EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN STORYTELLING DI...
Transcript of EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN STORYTELLING DI...
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN STORYTELLING DI TAMAN
KANAK-KANAK KETILANG UIN JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Penulisan Skripsi Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
Oleh:
WILA AFRIYELNI
NIM.11140251000023
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H /2018M
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN STORYTELLING DI TAMAN
KANAK-KANAK KETILANG UIN JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Penulisan Skripsi Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
Oleh:
WILA AFRIYELNI
NIM.11140251000023
Di bawah bimbingan:
Lili Sudria Wenny, M.Hum
NIDN. 2017097902
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H /2018M
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Wila Afriyelni
NIM : 11140251000023
Program Studi : Ilmu Perpustakaan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari
menjadi tanggung jawab saya.
i
ABSTRAK
Wila Afriyelni (11140251000023). Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Storytelling
Di Taman Kanak-Kanak Ketilang Uin Jakarta. Di bawah bimbingan Lili
Sudria Wenny, M.Hum. Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hiadayatullah Jakarta, 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi pelaksanaan kegiatan
storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan penelitian kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi, wawancara, dokmentasi dan kajian pustaka. Informan dari penelitian
ini berjumlah empat yaitu Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang dan tiga
orang guru pendidik di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang. Hasil dari
penelitian ini adalah sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang menerapkan program
storytelling yang dilaksanakan menggunakan prinsip-prinsip mendongeng untuk
meningkatkan semangat dan konsentrasi belajar anak. Kegiatan storytelling dalam
penelitian ini terbukti berhasil memberikan pengaruh pada anak yang sebelumnya
belum mengetahui sesuatu hal, namun setelah mendengarkan storytelling mereka
mendapatkan pengetahuan lebih tentang hal-hal tertentu sesuai dengan tema atau
cerita yang disampaikan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Anak-anak mulai muncul minat bacanya setelah mendengarkan storytelling
dan mulai rutin meminta untuk dibacakan buku cerita yang di bawa dari rumah.
Storytelling juga memberikan pengaruh pada perilaku anak yang saling
mengingatkan apabila ada temannya yang berbuat salah atau tidak baik. Dengan
program storytelling dapat dilihat bagaimana meningkatnya perilaku prososial
anak, seperti berkata jujur, mau menolong teman, berbuat baik, mau berbagi,
tumbuhnya minat membaca buku bagi anak yang sudah bisa membaca dan minat
dibacakan buku bagi yang belum bisa membaca serta bertambahnya
perbendaharaan kata pada anak.
Kata Kunci : Storytelling, Evaluasi, Taman Kanak-Kanak, Dongeng.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala,
karena atas rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini guna
melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana. Dalam pelaksanaan penelitian
skripsi ini, peneliti mendapat banyak bantuan dari beberapa pihak yang
mendukung. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Pungki Purnomo, MLIS selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Lili Sudria Wenny, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan pengarahannya, serta telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini.
5. Kepada seluruh pihak yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian dan memberikan data-data yang berhubungan dengan
skripsi ini.
iii
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti.
7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Darnius (almarhum) dan Ibu Nurdiana yang
selalu memberikan dukungan serta doa, finansial, dan kasih sayang kepada
peneliti hingga detik ini.
8. Terima kasih juga untuk kakakku tersayang yang telah memberikan semangat
dan dukungan sehingga peneliti berhasil menyelesaikan skripsi ini.
9. Terimakasih untuk kakak-kakak pembina Etos Syahid yang telah membantu
dalam penelitian skripsi ini, serta selalu memberikan semangat dan
motivasinya selama ini.
10. Terima kasih untuk para sahabat seperjuangan Muhammad Hussein, Dinna
Bira Ayu Aliani, Aisyah Nursyamsi, Dita Damayanti, Addizty Izdihar, Afini
Sufera , Vinda Rosalia, Arya Rangga Putra, yang telah membantu dalam
penelitian skripsi ini, serta selalu memberikan semangat dan motivasinya
selama ini.
11. Terimakasih untuk keluarga etoser UIN Syahid Syarif Hidayatullah Jakarta
dan sahabat AKASIA angkatan 2014 yang selalu memberikan dukungan dan
motivasinya selama ini.
12. Terimakasih untuk seluruh teman-teman JIP CLASS A 2014, atas
kebersamaannya selama empat tahun terakhir, yang selalu memberikan
dukungan dan motivasinya, serta tak lupa untuk teman-teman KKN
ANTHOPILA 141.
iv
Sesungguhnya peneliti menyadari bahwa dalam penelitian skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti
terbuka dan bersedia menerima kritikan dan saran yang sekiranya dapat
membangun dari pembaca untuk kebaikan pembuatan laporan penelitian
selanjutnya. Peneliti juga memohon maaf apabila ada kekeliruan atau hal yang
tidak berkenan dalam penyususnan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
berguna bagi peneliti dan setiap pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, 17 Oktober 2018
Wila Afriyelni
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR BAGAN ................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7
E. Definisi Istilah ................................................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN LITERATUR .................................................................... 11
A. Storytelling .................................................................................................. 11
1. Pengertian Storytelling ............................................................................ 11
2. Jenis-Jenis Storytelling ............................................................................. 15
3. Teknik Storytelling ................................................................................... 16
4. Metode-metode Storytelling ...................................................................... 20
5. Manfaat Storytelling .................................................................................. 24
B. Evaluasi ......................................................................................................... 27
1. Pengertian Evaluasi................................................................................... 27
2. Tujuan Evaluasi ......................................................................................... 28
3. Fungsi Evaluasi ......................................................................................... 30
4. Proses Evaluasi .......................................................................................... 31
C. Taman Kanak-Kanak .................................................................................... 33
1. Pengertian Anak dan Taman Kanak-Kanak.............................................. 33
2. Model Pembelajaran Anak di Taman Kanak-Kanak ................................ 35
vii
3. Perkembangan Kognitif Anak ................................................................... 36
4. Tujuan Pendidikan Taman Kanak-Kanak………………………………39
5. Prinsip Pendidikan Taman Kanak-Kanak……………………………....40
D. Penelitian Relevan………………………………………………………….41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 44
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian .............................................................. 44
B. Sumber Data ................................................................................................. 45
C. Teknik Penentuan Informan ......................................................................... 46
D. Instrumen ...................................................................................................... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 48
F. Teknik Keabsahahan Data ............................................................................ 49
G. Teknik Analisis Data ................................................................................... 50
H. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 53
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ............................................................. 53
B. Hasil Penelitian ............................................................................................. 67
C. Pembahasan .................................................................................................. 78
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 81
A. Kesimpulan ................................................................................................... 81
B. Saran ............................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83
LAMPIRAN ......................................................................................................... 87
1. Daftar Pertanyaan Wawancara di Taman Kanak-Kanak Ketilang ................ 88
2. Transkip Wawancara di Taman Kanak-Kanak Ketilang ............................... 89
3. Lembar Reduksi Data .................................................................................... 92
4. Hasil Observasi .............................................................................................. 97
5. Persuratan .................................................................................................... 100
6. Foto kegiatan Storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang ................... 1003
7. Biodata Penulis .......................................................................................... 1066
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Literatur Relevan....................................................................................42
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ................................................................................... 52
Tabel 4.1 Daftar Nama Guru Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta .......... 60
Tabel 4.2 Daftar Inventaris Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta Tahun
Ajaran 2018/2019 ................................................................................. 66
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Proses Analisis Data ......................................................................... 51
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Lembaga Pendidikan TK Ketilang UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ............................................................................ 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah sesuatu yang sudah menjadi tradisi dan terjadi secara
terus-menerus. Dengan hal tersebut maka salah satu hal terpenting untuk
mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan,
sedangkan yang menjadi faktor penting untuk efektivitas adalah faktor evaluasi
baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat memberikan
penilaian dalam rangka meningkatkan siswa lebih baik dalam belajar secara
terus-menerus, guru akan lebih termotivasi dalam meningkatkan kualitas
kegiatan belajar mengajar. Adanya dorongan terhadap guru pendidik dalam
meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan jembatan antar ligkungan
keluarga dengan masyarakat yang lebih luas seperti sekolah dasar dan
lingkungan lainnya. Sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini,
sekurang-kurangnya anak usia empat tahun sampai memasuki jenjang
pendidikan sekolah dasar. Istilah anak usia dini di indonesia ditujukan pada
anak baru lahir sampai usia enam tahun. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1 ayat 14 menyatakan :1
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
1 “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.,” n.d.
2
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membentuk pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”.
Taman Kanak-Kanak merupakan bentuk pendidikan anak usia dini yang
berada pada jalur pendidikan formal, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-
undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 28 tentang sistem pendidikan Nasional :2
“Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk
Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat”.
Berdasarkan undang-undang tentang taman Kanak-Kanak, ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai, dari pelaksanaan taman Kanak-Kanak, yaitu:
a. Membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
b. Mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik.
c. Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan,
keterampilan dan daya cipta yang diperlukan anak didik dengan cara
menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk pertumbuhan lebih lanjut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah
mulai dari siswa, pengelola sekolah, lingkungan, kualitas pembelajaran,
kurikulum dan sebagainya. Usaha peningkatan kualitas pembelajran di sekolah
2 “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional,” n.d.
3
dapat diperoleh melalui proses yang baik yaitu melalui peningkatan kegiatan
belajar mengajar dan meningkatkan sistem penilaian. Demikian, sistem
penilaian yang dilakukan akan membantu guru dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah untuk menentukan strategi mengajar yang tepat sehingga
dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan semangat dan konsentrasi belajar.
Salah satu Program yang dilaksanakan pada anak usia dini ialah
storytelling (mendongeng). Program storytelling merupakan salah satu kegiatan
belajar mengajar yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran di sekolah
Taman Kanak-Kanak, dimana guru pendidik dapat menyampaikan materinya
dengan menggunakan teknik yang bervariasi menggunakan bantuan media
seperti; gambar, boneka, mini drama dan lain sebagainya. Storytelling juga
sebenarnya telah dikenalkan Allah kepada rasulnya dalam Al-Quran surat Hud
ayat 120 :
ا نباءااوكل
اعليكامناأ ص لانقل ابهااٱلرسل ؤمننيااٱلقافلؤادكاوجاءكافاهذهااۦماانلثبتل اللمل اا٠٢١وموعظةاوذكرى
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu ialah kisah-
kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-
orang yang beriman” (Q.S. Hud: 120).3
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa, kisah atau cerita merupakan
media pengajaran juga peringan yang dapat diambil hikmahnya untuk
meningkatkan keimanan. Setiap agama, negara dan bangsa menerapkan cerita
3 Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahnya (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005).
4
sebagai media untuk mendidik anak mereka, baik itu untuk meningkatkan
pengetahuan, moral dan meningkatkan minat baca anak bangsa.
Storytelling juga dijelaskan dalam surat yusuf ayat 3 :
حسنااننلااعليكاأ ص وحينااإلكاهذاااٱلقصصانقل
رءانابمااأ نتامناقبلهااٱلقل اا٣اٱلغفلنيالمنااۦإوناكل
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (Q.S
Yusuf ; 3)4
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa untuk menambah pengetahuan salah
satu caranya adalah dengan storytelling, sepeti yang dijelaskan dalam ayat
tersebut bahwa dengan storytelling kita dapat mengetahui banyak hal,
memberikan petunjuk dan pengajaran bagi orang yang beriman kepada Allah.
Pelaksanaan program storytelling sebagai sarana pembelajaran yang
diharapkan dapat meningkatkan minat baca dan keaktifan anak saat mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Guru pendidik diharapkan bisa menyampaikan
materi pembelajaran melalui program storytelling dengan memilih tema yang
sesuai dengan minat anak. Teknik bercerita harus menggunakan media yang
tepat guna mendukung keberhasilan kegiatan belajar mengajar dalam
mengembangkan potensi dan kecerdasan anak usia dini.
Sementara itu, mungkin permasalahan yang sering dihadapi pada tingkat
taman Kanak-Kanak, ketika dalam penyampaian materinya seorang guru harus
memiliki teknik tersendiri yang akan menjadi daya tarik bagi anak-anak usia
4 Departemen Agama RI.
5
dini, hal ini perlu dilakukan karena setiap anak-anak mempunyai sifat dan
karakteristik yang berbeda-beda. Seperti observasi yang telah peneliti lakukan
di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang yang berlokasi di Jalan Ibnu Batutah,
Rt 003/006, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Sekolah Taman
Kanak-Kanak Ketilang merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan
program pembelajaran dengan melibatkan anak secara langsung, diantaranya
dengan melatih anak-anak untuk mengenal Abjad, Angka, Warna, Bentuk,
macam-macam buah, sayuran dan benda yang ada di sekitarnya. Selain
pendidikan utama, di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang juga dilaksanakan
pembelajaran intra kulikuler yang dimulai dari Iqra’, Program Bilingual,
Renang, Komputer Kids. Selain program Intra Kulikuler, juga terdapat program
Ekstra Kulikuler seperti : Drumband, Sempoa, Menari, Melukis dan
Angklung.
Pelajaran yang disediakan untuk anak di sekolah akan di dampingi oleh
pengajar profesional dan melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Sekolah Taman Kanak-kank Ketilang juga memberikan pelajaran bahasa asing
sejak dini, dimana pembelajaran tersebut secara tidak langsung akan bisa
menbentuk anak menjadi lebih mandiri dan memiliki karakter yang baik.
Sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang juga memiliki tujuan sebagai
lembaga pendidikan islam prasekolah yang unggul dan kompetitif dalam
pembinaan keislaman, keilmuan dan keindonesiaan dengan mengapresiasi
potensi-potensi siswa serta perkembangan era globalisasi dan tuntutan
masyarakat. Maka adanya evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar dengan
6
program storytelling, untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan
program tersebut.
Latar belakang peneliti mengangkat tema tersebut, karena storytelling
memiliki fungsi untuk memperkenalkan anak pada informasi melalui cerita
atau pesan yang disampaikan, mengasah keterampilan dan mengembangkan
imajinasi anak. dalam artikel yang ditulis oleh Gerald A. Chesin “Storytelling
and Storyreading” mengemukakan bahwa, cerita akan menjadi sangat
bermanfaat bagi anak-anak yang tidak siap untuk membaca atau yang memiliki
rendah kemampuan membaca.5 Untuk mengetahui keberhasilan dari kegiatan
belajar mengajar dengan storytelling dalam meningkatkan kualitas pendidikan
di sekolah, mengingat storytelling merupakan metode yang sesuai untuk anak
usia dini. Di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang kegiatan belajar dengan
storytelling sudah berjalan sejak sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang berdiri
akan tetapi belum diketahui pasti tingkat kebehasilan program storytelling yang
sudah ada sejak sekolah berdiri sampai saat sekarang ini. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana “Evaluasi Pelaksanaan
Kegiatan Storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memperjelas mengenai sasaran yang ingin peneliti capai, agar
pembahasan penelitian lebih spesifik dan tidak mengarah kepada yang lebih
luas. Maka masalah yang diteliti hanya mengenai evaluasi program
5 Chesin Gerald A, “Storytelling and Storyreading,” Peabody Journal of Education Vol.43, no.
4 (January 1996): 213.
7
storytelling di taman Kanak-Kanak ketilang. Selanjutnya dari latar belakang
masalah yang dipaparkan di atas, peneliti dapat merangkum perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip pelaksanaan storytelling di Taman
Kanak-Kanak Ketilang?
2. Bagaimana efektifitas kegiatan storytelling dalam proses belajar mengajar di
Taman Kanak-Kanak Ketilang ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, diantaranya:
1. Mengetahui penerapan prinsip-prinsip pelaksanaan storytelling di Taman
Kanak-Kanak Ketilang
3. Mengetahui efektifitas kegiatan storytelling dalam proses belajar mengajar
di Taman Kanak-Kanak Ketilang
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan di atas, manfaat yang hendak diperoleh dari
penelitian ini antara lain:
1. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya wawasan
pengetahuan, khususnya pengetahuan dari segi kegiatan evaluasi
pelaksanaan kegiatan storytelling di Taman Kanak-Kanak yang memberikan
pengaruh bagi keberlangsungan pendidikan yang lebih baik bagi anak usia
dini.
