Kondisi sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, didukung pula oleh
pernyataan I6-1 berikut : “Setelah mendapatkan dana itu intensitas pertemuan
semakin menurun, Berjalan 1-2 tahun masih bergulir dan selanjutnya mereka itu
masih kurang menyadari.” (Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB,
Cipocok). Dijelaskan dari keterangan tersebut, bahwa partisipasi Gapoktan
terbilang cukup aktif sekitar 1 tahun berjalan program PUAP. Selanjutya
kesadaran masyarakat cenderung kurang untuk terus terlibat aktif didalam
pengembangan kelembagaan tani tersebut, hal ini dapat dilihat dari penurunan
partisipasi anggota Poktan dalam pembinaan yang dilakukan.
Keterangan tersebut diperkuat lagi berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan para pengurus Gapoktan yang ada di Kecamatan Serang. Seperti apa yang
diungkapkan oleh I7-1 berikut: “Sementara saat ini saya tidak terlalu aktif di
pertanian karena sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ciruas, Sekretaris Desa.”
(Wawancara pada hari Senin, 24 September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana).
Menurut keterangan I7-1 bahwa dirinya saat ini sudah tidak begitu aktif pada
mengikuti kegiatan PUAP, sehubungan dengan kesibukan profesinya diluar
sebagai Sekretaris Deda di Ciruas.
Hal serupa juga diungkapkan oleh I7-2 berikut: “Antusias saat pembagian.
Sudah tidak ada pertemuan kelompok lagi..” (Wawancara pada hari Jumat, 18
Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB, Kaligandu). Ditambahkan pula dari keterangan
I7-2 bahwa saat ini Gapoktannya sudah tidak aktif dimana tidak ada lagi pertemuan
kelompok di Gapoktannya, antusiasme anggota hanya ketika pencairan BLM-
PUAP.
126
Kondisi yang lebih spesifik dijelaskan oleh I7-6 berikut :
“Sedikit tenggelamnya karena pendekatan PMT dikasih harapan tapi tidak ada realisasi ketika flu burung katanya diganti. Laporan-laporan tapi tidak ada lanjutannya akhirnya Bapak Bobby mau datang malu sendiri. Jadinya sekarang-sekarang jarang kesini. Dari Dinas kurang peran sertanya sendiri kalau tidak di telpon, tidak.” (Wawancara pada hari Senin, 11 November 2013, Pukul 11:00 WIB, Petir).
Pada wawancara tersebut, informan menjelaskan bahwa salah satu sebab
mengapa anggotanya tidak aktif, karena ada unsur kekecewaan anggota terhadap
PMT dan Dinas terkait dianggap kurang responsif dalam menangani permasalahan
mereka. Sebab dari ganti kerugian yang mereka ajukan ke Dinas terkait, melalui
PMT akibat wabah flu burung yang menjangkiti ternak bebek mereka tidak juga
kunjung terealisasi.
Tidak hanya itu, faktor lain yang dinilai membawa pengaruh terhadap
kurangnya partisipasi Gapoktan ini diantaranya adalah adanya efek ikut-ikutan
dari anggota Poktan yang sejak awal tergolong aktif, namun karena melihat ada
anggota lain yang tidak membayar dan ternyata tidak ada konsekuensi tegas,
akhirnya anggota yang aktif pun jadi ikut menilai tidak perlu untuk membayar
bantuan modal PUAP, akhirnya meninggalkan hutang. Hutang inilah yang
kemudian menjadi penyebab anggota jadi turut tidak aktif karena menghindari
penagihan. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh I7-7: “Awal-awal
aktif, kesini-sini macet, kadang-kadang kalau melihat teman begitu ikut-ikutan.”
(Wawancara pada hari Jumat, 22 November 2013, Pukul 11:00 WIB, Cipare).
127
Dari wawancara yang telah paparkan sebelumnya diketahui bahwa
sebagian besar Gapoktan di Kecamatan Serang menunjukkan kondisi yang hampir
sama, bahwa dari segi partisipasi cenderung menurun, Akan tetapi kondisi
sebaliknya justru dialami oleh Gapoktan Karya Bersama dimana dari anggotanya
masih dinilai aktif partisipasinya. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan
oleh I7-9 berikut: “Aktif, apalagi ada PUAP jadi semakin maju.” (Wawancara pada
hari Sabtu, 01 November 2013, Pukul 09:00 WIB, Unyur).
Denngan demikian, berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat
disimpulkan bahwa partisipasi sasaran program dalam Pembinaan Kelembagaan
Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang, sebagian besar partisipasinya
aktif ketika diawal program pencairan BLM-PUAP ditahun pertama program.
Perkembangan berikutnya partisipasi cenderung menurun dan banyak yang sudah
tidak aktif.
Keenam, Perkembangan kebijakan. Poin ini membahas mengenai
perkembangan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di
Kecamatan Serang. Tujuan akhir dari Pembinaan Kelembagaan Petani pada
Program PUAP adalah dalam upaya membangun lembaga tani yang kuat dan
mandiri, LKM-A adalah sebagai wujud/hasil yang diharapkan dari proses
pembinaan anggota tani. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan Tim Pembina tercatat selama kurun waktu 5 tahun berjalannya program
PUAP sejak tahun 2008 sampai 2013 dari 1535 Desa dari 154 Kecamatan yang
menjadi sasaran program PUAP di Provinsi Banten yang menjadi LKM-A baru
ada 54.
128
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-1 berikut:
“PR kita sedikit lagi dari 1535 desa dari 154 kecamatan, yang menjadi LKM-A baru 54. Perlu ada perbaikan seperti kelengkapan dokumen, artinya dokumen lebih sederhana tapi mudah dimengerti, karena memang petani adalah praktisi. Kemudian adminsitrasi PUAP jangan terlalu banyak yang sederhana.. Kemudian (penerimaan Gapoktan usulan PUAP) lebih selektif.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dari wawancara tersebut diketahui sedikitnya LKM-A yang terbentuk
mengisyaratkan perlunya perbaikan pelaksanaan PUAP dalam berbagai aspek.
Namun yang perlu digarisbawahi dari pernyataan informan diatas, menyebutkan
bahwa proses pengajuan usulan Gapoktan penerima PUAP masih dinilai kurang
selektif dalam artian secara kualifikasi banyak Gapoktan yang kurang memenuhi
syarat untuk menerima program PUAP. Pernyataan lainnya dijelaskan pula oleh
I1-2 berikut :
“Kalau perkembangan PUAP sampai tahun ini kalau dari laporan bagus, tapi kenyataan di lapangan tidak semua benar. Sebenarnya dana itu ada di masyarakat. Kalau di laporan itukan ada real-real saja dananya ada Rp.100.000.000; memang ada, di masyarakat. Tapi dari masyarakat sendiri untuk perkembangan PUAP banyak yang macet karena tidak ada pengembalian.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Sebagaimana wawancara diatas, diketahui bahwa untuk Perkembangan
PUAP dapat dilihat dari laporan pembukuan adminsitrasi Gapoktan yang laporkan
melalaui PMT. Berdasarkan laporan tersebut secara umum memang baik tapi apa
yang dilaporkan sebenarnya tidak sama dengan realitas di lapangan karena
perputaran modal Gapoktan itu banyak yang masih di anggota belum semua
129
terserap kembali masuk kas Gapoktan karena pada kenyataannya banyak yang
mengalami stagnasi pembayaran dari anggota. Dari laporan administrasi Gapoktan
diketahui perkembangan aset Gapoktan merupakan perputaran dari usaha
agribisnis maupun simpan pinjam Gapoktan, dimana nilai aset Gapoktan yang
tercatat pada laporan bukanlah nilai real kas Gapoktan yang sesungguhnya, sebab
akumulasi aset Gapoktan tersebut merupakan nilai total dari kas, bank, sisa
angsuran anggota, jasa yang belum diterima Gapoktan dari simpan pinjam,
termasuk inventaris Gapoktan. Anggota yang terkendala pengembalian pinjaman
pembiayaan BLM-PUAP dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut:
Tabel 4.19 Perkembangan Aset Gapoktan pada Oktober 2013
No Nama Gapoktan Desa/ Kelurahan
Aset Awal (p)
Aset Saat Laporan (Rp)
Sisa Angsuran (Rp)
1 Tunas Abadi Sukawana 100.000.000 103.000.000 86.800.000
2 Pelita Tani Kaligandu 100.000.000 104.717.910 72.945.000
3 Kadaka Lontar Baru 100.000.000 100.000.000 107.595.000
4 Jaya Tani Mandiri Terondol 100.000.000 104.000.000 56.100.000
5 Barokah Lopang 100.000.000 109.281.700 106.500.000
6 Setia Tani Cimuncang 100.000.000 96.300.000 96.500.000
7 Cipari Cipare 100.000.000 100.644.358 53.250.000
8 Karya Bahagia Tani Sumur Pecung 100.000.000 100.400.000 98.002.850
9 Karya Bersama Unyur 100.000.000 110.227.276 88.937.500
(Sumber : PMT Kecamatan Serang, 2013)
Dari tabel 4.16 tersebut diketahui sisa angsuran Gapoktan di Kecamatan
Serang masih tergolong tinggi. Selain itu, mengenai perkembangan PUAP juga
dilihat dari laporan yang masuk ke Tim Pembina PUAP Provinsi dari 19 LKM-A
130
yang ada di Kota Serang, 2 diantaranya ada di Kecamatan Serang. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh I1-2 berikut:
“Di Kecamatan Serang ada 2 Desa (LKM-A) Unyur dan Desa Lopang, tahun 2009 dan tahun 2010 terbentuknya, di Kota Serang ada 19. Memang diharapkan 2-3 tahun terbentuk LKM-A, sehingga PMT dan Tim membentuk LKM-A walaupun proses keuangan ini tidak berjalan 100%.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Diterangkan pula target pembentukan LKM-A idealnya 2-3 tahun
berjalannya program PUAP, LKM-A merupakan ukuran keberhasilan Pembinaan
Kelembagaan Petani Program PUAP, sehingga mengejar ukuran tersebut, PMT
cenderung menargetkan agar Gapoktan binaannya menjadi LKM-A meskipun
secara laporan keuangan tidak berjalan 100%.
Sedangkan untuk pelaporan perkembangan Gapoktan BPTP Provinsi Banten
diberi kewenangan dari pusat, maka pelaporan dan segala hal yang menyangkut
teknis tugas dari PMT merupakan lingkup kewenangan BPTP Provinsi Banten
untuk memonitor pelaksanaan pembinaan maupun pelaporan dari PMT. Tim
Pembina Provinsi selama ini tetap berkoordinasi dengan BPTP Provinsi Banten
untuk memantau perkembangan program PUAP. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh I1-2 berikut:
“Dari segi teknis laporan itu terus terang adanya di BPTP. Karena kebetulan yang dipercaya oleh Pusat langsung menangani pembinaan PMT, menyangkut proses keuangan melalui BPTP, kita koordinasi melalui BPTP juga.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
131
Untuk pelaporan selain diserahkan ke BPTP juga perlu diketahui Tim
Teknis Kota, Dinas Pertanian Kota Serang. Namun dari Dinas Pertanian Kota
Serang selama ini sudah mempercayakan penuh melaui BIPP Kota Serang, maka
pelaporan PMT pun selama ini hanya sampai di BIPP Kota Serang. Hal tersebut
sebagaimana pernyataan I3 berikut ini: “Sudah diserahkan ke BIPP. Jadi laporan
sekedar tahu saja Dinas, tapi biasanya ke BIPP.” (Wawancara pada hari Kamis,
13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Sedangkan menurut BIPP Kota Serang menerangkan bahwa Kota Serang
terakhir menerima PUAP di Tahun 2011 namun di Kecamatan Serang dari 12
kelurahan ada 3 kelurahan yang belum menerima PUAP. Kelurahan tersebut
diantaranya adalah Kagungan, Serang dan Kota Baru. Berikut pernyataan I4 :
“Kalau masalah dananya digulirkan atau tidaknya kelihatan dari buku-buku yang ada dipegang oleh Poktan, Gapoktan. Masalah administrasi dilihat dari buku kas umum dan kas rekening tabungan itu. Untuk Kecamatan Serang hanya 3 lagi yang belum dikeluarkan, tidak diajukan. Karena disini ditujukkannya yaitu untuk potensi masalah bidang Pertanian. Yang belum dapat Kelurahan Kagungan, Serang, Kota Baru yang belum dapat, tahun 2012 masih ada PUAP terakhir.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang.
Pernyataan lainnya diungkapkan oleh I6-2 berikut:
“Di Kecamatan Serang dari 12 kelurahan sejauh ini 9 yang sudah terdaftar bertahap dari 2008. Tinggal 3 Kelurahan Serang belum. Di Kecamatan Serang ada 2 LKM-A Bapak Usman di Unyur, dan Sukawana Bapak Mamad.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
132
Pada wawancara tersebut, disebutkan bahwa di Kecamatan Serang sudah
ada 2 LKM-A yang terbentuk yaitu Bapak M. Usman di Unyur dan Bapak Mamad
Asyari di Sukawana. Disebutkan pula bahwa di Kecamatan Serang dari 9
Gapoktan 1 menjadi Gapoktan model sebagai percontohan untuk Gapoktan
lainnya yaitu Gapoktan Karya Bersama yang diketuai oleh Bapak M. Usman.
Berikut adalah pernyataan I5-1: “Pencapaian target di Kecamatan Serang ada 1
dari 9 yang menjadi Gapoktan model, yaitu Gapoktan Bapak Usman.”
(Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Pernyataan lainnya juga diungkapkan oleh I5-2 berikut:
“Ditahun kedua bahkan ada peraturan yang dibuat oleh Dinas diluar dari kebijakan Pusat tidak boleh pengurus itu adalah Perangkat Desa. Hanya tetap ada saudaranya, ada saja yang begitu. Dari 9 Gapoktan hanya 1 yang berjalan kita ketemu di acara-acara yang mereka akan dapat program lain. Yang jadi permasalaan kalau diundangnya untuk kegatan PUAP mereka tidak datang karena takut ditanya, Paling Bapak Usman yang sudah menjadi LKM-A, sama Bapk Mansur yang masih rutin.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Oktober 2013, Pukul 18:20 WIB, Kasemen).
Pada wawancara terseebut dijelaskan bahwa peraturan dari Dinas Teknis
PUAP tidak diperkenankan pengurus Gapoktan adalah Perangkat Desa. Namun
pada kenyataannya tidak demikian, ada saja ditemui kerabat Gapoktan bahkan
mungkin Gapoktannya sendiri yang menjadi perangkat Desa, yang berarti akses
untuk mendapat berbagai bantuan dari Dinas itu terbuka lebar dan memperkecil
kesempatan bagi Gapoktan lain untuk mendapatkan bantuan serupa. Masih senada
dengan yang diungkapkan PMT sebelumnya, disebutkan pula bahwa dari 9
Gapoktan yang ada di Kecamatan Serang 2 yang masih aktif, dimana 1
133
diantaranya menjadi LKM-A yaitu Gapoktan Bapak M.Usman. Sedangkan yang
lain kurang aktif, dimana secara keorganisasian PUAP mereka cenderung
menghindari pertemuan PUAP karena khawatir ditagih. Masalah serupa juga
dijelaskan oleh I5-2 berikut :
“Gapoktannya tidak melaksanakan keorganisasiaannya jadi uang itu adanya di kelompok-kelompok. Banyak juga ternyata ketua kelompoknya jadi misalnya sudah perguliran dari anggota sudah mengembalikan, sama ketua kelompok ini karena ketua Gapoktannya juga tidak diharuskan akhirnya dimakanlah sama ketua kelompok, jadi anggota terkadang ada yang sudah membayar tidak dapat lagi, karena uangnya sudah di makan sama ketua kelompok”. (Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Menurut Keterangan wawancara diatas, diketahui bahwa permasalahan
stagnasi pengembalian dana BLM-PUAP ini terjadi di Poktan. Dimana ditemui di
lapangan masalahnya adalah ketua Poktan tidak menyetorkan angsuran anggota ke
Gapoktan, terlebih sebagai bantuan sosial PUAP ini tidak diikuti dengan sanksi
tegas bagi anggota yang tidak mau komitmen dalam pengembalian, seakan tidak
ada keharusan dari Gapoktan untuk pembayaran angsuran permodalan PUAP
tersebut. Sehingga berakibat pada dana yang seharusnya dapat dipergulirkan
kembali ke anggota ternyata tidak dapat dipergulirkan.
Dijelaskan pula mengenai perkembangan PUAP di Kecamatan Serang dari
9 Gapoktan Penerima PUAP yang kondisinya mengalami kemacetan total adalah
Gapoktan Karya Bahagia Tani yang di Ciloang, Kelurahan Sumur Pecung.
Menurut keterangan wawancara yang dilakukan peneliti, dijelaskan bahwa
Pengurusnya sulit untuk ditemui.
134
Hal tersebut diungkapkan oleh I6-1 berikut:
“Perkembangan PUAP di Kecamatan Serang memang agak tersendat, di Serang itu yang macet total yang di Ciloang. Masih dalam pembinaan, pusat sudah tahu. Jadi kami pembinaan tidak kurang tapi karena mungkin orangnya susah ditemui, tugas. Saya belum tahu persis macetnya seperti apa karena tali komunikasinya terputus dengan dia susah untuk menemui.” (Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
Gapoktan di Ciloang tersebut merupakan usulan dari aspirasi anggota
dewan, bukan melalui Kecamatan. Gapoktan di Ciloang merupakan orang yang
juga memprovokatori dana PUAP sebagai dana hibah. Diungkapkan pula bahwa
dari pihak kecamatan selama ini membiarkan persoalan di Ciloang, karena tidak
mau terlibat konflik dengan anggota dewan tersebut. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh I6-2 berikut:
“Yang benar-benar macet Ciloang itu dari aspirasi. Awal-awalnya yang ekstrim yang provokator menggembar gemborkan itu dana hibah. Kecamatan tidak dilihat jadi terlalu banyak anggaran yang dijadikan aspirasi oleh dewan. Kebetulan memang di sana ada orang Dewan kita cari yang aman saja nanti ada konflik.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
Informasi mengenai Gapoktan Karya Bahagia Tani tersebut juga
diungkapkan oleh I7-1 berikut: “Ciloang ketua kelompoknya saja puluhan juta
pengurusnya juga.” (Wawancara pada hari Senin, 24 September 2013, Pukul
10:00 WIB, Sukawana). Dari informasi tersebut diketahui bahwa Pengurus
Gapoktan Karya Bahagia Tani alokasi dana pembiayaan permodalan PUAP lebih
banyak di Pengurus dan Ketua Gapoktan dibanding anggotanya.
135
Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani masih belum berjalan baik.
Sebab banyak ditemui indikasi yang mengarah pada belum optimalnya
perkembangan kebijakan seperti masih ditemui masalah satgnasi perguliran dana
PUAP di Gapoktan, LKM-A yang berlum berjalan, ketidaksesuaian aturan main
dengan kondisi di lapangan terlihat dari masih ditemuinya pengurus Gapoktan
yang merupakan Aparat Desa atau yang bukan dari bidang pertanian dan berbagai
masalah lainnya.
Ketujuh, Kendala pelaksanaan kebijakan. Poin ini membahas mengenai
kendala dalam pelaksanaan Program PUAP di Kecamatan Serang. Menurut
keterangan dari Tim Pembina PUAP Provinsi Banten secara umum kendala yang
ditemui di lapangan itu hampir sama antara daerah satu dengan lain. Hal tersebut
diungkapkan oleh I1-1 berikut:
“Kendala diantaranya : (1) stagnasi SPP karena sanksi yang kurang dari kelompok; (2) Petani mungkin tamatannya SD kurang pengertian; (3) Menurut Undang-Undang nomor 16 tahun 2012, 1 penyuluh 1 desa, ini 1 banding 1 kecamatan. Yang pasti pendamping itu kekurangan tenaga, sekarang saja 1 Provinsi 1151 yang menerima PUAP tenaga hanya 242 data 2008 sampai 2012. Wilayahnya sekarang 1 penyuluh 1 Kecamatan. Penyuluh tugasnya bukan PUAP saja dia harus mensukseskan ketahanan pangan, seharusnya PMT spesifik PUAP. Sekarang jumlah penyuluh PNS saja 242 orang dari jumlah 1535 Desa; (4) Penugasan PMT kadang-kadang tidak satu jalur Pembagian wilayah ini yang belum jelas. Kadang berprinsip team work 2 orang. Ini juga kendala, tidak tepat sasaran; (5) Antara penyuluh dan PMT ada salah pengertian, disinergikannya sangat sulit sama kita. Kita mau membina susah karena PMT bukan dibawah kita. Ini yang ribet PMT diangkat oleh Kementerian, tapi disisi lain ada program PUAP, yang melekat di masyarakat Banten, penyuluh bukan kewenangan Dinas Pertanian, Jadi kita kalau pembinaan tidak bisa besifat instruksi, paling saran saja; (6) Dana operasionalnya, kurang, menyurutkan motivasi dia (tim penyuluh) dalam membina.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
136
Berdasarkan wawancara tersebut, disebutkan 3 kendala dalam pelaksanaan
program PUAP bagi petugas teknis seperti: (1) Kurangnya SDM tenaga penyuluh,
idealnya 1 penyuluh 1 Desa, kenyataannya 1 penyuluh 1 Kecamatan. Sejak 2008
hingga 2012 tercatat 1151 penerima PUAP di Provinsi Banten. Tenaga Penyuluh
242 orang dengan jumlah 1535 Desa yang ada di Provinsi Banten; (2)
Pembagian wilayah Kerja PMT kurang efisien; (3) Sulitnya mensinergikan PMT
dan Penyuluh Pendamping; (4) Kurangnya dana operasional pembinaan.
Sedangkan 2 diantaranya merupakan kendala yang ada di Gapoktan yaitu: (1)
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk pengembalian PUAP; (2) Kurangnya
SDM Petani.
Pernyataan lainnya juga diungkapkan oleh I1-2 berikut:
“Adanya kecemburuan sosial antara Penyuluh Pendamping dan PMT. Dari Penyuluh bahwa yang lebih berhak menangani PUAP adalah PMT, karena pengetahuannya melekat di PMT. Masalah PMT sama penyuluh honor. PMT hampir 4 jutaan yang ini (penyuluh pendamping) di honorin sama pemerintah juga tapi bukan dari PUAP, kalau PNS tidak ada honor tapi kalau tenaga honor THL di honorin tapi bukan dari honor PUAP hanya pemerintah menitipkan program. Tapi kalau PMT yang dilatih PUAP, tapi di lapangan konsentrasi pada poktan Penyuluh.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Sebagaimana telah dijelaskan pada wawancara tersebut bahwa salah satu
kendala dalam pelaksanaan program PUAP yaitu sulitnya mensinergikan PMT
dan Penyuluh Pendamping karena berada dibawah kewenangan Instansi yang
berbeda. Dalam pelaksanaan tugas di lapangan terlihat seperti ada saling lempar
137
tanggung jawab, dimana Penyuluh Pendamping merasa bahwa PMT merupakan
tenaga penyuluh yang khusus diangkat, dilatih dan mendapat honor khusus PUAP
untuk membina Gapoktan, sedang penyuluh pendamping tidak demikian.
Keterkaitan Penyuluh Pendamping dalam hal ini sebagai pelaksana tugas rutin
penyuluhan UPT Pertanian Kecamatan setempat, posisinya hanya mendampingi
PUAP mengingat banyak program Penyuluhan dari Dinas pertanian lainnya yang
juga menjadi rutinitas pekerjaan Penyuluh.
Masih terkait kendala program, pernyataan lainnya juga diungkapkan oleh
Penyuluh Pendamping Kecamatan Serang. Berikut adalah pernyataan I6-1:
“Kendala diantaranya : (1) lebih pada kemauan Gapoktan terkait dengan tingkat keseriusan mereka untuk mengikuti pembinaan; (2) Dari pusat adanya program tersebut tidak didampingi dengan operasionalnya; (3) Keterbatasan tenaga pendamping dalam melakukan pengawasan terhadap jumlah Gapoktan dan Poktan yang bervariasi. Masalah keterbatasan SDM itu karena ada ketidak tegasan penempatan tenaga penyuluh yang seharusnya ke lapangan tetapi mereka dipakai oleh Dinas sebagai tenaga administrasi padahal kuota perekrutan CPNS awalnya diperuntukan untuk Penyuluh; (4) waktu itu berbau politik sehingga data itu bukan dari kita langsung dari pusat penetapan dulu baru verifikasi itu yang salahnya. Itu yang pertama tahun 2008”. (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
Menurut wawancara di atas, selain kurangnya kesadaran Gapoktan sebagai
kendala pembinaan Gapoktan itu sendiri, disebutkan juga finansial yang kurang
memadai juga menjadi kendala tim teknis dalam pelaksanaan program. Tidak
dipungkiri adanya program tersebut sejak digulirkan tahun 2008 tidak terlepas
dari unsur politis. Dimana seharusnya Gapoktan penerima PUAP merupakan
usulan dari bawah atas rekomendasi dari UPT Pertanian Kecamatan Serang, tapi
138
ternyata pada pelaksanaannya tanpa sepengetahuan UPT Pertanian Kecamatan,
adanya Gapoktan tersebut merupakan aspirasi anggota Dewan.
Keterangan lainnya juga peneliti dapatkan dari I6-2 berikut ini :
“Kendala diantaranya : (1) dana operasionalnya tidak ada; (2) 3 penyuluh untuk 12 Kelurahan, jadi 1 penyuluh untuk 4 Kelurahan, Ini tidak ideal. Idealnya 2 Desa minimalnya 1 petugas; (2) manajemennya kurang bagus, dari Provinsi mau penyuluhan ke kelompok, harus pakai surat dahulu ke Dinas, Dinas ke UPT kadang-kadang secara prosedur ada tapi kebanyakan tidak; (3) Yang menjalankan PUAP petani miskin rata-rata dan juga bukan petani murni tapi petani penggarap jadi harus mengembalikan hasil garapannya kadang-kadang gagal panen. Gagal panen bukan penyakit saja faktor air karena di kita ada galian pasir/cucian pasir di Cibanten yang limbahnya dibuang ke saluran irigasi itu pada mati semua tanamannya, yang terkena wilayah Unyur, Sukawana, itu baru Kecamatan Serang, belum Kecamatan lain; (4) Kadang-kadang masalah hukum tidak disentuh dalam sosialisasi sehingga mereka tidak takut dan tidak sadar walaupun menyangkut hukum.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok)
Masih sama dengan apa yang diungkapkan informan sebelumnya mengenai
kendala Petugas terkait yang juga mengungkapkan kendala financial dalam
pembinaa. Selain itu, kurangnya Petugas Penyuluh juga menjadi kendala. Lebih
spesifik disebutkan ada 3 Penyuluh Kecamatan, penyuluh tersebut juga
merangkap sebagai Penyuluh Pendamping PUAP untuk menangani 12 Kelurahan,
itu berarti 1 penyuluh menangani 4 kelurahan. Padahal idealnya 1 penyuluh untuk
1 Kelurahan/Desa. Terkait masalah koodinasi Tim Pembina PUAP sering kali
tidak memberikan pemberitahuan terlebih dahulu ketika hendak melakukan
penyuluhan ke Gapoktan, padahal segala sesuatu yang menyangkut kegiatan dan
perkembangan Poktan/Gapoktan harus atas sepengetahuan pihak UPT Pertanian
Kecamatan Serang.
139
Terkait dengan masalah stagnasi pengembalian BLM-PUAP salah satu
penyebabnya adalah gagal panen. Gagal panen tersebut bukan hanya karena faktor
kemarau, melainkan adanya limbah galian pasir yang mencemari Sungai
Cibanten. Pencemaran ini tentu berdampak pula pada penyaluran irigasi di
sekitarnya termasuk di Kecamatan Serang. Sedangkan mengenai kurangnya
kesadaran Gapoktan tidak terlepas dari sosialisasi yang kurang optimal dimana
sanksi hukum kurang disentuh sehingga banyak Poktan yang menganggap sepele
persoalan kemacetan pengembalian dana PUAP.
BIPP Kota Serang ketika diwawancarai terkait dengan kendala program,
berikut pernyataan dari I4:
“Kurang SDM Petugas, sepetti Ibu ini sekarang tidak punya staf, tapi harus tetap ke lapangan Ibu juga sendiri. Kalau Ibu kepanjagan tangan dari dinas. Dinas sendiri kekurangan orang, Kasi tidak punya staf jadi kerja sendiri-sendiri. Penambahan kuota CPNS sudah, nanti ditarik lagi ke dinas ada yang di Provinsi.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang).
Menurut wawancara tersebut diketahui bahwa BIPP Kota Serang mengalami
kekurangan SDM. Diungkapkan pula bahwa Dinas Pertanian Kota Serang juga
kekurangan staf dan banyak Kasi yang tidak memiliki Staf. Upaya penambahan
kuota CPNS sebenarnya sudah dilakukan, namun seringkali ditarik untuk bekerja
di dinas bahkan Provinsi.
140
Terkait kendala juga dialami PMT. Berikut adalah pernyataan I5-1:
“Kendala diantaranya : (1) Beragamnya karakter Poktan juga menjadi kendala, masih adanya perbedaan persepsi Poktan sehingga sulit untuk menyeragamkan persepsi untuk mendorong ke arah LKM-A; (2) Analisa usaha yang buat PMT, itu tidak nyambung (seharusnya anggota yang buat). Tapi kalau anggota yang buat pusing RUA, RUK. Jangan sampai permintaan laporan itu banyak di PMT, karena tugasnya banyak di lapangan teknis dan non teknis. Lebih baik laporan simple tapi dibuat PMT dan jelas”. (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Menurut wawancara diatas disebutkan kendala-kendala yang ada seperti :
(1) Beragamnya karakter Poktan menjadi kendala dalam Pembinaan; (2)
Pembuatan RUA dan RUK yang kurang fleksibel dibebankan kepada Poktan yang
notabennya petani kurang memahami pembuatan laporan RUA, RUK, RUB pada
akhirnya menyulitkan PMT karena seringkali PMT lah yang kemudian harus
membuat laporan-laporan tersebut.
Selain itu dijelaskan oleh PMT adanya kemacetan selain karena pada
masalah pengembangan usaha Gapoktan itu sendiri, juga karena faktor gagal
panen akibat wabah penyakit yang menyerang tanaman petani. Pernyataan
tersebut diungkapkan I5-2 berikut:
“Kalau arahan dari DEPTAN sendiri dari dana itu harus dibagi dimana Gapoktan itu harus punya variasi usaha. ketika mereka gagal panen tidak bisa mengembalikan pinjaman PUAP, yang ada (uang) uintuk mereka modal lagi. Serang sendiri terjadi puso/gagal panen 2 tahun yang lalu mulai dari situ macetnya. Ditambah ada perbaikan irigasi sudah hampir 2 tahun di daerah Pamarayan.” (Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
141
Menurut Keterangan wawancara tersebut diketahui kendala yang ditemui di
Gapoktan yaitu mayoritas Poktan tidak melakukan disverifikasi usaha tani hanya
mengandalkan satu sektor usaha, sehingga ketika gagal panen tidak dapat
menutupi kerugian dari sektor lain, apalagi jika dibebankan untuk mengangsur
bantuan modal PUAP masih belum bisa dilakukan. Adapun penyebab gagal panen
selain karena faktor alam seperti kekeringan juga adanya perbaikan irigasi di
daerah Pamarayan sudah 2 tahun ke belakang, yang selama ini mengairi sawah di
sekitarnya sehingga aliran air tidak mengalir seperti biasanya.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut, dapat disimpulkan mengenai
kendala petugas teknis dalam pelaksanaan Program PUAP diantaranya : (1)
Kurangnya jumlah petugas teknis, Tenaga Penyuluh baik PMT maupun Penyuluh
Pendamping; (2) Partnership antara PMT dan Penyuluh Pendamping kurang; (3)
Dana dampingan untuk operasional pembinaan kurang memadai; (4) Kurangnya
koordinasi antar Tim Teknis dan petugas di lapangan (PMT dan Penyuluh
Pendamping); (5) Beragamnya karakter Poktan menjadi kendala pembinaan; (6)
Pembagian wilayah kerja PMT yang tidak efisien; (7) Kurangnya pengawasan
dari Tim Teknis terkait terhadap pelaksanaan program PUAP.
Sedangkan mengenai kendala di Gapoktan diantaranya : (1) Kurangnya
SDM Gapoktan; (2) Seleksi Gapoktan Penerima PUAP masih dirasa kurang tepat;
(3) Stagnasi Pengembalian dana BLM-PUAP Poktan akibat gagal panen baik
karena faktor iklim dan pencemaran irigasi; (4) Mayoritas Gapoktan tidak
melakukan disverikasi usaha sehingga ketika gagal panen hanya mengandalkan
satu sektor dan tidak dapat menutupi kerugian.
142
Kedelapan, Upaya mengatasi kendala implementasi. Upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasi kendala sebagaimana telah dibahas pada poin tujuh
diatas, berikut adalah hasil wawancara dengan I1-1:
“Upayanya antara lain : (1) Pertemuan dengan masyarakat langsung tidak ada, karena menyangkut resiko anggaran, kita hanya sebatas pengurus. Ke PMT saya katakan pada mereka bahwa itu adalah tupoksi mereka; (2) Sanksi tidak bisa, karena BLM Kecuali kalau ada komitmen di kelompok. Kalau penyelewengan di ketua memang ada konsekuensinya di KUHP, semestinya ada ketentuan di kelompok tani dengan AD-ART; (3) Petani itu adalah orang praktisi bukan orang teoritis. Tidak mau pusing apalagi dengan tulisan banyak yang sulit dibaca. Maka dari itu diberi pendamping, pilih ketua yang bisa untuk diajarkan; (4) Sinergi PMT sama Penyuluh Pendampig dengan menasehati PMT dan Penyuluh. (5) Pengadaan tenaga penyuluh kita sudah berkali-kali mengadakan, tapi itu kewenangan Badan Kepegawaian; (6) Kami selalu berbicara tolong rapikan administrasi (Gapoktan). Penyuluh jangan minta jatah (BLM-PUAP), walaupun dikasih, tolak.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Berdasarkan wawancara tersebut diketahui bahwa upaya yang dilakukan
dalam mengatasi kendala petugas teknis pada pelaksanaan program seperti : (1)
Kendala kurangnya Dana operasional program, maka pembinaan diefektifkan
sebatas pengurus Gapoktan saja. Tim Pembina PUAP juga berusaha memberikan
pemahaman PMT untuk tetap melaksanakan tupoksi sebagaimana mestinya; (2)
Masalah partnership PMT dan Penyuluh Pendamping Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten tetap memberikan pembinaan pada PMT dan penyuluh
pendamping secara invidu dalam rangka memberikan pemahaman keduanya agar
tetap saling berkerja sama; (3) Terkait keterbatasan kuantitas SDM petugas
penyuluh, upaya pengadaan tenaga penyuluh sudah dilakukan namun kewenangan
tetap ada di Badan Kepegawaian Daerah (BKD); (4) Mengenai kurangnya
pemantauan langsung, Tim Pembina Provinsi Banten tetap menghimbau Gapoktan
143
untuk merapikan administrasi, dan menghimbau penyuluh agar tidak meminta
imbalan sepeserpun dari PUAP karena aturannya tidak diperkenankan, hal ini
untuk mengantisipasi adanya pembagian persentasi BLM-PUAP yang bukan pada
tempatnya.
Sedangkan upaya mengatasi kendala di Gapoktan diantaranya : (1) Dengan
beragamnya karakter Gapoktan, Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
menghimbau kepada PMT bahwa melakukan pengarahan harus memahami
Gapoktan sebagai paktisi, yaitu menyesuaikan bagaimana cara yang tepat
mengarahkan Gapoktan disesuaikan dengan karakternya; (2) Kemacetan
perputaran BLM-PUAP dianggota tidak dapat dikenai sanksi hukum sebab PUAP
sebagai Bantuan Sosial, kecuali jika benar ditemui adanya penyelewengan oleh
Pengurus. Itulah mengapa perlu adanya komitmen yang mengikat di Gapoktan.
Perihal mengenai upaya dalam mengatasi kendala pelaksanaan program
PUAP diungkapkan pula oleh I1-2 berikut :
“Upayanya antara lain : (1) Ini menyangkut pembinaan pada intinya lengkapi administrasi. Kalau melakukan usaha agribisnis sesuaikan dengan RUA. Ketua/bendahara Gapoktan itu tidak diperkenankan mengeluarkan uang satu persen pun ke pihak yang tidak berhak menerimanya; (2) Tenaga Penyuluh itu kebijakan pusat, Provinsi tidak ada wewenang penambahan atau mengurangi tenaga hanya sifatnya melaporkan saja. Tambah kita Dinas Pertanian, kalau penyuluh pertanian ada di BIPP; (3) Kita punya dana 13 OP pada saat kegiatan tertentu kita ke lapangan kita bisa menyelipkan pembinaan terhadap PUAP, jadi tidak kaku terhadap anggaran yang ada, kita melakukan pembinaan terhadap penerima Gapoktan pada tahun yang bersangkutan.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
144
Berdasarkan wawancara tersebut disebutkan bahwa upaya dalam mengatasi
kendala petugas teknis pada pelaksanaan program PUAP diantaranya : (1)
Mengenai keterbatasan tenaga penyuluh, Tim Pembina Provinsi Banten tidak
berwenang untuk melakukan pengurangan dan penambahan tenaga penyuluh; (2)
Meski ada keterbatasan anggaran operasional pembinaan tetap PUAP dilakukan
ketika ada kegiatan lain di lapangan dan dengan melakukan prioritas pembinaan
untuk Gapoktan penerima PUAP tahun bersangkutan. Sedangkan upaya terkait
kendala di Gapoktan seperti untuk mengantisipasi pemerasan oknum, dimana
pengurus Gapoktan diminta untuk merapihkan administrasi sesuai dengan RUA.
Pernyataan lainnya diungkapkan oleh I2 berikut :
“Upayanya antara lain : (1) Dengan keterbatasan SDM dalam pembinaan Gapoktan, yaitu dalam satu wilayah ada Gapoktan model untuk dijadikan contoh Gapoktan lainnya; (2) Pembagian tugas supaya jelas karena dari Dinas Provinsi juga ada kewajiban yang harus mereka laksanakan untuk PUAP. BPTP 2 tahun terakhir juga agak keteteran kalau harus meng-handle sendiri akhirnya antara Kepala Dinas dan Kepala Balai kita komunikasi untuk jalan keluar, akhirnya dicarikan solusi dan kerjaan dibagi dua.” (Wawancara pada hari Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten).
Menurut wawancara tersebut, upaya yang dilakukan untuk mengatasi
keterbatasan tenaga penyuluh adanya Gapoktan Model yang dapat dijadikan
percontohan bagi Gapoktan lainnya. Diakui pula oleh BPTP Provinsi Banten 2
tahun terakhir kewalahan meng-handle PUAP oleh karenanya untuk meringankan
tugasnya, adanya pembagian tugas antara BPTP Provinsi Banten dengan Tim
Teknis Kota.
145
Terkait dengan upaya yang dilakukan Dinas Pertanian Kota Serang untuk
mengatasi kendala program, Dinas Pertanian Kota Serang sudah mempercayakan
pelaksanaan teknis di lapangan melalui UPT Kecamatan. Dimana banyak
pekerjaan dinas yang kemudian membuat peran dinas dalam pelaksanaan Program
PUAP kurang optimal. Sebagaimana diungkapkan I3 berikut:
“Sudah percaya pada kepanjangan tangan daripada dinas itu UPT yang ada di Kecamatan, tapi didudukan sebagai pengurus keorganisasian tetap di dinas, kalau ada apa-apa ke bagian kelembagaan Ibu Heni.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Lebih lanjut I3 juga menambahkan pernyataannya sebagai berikut :
“Upayanya antara lain : (1) Mekanisme penerima PUAP yang langsung ke rekening tapi nanti cairkan bertahap, pengambilannya diatur kalau tidak diawasi banyak dibelikannya bukan untuk usaha pertanian. PMT yang mengarahkan; (2) Penyuluh Pendamping sedikit, PMT bekerjasama dengan fungsional Penyuluh ini; (3) Harusnya ada sosialisasi evaluasi dibawa di Gapoktan ketua, wakil bendahara dengan anggota, ini yang belum berjalan.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Pada wawancara tersebut, disebutkan upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kendala petugas teknis di lapangan diantaranya : (1) Mengenai
Pengawasan pengambilan anggaran PUAP agar alokasinya sesuai pengajuan
usaha tani. Dijelaskan pula untuk mengawasi pelaksanaan perguliran dana
permodalan PUAP selain dihadiri oleh aparat desa juga melibatkan Bintara
Pembina Desa (Babinsa); (2) Dalam pelaksanaannya keterbatasan Penyuluh
Pendamping dibantu dengan PMT. Sedangkan kendala di Gapoktan mengenai
146
kurangnya kesadaran Gapoktan terhadap program, maka sosialisasi dan evaluasi
tidak sebatas pengurus Gapoktan tetapi sampai pada anggota.
Masih terkait dengan pengawasan saat pencairan BLM-PUAP yang
melibatkan Babinsa, hal ini dijelaskan pula oleh PMT. Babinsa bertugas menjaga
keamanan dan ketertibam desa yang masuk dalam wilayah teritorial binaan.
Babinsa tersebut turut mengawasi tertib acara ketika pencairan anggaran,
termasuk mengundang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Wartawan,
meskipun diakui ada saja LSM dan Wartawan “bodong” alias bohong-bohongan,
setidaknya menjadi peringatan bagi masyarakat jika dana tersebut tidak
dipergulirkan sebagaimana mestinya. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan
oleh I5-2 berikut :
“Sekarang mulai ada beberapa bantuan yang sudah sampai melibatkan Babinsa, yang membedakan aturannya mainnya jadi pembelian ini harus disaksikan oleh aparat desanya. Jadi nanti kaya perjanjiannya sekarang diawasi oleh LSM/Wartawan. Yang bermain itu LSM dan Wartawan kebanyakan kan bodong. Cuma ada takutnya juga si Petani.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Oktober 2013, Pukul 18:20 WIB, Kasemen).
Sedangkan terkait dengan masalah kurangnya tenaga penyuluh upaya
penambahan kuota CPNS untuk tenaga Penyuluh hingga saat ini belum terealisasi.
Menurut keterangan yang didapatkan seringkali penambahan kuota CPNS tenaga
penyuluh justru dialihkan tugas fungsinya untuk mengerjakan tugas struktural di
dinas bukan untuk membantu pekerjaan penyuluh di lapangan.
147
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan I6-2b erikut:
“Upaya untuk menambah tenaga penyuluh melalui rekruitmen CPNS yang kuotanya penyuluh tetapi dialih tugaskan fungsinya untuk mengerjakan tugas struktural sedangkan kuota perektrutan CPNS penyuluh yang secara Undang-Undang atau peraturan pemerintah disalahgunakan karena kebijakan Pemda yang menarik tenaga penyuluh untuk mengerjakan tugas struktural”. (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan upaya yang
dilakukan tim teknis dalam mengatasi kendala pelaksanaan Program diantaranya :
(1) Adanya komitmen yang kuat dari seluruh tim teknis dalam menjalankan
Program PUAP; (2) Perlunya kerjasama dari seluruh Tim Teknis PUAP dalam
mendukung berjalannya program termasuk partnership tim penyuluh; (3)
Penghematan anggaran program dan prioritas pembinaan penerima Gapoktan
tahun bersangkutan; (5) Adanya Gapoktan model sebagai percontohan yang dapat
memacu Gapoktan lain untuk berkembang; (6) Adanya pengawasan penggunaan
anggaran PUAP melibatkan segenap petugas teknis kecamatan, aparat desa dan
Babinsa; (7) Sosialisasi dan evaluasi di tingkat pengurus Gapoktan.
