EV-PAKAN
Click here to load reader
-
Upload
anang-sutirtoadi -
Category
Documents
-
view
2.821 -
download
4
Transcript of EV-PAKAN
EVALUASI PAKAN BAGI TERNAK MONOGASTRIK
I. Pendahuluan
Untuk dapat melakukan aktivitas pokok dan produksi, ternak memerlukan
pakan. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan sebagai pakan terdapat bermacam-
macam, bersumber dari nabati ataupun hewani. Bagaimana cara pemberian dan
berapa jumlah yang diberikan tergantung antara lain pada :
Species
Umur
Status fisiologi
Tujuan dan tingkat produksi
Kondisi lingkungan
Faktor utama yang menjadi pertimbangan pada pemberian pakan adalah
species atau jenis ternak. Setiap species mempunyai karakteristik pada anatomi
dan fisiologi, terutama fisiologi pencernaan. Dengan pemahaman terhadap
fisiologi pencernaan akan terdapat kesesuaian antara pakan yang dapat diberikan
dan pemenuhan zat nutrisi yang dibutuhkan ternak. Untuk ternak monogastrik,
tentunya akan dibutuhkan pakan dimana jenis dan komposisinya yang sesuai
dengan anatomi dan fisiologi pencernaan yang dimiliki.
Seperti ternak pada umumnya, pada ternak monogastrik akan
membutuhkan bahan pakan yang memiliki komposisi zat nutrisi yang berguna
untuk menunjang kehidupan dan berproduksi. Sebagai dasar utama bagi ternak
monogastrik, beberapa sifat bahan pakan yang dibutuhkan ternak monogastrik
adalah :
Kandungan Serat Kasar rendah
Merupakan bahan pakan sumber protein yang tinggi
Merupakan bahan pakan sumber energi tinggi
Selain persyaratan di atas, tentunya komposisi tersebut harus dilengkapi dengan
terpenuhinaya sumber mineral dan vitamin yang cukup.
Dengan semakin tingginya tuntutan terhadap peningkatan, stabilitas serta
kontinyuitas dalam berproduksi; maka pada perkembangan teknologi paan tidak
hanya diperlukan ketepatan komposisi bahan baku tetapi diperlukan juga
ketelitian dalam komposisi dan keseimbangan zat nutrisi. Sehingga untuk
menyususn suatu komposisi pakan yang tepat diperlukan juga pengetahuan dalam
mengevaluasisuatu bahan pakan, tidak hanya dalam hal kondisi fisik tetapi juga
kodisi zat nutrisi yang terkandung. Dengan evaluasi yang tepat terhadap bahan
pakan maka akan dapat tercapai tujuan untuk membuat pakan/ransum yang sesuai
dengan kebutuhan ternak dan memberikan keuntungan yang maksimal melalui
konversi pakan yang serendah-rendahnya.
Sebelum masuk pada tahapan evaluasi, perlu diketahui terlebih dahulu
pembagian/fraksi pakan dan bahan pakan, dengan tujuan untuk memberikan dasar
pemahaman dalam melakukan kegiatan evaluasi.
Fraksi Pakan
Sesuai dengan komposisi kimia tubuh ternak, maka suatu bahan yang akan
digunakan sebagai bahan pakan memiliki salah satu atau seluruh fraksi seperti
dibawah ini.
2
ProteinAir Lemak
Pakan Organik KarbohidratVitamin
Bahan Kering
An-Organik - Mineral
Air : - sebagian tersedia dalam bahan pakan (air metabolis)
- diberikan terpisah sebagai air minum
- harus bebas dari pengaruh garam
Karbohidrat : - dibutuhkan untuk energi, panas tubuh, sintesis lemak
Lemak : - untuk meningkatkan ketersediaan energi dalam tubuh
Protein : - untuk sintesis jaringan tubuh, pertumbuhan dan perbaikan
jaringan rusak.