8
2. Bagi sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
sekolah untuk mengetahui keberhasilan serta kekurangan yang harus di
kembangkan melalui program storytelling guna meningkatkan kegiatan
pembelajaran di sekolah dan melahirkan anak didik yang religius, cerdas,
berwawasan luas, moderenis, kreatif, inovatif dan berakhlakul karimah.
E. Definisi Istilah
1. Storytelling
Storytelling adalah menceritakan sebuah kisah dengan adanya dialog,
adegan dan disertai tiruan suara berupa binatang, manusia dan tokoh yang
disebut dalam cerita tersebut. Storytelling menggunakan cara
menyampaikan cerita dengan kemampuan intonasi dan menggunakan alat
bantu sehingga dapat menarik perhatian pendengar.
2. Evaluasi
Merupakan cara untuk mengontrol program pelayanan dengan cara
memeriksa apakah semua aspek sudah mencapai standar yang diharapkan,
selain itu hasil evaluasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam melakukan langkah-langkah perbaikan sekaligus untuk
merencanakan program-program yang dapat meningkatkan mutu sekolah
jauh lebih baik.
3. Taman Kanak-Kanak
Merupakan jenjang pendidikan anak usia dini (usia 6 tahun atau
dibawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Taman Kanak-Kanak (TK)
9
memiliki kurikulum yang menekankan pada pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
F. Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, peneliti membagi sistematika penelitian menjadi lima
bab diantaranya sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, batasan penelitian, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian, definisi istilah, dan
sistematika penelitian.
Bab II Tinjauan Literatur
Bab ini berisi landasan teoritis terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan masalah-masalah yang hendak diteliti yaitu tentang
Evaluasi Metode Storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan
yaitu, jenis dan pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian,
sumber data, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang gambaran umum dari sekolah Taman
Kanak-Kanak yang diteliti, meliputi profil lembaga, visi-misi,
10
Sumber Daya Manusia (SDM), struktur organisasi, program
kegiatan belajar mengajar sekolah Taman Kanak-kank Ketilang,
sarana dan prasarana, deskripsi subjek penelitian, hasil penelitian
dan pembahasan.
Bab V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari penyajian hasil penelitian yang
dikemukakan oleh peneliti, pada bab ini, peneliti memberikan
saran-saran yang merupakan masukan dan sumbangan peneliti.
11
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Storytelling
1. Pengertian Storytelling
Storytelling terdiri atas dua kata yaitu story berarti cerita dan telling
berarti penceritaan. 6 Penggabungan dua kata storytelling berarti
penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Storytelling merupakan usaha
yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah
pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak serta lisan. Bercerita juga
bertujuan memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan
isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui bercerita anak menyerap
pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita
yang sarat informasi atau nilai-nilai itu dihayati anak dan ditetapkan
dalam kehidupan sehari-hari.7
Disamping itu, storytelling sangat bermanfaat sekali bagi guru
karena storytelling dapat menjadi motivasi untuk mengembangkan daya
kesadaran, memperluas imajinasi anak, orangtua dan dapat menggalakkan
kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan seperti ketika anak-
anak sedang bermain, anak menjelang tidur atau guru yang sedang
6 Aliyah S, “Kajian Teori Metode Storytelling Dengan Media Panggung Boneka Untuk
Meningkatkan Kemampuan Menyimak Dan Berbicara Anak Usia Dini: Studi Eksperimen Quasi
Di TK Negeri Pembina Kabupaten Majalengka” (Universitas Pendidikan Indonesia, 2011). 7 VISI PPTK PAUDNI, “Hubungan Pelatihan Bercerita Terhadap Kemampuan Guru Dalam
Bercerita Di Taman Kanak-Kanak,” Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI Vol.11, no. No.1 (June
2016): 38.
12
membahas tema pembelajaran menggunakan metode storytelling.
Keterlibatan anak melalui storytelling yang diceritakan akan
memberikan suasana yang segar dan menarik dan menjadi pengalaman
yang unik bagi anak.8
Storytelling sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan
bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk syair atau prosa, yang
dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan audience
secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan
cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik,
gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari
secara lisan, baik melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber
rekaman mekanik.9
Program storytelling atau Mendongeng merupakan kegiatan yang
tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut karena dalam cerita terdapat
nilai-nilai yang dapat dikembangkan. Pengalaman dan kemampuan umat
ikut diperhitungkan.10
1. Nilai Personal
Cerita itu mampu mengembangkan nilai personal apabila pesan
yang disampaikan dapat :
a) Memberikan kesenangan dan kenikmatan mengembangkan imajinasi
8Moeslichatoen, Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). 9Nurcahyani, Kusumastuti Dina, “Pengaruh Kegiatan Storytelling Terhadap Pertumbuhan
Minat Baca Siswa Di TK Bangun 1 Getas” (Universitas Diponegoro, 2010). 10Igrea Siswanto, Mendidik Anak Dengan Permainan Kreatif: Bermain Sambil Belajar Untuk
Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Sejak Usia Dini (Yogyakarta: ANDI, 2008).
13
b) Memberikan pengalaman yang benar-benar dapat dihayati
c) Mengembangkan pandangan ke arah perilaku manusia
d) Menyuguhkan pengalaman-pengalaman yang bersifat universal.
2. Nilai Edukatif/intelektual
Siswanto juga menyebutkan bahwa cerita mengandung
nilai edukatif, yaitu:
a) Mengembangkan kemampuan berbahasa.
b) Mengembangkan kemampuan membaca
c) Mengembangkan kepekaan terhadap cerita
d) Meningkatkan kemampuan menulis
e) Membantu perkembangan aspek sosial.
f) Membantu perkembangan aspek emosional.
g) Membantu perkembangan aspek kreativitas.
h) Membantu perkembangan aspek kognitif.
Semua orang menyukai cerita yang baik., baik dia kaya atau
miskin, berpangkat atau rakyat jelata, orang dewasa ataupun anak-anak,
semuanya menyukai cerita. Cerita merupakan alat yang ampuh untuk
menyampaikan pengajaran, pesan maupun teguran. Namun demikian,
cerita tidak terlepas dari segi inteleknya karena cerita juga berfungsi
untuk memberi informasi. Melalui cerita seseorang akan mempelajari hal-
hal, situasi dan tempat-tempat yang belum pernah dijumpai
sebelumnya.11
11Depdikbud, Pedoman Supervisi TK Jakarta (Jakarta: Depdikbud, 1992).
14
Ada berbagai konsep storytelling yang dapat digunakan untuk
mengajak anak membaca. Konsep storytelling dan bermain, storytelling
sambil bermain musik, mengadakan festival storytelling dengan konsep
pementasan teater dari anak untuk anak, dan lain sebagainya.12 Dengan
banyaknya konsep yang dapat diusung, storyteller atau pencerita
dapat menampilkan cerita secara menarik dan kreatif sehingga siswa
tidak merasa bosan. Belajar sambil bermain adalah suatu hal yang
tidak pernah lepas dari seorang anak, hal inilah yang harus diingat oleh
pencerita.
Storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak yang
dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek
intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni,
daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan
kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai
storytelling, secara umum semua anak-anak senang mendengarkan
storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah
beranjak remaja bahkan orang dewasa.13
Dalam menyampaikan storytelling ada berbagai macam jenis
cerita yang dapat dipilih oleh pendongeng untuk didongengkan
kepada audience. Sebelum acara storytelling dimulai, biasanya
pendongeng telah mempersiapkan terlebih dahulu jenis cerita yang
akan disampaikan agar pada saat mendongeng nantinya dapat berjalan
12Murti Bunanta, Buku, Dongeng Dan Minat Baca (Jakarta: Murti Foundation, 2009). 13Asfandiyar, A. Y, Cara Pintar Mendongeng (Jakarta: Mizan, 2007).
15
lancar.
Dalam hal ini, penulis menyebut bercerita atau storytelling sebagai
tuturan tentang kisah fiktif dan nyata. Sementara itu, mendongeng yang
merupakan bagian dari cerita adalah menuturkan cerita fiktif seperti
fabel, kisah, atau legenda. Dongeng itu intinya hanya di kekuatan
kata-kata. Dalam kasus penelitian yang dilakukan ini, jenis storytelling
yang digunakan adalah cerita yang mempunyai misi pendidikan.
Storytelling disini bukan hanya berfungsi sebagai hiburan semata
tetapi juga memiliki muatan pendidikan di dalamnya.
2. Jenis-Jenis Storytelling
Storytelling dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis. Namun
peneliti membatasi jenis tersebut pada:14
a) Storytelling Pendidikan
Dongeng pendidikan adalah dongeng yang diciptakan dengan
suatu misi pendidikan bagi dunia anak-anak. Misalnya, menggugah
sikap hormat kepada orang tua.
b) Fabel
Fabel adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang
digambarkan dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat
luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat
manusia tersinggung. Misalnya; dongeng kancil, kelinci, dan kura-
kura.
14Asfandiyar, A. Y.
16
3. Teknik Storytelling
Teknik Storytelling atau mendongeng, pada saat mendongeng
pendongeng dapat memilih teknik yang tepat dan menarik agar pesan
yang disampaikan oleh penulis atau pengarang cerita melalui
pendongeng dapat disampaikan. Oleh karna itu, pendongeng hendaknya
memiliki bekal sebagai pendongeng. Bekal yang harus dimiliki oleh
seorang pendongeng adalah sebagai berikut:
1) Awal Mendongeng
Ketika mengawali cerita dalam sebuah dongeng, pendongeng
diharapkan mampu mengetahui jiwa anak-anak. Melalui pertanyaan-
pertanyaan umum untuk merangsang kepekaan mereka terhadap dongeng
yang akan di sajikan. Hal ini dapat di sajikan dengan cara menanyakan
kepada anak tentang hal-hal yang akan dimunculkan dalam dongeng.
Misalnya anak di ajak menyanyikan lagu yang sesuai dengan tema yang
akan di ceritakan, menirukan suara binatang sebagai tokoh utama dalam
cerita, menanyakan tentang seting tempatnya dan tokoh ceritanya yang
kedua melalui gambar, menanyakan judulnya dan sebagainya. Dari
beberapa hal yang ditayakan oleh pendongeng tersebut akan dapat
membawa anak-anak pada dongeng yang akan disampaikannya. Di
samping itu, pikiran anak dapat terfokus pada dongeng yang akan di
perdengarkan.
2) Vokal/pengucapan/peniruan suara
17
Untuk memiliki pengucapan yang baik, pendongeng hendaklah
melakukan berbagai latihan, meskipun pada dasarnya pendongeng tidak
memiliki cacat dalam pengucapan. Pendongeng yang memiliki
pengucapan yang baik, dia mampu mengartikulasikan huruf mati dan huruf
hidup dengan sempurnanya, dan di harapkan dia mampu menirukan suara
makhluk hidup lainnya dengan sempurna pula. Pendongeng mampu
menirukan suara binatang apa saja, khususnya binatang di sekitar anak.
Misalnya suara ular mendesis, kucing mengeong, suara ayam berkokok,
suara tikus mencicit, suara nenek/kakek, suara raksasa yang menyeramkan
dan sebagainya. Demikian juga dengan suara mobil, suara sepeda motor,
dan suara lain dia mampu menirukannya dia juga diharapkan mampu
membuat benda-benda mati seolah-olah menjadi hidup. Misalnya ketika
dia bercerita tentang buah-buahan atau benda-benda mati lainnya,
pendongeng mampu menghidupkan ceritanya.
3) Intonasi atau nada suara
Intonasi atau nada suara adalah keras lemahnya dan tinggi rendahnya
suara, dengan demikian seorang pendongeng hendaklah memiliki warna
suara yang mampu untuk mengubah suara tersebut dengan tidak selalu
monoton, hal tersebut bergantung dari suara yang dikehendaki dari lakon
dalam dongeng yang diceritakan.
Tinggi rendahnya suara dan nada bicara, hendaknya di sesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada pada alur cerita tersebut. Pendongeng
saat membawakan cerita dimulai dengan suara yang pelan, tenang, enak
18
didengar, dan secara berangsur-angsur suara tersebut dapat ditinggikan
volumenya. Ketika pendongeng sampai pada isi cerita yang diikuti adegan-
adegan yang disertai konflik, maka ia harus membawakannya dengan
suara yang menarik perhatian pendengarnya. Karena tingginya perhatian
anak pada suatu cerita tergantung pada kuat tidaknya peningkatan
(improvisasi) alur cerita pada dongeng yang diperdengarkan.
4) Penghayatan watak tokoh cerita
Penghayatan terhadap tokoh dalam dongeng, dapat dipahami melalui
ungkapan-ungkapan yang diucapkan pendongeng di hadapan anak-anak
dengan lancar. Pendongeng, dikatakan menguasai atau menghayati watak
tokoh dalam dongeng tersebut, apabila pada saat pendongeng
mengucapkan dialog-dialognya dengan lancar. Dengan demikian daya
imajinasi anak-anak semakin kuat, karena pendongeng mampu membawa
mereka ke dalam penghayatan tokoh-tokoh cerita yang diperankannya.
Pendongeng dalam mengisahkan cerita hendaknya mampu memberikan
peran yang sesuai pada setiap tokoh cerita dengan karakteristik tokoh
sebenarnya. Misalnya perwujudan gerakannya, suaranya, perangainya,
kekerasannya, kelembutannya dan sebagainya, yang semua itu tampak
pada saat dongeng tersebut diperdengarkan.
Jumlah tokoh dalam dongeng tersebut hendaknya dibatasi. Jumlah
tokoh yang terlalu banyak dapat mengurangi makna dan pesan yang
disampaikan oleh pendongeng sehingga menyebabkan cerita tidak dapat
dipahami dengan baik oleh anak. Oleh karena itu, tokoh dongeng dalam
19
cerita yang diperdengarkan pendongeng, hendaklah mampu
menggambarkan tokoh hitam dan tokoh putih. Tokoh hitam tidak boleh
ditiru dan tokoh putih yang seharusnya ditiru oleh anak.
5) Ekspresi
Ekspresi yang diciptakan pendongeng akan mendukung jalannya
cerita saat dongeng diperdengarkan, selain itu, juga akan mendukung
proses pemahaman anak terhadap jalannya cerita. Ekspresi yang
dibawakan harus sesuai dengan yang dituntut oleh cerita dalam dongeng
tersebut. Ekspresi hendaklah disajikan secara reflek. Untuk itu pendongeng
haruslah banyak melakukan latihan agar dirinya tahu akan kemampuannya
dalam berekspresi.
Bentuk ekspresi ini dapat ditampakkan pada raut muka dan
perwajahan si pendongeng. Dimana ada kalanya dia harus menangis,
tertawa, tersenyum, berteriak, berbisik, bersedih, misalnya pada saat
harimau akan menerkam mangsanya, dan sebagainya dan secara tiba-tiba
dia mampu melakukan gerakan ekspresi sebaliknya.
6) Gerak dan penampilan
Mendongeng di hadapan anak, selalu bersifat menafsirkan, sehingga
tidak mungkin pendongeng membawakan cerita tanpa melakukan gerakan
dan tanpa emosi. Gerakan dan penampilan, hendaklah yang berhubungan
secara tepat dengan kata-kata yang diucapkan. Ibaratnya pendongeng
bagaikan dalang (pelaku cerita dalam perwayangan). Pendongeng
mempunyai berbagai jenis warna suara. Ia mampu menyuarakan suara dari
20
semua tokoh dalam cerita tanpa ada yang sama. Warna suara tersebut
diperdengarkan dihadapan anak-anak bersamaan dengan penampilan dan
harus sesuai dengan gerakannya. Karena pendongeng tidak hanya sekedar
menyampaikan ceritanya secara lisan saja, namun juga mampu
menampilkan gerakan tokoh sesuai dengan yang diceritakannya.
7) Kemampuan komunikatif
Pendongeng yang baik adalah pendongeng yang memahami tentang
teknik mendongeng yang baik pula. Pendongeng tahu persis siapa yang
diajak mendongeng, apa yang didongengkan, apa tujuan mendongeng, di
mana dia mendongeng, alat bantu apa yang digunakan selama
mendongeng, dan bagaimana caranya mendongeng.
Mendongeng adalah sebuah seni pertunjukan dihadapan anak-anak.