2. EFISIENSI
Efisiensi, seberapa banyak usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu. Indikator Efisiensi mencakup : Ketepatan waktu pelaksanaan
kebijakan (koordinasi implementor terkait), Kecepatan dalam menjalankan
148
kebijakan sesuai target perencanaan dan manfaat yang dihasilkan, Anggaran biaya
yang digunakan dalam pelaksanaan kebijakan.
Pertama, Koordinasi Pelaksana Kebijakan. Berdasarkan wawancara
peneliti diketahui bahwa selama ini Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
berkoordinasi dengan Tim Teknis kabupaten/kota tidak sampai ke Kecamatan.
Itupun terhitung jarang, Koordinasi dengan PMT jika memang ada permasalahan
yang perlu untuk dibahas dengan adanya penjadwalan petemuan 4 kali dalam 1
tahun berjalan. Dan berikut adalah pernyataan I1-1:
“Koordinasi dengan kabupaten/kota tidak masalah kita baik. Kalau koordinasi terus terang saja selalu sama kabupaten/kota, Kecamatan tidak, kalau PMT di panggil ke sini, dengan adanya pertemuan, yang 4 kali. Membahas permasalahan yang dihadapi. Tapi secara intens koordinasi dengan kabupaten/kota khusus jarang.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Terkait dengan pembentukan LKM-A diungkapkan pula oleh I1-2 bahwa
selama ini terkadang tanpa sepengetahuan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten.
Berikut adalah pernyataannya: “Pembentukan LKM-A dengan sepengetahuan Tim
Pembina, kadang-kadang tidak. Kita jalan saja tidak masalah. Seharusnya ada
pemberitahuan kenyataannya tidak.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari
2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Diungkapkan mengenai SK PMT Ibu Laelatul Badriah untuk Kecamatan
Serang tahun 2013 belum diketahui oleh Tim Pembina PUAP Provinsi, meskipun
diakui memang penugasan PMT merupakan wewenang pusat melalui pengawasan
BPTP, seharusnya diketahui oleh Tim Pembina PUAP Provinsi.
149
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-2 berikut:
“Penggantian PMT Ibu Ela, SK PMT turunnya ke orang yang bersangkutan langsung ke kota/kabupaten, masing-masing pusat menetapkan SK PMT, kita tidak tahu jika PMT tidak lapor. Memang penugasan itu jadi dari pusat ke kabupaten/kota. Sebenarnya di pusat itu diharuskan melapor ke kita sebagai koordinasilah.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Keterangan mengenai masalah koordinasi juga didapatkan dari Dinas
Pertanian Kota Serang, bahwa koordinasi masih dinilai kurang optimal dimana
laporan PMT jarang masuk ke Dinas. Namun untuk koordinasi petugas Penyuluh
Pendamping rutin dilakukan, karena Penyuluh Pendamping marupakan bagian
dari petugas fungsional UPT, berada dibawah pengawasan Kepala Dinas. Seperti
yang diungkapkan I3 berikut:
“Koordinasinya kurang optimal. Laporan dari bawah jarang masuk ke Dinas, kalau ada masalah PMT yang menangani. Kalau penyuluh ini rutin koordinasi dengan Dinas. Kalau PMT paling kalau ada masalah-masalah yang sangat genting. Kalau Penyuluh Pendamping mencakup semua tugas fungsional.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Keterangan lainnya juga diungkapkan I5-2 berikut: “Koordinasi paling
sebatas Dinas Pertanian Kota. Mereka ini Tim Teknis tapi diserahkan ke subnya
BIPP, laporan diberikan hanya ke BIPP, dari BIPP ke kepala Dinas.”
(Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Pernyataan tersebut mempertegas keterangan sebelumnya bahwa koordinasi PMT
dengan Dinas Pertanian Kota Serang selama ini diserahkan melalui BIPP Kota
Serang. Keberadaan BIPP Kota Serang yang membantu tugas Dinas Pertanian
150
Kota Serang dalam pelaksanaan teknis program PUAP. Mengenai koordinasi
dengan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten dari pihak UPT Pertanian
Kecamatan Serang menerangkan bahwa kepedulian Tim Pembina PUAP Provinsi
Banten mengenai program PUAP dinilai kurang. Penyuluh Pendamping mengaku
merasa disudutkan dengan berbagai masalah PUAP yang ada, seolah-olah tidak
ada sosialisasi dan pembinaan. Padahal pihak UPT Pertanian Kecamatan Serang
meski dengan segala keterbatasan dan tidak terjadwal mereka tetap melakukan
sosialisasi PUAP ketika ada kesempatan. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan
oleh I6-1 berikut:
“Kurang, jadi kepedulian dinas (Tim Pembina PUAP Provinsi) terhadap program tersebut. Kadang- kadang ada tim dari dinas sekarang tidak peduli, seolah-seolah kami disudutkan tidak adanya sosialisasi, pembinaan dan lain sebagainya padahal walaupun tidak terjadwal kalau ada satu kesempatan bertemu dengan mereka kami bicarakan PUAP.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
Menurut keterangan wawancara tersebut dinyatakan bahwa Koordinasi Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten dinilai kurang. Hal tersebut diungkapkan
berkenaan dengan agenda kunjungan ke Gapoktan terkadang tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu dan tanpa sepengetahuan UPT Pertanian Kecamatan Serang.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut dapat disimpulkan bahwa
koordinasi antar Tim Teknis selama ini kurang berjalan optimal. Sejauh ini
laporan dan koordinasi antar petugas teknis penyuluh intensif dengan BIPP Kota
Serang, sedang Tim Pembina PUAP Provinsi Banten pun masih dinilai kurang
mengetahui situasi dan kondisi lapangan disebabkan kurangnya komunikasi
dengan instansi teknis tekait yang ada di bawahnya.
151
Kedua, Target Perencanaan Berkala. Menurut Tim Pembina PUAP Provinsi
Banten bahwa target perencanaan berkala dari Pembinaan Kelembagaan Petani
secara umum masuk dalam Rencana Strategis yang menargetkan pembentukan 5
Gapoktan 1 tahun, dihubungkan dengan program PUAP tentu targetnya 1 PMT
minimal 1 LKM-A yang maju. Jika mengacu pada pembentukan Gapoktan target
ini sudah terpenuhi 1 tahun, tapi untuk perencanaan seperti triwulan dalam
membentuk LKM-A tidak ada karena pelaksanaannya diserahkan pada PMT yang
lebih tahu kondisi Gapoktan. Dalam Petunjuk Pelaksanaan LKM-A ini diharapkan
dapat terbentuk setelah 2 tahun berjalan program PUAP. Hal ini sebagaimana
diungkapkan I1-1 berikut:
“Kalau kita sudah Renstranya di Gapoktan, kalau di PUAP, 1PMT ada 1 LKM-A yang maju. Kalau perencanaan itu di Renstra hanya membentuk Gapoktan. Hanya 5 Gapoktan, kalau 5 Gapoktan dah lewat 1 tahun juga. Untuk perencanaan triwulan tidak ada mereka yang lebih tahu tanpa dibuat, artinya di juklak LKM-A ini bisa dibentuk setelah 2 tahun.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Ditambahkan pula dari Tim Pembina PUAP Provinsi Banten tidak
menekankan target LKM-A pada Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis,
karena menyangkut ketersediaan anggaran. Berikut adalah pernyataan I1-2: “Kalau
Provinsi menerima apa adanya tidak ada penekanan dari Juklak dan Juknis
(LKM-A). Karena Kebijakannya segala sesuatu menurut anggaran. Dari APBD
Provinsi tidak ada.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30
WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
152
Mengenai target perencanaan berkala yang dijadikan tolak ukur
keberhasilan PUAP adalah LKM-A, sehingga perlu adanya dana operasional yang
khusus dialokasikan untuk kegiatan pembinaan. Namun karena dana operasional
tersebut memang tidak tersedia, secara otomatis target perencanaan berkala dari
Penyuluh Pendamping tidak ada. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan I6-1
berikut: “Tidak ada, biayanya juga tidak ada. Harusnya ada anggaran khusus
untuk biaya operasional petugas”. (Wawancara pada hari Kamis, 05 September
2013, Pukul 09:00 WIB, Kantor UPT Kecamatan Serang).
Sedangkan menurut BIPP Kota Serang selain target dari sisi keorganisasian
agar menjadi LKM-A tentu kemajuan ini perlu pula ditunjang dari pengembangan
usaha agribisnis petani anggota diantaranya dapat dilihat berdasarkan RUA dan
RUK. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh I4 berikut: “Dengan
sendirinya PMT sesuai musim tanam di kelompok namanya RUA, RUK.”
(Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP
Kota Serang).
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan
bahwa target perencanaan dari kebijakan Pembinaan Kelembagaan Petani pada
Program PUAP secara umum yaitu terbentuknya 5 Gapoktan dalam 1 tahun,
dimana dari Gapoktan yang terbentuk tersebut minimal ada 1 Gapoktan binaan
PMT yang menjadi LKM-A. Target yang mendorong perkembangan LKM-A ini
lebih lanjut, dapat ditunjang dari pengembangan usaha agribisnis petani anggota
yang terlihat dari RUA, RUK, dan RUB.
153
Ketiga, kesesuaian target perencanaa berkala dengan kondisi di lapangan.
Mengenai kesesuaian terget perencanaan berkala dilihat dari LKM-A yang
terbentuk, sejauh ini belum ada laporan yang masuk. Meskipun 1 PMT diminta 1
LKM-A dan dalam Pedoman Umum di sebutkan 1-2 tahun Gapoktan menjadi
LKM-A. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh I1-1 berikut:
“Sampai saat ini belum ada yang laporan. Target 1-2 tahun tidak mungkin semudah membuat LKM-A, Karena membutuhkan energi yang besar. Pokoknya 1 PMT minta 1 (LKM-A), kalau itu tidak bisa terbentuk tujuannya belum berhasil atau belum optimal.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Pernyataan serupa diungkapkan oleh I1-2 berikut: “2 Sampai 3 Tahun
diharapkan sudah berdiri LKM-A. Tapi kenyataannya itu di Kota Serang ini
LKM-A dibentuk, tapi tidak berjalan.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari
2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten). Pada wawancara
tersebut dijelaskan bahwa target pembentukan LKM-A 2 sampai 3 tahun tidak
berjalan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan I6-2: “Perencanaan LKM-A
sebenarnya sudah dibuat tapi tidak berjalan.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14
September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
Selain LKM-A telah disebutkan sebelumnya bahwa target perencanaan
inipun tidak hanya berhubungan dengan keberhasilan keorganisasian formal
namun juga dilihat dari sisi kesesuaian RUA dan RUK.
154
Menurut keterangan dari PMT bahwa kesesuaian target daripada RUA dan
RUK tersebut tidak dapat dinilai hanya 60% yang berjalan. Berikut adalah
pernyataan I5-2 :“Kebanyakan 60% yang sesuai yang 40% tidak sesuai.”
(Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Dengan demikian, Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kesesuaian target perencanaan berkala yang menunjang keberhasilan
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP, baik dari sisi pembentukan
keorganisasian formal LKM-A dan pengembangan usaha agribisnis petani
anggota dapat dikatakan belum optimal.
Keempat, manfaat yang dihasilkan. Poin ini membahas mengenai manfaat
yang terlihat dari pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program
PUAP di Kecamatan Serang. Mengenai manfaat ini diungkapkan oleh I1-1 berikut:
“Dengan adanya bantuan modal bagi mereka bermanfaat. Lebih lanjut Kalau LKM-A sudah terbentuk kebutuhan sarana bagi petani bukan dalam bentuk uang lagi. Sarana usaha. Pupuk, benih, kalau itu sudah disediakan oleh LKM-A. Rentenir hilang.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP
bermanfaat bagi Gapoktan, karena adanya dana stimulan bagi kebutuhan
permodalan petani sehingga petani terbebas dari rentenir. Lebih dari itu, apabila
pembinaannya berjalan dan LKM-A terbentuk maka kebutuhan sarana bagi petani
juga terpenuhi. Pernyataan lainnya juga diungkapkan oleh I2 berikut ini: “Manfaat
yang paling terlihat dari penyediaan saprodi seperti pemberian pupuk. Juga
tumbuh kebersamaan dari adanya pengembangan PUAP dari Gapoktan yang
155
baik.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor
Distanak Provinsi Banten). Saprodi pada wawancara diatas merupakan
ketersediaan sarana produksi seperti pupuk, bibit, dan obat-oabatan. Adanya
program PUAP mempermudah Gapoktan untuk memfasilitasi saprodi kepada
anggotanya. Selain dalam penyediaan saprodi dan permodalan, adanya program
PUAP juga menumbuhkan kebersamaan daripada Gapoktan sendiri. Manfaaat
program juga diperkuat berdasarkan keterangan I5-2 sebagai berikut:
“Mereka sangat terbantu jadi dapat mengkoordinir kelompok untuk pengadaan pupuk, jadi mereka dapat sama-sama jadwal tanam dengan jadwal yang berbarengan.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Oktober 2013, Pukul 18:20 WIB, Kasemen).
Keterangan lainnya juga peneliti dapatkan dari Gapoktan. Seperti yang
diungkapkan I7-2. berikut: “Bermanfaat sekali orang sedang tidak ada, ada.”
(Wawancara pada hari Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB, Kaligandu).
Dari wawancara tersebut manfaat yang terasa bagi Gapoktan yaitu adanya
permodalan PUAP. Pernyataan tersebut juga diakui oleh I7-4 berikut: “PUAP
sangat membantu dapat bantuan modal.” (Wawancara pada hari Sabtu, 26
Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Trondol). Lebih detail manfaat ini juga
diungkapkan oleh I7-9 berikut:
“Setelah PUAP datang Jadi terbantu karena ada pembinaan dari UPT. Harga produk juga pasaran ada yang mau terima dengan harga pasaran mau banjir tidak banjir. Itu enaknya ada mitra kerja sama dari budidaya jadi kita cari mana yang enak untuk jadi mitra. Hanya tahun ini Gapoktan Bapak ini menurun tahun kemarin Gapoktan Bapak dapat juara 1 Gapoktan terbaik se Kota Serang, tahun ini turun jadi juara 2. tadi itu masalahnya anggota mulai macet.” (Wawancara pada hari Sabtu, 01 November 2013, Pukul 09:00 WIB, Unyur).
156
Menurut wawancara tersebut diketahui Pembinaan dari Penyuluh
Pendamping dirasakan begitu bermanfaat selain kemudahan dari segi harga
produksi diakui pula tidak sulit bagi Gapoktannya untuk menjalin mitra kerja. Hal
ini tentu mudah bagi Gapoktan Karya Bersama yang sudah menjadi LKM-A.
Namun perkembangan Gapoktan Karya Bersama yang sebelumnya ditahun 2012
menempati urutan pertama Gapoktan terbaik di Kota Serang, perkembangan
selanjutnya mengalami penurunan di tahun 2013 yakni menempati urutan ke -2.
Manfaat dari segi wawasan mengenai budidaya juga diakui oleh Gapoktan
lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh I7-3 berikut: “Tujuannya untuk membantu
petani kecil, termasuk keterbatasan wawasan ilmu perbonsaian juga wawasan
pertanian dari dinas.” (Wawancara pada hari Kamis, 07 November 2013, Pukul
09:00 WIB, Lontar Baru).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa manfaat
yang terlihat dari Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di
Kecamatan Serang meliputi bantuan permodalan dengan bunga yang ringan,
keilmuan di bidang teknologi budidaya tani, memungkinkan akses kemitraan
untuk pemasaran produk juga penyediaan kebutuhan tani seperti saprodi/pupuk
dan lain sebagainya.
Kelima, ketersediaan anggaran. Poin ini membahas mengenai ketersediaan
alokasi anggaran yang mendukung berjalannya Pembinaan Kelembagaan Petani
pada Program PUAP di Kecamatan Serang. Mengenai alokasi anggaran tersebut
menurut Tim Pembina PUAP Provinsi Banten memang tidak ada, baik dari Pusat
maupun Pemda. Namun bagi Penyuluh masih bisa terbantu dengan adanya Uang
157
Jalan Tetap (UJT) untuk operasional Penyuluh. Berikut pernyataan I1-1: “Kita
tidak ada dana dekon, dana pendampingan tidak ada. Kita bantu saja, makanya
provinsi itu untuk penyuluh di bantu ada yang disebut dengan Uang Jalan Tetap
(UJT).” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB,
Kantor Distanak Provinsi Banten).
Namun demikian mengenai anggaran operasional penyuluh, ternyata
menjadi masalah tersendiri bagi PMT dan Penyuluh Pendamping yang berada di
bawah kewenangan instansi yang berbeda. PMT merupakan petugas ahli yang
dihonori oleh Kementerian Pertanian khusus untuk PUAP. PMT dilatih dan
dibekali pengetahuan PUAP, dan dalam pelaksanaannya PMT dibantu Penyuluh
Pendamping yang merupakan tenaga penyuluh dari UPT Pertanian Kecamatan.
Namun bagi Penyuluh Pendamping karena merasa hanya membantu, disamping
mereka menangani program rutin penyuluhan dari Dinas tentu tidak mau terlalu
dibebani dengan PUAP, sebab Penyuluh merasa tidak diberikan alokasi anggaran
khusus untuk operasional pembinaan PUAP sebagaimana PMT. Di lain sisi PMT
merasa bahwa tanggung jawab program PUAP tidak hanya PMT seorang tetapi
juga Penyuluh Pendamping, terlebih PMT dihonori untuk 8 bulan sedang kontrak
kerja 1 tahun, maka ketika sudah 8 bulan selebihnya biasanya PMT tidak mau
bekerja..Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-1 berikut:
“Masalahnya PMT merasa bahwa ini digaji hanya 8 bulan selama 1 tahun yang 4 bulan tidak, yasudah tidak kerja. Penyuluh Pendamping tidak merasa di honori PUAP tidak ada kewajiban, karena dia juga masih banyak pegangan yang lain, disamping PUAP ada kelompok-kelompok tani lain, sementara PMT khusus PUAP.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
158
Untuk alokasi anggaran PUAP memang ada dari APBN terhitung tahun
2012 pelaksanaannya di serahkan ke Tim Pembina PUAP Provinsi Banten,
dimana sebelumnya dipegang oleh BPTP Provinsi Banten. Untuk tahun 2012
alokasi anggaran program PUAP sebesar Rp. 50.000.000; ditahun 2013 turun
menjadi Rp.48.000.000. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh I1-2 berikut ini:
“Tahun sebelumnya di BPTP kita baru tahun kemarin 2012, Pusat menganggarkan ke Provinsi. 2012 besarnya Rp.50.000.000; tahun 2013 sebanyak Rp.48.000.000; ini tidak diperuntukkan untuk monitoring saja tapi untuk honor bulanan petugas, anggaran segitu diperuntukkan untuk pertemuan PUAP, ini bisa dilaksanakan untuk Tim Teknis atau PMT, bisa langsung ke Gapoktan. Terus ada ATK, terus untuk honor tim verifikasi 4 orang untuk satu tahun, ini provinsi, untuk kota/kabupaten ada lagi. Ini dari APBN. Anggaran APBN yang ada di provinsi sedangkan dari APBD sendiri tidak ada. Anggaran pusat yang pelaksanaannya ada disini.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Khusus untuk operasional penyuluh memang tidak ada anggaran dari pusat.
Ada tidaknya anggaran tergantung kebijakan kabupaten/kota. Hal tersebut
diungkapkan juga oleh I1-2 berikut: “Kalau untuk operasional penyuluh memang
jelas tidak ada. Pendampingan itu tergantung kabupaten/kota masing-masing,
kalau memang APBD nya tidak ada otomatis tidak ada.” (Wawancara pada hari
Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dari BIPP Kota Serang menjelaskan bahwa alokasi anggaran Pusat untuk
PUAP peruntukannya untuk Honor PMT yang disebut dengan Biaya Operasional
(BOP). Berikut adalah Pernyataan I2 : “Tahun ini Alokasi dana dari Badan Litbang
tetapi dominan untuk pembayaran BOP/PMT.” (Wawancara pada hari Selasa, 12
Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten).
159
Menurut BIPP terkait dengan biaya operasional, diakui bahwa memang
tidak alokasi anggaran tersebut dari ABPD, sebab pembinaan umumnya tidak
membutuhkan biaya. Namun jika UJT, BOP, Penyuluh memang rutin diberikan
sebagai tunjangan tetap peruntukannya untuk semua program penyuluhan, sedang
khusus program PUAP tidak ada. BOP PMT disebutkan Rp.3.800.000/bulan dan
UJT Rp.500.000/tahun. Hal ini diungkapkan oleh I3 :
“Biaya operasional memang kita minim, tidak ada dari APBD. Sifatnya pembinaan umumnya tidak membutuhkan biaya. UJT penyuluh juga dapat rutin transport untuk kegiatan penyuluhan, khusus PUAP tidak ada anggaran. Rutin setiap bulan BOP penyuluh dapat, sudah memang tunjangan tetap langsung dari pusat. Dari Dinas tidak ada alokasi anggaran khusus. PMT Diberikan Rp.3.800.000/bulan gajinya, dan BOP Rp.500.000/tahun.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Keterangan yang sedikit berbeda diungkapkan oleh PMT Kecamatan Serang
yang menjelaskan bahwa dari pusat tidak menganggarkan dana untuk pembinaan.
Menurutnya alokasi anggaran pembinaan dari ABPD seharusnya ada.
Diungkapkan pula bahwa tahun-tahun sebelumnya tidak ada anggaran dan baru
tahun ini tahun 2013 ada. Namun, pernyataan ini belum menjadi bukti sebab PMT
belum menerima dana tersebut untuk lebih jelasnya peneliti diarahkan bertanya
lebih lanjut ke BIPP. Berikut adalah pernyataan I5-2:
“Kalau dana untuk petugas pembina kalau dari pusat tidak ada. Kalau dari daerah itu harusnya ada itu kalau memang dinasnya perhatian. Tahun-tahun kemarin tidak ada baru tahun ini ada dana pendampingan coba tanya ke Ibu Heni untuk pastinya karena kita sendiri belum menerima untuk semuanya bukan PMT, Penyuluh juga diserahkan ke UPT.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Oktober 2013, Pukul 18:20 WIB, Kasemen).
160
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa PMT
sebagai tenaga ahli yang dikontrak oleh Kementerian Pertanian dalam
melaksanakan tugasnya tentu mendapatkan BOP selama 8 bulan untuk masa kerja
1 tahun disamping UJT 1 tahun. Sedang untuk operasional yang dialokasikan
khusus Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP yang peruntukannya
untuk Penyuluh Pendamping memang tidak ada. Namun demikian operasional
pembinaan tersebut selama ini dilekatkan dengan tunjangan dari Pemerintah
Daerah setempat berupa Uang Jalan Tetap (UJT) diluar Gaji. UJT ini bukan
khusus PUAP melainkan untuk semua program penyuluhan pertanian. Inilah yang
kemudian menjadi masalah tersendiri bagi Penyuluh Pendamping yang merasa
cukup direpotkan jika harus melakukan pembinaan PUAP ke Gapoktan.
Keenam, Kecukupan anggaran. Poin ini membahas mengenai memadai atau
tidaknya anggaran operasional Pembinaan Kelembagaan Petani pada PUAP di
Kecamatan Serang. Menurut keterangan Tim Pembina PUAP Provinsi bahwa dari
Pusat ada BOP untuk Penyuluh Rp.300.000/bulan dan UJT untuk transportasi
Rp.500.000/bulan dari Dinas Pertanian Kota/Kabupaten yang peruntukannya
untuk semua program penyuluhan pertanian bukan khusus PUAP saja. Untuk gaji
PMT sendiri total Rp.3.500.000/bulan yang terdiri dari BOP Rp.1.500.000; gaji
pokok Rp. 2.000.000; dibayarkan selama 8 bulan namun kontrak kerja 1 tahun
inilah yang kemudian menyebabkan PMT biasanya tidak mau bekerja jika sudah
diatas 8 bulan. Sedang Penyuluh Pendamping juga kan diambil dari Tenaga
Harian Lepas (THL) dengan kontrak 10 bulan namun kerja 1 tahun. Disampaikan
161
pula bahwa Kota Serang tidak memang tidak menganggarkan untuk operasional
program. Berikut adalah pernyataan I1-1:
“Berbicara biaya operasional namanya uang semua juga kurang memang betul sepeserpun dana untuk PUAP tidak ada, tapi dari pusat ada BOP (Biaya operasional penyuluhan) Rp.300.000/bulan dahulu di kita sekarang di BAKOR. Bantuan transportasi dahulu di dinas itu RP.500.000/bulan UJT tapi bukan untuk PUAP, untuk semua program pertanian. Kalau PMT gajinya Rp.3.500.000/bulan sendiri, ada BOP nya untuk 8 bulan untuk BOP Rp.1.500.000; dia gajinya Rp.2.000.000; melalui rekening masing-masing PMT, pengendali laporan BPTP. Kalau sudah 8 bulan mereka tidak mau kerja. Beda dengan THL Kontraknya 10 bulan kerjanya 1 tahun. PMT bisa saja dapat operasional apabila di Kabupaten/Kota menganggarkan, kalau Kota serang tidak ada.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Mengenai honor yang diterima PMT pengakuan sedikit berbeda
diungkapkan oleh I5-2 berikut ini:
“Kalau kita terima dana pendampingan Rp.500.000; itu perperiode kayanya 1 tahun berjalannya. Itu sumbernya dari Distanak, Dinas Provinsi itu dananya APBD. Kita sebenarnya dapat gaji Rp.2.300.000; BOP Rp.1.200.000; untuk operasional pembuatan laporan.” (Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Menurut PMT, disebutkan bahwa UJT Rp.500.00/tahun bersumber dari
APBD. Sedang untuk gaji yang diterima Rp.2.300.000; dan BOP Rp.1.200.000;
dengan total honor Rp.3.500.000. Lain lagi bagi Penyuluh Pendamping, meskipun
Penyuluh Pendamping mendapatkan BOP dan UJT untuk semua program
penyuluhan namun anggaran tersebut dirasa kurang, itulah sebabnya mengapa
Penyuluh Pendamping mengecewakan ketiadaan alokasi anggaran khusus
pembinana PUAP. Hal ini dungkapkan oleh I5-1 berikut: “Dalam pelaksanaannya
anggaran Penyuluh Pendamping kurang.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni
162
2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare). Adanya kekecewaan tersebut ditangkap oleh I5-2
yang mengungkapkan bahwa memang benar karena perbedaan mengenai honor
tersebutlah yang kemudian menimbulkan rasa kecemburuan Penyuluh
Pendamping terhadap PMT. Berikut adalah pernyataan I5-2: “Mungkin dari pihak
UPT ada sedikit kecemburuan dengan penyuluh, bisa, jadi sedikit acuh.”
(Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Mengenai biaya operasional Penyuluh Pendamping, memang pernah ada
dana tersebut dari Pemerintah Derah tahun 2009-2010, namun masih dirasa belum
memadai. Hal ini diungkapkan oleh I6-1 berikut: “Kalau tidak salah pernah 1 kali
tahun 2009-2010 ada dana dampingan dari Pemda, saya lupa nominalnya itupun
tidak memadai.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30
WIB, Cipocok). Selain itu, terkait alokasi dana monitoring dianggarkan sebesar
Rp.48.000.000/tahun. Dana tersebut digunakan untuk perjalanan pertemuan
koordinasi ke Pusat 18 OP atau 18 orang dengan total pengeluaran Rp.9.000.000;
Sedang perjalanan Kabupaten/Kota saja terlihat 26 OP dari 1151 Gapoktan jika 1
orang, lain lagi jika 2 OP berarti yang bisa dilakukan berarti hanya 13 OP yang
bisa dilakukan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-1 berikut ini :
“Untuk monitor memang ada tapi tidak cukup. Dari 1151 Gapoktan dari 2008-2012, kita punya anggaran Rp.48.000.000/1 tahun anggaran Januari-Desember. Ini jatah kalau mau tahu perjalanan pertemuan PUAP pusat itu 1 orang, perjalanan konsultasi dan koordinasi PUAP ke Pusat kita punya dan 18 OP Rp.9.000.000; mengantar dokumen. Berapa kali pulang-pergi sedang dalam 1 tahun Rp.9.000.000. Perjalanan Kabupaten/Kota 26 OP dari 1151 hanya 26 OP. OP itu orang. Bisa saya melakukan sekian orang belum tentu 26 kalau kita jalannya 2 orang berarti hanya 13 kelompok dalam 1 tahun. Kita punya jatah untuk 13 OP Pada saat kita tidak bisa Kabupaten Kotalah yang melaksanakan.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
163
Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ketersediaan anggaran Pembinaan Kelembagaan Petani masih
dinilai belum cukup memadai dalam mendorong pencapaian program PUAP.
3. KECUKUPAN
Kecukupan, seberapa jauh hasil yang diinginkan memecahkan masalah.
Berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan kebutuhan,
nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan
menekankan pada kuatnya hubungan antar alternatif kebijakan dan hasil yang
diharapkan. Indikator ini meliputi: tingkat kebutuhan masyarakat, pencapaian
hasil yang diharapkan, Kecukupan pengawasan kebijakan.
Pertama, keterpenuhan kebutuhan masyarakat sasaran kebijakan. Poin ini
ditunjukkan untuk mengetahui apakah kebutuhan masyarakat terpenuhi melalui
pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan
Serang. Berikut adalah pernyataan I1-1:
“Setiap Poktan ada yang disebut dengan Rencana Usaha Anggota (RUA) apa kebutuhannya? Bunga tidak boleh tinggi, berapa persen hanya untuk operasional, tidak boleh melebihi bunga Bank. Bunga sesuai kesepakatan kelompok.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Wawancara tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat dapat dilihat
dari RUA dimana permodalan kebutuhan petani bunganya tidak boleh tinggi
melebihi bunga Bank sesuai kesepakatan kelompok. Diakui pula, meski bantuan
permodalan PUAP hanya mampu meng-cover 1,5% - 2,5% kebutuhan petani
164
namun terasa membantu petani. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh I2
berikut:
“Jumlah bantuan memang kecil jika dilihat dari kuantitasnya jika dikalkulasi kira-kira 1,5% sampai 2,5%. Tetapi tak cukup itu dilihat dari segi jasa yang mereka terima tentu sangat terasa sekali dan membantu mereka terutama dalam pemenuhan saprodi.” (Wawancara pada hari Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten).
Sedangkan BIPP Kota Serang menjelaskan bahwa dana PUAP masih dirasa
belum mampu meng-cover kebutuhan petani, dengan jumlah anggota yang
beragam dan kebutuhan luas lahan pertanian yang variatif, tentu dana yang sampai
ke petani perorangan masih dirasa kecil. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan
oleh I4 berikut ini:
“Kalau difikir uang Rp.100.000.000; untuk 1 kecamatan sebetulnya kurang, masa 1 orang hanya menerima Rp.1.000.000; kelihatannya saja diawal besar sedangkan ada orang itu yang punya lahan ada 10 Ha karena jumlah Poktan variatif banyaknya, dalam 1 Poktan ada petani perorangan jadi sampai ke perorangannya kecil.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang).
Dengan keterbatasan permodalan tersebut maka pelaksanaannya dilakukan
secara bergilir, ketika perguliran dana berikutnya, oleh karenanya dalam pencairan
dana PUAP pun dilakukan secara bertahap. Jika dikalkulasikan menurut PMT
BLM-PUAP mampu meng-cover 30% kebutuhan petani anggota. Seperti yang
diungkapkan oleh I5-1 berikut: “Dari BLM PUAP petani mampu meng-cover 30%
kebutuhan untuk penggarapan awal.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013,
Pukul 14:35 WIB, Cipare).
165
Tingkat keterpenuhan kebutuhan lebih spesifik dijelaskan I6-1 berikut:
“Pembinaan yang dilakukan memberikan dampak psikologis kepada masyarakat yang cukup membantu mereka. Untuk budidaya dibatasi 1 Ha sawah itu Rp.1.000.000; sedangkan kalau maksimalnya 1 Ha Rp.5.000.000; lebih 1/5, 20% bisa disumbang oleh PUAP.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
Menurut wawancara tersebut dijelaskan bahwa Pembinaan dalam rangka
kelembagaan Petani pada PUAP tentu membawa dampak psikologis bagi petani.
Sedangkan dalam hal budidaya rata-rata kebutuhan 1 Ha sawah mendapatkan Rp.
1.000.000; nominal ini dibawah modal seharusnya yaitu Rp.5000.000; artinya
permodalan PUAP meng-cover kebutuhan 1/5 dari luas lahan atau 20% kebutuhan
lahan garapan.
Keterangan yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh I6-2 berikut:
“Karena rata-rata kalau dia garapannya ½ Ha, kebutuhan pupuk Rp.2.000.000;
ini yang kebagian 500 hanya mencapai 1/5 nya.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14
September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok). Hal tersebut diperkuat oleh
pernyataan Gapoktan dimana realisasi anggaran terhadap kebutuhan hanya
mampu memencukupi kebutuhan ½dari lahan garapan. Berikut adalah pernyataan
I7-1: “Dari 1 Ha paling realisasi ½ Ha.” (Wawancara pada hari Senin, 24
September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana). Sedangkan menurut Poktan
lainnya bahwa dana PUAP masih dinilai belum mencukupi kebutuhan, hanya saja
penggunaannya disesuaikan agar mencukupi, berikut pernyataan I8-2: “Kadang-
kadang tidak mencukupi tapi kalau mau besar kita semua mau, tapi dicukup-
cukupin.” (Wawancara pada hari Rabu,04 Desember 2013, Pukul 10:00 WIB,
166
Kantor UPT Pertanian Kecamatan Serang). Tidak hanya itu, permodalan PUAP
tidak hanya diperuntukkan bagi petani tetapi juga peternak. Dimana bantuan
pembiayaan modal yang diterimanya sangat jauh dari kebutuhan modal yang
diperlukan. Berikut adalah pernyataan I7-5 : “Yang saya butuhkan sekitar
Rp.150.000.000; saya dapat Rp.40.000.000.” (Wawancara pada hari Jumat, 22
November 2013, Pukul 09:00 WIB, Lopang). Demikian juga diungkapkan oleh
I7-6 berikut ini: “Tidak seberapa. Kalau untuk mencukupi permodalan jauh.”
(Wawancara pada hari Senin, 11 November 2013, Pukul 11:00 WIB, Petir).
Lain lagi keterangan yang didapatkan dari Gapoktan Cipari yang diketuai
Bapak Ichsan. Diungkapkan bahwa Bapak Ichsan sebagai ketua selama ini
mengaku tidak berkecimpung langsung di bidang pertanian, Profesinya sendiri
sebagai Guru. Selama ini Bapak Ichsan hanya memfasilitasi Penyaluran dana
PUAP tidak melakukan fungsi Gapoktan sebagaimana Gapoktan lainnya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh I7-7 berikut: “Kalau saya hanya
memfasilitasi untuk penyaluran dana PUAP tidak terlibat dalam pertanian, saya
guru di sekolah jadi yang lebih tahu kebutuhan petaninya sendiri.” (Wawancara
pada hari Jumat, 22 November 2013, Pukul 11:00 WIB, Cipare).
Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bantuan permodalan PUAP belum mampu meng-cover ½
daripada kebutuhan garapan petani. Namun demikian bantuan permodalan PUAP
tetap dirasa meringankan petani sebagai stimulan bagi pengembangan usaha
agribisnis petani anggota.
167
Kedua, Intensitas pengawasan kebijakan. Poin ini membahas mengenai
seberapa sering pengawasan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program
PUAP di Kecamatan Serang. Dari Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
memberikan keterangan bahwa pengawasan tidak rutin dilakukan, terhitung dalam
1 tahun ada 4 kali pertemuan. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh I1-1 berikut:
“Kalau rutin tidak ada, kalau ada juga pertemuan 4 kali.” (Wawancara pada hari
Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Pernyataan tersebut juga diakui oleh I2 berikut ini: “Tidak ada jadwal rutin
kegiatan tapi dalam 1 tahun anggaran selalu ada kegiatan.” (Wawancara pada
hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi
Banten).
Pengawasan program tidak dijadwalkan secara rutin, namun dalam 1 tahun
anggaran ada pengawasan. Dalam pelaksanaannya pengawasan dan pembinaan
dilakukan bersamaan. Berikut pernyataan I6-2: “Pengawasan pembinaan jadi satu,
rutin.” (Kamis, 05 September 2013, Pukul 09:00 WIB, Kantor UPT Kecamatan
Serang). Dijelaskan pula bahwa pengawasan dan evaluasi tetap dilakukan dari
Tim Penyuluh meskipun tidak berkala namun kendala yang ada biasanya
Gapoktan sulit ditemui. Berikut adalah pernyataan I6-1:“Tetap saja pengawasan
walaupun tidak periodik salah satu diantaranya monev kadang kadang tadi itu
yang namanya petani yang punya tunggakan dihubungi susah.” (Wawancara pada
hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
168
Monitoring dan evaluasi dilakukan menjelang pencairan dana PUAP.
Keterangan tersebut diungkapkan oleh I5-2 berikut: “Intensitas monitoring
evaluasi ke Gapoktan intensitasnya paling waktu ada pencairan datang.”
(Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen).
Sementara itu pembinaan yang dilakukan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
dilaksanakan secara estafet, yang artinya tidak harus dari Tim Pembina turun
langsung ke lapangan karena ada Tim Teknis Kabupaten/Kota dan UPT Pertanian
Kecamatan yang lebih tepat melakukan pembinaan di wilayahnya masing-masing.
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-2 :
“Kita punya Tim Teknis Kabupaten/Kota estafet ini bebannya pembina ini tidak harus oleh orang provinsi. Orang kabupaten/kota, kecamatan harus tetap membina sesuai dengan tanggung jawab mereka masing-masing, Gapoktan Poktan merupakan satu lembaga yang harus dibina oleh penyuluh pertanian, setelah itukan ada pembinaan dari Kabupaten/Kota Tim Teknis.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Pengawasan dan pembinaan Gapoktan biasanya dilakukan melalui
pendampingan dari UPT Pertanian Kecamatan dibantu dengan PMT. Diketahui
juga bahwa masing-masing lamanya kontrak PMT yang pernah ditugaskan di
Kecamatan Serang diantaranya Bapak Bobby Hidayat 2 tahun, dan Ibu Wulan 1
tahun. Berikut adalah pernyataan I6-2: “Ada pendampingan dari UPT Bapak
Hamidi, kadang-kadang di pantau rekening PMT tidak rutin. Bapak Bobby 2
tahun, Ibu wulan 1 tahun.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul
14:35 WIB, Cipare).
169
Informasi lainnya peneliti dapatkan dari Gapoktan, berikut adalah
pernyataan I7-1 berikut: “Kalau dari Dinas Kota UPT sering, kalau provinsi
jarang, ada SLPTT, SLPHT.” (Wawancara pada hari Senin, 24 September 2013,
Pukul 10:00 WIB, Sukawana). Sebagaimana telah diungkapkan dalam wawancara
tersebut, bahwa pembinaan yang dilakukan selama ini diikutkan dengan program
SLPTT dan SLPHT. Pembinaan tersebut biasanya dari Dinas Kota. Pernyataan
tidak jauh berbeda diungkapkan oleh I7-2 berikut ini:
“1 tahun kebelakang belum ada pembinaan PMT. Pembinaan biasanya di SLPTT, Dari dinas Pertanian kota 2 kali . Provinsi belum, kalau BPTP belum. Kalau dari kecamatan sering.” (Wawancara pada hari Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB, Kaligandu).
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa 1 tahun kebelakang terhitung dari
tahun 2012 belum ada pembinaan dari PMT. Yang masih berjalan biasanya dari
SLPTT, disebutkan pula bahwa Tim Pembina PUAP Provinsi Banten belum turun
untuk pembinaan langsung.
Mengenai Pembinaan dari PMT diungkapkan oleh I7-3 berikut : “Iya, awal-
awal Bapak Bobby PMT nya suka datang, kesini-sini sudah lama tidak. PMT
yang lain juga belum sudah lama.” (Wawancara pada hari Kamis, 07 November
2013, Pukul 09:00 WIB, Lontar Baru). Dari wawancara tersebut diketahui bahwa
Gapoktan sudah lama tidak mendapat kunjungan PMT. Selain lama tidak ada
pembinaan dari PMT, untuk SLPHT dan SLPTT pun demikian. Tidak hanya itu,
pemantauan pun sama saja kondisinya sudah tidak ada 1 tahun belakangan.
Berikut adalah pernyataan I7-6 : “Pembinaan dari pendamping sudah lama tidak
170
ada 1 tahun kesini. Pelatihan sementara ini udah setahunan tidak ada. SL juga
tidak ada. Pemantauan selama ini belum ada.” (Wawancara pada hari Senin, 11
November 2013, Pukul 11:00 WIB, Petir). Dengan demikian berdasarkan hasil
wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan Pembinaan
Kelembagaan Petani pada program PUAP di Kecamatan Serang masih di nilai
belum memadai. Hal ini dapat dilihat jarangnya Tim Teknis melakukan
pemantauan. Diketahui pula bahwa PMT tahun 2013 ternyata belum melakukan
kunjungan ke semua Gapoktan di Kecamatan Serang.
Ketiga, Waktu pengawasan kebijakan. Poin ini membahas kapankah
pengawasan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan
Serang. Tim Pembina PUAP Provinsi Banten mengakui bahwa sulit untuk
melakukan pengawasan terhadap keuangan Gapoktan. Tugas Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten sejauh ini hanya mengantarkan Gapoktan sampai mendapatkan
dana permodalan PUAP. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh I1-1 berikut ini:
“Kalau memonitoring kita sangat sulit, karena yang memegang keuangan adalah Gapoktan. Artinya tugas kami mengantarkan mendapatkan PUAP itu selesai tidak ada hambatan bahwa semua dokuman semua persayaratan yang diminta oleh Kementerian dianggap oke.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Karena pengawasan dan pembinaan menjadi satu, terkait untuk pembinaan
dalam satu tahun ada 4 kali pembinaan PMT yang dilakukan setiap triwulan.
Dijelaskan pula bahwa Tim Pembina PUAP Provinsi Banten hanya melakukan
pembinaan sampai ke Tim Teknis kabupaten/kota Saja.
171
Keterangan tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-1 berikut:
“Setahun 4 kali pembinaan PMT triwulanan karena sambil menunggu laporan, mengurus dokumen-dokumen. Kita ada keterbatasan sebetulnya ada tim teknis yang lebih teknis kalau tim pembina ini kita hanya datang ke kabupaten/kota berapa titik tidak menjangkau semua, karena beliaulah (tim teknis kota) yang lebih tahu tentang kerawanan atau permasalahan yang ada.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten)
Dari BPTP Provinsi Banten pembinaan dan pengawasan Gapoktan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan Gapoktan menjelang pencairan anggaran.
Untuk monitoring dengan PMT dilakukan secara rutin. Hal ini diungkapkan oleh
I2 sebagai berikut:
“Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Seperti apresiasi Gapoktan yang biasanya dilakukan ketika pencairan anggaran, monitoring dengan PMT secara rutin.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dari BIPP Kota Serang menjelaskan pengawasan dan pembinaan setiap
Kecamatan diagendakan rutin terhitung dalam 1 bulan ada 8 kali agenda yang
berarti 1 Kecamatan minimal 1 kali dalam 1 bulan. Berikut pernyataan dari I4 :
“Kalau BIPP ada jadwal rutin, setiap Kecamatan ada agendanya setiap satu
bulan. Dalam satu bulan ada 8 kali keliling Perkecamatan.” (Wawancara pada
hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang). Dari
PMT Pengawasan dan pembinaan Gapoktan dilakukan minimal satu bulan satu
kali. Hal ini diungkapkan oleh I5-1 sebagai berikut: “Kegiatan dilakukan minimal
sekali dalam sebulan.”(Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35
WIB, Cipare).