- produksi daging, telur, susu
Mineral : - untuk perkembangan jaringan tulang
- untuk maintenance
- sangat penting untuk fisiologis tubuh
Vitamin : - dibutuhkan dalam jumlah kecil
- berfungsi sebagai : ko-enzym dan regulator metabolis
Fraksi bahan pakan
Disamping pengetahuan fraksi pakan, diperlukan juga pengetahuantentang fraksi
bahan pakan. Dalam hal ini akan dapat mempermudah dalam menentukan jneis
3
bahan yang dapat digunakan dalam menyusun pakan, khsusunya untuk jenis
ternak monogastrik.
Bahan Pakan (sebagai contoh) :
1. Roughage/hijauan : a. Kering : jerami padi, jerami jagung, hay.
b. Segar : rumput, legume
2. Concentrate : a. Asal hewani : tepung ikan, tepung tulang dan daging,
tepung bulu, tepung tulang
b. Asal nabati : biji-bijian (jagung, kedele)
bungkil-bungkilan (bungkil : kedele,
kelapa, kacang tanah, biji kapuk)
c. By-product : dedak padi, pollard.
3. Additive : a. Nutrient : vitamin, mineral
b. Non nutrient : antibiotika, hormon, enzim
II. Tahap-tahap Evaluasi Pakan
Dengan diketahuinya fraksi bahan pakan, maka pada ternak monogastrik
dapat dilakukan langkah-langkah dalam mengevaluasi bahan pakan yang sesuai.
Beberapa aspek yang dilakukan dalam mengevaluasi pakan adalah :
A. Evaluasi terhadap bahan pakan
B. Evaluasi terhadap proses pembuatan pakan/ransum
C. Evaluasi respon ternak terhadap formulasi ransum
D. Validitas hasil evaluasi
4
A. Evaluasi terhadap bahan pakan
a. Sifat dan karakteristik bahan
a.1. Komposisi kimia
Untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan dapat dilakukan beberapa
cara :
- Studi literature : dengan melihat pada tabel yang tersedia seperti : Tabel
NRC, ARC, dll. Bahan baku yang digunakan untuk ternak monogastrik
(terutama pada unggas) sebagain besar sama dengan bahan-bahan impor
(luar negeri), sehingga pemakaian tabel tersebut dapat dimungkinkan.
Dapat juga dengan informasi yang disampaikan penjual, tentunya
merupakan suatu daftar yang dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa
bahan baku asal impor, antara lain : tepung ikan (fish meal), tepung daging
dan tulang (Meat Bone and Meal/MBM), tepung darah (Blood Meal),
tepung bulu (Feather Meal), bungkil kedele (Soybean Meal), dan lain-lain.
- Analisa Kimia : dengan melakukan analisa kimia terutama terhadap pada
kandungan : Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat Kasar (SK),
Energi (GE/Gross Energy). Untuk melengkapi hasil analisa, akan lebih
baik bila dilakukan juga analisa juga terhadap kandungan asam-asam
amino dengan menggunakan Amino Acids Analyzer.
Tujuan dilakukan analisa kimia adalah :
o Mengetahui kandungan zat nutrisi dengan lebih tepat setelah
mengalami prosesing, penyimpanan, dan transportasi sebelum
dilakukan penyusunan ransum.
5
o Mengetahui kemurnian bahan (menghindari pemalsuan).
o Quality and Price Control
o Mengetahui keseimbangan komposisi asam amino, karena dengan
mengetahui komposisi yang lebih tepat pada kandungan asam-
asam amino, maka dalam penyusunan ransum juga akan didapat
keseimbangan asam amino yang sesuai dengan kebutuhan ternak.
Khususnya pada ternak monogastrik, keseimbangan dan
ketersediaan (availability) pada asam-asam amino dan mineral
sangat diperlukan.