Dengan demikian, kehadiran pendongeng hendaklah mempunyai
hubungan dengan anak-anak, baik hubungan mata, batin, perasaan,
maupun hubungan pikiran. Dengan demikian antara pendongeng dengan
yang diberi dongeng diharapan memiliki kemampuan komunikatif. Jadi
pendongeng dituntut untuk memiliki kontak mata, batin, perasaan secara
baik, sehingga dapatlah terwujud makna kekomunikatifan antara
pendogeng dan anak-anak. Dengan begitu, pendongeng memiliki
penguasaan terhadap anak-anak.
4. Metode-metode dalam Storytelling
Metode storytelling berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur,
yang membedakan antar bercerita dengan metode penyampaian cerita lain
21
adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Storytelling
merupakan salah satu cara dalam memberikan pengalaman belajar bagi anak
usia dini dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan berpengaruh
terhadap perkembangan anak.15
Pada awalnya mendongeng atau storytelling dilakukan dengan cara
lisan, namun seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi metode
dalam mendongeng telah banyak mengalami perubahan, misalnya
storytelling dengan alat peraga boneka, dongeng dengan media elektronik
(digital story) dapat dibuat dengan aplikasi smartphone atau komputer,
sehingga kegiatan mendongeng terlihat lebih menarik, berfariasi dan
semakin interaktif. Metode storytelling dapat dilakukan dengan dua cara,
storytelling tanpa menggunakan alat peraga dan storytelling dengan
menggunakan alat peraga. Storytelling tanpa menggunakan alat peraga yaitu
kegiatan mendongeng dengan menggunakan lisan atau kegiatan
mendongeng dengan menggunakan verba, sedangkan storytelling dengan
menggunakan alat peraga ialah kegiatan bercerita yang dalam
pelaksanaannya menggunakan langsung atau tidak langsung seperti boneka,
gambar-gambar, papan flannel, atau benda-benda lainnya yang mendukung
pendongeng dalam penyampaian cerita kepada audiens.16 Sedangkan dalam
jenis-jenis metode bercerita menurut Moeslihatoen ialah sebagai berikut17:
15 Sabili Risady, Bermain, Bercerita Dan Menyanyi Bagi Anak Usia Dini (Jakarta: Luxima
Metro Media, 2014), hal.64-65. 16 Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita
(Jakarta: Indeks, 2013), hal.88. 17Moeslihatoen R, Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
hal.158-160.
22
a. Membaca langsung dari buku cerita
Pada metode ini guru atau pendongeng dapat langsung
mempraktekannya dengan membacakan langsung cerita, prosa atau puisi
yang sesuai. Hal ini memberikan penekanan pada pesan yang akan
dimengerti anak. Pesan tersebut dapat berupa perbuatan yang benar atau
salah, bagus atau tidak dan lainnya.
b. Bercerita dengan menguaikan ilustrasi gambar atau buku
Ilustrasi membantu menarik perhatian anak pada jalan cerita.
Gambar sebagai ilustrasi juga memperjelas pesan yang disampaikan oleh
guru. Agar berjalan baik, penggunaan ilustrasi memerlukan persiapan.
c. Menceritakan dongeng
Sebagai warisan budaya, dongeng digunakan dalam memberikan
pesan pada anak. Jenis dongeng dapat berupa dongeng yang telah ada
sebelumnya ataupun ciptaan pendongeng sendiri, unsur terpenting ialah
mengandung pesan yang dapat merubah anak, baik yang berkaitan
dengan moral atau minat bacanya.
d. Bercerita dengan menggukan papan flannel
Melapisi papan dengan kain flannel warna menjadi alternatif media
menempelkan tokoh-tokoh perwatakan sebuah cerita. Tokoh-tokoh cerita
dapat dibuat dari kertas dilapisi kain goso sebagai perekat pada kain
flannel.
e. Bercerita dengan menggunakan media boneka
Penggunaan media bercerita dengan menggunakan boneka harus
23
mempertimbangkan factor usia dan pengalaman pendengar.
f. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan
Melalui gerakan jari-jari tangan pendongeng dapat menciptakan
jalannya cerita.
g. Dramatisasi suatu cerita
Teknik ini digunakan untuk memainkan cerita perwatakan tokoh
dalam suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang
bersifat umum.18
Sekolah bukan satu-satunya tempat yang menerapkan storytelling,
banyak perpustakaan, taman baca, atau komunitas yang juga menerapkan
program storytelling. Sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang menjadi
salah satu sekolah yang sudah menerapkan kegiatan belajar mengajar
dengan storytelling. Storytelling dalam penyampaian dongeng beragam
seperti melalui media digital (power point, komputer), melalui media
kertas origami (seperti yang dilakukan oleh sekolah Taman Kanak-Kanak
Ketilang), mendongeng melalui media alat music, wayang dan masih
banyak lagi. Storytelling dilakukan agar anak juga semakin tertarik
dengan buku.
Pada awalnya anak hanya mendengarkan buku yang dibacakan oleh
pendongeng tetapis lambat laun anak tertarik untuk membaca buku
sendiri bagi anak yang sudah bisa membaca dan tertarik untuk dibacakan
buku bagi anak yang belum bisa membaca. Dengan demikian,
18 Sabili Risady, Bermain, Bercerita Dan Menyanyi Bagi Anak Usia Dini (Jakarta: Luxima
Metro Media, 2014), hal.76.
24
mendongeng merupakan salah satu cara yang efektif dalam
menumbuhkan kecerdasan anak melalui minat baca.
5. Manfaat Storytelling
Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya.
Tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang yang
mendongengkannya. Manfaat dari kegiatan mendongeng ini antara lain
adalah:19
a. Mengembangkan fantasi, empati dan berbagai jenis perasaan lain.
b. Menumbuhkan minat baca.
c. Membangun kedekatan dan keharmonisan.
d. Media pembelajaran.
Adapun manfaat lain bagi anak dengan mendongeng antara lain
adalah:20
a. Mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak.
b. Mengembangkan kemampuan berbicara anak.
c. Mengembangkan daya sosialisasi anak.
d. Sarana komunikasi anak dengan orangtuanya.
e. Media terapi anak-anak bermasalah.
f. Mengembangkan spiritualitas anak.
g. Menumbuhkan motivasi atau semangat hidup.
h. Menanamkan nilai-nilai dan budi pekerti.
19A Kusmiadi, “Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode Dongeng Bagi Pendidik
PAUD,” Jurnal Ilmiah VISI PTK-PN, 2008. 20 Ida Vera Shopya, “Membangun Kepribadian Anak Dengan Dongeng,” Jurnal Inovasi
Pendidikan Guru Raudatul Athfal, June 2014.
25
i. Membangun kontak batin antara pendidik dengan murid.
j. Membangun watak-karakter.
k. Mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan),
sosial, dan aspek konatif (penghayatan).
Ada beberapa manfaat yang akan kita peroleh dengan bercerita,
antara lain:21
a. Sebagai saran untuk menyampaikan nasehat dan contoh suri
tauladan dari khasanah cerita-cerita islami.
b. Membentuk perilaku yang baik sesuai misi yang terkandung di
dalamnya.
c. Menyampaikan ajaran agama terutama islam, baik sejarah Islam,
Kisah Nabi dan Rasul, orang-orang sholeh dan sebagainya.
d. Sebagai sarana hiburan yang sederhana, efektif dan menarik.
Sedangkan untuk pemilihan cerita, kita bisa memilih cerita dengan
kriteria sebagai berikut:22
a) Mengandung unsur-unsur islami dan pendidikan.
b) Mengandung nasehat-nasehat dan contoh suri tauladan dan
akhlaq yang mulia.
c) Cerita tersebut tidak merusak perkembangan kepribadian anak.
d) Berikan suasana yang menarik ketika menyampaikan cerita
(gembira, sedih atau marah dan sebagainya).
21M Mubarok, Rahasia Cerdas Belajar Sambil Bermain (Surabaya: Java Pustaka Grub,
2008). 22 Nur Rahmatul A,Iswinarti, “Pengaruh Mendengarkan Dongeng Terhadap Kemampuan
Bahasa Pada Anak Prasekolah,” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol.04, no. No.02 (Agustus
2016).
26
e) Pikirlah bahan-bahan cerita seperti kisah-kisah Nabi dan Rasul, kisah
sahabat, tabi'in dan orang-orang soleh, dongeng yang berisi suri
tauladan, atau dari cerpen dan novel yang membangun kepribadian
anak.
Dalam mengetahui isi cerita, seorang penuntun perlu untuk
mempersiapkan sebuah cerita agar dirinya paham akan isi cerita
tersebut dan yang perlu dipahami pada persiapan sebuah cerita ini
adalah:23
1. Memperhatikan isi cerita dengan seksama.
2. Menguji ingatan kita bila kita sudah memiliki sebuah cerita.
3. Melakukan pergaulan membaca. Bacaan pertama akan
menimbulkan rasa ingin tahu. Bacaan kedua menimbulkan
kenikmatan dan tafsiran lain.
4. Kreatif menceritakan pada orang lain agar tidak menimbulkan
kebosanan.
5. Membuat kerangka cerita.
Sedangkan dalam pelaksanaan bercerita tersebut yang perlu
diperhatikan antara lain adalah:
a. Menghilangkan demam panggung dengan melatih diri sendiri.
b. Waktu berhadapan dengan pendengar cobalah sejenak melupakan
diri.
c. Tidaklah perlu semua diceritakan secara lengkap, ini bisa
23Nur Rahmatul A,Iswinarti.
27
dengan cara mengambil bagian inti cerita yang biasanya merupakan
muatan dan isi cerita.
Seperti halnya orang dewasa, anak-anak memperoleh pelepasan
emosional melalui pengalaman fiktif yang tidak pernah mereka alami
dalam kehidupan nyata.24 Storytelling ternyata merupakan salah satu
cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif (penghayatan)
anak-anak.
Bercerita ditinjau dari beberapa aspek adalah sebagai berikut:25
a) Membantu pembentukan pribadi anak dan moral anak.
b) Menyalurkan kebutuhan imajinaasi dan fantasi.
c) Memacu kemampuan verbal anak.
d) Merangsang minat menulis anak.
e) Merangsang minat baca anak.
f) Membuka cakrawala pengetahuan anak.
B. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), evaluasi adalah
suatu penilaian dimana penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih
tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik itu
dari jabatan strukturnya atau orang yang lebih rendah keahliannya.
24 Asfandiyar, A. Y, Cara Pintar Mendongeng. 25 Tadzkiroatun Musfiroh, “Bercerita Untuk Anak Usia Dini,” Departemen Pendidikan
Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Pendidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005.
28
Evaluasi adalah suatu proses penelitian positif dan negatif atau juga
gabungan dari keduanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).
Pengertian evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu
(ketentuan,kegiatan,keputusan,unjuk-kerja,proses,orang,objek dan
lainnya) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Untuk
menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria,
evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria umum, dapat
pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian
membandingkan dengan kriteria tertentu.26
Pada umumnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap
pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan
digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan
pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih
bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan- kesalahan dimasa
lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan
program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau
penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.
2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan.
Kegiatan evaluasi dilakukan dengan sadar dan bertujuan untuk
memperoleh kepastian mengenai keberhasilan belajar siswa dan
26Mahirah B, “Evaluasi Belajar Peserta Didik (Siswa),” Jurnal Idaarah Vol.1, no. 2 (Desember
2017): hal.258.
29
memberikan masukan kepada guru mengenai apa yang dilakukan dalam
kegiatan pengajaran. Dengan kata lain, evaluasi yang dilakukan ini
bertujuan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang disampaikan
apakah sudah dikuasi oleh siswa ataukah belum. Selain itu, apakah
kegiatan pegajaran yang dilaksanakannya itu sudah sesuai dengan apa
yang diharapkan atau belum.
Menurut Sudirman N, dkk, bahwa tujuan penilaian dalam
proses pembelajaran adalah:27
1. Mengambil keputusan tentang hasil belajar.
2. Memahami siswa,
3. Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.
Selanjutnya, mengatakan bahwa pengambilan keputusan
tentang hasil belajar merupakan suatu keharusan bagi seorang guru agar
dapat mengetahui berhasil atau tidaknya siswa dalam proses pembelajaran.
Ketidakberhasilan proses pembelajaran itu disebabkan antara lain sebagai
berikut:28
1. Kemampuan siswa yang rendah.
2. Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat usia anak.
3. Jumlah bahan pelajaran terlalu banyak sehingga tidak sesuai
dengan waktu yang diberikan.
4. Komponen proses belajar dan mengajar yang kurang sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh guru itu sendiri.
27“Evaluasi Belajar Peserta Didik (Siswa),” Jurnal Idaarah Vol.1, no. 2 (Desember 2017): 261. 28“Evaluasi Belajar Peserta Didik (Siswa).”
30
Di samping itu, pengambilan keputusan juga sangat diperlukan untuk
memahami siswa dan mengetahui sampai sejauh mana dapat
memberikan bantuan terhadap kekurangan siswa. Evaluasi juga
bermaksud meperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.
Dengan demikian, tujuan evaluasi adalah untuk memperbaiki cara,
pembelajaran, mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi siswa, serta
menempatkan siswa pada situasi pembelajaran yang lebih tepat sesuai
dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya.
3. Fungsi Evaluasi
Evaluasi memiliki tiga fungsi utama dalam analisis kebijakan,
yaitu:29
1. Evaluasi memberi informasi yang salah dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan yang telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam
hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu
dan target tertentu telah dicapai.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap
nilai- nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai
diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan
target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode
analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan
29Anas Sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005).
31
rekomendasi. Informasi tentang tidak memadai kinerja kebijakan yang
dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan.
Fungsi evaluasi yang dipaparkan oleh pihak Departemen Agama
RI, bahwa penilaian adalah sebagai berikut:30
1. Memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk
mengajarnya, mengadakan perbaikan bagi siswa, serta menempatkan
pada situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesuai dengan tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
2. Menentukan nilal hasil belajar siswa antara lain
diperlukan untuk pemberian laporan pada orang tua sebagai
penentuan kenaikan kelas dan penentuan kelulusan siswa.
3. Menjadi bahan untuk menyusun laporan dalam rangka
penyem-purnaan program belajar mengajar yang sedang berjalan
(Depag RI, 1988/1989).
Berdasarkan fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan, maka dapat
kita simpulkan tentang nilai evaluasi merupakan suatu proses
yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana
keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat
dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.
4. Proses Evaluasi
Suatu proses dalam program harus dimulai dari suatu
perencanaan. Oleh karena itu proses pelaksanaan suatu evaluasi harus
30 Departemen Agama RI, Pedoman Sistem Penilaian Madrasah Aliyah (Jakarta: Dirjen
Lembaga Islam Proyek Madrasah Aliyah, 1989).
32
didasarkan atas rencana evaluasi program tersebut. Namun demikian,
dalam sebuah praktek tidak jarang ditemukan evaluasi terhadap suatu
program justru memunculkan ketidakjelasan fungsi evaluasi, institusi,
personal yang sebaiknya melakukan evaluasi dan biaya untuk
evaluasi.
Dalam melakukan proses evaluasi ada beberapa etika birokrasi yang
perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-
tugas evaluasi, antara lain:31
1. Suatu tugas atau tanggung jawab, maka pemberi tugas atau
yang menerima tugas harus jelas.
2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi
adalah mencari kesalahan harus dihindari.
3. Pengertian evaluasi adalah untuk membandingkan rencana
dalam pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran
kuantitatif totalis program secara teknik, maka dari itu hendaknya
ukuran-ukuran kualitas dan kuantitas tentang apa yang dimaksud
dengan berhasil telah dicantumkan sebelumnya dalam rencana
program secara eksplisit.
4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran atau nasehat
kepada manajemen, sedangkan pendayagunaan saran atau nasehat
serta pembuat keputusan atas dasar saran atau nasehat tersebut berada
di tangan manajemen program.
31Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2013).
33
5. Dalam pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas data-data
atau penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena
menyangkut banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitan
dengan program.
6. Hendaknya hubungan dengan proses harus didasari oleh
suasana konstruktif dan objektif serta menghindari analisa-analisa
subjektif. Dengan demikian evaluasi dapat ditetapkan sebagai salah
satu program yang sangat penting dalam siklus manejemen program.