172
Sedangkan berdasarkan pengakuan dari Penyuluh Pendamping dipaparkan
bahwa pengawasan dari Penyuluh Pendamping terjadwal dalam 1 bulan 2 kali.
Berikut adalah pernyataan I6-2: “Untuk pembinaan kita ada jadwal pembinaan
dalam satu bulan dua kali.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013,
Pukul 11:10 WIB, Cipocok). Keterangan lainnya peneliti dapatkan dari Gapoktan
bahwa pembinaan sering SLPTT dan SLPHT dari UPT seperti dalam hal ini
adalah Penyuluh Pendamping. Berikut pernyataan oleh I7-1: “Baik pembinaan
sosialisasi tani, dalam rangka puso tanaman, pemberian bibit, sering masih
berjalan dari UPT.” (Wawancara pada hari Senin, 24 September 2013, Pukul
10:00 WIB, Sukawana).
Pembinaan dilakukan terhadap Poktan secara bergilir. Hal ini diungkapkan
oleh I7-2 berikut ini: “Dari kecamatan tidak ada jadwal sendiri. bergilir
kelompok.” (Wawancara pada hari Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB,
Kaligandu). Lebih lanjut Pembinaan SPTT dan SLPHT ini dilaksanakan sebulan 3
kali bergilir dengan Poktan lainnya. Berikut adalah pernyataan I7-4: “Sebulan 3
kali untuk kelompok tani. Digilir dengan kelompok lain.” (Wawancara pada hari
Sabtu, 26 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Trondol).
Sebagaimana telah dijelaskan pada wawancara diatas, bahwa Pembinaan
PUAP Kelembagaan Petani yang dilakukan Penyuluh Pendamping dilekatkan
dengan program SLPTT dan SLPHT, maka waktu pelaksanaannya menjadi tolak
ukur kapan Pembinaan PUAP tersebut dilakukan. Selain itu, diketahui pula
pembinaan dilakukan dengan adanya pelatihan 1 bulan menjelang pencairan
BLM-PUAP selama 1 minggu. karena adanya kemacetan pembayaran maka
173
lambat laun pembinaanpun mulai tidak ada. Laporan keuangan Gapoktan kepada
PMT yang diberikan itu-itu saja. Hal tersebut dinyatakan oleh I7-3 berikut:
“1 bulan menjelang pencairan seminggu waktu itu pelatihan. setelah berlarut larut mereka sudah menganggap sudah hilang. Laporan juga setiap bulan ke PMT Begitu laporan itu stagnan sifatnya yang dahulu-dahulu saja makanya PMT juga bosan sendiri tidak ada perbedaan. Apa yang dilaporkan.” (Wawancara pada hari Kamis, 07 November 2013, Pukul 09:00 WIB, Lontar Baru).
Jika Gapoktan lainnya terhitung mulai jarang mendapatkan kunjungan PMT
lain halnya dengan Gapoktan Karya Bersama, sebagai salah satu Gapoktan aktif
pertemuan dengan PMT masih ada. Berikut adalah pernyataan I7-9: “Tahun
sekarang PMT dua kali waktu pertemuan SL Padi.” (Wawancara pada hari Sabtu,
01 November 2013, Pukul 09:00 WIB, Unyur). Kondisi yang sedikit berbeda
diungkapkan oleh I7-8 yang sejak awal pencairan dana PUAP progres perguliran
dana tersebut mengalami stagnasi. Ketika dikonfirmasi perihal tersebut berikut
pernyataan I7-8:
“PMT sebulan sekali, laporan tidak ada yang masuk 3 tahun paling sudah tidak kesini lagi betul-betul macet setelah dimerger. kalau begitukan mereka sudah tidak percaya lagi sama kita. Bentuknya sederhana uang yang ada saldo dibawa ke Dinas Pertanian Kota langsung diserahkan dengan buku tabungannya dilimpahkan kepada Gapoktan yang masih aktif, untuk memperbesar modal disana ada Rp.4.000.000. Pelatihan pernah saya sekali sebelum cair, waktu ada undangan saya tidak hadir, pernah sekretaris mengikuti pertemuan.” (Wawancara pada hari Minggu, 22 Desember 2013, Pukul 10:00 WIB, Ciloang).
Diakui oleh informan diatas, bahwa Gapoktannya lama tidak aktif sekitar 3
tahun sejak mendapatkan dana PUAP. Karena stagnasi perguliran dana tersebut
menurut pengakuannya dari Dinas meminta sisa saldo rekening Gapoktan untuk di
174
merger dengan Gapoktan lain yang aktif. Untuk pelatihan dilakukan sebelum
pencairan dana namun dari ketua sendiri tidak menghadiri karena faktor
pekerjaan. Informan tersebut diketahui bekerja sebagai konsultan PNPM Mandiri.
Merujuk pada Pedoman Umum PUAP hal ini tidak sejalan dengan aturan main,
dimana sasaran program adalah pelaku usaha tani.
Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut, dapat
disimpulkan bahwa intensiitas pengawasan pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan
Petani di Kecamatan Serang masih di nilai kurang. Pengawasan dari Tim Teknis
jarang dilakukan. Pembinaan pengawasan evaluasi menjadi satu, biasanya
dilakukan menjelang pencairan dana PUAP. Dan pengawasan secara rutin ke
Gapoktan dilakukan bersamaan dengan pembinaan yang dilekatkan pada program
SLPTT dan SLPHT. Namun demikian 1 tahun kebelakang sudah lama tidak ada
pembinaan dari Tim Penyuluh
4. PERATAAN
Perataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata.
Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan pendapatan, kesempatan
pendidikan atau pelayanan publik kadang-kadang direkomendasikan atas dasar
kriteria kesamaan. Indikator ini mencakup perataan manfaat kebijakan, perataan
pelaksanaan kebijakan dalam bentuk pembinaan kelompok sasaran.
Pertama, perataan manfaat kebijakan. Poin ini membahas apakah manfaat
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang
dirasakan merata oleh kelompok sasaran kebijakan. Manfaat kebijakan tersebut
175
diperuntukkan untuk anggota Gapoktan penerima PUAP. Berikut adalah
pernyataan I1-1: “Tidak memberi kepada orang lain dahulu hanya anggotanya
sesuai RUA.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB,
Kantor Distanak Provinsi Banten). Manfaat tersebut dapat berupa fasilitasi ilmu
pengetahuan dan Teknologi. Namun dijelaskan bahwasanya terkadang tidak
semua anggota Gapoktan menerima fasilitasi tersebut, petugas hanya
menyampaikan ke Ketua/pengurus Gapoktan. Hal ini diungkapkan I1-2 berikut:
“Selain fasilitasi ilmu pengetahuan kadang-kadang penyampaian teknologi tidak
semua menerima, kadang-kadang petugas hanya menyampaikan ke ketuanya.”
(Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor
Distanak Provinsi Banten).
Mengingat sasaran program PUAP 10.000 desa/tahun dengan karakter
Gapoktan yang beragam maka manfaat ini secara umum tidak bisa disama
ratakan, terlebih masih ditemui ada saja oknum tertentu yang mengambil
keuntungan sendiri. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh I2 berikut: “Karena
kebijakan bersifat massal jadi manfaatnya ada yang merata, ada yang tidak.
Untuk 10.000 desa/tahun ada beragam karakter Gapoktan.” (Wawancara pada
hari Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten).
Dalam pelaksanaan pembagian pendanaan modal PUAP bagi Gapoktan
PMT sendiri berupaya untuk mengusahakan keadilan dengan pemerataan melalui
prioritas kebutuhan sesuai RUA, dan sistem cluster anggaran bergilir juga
diterapkan.
176
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh I5-1 berikut:
“Terkadang masih ada perselisihan dalam pembagian dana kepada Poktan mengingat dalam 1 Gapoktan jumlah Poktan beragam. Keadilan diusahakan dengan pemerataan menekankan pada prioritas kebutuhan sesuai dengan RUA. Sistem cluster anggaran sudah mulai dipakai.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Pendanaan BLM-PUAP juga dilakukan dengan memperhatikan seleksi
berdasarkan pasrtisipasi aktif anggota untuk mengetahui siapa yang layak
menerima. Hal ini diungkapkan oleh I6-2: “Ada seleksi berdasarkan hasil
partisipasi aktif masyarakat perdesaan yang menentukan siapa saja yang layak
menerima PUAP.” (Kamis, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Kantor UPT
Kecamatan Serang).
Selain keterangan dari Tim Teknis tersebut, keterangana lainnya juga
peneliti dapatkan dari Gapoktan mengenai pemerataan manfaat. Berikut adalah
pernyataan dari I7-1 berikut: “Iya merata.” (Wawancara pada hari Senin, 24
September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana). Hal serupa juga diungkapkan
oleh I7-2 berikut: “Semua kebagian pinjaman bergilir.” (Wawancara pada hari
Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB, Kaligandu). Dari wawancara
Gapoktan tersebut diketahui bahwa pengalokasian anggaran pendanaan modal
BLM-PUAP merata dirasakan oleh semua anggota Gapoktan.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan
bahwa Manfaat dari pada Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP
lebih pada pembiayaan permodalan usaha tani, dimana pembiayaan tersebut
diperuntukkan bagi anggota Gapoktan penerima PUAP dengan sistem pinjaman
177
bergulir agar semua anggota ikut merasakan manfaat pendanaan tersebut..
Fasilitasi pengetahuan dan teknologi dengan jumlah Gapoktan yang beragam
maka pemerataan manfaat tersebut tidak dapat disamakan dimana pembinaan
dilakukan lebih dahulu diprioritaskan untuk Pengurus Gapoktan.
Kedua, Pemerataan pelaksanaan kebijakan. Poin ini membahas mengenai
pemerataan Pembinaan Kelembagaan Petani pada program PUAP di Kecamatan
Serang. Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelatihan dan pembekalan program
PUAP. Terkait dengan pembinaan diungkapkan oleh I2 berikut: “Karena
keterbatasan SDM maka pembinaan tidak melibatkan semua Gapoktan,
mengambil perwakilan Gapoktan saja.” (Wawancara pada hari Selasa, 12 Juni
2013, Pukul 14:05 WIB, Kantor BPTP Banten). Dari wawancara tersebut
diketahui bahwa pembinaan tidak melibatkan semua anggota Gapoktan melainkan
perwakilan Gapoktan. Keterangan serupa diungkapkan pula oleh I5-1 berikut:
“Pembinaan diberikan kepada wakil dari Gapoktan untuk lebih lanjut yang
menjadi perwakilan mengkomunikasikan kepada Poktan.” (Wawancara pada hari
Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare
Pembinaan ditujukkan kepada pengurus Gapoktan seperti ketua, sekretaris,
bendahara. Berikut pernyataan I5-2: “Sosialisasi dan pembinaan pelatihan di level
pengurus, sekretaris, ketua, bendahara.” (Wawancara pada hari Kamis, 23
Oktober 2013, Pukul 18:20 WIB, Kasemen). Pembinaan dan pelatihan belum bisa
dilakukan untuk seluruh Poktan karena keterbatasan penyuluh. Hal tersebut
diungkapkan oleh I6-1 berikut: “Kurang efektif karena keterbatasan tenaga
178
penyuluh tadi.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30
WIB, Cipocok). Menurut tersebut bahwa kendala dalam pembinaan lebih pada
keterbatasan tenaga penyuluh. Keterbatasan tenaga penyuluh juga mempengaruhi
intensitas pengawasan. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh I6-2 berikut:
“Keterbatasan tenaga penyuluh, yang mempengaruhi intensitas pengawasan.”
(Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
Keterangan lainnya juga peneliti dapatkan dari Gapoktan bahwa memang
pembinaan dalam bentuk pelatihan diperuntukkan untuk pengurus Gapoktan atau
perwakilannya selama 1 minggu di awal menjelang pencairan BLM-PUAP.
Berikut adalah pernyataan dari I7-2: “Pelatihan awal-awal ada pembekalan 1
mingguan untuk pengurus Gapoktan, dari kita menyampaikan ke anggota.”
(Wawancara pada hari Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB, Kaligandu).
Demikian juga diungkapkan oleh I7-6 bahwa pembinaan dan pelatihan hanya
diikuti oleh pengurus Gapoktan diantaranya Ketua, Sekretaris atau Bendahara,
Berikut pernyataannya: “Kita pengurus-pengurus Ketua, Bendahara, nanti dari
pengurus menyampaikan ke anggota.” (Wawancara pada hari Senin, 11
November 2013, Pukul 11:00 WIB, Petir).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa perataan
pelaksanaan kebijakan Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di
Kecamatan Serang, belum merata menjangkau seluruh anggota Poktan dimana
kendalanya masih pada keterbatasan tenaga penyuluh dan anggaran operasional.
179
Ketiga, pemerataan sosialisasi kebijakan. Poin ini membahas mengenai
pemerataan sosialisasi atau segala informasi dari pelaksanaan Pembinaan
Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang. Sosialisasi
kebijakan pembinaan masih dirasa kurang bagi pengelola. Karena selama ini
sosialisasi baru sampai pada pengurus untuk selanjutnya pengurus yang
menyampaikan ke anggota. Hal tersebut tidak menjamin pengurus dapat
menyampaikan ke anggota. Sebagaimana dinyatakan oleh I1-1 berikut: “Iya
Sosialisasi PUAP kurang, artinya kurang itu kalau bagi pengelolanya, Pengurus
belum tentu bisa menyampaikannya.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari
2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Ditambahkan pula bahwa pelaksanaan PUAP sendiri seharusnya melalui
perencanaan matang melibatkan seluruh anggota, baik anggaran dan
pembinaannya. Ada reward bagi Gapoktan yang terbaik dan reward bagi petugas
penyuluh. Menurut I1-1 pelaksanaan PUAP tidak demikian selama ini. Berikut
adalah pernyataannya:
“Jadi seharusnya program PUAP itu, melibatkan perencanaan satu kelompok, seluruh anggota, dalam konteks musyawarah, jadi anggaran dahulu, pembinaan dahulu, nanti dilombakan, bagi yang terbaik, cicilannya lunas, itu mendapatkan bantuan, untuk motivasinya. Dan kepada petugas pembina, itu dapat insentif, yang berhasil. Kalau PUAP tidak ada, sebagai mendorong motivasinya.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Keterangan lainnya juga diungkapkan oleh I1-2 berikut: “Sosialisasi belum
optimal. Membina tidak hanya ke Ketuanya, ke keseluruhannya mungkin sampai
mungkin juga tidak tergantung PMT nya.” (Wawancara pada hari Senin, 18
180
Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten). Dari
wawancara tersebut diketahui bahwa pemerataan sosialisasi yang mana
memprioritaskan pengurus Gapoktan tidak menjamin informasi tersebut sampai
secara merata. Tergantung dari sejauh mana PMT mampu menjangkau seluruh
anggota. Namun demikian, dengan keterbatasan tersebut, pengurus diharapkan
dapat menjadi penyambung informasi program kepada anggota sebagaimana
keterangan dari I4 berikut ini:“Biasanya yang penting pengurusnya, baru nanti
disampaikan ke anggota.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul
10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang).
Adanya indikasi ketidak merataan sosialisasi yang kemudian mengakibatkan
anggota salah memahami program PUAP yang dianggap sebagai hibah. Hal ini
diungkapkan oleh I6-2 berikut ini: “Kadang-kadang ada provokator. Karena
informasi tidak merata sampai pada Poktan menyampaikan informasi tidak benar
yang menganggap dana tersebut dana hibah yang tidak perlu dikembalikan.”
(Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sosialisasi selama ini dapat dikatakan kurang merata, dimana segala
informasi mengenai kebijakan baru sampai pada tingkat pengurus Gapoktan.
5. RESPONSIVITAS
Responsivitas, apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan atau nilai
kelompok-kelompok tertentu. Dimana ini berkenaan dengan seberapa jauh
kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok
181
masyarakat tertentu. Indikator ini mencakup tanggapan implementor terkait
terhadap proses pelaksanaan kebijakan. Berkenaan dengan dari apakah
implementor memberikan pelayanan/pembinaan dengan segera, dan kepuasan
masyarakat terhadap hasil dari pelaksanaan kebijakan.
Pertama, responsivitas implementor kebijakan. Poin ini berkenaan dengan
apakah pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani memberikan pelayanan yang
dibutuhkan kelompok sasaran kebijakan dengan segera. Untuk mengetahui poin
ini peneliti mewawancarai petugas teknis terkait dan berikut pernyataan I1-1: “Kita
welcome siapapun itu, karena pertama sebagai aparatur pelayanan publik
siapapun yang ada disini maka kita harus layani, apalagi hanya berkonsultasi.”
(Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor
Distanak Provinsi Banten). Menurut wawancara tersebut dikatakan bahwa Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten selaku implementor selalu terbuka dalam
melayani dan menerima konsultasi terkait program.
Hal demikian juga diungkapkan oleh I4 berikut ini : “Ya sebetulnya
pembinan memang tidak punya waktu, kapanpun siap kita ke lapangan.”
(Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP
Kota Serang). Dari wawancara tersebut diketahui bahwa Tim Teknis selalu siap
membina kapanpun. Hal ini juga diakui oleh Tim Penyuluh yang juga bersedia
melayani meskipun diluar jam kerja. Berikut adalah pernyatan I6-1: “Kapanpun
mereka butuhkan kita selalu melayani sekalipun diluar jam kerja.” (Wawancara
pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
182
Sementara itu, diungkapkan oleh I5-1 bahwa pembinaan dilakukan dengan
segera menjelang pencairan pendanaan PUAP. Berikut adalah pernyataannya:
“Pembinaan dilakukan dengan segera. Sebelum pencairan anggaran untuk
membuat aturan main.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35
WIB, Cipare). Keterangan lainnya juga peneliti dapatkan dari Gapoktan yang
menyatakan bahwa petugas cukup responsif dalam melayani. Seperti yang
diungkapkan oleh I7-1 berikut ini: “Sangat respon dan baik.” (Wawancara pada
hari Senin, 24 September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana). Hal serupa juga
diungkapkan oleh I7-4 berikut: “Iya ketika dibutuhkan UPT selalu merespon.”
(Wawancara pada hari Sabtu, 26 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Trondol)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, memberikan gambaran bahwa
sejauh ini implementor terkait responsif dalam memberikan pelayanan yang
dibutuhkan Gapoktan. Diketahui pula Gapoktan selama ini lebih sering membuka
ruang konsultasi dengan UPT Pertanian Kecamatan. Hal ini dinilai wajar dimana
UPT. Pertanian melalui tim penyuluh memiliki banyak program rutin penyuluhan
ke petani. Sementara itu, intensitas konsultasi tergantung kedekatan Gapoktan
dengan pihak UPT Pertanian Kecamatan. Berikut adalah pernyataan I7-5: “Disini
sering konsultasi itu. Tergantung kedekatan kalau saya kan sering.” (Wawancara
pada hari Jumat, 22 November 2013, Pukul 09:00 WIB, Lopang).
Kondisi sedikit berbeda diungkapkan oleh I7-7 dimana Gapoktannya sudah
tidak ada pertemuan dengan pihak petugas teknis terkait. Berikut adalah
pernyataannya: “Bagaimana mau pertemuan sama pengurus juga sudah tidak ada
koordinasi. Jadi saya sendiri kadang-kadang serba salah.” (Wawancara pada hari
183
Jumat, 22 November 2013, Pukul 11:00 WIB, Cipare). Dari keterangan tersebut
diketahui pula bahwa pertemuan pengurus Gapoktan I7-7 dalam rangka
koordinasipun sudah tidak ada. Kondisi serupa juga dialami oleh I7-8 berikut ini:
“Ke kecamatan sudah pernah tapi belum pernah datang ke sini, sudah saya sampaikan keluhan pernah minta bantuan mau menagih sama-sama tapi tidak ada yang turun sampai sekarang.” (Wawancara pada hari Minggu, 22 Desember 2013, Pukul 10:00 WIB, Ciloang).
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa UPT Pertanian Kecamatan Serang
dinilai kurang responsif menanggapi permohonan Gapoktan terkait dengan upaya
penagihan bersama ke anggota. Keterangan lainnya diungkapkan pula oleh I7-3
berikut ini : “Mereka juga kurang tahu begitu banyak tentang bonsai jadi
responnya mereka hanya bisa membantu dari segi pencarian dana, informasi
pameran.” (Wawancara pada hari Kamis, 07 November 2013, Pukul 09:00 WIB,
Lontar Baru). Hal tersebut diungkapkan oleh informan yang berkenaan dengan
budidaya perbonsaian masih dinilai langka. Sehingga Dinas Pertanian Kota
Serang belum bisa membantu banyak untuk budidaya perbonsaian. Sejauh ini
Dinas Pertanian membantu dalam hal bantuan pembiayaan dan informasi
pameran.
Sedangkan dari keterangan I7-6 ditahun 2013 semenjak ada pergantian
PMT, dengan penugasan PMT Ibu Laelatul Badriah belum juga diketahui oleh
Gapoktan terkait. Berikut adalah pernyataanI7-6: “Sementara ini PMT yang baru
kita belum tahu belum ketemu.” (Wawancara pada hari Senin, 11 November 2013,
Pukul 11:00 WIB, Petir). Hal tersebut juga diperkuat dari pernyataan I5-2 berikut
ini: “Belum kunjungan ke semua Gapoktan baru Bapak Usman yang masih
184
berjalan, yang lainnya belum.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Oktober 2013,
Pukul 18:20 WIB, Kasemen). Berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut,
dapat disimpulkan bahwa Penilaian responsifitas dari Gapoktan cenderung lebih
pada Penyuluh Pendamping dibandingkan dengan Tim Teknis PUAP lainnya.
Mengingat Penyuluh Pendamping kedudukan dan fungsinya lebih memungkinnya
untuk sering berinteraksi langsung dengan Gapoktan.
Kedua, kepuasan terhadap pelaksanaan kebijakan. Poin ini membahas
mengenai kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan
Petani pada PUAP di Kecamatan Serang. Kepuasan masyarakat pada program
PUAP lebih pada bantuan permodalan yang mereka terima. Hal ini sebagaimana
diungkapkan I3 berikut: “Senang yang tadinya tidak pegang uang, akhirnya
pegang uang.” (Wawancara pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 10:16
WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang). Demikian juga diungkapkan oleh I6-2
berikut: “Setidaknya dana bantuan PUAP dapat mengurangi beban atau
membantu usaha produktif petani.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September
2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
Keterangan tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Gapoktan yang
menyatakan bahwa program PUAP meringankan kebutuhan petani. Berikut adalah
pernyataan dari I7-1: “Ya sangat membantu meringankan kebutuhan petani.”
(Wawancara pada hari Senin, 24 September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana).
Gapoktan juga merasa senang dengan adanya program PUAP. Hal ini
diungkapkan oleh I7-2 berikut : “Anggota senang pemerintah sudah membantu.”
(Wawancara pada hari Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB, Kaligandu).
185
Hal serupa juga diungkapkan oleh I7-4 berikut : “Iya senang.” (Wawancara
pada hari Sabtu, 26 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Trondol). Begitu juga
dengan I7-9 yang merasa puas dengan PUAP. Berikut pernyataannya: “Puas,
dibanding dahulu.” (Wawancara pada hari Sabtu, 01 November 2013, Pukul
09:00 WIB, Unyur). Diungkapkan pula oleh I7-6 bahwa bantuan permodalan
PUAP masih dirasa belum cukup. Berikut pernyataannya: “Sangat membantu
sekali di masyarakat itukan bisa dapat pinjaman buat tambahan modal hanya
memang uang segitu belum dapat mencukupi.” (Wawancara pada hari Senin, 11
November 2013, Pukul 11:00 WIB, Petir).
Kepuasan masyarakat sasaran program diukur dari besarnya dana
permodalan yang mereka terima. Terlihat dari setiap pertemuan yang dilakukan
yang mendatangkan Gapoktan/Poktan dengan Tim Teknis mereka selalu meminta
modal. Berikut adalah pernyataan I1-2:
“Yang jelas yang namanya manusia tidak bisa cukup, contohnya setiap pertemuan selalu minta modal. Di kita program Bansos tidak hanya ini bisa dapat dari Bansos lain.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Pernyataan tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Penyuluh
Pendamping yang mana menurutnya Gapoktan masih merasa belum puas dengan
nominal BLM-PUAP yang diberikan, karena belum memenuhi kebutuhan
garapan. Berikut adalah pernyataan I6-1:
“Kalau masalah kepuasan mereka pasti tidak puas karena 1 Ha dibiayai kurang lebih ± Rp.5.000.000; sedangkan dari dana PUAP paling Rp.2.000.000; itu masih kurang, karena ini sifatnya bantuan.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
186
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa permodalan PUAP
dapat meng-cover ½ dari kebutuhan petani, meski masih dirasa kurang namun
masyarakat penerima program cukup puas dilihat dari nilai manfaat yang mereka
terima baik dari wawasan keilmuan, fasilitasi sarana pendukung pertanian
termasuk pembiayaan permodalan usaha agribisnis petani
6. KETEPATAN
Ketepatan, apakah hasil/tujuan yang diinginkan benar-benar berguna atau
bernilai. Secara dekat berhubungan dengan rasionalitas, karena pertanyaan tentang
ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua
atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai dan tujuan
program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
Indikator ini meliputi : Ketepatan sosialisasi, ketepatan antara tujuan dan manfaat.
Pertama, ketepatan sosialisasi. Poin ini dapat diukur dari apakah
masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan memahami dengan benar maksud dan
tujuan dari Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan
Serang. Aspek pembinaan dipahami masyarakat sebagai bentuk penguatan
permodalan melalui pembiayaan PUAP.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh I1-1 bahwasanya masyarakat
memahami PUAP sebagai dana hibah, yang tidak mewajibkan pengembalian di
Gapoktan/Poktan. Pemahaman keliru ini yang kemudian memprovokasi anggota
Gapoktan lainnya untuk tidak perlu lagi mengembalikan pinjaman dari BLM-
PUAP.
187
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan I1-1 berikut:
“Katanya PUAP itu tidak perlu mengembalikan, itu sebetulnya yang menjadi penyakit, ditambah ada hibah atau Bansos lain yang tanpa pengembalian, akhirnya dianggap sama. Masyarakat itu mudah terprovoasi apalagi urusan hutang.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Keterangan tersebut dibenarkan oleh pernyataan I1-2 berikut:
“Bantuan/hibah begitu dibagi habis, mayoritas pemikirannya begitu.”
(Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30 WIB, Kantor
Distanak Provinsi Banten). Anggapan mengenai hibah yang melekat dengan
PUAP sebagai Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut sudah menjadi
persepsi mayoritas dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan I5-1 berikut:
“Persepsi masyarakat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) selalu ditafsirkan
sebagai hibah.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB,
Cipare). Demikian pula dengan keterangan dari I4 berikut:
“Ada juga yang menganggap hibah jadi sekarang tergantung kembali lagi kepada orangnya, kita itu membeli bantuan sudah sekian rupa, dana dari Kementerian ke Petani itu untuk membantu tetapi secara bergulir di kelompoknya masing masing bukan dikembalikan lagi ke pemerintah.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB, Kantor BIPP Kota Serang).
Pernyataan tersebut memberikan keterangan bahwa sudah banyak bantuan
pemerintah yang diberikan ke masyarakat, akan tetapi sudah menjadi
kecenderungan masyarakat yang menganggap bahwa bantuan tersebut merupakan
hibah. Namun demikian meskipun program PUAP tidak mewajibkan
pengembalian, akan tetapi pembiayaan dari PUAP tersebut diperuntukkan untuk
188
dipergulirkan kembali ke kelompok. Artinya tetap pembiayaan Poktan sifatnya
pinjaman yang kemudian harus dikembalikan melalui pengelolaan pegurus
Gapoktan. Pernyataan-pernyataan dari petugas teknis tersebut diperkuat kembali
berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Gapoktan. Seperti apa yang
dikatakan I7-1 berikut ini: “Anggapannya uang itu uang hibah.” (Wawancara pada
hari Senin, 24 September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana). Masih senada
dengan pernyataan tersebut, berikut pernyataan dari I7-2: “Masih menganggap
hibah.” (Wawancara pada hari Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB,
Kaligandu).
Sama seperti pernyataan yang lainnya, berikut pernyataan dari I7-5:
“Masyarakatnya tidak paham dikira hibah tidak membayar tidak apa-apa. Kalau
di bank keliling rajin kalau di Gapoktan susah”. (Wawancara pada hari Jumat, 22
November 2013, Pukul 09:00 WIB, Lopang). Dari hasil wawancara tersebut
diketahui bahwa secara umum kendala yang dialami Gapoktan adalah adanya
persepsi hibah yang dilekatkan pada bantuan permodalan BLM-PUAP, sehingga
kecil sekali kesadaran masyarakat untuk melakukan pengembalian pinjaman.
Sikap ini jelas sangat kontras sekali apabila dibandingkan dengan sikap
masyarakat yang rajin mengembalikan pinjaman dari Bank Keliling.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara peneliti tersebut, dapat
disimpulkan bahwa program PUAP dipahami sebagai bantuan permodalan yang
tidak mewajibkan pengembalian. Hal ini menjadikan kemauan masyarakat dalam
memberdayakan diri masih minim, yang tidak membawa korelasi positif terhadap
berjalannya pembinaan kelembagaan petani.
189
Kedua, bentuk sosialisasi kebijakan. Poin ini berkenaan dengan bentuk
sosialisasi Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan
Serang. Mengenai hal tersebut disampaikan oleh I1-1 berikut ini :
“Sosialisasi yang pernah dilakukan melalui pertemuan pihak provinsi itu dihadiri oleh Kades, Kecamatan, Sekmat, sama tim-tim yang lain dari BAPEDA dan sebagainya. Pada intinya ada diskusi. Pertama evaluasi PUAP, sosialiasikan gaungnya PUAP, ada satu titik permintaan sampaikan pada masyarakat mengenai PUAP itu terserah SDM nya. Iitu mungkin sosialisasinya sudah sampai. Masa dari 2008 belum sampai.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa sosialisasi yang pernah dilakukan
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten yaitu dengan melakukan pertemuan, yang
mengundang Perangkat Desa dan menghadirkan Badan Pembangunan Daerah.
Saat itu disampaikan, agar perangkat Desa dapat menjadi mediator bagi
masyarakat untuk mensosialisasikan segala hal berkenaan dengan PUAP.
Sosialisasi dilakukan untuk pengurus Gapoktan. Hal ini disampaikan
kembali oleh I1-2 berikut ini : “Sosialisasi sudah dilakukan, kalau sosialisasi
PUAP sendiri sifatnya berantai ke pengurus ketua, bendahara tapi tidak menutup
kemungkinan disitu ada PMT.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014,
Pukul 11:30 WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten). Sosialisasi tersebut tidak
menutup kemungkinan dihadiri oleh PMT. Dimana PMT dalam hal ini sebagai
unsur penting pelaksana program PUAP untuk Gapoktan, benar-benar dilibatkan
dalam keseluruhan proses PUAP
190
Seosialisasi dilakukan bersamaan dengan pembinaan dan pengawasan. Hal
ini diungkapkan oleh I5-2 berikut : “Sosialisasi, pembinaan dan pengawasan jadi
satu paket. Dikumpulkan dikasih pelatihan dilevel pengurus. Sekretaris, Ketua,
Bendahara.” (Wawancara pada hari Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB,
Kasemen). Tidak hanya mengenai PUAP, Petugas Teknis juga memiliki tugas
untuk mensosialisasikan LKM-A sebagai tujuan akhir daripada Pembinaan
Kelembagaan Petani. Hal ini disampaikan oleh I3 berikut : “Kita hanya sosialisasi
PUAP dan LKM-A. Rutin terutama awal pecairan dana. Tengah tengah, akhir-
akhir ini sudah tidak ada undangan lagi.” (Wawancara pada hari Kamis, 13
Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Pada wawancara tersebut disampaikan bahwa sosialisasi dilakukan ketika
awal menjelang pencairan dana PUAP, pertengahan tahun berjalannya program,
dan akhir. Diakui pula bahwa belakangan Dinas Pertanian Kota Serang sudah
tidak menerima undangan untuk menghadiri agenda PUAP dari Tim Teknis
PUAP lainnya.
Selain itu, Sosialisasi terhadap Gapoktan yang dilakukan oleh PMT
menyesuaikan karakteristik Petani baik dari isi Materi maupun bahasa. Seperti
berikut pernyataan dari I5-1: “Sosialisasi kebijakan mempertimbangkan ketepatan
materi disesuaikan dengaan karakter Gapoktan dan selalu dilakukan evaluasi
kegiatan.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB,
Cipare).
191
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
program PUAP merupakan cikal bakal berjalan atau tidaknya pelaksanaan
Pembinaan Kelembagaan Petani. Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan
perangkat desa, Bapeda, dan institusi terkait. Sosialisasi dilaksanakan bersamaan
dengan pembinaan dan pelatihan pengurus Gapoktan. Untuk selanjutnya
sosialisasi kepada anggota Poktan lainnya dilakukan oleh PMT dan Penyuluh
Pendamping.
Ketiga, intensitas sosialisasi kebijakan. Poin ini berkenaan dengan seberapa
sering sosialisasi PUAP dilakukan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh I1-1 bahwa
Sosialisasi mengenai PUAP dari Kementerian Pertanian, dilakukan sebelum
pencairan pendanaan PUAP. Berikut adalah pernyataannya: “Sosialisasi tentang
pra PUAP itu mereka, Kementerian. dananya dari sana bukan kita. Itu sebelum
pencairan PUAP.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00
WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten).
Dikatakan pula bahwa sosialisasi mengenai PUAP dari petugas teknis tidak
kurang, hanya saja masih dirasa kurang ditanggapi oleh petani. Berikut adalah
pernyataan I3: “Sosialisasi tidak kurang, mereka yang kurang menanggapi,
namanya petani tidak semua berpikiran maju.” (Wawancara pada hari Kamis, 13
Februari 2014, Pukul 10:16 WIB, Kantor Dinas Pertanian Kota Serang).
Sementara itu PMT mengungkapkan bahwa intensitas sosialisasi sering
dilakukan khususnya diawal menjelang pencairan BLM-PUAP, namun demikian
lambat laun intensitasnya berkurang akibat stagnasi perguliran BLM-PUAP,
192
sehingga sekarang-sekarang sosialisasi dilakukan namun tidak formal. Berikut
pernyataan I5-2: “Awal-awal sebelum pencairan, kesini-sini sosialisasi tidak
formal, seperti datang ke saung-saung Gapoktan, sudah lama juga banyak yang
terkendala pengembalian jadi susah mengumpulkan.” (Wawancara pada hari
Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB, Kasemen). Namun demikian diakui
pula oleh PMT bahwa adanya kendala pengembalian menyebabkan Gapoktan sulit
untuk dikumpulkan sehingga sosialiasi kurang berjalan.
Lebih lanjut dikatakan oleh I6-2 bahwa sosialisasi dilakukan dahulu ketika
menjelang pencairan dana PUAP 2 kali. Berikut adalah pernyataannya: “Ada
pertemuan, sosialisasi kelompok ada dahulu, 2 kali sebelum pencairan.”
(Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 11:10 WIB, Cipocok).
Dari keterangan tersebut diketahui bahwa pernyataan “dahulu” mengisyaratkan
sosialisasi saat itu saja pada perkembangan selanjutnya sudah tidak ada kembali.
Selain pernyataan dari para petugas teknis tersebut, keterangan lainnya
juga diperoleh dari Gapoktan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh I7-1 berikut
ini: “Perbulan ditambah dengan program yang ada.” (Wawancara pada hari
Senin, 24 September 2013, Pukul 10:00 WIB, Sukawana). Dari pernyataan
tersebut sosialiasi terhadap Gapoktan terjadwal 1 bulan sekali. Demikian pula
dengan pernyataan dari I7-3 dikatakan bahwa sosialisasi diawal menjelang
pencairan dana PUAP 2-3 bulan sebelumnya. Berikut adalah pernyataannya:
“Sosialisasi sekaligus pelatihan waktu itu sebelum pencairan 2-3 bulanan
sebelum cair.” (Wawancara pada hari Kamis, 07 November 2013, Pukul 09:00
WIB, Lontar Baru).
193
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa intensitas
sosialisasi kebijakan masih dirasa kurang. Hal ini dapat dilihat dari proses
sosialisasi dan pembekalan pengurus Gapoktan pra pencairan dana PUAP dari
Dinas terkait terhitung hanya 2 kali 2-3 bulan sebelumnya. Belum lagi intensitas
Tim Penyuluh melakukan sosialisasi sekaligus pembinaan ke Poktan hanya
terjadwal 1 bulan sekali, itupun intensitasnya menurun.
Keempat, Ketepatan pelaksanaan kebijakan dengan indikator keberhasilan
kebijakan dilihat dari aspek output dan outcome. Menurut keterangan wawancara
yang dilakukan diketahui bahwa kesesuaian perkembangan terhadap tujuan
kebijakan PUAP dapat dikatakan sudah tepat, karena kebijakan dimaksudkan
untuk menata kelembagaan petani dalam rangka mendorong usaha produktif
mereka.
Keterangan tersebut sebagaimana pernyataan I6-1 berikut:
“Cukup tepat karena kebijakan dimaksudkan untuk penataan kelembagaan petani jika dalam rangka membangun akuntabilitas mereka dalam mendorong usaha produktif Petani.” (Wawancara pada hari Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB, Cipocok).
Jika dipandang dari kesesuaian perkembangan program sudah sesuai karena
dinilai membantu dalam pengembangan usaha petani. Hal ini sebagaimana
pernyataan I2 berikut: “Sesuai, karena cukup membantu dalam pengembangan
usaha petani.” (Wawancara pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 11:30
WIB, Kantor Distanak Provinsi Banten). Lebih spesifik kesesuaian ini dinilai dari
manfaat yang diterima Gapoktan sebagaimana yang diungkapkan oleh I4 berikut
194
ini: “Sudah terpenuhi tujuan petani terpenuhi kebutuhannya seperti penyediaan
pupuk, saprodi.” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00
WIB, Kantor BIPP Kota Serang). Sementara itu pernyataan yang berbeda
diungkapkan oleh I1-1 yang menyatakan perkembangan tujuan pembinaan belum
optimal. Berikut adalah pernyataan I1-1: “Intinya program pembinaan PUAP
belum optimal masih perlu perbaikan dokumen, penyederhanaan.” (Wawancara
pada hari Senin, 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB, Kantor Distanak Provinsi
Banten). Hal tersebut juga didukung dengan adanya pernyataan dari I5-1 berikut :
“Kesenjangan antara tujuan dan manfaat masih ada, karena tujuannya yang sangat ideal. Di lapangan Intensitas pembinaan atau diklat juga masih kurang. Untuk membentuk kelembagaan Gapoktan yang kuat tidak mudah terlebih support system yang kurang.” (Wawancara pada hari Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB, Cipare).
Pada wawancara tersebut dijelaskan bahwa masih ada kesenjangan atara
tujuan dan manfaat, Dimana intensitas pembinaan masih kurang termasuk support
system yang juga masih dirasa kurang. Jika dilihat dari ketepatan pelaksanaan
PUAP dalam mewujudkan tujuan PUAP untuk kesejahteraan petani, hal ini dapat
diukur dari hasil pendapatan usaha produktif petani. Berikut adalah data
pendapatan Gapoktan di Kecamatan Serang berdasarkan luas lahan garapan yang
dapat dilihat pada tabel 4.20:
195
Tabel 4.20 Hitungan Keuntungan Hasil Usaha Padi Gapoktan
Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Kecamatan Serang
Gapoktan Poktan Ang-gota
Luas Lahan (Ha)
Biaya Tanam 1
( x Rp.10.000)
Rp.10.000)
Hasil panen2
5 ton/Ha ( x Rp.10.000)
Pendapatan Pemilik lahan3
( x Rp.10.000)
( x Rp.10.000)
Pendapatan penggarap4
( x Rp.10.000)
(x Rp.10.000) Pelita Tani Makmur 37 32 4.640 57.600 26.480 16.880 Pesir Tani 28 24 3.480 43.200 19.860 12.660 Jaya Tani Mandiri
Jaya Tani Mandiri
43 39 5.655 70.200 32.272,5 20.572,5
Sri Tani 37 23 3.335 41.400 19.032,5 12.132,5 Mekar Tani 41 32 4.640 57.600 26.480 16.880 Tunas Abadi Kebanyakan 46 33 4.785 59.400 27.307,5 17.407,5 Harapan Jaya 37 28 4.060 50.400 23.170 14.770 Tunas Mekar
Sari 116 44 6.380 79.200 36.410 23.210
Hamparan Arjuna
25 14,4 2.088 25.920 11.916 7.596
Karya Bahagia Tani
Berkah Tani 37 30 4.350 54.000 24.825 15.825
Karya Bersama
Pamindangan 39 21 3.045 37.800 17.377,5 11.077,5
Hasil Bersama
42 25 3.625 45.000 20.687,5 13.187,5
Gempol I 31 42 6.090 75.600 34.755 22.155 Gempol II 70 58 8.410 104.400 47.995 30.595
(Sumber :Diolah Peneliti, 2014)
1 Pembelian Pupuk, bibit, obat 2 (Nilai jual Gabah basah 4200/Kg - biaya panen 600/Kg ) x hasil panen 3 Hasil panen - Biaya tanam x 50% 4 Pendapatan bagi hasil – biaya garap (Rp.3000.00/Ha Traktor, namping, pengairan, dll)
Tabel 4.17 tersebut menyajikan hitungan keuntungan usaha Gapoktan
untuk tanaman pangan atau padi. Dimana mayoritas petani di Kecamatan Serang
adalah petani padi dengan status sebagai penggarap dengan ukuran panen minimal
5 Ton/Ha. Dari tabel tersebut diketahui pula tingkat pendapatan produksi
Gapoktan paling tinggi ada pada Gapoktan Karya Bersama dengan lahan garapan
yaitu 146 Ha dengan pendapatan tertinggi ada pada Poktan Gempol II
Rp. 258.100.000, sedang Gapoktan dengan lahan garapan paling kecil yaitu Karya
196
Bahagia Tani 30 Ha, dan pendapatan Poktan terkecil ada pada Poktan Hamparan
Arjuna Rp.25.200.000 dengan lahan garapan 14,4 Ha yang masuk dalam
Gapoktan Tunas Abadi. Dengan demikian dari hasil hitungan keuntungan hasil
usaha padi Gapoktan dapat diambil rata-rata nilai manfaat yang diterima anggota
atau pendapatan petani dengan luas lahan garapan antara 0,5 Ha-1 Ha adalah
Rp.2.637.5000 – Rp 5.275.000. Selanjutnya untuk melihat secara spesifik
gambaran umum rata-rata pendapatan petani berdasarkan masing-masing
kepemilikan lahan garapan pada setiap Gapoktan dapat dilihat pada tabel 4.21
berikut:
Tabel 4.21
Range Pendapatan Petani Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Kecamatan Serang
Gapoktan Range pendapatan Petani (Rp)
< 527.500 527.500 – 2.637.500 3.165.000-5.275.000 > 5.275.000
< 0,1 Ha 0,1 – 0,5 Ha 0,6 – 1 Ha > 1 Ha
Pelita Tani 1 38 21 5
Jaya Tani Mandiri 65 54 2
Tunas Abadi 163 51 10
Karya Bahagia Tani 19 13 5
Karya Bersama 83 75 24
Jumlah petani 1 368 214 46
(Sumber : Diolah Peneliti, 2014)
197
Dari tabel 4.18 dapat dilihat di Kecamatan Serang hanya 1 petani yang
menggarap lahan < 1 Ha yang artinya hanya 1 petani yang pendapatannya
< RP.527.500. Untuk petani yang menggarap lahan 0,1 - 0,5 Ha, itu berarti
sebanyak 368 petani ada pada range pendapatan Rp.527.500 – Rp.2.637.500,
Untuk petani yang menggarap 0,6 - 1 Ha, itu berarti sebanyak 214 petani berada
pada range pendapatan Rp.3.165.000 – Rp.5.275.000 dan sisanya yang menggarap
lahan > 1 Ha sebanyak 46 Petani berada pada range pendapatan ≥ Rp. 5.275.000.