Khususnya pada pengadaan bahan pakan asal lokal, karena sifat pengadaan
yang fluktuatif (seasonal) dan sebagian besar menggunakan teknologi
sederhana maka analisa terhadap komposisi kimia menjadi sangat penting dan
frekuensinya diupayakan lebih tinggi.
Satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa pelaksanaan evaluasi pakan dalam hal
analisa kimia hendaknya dapat dilakukan dalam format besar sehingga lebih
efesien. Tentunya harus dilakukan pengambilan sample yang representatif
untuk menghasilkan ketepatan hasil analisa.
a.2. Teknologi produksi bahan baku
Asal bahan baku perlu mendapat perhatian, dalam hal ini dapat membantu dalam
menentukan kelas bahan terkait dengan kandungan zat nutrisi tertentu. Sebagai
contoh adalah :
6
- bungkil kelapa yang dihasilkan dari proses ekstruder (mekanis) akan
mengandung lemak yang lebih tinggi daripada bungkil kelapa dengan
proses solvent.
- dedak padi, bekatul dari proses mesin Huller model tertentu lebih banyak
mengandung sekam, dengan komposisi sekam yang tinggi akan
mengurangi konsentrasi dan ketersediaan protein kasar.
a.3. Toksisitas
Suatu bahan pakan dapat terkontaminasi oleh racun akibat proses yang tidak
benar dalam bahan baku. Proses pengeringan jagung oleh petani lokal, dimana
biasanya dilakukan secara sederhana seringkali menghasilkan jagung yang
tercampur oleh bahan lain atau kadar air yang relatif masih tinggi. Kadar air
yang tidak standar dapat berakibat menurunnya kualitas bahan akibat
kontaminasi Aflatoksin.
a.4. Anti nutrisi
Beberapa bahan baku terutama asal nabati biasanya mengandung zat anti
nutrisi. Penurunan zat anti nutrisi dapat dilakukan dengan prosesing, namun
seringkali proses yang tidak sempurna terjadi dan hal ini akan dapat
menurunkan kualitas pakan/ransum secara keseluruhan.
a.5. Batasan penggunaan
Kondisi-kondisi specifik pada beberapa bahan menuntut perhatian, terutama
dalam kontribusi penggunaan dalam ransum. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian, dapat digunakan beberapa ketentuan terkait dengan batasan
penggunaan dalam pakan.
7
b. Suplai dan ketersediaan
Salah satu persyaratan atau pertimbangan penggunaan bahan baku pakan
adalah kontinyuitas dan stabilitas suplai serta ketersediaannya. Pada
penggunaan bahan impor, kesulitan dalam pengadaan tidak begitu besar. Hal
ini terjadi karena latar belakang sebagian besar bahan tersebut telah ditopang
oleh suatu industri skala besar, sehingga dapat menjamin baik kuantitas
maupun kualitas. Namun untuk pengadaan dalam jumlah besar akan
mengalami hambatan berupa dana dan juga faktor penyimpanan (gudang).
Oleh karena itu, suplai bahan lokal tetap dibutuhkan terutama pada musim-
musim panen dimana akan tersedia dalam jumlah besar dan murah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan suplai dan ketersediaan
bahan adalah :
o Kuantitas : terkait dengan kontinyuitas produksi pakan.
o Kualitas : terkait dengan stabilitas formulasi pakan.
o Musim : faktor ini sangat terkait dengan kuantitas dan kualitas bahan.
c. Harga
Harga suatu bahan baku dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang ada,
seperti :
- suplai, terkait musim dan proses pengadaan
- kualitas bahan, terkait dengan kandungan zat nutrisi
- dll.
Penentuan tinggi atau rendah suatu bahan, selain dalam bentuk nilai persatuan
berat (Harga Absolut) juga dapat ditentukan berdasarkan kandungan zat
8
nutrisi (Harga Relatif). Dengan cara penentuan harga tersebut, dimungkinkan
untuk membandingkan harga bahan dengan lebih tepat.