C. Taman Kanak-Kanak
1. Pengertian Anak dan Taman Kanak-Kanak
Anak adalah generasi masa depan yang memiliki pribadi yang unik,
yang akan menjadi pemilik zaman yang akan datang. Masa Kanak-Kanak
adalah bagian yang teramat penting dalam perjalanan hidup manusia. Pada
masa tersebut anak masih sangat mudah untuk di pengaruhi begitupun
dengan lingkungan, karena anak sedang berada dimasa pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat.32
Taman Kanak-Kanak adalah salah satu lembaga pendidikan untuk
anak dalam rentang usia empat sampai enam tahun yang dapat membantu
perkembangan kemampuan dasar pada anak dan membantu untuk
mempersiapkan diri dengan kemampuan yang dimilikinya pada tingkat
32Isjoni, Model Pembelajaran Anak Usia Dini (Bandung: Alfabeta, 2010).
34
selanjutnya.33 Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan
kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan
perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain.
Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia
dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai unsur pendidikan itu sendiri.
Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan
dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra pada anak.34
Perkembangan anak secara alami diransang tanpa adanya paksaan, semua
yang datang dari dalam diri anak itu sendiri, maka melalui bermain tanpa
disadari anak sudah belajar banyak hal.
Beberapa pengajaran di Taman Kanak-Kanak (TK) berdasarkan pada
tugas perkembangan anak yang di sesuaikan dengan tahap perkembangan
anak. Hal itu disederhanakan dalam lingkup program-program kegiatan di
Taman Kanak-Kanak yang mencakup :35
1. Program kegiatan belajar dalam rangka membentuk perilaku melalui
pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari yang meliputi
moral, agama, disiplin, emosi dan kemampuan bersosialisasi.
2. Program kegiatan belajar dalam rangka pengembangan kemampuan
dasar melalui kegiatan yang dipersiapkan oleh guru meliputi
kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta dan keterampilan serta
jasmani.
33 Uswatun Hasanah, “Pengembangan Kemempuan Fisik Motorik Melalui Permainan
Tradisional Bagi Anak Usia Dini,” Jurnal Pendidikan Anak Vol.5, no. 1 (2016). 34Ketut Sudarsana, “Membentuk Karakter Anak Sebagai Generasi Penerus Bangsa Melalui
Pendidikan Anak Usia Dini,” Purwadita Vol.1, no. 1 (March 2017): 45. 35Depdikbud, Pedoman Supervisi TK Jakarta.
35
Program kegiatan di Taman Kanak-Kanak (TK) berisikan materi
pembelajaran yang dapat dicapai melalui beberapa tema yang tentunya
harus sesuai dengan lingkungan dan kondisi anak dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang dapat menunjang kemampuan yang dikembangkan.
2. Model Pembelajaran Anak di Taman Kanak-Kanak
Pembelajaran anak usia dini hendaknya memberikan kesempatan
pada anak untuk berekspresi, menemukan hal-hal yang baru dan
menyalurkan emosi mereka. Semua itu bisa terwujud apabila dilakukan
dengan bermain. Melalui bermain anak mampu berimajinasi serta
menemukan hal yang baru.36Anak akan terlibat dalam belajar secara lebih
intensif jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau
menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain. Dapat digambarkan
bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui bekerja,
bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Pembelajaran melalui bermain diharapkan adanya kondisi positif
ketika berlangsungnya pembelajaran, sehingga proses perolehan
pengalaman akan menjadi pengetahuan bagi anak, berlangsung lebih
kondusif dan bermakna, serta informasi tersebut lebih tahan lama tertanam
di dalam otak anak.
36Isjoni, Model Pembelajaran Anak Usia Dini.
36
3. Perkembangan Kognitif Anak
Perkembangan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu
kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.37
Salah satu periode yang menjadi ciri masa usia dini yaitu The golden
age atau periode keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan
memberi penjelasan tentang periode keemasan pada masa usia dini, di
mana semua potensi anak berkembang sangat cepat.
Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini
adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka dan masa
bermain. Anak kecil tidak mampu berfikir abstrak, karena bagi mereka
makna dan objek berbaur menjadi satu. Akibatnya, anak tidak dapat
berfikir tentang gajah tanpa melihat gajah yang sesungguhnya. Konsep
tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli neurologi yang
menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200
milyar sel otak siap untuk dikembangkan dan di aktualisasikan mencapai
tingkat perkembangan potensi tertinggi.38
Konsep tersebut juga didukung dengan adanya tahapan penting,
yaitu:
1. Tahap sensori –motorik (0-18 atau 24 bulan)39
37Sujiono, Yuliani, Metode Pengembangan Kognitif (Jakarta: Universitas Tebuka, 2014). 38Uno Hamzah, Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009). 39Ulfiani Rahman, “Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini,” Lentera Pendidikan Vol.12,
no. 1 (June 2009): 52.
37
Dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik,
inteligensi anak baru tampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai
reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah
tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan.
Proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang
dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda.
Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence.
Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh atau tidak ia
dengar di anggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada.
Dalam rentang 18-24 bulan barulah kemampuan object permanence
anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Tahap pra-operasional (18 bulan-7 tahun)40
Stadium pra-operasinal dimulai dengan penguasaan bahasa yang
sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan
dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah
mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki
penguasaan sempurna tentang object permanence.
Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap
eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda
tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau
disentuh lagi. Jadi, pandangan untuk eksistensi benda tersebut berbeda
dengan pandangan pada periode sensori motor, dimana tidak
40Ulfiani Rahman.
38
bergantung lagi pada pengamatan belaka. Pada periode ditandai oleh
adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk
mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan
berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu
mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
b. Berfikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum
mampu (secara perseptual, emosional-motivational dan
konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
c. Cara berfikir pra-operatsional sangat memusat (centralized). Bila
anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia
akan memusatkan perhatiannya hanya pada pada satu dimensi saja
dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga
mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.
d. Berfikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable).
Anak belum mampu untuk meniadakan usatu tindakan dengan
memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
e. Berfikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih
ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian
B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
f. Berfikir pra-operasinal adalah transductive (pemikiran yang
meloncat-loncat). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara
berurutan. Dari total perintah hanya satu/beberapa yang dapat
dilakukan.
39
g. Berfikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan
suatu objek tidak berdasarkan realita tetapi hanya yang ada dalam
pikirannya saja.
Berdasarkan pendapat dari berbagai pihak yang mempertegas bahwa
anak usia dini belum dapat berfikir secara abstrak dalam mengenal konsep
bilangan, dan memerlukan rangsangan untuk menstimulus
perkembangannya pada kemampuan kognitif tersebut. Maka dilakukan
rangsangan pembelajaran melalui permainan yang menyenangkan dan
media belajar yang serupa seperti storytelling (bercerita). Selain bermain
anak juga lebih menyukai metode belajar dengan menggunakan media.
Media adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru.41
4. Tujuan Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Taman Kanak-Kanak memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Menbantu pertumbuhan dan pekembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.42
b) Mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan
tahap perkembangan peserta didik.43
c) Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan
41Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003). 42 “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.” 43 “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.”
40
oleh anak didik dalam menyeseuaian diri dengan
lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan
selanjutnya.44
Sebagaimana haikatnya setiap Taman Kanak-Kanak memiliki
tujuan dan harapan yang sama secara garis besar, adapun tujuan dari
Taman Kanak-Kanak Ketilang yang peneliti jadikan sebagai tempat
penelitian, yaitu:45
a) Mewujudkan anak yang sehat, kuat, cerdas dan toleran
b) Mewujudkan anak yang sholeh sholehah dan berakhlakul karimah
c) Menjadi anak senang beribadah
d) Menjadi anak senang membantu sesama
e) Anak memiliki kebiasaan berdo’a sebelum melakukan suatu
pekerjaan
f) Anak mampu melakukan ibadah sholat 5 waktu.
5. Prinsip Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Pelaksanaan pendidikan Taman Kanak-Kanak menganut
prinsip:46
“Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Bermain
merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi anak didik.
Sebelum bersekolah, bermain merupakan cara alamiah untuk
menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendidri.
44 “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 3 Nomor 27 Tahun 1990 Tentang
Pendidikan Anak Usia Dini,” n.d. 45 TK Ketilang UIN Jakarta. 46 “Surat Edaran Mandikdasmen Depdiknas Nomor 1839/C.C2/TU/2009,” n.d.
41
Melalui pendekatan bermain, anak-anak dapat mengembangkan
aspek psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama,
social emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan
seni. Pada prinsipnya bermain mengandung makna yang
menyenangkan, mengasikkan, tanpa ada paksaan dari luar diri anak
dan lebih mementingkan proses mengeksplorasi potensi diri daripada
hasil akhir. Pendekatan bermain bermain sebagai metode
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak hendaknya disesuaikan
dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara
berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur
bermain lebih dominan) menjadi belajar seraya bermain (unsur
belajar mulai dominan). Dengan demikian anak didik tidak merasa
canggung menghadapi pendekatan pembelajaran pada jenjang
pendidikan selanjutnya.
D. Penelitian Relevan
Penelitian ini terinspirasi dari penelitian sebelumnya baik itu dari skripsi
ataupun jurnal, diantaranya:
42
Tabel 2.1
Literatur Relevan
No Penelitian Terdahulu Perbedaan/Persamaan Hasil
1 “Evaluasi Program
Pembelajaran” Oleh
Dr. S. Eko Putro
Widoyoko, M.Pd
(Jurnal).
Penelitian terdahulu
fokus pada penilaian
program pembelajaran
yang lebih luas,
sedangkan peneliti
fokus pada salah satu
program pembelajaran
yaitu storytelling di
Taman Kanak-Kanak
Ketilang.
Penelitian dengan
evaluasi terhadap
program pembelajaran
yang bertujuan
mengetahui
keberhasilan program
pembelajaran atau
mengetahui hasil
belajar siswa.
Penilaian terhadap
implementasi program
pembelajaran berusaha
untuk menilai seberapa
tinggi tingkat kualitas
pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru.
Penilaian terhadap hasil
program pembelajaran
tidak cukup terbatas
pada hasil jangka
pendek atau output
sebaiknya juga
mencapai outcome dari
program pembelajaran.
2 “Metode Dongeng
dalam Meningkatkan
Perkembangan
Kecerdasan Moral
Anak Usia Prasekolah
oleh Latifah Nur
Ahyani (Jurnal).
Penelitian terdahulu
menggunakan metode
kuantitatif untuk
menyelesaikan
penelitiannya.
Metode penelitian yang
digunakan kualitaif
Adanya perbedaan
kecerdasan moral pada
anak saat sebelum dan
setelah dilakukan
metode dongeng.
Pentingnya metode
dongeng untuk
43
deskriptif dan subjek
yang digunakan dalam
penelitian yaitu
storytelling dan siswa
Taman Kanak-Kanak.
kecerdasan moral bagi
anak prasekolah adalah
34%.
3 “Evaluasi Pelaksanaan
Kegiatan Storytelling
Di Taman Kanak-
Kanak Ketilang UIN
Jakarta” Oleh Wila
Afriyelni.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui
evaluasi pelaksanaan
kegiatan storytelling di
Taman Kanak-Kanak
Ketilang UIN Jakarta.
Penelitian ini dilakukan
menggunakan metode
kualitaif deskriptif.
Pelaksanaan kegiatan
storytelling dalam
penelitian ini terbukti
berhasil memberikan
pengaruh pada anak
yang sebelumnya belum
mengetahui sesuatu hal
namun, setelah
mendengarkan
storytelling mereka
mendapatkan
pengetahuan lebih
tentang cerita yang
disampaikan dengan
pesan yang dapat
diterima dan diterapkan
dalam kehidupan
sehari-hari.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Metode
penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, sistem pemikiran, maupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang
diselidiki. 47 Penelitian deskriptif ini peneliti lakukan untuk memberikan
gambaran secara umum mengenai evaluasi program storytelling di Taman
Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah bersifat
kualitatif yaitu penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi
pemahaman dan interprestasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman
manusia (individu) dalam berbagai bentuk. 48 Pada metode penelitian yang
bersifat kualitatif cenderung bersifat deskriptif dan disampaikan secara naratif
mengenai keadaan, hubungan ataupun fenomena yang sedang peneliti teliti
secara objektif, sesuai dengan apa yang terjadi disampaikan dengan kata-kata
tidak menggukan prosedur statistik.
47 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003). 48Yati Afianti, Imami Nur R, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan
(Jakarta: Rajawali Press, 2014), hal.5.
45
B. Sumber Data
Adapun sumber data pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer ialah data yang dikumpulkan secara langsung oleh
peneliti, baik dengan menggunakan angket, wawancara, pengamatan, tes,
dokumentasi dan lain sebagainya. 49 Data primer pada penelitian ini
diperoleh langsung dari hasil pengamatan, dokumentasi dan wawancara
dari narasumber atau informan yang terlibat langsung dalam kegiatan
“Read a Story” (storytelling) yang dilaksanakan di sekolah Taman Kanak-
Kanak Ketilang UIN Jakarta. Dalam penelitian ini ada 4 informan yang
merupakan guru pendidik di sekolah Taman Kanak-Kanak ketilang UIN
Jakarta.
2. Data Sekunder
Data sekunder data primer yang diperoleh melalui hasil dari pihak lain
atau data primer yang diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul
data pimer lain-umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Data
sekunder dimaksudkan sebagai gambaran tambahan, pelengkap atau untuk
diproses lebih lanjut.50 Sedangkan data sekunder pada penelitian ini ialah
catatan dokumentasi, foto dokumentasi, jurnal, buku, dan dokumen lainnya
yang menunjang penelitian.
49 Suryani, Hendriadi, Metode Riset Kuantitatif : Teori Dan Aplikasi Pada Penelitian Bidang
Manajemen Dan Ekonomi Islam (Jakarta: Predana Media Grup, 2015). 50 Tim Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009).
46
C. Teknik Penentuan Informan
Dalam menentukan informan peneliti melakukan observasi langsung
ketika kegiatan berlangsung yaitu program storytelling yang dilaksanakan
di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta. Dalam tahap awal
ditentukan satu orang informan (key Informant) yaitu Kepala Sekolah
Taman Kanak-Kanak Ketilang. Selanjutnya setelah melakukan observasi
lanjutan, peneliti menetapkan beberapa informan lainnya yang sesuai
dengan aspek yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
D. Instrumen
Instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Penelitian
harus memiliki kemampuan dalam melakukan pencatatan terhadap
data berupa tingkah laku atau penampilan sumber data, karena harus
dicatatnya secara tertulis tanpa memasukkan tafsiran, pendapat dan
pandangannya.
Instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri dengan
dibantu instrumen lain yaitu pedoman wawancara, observasi. Peneliti sebagai
instrumen utama karena hanya peneliti yang dapat bertindak sebagai alat
ada dan responsif terhadap realitas karena bersifat kompleks. Bekal
informasi awal, peneliti melakukan observasi secara mendalam melalui
wawancara dengan Kepala Sekolah dan guru pendidik yang melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dengan storytelling di kelas, serta melakukan
observasi terhadap anak-anak kelompok Kelas B.3 di Taman Kanak-Kanak
Ketilang UIN Jakarta.
47
Peneliti merupakan perencana, pengumpulan data, analisis, penafsir
data, peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen
atau alat penelitian tepat karena menjadi segalanya dan keseluruhan proses
penelitian. Instrumen penelitian dimaksudkan sebagai alat pengumpul
data.51
Ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup :52
1) Responsif: manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan
terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Manusia bersifat
interaktif terhadap orang dan lingkungannya.
2) Menyesuaikan diri: manusia sebagai instrumen hampir tidak terbatas dapat
menyesuaikan diri dengan keadaaan dan situasi pengumpulan data.
3) Menekankan keutuhan: manusia sebagai instrumen memanfaatkan
imajinasi dan kreativitasnya serta memandang dunia sebagai suatu
keutuhan, sebagai konteks yang berkesinambungan dimana mereka
memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang
riel, benar, dan mempunyai arti.
4) Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan : sewaktu peneliti melakukan
fungsinya sebagai pengumpul data menggunakan berbagai metode.
manusia sebagai instrumen penelitian terdapat kemampuan untuk
memperluas dan meningkatkan pengetahuan itu berdasarkan
pengalaman praktisnya.