Jadi, dengan mengacu pada ukuran rata-rata penen petani 5 Ton/Ha dan
kisaran pendapatan sebagaimana tabel 4.18 tersebut, dengan berasumsi jika
sebagian besar petani menggarap luas lahan 0,1 – 0,5 Ha berada pada range
pendapatan Rp.527.500 – Rp.2.637.500 untuk 1 kali musim panen yaitu 6 bulan
sekali, maka dapat dihitung rata-rata pendapatan petani penggarap di Kecamatan
Serang adalah Rp.87.916 – Rp. 439.583/bulan. Nominal tersebut tentu masih
dkurang untuk memenuhi kebutuhan petani, sehingga ukuran kesejahteraan petani
dalam hal ini belum terpenuhi.
Selain ukuran pendapatan tersebut, indikator ketepatan ini juga dapat dilihat
dari ketepatan pelaksanaan PUAP. Dimana mekanisme pencairan dana PUAP
langsung masuk ke rekening Gapoktan. Hal ini dimaksudkan agar petugas
penyuluh maupun petugas teknis tidak dapat memanfaatkan dana tersebut, yang
artinya petugas tidak diperkenankan untuk mendapatkan dana PUAP karena
peruntukannya khusus untuk pembiayaan usaha agribisnis petani anggota. Namun
demikian, pada kenyataannya ada saja ditemui petugas penyuluh yang
mendapatkan jatah atau imbalan dari dana tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh
198
I7-5 berikut: “Ucapan terimakasih sedikit ada yang namanya letih itukan kebijakan
kita. Pembagian Rp.15.000.000/kelompok, di kelompok paling dapat
Rp.1.500.000.” (Wawancara pada hari Jumat, 22 November 2013, Pukul 09:00
WIB, Lopang). Hal serupa juga diungkapkan oleh I7-7 berikut:
“Uang (dana PUAP) itu langsung ke rekening Gapoktan mau turun minta ACC dari mereka (Penyuluh). Saya yang kerja ini mereka yang menikmati, sejak saat itu Sudah tidak datang-datang lagi kesini penyuluhnya.” (Wawancara pada hari Jumat, 22 November 2013, Pukul 11:00 WIB, Cipare).
Dari wawancara tersebut, diketahui bahwa pencairan bergilir permodalan
PUAP di tingkat Gapoktan memerlukan ACC dari Petugas Penyuluh, Ada seperti
rasa tidak enak dari Pengurus Gapoktan ketika segala sesuatunya memerlukan
dukungan dari petugas penyuluh mulai dari pengusulan Gapoktan penerima
PUAP, hingga pencairan dana BLM-PUAP, maka dengan begitu akhirnya
Gapoktanpun merasa berhutang budi terhadap petugas Penyuluh sehingga
diperlukan ucapan terima kasih berupa pembagian jatah dari dana PUAP tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa ketepatan pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Petani dengan tujuan
program PUAP dapat dikatakan masih belum terpebuhi. Hal ini terlihat dari
intensitas pembinaan bagi Gapoktan yang masih kurang termasuk dukungan dari
Tim teknis lainnya, adanya ketidaksesuaian aturan main dalam pengalokasian
dana PUAP yang mengatur bahwa tidak diperkenankan petugas terkait menerima
uang dari PUAP, namun kenyataannya dari pernyataan 2 Gapoktan di Kecamatan
199
Serang memberikan keterangan yang mengindikasikan bahwa masih ditemuinya
pembagian persentase BLM-PUAP kepada petugas penyuluh.
4.7. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta
yang peneliti dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang digunakan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori evaluasi kebijakan. Sebagaimana
telah dibahas pada bab sebelumnya, dimana evaluasi kebijakaan lebih berkenaan
pada kinerja dari kebijakan khususnya pada implementasi kebijakan Publik. Maka
dalam melakukan evaluasi kebijakan indikator kinerja mutlak diperlukan.
Hal ini sesuai dengan teori evaluasi dari William Dunn, tipe kriteria evaluasi
menurut William N. Dunn menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan,
analisis menggunakan tipe kinerja yang berbeda untuk mengevaluasi hasil
kebijakan (Nugroho, 2008). Adapun kriteria evaluasi menurut William N. Dunn
antara lain meliputi: efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas,
ketepatan (Dunn, 2003:610). Selanjutnya dalam penelitian mengenai Evaluasi
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Serang Kota Serang pembahasan yang dapat
peneliti paparkan adalah sebagai berikut:
200
1. Efektifitas
Indikator efektifitas ini meliputi : Pertama, pencapaian terget kebijakan.
Pembinaan Kelembagaan Petani merupakan bagian daripada program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dimana dalam pencapaian
target kebijakan tidak terlepas dari target yang diharapkan dari pelaksanaan
program PUAP di Kecamatan Serang. Pencapaian target dari PUAP sendiri
berkenaan dengan output dan outcome yang merupakan pencapaian kinerja dari
implementasi kebijakan.
Output PUAP mencakup tersalurkannya dana PUAP Rp.100.000.000//Desa,
yang diperuntukkan bagi pembiayaan permodalan usaha agribisnis petani. Dimana
melalui pembiayaan usaha BLM-PUAP kepada kelompok tani diharapkan dapat
membantu pengembangan usaha agribisnis petani.
Pengembangan usaha agribisnis ini selanjutnya diarahkan untuk mendorong
kesejahteraan petani sebagai bentuk outcome lebih lanjut dari program PUAP dari
peningkatan aktivitas kegiatan agribisnis selain juga outcome yang lainnya dalam
bentuk fasilitasi dan pengelolaan bantuan modal usaha, peningkatan jumlah petani
yang mendapatkan modal usaha. Bentuk pembinaan kelembagaan petani juga
menjadi output yang diharapkan dari pelaksanaan PUAP dengan pendidikan dan
pelatihan bagi petani anggota untuk dapat melaksanakan fungsi kelompok
sebagaimana mestinya yaitu sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, dan unit
produksi sesuai dengan Pertanian (Permentan) Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007
mengenai Pedoman Umum Pembinaan Kelembagaan Petani.
201
Untuk mendorong pencapaian target tersebut, pelaksanaan pembinaan
kelembagaan petani yang dilakukan petugas terkait, mencakup pembinaan
administrasi dan budi daya pertanian yang dilakukan PMT yang sebelumnya
sudah melalui proes pelatihan dari Badan Sumber Daya Manusia Direktorat
Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP). Dalam pelaksanaannya
PMT dibantu oleh Penyuluh Pendamping yang diambil dari Petugas Penyuluh
UPT Pertanian Kecamatan Serang sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-
masing baik dibidang pengelolaan tanaman terpadu, penggunaan teknologi tepat
guna dan pengendalian hama terpadu.
LKM-A menjadi barometer keberhasilan pelaksanaan PUAP. Pembinaan
dimaksudkan dalam rangka peningkatan fungsi kelembagaan Gapoktan menjadi
LKM-A sebagai Unit Usaha Otonom yang didirikan dan dimiliki oleh Gapoktan
penerima BLM-PUAP untuk melaksanakan kredit/pembiayaan dan simpanan
pelaku usaha agribinis (Pedoman Penumbuhan LKM-A Gapoktan PUAP, 2012).
Untuk mendorong Gapoktan ke arah LKM-A tersebut, Gapoktan memperoleh
fasilitasi pembinaan dari Tim Penyuluh meliputi pembinaan administrasi,
budidaya pertanian dan penerapan teknologi tani.
Kemudian, berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan, diketahui Dinas
Pertanian Kota Serang sebagai tim teknis Kota dalam pelaksanaan PUAP di Kota
Serang belum melaksanakan fungsinya secara optimal. Dimana untuk teknis
pelaksanaannya diserahkan kepada BIPP Kota Serang dan UPT Pertanian masing-
masing Kecamatan. Seharusnya dalam hal ini Dinas Pertanian Kota Serang
bersama-sama dengan Tim Teknis lainnya dapat mengawal pelaksanaan
202
pembinaan kelembagaan petani pada program PUAP sehingga pencapaian target
yang diharapkan dapat terwujud. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Anderson
(dalam Islamy, 2007:17) bahwa kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang
mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau
suatu hal yang diperhatikan. Dalam hal ini pada pelaksanaan kebijakan tentu tidak
terlepas dari peran aktif pelaksana kebijakan itu sendiri untuk melakukan
serangkaian tindakan yang mendekatkan pada pencapaian tujuan dari kebijakan
tersebut.
Kedua, Sasaran kebijakan. Sasaran kebijakan dalam Pembinaan
Kelembagaan Petani adalah anggota Poktan yang tergabung dalam Gapoktan
penerima PUAP yang berkecimpung di bidang agribisnis baik on-farm maupun
off-farm. Namun demikian keterangan yang didapatkan peneliti dari PMT
Kecamatan Serang yang bertugas di tahun 2013 diketahui bahwa sasaran
kebijakan tersebut pada pelaksanaannya tidak sepenuhnya sesuai ketentuan.
Dimana masih ditemui pengurus Gapoktan terpilih masih ditemui rangkap
jabatan sebagai aparat Desa, juga bukan orang yang berkecimpung pada bidang
pertanian. Hal ini didukung dengan hasil observasi peneliti dimana diketahui dari
9 pengurus Gapoktan penerima PUAP, 3 diantaranya tidak murni berkecimpung
di bidang pertanian yaitu Jaya Tani Mandiri, Cipari, Karya Bahagia Tani dan 1
pengurus Gapoktan berprofesi sebagai sekretaris Desa dari Gapoktan Tunas
Abadi.
203
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan dimana
Gapoktan penerima PUAP adalah petani dan bukan aparat Desa/Kelurahan
(Kepala Desa/Lurah dan Sekretaris Desa/Lurah) atau yang setingkat dengan
jabatan tersebut (Juknis PUAP, 2012). Selain itu, prioritas sasaran pelatihan lebih
ditunjukkan pada Pengurus Gapoktan seperti ketua, sekretaris, bendahara. Hal ini
dilakukan karena Pengurus Gapoktan inilah yang nantinya akan menggerakkan
administrasi kelembagaan anggotanya. Namun demikian, dengan adanya
ketidaksesuaian sasaran kebijakan tentu akan berpengaruh pada proses
pelaksanaan kebijakan yang kurang efektif sebab dalam mencapai tujuan
kebijakan itu sendiri dibutuhkan sumberdaya yang kompeten dan memperhatikan
kemampuan dari para implementator kebijakan itu sendiri dalam hal ini adalah
Pengurus Gapoktan sebagai motor penggerak kelembagaan anggotanya.
Ketiga, bentuk kebijakan. Kebijakan yang dimaksud adalah pembinaan
kelembagaan petani diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) Nomor 273 tahun 2007 mengenai Pedoman Umum Pembinaan
Kelembagaan Petani. Dalam proses implementasi kebijakan pelaksana kebijakan
atau birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan menjadi program
(Wibawa, 1994: 2-4). Program yang mendukung kebijakan tersebut adalah PUAP
yang dilaksanakan di kecamatan Serang sebagai salah satu daerah penerima
program.
204
Dalam pelaksanaannya program PUAP melibatkan berbagai Tim Teknis
mulai dari tingkat provinsi, kota, sampai pada tingkat kecamatan dan Petugas
Penyuluh dengan tupoksinya masing-masing. Berdasarkan tupoksi tersebut,
petugas pembina yang langsung bersentuhan dengan Gapoktan adalah tim
penyuluh yaitu PMT dan Penyuluh Pendamping. Pembinaan kelembagaan petani
dilaksanakan baik pra pencairan dana PUAP maupun pasca pencairan.
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten memiliki kewenangan dalam
memonitor pelaksanaan PUAP khususnya pra pencairan, terkait dengan verifikasi
kelengkapan dokumen usulan Gapoktan Penerima PUAP dari kabupaten/kota dan
Verifikasi lanjutan Daftar Nominasi Sementara (DNS) dari Kementerian
Pertanian. Selain pengurusan laporan verifikasi dokumen, Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten juga memfasilitasi pelatihan Gapoktan pra pencairan dana PUAP
dari Pusat yaitu Direktorat Jenderal Pembiayaan Sarana dan Prasaran Pertanian
(Dirjen PSP) dalam hal ini Kementerian Pertanian yang bekerjasama dengan Balai
Besar Pelatihan Hewan.
Bentuk pembinaan kelembagaan petani dari BIPP Kota Serang mencakup
pelatihan tata olah tanah juga pendampingan Gapoktan ke arah pembentukan
LKM-A agar sejalan dengan ketentuan Pedoman Umum PUAP. Untuk teknis
pembinaan langsung terhadap Gapoktan ditangani oleh PMT dibantu dengan
Penyuluh Pendamping. Dimana PMT berkenaan dengan pembinaan untuk
administrasi kelembagaan atau aspek manajerial pegelolaan dana PUAP, sedang
Penyuluh Pendamping melakukan pembinaan teknis pertanian mencakup
budidaya dan teknologi tanam.
205
Untuk pembinaan pasca pencairan Sekretariat PUAP juga turut andil dalam
pelaksanaan program dalam pendampingan terap teknologi pertanian yang
dibutuhkan petani. Adanya keterbatasan dana operasional untuk pembinaan ke
Gapoktan, dalam pelaksanaannya PUAP bersinergi dengan program SLPTT dan
SLPHT yang merupakan program rutin penyuluhan dari UPT Pertanian
Kecamatan Serang. Program tersebut dinilai cukup membantu dalam menyokong
pengembangan usaha agribisnis petani mencakup pembinaan bidang budidaya,
teknologi tanam, dan penanganan hama tanaman.
Dalam proses verifikasi yang dilakukan Tim Pembina PUAP Provinsi
Banten, tidak jarang ditemui masalah ketidaksinkronan RUA, RUK dan RUB
yang dilaporkan PMT. Sehingga tugas Tim Pembina PUAP Provinsi Banten yang
seharusnya hanya memverifikasi RUB saja, akhirnya harus kembali melakukan
pengecekan terhadap RUA, RUK yang sebetulnya meupakan tupoksi dari PMT
diketahui dan disetujuin Tim Teknis Kota yaitu Dinas Pertanian Kota Serang
sebelum dilaporkan ke Tim Pembina PUAP Provinsi.
Terkait dengan peran Tim Teknis Kota, Dinas Pertanian Kota Serang tidak
terlibat banyak dalam pelaksanaan teknis pembinaan di lapangan, dimana selama
ini pelaksanaan teknisnya diserahkan sepenuhnya kepada BIPP Kota Serang. Hal
ini dikarenakan faktor keterbatasan tenaga pegawai, belum lagi ditambah dengan
banyaknya pekerjaan Dinas Pertanian Kota Serang. Sehingga perannya hanya
sebatas memantau pelaksanaan PUAP melalui BIPP Kota Serang. Sebetulnya,
keterbatasan tenaga pegawai inipun dialami oleh BIPP, dimana Kepala BIPP Kota
Serang mengaku kekurangan staf sehingga seringkali dalam pelaksanaannya turun
206
sendiri untuk memantau kegiatan PUAP. Terlepas dari permasalahan tersebut,
pelaksanaan program sudah semestinya memperhatikan aturan yang telah
digariskan dalam Juklak maupun Juknis sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
Jika kemudian pelaksana kebijakan bertindak tidak sesuai dengan aturan yang
ditetapkan maka melalui evaluasi kebijakan aspek kepatuhan dari pelaksana
kebijakan dapat dikatakan belum terpenuhi. Sebagaimana dinyatakan oleh
Wibawa, dkk (dalam Nugroho, 2004:186-187) dimana evaluasi memiliki fungsi
kepatuhan.
Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para
pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur
yang ditetapkan oleh kebijakan. Adanya masalah tersebut menjadi indikasi bahwa
tidak semua pelaksana kebijakan memahami sepenuhnya kebijakan. Padahal kunci
keberhasilan pelaksanaan kebijakan diawali dari seberapa jauh pengetahuan dan
pemahamam implementor terhadap program yang dijalankan. Pelaksanaan
kebijakan harus memperhatikan tiga elemen penting, yakni (1) kognisi
(pemahaman) implementor terhadap kebijakan, (2) respons (menolak atau
menerima), serta (3) intensitas disposisi yakni preferensi nilai yang dimiliki
implementor. Terkait dengan tingkat pemahaman kebijakan dari pelaksana
kebijakan akan menentukan keberhasilan atau efektifitas pencapaian kinerja
kebijakan. Untuk memperoleh hasil evaluasi yang efektif, penting untuk
memastikan bahwa setiap tahap pekerjaan dilaksanakan dengan benar (Suryahadi,
2007).
207
Apabila aspek pemahaman ini tidak terpenuhi akan menghambat
pencapaian kinerja kebijakan karena pelaksana kebijakan tidak mengerti hal-hal
penting apa saja yang perlu dilakukan.
Keempat, ketersediaan sumber daya yang mendukung kebijakan.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya (Nugroho, 2004:54). Karena dalam impelentasi memiliki
tujuan yang ingin dicapai, evaluasi kebijakan dilakukan untuk menilai seberapa
jauh kinerja pelaksanaan kebijakan mendekatkan pada pencapaian tujuan
kebijakan. Maka untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan sumberdaya program
yang memadai. Sumberdaya disini mecakup sumberdaya manusia dari petugas
baik dari segi kualitas dan kuantitas, sumberdaya manusia dari Gapoktan,
dukungan finansial maupun teknologi.
Sumberdaya petugas penyuluh dalam program PUAP dapat dikatakan
belum optimal secara kuantitas. Adanya keterbatasan kuantitas petugas penyuluh
belum bisa menjangkau pembinaan ke seluruh Gapoktan penerima PUAP. dimana
idealnya 1 Penyuluh Pendamping 1 Desa namun pada pelaksanaannya tidak
demikian. Dan 1 PMT idealnya menangani 1 Kecamatan dengan Gapoktan yang
tersebar di beberapa Desa. Namun PMT di Kecamatan Serang menangani 2
Kecamatan yang menyebabkan pembinaanpun kurang berjalan maksimal. Dimana
untuk Kecamatan Serang saja ada 9 Gapoktan yang tersebar di 9 Desa dengan
jumlah keseluruhan anggota di Kecamatan Serang mencapai 863, belum lagi
ditambah dengan wilayah binaan PMT di Kecamatan lainnya.
208
Selain adanya keterbatasan kuantitas petugas penyuluh, keterbatasan
anggaran operasional program juga menjadikan pelaksanaan kebijakan pembinaan
kelembagaan petani diprioritaskan untuk Pengurus Gapoktan terlebih dahulu.
Mengenai sumberdaya petani di Kecamatan Serang juga masih terbilang belum
memadai dimana mayoritas petani masih banyak yang berpendidian rendah.
tercatat sampai pada tahun 2011 dari 1.062 Penduduk Kecamatan Serang
berprofesi sebagai petani, sebanyak 491 orang belum berpendidikan/tidak tamat
SD, 343 orang tamat SD/SLTP, 221 orang tamat SLTA (Program Penyuluhan
Pertanian, 2012).
Secara kapasitas kelembagaan kelompok sebagian besar kelompok tani di
Kecamatan Serang merupakan kelas pemula yaitu 54 Poktan, sisanya kelas lanjut
3 Poktan, kelas Madya 3 Poktan, dan hanya 2 Kelas Utama yaitu ada di Kelurahan
Unyur, yang saat ini Gapoktannya tergolong maju dan sudah menjadi LKM-A
yaitu Gapoktan Karya Bersama yang diketuai oleh Bapak M. Usman. Namun
demikian, dalam rangka meningkatkan sumberdaya manusia Gapoktan terutama
pengurus yang merupakan top liner diharapkan dapat menggerakkan anggota
Poktan, Tim Teknis PUAP tetap melakukan pembinaan kelembagaan sesuai
dengan arahan Kementerian Pertanian.
Fasilitasi penyelenggaraan pelatihan melibatkan Kementerian Pertanian
bekerjasama dengan Tim Pembina PUAP Provinsi sebagai wakil daripada
Pemerintah Pusat yang ada di daerah. Pelatihan yang dilakukan mencakup
sosialisasi program maupun pembekalan kepada Pengurus Gapoktan berupa
pemahaman akan aspek dari segi hukum apabila dana PUAP tidak disalurkan
209
sebagaimana mestinya.Mengenai pembekalan secara kelimuan diberikan melalui
tenaga penyuluh yaitu PMT dibantu dengan Penyuluh Pendamping. Pembekalan
tersebut berupa pembekalan pengetahuan mengenai teknologi tepat guna di bidang
pertanian dan bersinergi dengan program SLPTT dan SLPHT. Mengenai
dukungan teknologi yang difasilitasi oleh Sekretariat PUAP Provinsi Banten
berupa adanya apresiasi Gapoktan untuk pendampingan teknologi petani. Sedang,
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten sejauh ini tidak terlibat banyak pada
pelaksanaan pembinaan Gapoktan secara langsung, fokus Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten lebih pada penerimaan laporan dan pengurusan verifikasi
dokumen PUAP ke Kementerian Pertanian..
Kelima, peran serta sasaran kebijakan. Berdasarkan informasi dari BIPP
Kota Serang, diketahui bahwa partisipasi Gapoktan penerima PUAP di
Kecamatan Serang yang terbilang aktif adalah Gapoktan Barokah yang diketuai
Bapak A. Salam dan Karya Bersama yang diketuai oleh Bapak M.Usman. Khusus
untuk Gapoktan Karya Bersama sendiri sudah tergolong mapan secara kapasitas
kelembagaan yang masuk pada kategori Kelas Utama, kelompoknya terbentuk
sejak tahun 1982. Dimana dari 9 Gapoktan penerima PUAP, Gapoktan Karya
bersama ternyata tergolong sangat aktif dalam mengikuti berbagai pertemuan
pembinaan dan pelatihan.
Namun demikian, apabila dilihat perkembangannya secara umum peran
serta Gapoktan penerima PUAP di Kecamatan Serang mengalami penurunan.
Semangat Gapoktan penerima PUAP ini terlihat diawal pra pencairan dan hanya
bertahan dibulan-bulan pertama pasca pencairan hingga paling lama berjalan
210
sekitar 1-2 tahun pasca pencairan dana PUAP. Selebihnya intensitas pertemuan
mereka semakin menurun. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan
tanggung jawab mereka terhadap program, yang sebagiaan besar hanya
mengharapkan bantuan finansial semata. Inilah yang kemudian memicu adanya
efek provokasi bagi Gapoktan lain yang menjadi ikut-ikutan untuk melakukan hal
serupa, ditambah tidak adanya konsekuensi yang tegas terhadap tindakan tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masalah stagnasi pengembalian
pembiayaan permodalan BLM-PUAP dari anggota yang berimbas pada kurangnya
partisipasi dalam mengikuti pertemuan pembinaan karena menghindari penagihan.
Stagnasi perguliran dana PUAP ini dapat dilihat dari laporan perkembangan aset
Gapoktan dimana sirkulasi penyaluran bantuan permodalan PUAP di Kecamatan
Serang sampai pada September 2013 sebesar Rp.1.279.653.100 dengan
pengembalian Rp.512.402.700 dan sisa angsuran Rp.746.571.100 (Laporan PMT,
2013). Itu berarti sebagian besar BLM-PUAP masih belum terserap kembali ke
kas Gapoktan. Selain itu, intensitas pertemuan PMT juga sudah terbilang jarang
bahkan beberapa diantara Gapoktan mengaku sudah lama tidak mendapat
kunjungan PMT.
Seperti ditemui pada permasalahan anggota dari Gapoktan Barokah yang
kecewa terhadap Dinas Pertanian Kota Serang dan PMT yang dianggap kurang
responsif dalam menangani masalah mereka terkait ganti kerugian akibat wabah
penyakit yang menimpa ternak mereka tak kunjung terealisasi. Adanya masalah
partisipasi tersebut sangat dekat hubungannya dengan peran serta sasaran
kebijakan. Pada hakikatnya peran serta sasaran kebijakan disebut merupakan
211
suatu bagian paling penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Partisipasi
adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat
(Ife dan Tesoriero. 2008:295). Jnabrabota Bhattacharyya (Ndraha, 1990)
mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.
Partisipasi masyarakat yang idealnya terjadi apabila masyarakat memang mau
secara sukarela mendukung kegiatan tersebu. Keterlibatan masyarakat mulai di
tingkat bawah sampai pada proses pengambilan keputusan. Sehingga dengan
adanya peran aktif dari sasaran kebijakan akan mendorong pada pencapaian
tujuan kebijakan tersebut.
Sebagaimana disebutkan oleh Grindle (dalam Agustino, 2006: 153) bahwa
Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, ditentukan
dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah
ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual proyek dan yang
kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Action program tersebut berkaitan
dengan serangkaian aktivitas atau kegiatan, dari konstituen kebijakan untuk
mendapatkan suatu hasil sesuai yang diharapkan dari pembuat kebijakan. Dalam
hal ini adalah peningkatan aktivitas kegiatan agribisnis Gapoktan sebagai bentuk
dari outcomes program PUAP. Namun, apabila permasalahan partisipasi ini
kemudian dibiarkan begitu saja tanpa penyelesaian sudah dapat dipastikan kinerja
dari implementasi kebijakan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
212
Keenam, perkembangan kebijakan. dalam pelaksanaan evaluasi kebijakan
proses penilaian terhadap kinerja dari pelaksanaan kebijakan adalah hal yang
sangat penting untuk melihat seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan
telah dapat dicapai melalui tindakan kebijakan/program. Dalam hal ini evaluasi
kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu telah dicapai
(Agustino, 2006:118).
Hal ini berkenaan dengan perkembangan pelaksanaan kebijakan. Adapun
mengenai perkembangan program PUAP dapat dilihat dari laporan yang dibuat
oleh pelaksana kebijakan. Terkait dengan pelaporan perkembangan Gapoktan dan
segala hal yang menyangkut teknis tugas PMT merupakan lingkup kewenangan
dari Sekretariat PUAP Provinsi Banten. Selain itu, pelaporan PUAP yang
dilaporkan oleh PMT perlu diketahui oleh Dinas Pertanian Kota Serang, melalui
BIPP Kota Serang. Adapun mengenai perkembangan pelaksanaan program dilihat
dari laporan yang masuk ke Tim Pembina PUAP Provinsi Banten tercatat selama
kurun waktu 5 tahun berjalannya program PUAP sejak tahun 2008 sampai 2013,
dari 1535 Desa dan 154 Kecamatan yang menjadi sasaran program PUAP di
Provinsi Banten, yang menjadi LKM-A baru 54 Desa.
Ketentuan mengenai pembentukan LKM-A dalam Pedoman Umum PUAP
disebutkan 2-3 tahun berjalannya program PUAP. Sedang Kondisi di Kota Serang
sampai pada tahun 2012 sudah ada 19 LKM-A yang terbentuk, dan 2 LKM-A
diantaranya termasuk dalam wilayah binaan Kecamatan Serang. 2 LKM-A
tersebut adalah LKM-A Karya Bersama yang diketuai oleh Bapak M.Usman
Kelurahan Unyur, dan LKM-A Tunas Abadi yang diketuai oleh Bapak Mamad
213
Asyari Kelurahan Sukawana.Usulan terakhir Gapoktan penerima PUAP di Kota
Serang tahun 2011. Dimana dari 12 Kelurahan di Kecamatan Serang, 9 Gapoktan
diantaranya sudah terdaftar sebagai penerima PUAP. Dan sisanya 3 kelurahan
belum menerima program PUAP karena tidak diusulkan. 3 kelurahan tersebut
adalah Kelurahan Kagungan, Serang dan Kota Baru. Menurut hasil survey dari
petugas terkait, wilayah tersebut tidak memenuhi kriteria yang dianggap layak
untuk menerima PUAP sebagai wilayah yang berpotensi untuk pengembangan
agribisnis. Sisanya 7 Gapoktan di Kecamatan Serang diketahui kurang aktif
dimana secara keorganisasian PUAP mereka vakum dan cenderung menghindari
pertemuan PUAP karena kebanyakan anggota Gapoktan terkendala pembayaran
pinjaman BLM-PUAP.
Ditemuinya permasalahan stagnasi pinjaman bergulir bisa jadi karena Ketua
Poktan tidak menyetorkan angsuran anggota ke Gapoktan.Yang mengakibatkan
BLM-PUAP tidak dapat segera dipergulirkan kembali ke anggota. Kondisi
tersebut diperparah dengan kurangnya sanksi tegas bagi anggota Poktan yang
tidak mau komitmen dalam pengembalian BLM-PUAP. Permasalahan lainnya
yang juga ditemui pada pelaksanaan PUAP di Kecamatan yaitu mengenai
Pengurus Gapoktan Karya Bahagia Tani, diketuai oleh Bapak Makmun Murod di
Kelurahan Sumur Pecung yang menurut keterangan Penyuluh Pendamping
menginformasikan bahwa Gapoktan tersebut merupakan Pengurus Gapoktan yang
sejak awal perguliran belum ada pengembalian.
214
Selama ini pengurus Gapoktan Karya Bahagia Tani tersebut ditemui oleh
petugas tekait. Setelah ditelusuri, lolosnya Pengurus Gapoktan Karya Bahagia
Tani sebagai penerima BLM-PUAP tersebut tanpa melalui mekanisme pengajuan
dari Pihak UPT Pertanian Kecamatan Serang dan merupakan aspirasi anggota
Dewan. Inilah yang kemudian disesalkan oleh Penyuluh Pendamping. Diketahui
bahwa pengurus Gapoktan Karya Bahagia Tani merupakan orang yang semula
memprovokatori bahwa PUAP adalah dana hibah yang tidak perlu dikembalikan.
Sejauh ini Penyuluh Pendamping sebagai pihak dari UPT Pertanian Kecamatan
Serang tidak ingin terlibat jauh terhadap permasalahan yang ada di Gapoktan
Karya Bahagia Tani karena dikhawatirkan mengusik pengurus Gapoktan terkait.
Sedangkan dilihat dari laporan administrasi pembukuan Gapoktan di
Kecamatan Serang sebagaimana yang telah dibahas, mengenai perkembangan
sirkulasi keuangan Gapoktan pada kenyataannya perputaran modal Gapoktan
sebagian besar banyak yang masih di anggota, belum semua terserap kembali
masuk Kas Gapoktan.
Ketujuh, Kendala pelaksanaan kebijakan. Menurut Nugroho (2001:669)
evaluasi biasanya ditujukkan untuk menilai sejuahmana keefektifan kebijakan
publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauhmana tujuan
dicapai, evaluasi diperlakukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan
“kenyataan”. Adanya kesenjangan antara “harapan” dan “kenyataan” ini
dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang mengambat ketercapaian tujuan
kebijakan. Seperti yang terjadi pada pelaksanaan pembinaan kelembagaan petani
di Kecamatan Serang masih ditemui banyak kendala. Secara umum kendala-
215
kendala tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu kendala di petugas teknis
dan di Gapoktan. Kendala di petugas teknis diantaranya:
1. Kurangnya petugas teknis, Tenaga Penyuluh baik PMT maupun
Penyuluh Pendamping. Idealnya 1 penyuluh 1 Desa kenyataan di
lapangan 1 penyuluh 1 Kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan yang
beragam. sejak 2008 hingga 2012 tercatat ada 1151 yang menerima
PUAP di Provinsi Banten, ketersediaan Tenaga Penyuluh 242 dengan
jumlah 1535 desa yang ada di Provinsi. Lebih spesifik lagi di Kecamatan
Serang terdapat 3. Dimana 3 penyuluh yang ada di kecamatan untuk 12
kelurahan yang berarti 1 penyuluh menangani 4 kelurahan. Hal ini tentu
sangat jauh sekali dari ukuran ideal dimana 1 penyuluh idealnya
menangani 1 Kelurahan/Desa;
2. Pembagian wilayah kerja PMT yang tidak efisien dimana pembagian
wilayah binaan PMT tidak 1 jalur dan terkadang dalam pelaksanaan
tugas masih mengandalkan untuk ditemani PMT lain yang juga memiliki
tugas di wilayah lain;
3. Partnership antara PMT dan Penyuluh Pendamping kurang karena
perbedaan honorium keduanya. Di satu sisi PMT sebagai tenaga kontrak
dari Kementerian Pertanian memperoleh pelatihan dan honor khusus
untuk PUAP, dilain sisi Penyuluh Pendamping sebagai pegawai UPT
Pertanian Kecamatan yang berada dibawah kewenangan langsung Dinas
Pertanian tidak mendapatkan honor khusus PUAP. Belum lagi honor
216
PMT dibayarkan untuk masa 8 bulan kerja namun kontrak kerja 1 tahun
sehinggan sisa 4 bulan berikutnya kinerja PMT umumnya menurun;
4. Dana dampingan untuk operasional pembinaan yang masih kurang
memadai;
5. Kurangnya koordinasi antar Tim Teknis dan petugas di lapangan.
Seperti Tim Pembina PUAP Provinsi Banten seringkali ditemui ketika
melakukan kunjungan ke Gapoktan tanpa melakukan pemberitahuan
terlebih dahulu kepada UPT Pertanian Kecataman Serang. Belum lagi
Dinas Pertanian Kota Serang masih dirasa kurang mengawasi
pelaksanaan program dan cenderung melimpahkan tanggung jawab ke
BIPP Kota Serang dan PMT;
6. Kurangnya pengawasan dari Dinas Teknis terhadap pelaksanaan
pembinaan kelembagaan petani pada PUAP, terlihat dari ketidaktahuan
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten terhadap kondisi real di
Kecamatan Serang, hal ini juga terjadi pada Dinas Pertanian Kota
Serang.
Adapun kendala di Gapoktan diantaranya :
1. Kurangnya SDM Gapoktan yang secara kelembagaan sebagian besar
tergolong dalam kelas pemula. Mempengaruhi kesiapan Gapoktan
dalam melaksanakan fungsi keorganisasiannya;
2. Seleksi Gapoktan Penerima PUAP masih dirasa kurang tepat. Dimana
ditemui Pengurus Gapoktan tidak concern berkecimpung dibidang
pertanian bahkan ada yang rangkap jabatan;
217
3. Stagnasi Perguliran dana PUAP dari Poktan akibat kemaceta
pengembaalian pinjaman anggota baik karena gagal panen maupun
faktor iklim dan pencemaran irigasi dari sungai Cibanten;
4. Beragamnya karakter Poktan menjadi kendala pembinaan;
5. Mayoritas Gapoktan tidak melakukan disverikasi usaha sehingga ketika
gagal panen hanya mengandalkan satu sektor dan tidak dapat menutupi
kerugian bahkan melakukan pengembalian.
Kedelapan, upaya mengatasi kendala. Adanya kendala dalam pelaksanaan
kebijakan tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemangku kebijakan perlu
kiranya mengambil upaya preventif untuk mengatasi kendala pelaksanaan
kebijakan. Upaya yang telah dilakukan oleh Tim Teknis PUAP untuk mengatasi
kendala di petugas teknis dalam pelaksanaan kebijakan sebagaimana telah dibahas
pada poin ke tujuh diatas diantaranya adalah:
1. Mengenai keterbatasan SDM petugas baik Tim Pembina PUAP Provinsi
Banten maupun Tim Teknis lainnya tidak dapat melakukan upaya
apapun, sebab yang berwenang untuk hal tersebut adalah Badan
Kepegawaian Daerah. Jikapun ada penambahan kuota CPNS untuk
tenaga penyuluh, pada kenyataannya seringkali ditemui dimana
penambahan kuota CPNS tesebut, justru dialihkan oleh Dinas bukan
untuk tenaga penyuluh di lapangan, melainkan didudukkan di Dinas
mengerjakan tugas struktural di Dinas;
218
2. Terkait masalah partnership PMT dan Penyuluh Pendamping Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten tetap melakukan pendekatan secara
individu terhadap Tim Penyuluh tersebut agar tetap professional;
3. Meski ada keterbatasan anggaran operasional tetap petugas teknis terkait
diharapkan dapat menghemat anggaran, sekalipun dengan melekatkan
pembinaan PUAP ketika ada kegiatan lain di lapangan. Selain itu, untuk
menjangkau pembinaan secara menyeluruh ke semua Gapoktan, dalam
satu wilayah dibuat Gapoktan model yang dapat menjadi contoh bagi
Gapoktan lainnya. Hal tersebut dilakukan agar Gapoktan lain dapat
berkembang lebih baik sebagaimana Gapoktan model tersebut;
4. Untuk mengawasi alokasi anggaran yaitu adanya pencairan anggaran
bertahap ke Gapoktan. Untuk menjaga berjalannya pengawasan secara
efektif yaitu dengan melibatkan Aparat Desa dan Babinsa. Babinsa
tersebut turut mengawasi tertib acara ketika pencairan anggaran,
termasuk mengundang LSM dan Wartawan. Tidak hanya itu, Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten juga berupaya untuk memberikan
pemahaman kepada PMT untuk berkomitmen memajukan program
dengan melekatkan wewenang pengawasan melalui PMT.
219
Adapun upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala ditingkat
Gapoktan diantaranya adalah:
1. Terkait dengan kendala SDM Gapoktan yang kurang memadai, Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten melakukan pertemuan dengan pengurus
Gapoktan untuk memberikan pemahaman yang benar terhadap program,
sosialisasi langsung ke masyarakat tidak dilakukan sebab menyangkut
resiko anggaran. Pertemuan ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan
pembinaan pengurus Gapoktan sebagai motor dari fungsi kelembagaan
anggotanya;
2. Dengan beragamnya karakter Gapoktan PMT bersama Penyuluh harus
mampu menyesuaikan cara yang tepat untuk mengarahkan Gapoktan
melaksanakan fungsi adminitrasi kelembagaannya;
3. Menyangkut dengan kendala stagnasi perguliran BLM-PUAP dari
anggota, tidak dapat dikenakan sanksi hukum sebab PUAP merupakan
bantuan sosial. Upaya dalam mengatasi stagnasi pengembalian BLM-
PUAP, memerlukan komitmen yang mengikat di Poktan dalam AD-
ART nya;
4. Selain itu, untuk menghindari adanya oknum yang memanfaatkan
momen pembiayaan PUAP seperti oknum yang mengaku
LSM/Wartawan, pengurus Gapoktan tidak diperkenankan untuk
mengeluarkan uang sepeserpun kepada oknum tersebut. Sehingga untuk
memperkuat kedudukan Gapoktan dari ancaman pemerasan, Gapoktan
diminta untuk merapikan administrasi.
220
Sementara itu, terkait peran Dinas Pertanian Kota Serang dalam upaya
mengatasi kendala PUAP sejauh ini tidak begitu terlihat, karena Dinas Pertanian
Kota Serang tidak terlibat banyak dalam pelaksanaan pembinaan kelembagaan
petani. Segala hal yang menyangkut masalah dan kendala yang ada di Kecamatan
Serang, Dinas Pertanian Kota Serang tidak begitu mengetahui kondisinya. Selama
ini Dinas Pertanian Kota Serang sudah menyerahkan kepada bagian kelembagaan
BIPP dan UPT Pertanian masing-masing Kecamatan. Hasil penilaian atas dimensi
efektifitas dapat dilihat pada tabel 4.22 berikut:
Tabel 4.22 Hasil Penilaian Atas Dimensi Efektifitas
Indikator Penilaian Hasil Penelitian Pencapaian Target Kebijakan 1. Pencapaian target kebijakan belum sesuai dengan
arahan Pedum PUAP dan Permentan Nomor 273 Tahun 2007
2. Dinas Pertanian Kota Serang sebagai Tim Teknis PUAP di Kota Serang belum melaksanakan fungsinya secara optimal bahkan perannya kurang terlihat .
Sasaran Kebijakan 1. Sasaran Gapoktan penerima BLM-PUAP belum sesuai masih ditemui 1 pengurus Gapoktan merupakan aparat desa dan 3 pengurus Gapoktan lainnya tidak concern pada bidang pertanian
Bentuk Kebijakan 1. Melalui Pembinaan Gapoktan yang mendorong pada penguatan kapasitas kelembagaan petani, dana PUAP sebagai bantuan biaya permodalan petani dan hasil akhirnya adalah LKM-A
2. Monitoring perkembangan melalui laporan PMT namun seringkali laporan tersebut yang berupa RUA, RUK kurang sinkron dengan RUB
3. Pelaksanaan Pembinaan dilekatkan pada program lain dari UPT Pertanian Kecamatan Serang seperti SLPTT dan SLPHT
221
Ketersediaan Sumberdaya 1. Kapasitas SDM Gapoktan masih belum memadai 2. Keterbatasan tenaga penyuluh 3. Belum memadainya dukungan finansial/dana
pendampingan untuk operasional program Peran Serta Sasaran
Kebijakan
1. Peran serta Gapoktan tinggi ketika diawal-awal menjelang pencairan BLM-PUAP. Pada perkembangan selanjutnya menunjukkan penurunan partisipasi
Perkembangan Kebijakan 1. Selama kurun waktu 5 tahun program PUAP sejak tahun 2008 sampai 2013, dari 1535 Desa dan 154 Kecamatan yang menjadi sasaran program PUAP di Provinsi Banten, yang menjadi LKM-A baru 54 Desa, 2 diantaranya ada di Kecamatan Serang.
2. Dari 2 LKM-A yang terdaftar di Kecamatan Serang hanya 1 yang berjalan yaitu Gapoktan Karya Bersama.
3. 7 Gapoktan di Kecamatan Serang mengalami stagnasi perguliran PUAP cukup tinggi, berdampak pada tidak berjalannya pembinaan.
4. Kurangnya kesadaran dan komitmen anggota terhadap pelaksanaan program.
5. Tahun 2011 Kota Serang terakhir menerima usulan Gapoktan penerima PUAP, 3 kelurahan di Kecamatan Serang tidak masuk sebagai penerima karena dianggap kurang memiliki potensi yang memadai.
Kendala pelaksanaan
Kebijakan
1. Kendala petugas teknis diantaranya : keterbatasan kuantitas tenaga teknis dan tim penyuluh, pembagian wilayah binaan PMT yang kurang efisien, kurangnya partnership antara PMT dan Penyuluh Pendamping, kurangnya dana dampingan untuk operasional pembinaan, kurangnya koordinasi antara tim teknis dan petugas di lapangan seperti Tim Penyuluh, kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan.
2. Kendala di Gapoktan diantaranya: kurangnya SDM Gapoktan, seleksi Gapoktan yang kurang tepat, stagnasi pengembalian BLM-PUAP, mayoritas Gapoktan tidak melakukan disverifikasi usaha.