B. Evaluasi terhadap Proses Pembuatan
B.1. Specifikasi bahan baku
Berdasarkanpemahaman tergadap fraksi bahan pakan ditambah dengan
pengetahuan komposisi zat nutrisi serta sifat-sifat khusus suatu bahan, maka
didapat daftar beberapa bahan baku yang dapat digunakan atau sebagai
alternatif bahan penyusun pakan/ransum untuk ternak monogastrik. Beberapa
bahan (dan specifikasinya) yang dapat digunakans sebagai komponen ransum
ternak monogastrik, antara lain :
a. Jagung
- Bahan ini “diharuskan” untuk digunakan pada ransum unggas komersial
pada umumnya.
- Merupakan biji-bijian sumber energi dengan kadar protein yang rendah
(lisin dan tritophan), rendah serat kasar dan mengandung energi yang
tinggi; juga merupakan sumber Xantophil, provit-A, asam lemak.
- Rendahnya kualitas protein karena adanya “zein” (50% dari seluruh
protein jagung) yang bersifat larut dalam alkohol.
- Penggunaan jagung dalam ransumharus ditambahkan sumber protein atau
asam amino sintetik.
- Kadar lemak yang relatif tinggi menyebabkan tidak tahan disimpan lama.
- Komposisi zat makanannya dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan
penanamannya.
9
b. Dedak Padi
- Merupakan hasil ikutan industri penggilingan padi; di Indonesia terdapat 3
kualitas, yaitu : dedak kasar, dedak halus/lunteh, bekatul.
- Kualitas bervariasi, dipengaruhi banyaknya kulit gabah. Kulit gabah
mengandung serat kasar dengan akadar silika 11 – 19 %, hal ini
merupakan pembatas nutrisi yang menyebabkan dedak padi tidak dapat
digunakan berlebihan.
- Kadar protein lebih tinggi daripada jagung, kualitas proteinnyapun lebih
baik.
- Penggunaan yang terlalu tinggi akan melembekkan lemak karkas.
- Mempunyai masalah terhadap penyimpanan.
- Dapat menggantikan sebagian perang jagung.
c. Bungkil Kedele
- Merupakan bahan baku dengan kandungan protein yang tinggi (43–51 %).
- Mempunyai pembatas nutrisi berupa rendahnya kandungan lisin dan
metionin.
- Bahan ini lebih banyak digunakan pada ternak unggas dan babi.
- Merupakan bahan favorit pada formulasi ransum; pada ternak babi dapat
mencapai penggunaan 93 % dan pada ternak ayam maksimal 45 %.
d. Bungkil Kelapa
- Merupakan bahan yang berasal dari hasil ikutan ekstraksi minyak daging
kelapa kering (kopra).
- Dari segi nutrisi tidak memuaskan, tetapi merupakan bahan alternatif yang
penting untuk menutup kekurangan kebutuhan protein pakan.
- Kekurangan lisin dan metionin (nutrisi pembatas) dapat ditutupi dengan
penggunaan tepung ikan atau asam amino sintetik.
- Pada ternak babi, penggunaannya tidak boleh lebih dari 20 %.
10
e. Bungkil Kacang Tanah
- Merupakan hasil ikutan pabrik minyak kacang tanah.
- Kadar protein antara 45 – 55 % (tergantung proses).
- Komposisi asam amino terutama lisin sangat rendah.
- Media yang baik untuk jamur penghasil Aflatoksin.
- Penggunaan pada unggas mencapai 25 %.
- Pada babi perlu dibatasi pengunaan, karena bai bersifat rentan terhadap
Aflatoksin.
f. Bungkil Biji Kapuk
- Memupnayi kandungan protein cukup tinggi dengan sifat yang lebih baik
dari pada bungkil biji kapas, kandungan protein mencapai 28 %.
- Tidak mengandung gossipol.
- Pemakaian tidak boleh melebihi 2 %.
g. Ubi kayu (Cassava)
- Dapat digunakan sebagai sumber energi untuk ternak unggas dan babi.