5) Memproses data secepatnya: kemampuan manusia sebagai instrumen ialah
51 Moleong Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010). 52 Moleong Lexy J.
48
memproses data secepatnya setelah diperoleh, menyusun kembali.
6) Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan
mengikhtisarkan: manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan
menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami subjek.
7) Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim dan
ideosinkratik: manusia sebagai instrumen memiliki pula
kemampuan semula, tidak diduga terlebih dahulu atau tidak lazim terjadi.
Kemampuan demikian bermanfaat bagi ilmu pengetahuan yang baru.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, sumber data primer adalah
guru pendidik yang melakukan tindakan dan anak yang menerima tindakan.
Sedangkan sekunder berupa data hasil wawancara, observasi,
dokumentasi serta triangulasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut.53
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur, yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun.
53 Moleong Lexy J.
49
Sebelumnya wawancara dilakukan peneliti kepada Guru kelas tentang
bagaimana metode storytelling permulaan anak usia dini.
2. Observasi
Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang
sesuai dengan sifat penelitian karena mengadakan pengamatan secara
langsung atau disebut pengamatan terlibat dimana peneliti juga menjadi
instrumen atau alat dalam penelitian sehingga peneliti harus mencari data
sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke
beberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data.
Metode observasi peneliti memilih jenis observasi partisipatif
adalah observasi yang sekaligus melibatkan diri selaku orang dalam pada
situasi tertentu. Hal ini agar memudahkan peneliti memperoleh data atau
informasi dengan mudah dan leluasa.
3. Dokumentasi
Dokumentasi penelitian ini adalah berupa foto saat kegiatan
pembelajaran oleh guru dengan program storytelling pada siswa kelompok
Kelas B.3 di Taman Kanak-Kanak Ketilang.
F. Teknik Keabsahahan Data
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber, teknik dan waktu :54
1. Triangulasi Sumber
54Moleong Lexy J.
50
Triangulasi sumber untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data sumber yang sama, dengan teknik yang
berbeda. Misal data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan
observasi, dokumentasi. Triangulasi teknik merupakan salah satu teknik
yang lebih diutamakan dalam penelitian ini.
3. Triangulasi waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih
valid sehingga lebih kredibel. Pengujian keabsahan data dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengecekkan dengan wawancara, observasi atau
teknik lain dalam waktu/situasi yang berbeda.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian kualitatif deskriptif menggunakan analisis data, yaitu:
1. Teori Induksi
Peneliti harus memfokuskan perhatiannya pada data yang
dilapangan sehingga segala sesuatu tentang teori yang berhubungan
dengan penelitian menjadi tidak penting. Data akan menjadi sangat penting,
sedangkan teori akan dibangun berdasarkan temuan data di lapangan. Data
51
merupakan segalanya yang dapat memecahkan semua masalah penelitian.
Posisi peneliti benar-benar bereksplorasi terhadap data, dan
apabila peneliti secara kebetulan telah memiliki pemahaman teoritis
tentang data yang akan di teliti, proses pembuatan teori itu harus
dilakukan.
2. Reduksi data
Analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan
proses pengumpulan data. Diantaranya adalah melalui reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi. Namun, ketiga tahapan tersebut berlangsung
secara simultan. Analisis data ini digambarkan seperti berikut:
Pengumpulan Penyajian
Data
Reduksi Data Simpulan:
Verifikasi
Gambar 3.1 Proses Analisis Data
52
H. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan sebagai penelitian adalah Taman Kanak-
Kanak Ketilang UIN Jakarta Jl. Ibnu Batutah, RT.003/RW.006, Pisangan,
Ciputat Timur, Tangerang Selatan tahun ajaran 2018/2019.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019.
Kelompok yang dipilih sebagai subyek penelitian dari peserta didiknya
yaitu Kelompok Kelas B.3 pada Taman Kanak-Kanak (TK) Ketilang.
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
No Tahapan Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan v v
2 Penyusunan
Instrumen
v v
3 Pelaksanaan V v v v
4 Analisis Data v v v v
5 Pelaporan v v v v
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta
Taman Kanak-Kanak Ketilang merupakan suatu lembaga pendidikan
Anak Usia Dini yang memiliki tujuan untuk mencetak insan berilmu,
beriman dan bertaqwa. Taman Kanak-Kanak Ketilang merupakan Taman
Kanak-Kanak yang bernaung di bawah Lembaga Pendidikan.
Taman Kanak-Kanak Ketilang berdiri pada tanggal 01 Agustus 1963
atas prakarsa dan usaha Senat Mahasiswa tarbiyah IAIN Jakarta ( kini
bernama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Jakarta) dengan Dharma Wanita IAIN Jakarta ( kini UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta). Sejak tahun 2006 Lembaga Pendidikan Ketilang
masuk ke dalam Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada tanggal 17 juni 1971, Taman Kanak-Kanak Ketilang terdaftar di
Kantor Pembinaan Pendidikan Dasar, Prasekolah dan Sekolah Luar Biasa
Perwakilan Debdikbud Propinsi Jawa Barat dengan nomor pendaftaran 0397
dan diperbarui pada tanggal 01 September 1977 dengan nomor pendaftaran
716/B.PD/77.
Sejalan dengan tantangan era globalisasi serta kebijakan pemerintah
dalam bidang pendidikan, maka Lembaga Pendidikan Ketilang UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai lembaga pendidikan islam telah menjadi
54
alternatif bagi pembinaan dan pembangunan yang yang menitikberatkan
pada basicsains, bahasa dan akhlakal-karimah, sehingga di harapkan mampu
mendorong dan menjadi landasan dan kelembagaan yang pada gilirannya
dapat menghilangkan dikotomi antara pengetahuan umum dan agama.
Lembaga Pendidikan Ketilang penyelenggaraan pendidikan untuk
tingkat Anak Usia Dini yaitu Kelompok Bermain (Play Group) dan Taman
Kanak-Kanak. Penyelenggaraan Penitipan Anak (Day Care) belum bisa di
wujudkan, mengingat SDM dan peminat yang masih sedikit.55
Berbagai upaya penyesuaian dan pembaharuan status dan peningkatan
mutu Taman Kanak-Kanak Ketilang masih terus dijalankan dengan
senantiasa memperhatikan aspirasi dengan berbagai Stakeholders dan
berbagai macam pertimbangan lainnya. Dengan tetap terus semangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan demi mencapai tujuan mulia
Taman Kanak-Kanak Ketilang yakni dalam rangka menciptakan benih-
benih insan pengabdi, pencipta dan akademis.56
2. Kondisi Umum Lingkungan Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN
Jakarta
Setelah mengadakan observasi dan interview dengan kepala Taman
Kanak-Kanak Ketilang, maka peneliti dapat menjelaskan kondisi umum
lingkungan Taman Kanak-Kanak Ketilang berada.
Lokasi Taman Kanak-Kanak Ketilang sangat strategis yaitu
terletak di Jalan Ibnu Batutah, RT.003/RW.006, Pisangan, Ciputat Timur,
55 Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Agustus 2018. 56 TK Ketilang UIN Jakarta, Buku Panduan (Jakarta: TK Ketilang UIN Jakarta, 2018).
55
Tangerang Selatan. Berada dekat dengan Madrasah Pembangunan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Visi dan Misi
a. Visi
Terbentuknya generasi muslim yang religious, cerdas, berwawasan
luas, medorenis, kreatif, inovatif, adaftif dan berakhlakul karimah.
b. Misi
1) Meciptakan generasi Qurani yang cerdas, berwawasan global
2) Menanamkan kepada anak-anak sikap cinta agama dan cinta Tanah
Air
3) Menanamkan aqidah islamiah yang kuat kepada anak-anak
4) Membentuk generasi muslim yang mempunyai akhlakul karimah
5) Menjadi anak-anak yang disiplin, patuh, taat kepada orangtua dan
guru
6) Membiasakan anak-anak untuk selalu bersikap sopan, toleran dan
agamis
7) Melatih anak-anak untuk belajar shalat dan wudhu sejak dini57
4. Tujuan
Adapun tujuan dari Taman Kanak-Kanak Ketilang, yaitu:58
g) Mewujudkan anak yang sehat, kuat, cerdas dan toleran
h) Mewujudkan anak yang sholeh sholehah dan berakhlakul karimah
i) Menjadi anak senang beribadah
57 TK Ketilang UIN Jakarta. 58 TK Ketilang UIN Jakarta.
56
j) Menjadi anak senang membantu sesama
k) Anak memiliki kebiasaan berdo’a sebelum melakukan suatu pekerjaan
l) Anak mampu melakukan ibadah sholat 5 waktu
5. Materi Pembelajaran Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta
Materi pendidikan Taman Kanak-Kanak Ketilang meliputi materi-
materi mengenai keimanan dan ketaqwaan, persiapan, seni musik olah
tubuh, seni alam, main peran dan balok. Pada pelaksanaannya kurikulum
tersebut dilaksanakan pada sentra-sentra. Adapun secara rincinya adalah
sebagai berikut :
a. Bidang Agama/IMTAQ
Anak dapat mengenal rukun iman dan rukun Islam serta dapat
melakukan kegiatan ibadah secara sederhana dan memiliki akhlaq
karimah dalam aktivitas sehari-hari. Indikator pencapaian dari bidang ini
adalah:
1) Aqidah, yang di dalamnya mencakup:
a) Keimanan (rukun iman, rukun Islam).
b) Pengenalan kitab suci umat Islam.
c) Pengucapan dua kalimat syahadat.
d) Pengenalan sifat-sifat Allah SWT (melalui ciptaan, lagu,
dan sebagainya).
e) Pengenalan kisah Rasul-Rasul Allah.
f) Pengenalan keluarga dan sahabat Rasulullah Muhammad SAW.
57
2) Ibadah, meliputi :
a) Pengenalan gerakan-gerakan sholat dengan benar.
b) Do’a-do’a dalam sholat.
c) Wudlu yang benar.
d) Do’a-do’a harian.
e) Surat-surat pendek.
3) Akhlaq, meliputi :
a) Pengenalan tata cara berakhlaq kepada Allah SWT
b) Pengenalan tata cara berakhlaq terhadap sesama.
c) Pengenalan tata cara berakhlaq terhadap binatang dan alam.
d) Pengenalan Hadits-hadits pilihan beserta artinya.
e) Mengurus diri sendiri, disiplin dan tanggung jawab.
f) Berani dan menunjukkan rasa percaya diri.
g) Mampu membedakan perbuatan benar dan salah.
b. Bidang Persiapan
Anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki
perbendaharaan kata dan mengenal simbol-simbol yang melambangkan,
untuk persiapan membaca dan menulis. Indikator pencapaian
keberhasilan dalam bidang persiapan ini adalah:
1) Kemampuan mendengar dan membedakan bunyi suara, bunyi
bahasa, dan mengucapkannya dengan lafal yang benar.
2) Kemampuan mendengar dan memahami kata dan kalimat
sederhana serta mengkomunikasikannya.
58
3) Kemampuan berkomunikasi/bicara lancar secara lisan dengan lafal
yang benar.
4) Memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk
berkomunikasi sehari-hari.
5) Kemampuan memahami bahwa ada hubungan antara bahasa
lisan dengan bahasa tulisan (pra membaca).
c. Bidang Seni dan Bahan Alam
Anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai
gagasan imajinasi dan menggunakan berbagai media dan bahan alam
yang ada di sekitarnya menjadi suatu karya seni. Indikator pencapaian
bidang ini adalah:
1) Pengenalan konsep-konsep sains sederhana.
2) Kemampuan menggambar sederhana.
3) Kemampuan mewarnai sederhana.
4) Kemampuan menciptakan sesuatu dengan berbagai media.
d. Bidang Olah Tubuh
Anak memiliki kemampuan melakukan koordinasi gerak,
keterampilan gerak dasar sederhana untuk meningkatkan kelenturan,
keseimbangan dan kelincahan. Indikator pencapaian dari bidang ini
adalah:
1) Kemampuan menyanyi dan memainkan alat musik sederhana.
2) Kemampuan menggerakkan jari tangan untuk kelenturan, kekuatan,
otot dan koordinasi.
59
3) Kemampuan menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot
dan koordinasi.
4) Kemampuan menggerakkan badan dan kaki dalam
rangka keseimbangan, kekuatan dan koordinasi.
d. Bidang Pembangunan
Anak dapat membuat bangunan untuk mengenal dimensi ruang dan
ukuran melalui balok yang tersedia. Indikator pencapaian dari bidang ini
adalah:
1) Pengenalan konsep bentuk geometri
2) Pengenalan konsep ukuran
3) Pengenalan konsep ruang
4) Pengenalan konsep
5) Pengenalan konsep matematika sederhana.
6. Tenaga Pendidik Taman Kanak-Kanak Ketilang
Dilihat dari kualitas akademik, pendidik yang mengajar di Taman
Kanak-Kanak Ketilang hampir keseluruhannya lulusan Strata 1. Pendidik
yang mengajar di Taman Kanak-Kanak Ketilang berjumlah 16 orang,
dengan background rata-rata pendidikan. Guru pendidik rarat-rata sudah
memiliki keahlian dan bekal dalam menyampaikan materi dengan program
storytelling. Dengan demikian guru juga diberikan bekal dari kegiatan
seperti seminar, workshop, dan pelatihan mendongeng.
Berikut Tabel 4.1 merupakan daftar nama guru pendidik di Taman
Kanak-Kanak Ketilang:
60
Tabel 4.1
Daftar Nama Guru Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta
No Nama Jabatan
1. Munyati, S.Pd. AUD Kepala Sekolah
2. Novi Rusfitasari Guru Kelompok Bermain
3. Wildatun Hasanah, S.Pd. AUD Guru Kelompok Bermain
4. Zubaidah, S.Pd.I Sentra IMTAQ (Kelompok A.1)
5. Nur Ika Fofiyah, S.PD.I Sentra IMTAQ (Kelompok A.1)
6. Nurjanah, S.Pd. AUD Sentra Sains (Kelompok A.2)
7. Rizky Dini Ramadhani. S. Pd.I Sentra Sains (Kelompok A.2)
8. Hj. Siti Yuniarti, S.Pd. AUD Sentra Pembangunan (Kelompok A.3)
9. Musannadah, S.Pd. AUD Sentra Pembangunan (Kelompok A.3)
10 Saripah, S.Pd. AUD Sentra Seni (Kelompok B.1)
11 Setiawati, S.Pd. AUD Sentra Seni (Kelompok B.1)
12 Hj. Prapti Rukmini, S. PD.I Sentra Persiapan (Kelompok B.2)
13 Yuni, S.Pd. AUD Sentra Persiapan (Kelompok B.2)
14 Rosna, S.Pd Sentra Olah Tubuh (Kelompok B.3)
15 Tatun Rihlatun Hasna, S.Pd.AUD Sentra Olah Tubuh (Kelompok B.3)
16 Irma Yuliasari, S.Psi Lab Komputer Kidz
Sumber: dokumentasi Taman Kanak-Kanak Ketilang
7. Keadaan Siswa
Dari keseluruhan siswa Taman Kanak-Kanak Ketilang rata-rata
mempunyai IQ standar. Jumlah siswa Taman Kanak-Kanak Ketilang
kelompok B.3 adalah 20 siswa.
61
8. Stuktur Organisasi
Bagan 4.1
Struktur Organisasi Lembaga Pendidikan TK Ketilang UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Sumber: dokumentasi Taman Kanak-Kanak Ketilang
9. Program Kegiatan Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Syarif
Hidayatullah
a. Intrakurikuler (Sunnatullah Exercise)
Swimming (Berenang)
62
Archery for Kids (Memanah)
Riding Horse (Berkuda)
b. Ekstrakurikuler
Melukis
Menari
Sempoa
Drum Band
c. Outing Class
Kegiatan Outing Class ini dilaksanakan maksimal 3 kali dalam
setahun, guna menunjang proses pembelajaran anak-anak disekolah.
Adapun outing class yang telah dilaksanakan adalah :59
1. Cooking Class (Domino’s Pizza)
2. Kunjungan Profesi :
Pemadam Kebakaran
Superindo
Mabes Polri
Polisi Udara
Dapur McD
Kidzania, dan lainnya
d. Karyawisata
Kegiatan karyawisata dilaksanakan pada semester 2, dalam kegiatan
ini anak-anak membutuhkan pendampingan dari orangtua /wali murid.