Upaya mengatasi kendala 1. Upaya mengatasi kendala di petugas teknis: Tim Teknis tidak memiliki kewenangan dalam penambahan tenaga penyuluh namun dapat disiasati dengan melekatkan pembinaan dengan
222
SLPTT dan SLPHT, dibuat Gapoktan model dalam 1 wilayah, memberikan Pemahaman parthnersip antara PMT dan Penyuluh Pendamping, dan menghemat anggaran program, Pengaturan sistem pencairan bergilir di Gapoktan. Pencairan dana PUAP dihadiri Aparat Desa dan Babinsa termasuk LSM dan Wartawan.
2. Upaya mengatasi kendala di Gapoktan diantaranya: pertemuan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten dengan PMT dan pengurus Gapoktan dalam rangka pemahaman program, sebagai bantuan sosial Stagnasi pengembalian BLM-PUAP tidak dapat dikenai sanksi hukum, dan penekanan terhadap kerapihan administrasi Gapoktan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemerasan dari oknum
(Sumber : Peneliti, 2014)
Dari hasil pemaparan dan tabel 4.19 tersebut dapat peneliti simpulkan
sementara bahwa indikator efektifitas belum terpenuhi. Diantaranya dapat dilihat
dari aspek pencapaian target kebijakan yang belum sesuai arahan Pedoman Umum
PUAP ditambah dengan kurangnya peran Dinas Pertanian Kota Serang, Sasaran
kebijakan yang belum tepat sasaran, bentuk kebijakan yang sudah tepat tetapi
pada pelaksanannya kurang efektif, ketersediaan sumberdaya yang kurang
mendukung, peran serta belum memadai dan masih banyak ditemui kendala
pelaksanaan kebijakan, Sedangkan untuk aspek perkembangan kebijakan sudah
dinilai cukup baik meski dalam pelaksanaanya tetap perlu ditingkatkan, sedang
upaya mengatasi kendala dapat dikatakan cukup baik.
223
2. EFISIENSI
Indikator efisiensi ini diantaranya meliputi: Pertama, koordinasi pelaksana
kebijakan. Koordinasi merupakan bentuk sinergisitas kerja antar pelaksana
kebijakan. Menurut Handyadiningrat (1994:78) koordinasi fungsional yang
bersifat ekstern adalah koordinasi antara organisasi satu dengan organisasi
lainnya. Koordinasi tersebut perlu dilakukan karena sebuah organisasi tidak
mungkin menyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dari organisasi lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi eksternal diperlukan dalam
pencapaian tujuan kebijakan. Tim Pembina PUAP Provinsi Banten selama ini
berkoordinasi hanya sampai pada Tim Teknis Kota tidak sampai pada Tim Teknis
Kecamatan. Hal ini dikarenakan pada ranah kewenangan program, tentulah
dilakukan berdasarkan struktur berjenjang yang telah ditentukan. Garis Koordinasi
Tim Pembina PUAP lebih dekat pada Tim Teknis Kota yaitu Dinas Pertanian
Kota Serang. Namun demikian, koordinasi tersebut terbilang cukup jarang.
Seperti yang dikatakan oleh Handyadiningrat (1994:78) bahwa dengan semakin
kompleksnya dan besarnya struktur organisasi menambah pula masalah
organisasi. Semakin luas jenjang pengendalian (span of control) suatu kebijakan
maka jumlah organisasi yang harus dikendalikan banyak.
Sehingga pantas saja rentang koordinasi Tim Pembina PUAP Provinsi
Banten untuk menjangkau sampai pada Tim Teknis dibawahnya tidak akan
mungkin. Dimana koordinasi Tim Pembina PUAP Provinsi Banten hanya sampai
dengan struktur yang berada langsung dibawah kewenangannya, yaitu lebih ke
Tim Teknis Kota. Intensitas koordinasi Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
224
dilihat dari petemuan PMT 4 kali dalam 1 tahun berjalan. Penjadwalan tersebut,
secara intensitas terbilang masih kurang. Masalah koordinasi yang lain ditemukan
dari kurangnya komunikasi antar tim teknsi PUAP, seperti dalam pembentukan
LKM-A baru dan penugasan PMT ada di bawah pengawasan Sekretariat PUAP
Provinsi Banten. Meskipun dari Sekretariat PUAP Provinsi Banten menerangkan
bahwa dalam pelaksanaan program dan pembinaan tidak terlepas dari koordinasi
dan sinergi dengan Tim Teknis terkait, namun terkadang kenyataannya
pembentukan LKM-A tanpa sepengetahuan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten.
Demikian dengan adanya Surat Keputusan penugasan PMT Baru Ibu
Laelatul Badriah di Kecamatan Serang tahun 2013 juga belum diketahui oleh Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten, meskipun wewenang penugasan PMT tersebut
Kementerian Pertanian melalui Sekretariat PUAP Provinsi Banten. Hal tersebut
seharusnya tetap diketahui oleh Tim Pembina PUAP Provinsi Banten. Kondisi
tersebut jelas menunjukkan kurangnya koordinasi antara instansi dari Tim Teknis
PUAP.
Selain itu, kurangnya koordinasi ini juga ditemui antara PMT dan Dinas
Pertanian Kota Serang, dimana laporan perkembangan Gapoktan mengenai PUAP
yang dibuat PMT jarang dilaporkan kepada Dinas Pertanian Kota Serang. Selama
ini laporan dan koordinasi PMT ke Dinas Pertanian Kota Serang dilakukan
melalui BIPP Kota Serang.Terkait masalah koordinasi juga ditemui pada aspek
pengawasan program yang dilakukan langsung ketika kunjungan lapangan oleh
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten. Seperti yang didapatkan dari keterangan
Penyuluh Pendamping bahwa ketika Tim Pembina PUAP Provinsi Banten
225
melakukan kunjungan ke Gapoktan, terkadang tanpa sepengetahuan UPT
Pertanian Kecamatan Serang. Lain halnya dengan koordinasi rutin antar petugas
penyuluh yaitu PMT dan Penyuluh Pendamping Kecamatan Serang di nilai cukup
berjalan. Penyuluh Pendamping merupakan petugas fungsional UPT Pertanian
Kecamatan Serang yang berada di bawah Dinas Pertanian Kota Serang. Dimana
keseharian Penyuluh Pendamping ini berhubungan langsung dengan petani di desa
yang masuk dalam wilayah binaan PMT. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya
PMT tidak dapat bekerja sendiri, dimana Penyuluh Pendamping lebih mengetahui
kondisi potensi desa maupun Gapoktan yang ada di wilayah binaan tersebut.
Adanya masalah koordinasi sebagaimana telah disebutkan tentu tidak boleh
luput perhatian seorang evaluator kebijakan. Tujuan dari kegiatan evaluasi adalah
menemukan masalah dalam pelaksanaan kebijakan untuk kemudian dijadikan
acuan penilaian untuk memberikan masukan perbaikan dalam pelaksanaan
kebijakan. Hal ini dilakukan dalam bentuk evaluasi formatif sebagaimana yang
dikatakan oleh Suryahadi (2007) bahwa evaluasi formatif, yaitu dilaksanakan
pada waktu pelaksanaan program, bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan
program, sehingga akan ditemukan masalah-masalah dalam pelaksanaan program.
Perlunya koordinasi yang berjalan baik antar pelaksana kebijakan merupakan
salah satu pencapaian efisiensi dalam kebijakan yang mendekatkan pada
pencapaian hasil yang diinginkan.
Sebagaimana disebutkan oleh Dunn (2003:610) bahwa dalam evaluasi
kebijakan salah satu indikator kinerja yang diukur adalah efisiensi kebijakan yang
berkenaan dengan seberapa banyak usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan.
226
Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu
Kedua, target perencanaan berkala. Perencanaan menjadi hal yang perlu
untuk dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan. Perencanaan merupakan proses
penetapan tujuan yang diikuti dengan langkah-langkah teknis untuk mencapai
tujuan tersebut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Suandy (2001:2) Secara
umum perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan)
dan kemudian menyajikan dengan jelas strategi-strategi (program) taktik-taktik
(tatacara pelaksanaan program) dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk
mencapai tujuan secara menyeluruh. Target perencanaan berkala hal penting
dalam pencapaian tujuan kebijakan. Target perencanaan ini berkenaan dengan
target yang dibuat secara periodik atas kinerja yang ingin dicapai. Target
perencanaan berkala dari pembinaan kelembagaan petani, ada dalam rencana
strategis yang menargetkan terbentuknya 5 Gapoktan dalam 1 tahun oleh PMT.
Jika mengacu pada target pembentukan Gapoktan tersebut, sudah terpenuhi.
Namun apabila dihubungkan dengan PUAP, yang menargetkan 1 PMT dari
Gapoktan yang menjadi binaannya minimal 1 diantaranya menjadi LKM-Ayang
maju. Target tersebut belum terpenui. Namun demikian untuk target pembentukan
LKM-A ini tidak ada perencanaan spesifik dalam Petunjuk Teknis melainkan
mengacu pada Pedoman Umum dimana LKM-A diharapkan terbentuk setelah 2
tahun pelaksanaan program PUAP di setiap Gapoktan. Pembentukan LKM-A
tersebut dikembalikan sepenuhnya pada masing-masing PMT yang lebih tahu
kondisi Gapoktan binaannya.
227
Dari Tim Pembina PUAP Provinsi Banten tidak menekankan pembentukan
LKM-A karena mempertimbangkan keterbatasan anggaran. Dari APBD tidak ada
alokasi anggaran khusus terkait hal tersebut. Meski demikian, target pembentukan
LKM-A ini secara umum juga dapat ditunjang dari perkembangan usaha agribinis
petani anggota, yang tercermin dari kesesuaian kegiatan PUAP dengan analisis
usaha dalam RUB di Gapoktan.
Ketiga, kesesuaian pencapaian pelaksanaan kebijakan dengan target
perencanaan berkala. Poin ini masih berkenaan kegiatan evaluasi yang
ditunjukkan untuk melihat pencapaian kinerja kebijakan. Dimana kinerja
kebijakan yang dinilai evaluasi diantaranya mencakup seberapa jauh kebutuhan,
nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan kebijakan/program.
Dalam hal ini evaluasi kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan
tertentu telah dicapai (Agustino, 2006:118).
Tim Pembina PUAP Provinsi Banten tidak mengetahui secara pasti
perkembangan pelaksanaan program PUAP khususnya di Kecamatan Serang
karena pemantauan Tim Pembina selama ini hanya laporan PMT, dan sampai
pada saat itu Tim Pembina PUAP Provinsi belum menerima laporan PUAP dari
PMT. Namun jika dilihat dari kondisi umum dengan mengacu pada Pedoman
Umum PUAP ditargetkan 1 PMT dalam 1-2 tahun dapat membentuk 1 LKM-A.
Namun demikian kondisi di Kota Serang, umumnya pembentukan LKM-A dinilai
kurang berjalan, dilihat dari kesiapan Gapoktan masih kurang.
228
Keempat, manfaat yang dihasilkan. Menurut Gardiner dkk (2007),
Pemantauan dan penilaian dilakukan terhadap satu kebijakan berdasarkan hasil
yang diperoleh dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Hasil yang diperoleh dapat
dibedakan menjadi dua, yang masing-masing menjadi indikator dalam proses
pemantauan dan penilaian diantaranya (1) Output, yakni alat pemantauan,
merupakan target antara yang menunjukkan sejauh mana kebijakan tersebut
dilaksanakan.
(2) Outcome, yakni alat dalam penilaian atau evaluasi, merupakan target
hasil dari tujuan antara output yang juga merupakan tujuan kebijakan itu sendiri
(menunjukkan efektifitas kebijakan tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan dalam
Pedoman Umum PUAP bahwa output dari PUAP adalah tersalurkannya
BLM-PUAP kepada Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif
pertanian.
Adanya fasilitasi pembiayaan usaha BLM-PUAP dengan bunga yang rendah
dirasa cukup membantu bagi pembiayaan produksi petani, dilain sisi juga dapat
menghindarkan petani dari rentenir. Dan apabila perguliran BLM-PUAP ini
berjalan dengan didukung dengan adanya pembinaan kelembagaan petani melalui
pelatihan dan pembekalan, baik dari segi keilmuan dalam teknologi dan budidaya
tani maupun administrasi pembukuan Gapoktan, lebih lanjut akan mendorong
Gapoktan menjadi LKM-A. LKM-A ini terbentuk apabila sirkulasi keuangan
Gapoktan lancar terlihat dari peningkatan aset Gapoktan. Peningkatan
kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha
dari BLM-PUAP Merupakan bentuk dari Ouutcome kebijakan. LKM-A yang
229
berhasil didirikan Gapoktan dapat membantu kebutuhan bagi petani anggota baik
dalam bentuk simpan pinjam ataupun kebutuhan sarana dan prasarana usaha tani
seperti saprodi, pupuk, kemitraan usaha untuk permodalan, pemasaran dan lain
sebagainya.
Hal berikutnya adalah mengenai output dari program PUAP belum optimal.
Dimana berdasarkan hasil observasi peneliti diketahui dari 9 Gapoktan terdaftar
baru 1 Gapoktan diantaranya yang dapat dinilai berjalan dan menjadi LKM-A
yaitu Gapoktan Karya Bersama, di Kelurahan Unyur yang diketuai oleh Bapak
M.Usman. Meskipun kondisinya saat ini Gapoktan Karya Bersama yang tergolong
maju dan menempati urutan pertama Gapoktan terbaik di Kota Serang ditahun
2012, pada perkembangannya mengalami sedikit penurunan menjadi peringkat
kedua sebagai Gapoktan Terbaik. Hal ini disebabkan mulai adanya stagnasi
pengembalian BLM-PUAP.
Dari hasil observasi dan wawancara peneliti diketahui pula adanya output
dari pelaksanaan kebijakan terkait dengan peningkatan kemampuan Gapoktan
dalam mengelola bantuan BLM-PUAP belum dapat dirasakan seutuhnya oleh
semua Gapoktan. Kondisi menunjukkan adanya PUAP tidak diikuti dengan
kesiapan Gapoktan dan kesadaran terhadap pelaksanaan program itu sendiri.
Pasalnya masih banyak ditemui Gapoktan yang umumnya hanya mengharapkan
bantuan modal saja, menilai adanya PUAP hanya dari besarnya bantuan modal
yang mereka dapatkan, tanpa mau mengikuti pembinaan dari petugas terkait.
230
Akhirnya pembiayaan modal BLM-PUAP yang tadinya diharapkan dapat
dipergulirkan dan dikembangkan oleh angggota kurang berjalan atau mengalami
stagnasi. Stagnasi tersebut yang kemudian menjadi pemicu kurang berjalannya
kebijakan, sehingga manfaat pembinaan akhirnya belum dapat dapat dirasakan
oleh anggota Poktan sepenuhnya.
Kelima, ketersediaan anggaran. PUAP merupakan program nasional yang
pelaksanaanya dilakukan secara massal dengan target 10.000/desa pertahun.
Sehingga dukungan finansial mutlak diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan
program. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa untuk
mendukung berjalannya pembinaan pada PUAP juga perlu alokasi anggaran
tersendiri. Tanggung jawab pemerintah tidak cukup sampai pada peluncuran
program saja, tetapi juga menyediakan anggaran yang memadai untuk
menyediakan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan program. Seperti
dalam pengadaan sumberdaya petugas teknis seperti PMT, sebagai tenaga ahli
yang langsung dikontrak 1 tahun dan dilatih oleh Kementerian Pertanian untuk
menjadi konsultan dan pendamping PUAP bagi Gapoktan, PMT memperoleh
Biaya Operasional (BOP) untuk lamanya 8 bulan kerja ditambah dengan Uang
Jalan Tetap (UJT).
UJT ini diperuntukkan bukan hanya untuk PUAP tetapi juga anggaran untuk
semua program rutin penyuluhan. BOP PMT disebutkan Rp.3.800.000/bulan dan
UJT Rp.500.000/tahun. Tidak seperti PMT, lain halnya dengan Penyuluh
Pendamping yang tidak mendapatkan biaya operasional yang dialokasikan khusus
pembinaan kelembagaan petani pada PUAP. Mengingat Penyuluh Pendamping
231
merupakan tenaga penyuluh dari UPT Pertanian Kecamatan Serang yang
diperkerjakan untuk membantu semua program rutin penyuluhan dari Dinas
Pertanian Kota Serang termasuk PUAP salah satunya.
Dimana operasional yang dimaksud selama ini merupakan tunjangan rutin
dari Pemerintah Daerah setempat berupa UJT diluar gaji. Berbeda dengan PMT
yang dilatih khusus oleh Kementerian Pertanian untuk PUAP, keberadaan
penyuluh pendamping disini dalam pelaksanaan PUAP sifatnya membantu
sebagai salah satu program Pemerintah yang pelaksanaan teknisnya ada di Dinas
Pertanian Kota Serang, diluar Program penyuluhan lainnya.
Ketiadaan dana pendampingan baik dari APBN maupun APBD diluar UJT
dan gaji bagi Penyuluh pendamping disesalkan oleh Penyuluh Pendamping. Inilah
yang kemudian menjadi masalah partnership keduanya. Mengingat kedudukan
PMT dan Penyuluh Pendamping berada dibawah kewenangan instansi yang
berbeda. PMT merupakan petugas ahli yang dihonori, dilatih dan dibekali
pengetahuan PUAP oleh Kementerian Pertanian. Dalam pelaksanaannya PMT
dibantu Penyuluh Pendamping yang merupakan tenaga penyuluh dari UPT
Pertanian Kecamatan.
Kedudukan Penyuluh Pendamping pada PUAP sifatnya mendampingi PMT
dan membantu PMT dalam pelaksanaan pembinaan Gapoktan, disamping juga
mereka menangani program rutin penyuluhan dari Dinas. Karenanya Penyuluh
Pendamping merasa keberatan jika dibebani dengan tanggung jawab terhadap
keberhasilan pelaksanaan PUAP. Sebab Penyuluh ini merasa tidak diberikan
232
alokasi anggaran khusus untuk operasional pembinaan PUAP sebagaimana PMT.
Di lain sisi PMT juga merasa keberatan jika dalam pelaksanaan pembinaan PUAP
tanggung jawabnya dibebankan kepada PMT saja, PMT merasa pelaksanaan
program tidak terlepas dari Penyuluh Pendamping terlebih PMT merasa dihonori
untuk 8 bulan saja sedang kontrak kerja 1 tahun. Tidak cukup itu, berdasarkan
keterangan dari Tim Teknis didapatkan informasi bahwa PMT ketika sudah 8
bulan kerja, 4 bulan selebihnya dalam 1 tahun biasanya PMT tidak mau bekerja.
Mengenai dana dampingan untuk pembinaan tersebut yang semestinya
diterima oleh Tim Penyuluh karena memang dari Pemerintah Daerah
menganggarkan dana tersebut di tahun 2013 hingga kini belum diterima oleh Tim
Penyuluh. Berbeda dengan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten, mengenai
ketersediaan dana program yang diperuntukkan untuk Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten memang ada alokasi anggarannya yang bersumber dari APBN.
Diketahui ditahun 2012 Tim Pembina PUAP Provinsi Banten menerima anggaran
senilai Rp.50.000.000; dan jumlahnya menurun di tahun 2013 menjadi
Rp.48.000.000. Dana tersebut diperuntukkan untuk koordinasi, Alat Tulis Kantor
(ATK), honor Petugas Penyuluh dan Tim Verifikasi. anggaran tersebut diluar
operasional pembinaan untuk Penyuluh.
Keenam, kecukupan anggaran. Ketersediaan anggaran operasional
Pembinaan Kelembagaan Petani pada Program PUAP di Kecamatan Serang masih
dinilai belum memadai bagi Tim Penyuluh, karena dari Dinas Kota Serang jika
menyangkut pembinaan khusus PUAP bagi Penyuluh Pendamping mereka tidak
menganggarkan untuk itu. Inilah yang kemudian disesalkan oleh Penyuluh
233
Pendamping, sebab BOP yang mereka terima senilai Rp.300.000/bulan dan UJT
untuk transportasi Rp.500.000/bulan dari Dinas Pertanian Kota Serang,
peruntukannya untuk semua program penyuluhan pertanian bukan khusus PUAP
saja. Penyuluh Pendamping ini juga diambil dari Tenaga Harian Lepas (THL)
dengan kontrak 10 bulan namun kerja 1 tahun.
Mengenai dana pendampingan untuk operasional Penyuluh pendamping
memang pernah dianggarkan dari Pemerintah Daerah tahun 2009-2010, meskipun
masih dirasa belum memadai tapi kondisi tersebut masih dianggap lebih baik,
setidaknya cukup membantu jika dibandingkan sekarang, dimana Penyuluh
Pendamping sudah tidak menerima dana tersebut. Hal inipun menjadi kendala
dalam mengadakan pertemuan Poktan karena anggaran pertemuan dibebankan
pada masing-masing Poktan, yang mana tidak semua bisa menyediakan anggaran
tersebut.
Berbeda dengan Penyuluh Pendamping, untuk gaji PMT sendiri total
Rp.3.500.000/bulan sudah termasuk BOP dan Gaji Pokok, dibayarkan selama 8
bulan namun kontrak kerja 1 tahun. Sehinggan PMT biasanya tidak mau bekerja
jika sudah diatas 8 bulan. UJT PMT sendiri diketahui Rp.500.000 untuk 1 tahun.
Adanya perbedaan honorium tersebut menimbulkan kecemburuan Penyuluh
Pendamping terhadap PMT, sehingga berakibat pada masalah partnership antara
keduanya dalam menjalankan tugas pembinaan.
234
Demikian pula mengenai anggaran monitoring bagi Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten masih belum cukup memadai. Alokasi anggaran monitoring
diketahui Rp.48.000.000/tahun. Dana tersebut diperuntukkan untuk perjalanan
pertemuan koordinasi ke Pusat 18 OP atau 18 orang dengan total pengeluaran
Rp.9.000.000; sudah termasuk perjalanan koordinasi kabupaten dan kota. Jika
dalam untuk 1151 Gapoktan yang harus dipantau dalam 1 kali OP ada 1 orang
melakukan koordinasi ke pusat, anggaran tersebut cukup untuk 26 kali OP. Lain
halnya jika dalam 1 kali koordinasi ke pusat ada 2 orang maka anggaran tersebut
hanya cukup untuk 13 OP. Berikut adalah tabel 4.23 hasil penilaian atas dimensi
efisiensi:
Tabel 4.23 Hasil Penilaian Atas Dimensi Efisiensi
Indikator Penilaian Hasil Penelitian Koordinasi Pelaksana Kebijakan
1. Kurangnya koordinasi antar Tim Teknis, PMT dan Penyuluh Pendamping.
Target Perencanaan Berkala
1. Target pembentukan 5 Gapoktan dalam 1 tahun oleh PMT sudah terpenuhi, namun untuk target pembentukan 1 PMT minimal LKM-A belum terpenuhi.
Kesesuaian target Perencanaan Brakala
1. Ideal pembentukan LKM-A 1-2 Tahun berjalannya PUAP, belum terpenuhi
2. Target perencanaan usaha agribisnis petani tercermin dalam RUB di Gapoktan belum berjalan 100%.
Manfaat yang Dihasilkan 1. Bantuan pembiayaan permodalan PUAP dengan bunga yang rendah.
2. Fasilitasi penguatan sumberdaya melalui pembinaan, pelatihan dan pembekalan, baik dari segi keilmuan dalam teknologi, budidaya tani, administrasi pembukuan Gapoktan.
3. Meningkatnya kemampua kelembagaan Gapoktan dalam mengelola modal usaha dan peningkatan usaha produktif petani dalam penyediaan kebutuhan
235
usaha petani dimana LKM-A sebagai barometer keberhasilan kegiatan PUAP
Ketersediaan Anggaran 1. PMT dikontrak oleh Kementerian Pertanian dengan Biaya Operasional (BOP) untuk lamanya 8 bulan kerja ditambah dengan Uang Jalan Tetap (UJT). BOP PMT disebutkan Rp.3.800.000/bulan dan UJT Rp.500.000/tahun.
2. Berbeda dengan PMT, Penyuluh Pendamping tidak memperoleh BOP khusus PUAP
3. Dana dampingan pembinaan yang diwacanakan turun ditahun 2013 ternyata belum juga diterima oleh Tim Penyuluh.
4. Alokasi anggaran APBN untuk operasional Tim Pembina PUAP Provinsi ditahun 2012 Rp.50.000.000; jumlahnya menurun di tahun 2013 menjadi Rp.48.000.000. Dana tersebut diperuntukkan untuk koordinasi, Alat Tulis Kantor (ATK), honor Petugas Penyuluh dan Tim Verifikasi. Anggaran tersebut diluar operasional pembinaan untuk Penyuluh.
Kecukupan Anggaran 1. Ketersediaan anggaran operasional program PUAP masih dinilai belum memadai, bagi Penyuluh Pendamping yang tidak mendapatkan alokasi khusus PUAP, diketahui BOP Penyuluh Pendamping Rp.300.000/bulan dan UJT untuk transportasi Rp.500.000/bulan dari Dinas Pertanian Kota Serang, peruntukannya untuk semua program penyuluhan pertanian. Anggaran ini dinilai masih jauh khususnya bagi THL yang dikontrak 10 bulan namun kerja 1 tahun.
2. Anggaran operasional bagi Tim Pembina PUAP Provinsi yang dianggarkan Rp.48.000.000 di 2013 juga masih dinilai jauh dari cukup
(Sumber : Peneliti, 2014)
Dari hasil pemaparan dan tabel 4.20 tersebut dapat peneliti simpulkan
sementara bahwa indikator efisiensi belum terpenuhi. Diantaranya dapat dilihat
dari kurangnya koordinasi pelaksana kebijakan, target perencanaan berkala yang
belum terpenuhi, ketersediaan anggaran operasional yang belum memadai.
Sedangkan untuk aspek manfaat dari pelaksanaan program sudah dinilai baik
236
3. KECUKUPAN
Indikator kecukupan ini diantaranya meliputi : Pertama, keterpenuhan
kebutuhan masyarakat sasaran kebijakan. Seringkali dinyatakan bahwa tugas
negara dan pejabat negara untuk melayani dan meningkatkan kebutuhan
masyarakat. Hal ini memberikan dorongan kepada pembuat kebijakan untuk peka
dan aktif berupaya mengatasi problema-problema tersebut guna memenuhi
kebutuhan (Islamy, 2007:121). Dimana proses akhir dari pelaksanaan kebijakan
tersebut adalah menilai seberapa jauh kebijakan mampu mengakomodir apa yang
menjadi kepentingan publik. Sesuai dengan kriteria evaluasi yang dinyatakan oleh
Dunn (2003:610) mengenai aspek kecukupan yang berkenaan dengan seberapa
jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah.
Esensi dari program PUAP adalah mengakomodir apa yang menjadi
kebutuhan petani mengenai akses permodalan yang selama ini masih menjadi
kendala petani. Pendanaan usaha BLM-PUAP tidak boleh melebihi bunga Bank,
penentuan bunga sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan kelompok. Sehingga
dengan nilai tersebut masih dinilai cukup membantu bagi petani anggota. Hal
tersebut masih dinilai wajar mengingat program tersebut sifatnya hanya
menstimulasi kegiatan pengembangan usaha agribisnis petani melalui bantuan
pembiayaan permodalan.
Alokasi bantuan pembiayaan permodalan PUAP senilai Rp. 100.000.000;
untuk 1 Gapoktan yang berarti dalam 1 desa ada 1 Gapoktan. Dengan jumlah
anggota sampai 30 bahkan lebih, maka pengalokasiannya harus diatur sedemikian
rupa agar mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan semua anggotanya dengan
237
sistem pinjaman bergilir. Jika dikalkulasi, misalnya kebutuhan budidaya rata-rata
untuk 1 Ha sawah mendapatkan Rp. 1.000.000; nominal ini dibawah modal
seharusnya yaitu Rp.5000.000; artinya Permodalan PUAP hanya meng-cover
kebutuhan 1/5 sampai ½ kebutuhan lahan garapan.
Selain itu adanya kelembagaan Gapoktan juga membantu petani untuk
mengkoordinir kebutuhan penggarapan seperti kebutuhan saprodi petani, bibit dan
lain sebagainya. Tidak hanya itu, PUAP juga mengakomodir kebutuhan terhadap
peningkatan kapasitas kelembagaan Gapoktan dengan adanya pembinaan
Pembinaan yang memberi dampak psikologis bagi petani akan wawasan budidaya
dan administrasi pembukuan Gapoktan.
Dengan demikian adanya program PUAP dibuat untuk kepentingan
masyarakat guna mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat dan
mengakomodir apa yang menjadi kebutuhannya. Dalam hal ini PUAP mencoba
memberikan solusi permasalahan petani terhadap akses permodalan, kebutuhan
poduksi, maupun peningkatan kapasitas sumberdaya petani melalui pembinaan
mengenai administrasi keuangan Gapoktan dan wawasan budidaya/pertanian.
Kedua, intensitas pengawasan kebijakan. Pengawasan atau disebut juga
monitoring menurut Hoogwood dan Gunn (dalam Wahab, 1997:61) kebijakan
merupakan proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan untuk
memperoleh informasi tentang seberapa jauh tujuan kebijakan tercapai. Menurut
Saragih (1982:94) proses pengawasan dapat dilakukan menurut waktu dan
frekuensi yang diperlukan sesuai tahapan pelaksanaan (awal, pertengahan akhir)
238
atau dapat dilakukan insidentil jika diperlukan. Hal ini berkenaan dengan
seberapa sering pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dilakukan. Dalam
prakteknya pengawasan dari Tim Teknis lebih sering melalui laporan kegiatan
PUAP Gapoktan yang dilaporkan PMT.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terhadap pelaksanaan program
PUAP di Kecamatan Serang termasuk pelaksanaan pembinaan kelembagaan
petani pada Gapoktan diketahui pengawasan langsung yang dilakukan oleh Tim
Pembina PUAP Provinsi Banten terhitung dalam 1 tahun anggaran dilakukan
sebanyak 4 kali. Sedang Sekretariat PUAP pengawasan dilakukan secara
insidentil tergantung kebutuhan Gapokan. Meskipun pada pelaksanaannya
pengawasan tersebut tidak secara berkala dilakukan tetapi dalam 1 tahun anggaran
pengawasan terhadap program pasti ada.
Pembinaan maupun pengawasan yang dilakukan oleh Tim Pembina PUAP
Provinsi Banten dilaksanakan secara estafet, melalui Tim Teknis Kota yaitu Dinas
Pertanian Kota Serang dan UPT Pertanian Kecamatan Serang. Dimana pada
prakteknya pengawasan dari Tim Teknis dilakukan berdasarkan hasil laporan
perkembangan aset Gapoktan dari PMT. Sedangkan agenda pembinaan dan
pengawasan dari Dinas Pertanian Kota Serang tersebut lebih lanjut diserahkan
kembali melalui BIPP Kota Serang, bekerjasama dengan Tim Penyuluh terkait
seperti PMT dan Penyuluh Pedamping dari UPT Pertanian Kecamatan Serang.
239
Penugasa PMT wilayah binaan tergantung SK Kementerian Pertanian.
Dimana diketahui di tahun 2010-2011 Bapak Bobby Hidayat, 2012 Ibu Wulan dan
PMT tahun 2013 adalah Ibu Laelatul Badriah. Diketahui pula dari hasil
wawancara peneliti terhadap Gapoktan di Kecamatan Serang bahwa pengawasan
langsung ke Gapoktan sering dari UPT Pertanian Kecamatan Serang, dari Dinas
Pertanian Kota Serang terhitung 2 kali kunjungan, sedangkan pengawasan
langsung dari Tim Pembina PUAP maupun Sekretariat PUAP Provinsi Banten
terbilang jarang.
Selama ini Gapoktan lebih mengenal dengan PMT tahun-tahun
sebelumnya yaitu Ibu Wulan dan Bapak Bobby Hidayat sedangkan mengenai
penugasan Ibu Laelatul Badriah belum banyak diketahui oleh Gapoktan. Dilihat
dari intensitas pengawasan dan pembinaan dari Penyuluh Pendamping terhadap
Gapoktan dapat dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan PMT maupun
Tim Teknis terkait. Sebagaimana telah dijelaskan pada poin sebelumnya adanya
keterbatasan anggaran operasional program PUAP maka pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh Penyuluh Pendamping dilekatkan dengan
program SLPTT dan SLPHT. Meskipun kemudian pada pelaksanaannya semakin
kesini program SLPTT dan SLPHT sudah jarang dilakukan.
Pembinaan dari PMT pun terakhir yang menangani Ibu Wulan tahun 2012,
selanjutnya Gapoktan sudah lama tidak mendapatkan kunjungan dari PMT.
Intensitas pembinaan dan pengawasan semula dilaksanakan menjadi satu yang
terjadwal biasanya dilakukan menjelang pencairan dana PUAP sekitar 2-3 bulan
sebelumnya. Pada perkembangan selanjutnya intensitasnya perlahan mulai jarang
240
bahkan ada Gapoktan yang sudah tidak ada lagi kegiatan pembinaan. Berdasarkan
gambaran tersebut, dapat diketahui bahwa pengawasan dari Tim Teknis PUAP
lebih pada pengawasan tidak langsung dengan melihat hasil laporan
perkembangan kegiatan PUAP Gapoktan yang dilaporkan PMT. Kondisi seperti
ini sesuai dengan konsep pengawasan dari Winardi (2000:115) yang
membedakan teknik pengawasan menajadi pengawasan langsung dan pengawasan
tidak langsung. Pengawasan langsung adalah apabila pimpinan organisasi
melakukan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh
para bawahannya. Sedang pengawasan tidak langsung adalah pengawasan jarak
jauh melalui laporan yang disampaikan oleh bawahanya baik lisan mupun tertulis.
Meskipun pengawasan dilakukan berdasarkan jenjang struktur birokrasi
namun demikian untuk menjamin pelaksanaan program berjalan sesuai dengan
yang direncanakan sebaiknya pengawasan dilakukan tidak mengandalkan laporan
dari bawah saja. Akan sangat bijaksana apabila pengawasan menggabungkan
teknik pegawasan langsung dengan tidak langsung dalam melakukan fungsi
pengawasan. Artinya Tim Teknis PUAP juga ikut serta dalam melakukan
pengawasan langsung terhadap Gapoktan agar memperoleh penilaian yang akurat
dari pelaksanaan kebijakan sehingga dapat dijadikan acuan untuk merumuskan
kebijakan berkutnya.
Ketiga, waktu pengawasan kebijakan. Untuk Pengawasan dari segi aspek
keuangan Gapoktan Tim Pembina PUAP Provinsi tidak memiliki wewenang.
Mengingat alokasi dana bantuan tersebut sepenuhnya menjadi hak Gapoktan
dengan catatan alokasi dana tetap dipergunakkan untuk PUAP dimana
241
pencairannya langsung ke rekening Gapoktan. Mengenai kegiatan pengawasan
yang dilakukan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten lebih pada kegiatan
pembinaan dan pelatihan bagi Gapoktan. Waktu pengawasan berbarengan dengan
kegiatan pembinaan dan pelatihan Gapoktan terjadwal 4 kali dalam satu tahun
dilakukan per triwulanan.
Ranah Tim Pembina PUAP Provinsi Banten melakukan pengawasan
sampai pada Dinas Pertanian Kota Serang. Lebih lanjut dari Tim Teknis Kota
yang melaksanakan pengawasan program karena Tim Teknis Kota dinilai lebih
tahu kondisi spesifik wilayah masing-masing. Sedang, pengawasan dari Dinas
Pertanian Kota Serang dilakukan melalui BIPP Kota Serang. BIPP Kota Serang
menjadwalkan kegiatan pembinaan dan pengawasan dalam 1 bulan ada 8 kali
agenda untuk semua kecamatan di Kota Serang sehingga setiap kecamatan
mendapatkan jadwal minimal 1 kali dalam 1 bulan. Lain lagi pengawasan dari
Sekretariat PUAP Provinsi Banten dilakukan sesuai kebutuhan Gapoktan dan
biasanya kegiatan tersebut dibarengi dengan pembekalan Gapoktan penerima
PUAP menjelang pencairan BLM- PUAP.
Pada pelaksanaan selanjutnya yang berperan membina Gapoktan adalah
Tim Penyuluh (PMT dan Penyuluh Pendamping). Lebih spesifik pengawasan dan
pembinaan dari PMT dilakukan setiap Desa mendapat jadwal minimal 1 kali
dalam 1 bulan. Mimimnya agenda pembinaan dan pengawasan tersebut,
dikarenakan 1 PMT memegang 2 kecamatan wilayah binaan sehingga harus
membagi jadwal antara desa satu dengan desa lainnya. Penyuluh pendamping
sendiri menjadwalkan agenda pengawasan terhadap Gapoktan paling tidak 2-3
242
kali agenda dalam 1 bulan. Karena dalam setiap Gapoktan memiliki jumlah
Poktan yang beragam maka kegiatan pengawasan dilakukan bergilir bersamaan
dengan kegiatan pembinaan pada program SLPTT dan SLPHT.
Kegiatan tersebut intensif dilakukan ditahun-tahun pertama program
PUAP seiring perkembangannya bukan hanya terkendala pengembalian, namun
juga banyak Gapoktan yang mengaku sudah lama tidak mendapat pembinaan
mengenai PUAP bahkan ada juga yang sudah mengalami kemandegan sejak awal
perguliran dana PUAP seperti yang dialami Gapoktan Karya Bahagia Tani yang
diketuai oleh Bapak Makmun Murod di Kelurahan Sumur Pecung. Pengawasan
dalam bentuk pelaporan nagi Gapoktanpun yang mengalami stagnasi perguliran
BLM-PUAP selalu sama dari bulan ke bulan.
Berdasarkan hasil analisis peneliti tersebut diketahui bahwa intensitas
pengawasan program PUAP masih di nilai kurang memadai. Padahal dalam
pelaksanaan kebijakan pengawasan mutlak diperlukan, untuk menjamin apakah
kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Menurut Gardiner dkk (2007) monitoring atau pengawasan menekankan pada
penelusuran terhadap progress implementasi dan proses-prosesnya untuk
meyakinkan bahwa target yang telah disepakati tercapai. Sehingga ketika
pengawasan tidak dilakukan secara optimal kecil kemungkinan tujuan yang
diharapkan dari pelaksanaan kebijakan akan tercapai. Hasil penilaian atas dimensi
kecukupan dapat dilihat pada tabel 4.24 berikut:
243
Tabel 4.24 Hasil Penilaian Atas Dimensi Kecukupan
Indikator Penilaian Hasil Penelitian Keterpenuhan Kebutuhan
Sasaran Kebijakan
1. BLM-PUAP mampu memenuhi 1/5 sampai ½ kebutuhan usaha petani. Selain juga memberi dampak psikologis dari sisi wawasan budidaya dan adimistrasi pembukuan Gapoktan.
Intensifitas Pengawasan
Kebijakan
1. Pengawasan dari Tim Pembina PUAP Provinsi Banten dilakukan 4 kali/tahun, Pengawasan dari Sekretariat PUAP Provinsi Banten dilakukan insidentil, Pengawasan dari Dinas Pertanian Kota Serang terhitung 2 kali. PMT terakhir intensif kunjungan tahun 2012. Sedang ditahun 2013 banyak Gapoktan yang belum mendapatkan kunjungan PMT. Pengawasan bersamaan kegiatan pembinaan terhadap Gapoktan dan lebih sering dari Penyuluh Pendamping,.
Waktu Pengawasan
Kebijakan
1. Waktu pengawasan berbarengan dengan kegiatan pembinaan dan pelatihan Gapoktan terjadwal 4 kali dalam 1 tahun dilakukan per triwulan.
2. Pengawasan dari Dinas Pertanian Kota Serang dilakukan melalui BIPP Kota Serang. Dijadwalkan dalam 1 bulan ada 8 kali untuk semua Secamatan.s Setiap kecamatan mendapatkan jadwal minimal 1 kali dalam 1 bulan.
3. Pengawasan dari BPTP Provinsi Banten insidentil sesuai kebutuhan, biasanya kegiatan tersebut dibarengi dengan pembekalan Gapoktan penerima PUAP dilakukan menjelang pencairan BLM-PUAP.
4. Pengawasan dan pembinaan dari PMT dilakukan setiap Desa minimal 1 kali dalam 1 bulan. Penyuluh Pendamping menjadwalkan agenda pengawasan setiap Poktan 2-3 kali agenda dalam 1 bulan.
(Sumber : Peneliti, 2014)
Dari hasil pemaparan dan tabel 4.21 tersebut dapat peneliti simpulkan
sementara bahwa indikator kecukupan dapat dinilai cukup terpenuhi diantaranya
dapat dilihat dari aspek keterpenuhan kebutuhan petani baik dari sisi dana
stimulan usaha BLM-PUAP yang mampu memenuhi 1/5 sampai ½ kebutuhan
termasuk fasilitasi wawasan agribinis dari kegiatan PUAP dari program PUAP
cukup bermanfaat bagi petani, meskipun secara intensitas pengawasan dari Tim
244
Teknis dapat dinilai masih kurang memadai didukung informasi mengenai waktu
pelaksanaan pengawasan pembinaan kelembagaa petani pada program PUAP di
Kecamatan Serang Kota Serang.
4. PERATAAN
Indikator perataan ini meliputi: Pertama, perataan manfaat kebijakan.
manfaat kebijakan dari pembinaan kelembagaan petani diperuntukkan bagi
Gapoktan penerima PUAP di Kecamatan Serang. Manfaat tersebut berupa
fasilitasi ilmu pengetahuan budidaya dan teknologi disamping juga nilai ekonomi
dari bantuan pembiayaan permodalan BLM-PUAP. Tetapi tidak semua Gapoktan
menerima fasilitasi tersebut, khusus pembekalan administasi pembukuan
diprioritaskan untuk pengurus Gapoktan. Mengingat keterbatasan tenaga penyuluh
belum mampu menjangkau semua anggota.
Program PUAP merupakan program massal dengan target 10.000
desa/tahun sehingga diperlukan kuantitas SDM petugas yang berlimpah untuk
menjangkau perataan manfaat pembinaan ke seluruh anggota. Mengenai perataan
fasilitasi permodalan pembiayaan BLM-PUAP diupayakan keadilannya melalui
seleksi kelayakan penerima PUAP dengan sistem prioritas kebutuhan dan cluster
anggaran atau perguliran secara bergilir sehingga setiap anggota Gapoktan dapat
merasakan manfaat dari fasilitasi pembiayaan usaha BLM-PUAP. Namun pada
pelaksanaannya ada saja kendala pengembalian dari anggota sehingga perguliran
245
untuk peminjaman berikutnya dari BLM-PUAP menjadi terlambat, bahkan
terhenti akibat stagnasi total dari pengembalian anggota.
Kedua, Perataan pelaksanaan kebijakan. Perataan pembinaan kelembagaan
petani pada program PUAP di Kecamatan Serang belum mampu menjangkau
semua anggota Poktan penerima PUAP. Belum tercapainya pemerataan manfaat
pelaksanaan kebijakan ini kembali lagi pada persoalan keterbatasan kuantitas
Petugas penyuluh dan Ketersediaan anggaran operasional. Pembinaan di
prioritaskan kepada Pengurus Gapoktan seperti ketua, bendahara ataupun
sekretaris. Dengan adanya keterbatasan dalam pelaksanaan pembinaan tersebut,
maka alternatif solusinya adalah pelaksanaan pembinaan kelembagaan petani pada
program PUAP dilekatkan pada SLPTT dan SLPHT yang membuka ruang bagi
Gapoktan untuk tetap dapat merasakan manfaat pembinaan tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan Thoha (2003) dalam organization
development, yang di developt bukan hanya organisasinya tetapi juga termasuk
orangnya (sikap, persepsi, motivasinya). Thoha menyatakan pembinaan adalah
“suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan menjadi lebih baik”. Dalam hal ini
menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai
kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu (Thoha, 2003:7).