- Diberikan dalam bentuk olahan, melalui : pemansan, perebusan dan
penjemuran.
h. Limbah Industri Makanan
- Merupakan hasil sampingan industri pengolahan makanan manusia.
- Dapat juga merupakan stock afkir dari produk makanan/roti tertentu.
- Penggunaannya hanya sebagai pendukung (maksimal 15 %).
i. Tepung Ikan
- Merupakan bahan utama untu keseimbangan asam amino.
- Kandungan protein antara 60 – 70 % (impor) dan 45 – 55 % (lokal),
tergantung pada : materi ikan, proses pengolahan, dan penyimpanan.
- Umumnya digunakan antara 4- 8 % dari total ransum.
- Dapat mendukung bahan baku asal nabati.
11
- Disarankan untuk dikurangi bahkan ditiadakan penggunaannya beberapa
hari sebelum dipotong.
j. Tepung Daging
- Merupakan produk kering jaringan mamalia (non bulu, kuku, viseral,dan
kulit).
- Kandungan protein cukup tinggi antara 50 – 60 %.
- Kombinasi jagung dan tepung daging dengan proporsi yang cukup tinggi
dalam ransum akan berbahaya bagi monogastrik.
k. Tepung Darah
- Merupakan hasil ikutan dari rumah potong hewan.
- Kadar protein 80 – 85 %.
- Ketersediaan protein dan asam amino rendah.
- Penggunaan pada unggas 4 – 5%; babi 2 – 3 % dari total ransum.
- Berfungsi sebagai suplemen protein dan asam amino.
l. Limbah Unit Penetasan
- Merupakan bahan pendukung untuk pendukung protein, vitamin, dan
mineral.
- Dapat mengurangi peggunaan tepung ikan.
m. Tepung Tulang
- Merupakan sumber Ca (24 – 30 %) dan P (12 – 15 %).
- Harus merupakan tepung tulang olahan yang bebas bakteri.
n. Bahan-bahan Addtive
- Dalam bentuk : vitamin, mineral, antibiotika, asam amino sintetik.
- Sebagai bahan imbuhan untuk melengkapi komponen yang belum
seimbang, mencegah ketengikan, mencegah kontaminasi mikroorganisme.
12
B.2. Proses pencampuran (Mixing) pakan
Dengan pengetahuan yang baik terhadap bahan, maka dapat disusun suatu
formula ransum (dengan metode tertentu baik manual atau program
komputer). Formulasi yang baik dan tepat (efesien dan efektif) akan terwujud
bila dilakukan langkah-langkah yang tepat dalam pencampurannya.
a. Syarat penggunaan bahan baku terpilih untuk ternak monogastrik :
- Segar, tidak tengik.
- Kandungan serat kasar rendah.
- Tidak tercampur tanah atau material lain selain bahan pakan.
- Penggunaan feed additive (Vit-mix, premix, trace mineral-mix) yang
belum kadaluarsa.
- Diupayakan sesederhana mungkin (tidak terlalu banyak jumlah bahan
yang digunakan, untuk mempermudah mendapatkan formulasi yang
tepat.
b. Pencampuran komponen-konponen yang digunakan harus dilakukan
secara benar dan hati-hati, khususnya untuk ayam, oleh karena itu setiap
penggunaan bahan dalam jumlah yang sangat sedikit per ton (additive)
harus tersebar merata pada semua bahan.
c. Proses mixing dengan menggunakan metode pencampuran (Dilution
Method) yang benar.
d. Pencampuran komponen bahan sekaligus sebagai pencampuran harga
bahan baku. Sehingga selain ketepatan komposisi nutrisi yang sesuai
13
dengan kebutuhan ternak, harus diimbangi pula dengan harga
pakan/ransum terformulasi yang serendah-rendahnya.