59 TK Ketilang UIN Jakarta.
63
Adapun tempat yang telah dikunjungi dalam kegiatan karya wisata Taman
Kanak-Kanak Ketilang adalah :60
Taman Safari Indonesia
Taman Mini Indonesia Indah
Ocean Dream, Sea Word
Pelita Desa
Jakarta Aquarium
Jungle dan lainnya
e. Perayaan Hari Besar Islam dan Nasional (PHBIN)
Kegiatan PHBIN ini dilaksanakan untuk memperkenalkan kepada
anak tentang hari-hari besar Islam dan Nasional serta nilai-nilai moral yang
terkandung didalamnya. Kegiatan PHBIN yang telah dilaksanakan di Taman
Kanak-Kanak Ketilang adalah :61
Peringatan Hari Raya Idul Adha
Peringatan Tahun Baru Islam (Muharam)
Peringatan Maulid Nabi
Peringatan Isra Mi’raj
Peringatan Kemerdekaan RI
Peringatan Hari Kartini
Santunan anak yatim dan dhuafa
10. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana bukan satu-satunya syarat pendidikan, akan
60 TK Ketilang UIN Jakarta. 61 TK Ketilang UIN Jakarta.
64
tetapi kehadirannya merupakan salah satu penentu tercapainya tujuan
pendidikan. Masa Kanak-Kanak merupakan masa untuk berkembang, maka
sarana yang ada di Taman Kanak-Kanak juga disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak, mengingat dalam proses pembelajaran yang dilakukan
adalah bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Maka sarana
yang ada merupakan kebanyakan berupa materi dan peralatan bermain anak
yang memiliki edukatif atau pendidikan serta tidak membahayakan bagi
anak seusia mereka.
Sarana belajar yang ada di Taman Kanak-Kanak Ketilang yang
bisa dinikmati oleh anak didik meliputi:
a. Alat tulis
Alat tulis yang digunakan dalam kegiatan belajar di Taman Kanak-
Kanak Ketilang beraneka ragam, seperti pensil, krayon, penghapus,
pensil warna.
b. Buku Modul
Buku pelajaran yang meliputi buku-buku cerita, buku dongeng
bergambar, dan modul yang lain seperti kaset cerita, kaset nyanyian,
VCD, ruang baca, perpustakaan, yang dapat mengasah perkembangan
berbahasa anak
c. Alat Permainan edukatif
Alat permainan edukatif dirancang dan dibuat sesuai dengan bakat
dan minat anak didik serta tidak membahayakan, antara lain alat
musik, tape recorder, TV, ruang masak, ruang tari, panggung boneka,
65
komputer, balok dan alat-alat olah raga.
d. Alat-alat bermain di luar ruangan
Adapun alat-alat permainan yang berada di luar berupa ayunan,
papan seluncur, jungkitan, dan panjat tangga besi.
e. Alat-alat bermain di dalam ruangan
Selain di luar ruangan, juga ada alat permainan yang berada di
dalam ruangan seperti peralatan masak-masakan, buah-buahan, bola dan
lego.
Sedangkan sarana yang biasa digunakan oleh guru pendidik
dalam Kegiatan belajar mengajar adalah:
a) Alat perlengkapan yang ada di dalam ruang kelas /belajar
Papan flannel, kursi belajar untuk anak didik, meja besar yang
tingginya disesuaikan dengan anak didik., karet, rak untuk buku, lemari
locker, keranjang untuk mainan, paragon, lemari besar dan kecil, dan
wastafel untuk mencuci tangan.
b) Alat perlengkapan untuk administrasi
Meliputi buku daftar hadir anak didik, buku agenda, buku induk,
buku perkembangan anak didik, buku absensi, buku satuan pelajaran,
buku perencanaan pengeluaran, dan lain-lain.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana
yang ada di Taman Kanak-Kanak Ketilang telah memadai (lengkap) dan
dapat dikatakan sudah memenuhi persyaratan sebagai Taman Kanak-
Kanak yang cukup potensial, fungsional, dan mempersiapkan anak didik
66
menjadi manusia yang berbudi luhur, penuh inisiatif, dan kreatif karena
dengan tersedianya fasilitas yang lengkap anak didik dapat menjalankan
aktifitas belajar dan bermain sesuai dengan bakat dan minatnya dalam
rangka mengembangkan potensi anak, di samping itu dengan tersedianya
fasilitas bermain akan dapat mengubah semangat mereka dalam
aktivitasnya dan menumbuhkan sosialisasinya terhadap teman
sekelasnya.
Tabel 4.2
Daftar Inventaris Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta
Tahun Ajaran 2018/2019
No. Nama Barang Jumlah Kondisi (Baik/Rusak)
1. Buku Tulis 20 Baik
2. Pensil 20 Baik
3. Pensil warna 5 Baik
4. Gunting kecil 20 Baik
5. Penghapus 20 Baik
6. Penggaris anak 20 Baik
7. Penggaris Guru 2 Baik
8. Solatip 1 Baik
9. Buku gambar 20 Baik
10. Spidol white board 3 Baik
11. Spidol permanen 3 Baik
12.
Spidol snowman warna 6 Baik
13.
A
Kertas lipat kecil 5 Baik
14.
15
Kertas lipat besar 3 Baik
15.
Buku paket 20 Baik
16.
Mainan masak-masakan 1 Baik
17.
Lego 70 Baik
67
18.
Buah-buahan 20 Baik
19.
Tip ex -
20 Krayon isi 24 20 Baik
Sumber: dokumentasi Taman Kanak-Kanak Ketilang
B. Hasil Penelitian
Mengacu pada tujuan penelitian, peneliti akan memaparkan hasil
penelitian yang peneliti peroleh dari hasil wawancara. Pada penelitian ini,
peneliti meneliti dua tema pokok mengenai evaluasi metode storytelling di
taman Kanak-Kanak ketilang, adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
1. Penerapan Prinsip-prinsip Pelaksanaan Storytelling di Taman Kanak-
Kanak Ketilang.
Dalam melihat bagaimana penerapan suatu program kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang
untuk meningkatkan pembelajaran melalui storytelling. Yang mana dapat
dilihat dari pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan storytelling oleh
guru pendidik dengan merujuk pada pelaksanaan dengan prinsip-prinsip dari
storytelling di sekolah, motivasi dari pelaksanaaan program storytelling,
kesulitan dalam pelaksanaan metode storytelling yang di alami guru
pendidik dan dukungan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan,
menurut guru pendidik di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang.
A. Pelaksanaan Storytelling oleh Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN
Jakarta
68
Storytelling merupakan cara mendidik anak tanpa
menggurui, storytelling biasanya dilakukan dengan tujuan sebagai
penghibur dan juga sarana untuk menumbuhkan dan meningkatkan
minat baca pada anak. Untuk mengetahui bagaimana sejarah
storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang bisa dilakukan
dengan baik, maka peneliti melakukan wawancara dengan guru
pendidik dan mengamati anak yang mengikuti kegiatan
storytelling.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru
pendidik, tentang sudah berapa lama sekolah menerapkan kegiatan
belajar mengajar dengan storytelling, informan menjawab;
“Sejak Taman Kanak-Kanak Ketilang berdiri, mengingat
Taman Kanak-Kanak Ketilang berdiri sebelum ilmu
tekhnologi berkembang pesat seperti sekarang ini, dimana
anak-anak sudah dapat mendengstarkan cerita melalui
media digital, maka storytelling adalah metode yang
dipandang tepat untuk menyampaikan pembelajaran
kepada anak.” (Guru)62
Dari hasil pengamatan peneliti, guru yang diwawancarai
mengenai pelaksanaan penerapan storytelling, peneliti
mendapatkan jawaban bahwa pembelajaran dengan program
storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang sudah diterapkan
sejak Taman Kanak-Kanak Ketilang berdiri. Taman Kanak-Kanak
Ketilang berdiri sebelum ilmu teknologi berkembang pesat seperti
saat sekarang, dimana anak-anak sudah dapat mendengarkan cerita
62 Guru, Wawancara pribadi, September 25, 2018.
69
melalui media digital, maka storytelling adalah program yang tepat
untuk menyampaikan pembelajaran pada anak usia dini.
B. Teknik pelaksanaan storytelling oleh guru pendidik
Terdapat berbagai macam metode yang dapat dilakukan pada
kegiatan mendongeng, dengan menggunakan alat peraga dan tidak
menggunakan alat peraga. Anak usia dini menyukai berbagai macam
teknik atau metode yang ditawarkan dalam memberikan alternatif
kegiatan storytelling. Misalnya storytelling dengan menggunakan buku,
storytelling dengan peraga (boneka, origami, papan flannel), tidak
menggunakan alat peraga yaitu storytelling menggunakan ekspresi dan
berbagai macam suara.
Teknik mendongeng yang digunakan oleh guru pendidik dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yaitu dengan menanyakan kepada
anak tentang hal-hal yang akan dimunculkan dalam dongeng. Misalnya
anak di ajak menyanyikan lagu yang sesuai dengan tema yang akan di
ceritakan, menirukan suara binatang sebagai tokoh utama dalam cerita,
menanyakan tentang seting tempatnya dan tokoh ceritanya yang kedua
melalui gambar, menanyakan judulnya dan sebagainya. Dari beberapa
hal yang ditayakan oleh pendongeng tersebut akan dapat membawa anak-
anak pada dongeng yang akan disampaikannya.
Beberapa teknik mendongeng yang digunakan guru pendidik dalam
kegiatan storytelling di sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang, yaitu
mulai dari memperhatikan vokal atau pengucapan suara dalam bercerita,
penghayatan terhadap suatu cerita, ekspresi yang diciptakan oleh
70
pendongeng sesuai dengan tokoh dalam cerita, gerak dan penampilan
dalam cerita dan kemampuan komunikatif yang dimiliki dimana seorang
pendongeng memahami teknik mendongeng yang baik.
Setiap program yang diajarkan di sekolah memiliki tujuan serta
motivasi yang dapat mencapai cita-cita yang diharapkan dalam
pendidikan di sekolah, oleh karenanya peneliti juga ingin mengetahui apa
motivasi sekolah melaksanakan program kegiatan belajar mengajar
dengan storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang, Informan
menjawab;
“Meningkatkan kecerdasan verbal anak, merangsang minat baca
anak, meningkatkan perilaku prososial anak, melatih daya tangkap
dan konsentrasi anak dan mengembangkan daya imajinasi anak.”
(Guru)63
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pihak sekolah
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan storytelling agar
tercapainya motivasi dan tujuan yang dicita-citakan. Dimana pengaruh
metode storytelling dapat meningkatkan kecerdasan verbal anak,
merangsang minat baca anak, meningkatkan perilaku prososial anak,
melatih daya tangkap dan konsentrasi anak serta mengembangkan daya
imajinasi anak.
C. Pelatihan storytelling bagi guru pendidik
Melaksanakan program storytelling di Taman Kanak-Kanak berarti
guru diharapkan bisa menyampaikan materi dengan menarik, sehingga
materi yang disampaikan dapat diterima oleh anak didik dengan baik.
63Guru.
71
Peneliti bertanya pada guru tentang kesulitan apakah yang di rasakan
ketika melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar dengan
storytelling dan apakah pihak sekolah memberikan pelatihan khusus bagi
guru untuk meningkatkan teknik mengajar dengan storytelling.Dari hasil
wawancara peneliti tentang kesulitan yang dirasakan oleh guru, ialah
sebagai berikut:
“Kesulitannya terkadang dalam pemilihan dan penggunaan media
apabila kurang menarik atau tidak tepat maka anak-anak kurang
aktif mengikuti pembelajaran.” (Guru)64
Dari hasil wawancara peneliti, mengenai apakah sekolah memberikan
pelatihan khusus bagi guru pendidik dalam meningkatkan kegiatan
belajar mengajar dengan storytelling, ialah sebagai berikut:
“Ya, dengan mengikuti workshop mendongeng, bercerita dengan
alat peraga dan lai-lain.” (Guru)65
Melalui hasil wawancara di atas, bahwa kegiatan belajar mengajar
dengan storytelling harus menggunakan media yang tepat agar dapat
menarik perhatian anak ketika mendengarkan materi melalui dongeng.
Namun, hal tersebut menjadi tantangan yang harus bisa dihadapi oleh
para guru pendidik, dimana kesulitan yang dirasakan oleh guru pada saat
mengajar dengan storytelling ialah ketika pemilihan dan penggunaan
media apabila kurang menarik atau tidak tepat maka anak kurang aktif
mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, pihak sekolah memberikan
64 Guru. 65 Guru.
72
pelatihan khusus bagi guru dengan mengikuti workshop mendongeng,
bercerita dengan menggunakan alat peraga, dan lain sebagainya.
Storytelling merupakan bentuk komunikasi dua arah. Komunikasi
dua arah dapat dikatakan berhasil apabila menimbulkan suatu usaha
(berupa tindakan). Dimana hal tersebut dapat dilihat ketika seorang
pendongeng dapat menyampaikan informasi dengan baik melalui media
yang menarik sehingga dapat diterima oleh anak. Begitupula dengan guru
yang mendengarkan langsung kegiatan yang diadakan guna memberikan
motivasi dan evaluasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
mengajar.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru pendidik mengenai
apakah sekolah mendatangkan pendongeng pada event-event tertentu
guna meningkatkan semangat anak dalam belajar dengan storytelling,
ialah sebagai berikut:
“ya pernah dalam event-event tertentu, namun sekolah juga sering
memberdayakan guru untuk menjadi narasumber atau pendongeng
dalam acara-acara tertentu.” (Guru)66
Dari hasil wawancara peneliti tentang apakah di Taman Kanak-Kanak
Ketilang semua guru diwajibkan menguasai metode mengajar dengan
Storytelling, ialah sebagai berikut:
“Storytelling adalah salah satu metode mengajar yang harus
dikuasai guru, maka alangkah lebih baik apabila semua guru
menguasainya, meskipun setiap guru memiliki kelebihan masing-
masing di setiap bidang.” (Guru)67
66 Guru. 67 Guru.
73
Dalam kegiatan tertentu sekolah juga memberikan fasilitas dengan
mendatangkan pendongeng kesekolah. Menariknya sekolah juga sering
memberdayakan guru untuk menjadi pendongeng dalam acara-acara
tertentu. Storytelling adalah salah satu metode mengajar yang harus
dikuasai oleh guru, maka alangkah lebih baik apabila semua guru
menguasainya, meskipun setiap guru memiliki kelebihan masing-masing
pada setiap bidang. Oleh karenanya, semua guru pendidik di Taman
Kanak-Kanak Ketilang sudah memiliki bekal dan keahlian dalam
menguasai program storytelling dari pendidikan sebelumnya dan di
tambah dengan adanya pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh
sekolah.
Storytelling bukan hanya untuk menyampaikan informasi pelajaran
umum saja, akan tetapi guru juga menyampaikan ajaran islam dengan
cara mendongeng pada anak-anak.
Dari hasil wawancara peneliti tentang apakah kegiatan storytelling juga
dilaksanakan untuk menyampaikan ajaran agama islam dan menanamkan
nilai-nilai keislaman pada anak, ialah sebagai berikut:
“Ya pasti, contohnya seperti kisah nabi, akhlak rasulullah dan
sahabat-sahabatnya, cerita tentang pentingnya berwudhu, sholat
dan cerita tentang ciptaan-ciptaan Allah” (Guru).68
Mendongeng juga dilakukan dalam menyampaikan ajaran islam
dan menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak. Beberapa contoh kisah
yang disampaikan melalui cerita oleh guru pendidik kepada anak
68 Guru.
74
diantaranya kisah nabi, akhlak rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Selain
al-kisah, anak juga diajarkan tentang pentingnya berwudhu, sholat, dan
tentang ciptaan-ciptaan Allah.