Dengan demikian pembinaan kelembagaan petani sangat penting dalam
PUAP dan seyogyanya hal tersebut dapat juga dirasakan oleh anggota lainnya
dengan melibatkan partisipasi aktif pengurus Gapoktan, sehingga penting sekali
menempatkan orang yang tepat sebagai pengurus Gapoktan, dengan
246
memperhatikan kemampuan pengurus untuk bisa men-developt anggotanya dalam
rangka meningkatkan dan memajukan sumberdaya anggota mengenai PUAP,
tidak terbatas pada fasilitasi pembiayaan usaha, selain juga kemudian pembinaan
tersebut turut disokong dari program lain seperti SLPTT dan SLPHT.
Ketiga, perataan sosialisasi kebijakan. Sosialisasi kebijakan selama ini
pelaksanaannya bersamaan dengan pembekalan, pelatihan bagi pengurus
Gapoktan pra pencairan dana PUAP, itupun hanya menjangkau pengurus
Gapoktan. Untuk selanjutnya pengurus Gapoktan yang kemudian menyampaikan
kembali pada anggotanya masing-masing. Hal ini tentu tidak menjamin apakah
sosialisasi lebih lanjut yang dilakukan pengurus Gapoktan ini dapat dikatakan
efektif. Karena pelaksanaannya tidak dibarengi dengan pengawasan secara
optimal dari petugas terkait, yang akhirnya menimbulkan permasalahan stagnasi
pengembalian BLM-PUAP dari anggota.
Pemerataan sosialiasi seyogyanya penting untuk diperhatikan. sosialisasi
harus dengan perancanaan secara matang melibatkan seluruh anggota, baik
anggaran dan pembinaannya. Yang diharapkan sosialisasi ini juga diikuti dengan
reward maupun punishment. Reward yang dimaksud adalah pemberian
penghargaan kepada anggota yang berprestasi ataupun penghargaan terhadap
anggota yang lancar pembayaran BLM-PUAP, setidaknya hal ini akan menjadi
stimulan yang efektif untuk mendorong partisipasi aktif anggota. Sedang
punishment berlaku bagi anggota terkendala pengembalian pembayaran dan juga
tidak memiliki i’tikad baik untuk berusaha menyelesaikan tanggung jawabnya.
Hasil penilaian atas dimensi perataan dapat dilihat pada tabel 4.25 :
247
Tabel 4.25 Hasil Penilaian Atas Dimensi Perataan
Indikator Penilaian Hasil Penelitian Perataan Manfaat Kebijakan
Dengan jumlah Poktan yang beragam dan banyak sedang adanya keterbatasan tenaga penyuluh menjadikan perataan manfaat baik dari segi pembinaan maupun bantuan permodalan PUAP belum terpenuhi.
Perataan Pelaksanaan Kebijakan
Pembekalan program dari Tim Teknis lebih diprioritaskan pada pengurus Gapoktan. Keterbatasan kuantitas SDM petugas teknis dan anggaran menjadikan pelaksanaan kebijakan untuk pembinaan lebih lanjut ke Gapoktan belum mampu menjangkau seluruh Poktan penerima PUAP
Perataan Sosialisasi Kebijakan
Sosialisasi bersamaan dengan pembekalan, pelatihan bagi pengurus Gapoktan pra pencairan dana PUAP untuk Pengurus Gapoktan, lebih lanjut pengurus Gapoktan menyampaikan kembali pada anggota.
(Sumber : Peneliti, 2014)
Dari hasil pemaparan dan tabel 4.22 tersebut dapat peneliti simpulkan
sementara bahwa indikator perataan dapat dinilai belum terpenuhi diantaranya
dapat dilihat dari aspek perataan dari manfaat, pelaksanaan dan sosialisasi
kebijakan baru menjangkau pengurus Gapoktan.
5. RESPONSIVITAS
Indikator responsivitas ini meliputi : Pertama, responsivitas implementor
kebijakan. Berkenaan apakah pelaksana pembinaan kelembagaan petani pada
Program PUAP di Kecamatan Serang memberikan pelayanan yang dibutuhkan
kelompok sasaran kebijakan dengan segera. Berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan Tim Teknis PUAP pada umumnya mengatakan selalu siap sedia apabila
masyarakat sasaran program dalam hal ini adalah Gapoktan membutuhkan
248
konsultasi dan pelayanan sekalipun itu diluar jam kerja. Namun demikian, setelah
dikonfirmasi kepada Gapoktan, lain lagi tanggapan responsivitas dari Gapoktan
yang lebih cenderung kepada Penyuluh Pendamping, mengingat Penyuluh
Pendamping dalam hal ini kedudukan fungsinya lebih memungkinkan memiliki
banyak kesempatan untuk berhubungan langsung dengan Gapoktan hampir
disetiap program penyuluhan rutin dari UPT, tidak hanya PUAP. Sehingga dalam
hal ini intensitas Gapoktan untuk berkonsultasi kepada Penyuluh Pendamping
lebih sering dibandingkan dengan PMT maupun petugas teknis lainnya.
Untuk intensitas konsultasi inipun kondisinya berbeda dimasing-maisng
Gapoktan. Umumnya Gapoktan yang aktif dapat dikatakan sering berkonsultasi
dengan Tim Penyuluh. Namun, untuk beberapa Gapoktan yang kondisinya
mengalami stagnasi konsultasi sudah tidak lagi berjalan seperti yang dialami
Gapoktan Cipari yang mengaku sudah lama tidak ada pertemuan lagi dengan Tim
Penyuluh maupun dengan Pengurus Gapoktan dan Poktan lainnya.
Kondisi serupa juga dialami oleh Gapoktan Karya Bahagia Tani. Menurut
keterangan yang didapatkan peneliti Penyuluh Pendamping dinilai kurang
responsif dalam upaya penagihan untuk menanggulangi masalah kemacetan
pengembalian dana PUAP anggota. Adanya pernyataan tersebut dari pihak Tim
Penyuluh sendiri merasa sulit sekali untuk melakukan penagihan terhadap anggota
sehingga akhirnya masalah ini menjadi berlarut-larut. Diketahui pula penugasan
PMT ditahun 2013 tidak semua diketahui Gapoktan, dari PMT terkait juga
mengakui hal tersebut. Kunjungan baru dilakukan untuk Gapoktan tertentu yang
terhitung masih aktif dan masih bisa diarahkan untuk pengembangannya. Dengan
249
melihat kondisi tersebut, diketahui bahwa responsivitas dari Tim Teknis PUAP
masih kurang dirasakan oleh Gapoktan. Padahal kriteria responsivitas cerminan
nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap
kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan. Sebagaimana dinyatakan
oleh Dunn (2003:437) kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang
dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan,
kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok
yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
Kedua, kepuasan terhadap pelaksanaan kebijakan. Secara umum masyarakat
sasaran program merasa cukup puas dengan adanya program. Kepuasan
masyarakat ini selain dari segi jasa pembinaan yang di terima, dengan
bertambahnya wawasan keilmuan petani, informasi akan kebutuhan sarana
penunjang pertanian, juga termasuk kebutuhan akan permodalan. Mengenai
permodalan PUAP, meskipun masih dinilai belum mampu meng-cover secara
optimal kebutuhan permodalan PUAP namun demikian dana stimulan program
PUAP tetap dinilai cukup membantu.
Kepuasan sasaran kebijakan juga menjadi poin penting untuk diketahui yang
akan menguatkan penilaian terhadap kriteria responsivitas dari evaluasi kebijakan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Dunn (2003:437) bahwa responsivitas
(responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat
tertentu. Dari gambaran yang telah dipaparkan diketahui bahwa masyarakat
merasa puas dengan adanya program PUAP. Kepuasan ini berkenaan pada output
250
pembiayaan usaha BLM-PUAP dan pembinaan dari penyuluh pendamping. Hasil
penilaian dimensi responsivitas dapat dilihat pada tabel 4.26 berikut:
Tabel 4.26
Hasil Penilaian Atas Dimensi Responsivitas
Indikator Penilaian Hasil Penelitian Responsivitas Implementor Kebijakan
Secara teknis di lapangan penilaian responsivitas dari Gapoktan lebih cenderung kepada Penyuluh Pendamping mengingat Penyuluh Pendamping dalam hal ini kedudukan fungsinya memiliki banyak kesempatan untuk berhubungan langsung dengan Gapoktan. Responsivitas ini juga hanya dirasakan bagi sebagian Gapoktan yang masih aktif.
Kepuasan terhadap pelaksanaan kebijakan
Masyarakat sasaran program merasa cukup puas dengan adanya program. Kepuasan masyarakat selain dari segi jasa pembinaan, informasi akan kebutuhan sarana penunjang pertanian, juga termasuk kebutuhan akan permodalan.
(Sumber : Peneliti, 2014)
Dari hasil pemaparan dan tabel 4.23 tersebut dapat disimpulkan sementara
bahwa indikator responsivitas dapat dinilai cukup terpenuhi meskipun memang
penilaian responsivitas Gapoktan lebih cenderung pada Penyuluh Pendamping
dibanding Tim Teknis PUAP lainnya. Namun dilihat dari aspek kepuasan atas
output program yang diterima masyarakat/Gapotan merasa cukup puas.
6. KETEPATAN
Indikator ketepatan ini meliputi : Pertama, ketepatan soisialisasi kebijakan.
PUAP dipahami sebagian besar oleh masyarakat sebagai program pinjaman usaha
kepada petani. Sosialisasi mengenai PUAP masih belum optimal di mana
masyarakat sasaran program belum sepenuhnya memahami program tersebut.
251
Bantuan pembiayaan permodalan PUAP dipahami sebagai dana hibah
sebagaimana bantuan sosial lainnya yang tidak mewajibkan pengembalian kepada
pemerintah sehingga menimbulkan stagnasi perguliran dana PUAP di tingkat
Poktan.
Kesalahan pemahaman seperti inilah yang kemudian menjadi provokasi bagi
Gapoktan lain yang semula berjalan baik pergulirannya. Tidak adanya penekanan
dan konsekuensi tegas terhadap anggota yang tidak membayarkan tanggung jawab
pinjamannya kepada Gapoktan menyebabkan anggota lain ikut-ikutan. Padahal
meskipun program PUAP sebagai Bansos yang tidak mewajibkan pengembalian,
akan tetapi pembiayaan PUAP diperuntukkan untuk dipergulirkan kembali ke
kelompok.
Dimana tetap pembiayaan Poktan sifatnya sebagai pinjaman yang harus
dikembalikan melalui pengelolaan pengurus Gapoktan. Tetapi hal ini tidak
berjalan, persepsi masyarakat yang menganggap dana PUAP sebagai hibah sudah
terlanjur melekat dan menimbulkan stagnasi perguliran BLM-PUAP pada
sebagian besar Gapoktan yang ada di Kecamatan Serang. Dari masalah stagnasi
perguliran BLM-PUAP akhirnya akan berdampak pula pada pelaksanaan
Pembinaan Kelembagaan Petani yang ikut tidak berjalan. Dimana mayoritas
anggota yang terkendala pengembalian umumnya enggan untuk datang pada
forum pertemuan kelompok untuk menghindari penagihan.
252
Kedua, bentuk sosialisasi kebijakan. Pembinaan kelembagaan petani
berawal dari program PUAP. PUAP merupakan cikal bakal berjalan atau tidaknya
pelaksanaan kelembagaan petani pada Gapoktan. Sosialisasi yang pernah pernah
dilakukan Tim Pembina PUAP Provinsi Banten misalnya, yaitu dengan
melakukan pertemuan, Perangkat Desa dan juga menghadirkan Badan
Pembangunan Daerah. Pada pertemuan tersebut dilakukan diskusi terbuka
mengenai PUAP, sosialisasi sekaligus evaluasi PUAP. Perangkat Desa dalam hal
ini diharapkan dapat menjadi pengawal pelaksanaan program PUAP di tingkat
desa.
Sosialisasi terhadap Gapoktan dari Tim Teknis kota dilakukan bersamaan
dengan pembinaan, pelatihan untuk pengurus Gapoktan terutama diawal
menjelang pencairan dana PUAP. Sedang sosialisasi lebih lanjut kepada anggota
Poktan merupakan bagian tugas dan fungsi dari Tim Penyuluh seperti PMT dan
Penyuluh Pendamping. Sosialisasi dilakukan tidak hanya terkait pembinaan
kelembagaan petani tetapi juga pengenalan dan persiapan Gapoktan ke arah
LKM-A. Sosialisasi kepada anggota Poktan disampaikan dengan menyesuaikan
karakter petani baik dari segi isi materi maupun bahasa.
Sosialisasi merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan
kebijakan dan merupakan bentuk dari komunikasi kebijakan. Menurut Widodo
(2011:97) komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian informasi
kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan
(policy implementors). Informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar
pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok
253
sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat
mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan
kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif. Jika
sosialisasi ini tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh maka sangat rentan sekali
terjadi salah penafsiran terhadap program. Sosialiasi yang kurang dari Tim Teknis
PUAP akan berdampak pada persoalan stagnasi perguliran BLM-PUAP, secara
simultan mempengaruhi kemauan Gapoktan untuk mengikuti pembinaan, karena
pembinaan pun kurang maka akan menyulitkan penyuluh untuk kembali
mensosialisasikan kepada masyarakat perihal program PUAP.
Ketiga, intensitas sosialisasi kebijakan. Sosialisasi mengenai PUAP dari
Kementerian Pertanian, dilakukan sebelum pencairan pendanaan PUAP 2 kali
melalui fasilitasi Tim Pembina PUAP Provinsi Banten, bekerjasama dengan
Sekretaris PUAP Provinsi Banten dan dengan melibatkan seluruh tim teknis
PUAP tingkat kota/kabupaten sampai pada tingkat desa. Peserta sosialisasi dari
Dinas teknis ini adalah pengurus Gapoktan. Sedangkan untuk sosialisasi lebih
lanjut ke anggota Poktan secara teknis pelaksanaannya diserahkan kepada Tim
Penyuluh terjadwal bersamaan dengan pembinaan minimal 1 bulan 1
kali/kelompok dilakukan bergilir dengan kelompok lainnya.
Intensitas sosialisasi ini sering dilakukan di tahun-tahun pertama program
PUAP, dan intensitasnya semakin menurun seiring dengan banyaknya anggota
yang terkendala pengembalian BLM-PUAP, bahkan untuk kasus Gapoktan yang
tidak aktif pembinaan tersebut sudah tidak ada. Sosialisasi sekaligus pembekalan
awal bagi pengurus Gapoktan terhitung hanya 2 kali dilakukan, 2-3 bulan sebelum
254
pencairan dana PUAP. Belum lagi setelah banyaknya masalah stagnasi perguliran
BLM-PUAP, sosialisasi dari Tim Penyuluhpun intensitasnya menurun bahkan
tidak ada. Dengan melihat gambaran tersebut, dapat diketahui bahwa sosialisasi
dari Tim Teknis PUAP masih belum optimal. Tim Teknis terkesan hanya fokus
pada sukses pencairan bukan pada substansi perlunya aspek pembinaan dengan
tetap menjamin sosialisasi program sampai secara efektif ke Gapoktan. Belum lagi
sosialisasi yang hanya memperioritaskan pengurus Gapoktan tidak menjamin
informasi tersampaikan kembali dengan benar pada anggota.
Keempat, ketepatan pelaksanaan kebijakan dengan indikator keberhasilan
kebijakan. Menurut Dunn Ketepatan adalah Kriteria yang dipakai untuk
menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai
apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan
tujuan yang layak (Dunn, 2003:499). Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator
keberhasilan kebijakan lainnya (bila ada). Indikator keberhasilan dari pelaksanaan
program PUAP dapat dilihat dari aspek outcome. Outcome merupakan target
hasil dari tujuan antara - output - yang juga merupakan tujuan kebijakan itu
sendiri (menunjukkan efektifitas kebijakan tersebut). Hal ini sebagaimana
dinyatakan oleh Gardiner dkk (2007) bahwa yang ditekan dalam evaluasi adalah
pada penelusuran penyebab hasil (outcomes).
Outcome dari program PUAP diantaranya : (1) Meningkatnya kemampuan
Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha. Indikator
peningkatan kemampuan Gapoktan ini dapat dilihat dari fasilitasi pembiayaan
modal usaha dari Gapoktan kepada anggota sudah terpenuhi. Meskipun memang
255
pada perkembangannya tidak semua Gapoktan berhasil dalam mengelola bantuan
modal BLM-PUAP dilihat dari banyaknya Gapoktan yang terkendala
pengembalian BLM-PUAP. (2) Meningkatnya jumlah petani yang mendapatkan
modal usaha. Indikator ini sudah terpenuhi dimana BLM-PUAP Rp.100.000.000
dialokasikan kepada anggota Gapoktan secara bergilir yang membuka peluang
bagi Gapoktan lain untuk bisa menikmati fasilitasi pembiayaan usaha. (3)
Meningkatnya aktivitas usaha agribisnis dilihat dari perkembangan aset Gapoktan
belum terpenuhi karena masih banyak ditemui kendala pengembalian pinjaman
dari Gapoktan sebagaimana telah dibahas sebelumnya.
(4) Meningkatnya pendapatan petani dalam berusaha tani. Peningkatan
pendapatan ini menjadi tolak ukur kesejahteraan petani yang merupakan tujuan
program PUAP dengan pembinaan kelembagaan petani sebagai penunjangnya.
Berdasarkan penelusuran peneliti berkenaan dengan ukuran peningkatan
pendapatan petani diketahui masih ada kesenjangan antara tujuan dan manfaat
dari target ideal yang diharapkan yaitu “kesejahteraan.”
Mengacu pada rata-rata pendapatan petani setelah kegiatan PUAP dengan
rata-rata penen 5 Ton/Ha satu kali musim panen yaitu 6 bulan sekali. Didapatkan
hasil untuk sebagian besar petani yang menggarap luas lahan 0,1 – 0,5 Ha,
pendapatannya adalah Rp.87.916 – Rp. 439.583 /bulan. Nominal tersebut masih
dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga dengan demikian
ukuran kesejahteraan belum terpenuhi. Selain ketepatan outcome yang telah
dijelaskan, indikator ketepatan ini juga dapat dilihat dari pelaksanaan program.
Mengenai mekanime pencairan BLM-PUAP langsung melalui rekening
256
Gapoktan, dan petugas penyuluh tidak diperkenankan untuk meminta presentase
BLM-PUAP. Namun kenyataannya masih ditemui petugas penyuluh yang
meminta jatah kepada Gapoktan dari BLM-PUAP. Sebagaimana hasil wawancara
peneliti pada Gapoktan Barokah dan Gapoktan Cipari. Hal ini menjadi indikasi
adanya permainan dari petugas terkait akan pembagian persentase BLM-PUAP
tersebut. Hasil penilaian atas dimensi ketepatan dapat dilihat pada tabel 4.27
berikut:
Tabel 4.27
Hasil Penilaian Atas Dimensi Ketepatan
Indikator Penilaian Hasil Penelitian Ketepatan Sosialisasi Kebijakan
Bantuan pembiayaan permodalan PUAP dipahami sebagai dana yang tidak mewajibkan pengembalian untuk dikelola oleh pengurus Gapoktan
Bentuk Sosialiasi Kebijakan
Sosialiasi Tim Pembina PUAP Provinsi Banten melalui pertemuan Perangkat Desa, Badan Pembangunan Daerah dalam rangka sosialisasi dan evaluasi. Sosialisasi dari Tim Teknis kota bersamaan dengan pembinaan, pelatihan untuk pengurus Gapoktan terutama diawal menjelang pencairan BLM-PUAP. Sosialisasi lanjutan kepada anggota Poktan dilakukan oleh Tim Penyuluh.
Intensitas Sosialisasi Kebijakan
Sosialisasi mengenai PUAP dari Kementerian Pertanian, dilakukan sebelum pencairan dana PUAP 2 kali melalui fasilitasi Tim Pembina PUAP Provinsi Banten bersama-sama dengan Tim Teknis lainnya. Sosialisasi Tim Penyuluh. Terjadwal minimal 1 bulan 1 kali secara bergilir/kelompok.
Ketepatan Pelaksanaan Kebijakan Dengan Indikator Keberhasilan Kebijakan
Dilihat dari aspek outcome program yang sudah terpenuhi berupa peningkatan kemampuan Gapoktan dalam fasilitasi dan pengelolaan bantuan modal usaha, peningkatan jumlah petani yang mendapatkan modal usaha, sedangkan aspek ouutcome berupa peningkatan aktivitas usaha agribisnis dan kesejahteraan petani belum terpenuhi.
(Sumber : Peneliti, 2014)
257
Berdasarkan tabel 4.24 tersebut, dapat peneliti simpulkan sementara bahwa
indikator ketepatan dapat dinilai belum terpenuhi. Diantaranya dilihat pada aspek
sosialiasi yang kurang tepat, intensitas sosialisasi masih kurang, bentuk sosialisasi
masih kurang tepat. Sedangkan untuk aspek ketepatan pelaksanaan kebijakan
dengan indikator keberhasilan kebijakan sudah cukup tepat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan merujuk pada
temuan-temuan di lapangan, maka penyimpulan akhir dari Evaluasi Pembinaan
Kelembagaan Petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) di Kecamatan Serang dapat dikatakan belum berjalan optimal. Belum
optimalnya pelaksanaan kebijakan dikarenakan masih banyak permasalahan yang
terjadi di lapangan diantaranya:
Pertama, kurangnya support system dari stakeholders untuk mengawal
pelaksanaan kebijakan secara optimal dimana dari Tim Teknis terkait kurang
mengambil perannya dalam pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya. Kedua, kurang selektifnya pemilihan Gapoktan penerima PUAP. Hal
ini dapat dilihat dari kurangnya kapasitas SDM Gapoktan termasuk dalam
pemilihan pengurus Gapoktan sebagai motor fungsi kelembagaan anggota.
Ketiga, kurangnya dukungan sumberdaya seperti kuantitas SDM Tim
Teknis maupun tenaga penyuluh yang belum memadai, termasuk dukungan
finansial dalam bentuk dana operasional untuk pembinaan yang juga belum
memadai. Keempat, adanya kecemburuan Penyuluh Pendamping terhadap PMT
mengenai perbedaan honorium, yang mengakibatkan masalah partnership
keduanya. Kelima, kurangnya koordinasi antar Tim Teknis terkait dalam
pelaksanaan kebijakan.
259
Keenam, Masih banyak ditemui masalah kemacetan perguliran dana PUAP
pada Gapoktan dimana anggota yang macet cenderung menghindari pertemuan
sehingga berimbas pada pembinaan Gapoktan kurang berjalan. Ketujuh,
kurangnya pengawasan dari Tim Teknis terkait dalam pelaksanaan kebijakan di
tingkat Gapoktan. Kedelapan, sosialisasi kebijakan yang kurang dari Tim Teknis
terkait dimana penekanan sosialisasi diprioritaskan pada agenda pembekalan awal
menjelang pencairan untuk pengurus Gapoktan saja.
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka rekomendasi saran yang peneliti ajukan
adalah sebagai berikut :
1. Diperlukan adanya koordinasi dari berbagai lini Tim Teknis terkait mulai dari
Tim Pembina PUAP Provinsi sampai Tim Penyuluh di tingkat Gapoktan,
dengan memperhatikan keterpaduan dalam pembinaan Gapoktan,
peningkatan keterampilan pengurus dan anggota kelompok sehingga fasilitasi
keilmuan dan manfaat bantuan pendanaan PUAP yang diterima mencapai
sasaran.
2. Perlu adanya Dukungan Pemerintah Daerah Setempat dalam upaya mencari
problem solving (penyelesaian masalah/kendala di lapangan) termasuk
menganggarkan dana pendampingan dari APBD yang memadai untuk
operasional program dan .pembinaan Gapoktan serta penambahan kuota
petugas penyuluh di lapangan.
260
3. Perlu adanya peningkatan kegiatan sosialisasi, monitoring dan evaluasi
program secara berkala dan berkelanjutan di tingkat Gapoktan dalam rangka
mendorong pengembangan usaha Gapoktan menuju LKM-A dengan
mengoptimalkan peran berbagai lini Tim Teknis terkait sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya masing-masing, dan juga melibatkan peran aktif
pengurus Gapoktan.
4. Pengaktifan kembali kegiatan PUAP Gapoktan melalui rapat/pertemuan
Pengurus Gapoktan dan anggota secara berkala dan juga peningkatan kinerja
Gapoktan dengan memperbaiki kelengkapan administrasi Gapoktan seperti
pembukuan keuangan Gapoktan, keterpaduan penyusunan RUA, RUK dan
RUB dan pembuatan rencana kerja yang jelas.
5. Perlunya pembinaan, pembimbingan dan pengawasan oleh Tim Teknis
terkait dan Tim Penyuluh dalam pengajuan pinjaman sampai pemanfaatan
dan pengembalian dana PUAP Gapoktan, melalui kegiatan supervisi ke
Gapoktan untuk mendorong pembentukan LKM-A dan kegiatan advokasi
Gapoktan guna merumuskan kebijakan yang dapat memproteksi dan
menjamin pengembangan usaha agiribisnis petani.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Abdul Wahab, Solichin. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang. FIA UNIBRAW dan IKIP Malang.
Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.
Burke, W. Warner. 1982. Organizational Development. Little Brown Publishing Company Boston.
Baswir, Revrisond, (eds). 1999. Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi
Pemenuhan Hak Ekonomi Sosial Budaya Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, IDEA, dan Elsam.
Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta: BPS Republik Indonesia
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Utama.
Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada Unversity Press.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Erly, Suandy. 2001. Perencanaan Pajak, Edisi 1. Jakarta. Salemba Empat
Gilbert, Alan dan Gugler, Josef. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Handayaningrat, Soewarno. 1994. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV Haji Mas Agung
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. 2008. Community Development, Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Islamy, M Irfan. 2007. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Musanef. 1991. Manajemen Kepegawaian Di Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung.
xiv
Moleong, Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif (rev.ed). Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Ndraha, Taqliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurcholis, Hanif., dkk. 2009. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah. Jakarta: Grasindo.
Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Nugroho, Riant D. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nugroho, Riant D. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Parson Wayne. 2006. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Saragih. 1982. Sistem Pengawasan dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali Press.
Subarsono, 2012. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soenarko. 2003. Public Policy: Pengertian Pokok untuk Memahami dan Analisa Kebijakan Pemerintah. Surabaya: Airlangga University Press.
Siagian, Sondang P. 2007. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.
Thoha, Miftah. 1997. Pembinaan Organisasi: Proses Diagnosa dan Intervensi Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. RajaGrafindo.
Wibawa, Samodra dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Wie, Thee Kian. 2004. Pembangunan, Kebebasan dan “Mujizat” Orde Baru; Esai-Esai. Jakarta: Kompas.
Widodo, Joko. 2011. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Banyumedia Publishing
xv
Winardi, J. 2009. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Rajawali Pers.
Winardi, 2000. Manajer dan manajmen. Bandung Citra Adtya Bakti.
Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan sebagai Upaya Mengatatasi Kemiskinan dan Pengangguran: Analisis Ekonomi-Politik Optimalisasi Kebijakan Fiskal. Disertasi Doktor Tidak di Publikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor dalam
INTERNET:
Anggriani, Triane W. 2012. Analisis Dampak Pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Studi Kasus Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Tesis. Universias Indonesia. Jakarta. http://ui.ac.id. (diakses 15 September 2014).
Desi, Melinda, dan Firwan. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Di Kota Padang. Artikel. Universitas Andalas. Padang. http://pasca.unand.ac.id. (diakses 15 September 2014).
Fatma, Pastaliza. 2012. Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Di Kabupaten Solok. Artikel. Universitas Andalas. Padang. http://pasca.unand.ac.id. (diakses 15 September 2014).
Gardiner dkk. 2007. Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan Evaluasi Program- Program Penanggulangan Kemiskinan. Modul 3 : Target, Indikator dan Basis Data. Bappenas. Jakarta. www.ditpk.bappenas.go.id. (diakses 15 September 2014).
Badan Pembangunan Nasional. 2013. Daftar 183 Daerah Tertinggal. http://kawasan.bappenas.go.id. (diakses 18 Januari 2013)
Kebijakan Teknis PUAP disampaikan pada Rakornas Gubernur dan Bupati/Walikota Jakarta, 31 Januari 2008. www.deptan.go.id. (diakses 5 November 2012).
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. 2009. 37 Ribu Desa di Indoensia Tertinggal. http://www.kemenegpdt.go.id. (diakses 18 Januari 2013)
Pemerintah Kota Serang. 2013. Sejarah. http://www.serangkota.go.id. (diakses 14 April 2013)
Suryahadi, Asep. 2007. Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan Evaluasi Program-Program Penanggulangan Kemiskinan. Modul 4 : Persyaratan dan Unsur-unsur Evaluasi yang Baik. Bappenas. Jakarta. www.ditpk.bappenas.go.id. (diakses 15 September 2014).
xvi
DOKUMEN:
Banten Dalam Angka, 2013.
Kebijakan Teknis Program PUAP Tahun 2008
Kecamatan Serang Dalam Angka, 2013.
Kota Serang Dalam Angka, 2013.
Pedoman Penumbuhan LKM-A Gapoktan PUAP Tahun 2012.
Pedoman Umum Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi Tahun 2011.
Pedoman Umum PUAP Tahun 2012.
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani dalam Program PUAP.
Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kemampuan Kelompok Tani Tahun 2011.
Petunjuk Teknis Penyuluh Tahun 2010.
Petunjuk Teknis PUAP Tahun 2012.
Program Penyuluhan Pertanian Kecamatan Serang Tahun 2012.
SUMBER LAIN:
Harian Kompas Edisi 17 November 2007.
Tjokroamidjojo, Bintoro. Analisa Kebijaksanaan dalam Proses Perencanaan Pembangunan Nasional. Majalah Administrator. No. 5 dan 6 Tahun IV, 1976.
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
“EVALUASI PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI PADA PROGRAM PUAP
DI KECAMATAN SERANG KOTA SERANG”.
Indikator Kinerja Kebijakan William N. Dunn (2003 : 610)
Variabel
Sub Variabel Sub indikator Pernyataan Informan
Evaluasi Pembinaan KelembagaanPetani pada Program PUAP di Kecamatan Serang, Kota Serang.
Efektifitas
1. Pencapaian target Kebijakan (hasil yang diharapkan)
2. Bentuk Pelaksanaan kebijakan (dukungan sumberdaya seperti sdm, finansial, teknologi)
3. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kebijakan
4. Perkembangan tujuan Kebijakan mencakup kendala yang ada
1. I1, I2, I3, I4, I5, I6
2. I1, I2, I3, I4, I5, I6
3. I1 ,I2, I3, I4, I5, I6, I7
4. I1, I2, I3, I4, I5, I6
Efisiensi 1. Ketepatan waktu pelaksanaan
kebijakan (koordinas iimplemento rterkait)
2. Kecepatan dalam menjalankan kebijakan sesuai target perencanaan dan manfaat yang dihasilkan
3. Anggaran biaya yang digunakan dalam pelaksanaan kebijakan
1. I1, I2, I3, I4, I5, I6
2. I1 ,I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8
3. I1, I2, I3, I4, I5, I6,
Kecukupan
1. Tingkat kebutuhan masyarakat dan pencapaian hasil yang diharapkan
2. Kecukupan pengawasan kebijakan dan pembinaan kelembagaan petani
1. I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8
2. I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8
Perataan 1. Perataan manfaat kebijakan 2. Perataan pelaksanaan kebijakan
dalam bentuk pembinaan kelompok sasaran
1. I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7 2. I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7
Responsifitas
1. Tanggapan implementor terkait terhadap proses pelaksanaan kebijakan - Memberikan pelayanan
segera? - Kepuasan sasaran kebijakan
terhadap pelaksanaan kebijakan?
I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8
Ketepatan
1. Ketepatan sosialisasi 2. Ketepatan antara tujuan dan
manfaat
1. I1,I2, I3, I4, I5, I6, I7 2. I1,I2, I3, I4, I5, I6, I7
(Sumber: Peneliti, 2013).
TRANSKIP DATA DAN KODING
Keterangan A : Jawaban Dimensi Pertanyaan Q : Item Pertanyaan I : Informan
A Koding Q1-1
I Apa target yang diharapkan dari Pembinaan Kelembagaan Petani pada program PUAP di Kecamatan Serang ?
I1-1
Tujuan akhir pembinaan khususnya administrasi simpan pinjam ini agar dari uang Rp.100.000.00; ini bisa dipergulirkan jadi tidak ada lagi Gapoktan atau Poktan yang tetap pinjam ke rentenir. PUAP tujuannya untuk agribisnis memajukan usaha yang notabennya bahwa petani kekurangan modal. Tahun ini PUAP untuk tahun pertama Gapoktan tidak diperkenankan simpan pinjam dahulu, maksudnya laksanakan sesuai dengan RUA dan analisa usaha tani, jangan sampai cair langsung dibuatkan simpan pinjam.
1
I1-2
Yang diharapkan dari pelaksanaan pembinaan ini Gapoktan sudah melaksanakan kegiatan PUAP sesuai dengan RUK. 2
I2
Penguatan Kelembagaan Petani dengan pembinaan dari segi administrasi dan budi daya pertanian. Dimana dengan begitu petani memiliki kapasitas yang dapat membantu dalam pengembangan usaha agribisnisnya.
3
I3
PUAP ini yang menangani Kepala Bidang Pertanian Bapak Udi, staf khusus tidak ada. Kepala Bidang yang dahulu sudah pindah di DINSOS beliau yang tahu persis tapi sekarang kalau ditanya juga tidak akan mau tahu lagi. Bapak Udi belum lama menjabat jadi ditanya juga tidak tahu apa-apa, jadi suruh wawancara sama saya, saya juga kurang tahu persis biasanya sama Ibu Heni. Kalau pembinaan yang pasti bisa menghasilkan penyuluhan teknologi yang bisa langsung diaplikasikan pada masyarakat.
4
I5-1
Tujuan akhir dari kebijakan secara kelembagaan dimaksudkanan untuk mendorong lancarnya unit usaha agribisnis di wilayah pertanian di desa. Secara alamiah dari Gapoktan untuk dapat menjadi unit simpan pinjam 2 tahun, lebih lanjut apabila ini berjalan maka grade nya dapat di tingkatkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).
5
I6-1
Inti pokoknya adanya pelatihan dan pendidikan untuk dapat melaksanakan fungsi kelompok sebagaimana mestinya sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, unit produksi sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 273.
6
Q1-2 Siapa sasaran dari kebijakan ? I1-1
Pelatihannya itu sebetulnya sebelum cair dari pengurus sudah dilatih PUAP. 7
I1-2 Sasaran pembinaan pengurus, kalau bisa menghadirkan dari 8
anggota, bisa. Hanya ketua, bendahara saja. Kenapa? karena ketua sebagai yang memberi petunjuk yang benar dari segi administrasinya.
I4
Gapoktan, yang sudah mempunyai surat pengukuhan, diajukan oleh UPT Kecamatan. 9
I5-2
Sasarannya penerima PUAP. Kalau kesesuaian syarat administrasi terpenuhi. Bapak Rohimi bukan petani, dia pengurus Yayasan karena waktu pembentukan Gapoktan forumnya di Desa, sebagai orang yang tertua, orang yang punya pengaruh dijadikan ketua Gapoktan.
10
I6-1
Masyarakat yang menerima PUAP, masyarakat yang betul-betul bergerak di bidang agribisnis pertanian ada on farm, ada off- farm ada.
11
Q2-1 Seperti apa bentuk kebijakan?
I1-1
Kewenangan penyuluh salah satu indikatornya dibuat Permentan nomor 273. Kalau kita Provinsi konsennya yang masuk baru, daftar nominasi sementara yang baru dari kementerian. Ada pra ada pasca (pembinaan PUAP).
12
I1-1
Tugas kami disini adalah memverifikasi dulu artinya kelengkapan daripada dokumen-dokumen RUA, RUK, RUB kadang-kadang tidak sinkron, tugas kita hanya verivikasi RUB akhirnya kembali ke RUA, RUK. Jangankan membina langsung pada kelompok yang sudah berjalan, pengusulan dokumen saja masih ada yang salah.
13
I1-2
Prosesnya Gapoktan yang menerima bantuan PUAP ini sebelum dia mencairkan dananya dilakukan pelatihan yang diberikan kepada ketua, bendahara itu biasanya 1 minggu, sedangkan yang melatihnya itu dari Cinagara Bogor, Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan. Bentuk Pelatihan segala bentuk administrasi.
14
I2
Melalui pengembangan kelembagaan dengan berkoordinasi dengan pelaksana teknis di Kabupaten/Kota. BPTP menjalankan perannya lebih pada pendampingan teknologi yang dibutuhkan petani tetapi secara tidak langsung merupakan bentuk dari pembinaan kelembagaan petani.
15
I3
Verifikasi awal BIPP. Dinas menerima proposal jadinya. Verifikasi PMT dan BIPP setelah itu ke Pusat. Kalau pembinaan bisa dari Pusat BPSDM. Orang Dinas terlalu sibuk dengan pekerjaan. Paling sekedar misalnya PMT mengumpulkan kelompok kita hadir.
16
I4
Dinas pertanian yang menangani PUAP bagian Sekretariat bidang pertanian di BIPP, yang terlibat tim teknis bidang pertanian Bapak Udi teknisnya, Ibu Ketua, Ibu Sri Sekreretaris, ada timnya. Pelatihan ada yaitu tata olah tanah, pendampingan ke masalah keuangan mikro agribisnis ada LKM-A.
17
I5-1
Pembinaan Gapoktan sesuai Pedoman Umum didorong yang pertama dari Poktan ke Gapoktan diindikasikan meningkat ke tahap berikutnya ketika Gapoktan mempunyai aturan main salah satunya punya simpanan pokok simpanan wajib. Menjelaskan Gapoktan untuk mempunyai modal walaupun dalam skala kecil dan sudah ada modal dari asal Gapoktan itu sendiri.
18
I5-1 Penyuluh pendamping memberikan pembinaan untuk teknis. PMT 19
lebih pada administrasi kelembagaan. Agenda secara sistematis administrasi ditekankan pada aspek manajerial.
I5-2 Program lain ada SLPTT, ada SLPHT sasarannya penerima PUAP juga sama, jadi sebenarnya program program itu saling bersinergi. 20
I6-2
Tidak diatur dalam pedum, itukan ada operasionalnya kalau diatur Pemerintah, berarti siap dana dampingan. Ini masalah, karena ini ikut ke pembinaan rutin penyuluhan pertanian kita punya program sendiri kunjungan ke Kelompok Tani disamping itu ada penyuluhan pertanian diikuti kegiatan PUAP, sekalian kita pembinaannya perkelompok.
21
Q2-2 Sejauhmana ketersediaan sumber daya yang mendukung target yang hendak dicapai?
I1-1
Karena jumlahnya yang cukup banyak kita berharap SDM yang kita latih, kita didik pengurus inti dahulu, ketua, sekretaris, bendahara. Pelatihan itu dari pusat kita hanya tempat saja. kabupaten mengajukan pematerinya Kejaksaan Negeri, Polres, artinya supaya mereka mengerti tentang hukum.
22
I1-2
Kalau berbicara pembinaan PMT kadang-kadang (Gapoktannya) tidak ter-cover kurang SDM. Teknologi tepat guna dilakukan oleh Penyuluh, bantuan teknologi secara fisik tidak ada. Kalau dari provinsi belum pernah secara langsung ke Kecamatan Serang, kalau PMT nya sering kesini Bu wulan. Yang tahu persis kondisi Kecamatan Serang UPT yang bersangkutan jadi kita tidak tahu kondisi sebenarnya. Pada intinya untuk 2 tahun belakangan ini tahun 2012 Kota Serang sebenarnya tidak menerima PUAP, Sehingga pembinaannya kita serahkan ke tim Teknis Kota. Itu karena Pertama, tidak mengusulkan. Keduanya, dari aspirasipun tidak ada.
23
I2 Aspek dukungan teknologi adanya apresiasi Gapoktan untuk pendampingan teknologi petani. Aspek finansial adanya alokasi dana bantuan usaha kepada Gapoktan melalui PUAP.
24
I5-1
SDM Gapoktan sendiri dilihat dari tingkat pendidikannya di Kecamatan Serang rata-rata SD. Untuk kapasistas SDM segi kuantitas masih kurang, tetapi tenaga teknis ada pelatihan penyuluh pendamping bersama PMT yang diarahkan dari sisi penyuluhan teknis untuk mendorong timbulnya LKM-A. Idealnya 1 penyuluh pendamping 1 Gapoktan.
25
I5-2
Kalau dukungan salah satunya adanya PMT, ada pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Dinas. Finansial diberikan dana Rp.100.000.000. Teknologi kita bersinergi dengan kegiatan yang lain, SLPTT.
26
I6-2 Untuk teknologi difasilitasi dimana bantuan teknologi kita usulkan sesuai dengan RUK, itupun kalau mendapat sebagian alokasi anggaran karena ada keterbatasan anggaran.
27
Q3 Bagaimana peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan?
I4 Alhamdulillah (Gapoktan) sekarang sudah mulai mengerti, bahkan sudah membuat progam kalau ada pelatihan selalu diterapkan, 28
paling sering mengikuti pelatihan itu Bapak Jainul Barokah, Bapak Abdul Salam, Bapak Usman itu apapun kegiatannya selalu aktif.
I5-2
Kalau di pertemuan Gapoktan diawal sebulan sekali mereka, minimal pertemuan kesini-sini tidak. Mereka bertemu paling ketika ada undangan dari dinas atau dari UPT terkait dengan program, bantuan.
29
I6-1 Setelah mendapatkan dana itu intensitas pertemuan mereka semakin menurun. Berjalan 1 -2 tahun masih bergulir dan selanjutnya mereka itu masih kurang menyadari.
30
I7-1 Sementara saat ini saya tidak terlalu aktif di pertanian karena sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ciruas, Sekretaris Desa 31
I7-2 Antusias saat pembagian. Tidak ada pertemuan kelompok lagi. 32
I7-6
Sedikit tenggelamnya karena pendekatan PMT dikasih harapan tapi tidak ada realisasi ketika flu burung katanya diganti. Laporan-laporan tapi tidak ada lanjutannya akhirnya Bapak Bobby mau datang malu sendiri. Jadinya sekarang-sekarang jarang kesini. Dari Dinas kurang peran sertanya sendiri kalau tidak di telpon, tidak.
33
I7-7 Awal-awal aktif, kesini-sini macet, kadang-kadang kalau melihat teman begitu ikut-ikutan. 34
I7-9 Aktif, apalagi ada PUAP jadi semakin maju. 35 Q4-1 Sejuah ini bagaimana perkembangan keberhasilan kebijakan?
I1-1
PR kita sedikit lagi dari 1535 desa dari 154 kecamatan, yang menjadi LKM-A baru 54. Perlu ada perbaikan seperti kelengkapan dokumen, artinya dokumen lebih sederhana tapi mudah dimengerti, karena memang petani adalah praktisi. Kemudian adminsitrasi di PUAP jangan terlalu banyak yang sederhana. Kemudian (penerimaan Gapoktan usulan PUAP) lebih selektif.
36
I1-2
1. Kalau perkembangan PUAP sampai tahun ini kalau dari laporan bagus, tapi kenyataan di lapangan tidak semua benar. Sebenarnya dana itu ada di masyarakat. Kalau di laporan itukan ada real-real saja dananya ada Rp.100.000.000; memang ada, di masyarakat. tapi dari masyarakat sendiri untuk perkembangan PUAP banyak yang macet karena tidak ada pengembalian.