C. Evaluasi Respon Ternak pada Pakan/Ransum
Langkah yang tepat dalam mengontrol kualitas pakan adalah dengan
mengetahui pengaruh pakan terhadap performans ternak. Pakan diharapkan
tidak menyebabkan/menunjukkan gejala abnormalitas. Efesiensi penggunaan
pakan pada ternak adalah dengan ditunjukkannya pertumbuhan yang cepat
dan efesien (ekonomis).
Beberapa cara penilaian bahan pakan (khususnya protein) pada ternak
monogastrik, antara lain :
a. Kontrol pencapaian level bobot badan; melalui test farm atau parameter
produksi lain yang sesuai dengan jenis ternak.
b. Pengukuran komposisi kimia ransum (analisa kimia) : Proximate
Analysis, Amino Acids Analyzer).
c. Pengukuran kecernaan ransum
d. PER (Protein Efesiensi Ratio)
Gain in body weight (g) PER =
Protein Consumed (g)
e. BV (Biological Value)
N intake – {(Faecal N - MFN) + (Urinary N – MFN)}BV =
N intake – (Faecal N – MFN)
14
f. Khusus asam amino, selain data komposisi kimia diperlukan juga suatu
pengujian dengan penentuan pertambahan bobot badan, konversipakan,
atau retensi Nitrogen. Dengan pengujian biologis akan didapatkan
ketersediaan asam amino (amino acids availibility) yang tepat sehingga
pada langkah penyusunan ransum dapat dilakukan perbaikan.
% Amoni Acid Availibility
Total AA Consumed – (Total AA protein Feces – Total AA Non protein Feces)=
Total AA Consumed
D. Validitas Hasil Evaluasi
Evaluasi bahan pakan merupakan suatu kegiatan yang penting terutama
terhadap keberhasilan usaha peternakan. Oleh karena itu prosedur yang
dilakukan dalam mengevaluasi juga harus mempunyai VALIDITAS yang
tinggi dalam hal :
a. Peralatan
- peralatan sampling bahan baku
- peralatan analisa kimia
- peralatan mixing
b. Metode
- Metode sampling bahan (Format besar)
- Metode analisa kimia
- Metode formulasi ransum
15
- Metode percobaan dalam mengevaluasi dalam suatu penelitian yang
melibatkan ternak.
- Metode mixing
c. Khusus untuk protein bahan, harus diperhatikan nilai kecernaan
(digestibility) dan ketersediaan (avalibility) protein serta asam aminonya.
Keseimbangan asam amino bahan dalam ransum akan mempunayi efek
positif baik dalam produkstivitas ternak serta keuntungan.
16
Daftar Pustaka
Apeldoorn, A.H.van., 1988, Chicken Farming, Agricultural Education Departement, Minsistry of Agriculture and Fisheries, The hagur, Netherlands.
Bragg, D.B., Ivy, C.A. and Stephenson, E.L., 1969, Method for determining Amino acid availibility of Feds, Poultry Scince, Vol. 48.
Goles, R.M. and Morris, T.R., 1985, Evaluation of a diet Dilution Method for Measuring the response of broiler chickens to increasing concentration organisasi Lysine, British Poultry Science Ltd.
Johnson, R.J., 1992, Principles, Problem and Aplication of amino acid Digestibility industri Poultry, World Poultry Sciences Journal, vol. 48, November 1992.
Kartadisastra, H.R., 1994, Pengelolaan Pakan Ayam, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Mc. Donald, P., Edwards, R.A., Grrenhalgh, J.F.D., 1988, Animal Nutrition, 4th
Ed., Longman Group, New York.
Oluyemi, J.A., and Roberts, F.A., 1981, Poultry Production in Warm Wet Climates, he Macmillan Press Ltd.
Parakkasi, A., 1980, Ilmu Gizi dan Makanan ternak Monogastrik, penerbit Angkasa, Bandung.
Prawirokusumo, S., 1993, Ilmu Gizi Komparatif, BPFE, Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1989, Bahan Makanan Unggas di Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
17