Dari beberapa penjabaran mengenai pelaksanaan penerapan
storytelling, terdapat juga alasan pentingnya pelaksanaan penerapan
program tersebut dalam rangka meningkatkan proses pembelajran di
sekolah. Dari hasil wawancara peneliti tentang mengapa Taman Kanak-
Kanak Ketilang memilih program storytelling sebagai salah satu proses
kegiatan belajar mengajar disekolah, informan menjawab sebagai
berikut;
“karena metode bercerita dipandang mampu menghipnotis anak
untuk dapat mengembangkan daya Imajinasinya, meningkatkan
daya konsentrasi, meningkatkan perilaku anak dan menumbuhkan
minat baca anak.” (Guru)69
Sekolah sangat mementingkan kualitas pendidik serta penerapan
program belajar bagi siswanya agar dapat mencapai tujuan yang di cita-
citakan sekolah. Oleh karena itu metode bercerita dipandang mampu
menghipnotis anak untuk dapat mengembangkan daya imajinasinya,
meningkatkan daya konsentrasi, meningkatkan perilaku anak dan
menumbuhkan minat baca anak.
Program storytelling dianggap sesuai untuk terapkan kepada anak
usia dini, dimana dalam penyampaian dongeng tersebut guru pendidik
haruslah sudah siap dengan penguasaan cerita, media, alat peraga, dan
sebagainya sehingga pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi anak.
69 Guru.
75
2. Efektifitas Kegiatan Storytelling dalam Proses Belajar Mengajar di
Taman Kanak-Kanak
Dalam melihat bagaimana suatu program dapat dianggap efektif
pelakanaannya maka dapat dilihat dari pengaruh yang di hasilkan.
Misalnya, dari kegiatan storytelling yang telah dilaksanakan di Taman
Kanak-Kanak Ketilang secara rutin telah memberikan pengaruh terhadap
anak yang menerima kegiatan storytelling tersebut.
A. Sikap anak setelah kegiatan storytelling
Storytelling berarti penyampaian cerita dengan cara
bertutur; yang membedakan antara bercerita dan metode
penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis
penceritaan lainnya. 70 Masa anak dibacakan cerita adalah masa
untuk mengembangkan imajinasi anak dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki oleh anak. Dengan melaksanakan
program mendongeng secara rutin dan terus-menerus di sekolah
dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap sikap anak,
baik di sekolah, dirumah dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu
peneliti ingin mengetahui bagaimana perubahan anak ketika
sebelum dan sesudah mendengarkan dongeng secara rutin dan
terus-menerus.
Dari hasil wawancara peneliti tentang hal tersebut maka
guru pendidik yang merupakan narasumber, menjelaskan:
70 Sabili Risady, Bermain, Bercerita Dan Menyanyi Bagi Anak Usia Dini, 2014.
76
“Perbedaannya, jika sebelum storytelling mereka belum
mengetahui tentang sesuatu hal, maka setelah
dilaksanakannya storytelling mereka mendapatkan
pengetahuan tentang hal-hal tertentu sesuai dengan tema
atau cerita yang disampaikan dalam storytelling tersebut.
Lalu setelah mengetahuinya mereka mencoba untuk
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (peningkatan
perilaku.” (Guru)71
Program storytelling banyak memberikan pengaruh positif
bagi anak sehingga akan terlihat pada perubahan tingkah laku anak
tersebut. Perbedaan anak sebelum dan sesudah mendapatkan
kegiatan belajar dengan storytelling yaitu sebelum dilaksanakan
penyampaian materi dengan storytelling anak belum mengetahui
sesuatu hal, dan setelah dilaksanakannya storytelling dengan rutin
dan terus-menerus anak mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal
tertentu sesuai dengan tema dari cerita yang disampaikan dalam
storytelling tersebut. Lalu setelah mengetahuinya mereka mencoba
untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketertarikan seseorang dapat dilihat bagaimana ia bertindak
atau bersikap; mulai dari memperhatikan, mengamati dan
mendengarkan. Kegiatan tersebut dapat dilihat adanya perubahan
pada anak setelah mendengarkan storytelling. Berdasarkan
wawancara dengan guru pendidik mengenai pengaruh yang
langsung terlihat pada anak setelah mendengarjan storytelling
secara rutin dan terus-menerus, guru menjawab sebagai berikut:
Anak-anak mulai muncul minatnya membaca buku, setiap
71 Guru, Wawancara pribadi.
77
hari bergantian mereka meminta untuk dibacakan buku
cerita yang dibawanya dari rumah. Kemudian pengaruh
yang paling nampak adalah mereka saling mengingatkan
apabila ada temannya yang berbuat salah atau tidak baik.
(Guru)72
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan
storytelling sudah memberikan pengaruh yang cukup baik dalam
proses belajar anak di sekolah. Ketika mendapatkan materi melalui
storytelling pengaruh yang langsung terlihat pada anak, mereka
mulai memperlihatkan adanya ketertarikan untuk membaca buku.
Hal tersebut terlihat pada perilaku anak yang setiap harinya
bergantian meminta untuk dibacakan buku cerita yang dibawa dari
rumah. Kemudian pengaruh yang terlihat pada keseharian anak
adalah mereka saling mengingatkan apabila ada temannya yang
berbuat salah atau tidak baik.
Untuk memeperkuat hasil dari penelitian mengenai
perubahan minat belajar anak dan perubahan perilaku anak setelah
beberapa kali mendapatkan materi dari guru melalui storytelling,
peneliti mewawancarai guru pendidik yang langsung berperan
sebagai nasumber atau pendongeng dalam proses mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara dari guru pendidik mengenai
pengaruh dari storytelling yang sudah dilaksanakan secara rutin
dan terus-menerus tersebut, ialah sebagai berikut:
“Meningkatnya perilaku prososial anak, seperti berkata
jujur, mau menolong teman, berbuat baik, mau berbagi,
72 Guru.
78
tumbuhnya minat membaca buku dan bertambahnya
perbendaharaan kata anak.” (Guru)73
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kegiatan belajar
dengan stortytelling juga memberi pengaruh bagi anak dalam
meningkatkan perilaku prasosial. Perilaku prasosial yang terlihat
pada anak seperti berkata jujur, mau menolong teman, berbuat
baik, mau berbagi, tumbuhnya minat membaca buku dan
bertambahnya perbendaharaan kata pada anak. Pembendaharaan
kata pada anak yaitu, dimana anak kaya akan kosakata.
C. Pembahasan
Pada bagian ini penulis akan membahas hasil penelitian yang peneliti
peroleh mengenai evaluasi program storytelling di Taman Kanak-Kanak
Ketilang.
Berdasarkan hasil penelitian, sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang
melaksanakan penerapan program kegiatan belajar mengajar dalam
meningkatkan pembelajaran melalui storytelling. Hal ini dapat dilihat dari
pelaksanaan storytelling yang diterapkan sekolah Taman Kanak-Kanak
Ketilang. Anak sangat senang mendengarkan storytelling yang dilaksanakan di
sekolah, baik dengan metode storytelling menggunakan alat peraga atau tidak
menggunakan alat peraga. Terjadi perubahan sikap pada anak dan tindakan
berupa motivasi yang di harapkan. Harapan sekolah Taman Kanak-Kanak
Ketilang yaitu dapat meningkatkan kecerdasan verbal anak, merangsang minat
73 Guru.
79
baca anak, meningkatkan perilaku prososial anak, melatih daya tangkap dan
konsentrasi anak dan mengembangkan daya imajinasi anak. Anak yang pada
awalnya terlihat biasa saja, tetapi setelah mendengarkan storytelling anak
terlihat senang, menyimak, mendengarkan bahkan anak dapat menceritakan
kembali dongeng yang diceritakan oleh guru pendidik/pendongeng kepada
teman dan anggota keluarganya.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Tubbs dan
Moss yang dikutip oleh Noorika Retno Widuri bahwa storytelling (komunikasi
dua arah) dapat dikatakan berhasil apabila menimbulkan kesenangan, terjadi
perubahan pada sikap dan tindakan. 74 Teori tersebut sesuai dengan hasil
penelitian bahwa, sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang berhasil dalam
melaksanakan storytelling.
Selain itu, melihat pelaksanaan storytelling di Taman Kanak-Kanak
Ketilang guna memberikan pengaruh terhadap proses pembelajaran. Terjadi
perubahan sikap pada anak dan tindakan berupa prilaku prososial anak, seperti
berkata jujur, mau menolong teman, berbuat baik, mau berbagi, tumbuhnya
minat membaca buku dan bertambahnya perbendaharaan kata anak serta
didukung juga dengan intensitas kehadiran anak dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Anak yang awalnya belum mengetahui tentang
sesuatu hal maka setelah dilaksanakan storytelling mereka mendapatkan
pengetahuan tentang hal-hal tertentu sesuai dengan tema atau cerita yang
disampaikan dalam storytelling tersebut.
74 Noorika Retno Widuri, “Peran Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Dalam
Pembinaan Minat Baca Sejak Dini,” Media Pustakawan Vol.15, no. 3 (Desember 2008): 26.
80
Berdasarkan hasil penelitian, storytelling dapat menanamkan dan
menumbuhkan minat baca pada anak. Munculnya minat membaca buku pada
anak, dilihat dari keseharian mereka yang bergantian meminta pada gurunya
untuk dibacakan buku cerita yang dibawa dari rumah masing-masing.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gerald A. Chesin
“Storytelling and Storyreading” mengemukakan bahwa cerita akan menjadi
sangat bermanfat bagi anak-anak yang tidak siap untuk membaca atau yang
memiliki rendah kemampuan membaca.75
Berdasarkan ulasan dari hasil penelitian di atas, penulis berpendapat
bahwa, dengan dilaksanakannya program storytelling di sekolah dapat
membantu menumbuhkan dan mengembangkan minat baca bagi anak. Hal ini
menunjukkan keberhasilan dari kegiatan belajar mengajar melalui storytelling
untuk meningkatkan proses pembelajaran di sekolah Taman Kanak-Kanak
Ketilang UIN Jakarta.
75 Chesin Gerald A, “Storytelling and Storyreading.”
81
BAB V
PENUTUP
Dari penjelasan pada bab iv diperoleh beberapa kesimpulan tentang evaluasi
program storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab iv dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penerapan program kegiatan belajar mengajar di Taman
Kanak-Kanak Ketilang melalui storytelling. Hal ini dapat dilihat dari
pelaksanaan storytelling yang dilaksanakan oleh sekolah Taman Kanak-
Kanak Ketilang. Anak-anak sangat senang mendengarkan storytelling yang
dilaksanakan sekolah dalam kegiatan belajar mengajar baik dengan
storytelling menggunakan alat peraga ataupun tidak menggunakan alat
peraga. Anak dapat menyimak dan dapat mencerikan kembali dongeng yang
di ceritakan oleh guru pendidik/pendongeng kepada teman dan anggota
keluarganya. Terjadi perubahan sikap pada anak dalam mengikuti kegiatan
storytelling yang dilaksanakan sekolah Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN
Jakarta.
2. Kegiatan storytelling sudah efektif dan menimbulkan perubahan pada sikap
anak dan tindakan berupa prilaku prasosial anak seperti; berkata jujur, mau
menolong teman, berbuat baik, mau berbagi, tumbuhnya minat membaca
buku dan bertambahnya perbendaharaan kata anak
82
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang peneliti berikan adalah
sebagai berikut:
1. Pihak sekolah sebaiknya lebih memanfaatkan tenaga pendidik guna
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan program storytelling. Pada
kegiatan-kegiatan tertentu yang dilaksanakan dengan mengundang
pendongeng dari luar, hendaknya sekolah lebih meningkatkan kualitas
pendidik dengan cara memberikan bimbingan khusus bagi guru tentang
bagaimana menggunakan teknik mendongeng yang tepat, sehingga guru
pendidik dapat terus berinovasi.
2. Pihak sekolah sebaiknya mempertahankan dan mengembangkan lagi
kegiatan belajar mengajar dengan storytelling guna mencapai tujuan dan
hasil yang signifikan, agar dapat membentuk generasi muslim yang
religious, cerdas, berwawasan luas, medorenis, kreatif, inovatif, adaftif dan
berakhlakul karimah.
3. Guru pendidik sebaiknya terus berinovasi dalam kegiatan belajar mengajar
melalui storytelling, dengan cara melaksanakan kegiatan storytelling
menggunakan media yang di gemari anak, misalnya dengan mini drama
yang melibatkan anak didik saat storytelling berlangsung.
83
DAFTAR PUSTAKA
A Kusmiadi. “Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode Dongeng Bagi
Pendidik PAUD.” Jurnal Ilmiah VISI PTK-PN, 2008.
Aliyah S. “Kajian Teori Metode Storytelling Dengan Media Panggung Boneka
Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Dan Berbicara Anak Usia
Dini: Studi Eksperimen Quasi Di TK Negeri Pembina Kabupaten
Majalengka.” Universitas Pendidikan Indonesia, 2011.
Anas Sudiono. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2005.
Aprianti Yofita Rahayu. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan
Bercerita. 88 vols. Jakarta: Indeks, 2013.
Asfandiyar, A. Y. Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: Mizan, 2007.
Azhar Arsyad. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Chesin Gerald A. “Storytelling and Storyreading.” Peabody Journal of Education
Vol.43, no. 4 (January 1996): 213.
Departemen Agama RI. Al-Quran Dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Cipta
Media, 2005.
———. Pedoman Sistem Penilaian Madrasah Aliyah. Jakarta: Dirjen Lembaga
Islam Proyek Madrasah Aliyah, 1989.
Depdikbud. Pedoman Supervisi TK Jakarta. Jakarta: Depdikbud, 1992.
“Evaluasi Belajar Peserta Didik (Siswa).” Jurnal Idaarah Vol.1, no. 2 (Desember
2017): 261.
Guru. Wawancara pribadi, September 25, 2018.
84
Ida Vera Shopya. “Membangun Kepribadian Anak Dengan Dongeng.” Jurnal
Inovasi Pendidikan Guru Raudatul Athfal, June 2014.
Igrea Siswanto. Mendidik Anak Dengan Permainan Kreatif: Bermain Sambil
Belajar Untuk Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Sejak Usia Dini.
Yogyakarta: ANDI, 2008.
Isjoni. Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta, 2010.
Kepala Sekolah. Wawancara Pribadi, Agustus 2018.
Ketut Sudarsana. “Membentuk Karakter Anak Sebagai Generasi Penerus Bangsa
Melalui Pendidikan Anak Usia Dini.” Purwadita Vol.1, no. 1 (March
2017): 45.
Mahirah B. “Evaluasi Belajar Peserta Didik (Siswa).” Jurnal Idaarah Vol.1, no. 2
(Desember 2017): hal.258.
M Mubarok. Rahasia Cerdas Belajar Sambil Bermain. Surabaya: Java Pustaka
Grub, 2008.
Moeslichatoen. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Moeslihatoen R. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. 158-160 vols.
Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Moh. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Moleong Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010.
Murti Bunanta. Buku, Dongeng Dan Minat Baca. Jakarta: Murti Foundation,
2009.
Noorika Retno Widuri. “Peran Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak
Dalam Pembinaan Minat Baca Sejak Dini.” Media Pustakawan Vol.15,
no. 3 (Desember 2008): 26.
85
Nur Rahmatul A,Iswinarti. “Pengaruh Mendengarkan Dongeng Terhadap
Kemampuan Bahasa Pada Anak Prasekolah.” Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan Vol.04, no. No.02 (Agustus 2016).
Nurcahyani, Kusumastuti Dina. “Pengaruh Kegiatan Storytelling Terhadap
Pertumbuhan Minat Baca Siswa Di TK Bangun 1 Getas.” Universitas
Diponegoro, 2010.
“Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 3 Nomor 27 Tahun 1990
Tentang Pendidikan Anak Usia Dini,” n.d.
Sabili Risady. Bermain, Bercerita Dan Menyanyi Bagi Anak Usia Dini. hal. 64-65
vols. Jakarta: Luxima Metro Media, 2014.
———. Bermain, Bercerita Dan Menyanyi Bagi Anak Usia Dini. hal. 76 vols.
Jakarta: Luxima Metro Media, 2014.
Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
2013.
Sujiono, Yuliani. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Tebuka,
2014.
“Surat Edaran Mandikdasmen Depdiknas Nomor 1839/C.C2/TU/2009,” n.d.
Suryani, Hendriadi. Metode Riset Kuantitatif : Teori Dan Aplikasi Pada
Penelitian Bidang Manajemen Dan Ekonomi Islam. Jakarta: Predana
Media Grup, 2015.
Tadzkiroatun Musfiroh. “Bercerita Untuk Anak Usia Dini.” Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Pendidikan Dan Ketenagaan Perguruan
Tinggi, 2005.