2. Di Kecamatan Serang ada 2 Desa (LKM-A) Unyur dan Desa Lopang, tahun 2009 dan tahun 2010 terbentuknya, di Kota Serang ada 19. Memang diharapkan 2-3 tahun terbentuk LKM-A, sehingga PMT dan Tim membentuk LKM-A walaupun proses keuangan ini tidak berjalan 100%.
37
I1-2
Dari segi teknis laporan itu terus terang adanya di BPTP. Karena kebetulan yang dipercaya oleh Pusat langsung menangani pembinaan PMT, menyangkut proses keuangan melalui BPTP, kita koordinasi melalui BPTP juga.
38
I3 Sudah diserahkan ke BIPP. Jadi laporan sekedar tahu saja Dinas, tapi biasanya ke BIPP. 39
I4
Kalau masalah dananya digulirkan atau tidaknya kelihatan dari buku-buku yang ada dipegang oleh Poktan, Gapoktan. Masalah administrasi dilihat dari buku kas umum dan kas rekening tabungan itu. Untuk Kecamatan Serang hanya 3 lagi yang belum dikeluarkan,
40
tidak diajukan. Karena disini ditujukkannya yaitu untuk potensi masalah bidang Pertanian. Yang belum dapat Kelurahan Kagungan, Serang, Kota Baru yang belum dapat, tahun 2012 masih ada PUAP terakhir.
I5-1 Pencapaian target di Kecamatan Serang ada 1 dari 9 yang menjadi Gapoktan model, yaitu Gapoktan Bapak Usman. 41
I5-2
Ditahun kedua bahkan ada peraturan yang dibuat oleh Dinas diluar dari kebijakan Pusat tidak boleh pengurus itu adalah Perangkat Desa. Hanya tetap ada saudaranya, ada saja yang begitu. Dari 9 Gapoktan hanya 1 yang berjalan kita ketemu diacara-acara yang mereka akan dapat program lain. Yang jadi permasalaan kalau diundangnya untuk kegatan PUAP mereka tidak datang karena takut ditanya, Paling Bapak Usman yang sudah menjadi LKM-A, sama Bapk Mansur yang masih rutin.
42
I5-2
Gapoktannya tidak melaksanakan keorganisasiaannya jadi uang itu adanya di kelompok-kelompok. Banyak juga ternyata ketua kelompoknya jadi misalnya sudah perguliran dari anggota sudah mengembalikan, sama ketua kelompok ini karena ketua Gapoktannya juga tidak diharuskan akhirnya dimakanlah sama ketua kelompok, jadi anggota terkadang ada yang sudah membayar tidak dapat lagi, karena uangnya sudah di makan sama ketua kelompok
43
I6-1
Perkembangan PUAP di Kecamatan Serang memang agak tersendat, di Serang itu yang macet total yang di Ciloang. Masih dalam pembinaan, pusat sudah tahu. Jadi kami pembinaan tidak kurang tapi karena mungkin orangnya susah ditemui, tugas. Saya belum tahu persis macetnya seperti apa karena tali komunikasinya terputus dengan dia susah untuk menemui.
44
I6-2
Di Kecamatan Serang dari 12 kelurahan sejauh ini 9 yang sudah terdaftar bertahap dari 2008. Tinggal 3 Kelurahan Serang belum. Di Kecamatan Serang ada 2 LKM-A Bapak Usman di Unyur, dan Sukawana Bapak Mamad.
45
I6-2
Yang benar-benar macet Ciloang itu dari aspirasi. Awal-awalnya yang ekstrim yang provokator menggembar gemborkan itu dana hibah. Kecamatan tidak dilihat jadi terlalu banyak anggaran yang dijadikan aspirasi oleh dewan. Kebetulan memang disana ada orang Dewan kita cari yang aman aja nanti ada konflik.
46
I7-1 Ciloang ketua kelompoknya saja puluhan juta pengurusnya juga. 47 Q4-2 Apa saja kendala yang menghambat keberhasilan kebijakan?
I1-1
Kendala diantaranya : (1) stagnasi SPP karena sanksi yang kurang dari kelompok; (2) Petani mungkin tamatannya SD kurang pengertian; (3) Menurut Undang-Undang nomor 16 tahun 2012, 1 penyuluh 1 desa, ini 1 banding 1 kecamatan. Yang pasti pendamping itu kekurangan tenaga, sekarang saja 1 provinsi 1151 yang menerima PUAP tenaga hanya 242 data 2008 sampai 2012. Wilayahnya sekarang 1 penyuluh 1 kecamatan. Penyuluh tugasnya bukan PUAP saja dia harus mensukseskan ketahanan pangan, seharusnya PMT spesifik PUAP. Sekarang jumlah penyuluh PNS saja 242 orang dari jumlah 1535 Desa; (4), Penugasan PMT
48
kadang-kadang tidak satu jalur Pembagian wilayah ini yang belum jelas. Kadang berprinsip team work 2 orang. Ini juga kendala, tidak tepat sasaran; (5) Antara penyuluh dan PMT ada salah pengertian, disinergikannya sangat sulit sama kita. Kita mau membina susah karena PMT bukan dibawah kita. Ini yang ribet PMT diangkat oleh kementerian, tapi disisi lain ada program PUAP, yang melekat di masyarakat Banten, penyuluh bukan kewenangan Dinas Pertanian, Jadi kita kalau pembinaan tidak bisa besifat instruksi, paling saran saja; (6) Dana operasionalnya, kurang, menyurutkan motivasi dia (tim penyuluh) dalam membina.
I1-2
Adanya kecemburuan sosial antara Penyuluh Pendamping dan PMT. Dari Penyuluh bahwa yang lebih berhak menangani PUAP adalah PMT, karena pengetahuannya melekat di PMT. Masalah PMT sama penyuluh honor. PMT hampir 4 jutaan yang ini (penyuluh pendamping) di honorin sama pemerintah juga tapi bukan dari PUAP, kalau PNS tidak ada honor tapi kalau tenaga honor THL di honorin tapi bukan dari honor PUAP hanya pemerintah menitipkan program. Tapi kalau PMT yang dilatih PUAP, tapi di lapangan konsentrasi pada poktan Penyuluh.
49
I4
Kurang SDM Petugas, sepetti Ibu ini sekarang tidak punya staf, tapi harus tetap ke lapangan ibu juga sendiri. Kalau Ibu kepanjagan tangan dari dinas. Dinas sendiri kekurangan orang. Kasi tidak punya staf jadi kerja sendiri-sendiri. Penambahan kuota CPNS sudah, nanti ditarik lagi ke dinas ada yang di Provinsi.
50
I5-1
Kendala diantaranya : (1) Beragamnya karakter Poktan juga menjadi kendala, masih adanya perbedaan persepsi Poktan sehingga sulit untuk menyeragamkan persepsi untuk mendorong ke arah LKM-A; (2) Analisa usaha yang buat PMT tidak nyambung, kalau anggota yang buat pusing RUA, RUK. Jangan sampai permintaan laporan itu banyak di PMT, karena tugasnya banyak di lapangan teknis dan non teknis. Lebih baik laporan simple tapi dibuat PMT dan jelas.
51
I5-2
Kalau arahan dari DEPTAN sendiri dari dana itu harus dibagi dimana Gapoktan itu harus punya variasi usaha. ketika mereka gagal panen tidak bisa mengembalikan pinjaman PUAP, yang ada (uang) uintuk mereka modal lagi. Serang sendiri terjadi puso/gagal panen 2 tahun yang lalu mulai dari situ macetnya. Ditambah ada perbaikan irigasi sudah hampir 2 tahun di daerah Pamarayan.
52
I6-1
Kendala diantaranya : (1) lebih pada kemauan Gapoktan terkait dengan tingkat keseriusan mereka untuk mengikuti pembinaan; (2) Dari pusat adanya program tersebut tidak didampingi dengan operasionalnya; (3) Keterbatasan tenaga pendamping dalam melakukan pengawasan terhadap jumlah Gapoktan dan Poktan yang bervariasi. Masalah keterbatasan SDM itu karena ada ketidak tegasan penempatan tenaga penyuluh yang seharusnya ke lapangan tetapi mereka dipakai oleh Dinas sebagai tenaga administrasi padahal kuota perekrutan CPNS awalnya diperuntukan untuk Penyuluh; (4) waktu itu berbau politik sehingga data itu bukan dari kita langsung dari pusat penetapan dulu baru verifikasi itu yang
53
salahnya. Itu yang pertama tahun 2008.
I6-2
Kendala diantaranya : (1) dana operasionalnya tidak ada; (2) 3 penyuluh untuk 12 Kelurahan, jadi 1 penyuluh untuk 4 Kelurahan, Ini tidak ideal. Idealnya 2 Desa minimalnya 1 petugas; (2) manajemennya kurang bagus, dari Provinsi mau penyuluhan ke kelompok, harus pakai surat dahulu ke Dinas, Dinas ke UPT kadang-kadang secara prosedur ada tapi kebanyakan tidak; (3) Yang menjalankan PUAP petani miskin rata-rata dan juga bukan petani murni tapi petani penggarap jadi harus mengembalikan hasil garapannya kadang-kadang gagal panen. Gagal panen bukan penyakit saja faktor air karena di kita ada galian pasir/cucian pasir di Cibanten yang limbahnya dibuang ke saluran irigasi itu pada mati semua tanamannya, yang terkena wilayah Unyur, Sukawana, itu baru Kecamatan Serang, belum Kecamatan lain; (4) Kadang-kadang masalah hukum tidak disentuh dalam sosialisasi sehingga mereka tidak takut dan tidak sadar walaupun menyangkut hukum.
54
Q4-3 Apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?
I1-1
“Upayanya antara lain : (1) Pertemuan dengan masyarakat langsung tidak ada, karena menyangkut resiko anggaran, kita hanya sebatas pengurus. Ke PMT saya katakan pada mereka bahwa itu adalah tupoksi mereka; (2) Sanksi tidak bisa, karena BLM Kecuali kalau ada komitmen di kelompok. Kalau penyelewengan di ketua memang ada konsekuensinya di KUHP, semestinya ada ketentuan di kelompok tani dengan AD-ART; (3) Petani itu adalah orang praktisi bukan orang teoritis. Tidak mau pusing apalagi dengan tulisan banyak yang sulit dibaca. Maka dari itu diberi pendamping, pilih ketua yang bisa untuk diajarkan; (4) Sinergi PMT sama Penyuluh Pendampig dengan menasehati PMT dan Penyuluh; (5) Pengadaan tenaga penyuluh kita sudah berkali-kali mengadakan, tapi itu kewenangan Badan Kepegawaian; (6) Kami selalu berbicara tolong rapikan administrasi (Gapoktan). Penyuluh jangan minta jatah (BLM-PUAP), walaupun dikasih, tolak.
55
I1-2
Upayanya antara lain : (1) Ini menyangkut pembinaan pada intinya lengkapi administrasi. Kalau melakukan usaha agribisnis sesuaikan dengan RUA. Ketua/bendahara Gapoktan itu tidak diperkenankan mengeluarkan uang satu persen pun ke pihak yang tidak berhak menerimanya; (2) Tenaga Penyuluh itu kebijakan pusat, provinsi tidak ada wewenang penambahan atau mengurangi tenaga hanya sifatnya melaporkan saja. Tambah kita Dinas Pertanian, kalau penyuluh pertanian ada di BIPP; (3) Kita punya dana 13 OP pada saat kegiatan tertentu kita ke lapangan kita bisa menyelipkan pembinaan terhadap PUAP, jadi tidak kaku terhadap anggaran yang ada, kita melakukan pembinaan terhadap penerima Gapoktan pada tahun yang bersangkutan.
56
I2
Upayanya antara lain : (1) Dengan keterbatasan SDM dalam pembinaan Gapoktan, yaitu dalam satu wilayah ada Gapoktan model untuk dijadikan contoh Gapoktan lainnya; (2) Pembagian tugas supaya jelas karena dari Dinas Provinsi juga ada kewajiban yang harus mereka laksanakan untuk PUAP. BPTP 2 tahun terakhir
57
juga agak keteteran kalau harus meng-handle sendiri akhirnya antara Kepala Dinas dan Kepala Balai kita komunikasi untuk jalan keluar, akhirnya dicarikan solusi dan kerjaan dibagi dua.
I3
Sudah percaya pada kepanjangan tangan daripada dinas itu UPT yang ada di Kecamatan, tapi didudukan sebagai pengurus keorganisasian tetap di dinas, kalau ada apa-apa ke bagian kelembagaan Ibu Heni. Upayanya antara lain : (1) Mekanisme penerima PUAP yang langsung ke rekening tapi nanti cairkan bertahap, pengambilannya diatur kalau tidak diawasi banyak dibelikannya bukan untuk usaha pertanian. PMT yang mengarahkan; (2) Penyuluh Pendamping sedikit, PMT bekerjasama dengan fungsional Penyuluh ini; (3) Harusnya ada sosialisasi evaluasi dibawa di Gapoktan ketua, wakil bendahara dengan anggota ini yang belum berjalan.
58
I5-2
Sekarang mulai ada beberapa bantuan yang sudah sampai melibatkan Babinsa, yang membedakan aturannya mainnya jadi pembelian ini harus disaksikan oleh aparat desanya. Jadi nanti kaya perjanjiannya sekarang diawasi oleh LSM/Wartawan. Yang bermain itu LSM dan Wartawan kebanyakan kan bodong. Cuma ada takutnya juga si Petani.
59
I6-2
Upaya untuk menambah tenaga penyuluh melalui rekruitmen CPNS yang kuotanya penyuluh tetapi dialih tugaskan fungsinya untuk mengerjakan tugas struktural sedangkan kuota perektrutan CPNS penyuluh yang secara undang-undang atau peraturan pemerintah disalahgunakan karena kebijakan pemda yang menarik tenaga penyuluh untuk mengerjakan tugas struktural.
60
B Koding Q1-1
I Bagaimana koordinasi antar pihak pelaksana kebijakan dilakukan?
I1-1
Koordinasi dengan kabupaten/kota tidak masalah kita baik. Kalau koordinasi terus terang saja selalu sama kabupaten/kota, Kecamatan tidak, kalau PMT di panggil ke sini, dengan adanya pertemuan, yang 4 kali. Membahas permasalahan yang dihadapi. Tapi secara intens koordinasi dengan kabupaten/kota khusus jarang.
61
I1-2
1. Pembentukan LKM-A dengan sepengetahuan Tim Pembina, kadang-kadang tidak. Kita jalan saja tidak masalah. Seharusnya ada pemberitahuan kenyataannya tidak.
2. Penggantian PMT Ibu Ela, SK PMT turunnya ke orang yang bersangkutan langsung ke kota/kabupaten, masing-masing pusat menetapkan SK PMT, kita tidak tahu jika PMT tidak lapor. Memang penugasan itu jadi dari pusat ke kabupaten/kota. Sebenarnya di pusat itu diharuskan melapor ke kita sebagai koordinasilah.
62
I3
Koordinasinya kurang optimal. Laporan dari bawah jarang masuk ke Dinas, kalau ada masalah PMT yang menangani. Kalau penyuluh ini rutin koordinasi dengan Dinas. Kalau PMT paling kalau ada masalah-masalah yang sangat genting. Kalau Penyuluh Pendamping mencakup semua tugas fungsional.
63
I5-2
Koordinasi, paling sebatas Dinas Pertanian Kota. Mereka ini Tim Teknis tapi diserahkan ke subnya BIPP, laporan diberikan hanya ke BIPP, dari BIPP ke kepala Dinas.
64
I6-1
Kurang, jadi kepedulian dinas (Tim Pembina PUAP Provinsi) terhadap program tersebut. Kadang- kadang ada tim dari dinas sekarang tidak peduli, seolah-seolah kami disudutkan tidak adanya sosialisasi, pembinaan dan lain sebagainya padahal walaupun tidak terjadwal kalau ada satu kesempatan bertemu dengan mereka kami bicarakan PUAP.
65
Q2-1 Adakah dalam mencapai tujuan kebijakan dibuat terget perencanaan berkala?
I1-1
Kalau kita sudah Renstranya di Gapoktan, kalau di PUAP 1PMT ada 1 LKM-A yang maju. Kalau perencanaan itu di Renstra hanya membentuk Gapoktan. Hanya 5 Gapoktan, kalau 5 Gapoktan dah lewat 1 tahun juga. Untuk perencanaan triwulan tidak ada mereka yang lebih tahu tanpa dibuat, artinya di juklak LKM-A ini bisa dibentuk setelah 2 tahun.
66
I1-2
Kalau Provinsi menerima apa adanya tidak ada penekanan dari Juklak dan Juknis (LKM-A). Karena Kebijakannya segala sesuatu menurut anggaran. Dari APBD Provinsi tidak ada.
67
I4 Dengan sendirinya PMT sesuai musim tanam di kelompok namanya RUA, RUK. 68
I6-1 Tidak ada, biayanya juga tidak ada. Harusnya ada anggaran khusus untuk biaya operasional petugas. 69
Q2-2 Bagaimana kesesuaian pencapaian antara target perencanaan berkala dengan kondisi di lapangan?
I1-1
Sampai saat ini belum ada yang laporan. Target 1-2 tahun tidak mungkin semudah membuat LKM-A, Karena membutuhkan energi yang besar. Pokoknya 1 PMT minta 1 (LKM-A), kalau itu tidak bisa terbentuk tujuannya belum berhasil atau belum optimal.
70
I1-2
2 Sampai 3 Tahun diharapkan sudah berdiri LKM-A. Tapi kenyataanya itu di Kota Serang ini LKM-A dibentuk, tapi tidak berjalan.
71
I5-2 Kebanyakan 60% lah yang sesuai 40% tidak sesuai. 72 I6-2 Perencanaan LKM-A sebenarnya sudah dibuat tapi tidak berjalan. 73
Q2-3 Dalam pelaksanaan kebijakan adakah manfaat yang sudah terasa ataupun terlihat di lapangan?
I1-1
Dengan adanya bantuan modal bagi mereka bermanfaat. Lebih lanjut Kalau LKM-A sudah terbentuk kebutuhan sarana bagi petani bukan dalam bentuk uang lagi. Sarana usaha. Pupuk, benih, kalau itu sudah disediakan oleh LKM-A. Rentenir hilang.
74
I2
Manfaat yang paling terlihat dari penyediaan saprodi seperti pemberian pupuk. Juga tumbuh kebersamaan dari adanya pengembangan PUAP dari Gapoktan yang baik.
75
I5-2 Mereka sangat terbantu jadi dapat mengkoordinir kelompok untuk pengadaan pupuk, jadi mereka dapat sama-sama jadwal tanam dengan jadwal yang berbarengan.
76
I7-2 Bermanfaat sekali orang sedang tidak ada, ada. 77 I7-3 Tujuannya untuk membantu petani kecil, termasuk keterbatasan 78
wawasan ilmu perbonsaian juga wawasan pertanian dari dinas. Pada saat informasi itu datang, saat 100 juta turun ternyata pelaksanaannya gagal. Jadi masyarakat tidak seluruhnya tahu informasi dari dinas.
I7-4 PUAP sangat membantu dapat bantuan modal. 79
I7-9
Setelah PUAP datang Jadi terbantu karena ada pembinaan dari UPT. Harga produk juga pasaran ada yang mau terima dengan harga pasaran mau banjir tidak banjir. Itu enaknya ada mitra kerja sama dari budidaya jadi kita cari mana yang enak untuk jadi mitra. Hanya tahun ini Gapoktan Bapak ini menurun tahun kemarin Gapoktan Bapak dapat juara 1 Gapoktan terbaik se Kota Serang, tahun ini turun jadi juara 2. tadi itu masalahnya anggota mulai macet.
80
Q3-1 Adakah alokasi anggaran operasional yang diperlukan untuk mendukung terselenggaranya kebijakan?
I1-1 Kita tidak ada dana dekon, dana pendampingan tidak ada. Kita bantu saja, makanya provinsi itu untuk penyuluh di bantu ada yang disebut dengan Uang Jalan Tetap (UJT).
81
I1-1
Masalahnya PMT merasa bahwa ini digaji hanya 8 bulan selama 1 tahun yang 4 bulan tidak, yasudah tidak kerja. Penyuluh Pendamping tidak merasa di honori PUAP tidak ada kewajiban, karena dia juga masih banyak pegangan yang lain, disamping PUAP ada kelompok-kelompok tani lain, sementara PMT khusus PUAP.
82
I1-2
Tahun sebelum-sebelumnya di BPTP kita baru tahun kemarin 2012, Pusat menganggarkan ke Provinsi. 2012 besarnya Rp.50.000.000; tahun 2013 sebanyak Rp.48.000.000; ini tidak diperuntukkan untuk monitoring saja tapi untuk honor bulanan petugas, anggaran segitu diperuntukkan untuk pertemuan PUAP, ini bisa dilaksanakan untuk Tim Teknis atau PMT, bisa langsung ke Gapoktan. Terus ada ATK, terus untuk honor tim verifikasi 4 orang untuk satu tahun, ini provinsi, untuk Kota/Kabupaten ada lagi. Ini dari APBN. Anggaran APBN yang ada di provinsi sedangkan dari APBD sendiri tidak ada. Anggaran pusat yang pelaksanaannya ada disini.
83
I1-2 Kalau untuk operasional penyuluh memang jelas tidak ada. Pendampingan itu tergantung Kabupaten/Kota masing-masing, kalau memang APBD nya tidak ada otomatis tidak ada.
84
I2 Tahun ini Alokasi dana dari Badan Litbang tetapi dominan untuk pembayaran BOP/PMT. 85
I3
Biaya operasional memang kita minim, tidak ada dari APBD. Sifatnya pembinaan umumnya tidak membutuhkan biaya. UJT penyuluh juga dapat rutin transport untuk kegiatan penyuluhan, khusus PUAP tidak ada anggaran. Rutin setiap bulan BOP penyuluh dapat, udah memang tunjangan tetap langsung dari pusat. Dari Dinas tidak ada alokasi anggaran khusus. PMT Diberikan Rp.3.800.000/bulan gajinya, dan BOP Rp.500.000/tahun.
86
I5-2 Kalau dana untuk petugas pembina kalau dari pusat tidak ada. Kalau dari daerah itu harusnya ada itu kalau memang dinasnya 87
perhatian. Tahun-tahun kemarin tidak ada baru tahun ini ada dana pendampingan coba tanya ke Ibu Heni untuk pastinya karena kita sendiri belum menerima untuk semuanya bukan PMT, Penyuluh juga diserahkan ke UPT.
Q3-2 Apakah anggaran operasional program selama ini sudah cukup memadai?
I1-1
Berbicara biaya operasional namanya uang semua juga kurang memang betul sepeserpun dana untuk PUAP tidak ada, tapi dari pusat ada BOP (Biaya operasional penyuluhan) Rp.300.000/bulan dahulu di kita sekarang di BAKOR. Bantuan transportasi dahulu di dinas itu RP.500.000/bulan UJT tapi bukan untuk PUAP, untuk semua program pertanian. Kalau PMT gajinya Rp.3.500.000/bulan sendiri, ada BOP nya untuk 8 bulan untuk BOP Rp.1.500.000; dia gajinya Rp.2.000.000; melalui rekening masing-masing PMT, pengendali laporan BPTP. Kalau sudah 8 bulan mereka tidak mau kerja. Beda dengan THL Kontraknya 10 bulan kerjanya 1 tahun. PMT bisa saja dapat operasional apabila di kabupaten/kota menganggarkan, kalau Kota serang tidak ada.
88
I1-2
Untuk monitor memang ada tapi tidak cukup. Dari 1151 Gapoktan dari 2008-2012, kita punya anggaran Rp.48.000.000/1 tahun anggaran Januari-Desember. Ini jatah kalau mau tahu perjalanan pertemuan PUAP pusat itu 1 orang, perjalanan konsultasi dan koordinasi PUAP ke Pusat kia punya dan 18 OP Rp.9.000.000; mengantar dokumen. Berapa kali pulang-pergi sedang dalam 1 tahun Rp.9.000.000. Perjalanan Kabupaten/Kota 26 OP dari 1151 hanya 26 OP. OP itu orang. Bisa saya melakukan sekian orang belum tentu 26 kalau kita jalannya 2 orang berarti hanya 13 kelompok dalam 1 tahun. Kita punya jatah untuk 13 OP Pada saat kita tidak bisa Kabupaten/Kotalah yang melaksanakan.
89
I5-1 Dalam pelaksanaannya anggaran penyuluh pendamping kurang. 90
I5-2
Kalau kita terima dana pendampingan Rp.500.000; itu perperiode kayanya 1 tahun berjalannya. Itu sumbernya dari Distanak, Dinas Provinsi itu dananya APBD. Kita sebenarnya dapat gaji Rp.2.300.000; BOP Rp.1.200.000; untuk operasional pembuatan laporan.
91
I5-2 Mungkin dari pihak UPT ada sedikit kecemburuan dengan penyuluh, bisa, jadi sedikit acuh. 92
I6-1 Kalau tidak salah pernah 1 kali tahun 2009-2010 ada dana dampingan dari Pemda, saya lupa nominalnya itupun tidak memadai.
93
C Koding Q1 I
Apakah kebutuhan masyarakat selama ini sudah terpenuhi melalui pelaksanaan kebijakan?
I1-1
Setiap Poktan ada yang disebut dengan Rencana Usaha Anggota (RUA) apa kebutuhannya? Bunga tidak boleh tinggi, berapa persen hanya untuk operasional, tidak boleh melebihi bunga Bank. Bunga sesuai kesepakatan kelompok.
94
I2 Jumlah bantuan memang kecil jika dilihat dari kuantitasnya jika dikalkulasi kira-kira 1,5% sampai 2,5%. Tetapi tak cukup itu 95
dilihat dari segi jasa yang mereka terima tentu sangat terasa sekali dan membantu mereka terutama dalam pemenuhan saprodi
I4
Kalau difikir uang Rp.100.000.000; untuk 1 kecamatan sebetulnya kurang, masa 1 orang hanya menerima Rp.1.000.000; kelihatannya saja diawal besar sedangkan ada orang itu yang punya lahan ada 10 Ha karena jumlah Poktan variatif banyaknya, dalam 1 Poktan ada petani perorangan jadi sampai ke perorangannya kecil
96
I5-1 Dari BLM PUAP petani mampu mengcover 30% kebutuhan untuk penggarapan awal. 97
I6-1
Pembinaan yang dilakukan memberikan dampak psikologis kepada masyarakat yang cukup membantu mereka. Untuk budidaya dibatasi 1 Ha sawah itu Rp.1.000.000; sedangkan kalau maksimalnya 1 Ha Rp.5.000.000 lebih 1/5, 20% bisa disumbang oleh PUAP.
98
I6-2 Karena rata-rata kalau dia garapannya ½ ha, kebutuhan pupuk 2 Jutaan ini yang kebagian 500 hanya mencapai 1/5nya. 99
I7-1 Dari 1 Ha paling realisasi ½ Ha. 100
I7-5 Yang saya butuhkan sekitar Rp.150.000.000; saya dapat Rp.40.000.000. 101
I7-6 Tidak seberapa. Kalau untuk mencukupi permodalan jauh. 102
I7-7 Kalau saya hanya memfasilitasi untuk penyaluran dana PUAP tidak terlibat dalam pertanian, saya guru di sekolah jadi yang lebih tahu kebutuhan petaninya sendiri.
103
I8-2 Kadang-kadang tidak mencukupi tapi kalau mau besar kita semua mau, tapi dicukup-cukupin. 104
Q2-1 Apakah pengawasan kebijakan dilakukan secara berkala? I1-1 Kalau rutin tidak ada, kalau ada juga pertemuan 4 kali. 105
I1-2
Kita punya Tim Teknis kabupaten/kota estafet ini bebannya pembina ini tidak harus oleh orang provinsi. Orang kabupaten/kota, kecamatan harus tetap membina sesuai dengan tanggung jawab mereka masing-masing, Gapoktan Poktan merupakan satu lembaga yang harus dibina oleh penyuluh pertanian, setelah itukan ada pembinaan dari kabupaten/kota Tim Teknis.
106
I2 Tidak ada jadwal rutin kegiatan tapi dalam 1 tahun anggaran selalu ada kegiatan. 107
I5-2 Intensitas monitoring evaluasi ke Gapoktan intensitasnya paling waktu ada pencairan datang. 108
I6-1 Tetap saja pengawasan walaupun tidak periodik salah satu diantaranya monev kadang kadang tadi itu yang namanya petani yang punya tunggakan dihubungi susah.
109
I6-2 Pengawasan pembinaan jadi satu, rutin. 110
I6-2 Ada pendampingan dari UPT Bapak Hamidi, kadang-kadang di pantau rekening PMT tidak rutin. Bapak Bobby 2 tahun, Ibu wulan 1 tahun.
111
I7-1 Kalau dari Dinas Kota UPT sering, kalau provinsi jarang, ada SLPTT, SLPHT . 112
I7-2 1 tahun kebelakang belum ada pembinaan PMT. Pembinaan biasanya di SLPTT, Dari dinas Pertanian kota 2 kali. Provinsi 113
belum, kalau BPTP belum. Kalau dari kecamatan sering.
I7-3 Iya, awal-awal Bapak Bobby PMT nya suka datang, kesini-sini sudah lama tidak. PMT yang lain juga belum sudah lama. 114
I7-6 Pembinaan dari pendamping sudah lama tidak ada 1 tahun kesini. Pelatihan sementara ini udah setahunan tidak ada. SL juga tidak ada. Pemantauan selama ini belum ada.
115
Q2-2 Kapan pengawasan kebijakan dilakukan?
I1-1
Kalau memonitoring kita sangat sulit, karena yang memegang keuangan adalah Gapoktan. Artinya tugas kami mengantarkan mendapatkan PUAP itu selesai tidak ada hambatan bahwa semua dokuman semua persayaratan yang diminta oleh Kementerian dianggap oke.
116
I1-1
Setahun 4 kali pembinaan PMT triwulanan karena sambil menunggu laporan, mengurus dokumen-dokumen. Kita ada keterbatasan sebetulnya ada tim teknis yang lebih teknis kalau tim pembina ini kita hanya datang ke kabupaten/kota berapa titik tidak menjangkau semua, karena beliaulah yang lebih tahu tentang kerawanan atau permasalahan yang ada.
117
I2 Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. seperti apresiasi Gapoktan yang biasanya dilakukan ketika pencairan anggaran, monitoring dengan PMT secara rutin.
118
I4 Kalau BIPP ada jadwal rutin, setiap Kecamatan ada agendanya setiap satu bulan. Dalam satu bulan ada 8 kali keliling Per Kecamatan.
119
I5-1 Kegiatan dilakukan minimal sekali dalam sebulan. 120
I6-2 Untuk pembinaan kita ada jadwal pembinaan dalam satu bulan dua kali. 121
I7-1 Baik pembinaan sosialisasi tani, dalam rangka puso tanaman, pemberian bibit, sering masih berjalan dari UPT. 122
I7-2 Dari kecamatan tidak ada jadwal sendiri. bergilir kelompok. 123
I7-3
1 bulan menjelang pencairan seminggu waktu itu pelatihan. setelah berlarut larut mereka sudah menganggap sudah hilang. Laporan juga setiap bulan ke PMT Begitu laporan itu stagnan sifatnya yang dahulu-dahulu saja makanya PMT juga bosan sendiri tidak ada perbedaan. Apa yang dilaporkan.
124
I7-4 Sebulan 3 kali untuk kelompok tani. Digilir dengan kelompok lain. 125
I7-8
PMT sebulan sekali, laporan tidak ada yang masuk 3 tahun paling sudah tidak kesini lagi betul-betul macet setelah dimerger. kalau begitukan mereka sudah tidak percaya lagi sama kita. Bentuknya sederhana uang yang ada saldo dibawa ke Dinas Pertanian Kota langsung diserahkan dengan buku tabungannya dilimpahkan kepada Gapoktan yang masih aktif, untuk memperbesar modal disana ada Rp.4.000.000. Pelatihan pernah saya sekali sebelum cair, waktu ada undangan saya tidak hadir, pernah sekretaris mengikuti pertemuan.
126
I7-9 Tahun sekarang PMT dua kali waktu pertemuan SL Padi. 127 D Koding
Q1 I
Apakah manfaat kebijakan dirasakan merata sampai pada kelompok sasaran?
I1-1 Tidak memberi kepada orang lain dahulu hanya anggotanya sesuai RUA. 128
I1-2 Selain fasilitasi ilmu pengetahuan kadang-kadang penyampaian teknologi tidak semua menerima, kadang-kadang petugas hanya menyampaikan ke ketuanya.
129
I2 Karena kebijakan bersifat massal jadi manfaatnya ada yang merata, ada yang tidak. Untuk 10.000 desa/tahun ada beragam karakter Gapoktan.
130
I5-1 Terkadang masih ada perselisihan dalam pembagian dana kepada Poktan mengingat dalam 1 Gapoktan jumlah Poktan beragam. Keadilan diusahakan dengan pemerataan menekankan pada prioritas kebutuhan sesuai dengan RUA. Sistem cluster anggaran sudah mulai dipakai.
131
I6-2 Ada seleksi berdasarkan hasil partisipasi aktif masyarakat perdesaan yang menentukan siapa saja yang layak menerima PUAP.
132
I7-1 Iya merata. 133 I7-2 Semua kebagian pinjaman bergilir. 134
Q2-1 Apakah pelaksanaan kebijakan dilakukan merata sampai pada kelompok sasaran?
I2 Karena keterbatasan SDM maka pembinaan tidak melibatkan semua Gapoktan, mengambil perwakilan Gapoktan saja. 135
I5-1 Pembinaan diberikan kepada wakil dari Gapoktan untuk lebih lanjut yang menjadi perwakilan mengkomunikasikan kepada Poktan.
136
I5-2 Sosialisasi dan pembinaan pelatihan di level pengurus, sekretaris, ketua, bendahara. 137
I6-1 Kurang efektif karena keterbatasan tenaga penyuluh tadi. 138
I6-2 Keterbatasan tenaga penyuluh, yang mempengaruhi intensitas pengawasan. 139
I7-2 Pelatihan awal-awal ada pembekalan 1 mingguan untuk pengurus Gapoktan, dari kita menyampaikan ke anggota. 140
Q2-2 Apakah sosialisasi kebijakan tersampaikan secara merata sampai pada kelompok sasaran?
I1-1 Iya Sosialisasi PUAP kurang bagi pengelolanya, Pengurus belum tentu bisa menyampaikannya.. 141
I1-1
Jadi seharusnya program PUAP itu, melibatkan perencanaan satu kelompok, seluruh anggota, dalam konteks musyawarah, jadi anggaran dahulu, pembinaan dahulu, nanti dilombakan, bagi yang terbaik, cicilannya lunas, itu mendapatkan bantuan, untuk motivasinya. Dan kepada petugas pembina, itu dapat insentif, yang berhasil. Kalau PUAP tidak ada, sebagai mendorong motivasinya.
142
I1-2 Sosialisasi belum optimal. Membina tidak hanya ke Ketuanya, ke keseluruhannya mungkin sampai mungkin juga tidak tergantung PMT nya.
143
I4 Biasanya yang penting pengurusnya, baru nanti disampaikan ke anggota. 144
I6-2 Kadang-kadang ada provokator. Karena informasi tidak merata 145
sampai pada Poktan menyampaikan informasi tidak benar yang menganggap dana tersebut dana hibah yang tidak perlu dikembalikan.
E Koding
Q1-1 I
Apakah selama ini implementor terkait memberikan pelayanan yang dibutuhkan kelompok sasaran kebijakan dengan segera?
I1-1 Kita welcome siapapun itu, karena pertama sebagai aparatur pelayanan publik siapapun yang ada disini maka kita harus layani, apalagi hanya berkonsultasi.
146
I4 Ya sebetulnya pembinan memang tidak punya waktu, kapanpun siap kita ke lapangan. 147
I5-1 Pembinaan dilakukan dengan segera. Sebelum pencairan anggaran untuk membuat aturan main. 148
I5-2 Belum kunjungan ke semua Gapoktan baru Bapak Usman yang masih berjalan, yang lainnya belum. 149
I6-1 Kapanpun mereka butuhkan kita selalu melayani sekalipun diluar jam kerja. 150
I7-1 Sangat respon dan baik. 151
I7-3 Mereka juga kurang tahu begitu banyak tentang bonsai jadi responnya mereka hanya bisa membantu dari segi pencarian dana, informasi pameran.
152
I7-4 Iya ketika dibutuhkan UPT selalu merespon. 153
I7-5 Disini sering konsultasi itu. Tergantung kedekatan kalau saya kan sering. 154
I7-6 Sementara ini PMT yang baru kita belum tahu belum ketemu. 155
I7-7 Bagaimana mau pertemuan sama pengurus juga sudah tidak ada koordinasi. Jadi saya sendiri kadang-kadang serba salah. 156
I7-8 Ke kecamatan sudah pernah tapi belum pernah datang ke sini, sudah saya sampaikan keluhan pernah minta bantuan mau menagih sama-sama tapi tidak ada yang turun sampai sekarang.
157
Q1-2 Bagaimana kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan?
I1-2 Yang jelas yang namanya manusia tidak bisa cukup, contohnya setiap pertemuan selalu minta modal. Di kita program Bansos tidak hanya ini bisa dapat dari Bansos lain.
158
I3 Senang yang tadinya tidak pegang uang, akhirnya pegang uang. 159
I6-1
Kalau masalah kepuasan mereka pasti tidak puas karena 1 Ha dibiayai kurang lebih ± Rp.5.000.000; sedangkan dari dana PUAP paling Rp.2.000.000; itu masih kurang, karena ini sifatnya bantuan.
160
I6-2 Setidaknya dana bantuan PUAP dapat mengurangi beban atau membantu usaha produktif petani. 161
I7-1 Ya sangat membantu meringankan kebutuhan petani. 162 I7-2 Anggota senang pemerintah udah membantu. 163 I7-4 Iya senang. 164 I7-6 Sangat membantu sekali dimasyarakat itukan bisa dapat pinjaman
buat tambahan modal hanya memang uang segitu belum dapat 165
mencukupi. I7-9 Puas, dibanding dahulu. 166
F Koding Q1-1
I Bagaimana pemahaman kelompok sasaran mengenai kebijakan tersebut?
I1-1
Katanya PUAP itu tidak perlu mengembalikan, itu sebetulnya yang menjadi penyakit, ditambah ada hibah atau Bansos lain yang tanpa pengembalian, akhirnya dianggap sama. Masyarakat itu mudah terprovokasi apalagi urusan hutang.
167
I1-2 Bantuan/hibah begitu dibagi habis, mayoritas pemikirannya begitu. 168
I4
Ada juga yang menganggap hibah jadi sekarang tergantung kembali lagi kepada orangnya, kita itu membeli bantuan sudah sekian rupa, dana dari Kementerian ke Petani itu untuk membantu tetapi secara bergulir di kelompoknya masing masing bukan dikembalikan lagi ke pemerintah.
169
I5-1 Persepsi masyarakat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) selalu ditafsirkan sebagai hibah. 170
I7-1 Anggapannya uang itu uang hibah. 171 I7-2 Masih menganggap hibah. 172
I7-5 Masyarakatnya tidak paham dikira hibah tidak membayar tidak apa-apa. Kalau di bank keliling rajin kalau di Gapoktan susah. 173
Q1-2
Bagaimana sosialiasi yang dilakukan implementor terkait kepada kelompok sasaran kebijakan?
I1-1
Sosialisasi yang pernah dilakukan melalui pertemuan pihak provinsi itu dihadiri oleh Kades, Kecamatan, Sekmat, sama tim-tim yang lain dari BAPEDA dan sebagainya. Pada intinya ada diskusi. Pertama evaluasi PUAP, sosialiasikan gaungnya PUAP, ada satu titik permintaan sampaikan pada masyarakat mengenai PUAP itu terserah SDM nya. Iitu mungkin sosialisasinya sudah sampai. Masa dari 2008 belum sampai.
174
I1-2 Sosialisasi sudah dilakukan, kalau sosialisasi PUAP sendiri sifatnya berantai ke pengurus ketua, bendahara tapi tidak menutup kemungkinan disitu ada PMT.
175
I3 Kita hanya sosialisasi PUAP dan LKM-A. Rutin terutama awal pecairan dana. Tengah tengah, akhir-akhir ini sudah tidak ada undangan lagi.
176
I5-1 Sosialisasi kebijakan mempertimbangkan ketepatan materi disesuaikan dengaan karakter Gapoktan dan selalu dilakukan evaluasi kegiatan.
177
I5-2 Sosialisasi, pembinaan dan pengawasan jadi satu paket. Dikumpulkan dikasih pelatihan dilevel pengurus. Sekretaris, Ketua, Bendahara.
178
Q1-3
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan seberapa sering sosialisasi tersebut dilakukan?
I1-1 Sosialisasi tentang pra PUAP itu mereka, Kementerian. dananya dari sana bukan kita. Itu sebelum pencairan PUAP. 179
I3 Sosialisasi tidak kurang, mereka yang kurang menanggapi, namanya petani tidak semua berpikiran maju. 180
(Sumber: Peneliti, 2014)
I5-2
Awal-awal sebelum pencairan, kesini-sini sosialisasi kita ga formal ya kaya dateng ke saung-saung gapoktan, soalnya sudah lama juga kan banyak yang terkendala pengembalian jadi susah mengumpulkan.
181
I6-2 Ada pertemuan, sosialisasi kelompok ada dahulu, 2 kali sebelum pencairan. 182
I7-1 Perbulan ditambah dengan program yang ada. 183
I7-3 Sosialisasi sekaligus pelatihan waktu itu sebelum pencairan 2-3 bulanan sebelum cair. 184
Q2
Apakah perkembangan pelaksanaan kebijakan Pembinaan Kelembagaan Petani sudah sesuai dengan Tujuan yang diharapkan dari PUAP?
I1-1 Intinya program pembinaan PUAP belum optimal masih perlu perbaikan dokumen, penyederhanaan. 185
I2 Sesuai, karena cukup membantu dalam pengembangan usaha petani. 186
I4 Sudah terpenuhi tujuan petani terpenuhi kebutuhannya seperti penyediaan pupuk, saprodi 187
I5-1
Kesenjangan antara tujuan dan manfaat masih ada, karena tujuannya yang sangat ideal. Di lapangan Intensitas pembinaan atau diklat juga masih kurang. Untuk membentuk kelembagaan Gapoktan yang kuat tidak mudah terlebih support system yang kurang.
188
I6-1 Cukup tepat karena kebijakan dimaksudkan untuk penataan kelembagaan petani jika dalam rangka membangun akuntabilitas mereka dalam mendorong usaha produktif petani.
189
I7-5
Ucapan terimakasih sedikit ada yang namanya letih itukan kebijakan kita. Pembagian Rp.15.000.000/kelompok, di kelompok paling dapat Rp.1.500.000.
190
I7-7
Uang (dana PUAP) itu langsung ke rekening Gapoktan mau turun minta ACC dari mereka. Saya yang kerja ini mereka yang menikmati, sejak saat itu sudah tidak datang-datang lagi kesini penyuluhnya.
191
KODING DATA
Kode Kata Kunci
1, 2 Kegiatan PUAP sesuai analisis usaha RUA, RUK
3 Pembinaan administrasi dan budi daya pertanian
4 Pembinaan penyuluhan teknologi
5 LKM-A sebagai tujuan akhir PUAP
6 Pelatihan dan pendidikan untuk melaksanakan fungsi kelompok
7,8 Pelatihan pengurus Gapoktan
9 Gapoktan yang sudah dikukuhkan
10 Keterangan PMT, sasaran program kurang sesuai
11 Sasaran program penerima PUAP yang menekuni usaha agribisnis
12 Kewenangan Tim Penyuluh
13 Tupoksi Tim Pembina PUAP Provinsi
14 Proses dan bentuk pelatihan PUAP
15 Pendampingan teknolgi dari Sekretariat PUAP
16 Keterlibatan Dinas Pertanian Kota Serang pada PUAP
17 Pelatihan tata olah tanah dan pendampingan LKM-A
18 Pembinaan Gapoktan sesuai Pedoman Umum
19 Pembinaan PMT pada administrasi kelembagaan Gapoktan
20 PUAP bersinergi dengan SLPTT, SLPHT
21 Pembinaan PUAP diikutan pada program penyuluhan pertanian
22 Prioritas pembinaan pengurus Gapoktan
23 Tim Pembina PUAP belum pernah secara langsung ke Kecamatan Serang, tahun 2012 Kota Serang sudah tidak ada usulan PUAP lagi
24,26,27 Bentuk dukungan sumberdaya program (SDM, teknologi dan finansial)
25 Gambaran SDM Gapoktan, tenaga penyuluh, dan PMT
28 Gapoktan yang aktif pelatihan di Kecamatan Serang
29,30,32,34 Peran serta aktif diawal program, ketika pencairan BLM-PUAP
31 Keterangan Pengurus Gapokta Tunas abadi yang tidak terlalu aktif lagi
33 Sebab peran aktif Gapoktan Setia Tani 35 Gapoktan Karya Bersama peran serta anggota aktif 36 Data desa yang menjadi LKM-A
37 Perkembangan PUAP di Kecamatan Serang
38,39 Laporan perkembangan program masuk ke Sekretariat PUAP
40 Laporan perkembangan administrasi Gapoktan dan PUAP di Kecamatan Serang 3 Kelurahan belum diajukan PUAP
41 Gapoktan Model di Kecamatan Serang
42 Pelaksanaan program tidak sesuai dengan aturan
43 Permasalahan Stagnasi perguliran BLM-PUAP di Kecamatan Serang
44 Gapoktan Karya Bahagia Tani yang paling mengalami stagnasi perguliran
45 Keterangan Penyuluh pendamping mengenai perkembangan PUAP di Kecamatan Serang
46 Penyuluh Pendamping menerangkan masalah Gapoktan Karya Bahagia Tani
47 Tanggapan mengenai masalah Gapoktan Karya Bahagia Tani
48,49 Keterangan Tim Pembina PUAP Provinsi mengenai kendala program
50 Keterangan BIPP mengenai kendala program
51 Keterangan PMT mengenai kendala program
52 Arahan DEPTAN mengenai program PUAP dan masalah di Kecamatan Serang
53,54 Keterangan Penyuluh Pendamping mengenai kendala program
55,56 Keterangan Tim Pembina PUAP mengenai upaya mengatasi kendala program
57 Keterangan Sekretariat PUAP mengenai upaya mengatasi kendala program
58 Keterangan Dinas Pertanian Kota Serang mengenai upaya mengatasi kendala program
59 Keterangan PMT mengenai upaya mengatasi kendala program
60 Keterangan Penyuluh Pendamping mengenai upaya mengatasi kendala program
61 Koordinasi Tim Pembina PUAP jarang dengan Tim Teknis Kabupaten/kota
62 Koordinasi pembentukan LKMA, pelaporan PUAP PMT jarang sampai ke Tim Pembina
63 Koordinasi kurang, laporan jarang masuk ke Dinas Pertanian Kota
64 Koordinasi dan pelaporan PMT melalui BIPP
65 Pertanian Kota Serang kurang memperhatikan pelaksanaan PUAP
66 Target 1 PMT 1 LKM-A yang maju
67 Tidak ada penekanan LKM-A dalam Juklak/Juknis
68 Target perencanaan Gapoktan sesuai RUA, RUK
69 Target perencanaan PUAP tidak ada karena anggaran operasional tidak ada
70 Target belum berhasil, belum ada laporan ke Tim Pmbina PUAP
71,73 Target belum berhasil LKMA terbentuk tidak berjalan
72 Perkiraan Target Gapoktan dari RUA RUK 60 %
74,77,79 Manfaat dalam bentuk bantuan modal
75,76 Penyediaan kebutuhan petani
78 Manfaat dalam bentuk wawasan tentang budidaya
80 Manfaat dalam bentuk pembinaan, akses pemasaran, kemitraan Gapoktan
81 Tidak ada dana pendampingan program
82 Perbedaan honor PMT dan Penyuluh Pendamping menjadi masalah pertnership keduanya
83 Pengalokasian anggaran pusat (APBN) untuk pembiayaan PUAP belum memadai
84,86 Tidak ada alokasi anggaran APBD untuk operasional penyuluh dalam PUAP
85 Alokasi dana Litbang untuk BOP PMT
87 Tahun ini ada dana pendampingan tetapi belum sampai ke PMT
88 BOP dan UJT PMT
89 Dana monitoring, perjalanan koordinasi Tim Pembina PUAP belum memadai
90 Anggaran Penyuluh Pendamping kurang
91 Dana dampingan PMT dari APBD
92 Adanya kecemburuan Penyuluh Pendamping terhadap honorium PMT
93 Dana dampingan penyuluh pendamping pernah tahun 2009-2010
94 Kebutuhan Poktan ada dalam RUA
95,96,104 BLM-PUAP masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan garapan petani
97,98,99, 100
BLM PUAP mengcover 20% - 30% kebutuhan atau 1/5 dari kebutuhan sekitar ½ Ha lahan garapan
101,102 BLM-PUAP jauh dari mencukupi kebutuhan usaha Gapoktan/poktan
103 Gapoktan Cipari hanya memfasilitasi penyaluran BLM PUAP 105 Pengawasan dari Tim Pembina 4 kali
106 Pelaksanaan pembinaan secara estafet sesuai tupoksi tim teknis 107 Tidak ada jadwal rutin pembinaan oleh BPTP Provinsi Banten
108 Intensitas monitoring dan evaluasi ketika pencairan dana BLM PUAP
109 Ada pengawasan meski tidak periodik oleh penyuluh pendamping
110 Pengawasan pembinaan jadi satu mengikuti rutinitas program penyuluhan UPT Pertanian
111 Pemantauan rekening Gapoktan tidak rutin dilakukan PMT
112,113 Intensitas pembinaan yang dilakukan oleh tim teknis
114,115 Sudah lama tidak ada pembinaan
116 Tugas Tim Pembina PUAP mengantarkan Gapoktan mendapatkan PUAP
117 Setahun 4 kali pembinaan PMT dari Tim Pembina PUAP
118 Pembinaan dari Sekretariat PUAP disesuaikan kebutuhan Gapoktan monitoring dengan PMT sering
119 Pembinaan dan pengawasan rutin setiap satu bulan 8 kali ke semua Kecamatan
120 Pengawasan dari PMT minimal sekali sebulan
121 Pembinaan pengawasan sekaligus minimal sebulan sekali
122 Pembinaan dari penyuluh pendamping satu bulan dua kali
123 Pengawasan dari penyuluh pendamping bergilir tidak ada jadwal rutin
124 Pelatihan Gapoktan 1 bulan menjelang pencairan
125 pembinaan Gapoktan dari penyuluh pendamping sebulan 3 kali bergilir perkelompok
126 Keterangan Ketua Gapoktan Karya Bahagia Tani mengenai kondisi Gapoktannya
127 Tahun 2013 PMT 2 kali kunjungan ke Gapoktan ketika SLPTT/SLPHT
128 Manfaat Pembinaan peruntukannya penerima PUAP sesuai usulan RUA
129 Tidak semua menerima manfaat pembinaan hanya pengurus Gapoktan
130 Kebijakan bersifat massal manfaatnya ada yang merata ada yang tidak
131 Pembagian BLM-PUAP sesuai prioritas kebutuhan berdasarkan RUA
132 Seleksi partisipasi aktif Gapoktan penerima BLM-PUAP
133,134 Manfaat program merata
135,136,137 Keterangan Tim Teknis mengenai Pembinaan untuk pengurus Gapoktan 138 Cukup merata tetapi kurang efektif 139 Keterbatasan penyuluh mempengaruhi intenstas pengawasan 140 Keterangan Gapoktan mengenai Pembinaan untuk pengurus Gapoktan
141,143 Sosialisasi PUAP kurang/belum optimal
142 Perencanaan PUAP seharusanya melibatkan seluruh anggota
144 Sosialisasi ke pengurus Gapoktan
145 Informasi sosialisasi tidak merata sampai ke Poktan
146 Tim pembina responsif memberikan pelayanan, k 147 BIPP siap melakukan pembinaan kapanpun
148 PMT melakukan pembinaan segera sebelum pencairan BLM-PUAP
‘
149 PMT belun melakukan kunjungan ke semua Gapoktan
150 Penyuluh Pendamping responsif dalam melayani/konsultasi
151,153,154 Tanggapan Gapoktan bahwa petugas (UPT Pertanian Kecamatan Serang) responsif memberi pelayanan
152 Keterangan Gapoktan Kadaka Dinas membantu dalam pencarian dana dan informasi pameran
155 Keterangan Gapoktan Setia Tani PMT 2013 belum melakukan kunjungan
156 Gapoktan Cipari sudah tidak ada pertemuan pengurus
157 Keterangan Gapoktan Karya Bahagia Tani bahwa UPT kecamatan Serang kurang responsive
158,160,165 Masyarakat belum puas dengan program 159,162,163,
164,166 Kepuasan Gapoktan terhadap program 161 Keterangan petugas teknis mengenai PUAP membantu usaha produktif
petani 167,168,169 Keterangan petugas teknis PUAP dianggap sebagai hibah 170,171,172,
173 Keterangan Gapoktan PUAP dianggap sebagai hibah 174 Sosialisasi dari Tim Pembina PUAP melalui dengan Kades, Kecamatan,
Sekmat, tim-tim yang lain dari BAPEDA 175 Sosialiasi sifatnya berantai ke pengurus Gapoktan dan PMT
176 Sosialisasi mengenai PUAP dan LKMA
177 Sosialisasi oleh PMT dan penyuluh pendamping sesuai dengan karakter Gapoktan
178 Sosialisasi sekaligus pembinaan dan pengawasan
179 Sosialisasi Pra PUAP sebelum pencairan
180 Petani kurang menanggapi sosialisasi program
181 Sosialisasi ke Gapoktan sekarang tidak formal
182 Sosialisasi kelompok 2 kali sebelum pencairan BLM-PUAP
183 Sosialisasi perbulan
184 Sosialisasi sekaligus pelatihan ke Gapoktan sebelum pencairan
185 Program PUAP belum optimal 186,187 Program sudah tepat
188 Kesenjangan antara tujuan dan manfaat pembinaan
189 Cukup tepat dalam mendorong usaha produktif petani
190,191 Keterangan Gapoktan mengenai pembagian persentase PUAP ke penyuluh
(Sumber : Peneliti, 2014)
KATEGORISASI DATA
No. Kategori Rincian Isi Kategori
1
Efektifitas 1) Target Kebijakan
2) Sasaran Kebijakan
3) Bentuk Kebijakan
4) Ketersediaan Sumberdaya
Pendukung Kebijakan
a. Kegiatan PUAP sesuai RUA, RUK b. Pembinaan administrasi dan budidaya
pertanian c. Pembinaan penyuluhan teknologi d. Kesejahteraan petani e. LKM-A tujuan akhir PUAP f. Pelatihan dan pendidikan untuk
melaksanakan fungsi kelompok
a. Pelatihan pengurus Gapoktan b. Gapoktan yang sudah dikukuhkan c. Sasaran program kurang sesuai a. Tupoksi Tim Pembina PUAP Provinsi b. Proses dan bentuk pelatihan PUAP c. Pendampingan teknologi dari Sekretariat
PUAP d. Keterlibatan Dinas Pertanian Kota Serang
pada PUAP e. Pelatihan tata olah tanah dan pendampingan
LKM-A f. Pembinaan Gapoktan sesuai Pedoman
Umum g. Pembinaan PMT pada administrasi
kelembagaan Gapoktan h. PUAP bersinergi dengan SLPTT, SLPHT i. Pembinaan PUAP diikutkan pada progran
penyuluhan pertanian j. Priotas pembinaan pengurus Gapoktan k. Tim Pembina PUAP belum pernah ke
Kecamatan Serang, tahun 2012 Kota Serang sudah tidak ada usulan PUAP
a. Dukungan sumberdaya program (SDM, teknologi dan finansial)
b. Gambaran SDM Gapoktan, tenaga penyuluh, dan PMT
5) Peran Serta Sasaran Kebijakan
6) Perkembangan Kebijakan
7) Kendala Kebijakan
8) Upaya Mengatasi Kendala
a. Gapoktan yang aktif pelatihan di Kecamatan Serang
b. Peran serta aktif diawal program, ketika pencairan BLM-PUAP
c. Keterangan Pengurus Gapokta Tunas abadi yang tidak terlalu aktif lagi
d. Sebab menurunnya peran aktif Gapoktan Setia Tani
e. Gapoktan Karya Bersama peran serta anggota aktif
a. Data desa yang menjadi LKM-A b. Perkembangan PUAP di Kecamatan Serang c. Laporan perkembangan program masuk ke
Sekretariat PUAP d. Laporan PUAP tingkat Kota diserahkan ke
Sekretariat PUAP e. Laporan perkembangan administrasi
Gapoktan dan PUAP di Kecamatan Serang 3 Kelurahan belum diajukan PUAP
f. Gapoktan Model di Kecamatan Serang g. Pelaksanaan program tidak sesuai dengan
aturan h. Permasalahan Stagnasi perguliran BLM-
PUAP di Kecamatan Serang i. Gapoktan Karya Bahagia Tani yang paling
mengalami stagnasi perguliran j. Keterangan Penyuluh pendamping mengenai
perkembangan PUAP di Kecamatan Serang k. Penyuluh Pendamping menerangkan
masalah Gapoktan Karya Bahagia Tani l. Tanggapan mengenai masalah Gapoktan
Karya Bahagia Tani a. Keterangan Tim Pembina PUAP Provinsi
mengenai kendala program b. Keterangan BIPP mengenai kendala
program c. Keterangan PMT mengenai kendala
program d. Arahan DEPTAN mengenai program PUAP
dan masalah di Kecamatan Serang e. Keterangan Penyuluh Pendamping
mengenai kendala program
a. Keterangan Tim Pembina PUAP mengenai upaya mengatasi kendala program
b. Keterangan Sekretariat PUAP mengenai
2
Efisiensi 1) Koordinasi Pelaksanan
Kebijakan 2) Target Perencanaan
Berkala
3) Manfaat Pelaksanaan Kebijakan
upaya mengatasi kendala program c. Keterangan Dinas Pertanian Kota Serang
mengenai upaya mengatasi kendala program d. Keterangan PMT mengenai upaya mengatasi
kendala program e. Keterangan Penyuluh Pendamping
mengenai upaya mengatasi kendala program a. Koordinasi Tim Pembina PUAP jarang
dengan Tim Teknis Kabupaten/kota b. Koordinasi pembentukan LKMA, pelaporan
PUAP PMT jarang sampai ke Tim Pembina c. Koordinasi Sekretariat PUAP dengan
instansi terkait masih berjalan d. Koordinasi kurang, laporan jarang masuk ke
Dinas Pertanian Kota Serang e. BIPP berkoordinasi dengan Dinas Pertanian
Kota Serang f. Koordinasi dan pelaporan PMT melalui
BIPP g. Dinas Pertanian Kota Serang kurang
memperhatikan pelaksanaan PUAP a. Target 1 PMT 1 LKM-A yang maju b. Tidak ada penekanan LKM-A dalam
Juklak/Juknis c. Target perencanaan Gapoktan sesuai RUA,
RUA d. Target perencanaan PUAP tidak ada karena
anggaran operasional tidak ada e. Target belum berhasil, belum ada laporan ke
Tim Pmbina PUAP f. Target belum berhasil LKMA terbentuk
tidak berjalan g. Perkiraan Target Gapoktan dari RUA RUK
60 % berjalan a. Manfaat dalam bentuk bantuan modal b. Penyediaan kebutuhan petani
c. Manfaat dalam bentuk wawasan tentang budidaya
d. Manfaat dalam bentuk pembinaan, akses pemasaran, kemitraan Gapoktan
3
4) Ketersediaan Alokasi Anggaran Operasional Kebijakan
5) Kecukupan Alokasi Anggaran Operasional Kebijakan
Kecukupan 1) Keterpenuhan Kebutuhan
Kelompok Sasaran Dari Pelaksanaan Kebijaan
2) Intensifitas Pengawasan
Kebijakan
a. Tidak ada dana pendampingan progran b. Perbedaan honor PMT dan Penyuluh
Pendamping menjadi masalah pertnership keduanya
c. Pengalokasian anggaran pusat (APBN) untuk pembiayaan PUAP belum memadai
d. Tidak ada alokasi anggaran APBD untuk operasional penyuluh dalam PUAP
e. Alokasi dana Litbang untuk BOP PMT f. Tahun ini ada dana pendampingan tetapi
belum sampai ke PMT a. BOP dan UJT PMT b. Dana monitoring, perjalanan koordinasi Tim
Pembina PUAP belum memadai c. Anggaran Penyuluh Pendamping kurang d. Dana dampingan PMT dari APBD e. Keterangan PMT mengenai kecemburuan
Penyuluh Pendamping terhadap honorium PMT
f. Dana dampingan penyuluh pendamping pernah tahun 2009-2010
a. Kebutuhan Poktan ada dalam RUA b. BLM-PUAP masih belum mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan garapan petani c. BLM PUAP mengcover 20% - 30%
kebutuhan atau 1/5 dari kebutuhan sekitar ½ Ha lahan garapan
d. BLM-PUAP jauh dari mencukupi kebutuhan usaha Gapoktan/poktan
e. Gapoktan Cipari hanya memfasilitasi penyaluran BLM PUAP
a. Pengawasan dari Tim Pembina 4 kali b. Pelaksanaan pembinaan secara estafet
sesuai tupoksi tim teknis c. Tidak ada jadwal rutin pembinaan oleh
BPTP Provinsi Banten d. Intensitas monitoring dan evaluasi ketika
pencairan dana BLM PUAP e. Ada pengawasan meski tidak periodik oleh
penyuluh pendamping f. Pengawasan pembinaan jadi satu mengikuti
rutinitas program penyuluhan UPT Pertanian
4
3) Waktu Pengawasan Kebijakan
Pemerataan
1) Pemerataan Manfaat
Kebijakan
g. Pemantauan rekening Gapoktan tidak rutin dilakukan PMT
h. Intensitas pembinaan yang dilakukan oleh tim teknis
i. Sudah lama tidak ada pembinaan
a. Tugas Tim Pembina PUAP mengantarkan Gapoktan mendapatkan PUAP
b. Setahun 4 kali pembinaan PMT dari Tim Pembina PUAP
c. Pembinaan dari Sekretariat PUAP disesuaikan kebutuhan Gapoktan
d. Pembinaan dan pengawasan rutin setiap satu bulan 8 kali ke semua Kecamatan
e. Pengawasan dari PMT minimal sekali sebulan
f. Pembinaan pengawasan sekaligus minimal sebulan sekali
g. Pembinaan dari penyuluh pendamping satu bulan dua kali
h. Pembinaan sosialisasi Gapoktan dari UPT i. Pengawasan dari penyuluh pendamping
bergilir tidak ada jadwal rutin j. Pelatihan Gapoktan 1 bulan menjelang
pencairan k. pembinaan Gapoktan dari penyuluh
pendamping sebulan 3 kali bergilir perkelompok
l. Keterangan Ketua Gapoktan Karya Bahagia Tani mengenai kondisi Gapoktannya
m. Tahun 2013 PMT 2 kali kunjungan ke Gapoktan ketika SLPTT/SLPHT
a. Manfaat Pembinaan peruntuannya penerima
PUAP sesuai usulan RUA b. Tidak semua menerima manfaat pembinaan
hanya pengurus Gapoktan c. Kebijakan bersifat massal manfaatnya ada
yang merata ada yang tidak d. Pembagian BLM-PUAP sesuai prioritas
kebutuhan berdasarkan RUA e. Seleksi partisipasi aktif Gapoktan penerima
BLM-PUAP f. Manfaat program merata g. Keterangan Tim Teknis mengenai
Pembinaan untuk pengurus Gapoktan h. Keterangan Gapoktan mengenai Pembinaan
5
4) Pemerataan Pelaksanaan Kebijakan
5) Pemerataan Sosialisasi Kebijakan
Responsivitas 1) Responsivitas
Impelmentor
2) Kepuasan Sasaran
Kebijakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan
a. Cukup merata tetapi kurang efektif b. Keterbatasan penyuluh mempengaruhi
intesitas pengawasan c. Pembinaan untuk pengurus Gapoktan
a. Sosialisasi kurang Sosialisasi PUAP
kurang/belum optimal b. PUAP tidak diikuti perencanaan matang
c. Sosialisasi PUAP kepada pengurus Gapoktan
d. Informasi sosialisasi tidak merata sampai ke Poktan
a. Tim pembina responsif memberikan
pelayanan b. BIPP siap memberikan pelayanan kapanpun c. PMT melakukan pembinaan segera sebelum
pencairan BLM-PUAP d. PMT 2013 belum melakukan kunjungan ke
semua Gapoktan e. Penyuluh Pendamping responsif dalam
melayani/konsultasi f. Tanggapan Gapoktan bahwa petugas (UPT
Pertanian Kecamatan Serang) responsif memberi pelayanan
g. Keterangan Gapoktan Kadaka Dinas membantu dalam pencarian dana dan informasi pameran
h. Keterangan Gapoktan Setia Tani PMT 2013 belum melakukan kunjungan
i. Gapoktan Cipari sudah tida ada pertemuan pengurus
j. Keterangan Gapoktan Karya Bahagia Tani bahwa UPT kecamatan Serang kurang responsif
a. Masyarakat belum puas dengan program b. Kepuasan Gapoktan terhadap program c. Keterangan Petugas Teknis mengenai
PUAP membantu usaha produktif petani
6 Ketepatan
1) Ketepatan Informasi Kebijakan
2) Bentuk Sosialisasi
Kebijakan
3) Ketepatan Pelaksanaan dan Tujuan Kebijakan
a. Keterangan petugas teknis PUAP dianggap sebagai hibah
b. Keterangan Gapoktan PUAP dianggap sebagai hibah
a. Sosialisasi dari Tim Pembina PUAP melalui
dengan Kades, Kecamatan, Sekmat, tim-tim yang lain dari BAPEDA
b. Sosialiasi sifatnya berantai ke pengurus Gapoktan dan PMT
c. Sosialisasi mengenai PUAP dan LKMA d. Sosialisasi oleh PMT dan penyuluh
pendamping sesuai dengan karakter Gapoktan
e. Sosialisasi sekaligus pembinaan dan pengawasan
a. Sosialisasi Pra PUAP sebelum pencairan dari Kementerian
b. Petani kurang menanggapi sosialisasi program
c. Sosialisasi ke Gapoktan sekarang tidak formal
d. Sosialisasi kelompok 2 kali sebelum pencairan BLM-PUAP
e. Sosialisasi perbulan f. Sosialisasi sekaligus pelatihan ke Gapoktan
sebelum pencairan g. Program PUAP belum optimal h. Program sudah tepat i. Kesenjangan antara tujuan dan manfaat
pembinaan j. Cukup tepat dalam mendorong usaha
produktif petani k. Keterangan Gapoktan mengenai pembagian
persentase PUAP ke penyuluh (Sumber : Peneliti, 2014)
CATATAN LAPANGAN
Senin, 06 Agustus 2012, Pukul 08:30 WIB.
Peneliti bertemu dengan Penyelia Mitra Tani (PMT) dan Penyuluh Pendamping
Kecamatan Serang di Dinas Pertanian Kota Serang. Peneliti melakukan wawancara
terhadap I6-2 terkait program PUAP di Kecamatan. Dari PMT peneliti mendapatkan
informasi tentang bagaimana mengakses Pedoman Umum PUAP tahun 2012, dan
Permentan 273 tahun 2007 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani.
Kamis, 16 Agustus 2012, Pukul 14:35 WIB.
Peneliti bertemu dengan I3 bertempat di Dinas Pertanian Kota Serang, untuk mengecek
kembali disposisi surat ijin penelitian, dimana peneliti juga mendapatkan data
mengenai Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota Serang.
Jumat, 14 September 2012, Pukul 13:00 WIB.
Peneliti bertemu dengan I6-1, bertempat di Kantor UPT Pertanian Kecamatan Serang.
Peneliti melakukan wawancara mengenai pelaksanaan PUAP dan kondisi Gapoktan di
Kecamatan Serang. Informan menyambut baik maksud kedatangan peneliti dan
bersikap terbuka dalam memberikan informasi. Peneliti juga mendapatkan dokumen
Program Penyuluhan Pertanian Kecamatan Serang tahun 2012.
Sabtu, 15 September 2012, Pukul 13:00 WIB.
Peneliti mengunjungi Pengurus Gapoktan Karya Bersama di Kelurahan Unyur. Ketika
ditemui dirumahnya informan peneliti I7-9 sedang tidak berada di rumah, kemudian
peneliti menyusul informan ke ladang tepatnya di saung Gapoktan Karya Bersama
yang berada di tengah pematang sawah. Saat itu, informan peneliti menerima dengan
baik kedatangan peneliti untuk melakukan wawancara dan observasi terhadap kegiatan
Gapoktan Karya Bersama.
Sabtu, 15 September 2012, Pukul 15:30 WIB.
Peneliti mengunjungi Pengurus Gapoktan Pelita Tani di Kelurahan Kaligandu.
bertempat di rumahnya Kampung Kubang Apu. Peneliti melakukan wawancara
terhadap I7-2 mengenai kegiatan PUAP Gapoktan Pelita Tani. Saat itu informan peneliti
terlihat agak bingung atas kedatangan peneliti dimana peneliti dikira Petugas Dinas
yang akan melakukan pemeriksaan pembukuan Gapoktan. Namun setelah peneliti
jelaskan maksud kedatangan peneliti Informanpun menjadi lebih santai dan terbuka
terhadap peneliti.
Jumat, 14 Desember 2012, Pukul 14:00 WIB.
Peneliti menemui I6-1 dan I6-2 di Kampus Margawiwitan, Cipocok Jaya. Peneliti
melakukan wawancara lanjutan terhadap kedua informan tersebut mengenai kondisi
Gapoktan di Kecamatan Serang. Informan tampak terbuka menjawab pertanyaan
peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan dokumentasi wawancara tersebut.
Kamis, 13 Febuari 2013, Pukul 10:16 WIB.
Peneliti melakukan wawancara dengan I3 di Dinas Pertanian Kota Serang. Dalam
wawancara tersebut informan hanya menjawab pertanyaan peneliti sekedarnya.
Informan mengaku bahwa kurang mengetahui banyak mengenai PUAP, sebab
pelaksanaannya selama ini diserahkan ke BIPP. Dari proses wawancara tersebut
informasi yang dapat digali peneliti masih dirasa kurang memuaskan. Selain itu,
peneliti juga memperoleh dokumen mengenai profil Dinas Pertanian Kota Serang.
Selasa, 12 Juni 2013, Pukul 14:05 WIB.
Peneliti menemui I2 di BPTP Provinsi Banten untuk melakukan wawancara. Informan
menerima baik maksud kedatangan peneliti dan memberikan informasi secara terbuka.
Dalam wawancara tersebut peneliti mendapatkan informasi mengenai gambaran
pelaksanaan PUAP di Kota Serang. Selain itu, peneliti juga mendapatkan profil BPTP
Provinsi Banten.
Jumat, 14 Juni 2013, Pukul 14:35 WIB.
Peneliti menemui I5-1, di salah satu Ruko yang ada di Cipare. Saat itu peneliti
melakukan wawancara terhadap informan mengenai pelaksanaan PUAP dan keadaan
Gapoktan di Kecamatan Serang yang dibinanya. Informan menyambut baik maksud
peneliti dan memberikan informasi secara terbuka.
Rabu, 04 September 2013, Pukul 13:20 WIB.
Peneliti menemui I5-1, di rumahnya yang ada di Desa Banten, Kecamatan Kasemen.
Peneliti melakukan wawancara terhadap informan mengena pelaksanaan PUAP dan
keadaan Gapoktan binaannya. Informan menyambut baik kedatangan peneliti dan
memberikan informasi secara terbuka.
Kamis, 05 September 2013, Pukul 09:00 WIB.
Peneliti menemui I6-2, untuk melakukan wawancara lebih lanjut di UPT Pertanian
Kecamatan Serang. Namun karena informan saat itu harus rapat, maka wawancarapun
terpotong sehingga peneliti belum mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Peneliti
kemudian membuat janji kembali untuk melakukan sesi wawancara diluar jam kerja
informan. Informan menerima permintaan peneliti.
Sabtu, 14 September 2013, Pukul 09:30 WIB.
Peneliti menemui I6-1, dan I6-2 untuk melakukan sesi wawancara lebih lanjut terhadap
kedua informan di Kampus Margawiwitan Cipocok Jaya. Dari wawancara tersebut
peneliti mendapatkan informasi yang sangat berarti bagi kebutuhan data dan informasi
peneliti. Selain itu peneliti juga melakukan dokumentasi foto wawancara.
Senin, 24 September 2013, Pukul 10:00 WIB.
Peneliti menemui I7-1 di rumahnya di Kelurahan Sukawana, untuk melakukan
wawancara dan observasi mengenai kegiatan PUAP Gapoktan Tunas Abadi. Dari
wawancara tersebut diketahui bahwa informan peneliti berprofesi sebagai Sekretaris
Camat di Ciruas.
Selasa, 01 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB.
Peneliti bertemu dengan I7-9, di Saung Gapoktan Karya Bersama, Kelurahan Unyur.
Peneliti melakukan wawancara lebih lanjut terhada informan, observasi kegiatan
PUAP dan dokumentasi foto kegiatan.
Kamis, 10 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB.
Peneliti menemui I4 di BIPP Kota Serang untuk melakukan sesi wawancara mengenai
peran BIPP dan gambaran pelaksanaan PUAP di Kota Serang, termasuk Kecamatan
Serang. Informan menerima dengan baik maksud kedatangan peneliti. Proses
wawancara berjalan baik dan terbuka. Setelahnya peneliti melakukan dokumentasi foto
wawancara, dan meminta profil BIPP Kota Serang.
Jumat, 18 Oktober 2013, Pukul 09:00 WIB.
Peneliti melakukan wawancara terhadap I7-2 untuk mengkonfirmasi kembali hasil
wawancara sebelumnya, bertempat di rumah informan Kampung Kubang Apu
Kelurahan Kaligandu. Pada wawancara kali ini peneliti ditemani Penyuluh
Pendamping Bapak Hamidi, dimana ketika wawancara informan lebih terbuka dan
santai dalam memberikan jawaban dari pertanyaaan peneliti. Selain wawancara
penelitipun melakukan dokumentasi foto dari kegiatan observasi hari itu.
Selasa, 23 Oktober 2013, Pukul 14:35 WIB.
Peneliti menemui kembali I5-2 bertempat di rumahnya di Desa Banten , Kecamatan
Kasemen. Namun karena saat itu informan peneliti sudah ada janji lebih dahulu untuk
kunjungan ke Gapoktan di Kasemen penelitipun ikut mengantar informan. sekaligus
melakukan observasi, hingga pada pukul 18:20 WIB peneliti baru dapat melakukan
sesi wawancara lebih lanjut terhadap informan. Selain itu peneliti juga melakukan
dokumentasi foto dan mendapatkan laporan perkembangan Gapoktan dan Pedoman
Umum LKM-A.
Rabu, 26 Oktober 2013, Pukul 10:00 WIB.
Peneliti menemui I7-4, I8-1 bertempat di kediaman Ketua Kelmpok Tani Jaya Tani
Mandiri di Kelurahan Terondol. Dalam melakukan observasi dan wawancara peneliti
ditemani penyuluh pendamping Bapak Hamidi. Sesi wawanca berjalan santai dan
informan tampak terbuka terhadap peneliti, namun ada beberapa pertanyaan yang
kurang dipahami informan sehingga keberadaan penyuluh pendamping membantu
peneliti dalam memberikan jawaban penjelas dari pertanyaan peneliti.
Jumat, 01 November 2013, Pukul 11:00 WIB.
Peneliti kembali mengunjungi Saung Gapoktan Karya Bersama untuk melakukan sesi
wawancara terhadap anggotan Kelompok Tani, saat itu yang dapat peneliti temui
adalah 8-3. Penelitipun melakukan wawancara terhadap informan tersebut, dan
observasi mengenai kegiatan PUAP juga melakukan dokumentasi foto.
Kamis, 07 November 2013, Pukul 09:00 WIB.
Peneliti ditemani dengan Bapak Kursin yang juga Penyuluh Pendamping Kecamatan
Serang menemui I7-3 bertempat di kediamannya di Lontar untuk melakukan observasi
dan wawancara. Sesi wawancara berjalan santai dan informan tampak terbuka
memberikan informasi kepada peneliti..
Senin, 11 November 2013, Pukul 11:00 WIB
Peneliti menemui I7-6, di kiosnya yang ada di Petir untuk melakukan wawancara dan
observasi lapangan. Informan menyambut baik kedatangan peneliti, proses
wawancarapun berjalan lancar. Dari wawancara tersebut diketahui bahwa semula
usaha informan menjual kambing di wilayah Pasar Rau bersama dengan Kelompok
Taninya. Namun 1 tahun terakhir informan pindah ke Petir membuka kios bibit
tanaman. Setelah melakukan wawancara peneliti melakukan dokumentasi foto
kegiatan usaha informan.
Jumat, 22 November 2013, Pukul 09:00 WIB.
Peneliti bersama dengan PMT Ibu Laelatul Badriah dan Penyuluh Pendamping Bapak
Kursin bertemu dengan I7-5 di kediaman informan di Lopang. Pada tanggal tersebut
peneliti melakukan observasi kegiatan Usaha Gapoktan Setia Tani. Peneliti bersama
PMT juga melakukan wawancara terhadap I7-7 Informan tampak terbuka dalam
menjawab pertanyaan wawancara, setelah itu peneliti mengambil dokumentasi foto
kegiatan pada hari itu juga.
Rabu, 04 Desember 2013
Pemeliti mengunjungi UPT Pertanian Kecamatan Serang untuk meminta Peta Sebaran
Gapoktan di Kecamatan Serang. Selain itu, peneliti bertemu dengan salah saeorang
kelompok tani dari Cipari yaitu I8-2 yang kemudian peneliti wawancarai sebagai
informan untuk mengetahui pelaksanaan PUAP di kelompok tani Cipari.
Minggu, 22 Desember 2013, Pukul 10:00 WIB.
Peneliti bertemu dengan I7-8 untuk melakukan wawancara di rumah informan yang
beralamat di Ciloang, Kelurahan Sumur Pecung. Selama proses wawancara informan
hanya menjawab sekedarnya, tidak semua poin pertanyaan terjawab oleh informan.
Senin 18 Februari 2014, Pukul 10:00 WIB
Peneliti menemui I1-1 dan I1-2 di Distanak Provinsi Banten. Peneliti melakukan
wawancara mengenai peran Tim Pembina PUAP dan pelaksanaan PUAP di Kota
Serang. Selama proses wawancara informan tampak terbuka memberi jawaban dari
pertanyaan peneliti. Selain itu, peneliti juga mendapatkan Petunjuk Teknis PUAP dari
kunjungan wawancara hari itu.
Rabu, 15 Oktober 2014, Pukul 11:00 WIB
Peneliti mengungungi BPTP Provinsi Banten, semula peneliti berencana untuk
menemui I2. Namun, informan peneliti tersebut sudah tidak di Indonesia sehubungan
tugas belajar di Belanda. Akhirnya peneliti bertemu dengan Tim PUAP yang lain
untuk mengkonfirmasi hasil evaluasi PUAP dari Tim Teknis, penelitipun mendapatkan
hasil evaluasi sampling Gapoktan dari PMT di Kota Serang
Kamis, 16 Oktober 2014, Pukul 08:00 WIB
Peneliti menemui I6-2 untuk mencari data mengenai pendapatan petani, status
kepemilikan lahan petani di Kecamatan Serang dan juga klasifikasi penilaian kelas
kelembagaan petani. Informan secara terbuka membantu peneliti untuk
mempersiapkan kebutuhan data peneliti, penelitipun mendapatkan rencana dasar
kegiatan kelompok tani dan pedoman penilaian kelas kelembagaan petani.
Jumat, 17 Oktober 2014, Pukul 09:00 WIB
Peneliti kembali menemui I1-1 dan I1-2 di Distanak Provinsi Banten, untuk
mengkonfirmasi mengenai hasil evaluasi tim teknis terhadap pelaksanaan PUAP.
Informan peneliti menyambut baik kedatangan peneliti dan membantu kebutuhan data
peneliti tersebut, selain juga memberikan informasi mengenai evaluasi pelaksanana
PUAP dari tim teknis.
STRUKTUR ORGANISASI
DINAS PERTANIAN , KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SERANG
KEPALA DINAS
Edinata Sukarya, S.Sos. M.Si
19610625 198303 1 009
SEKRETARIS
Ir. Sri Redjeki
19630908 198903 2 001
KABID PERTANIAN
Udi Sumardi, SE
19590913 198702 1 001
KASUBAG UMUM & KEPEGAWAIAN
Sumiyati, SH
19620602 198703 2 004
KASUBAG KEUANGAN
Fera Fisafani, SE,MM
19840220 200902 2 005
KASUBAG PROGRAM & PELAPORAN
Eka Sonjaya, S.Hut 19751112200903 1 001 19730715 199903 2 012
KABID KELAUTAN DAN PERIKANAN
Ir. Nugraha Suria. S, MM
19651012 199703 1 004
KABID KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Ajat Sudrajat, SP. MM
19621203 198803 1 006
KABID PERTERNAKAN
Ir. Siswati
19660418 199203 2 007
KASIE PRODUKSI TANAMAN PANGAN
Jojoh Nurdiah, SP
19610961 198708 2 001
KASIE PRODUKSI PERTERNAKAN
Anjas Urip Santoso, SP. M.Si
19650717 199903 1 005
KASIE PRODUKSI DAN BINUS
Rini Mulyani, SP. MM
19660831 199803 1 010
KASIE BUDIDAYA PERIKANAN
Ismet Yunani, SP
19630101 198808 1 001
KASIE SUMBERDAYA KELAUTAN
Drs. Boboh Makmur
19620817 199203 1 008
KASIE KEHUTANAN
Wahyu Suryana, SP
19610720 198603 1 007
KASIE. KESEHATAN KESEHATAN HEWAN
Drh. Ratna Suryaningrum
19771224 200502 2 006
KASIE PROD TANAMAN HORTIKULTURA
Abdul Hanan, S.Sos
19580209 198803 1 001
KASIE PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
Rina Budiyanti,
19711225 200502 2 001
KASIE BINA USAHA PERTERNAKAN
Drh. Yance Ixwantoro
19790727 201101 1 001
KASIE BINA USAHA PERTANIAN
Hukmiah, SP
19600821 198711 2 001
KASIE BINA USAHA PERIKANAN
Rahmat Budiono, S.Hut
19600411 198601 1 002
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
UNIT PELAKSAN TEKNIS
(UPT)
KABID KETAHANAN PANGAN
Andriyani,SPO,MSi
19730715 199903 2 012
KASI KESEDIAAN PANGAN DAN
RAWAN PANGAN
Dra. Hj. O. Hassanah, M.Si
19630305 198603 2
00819651012 199703 1 004 KASI CADANGAN PANGAN
DAN DISTRIBUSI PANGAN
Murtafiah , SPd
19660306 199501 2 001
19651012 199703 1 004
KASI KONSUMSI PANGAN DAN
KEAMANAN PANGAN
Pingkan Intan,MM
19800614 201101 2 001
(Sumber: UPT Pertanian Kecamatan Serang, 2012)
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Bapak Agus Sutisna Tim Pembina PUAP DISTANAK Provinsi Banten (Jumat, 01/11/2014)
Wawancara dengan Ibu Sri Redjeki, Sekretaris Dinas Pertanian Kota Serang (Jumat, 27/11/2014)
Wawancara dengan Ibu Heni Hendrawati, Kepala BIPP Kota Serang
Wawancara dengan Bapak Jaelani Kepala UPT Pertanian dan Penyuluh Pendamping Kecamatan Serang di Kantor Kecamatan Serang (Kamis, 05/09/2013)
Wawancara dengan Ibu Heni Hendrawati Kepala BIPP Kota Serang di Kantor BIPP Kota Serang (Kamis, 10/10/2013)
Wawancara dengan Bapak Sarwo, Kelompok Tani, Gapoktan Karya Bersama
Desa Unyur, Kecamatan Serang (Jumat, 01/11/2013)
Wawancara dengan Bapak M. Usman Ketua Gapoktan Karya Bersama Desa Unyur, Kecamatan Serang (Sabtu, 01/11/2014)
Wawancara dengan Bapak Hamidi Sulaeman, Koordinator Penyuluh Kelompok Tani dan Penyuluh Pendamping Kecamatan Serang (Sabtu, 01/11/2014)
Wawancara dengan Bapak Mamad Asyari, Ketua Gapoktan Tunas Abadi Desa Sukawana, Kecamatan Serang (Sabtu, 01/112014)
Sosialisasi PUAP oleh Tim Penyuluh di Aula Kantor Kecamatan Serang (Kamis, 10/03/2011)
Pendampingan Teknologi Tanam dan Pembenihan dari Penyuluh Pendamping di Desa Unyur Kecamatan Serang (Minggu, 14/08/2011)
Temu PMT Se-Provinsi Banten di Kantor DISTANAK Provinsi Banten (Kamis, 25 April 2013)
Pembinaan Penyuluh Pendamping kepada Gapoktan di Desa Sukawana Kecamatan Serang (Rabu, 30/05/2012)
Pengarahan PMT menjelang pencairan BLM PUAP (Kamis, 05/07/2012)
Kegiatan SLPTT di Desa Sukawana Kecamatan Serang (Rabu, 30/05/2012)
Kunjungan PMT dan Penyuluh Pendamping ke Gapoktan Barokah, di Desa Lopang Kecamatan Serang (Kamis, 07/11/2014)
Kegiatan Sosialisasi dan Pengarahan Gapoktan menjadi LKM-A di Kecamatan Serang (Senin, 21/02/2011)
RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Pribadi
Nama : Ayu Wahyuni
Nim : 6661091294
Tempat, Tanggal Lahir : Serang, 20 Maret 1991
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kidemang RT.01/07 Kp. Katulisan, Kel.
Kasemen, Kec. Kasemen, Serang-Banten
E-Mail : [email protected]
2. Riwayat Pendidikan
SD : SD Negeri 1 Angsana (1997-2003)
SLTP : SLTP Negeri 6 Serang (2003-2006)
SMU : SMA Negeri 3 Kota Serang (2006-2009)
Perguruan Tinggi (S1) : Adm. Negara, FISIP – UNTIRTA (2009-2015)
3. Pengalaman Organisasi :
1. OSIS SMA Negeri 3 Kota Serang (2003-2006)
2. Tirtayasa Research Academy Society (TRAS) UNTIRTA (2009-2010)
3. UKM. Penerbitan ORANGE FISIP UNTIRTA (2010-2011)
4. Lembaga Dakwah Fakultas FOSMAI FISIP-UNTIRTA (2010-2011)