Tim Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009.
86
TK Ketilang UIN Jakarta. Buku Panduan. Jakarta: TK Ketilang UIN Jakarta,
2018.
Ulfiani Rahman. “Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini.” Lentera
Pendidikan Vol.12, no. 1 (June 2009): 52.
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,” n.d.
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.,” n.d.
Uno Hamzah, Masri Kuadrat. Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Uswatun Hasanah. “Pengembangan Kemempuan Fisik Motorik Melalui
Permainan Tradisional Bagi Anak Usia Dini.” Jurnal Pendidikan Anak
Vol.5, no. 1 (2016).
VISI PPTK PAUDNI. “Hubungan Pelatihan Bercerita Terhadap Kemampuan
Guru Dalam Bercerita Di Taman Kanak-Kanak.” Jurnal Ilmiah VISI
PPTK PAUDNI Vol.11, no. No.1 (June 2016): 38.
Yati Afianti, Imami Nur R. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset
Keperawatan. Jakarta: Rajawali Press, 2014.
87
LAMPIRAN
88
Daftar Pertanyaan Wawancara di Taman Kanak-Kanak Ketilang:
Kelompok A
1. Sudah berapa lama metode storytelling di terapkan di Taman Kanak-Kanak
Ketilang?
2. Mengapa dilaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan storytelling di
Taman Kanak-Kanak Ketilang?
3. Apakah guru memiliki kesulitan saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dengan storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang?
4. Apakah pihak sekolah mengadakan pelatihan khusus bagi guru untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan metode storytelling di
Taman Kanak-Kanak Ketilang?
5. Apakah sekolah mendatangkan pendongeng pada hari-hari tertentu seperti 17
agustusan dalam rangka meningkatkan semangat anak dalam belajar melalui
storytelling?
6. Apakah guru pendidik diwajibkan untuk menguasai metode mengajar
menggunakan storytelling?
7. Apakah metode storytelling juga dilaksanakan dalam menyampaikan dan
menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak?
8. Apa alasan Taman Kanak-Kanak Ketilang harus menggunakan metode
mengajar dengan storytelling?
Kelompok B
1. Apa perbedaan yang diperlihatkan oleh anak sebelum dan sesudah kegiatan
belajar mengajar dengan metode storytelling?
2. Apa pengaruh yang langsung terlihat pada anak dalam kegiatan belajar
mengajar dengan metode storytelling?
3. Bagaimana dampak pada anak didik setelah beberapa kali melaksanakan
kegitan belajar mengajar dengan metode storytelling?
89
Transkip Wawancara di Taman Kanak-Kanak Ketilang:
Informan : Guru Pendidik
Pendidikan : TK
Tanggal Wawancara : Selasa, 25 September 2018
Kelompok A
3. Sudah berapa lama metode storytelling di terapkan di Taman Kanak-Kanak
Ketilang?
“Sejak TK Ketilang berdiri, mengingat TK Ketilang berdiri sebelum ilmu
tekhnologi berkembang pesat seperti sekarang ini, dimana anak-anak
sudah dapat mendengarkan cerita melalui media digital, maka storytelling
adalah metode yang dipandang tepat untuk menyampaikan pembelajaran
kepada anak” (Guru).
4. Mengapa dilaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan storytelling di
Taman Kanak-Kanak Ketilang?
“Meningkatkan kecerdasan verbal anak, merangsang minat baca anak,
meningkatkan perilaku prososial anak, melatih daya tangkap dan
konsentrasi anak dan mengembangkan daya imajinasi anak” (Guru).
5. Apakah guru memiliki kesulitan saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dengan storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang?
“Kesulitannya terkadang dalam pemilihan dan penggunaan media apabila
kurang menarik atau tidak tepat maka anak-anak kurang aktif mengikuti
pembelajaran” (Guru).
90
6. Apakah pihak sekolah mengadakan pelatihan khusus bagi guru untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan metode storytelling di
Taman Kanak-Kanak Ketilang?
“Ya, dengan mengikuti workshop mendongeng, bercerita dengan alat
peraga dan lai-lain” (Guru).
7. Apakah sekolah mendatangkan pendongeng pada hari-hari tertentu seperti 17
agustusan dalam rangka meningkatkan semangat anak dalam belajar melalui
storytelling?
“ya pernah dalam event-event tertentu, namun sekolah juga sering
memberdayakan guru untuk menjadi narasumber atau pendongeng dalam
acara-acara tertentu” (Guru).
8. Apakah guru pendidik diwajibkan untuk menguasai metode mengajar
menggunakan storytelling?
“Storytelling adalah salah satu metode mengajar yang harus dikuasai
guru, maka alangkah lebih baik apabila semua guru menguasainya,
meskipun setiap guru memiliki kelebihan masing-masing di setiap bidang”
(Guru).
9. Apakah metode storytelling juga dilaksanakan dalam menyampaikan dan
menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak?
“Ya pasti, contohnya seperti kisah nabi, akhlak rasulullah dan sahabat-
sahabatnya, cerita tentang pentingnya berwudhu, sholat dan cerita tentang
ciptaan-ciptaan Allah” (Guru).
10. Apa alasan Taman Kanak-Kanak Ketilang harus menggunakan metode
mengajar dengan storytelling?
“karena metode bercerita dipandang mampu menghipnotis anak untuk
dapat mengembangkan daya Imajinasinya, meningkatkan daya
91
konsentrasi, meningkatkan perilaku anak dan menumbuhkan minat baca
anak” (Guru).
Kelompok B
1. Apa perbedaan yang diperlihatkan oleh anak sebelum dan sesudah kegiatan
belajar mengajar dengan metode storytelling?
“Perbedaannya, jika sebelum storytelling mereka belum mengetahui
tentang sesuatu hal, maka setelah dilaksanakannya metode Storytelling
mereka mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal tertentu sesuai dengan
tema atau cerita yang disampaikan dalam Storytelling tersebut. Lalu
setelah mengetahuinya mereka mencoba untuk menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari (peningkatan perilaku)” (Guru).
2. Apa pengaruh yang langsung terlihat pada anak dalam kegiatan belajar
mengajar dengan metode storytelling?
“Anak-anak mulai muncul minatnya membaca buku, setiap hari
bergantian mereka meminta untuk dibacakan buku cerita yang dibawanya
dari rumah. Kemudian pengaruh yang paling nampak adalah mereka
saling mengingatkan apabila ada temannya yang berbuat salah atau tidak
baik” (Guru).
3. Bagaimana dampak pada anak didik setelah beberapa kali melaksanakan
kegitan belajar mengajar dengan metode storytelling?
“Meningkatnya perilaku prososial anak, seperti berkata jujur, mau
menolong teman, berbuat baik, mau berbagi, tumbuhnya minat membaca
buku dan bertambahnya pembendaharaan kata anak” (Guru).
92
Lembar Reduksi Data
Tema Pokok Tema Transkip Wawancara Interpretasi
1. Kesesuaian
penerapan prinsip-
prinsip storytelling di
Taman Kanak-Kanak
Ketilang
Penerapan metode storytelling di
sekolah Taman Kanak-kank
Ketilang
a. Awal mula
penerapan metode
storytelling di
sekolah
b. Motivasi
diterapkannya
“Sejak TK Ketilang berdiri,
mengingat TK Ketilang berdiri
sebelum ilmu tekhnologi berkembang
pesat seperti sekarang ini, dimana
anak-anak sudah dapat
mendengarkan cerita melalui media
digital, maka storytelling adalah
metode yang dipandang tepat untuk
menyampaikan pembelajaran kepada
anak” (Guru).
Kegiatan storytelling sudah
dilaksanakan sejak awal
berdirinya sekolah Taman
Kanak-Kanak Ketilang
UIN Jakarta, dengan
motivasi yang diharapkan
dapat tercapai melalui
program rutin mendongeng
bagi anak usia dini.
Informasi yang
disampaikan oleh guru
pendidik dapat diterima
dengan baik oleh anak
melalui kegiatan
mendongeng.
Salah satu keunggulan pada
kegiatan mendongeng
“Meningkatkan kecerdasan verbal
anak, merangsang minat baca anak,
meningkatkan perilaku prososial anak,
melatih daya tangkap dan konsentrasi
anak dan mengembangkan daya
imajinasi anak” (Guru).
“karena metode bercerita dipandang
mampu menghipnotis anak untuk dapat
93
metode storytelling
di sekolah
mengembangkan daya Imajinasinya,
meningkatkan daya konsentrasi,
meningkatkan perilaku anak dan
menumbuhkan minat baca anak”
(Guru).
disekolah ini, yaitu pada
jenis dongeng pendidikan
yang menanamkan nilai
agama dan sikap hormat
pada orangtua. c. Guru pendidik dalam
melaksanakan
penerapan kegiatan
belajar mengajar
dengan storytelling
di sekolah
“Kesulitannya terkadang dalam
pemilihan dan penggunaan media
apabila kurang menarik atau tidak
tepat maka anak-anak kurang aktif
mengikuti pembelajaran” (Guru).
“Ya, dengan mengikuti workshop
mendongeng, bercerita dengan alat
peraga dan lai-lain” (Guru).
“ya pernah dalam event-event tertentu,
namun sekolah juga sering
memberdayakan guru untuk menjadi
narasumber atau pendongeng dalam
94
acara-acara tertentu” (Guru).
“Storytelling adalah salah satu metode
mengajar yang harus dikuasai guru,
maka alangkah lebih baik apabila
semua guru menguasainya, meskipun
setiap guru memiliki kelebihan masing-
masing di setiap bidang” (Guru).
d. Penerapan kegiatan
belajar mengajar
agama islam melalui
storytelling
merupakan misi
pendidikan di
sekolah
“Ya pasti, contohnya seperti kisah nabi,
akhlak rasulullah dan sahabat-
sahabatnya, cerita tentang pentingnya
berwudhu, sholat dan cerita tentang
ciptaan-ciptaan Allah” (Guru).
95
2. Efektifitas
storytelling dalam
menigkatkan
proses
pembelajaran di
sekolah
pengaruh dari kegiatan storytelling
pada anak didik di sekolah
“Perbedaannya, jika sebelum
storytelling mereka belum mengetahui
tentang sesuatu hal, maka setelah
dilaksanakannya metode Storytelling
mereka mendapatkan pengetahuan
tentang hal-hal tertentu sesuai dengan
tema atau cerita yang disampaikan
dalam Storytelling tersebut. Lalu
setelah mengetahuinya mereka
mencoba untuk menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari (peningkatan
perilaku)” (Guru).
“Anak-anak mulai muncul minatnya
membaca buku, setiap hari bergantian
mereka meminta untuk dibacakan
buku cerita yang dibawanya dari
rumah. Kemudian pengaruh yang
Storytelling dapat
dianggap efektif karena
menimbulkan pengaruh
yang positif terhadap anak
didik di sekolah. Melalui
kegiatan mendongeng
dapat memberikan
perubahan sikap dan
perilaku anak serta
kebiasaan dalam belajar
yang lebih baik,
contohnya, anak didik
mulai tumbuh minat
bacanya.
96
paling nampak adalah mereka saling
mengingatkan apabila ada temannya
yang berbuat salah atau tidak baik”
(Guru).
“Meningkatnya perilaku prososial anak,
seperti berkata jujur, mau menolong
teman, berbuat baik, mau berbagi,
tumbuhnya minat membaca buku dan
bertambahnya pembendaharaan kata
anak” (Guru).
97
Hasil Observasi
Tanggal Observasi Pengamatan Hasil Observasi
25 Juli 2018
Guru pendidik menerapkan
teknik mendongeng saat
kegiatan storytelling
berlangsung
- Guru pendidik bertanya pada
anak-anak terkait apa yang
akan di munculkan dalam
cerita
- Pendongeng sangat
memperhatikan vokal atau
pengucapan suara dalam
bercerita
- Pendongeng terlihat sangat
menghayati cerita yang
sedang disampaikan
- Ekspresi yang diciptakan
oleh pendongeng sesuai
dengan tokoh dalam cerita
yang disampaikan
- Pendongeng menyesuaikan
gerak dan penampilan dalam
cerita yang disampaikan
- Pendongeng terlihat
komunikatif atau seorang
pendongeng memahami
teknik mendongeng yang
baik.
30 Juli 2018
Anak didik mengikuti
kegiatan belajar mengajar
dikelas
- Kegiatan belajar mengajar di
Taman Kanak-Kanak
Ketilang berjalan lancar dan
terstruktur
- Ada sesi dimana guru
menyampaikan informasi
pada anak dengan
storytelling secara rutin
- Anak-anak terlihat antusias
dan mendengarkan
informasi yang di sampaikan
oleh guru
08 Agustus
2018
Kegiatan belajar mengajar
melalui storytelling dikelas
di dampingi oleh guru
pendidik
- Anak didik mendengarkan
guru saat menyampaikan
informasi dengan storytelling
- Storytelling dilaksanakan di
kelas B.3 Taman Kanak-
98
Kanak Ketilang
- Anak-anak sangat antusias
dan ada beberapa anak yang
bertanya dan menanggapi
cerita yang di sampaikan
10 Setember
2018
Guru menyampaikan kisah
nabi dan rasul melalui
storytelling saat ada
kegiatan diluar sekolah
- Pendongeng menyampaikan
kisah nabi dan rasul dengan
menggunakan alat peraga
- Pendongeng juga berperan
sesuai tokoh yang ada dalam
cerita
- Kegiatan storytelling
dilaksanakan di Masjid
Fatullah
- Pendongeng menyisipkan
pesan tentang nilai-nilai
agama
- Guru pendidik Taman
Kanak-Kanak Ketilang
mampu menyampaikan
storytelling dengan baik
Anak didik tampak
antusias dalam rangka
memperingati hari besar
islam ketika mendengarkan
cerita yang disampaikan
guru pendidik
- Anak-anak sangat antusias
dan bersemangat ketika
mendengarkan storytelling
- Anak-anak terlihat berani
menirukan intruksi dari
pendongeng dan terlihat
senang mendengarkan cerita
yang di sampaikan
- Storytelling disampaikan
oleh guru pendidik sekolah
Taman Kanak-Kanak
Ketilang
Anak-anak melaksanakan
pesan yang didapat dari
kegiatan storytelling
- Terlihat perubahan perilaku
pada anak setelah
mendengerkan storytelling
secara rutin
- Anak-anak selalu berbagi
dan saling peduli satu sama
99
lain
- Anak-anak ikut berdonasi
untuk korban gempa di
lombok
- Meskipun masih usia dini
anak dapat menerima pesan
dari informasi yang
disampaikan melalui
storytelling dan menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari
100
Persuratan
101
102
103
Foto kegiatan Storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang
104
105
106
BIODATA PENULIS
Wila Afriyelni. Lahir di Sirukam, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat 17 April 1995, Putri kedua dari dua
bersaudara pasangan Ayahanda Darnius dan Ibunda
Nurdiana. Bertempat tinggal di Jl. WR Supratman
Komplek Cempaka Hijau Blok A12, Ciputat Timur.
Menyelesaikan pendindikan dasar di SDN 06 Payung
Sekaky (tahun 2001), Kemudian melanjutkan Sekolah
Menengah Pertama di SMPN 01 Payung Sekaky (tahun
2008), dan Sekolah Menengah Atas SMAN 01 Payung Sekaky (tahun 2011).
Kemudian melanjutkan Pendidikan pada Program Studi (S1) Ilmu Perpustakaan,
Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (2014). Pada saat kuliah penulis pernah menjadi Divisi Litbang anggota
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan, Divisi Keputrian Lembaga
Dakwah Kampus, Divisi Ekonomi Kreatif Etos Syahid, Divisi Bundo Kanduang
dan Kewirausahaan Komunitas Mahasiswa Minang. Penulis menyelesaikan
program S1 Ilmu Perpustakaan dengan menulis skripsi berjudul “Evaluasi
Pelaksanaan Kegiatan Storytelling di Taman Kanak-Kanak Ketilang UIN Jakarta”.
Penulis pernah menjalani magang di Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta selama satu bulan pada tahun 2016, Relawan di Taman Baca
Desa Produktif tahun 2016, Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perpustakaan
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) pada tahun 2017,
dan penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Leuwibatu selama
satu bulan pada tahun 2017.