Etos Kerja
-
Upload
adeiraputra -
Category
Documents
-
view
51 -
download
10
Transcript of Etos Kerja
BAB X
ISLAM DAN EKONOMI
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami
ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan) ‘janganlah kamu merasa takut dan jangan
merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh)
surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. QS. Fush-shilat
(41):301
A. DEFINISI EKONOMI ISLAM
Dalam istilah “Ekonomi Islam” ditemukan dua asal kata yang berbeda
yaitu ekonomi dari Bahasa Yunani Kuno dan dikemukakan pertama kali oleh
Xenophon (440 – 355 SM). Kata ini terdiri dari “oikos” artinya rumah tangga
dan “nomos” artinya aturan dan norma.1 Dan kata "Islam" dari bahasa Arab,
yang berarti: "damai {silmun, lihat QS (8): 61}, sepenuh hati / kebulatan hati
{taslimun, lihat QS (4):65}, patuh {aslamun, lihat QS (2):131}, jenjang /
tangga {sullamun, QS (6): 35},dan
keselamatan/kesuksesan/kesejahteraan /ucapan selamat {salamun,
QS(20):47,QS(7): 46, QS(36):58, QS(10):10}"2
Dengan demikian, dapat mengambil dua
pendekatan definisi ekonomi Islam, yaitu definisi dalam pendekatan
2
etimologi (etimology approach) dan pendekatan istilah (terminology
approach).
Definisi Ekonomi Islam secara etimology approach:
Ekonomi Islam ialah aturan rumah tangga yang menciptakan kedamaian,
kelapangan hati, kepatuhan pada Tuhan, kemulyaan martabat dan
menuju kesejahteraan jangka pendek (dunia) dan jangka panjang
(akhirat).
Ekonomi Islam secara terminology approach:
Ekonomi Islam ialah tata aturan rumah tangga untuk penyelenggaraan
konsumsi, produksi, distribusi dan sirkulasi yang memakai pola ajaran
Islam, agar tercapai keseimbangan (equilibrium) dan hubungan sinergis
antara berbagai kepentingan kehidupan.
B. KEGIATAN EKONOMI SEBAGAI BAGIAN DARI TUGAS
KEKHALIFAHAN
Kegiatan ekonomi memerankan peranan yang sangat penting untuk
penyelenggaraan kehidupan, khususnya kehidupan umat manusia. Di sinilah
Allah SWT menjalankan fungsi “Rabbaniyah-Nya” atau perawatan alam
demi kehidupan yang terus berjalan melalui kebijakanNya yang tertuang
dalam sunnatullah. Artinya setiap manusia sepantasnya menyadari bahwa
alam semesta ini merupakan sumberdaya ekonomi (economical resources)
sebagai pemberian dari Tuhan Semesta Alam, dan karenanya menyadari
pula akan kebersamaan dalam pengalokasian fungsi ekonomi, tanpa ada :
persengketaan, ketimpangan, dan kesenjangan dalam pendistri-busian hak-
hak ekonomi. Betapa pentingnya akan hal ini – maka perlu diakui bahwa
“Kebijakan Illahi” wajib direspon baik oleh manusia, mengingat segala aturan
ekonomi menurut pemikiran manusia lebih cenderung kepada egosentris
(ananiyah) yang berlebihan. Yakni bila tanpa atribut pelaksanaan “aturan-
aturan ekonomi Illahiyah” oleh manusia – maka khalayak manusia dalam
interaksi ekonomi tidak mendapat perwasitan & kewasitan sehingga
ketidakadilan ekonomi terjadi di mana-mana. Dengan demikian aturan-
aturan ekonomi menurut garis kebijakan Allah SWT perlu diterapkan, untuk
mendapat keridla-anNya3. Untuk ketaatan akan aturanNya maka tidak hanya
menghasilkan kesejahteraan materi pemenuh kebutuhan – bahkan
keridlaan-Nya akan dibalas (ajrun) dengan fahla ketaqwaan (tsawab) yaitu
sebaik-baik tempat kembali.
2
Berikut ini merupakan penjelasan secara skematis mengenai perilaku
ekonomi manusia berdasarkan arahan Kebijakan Ekonomi Illahiyah :
A. Mengutus & Mewahyukan
timbal balik
Menjadikan C
MANUSIA Ketaqwaan
Kegiatan Non Ekonomi
1. IBADAH(adz-Dzariat: 57)
B
1 2RUSUL & RASUL SAW Kitabullah Hadits 12
Mematuhi Norma:Perintah, menjalankan: Produksi, efisien,
adil & merata Menjaga kehalalan produkSistem Mu’amalat islami Larangan menjauhi: riba, ihtikar
(menimbun/monopoli/kartel), gharar (spekulasi), talaqqi (memborong sebelum tiba di pasar/menghambat distribusi barang dan najsy (reklame palsu)
3
ALLAH
Mematuhi Norma: Kaifiyat Ibadah Ritual Kaifiyat ibadah Sosial Kaifiyat penegakan hukum
Sumber Tata Aturan, Aqidah, Syariah & Akhlak
1. KHALIFAH(QS Al-Baqarah: 30-33)
(QS Hud: 61)1. KEGIATAN EKONOMI (alokasi, produksi, konsumsi, distribusi
& sirkulasi)
C. LANDASAN AQIDAH, SYARI’AH DAN AKHLAQ UNTUK PERILAKU
EKONOMI
1. Landasan Aqidah
Aqidah sebagai keyakinan yang bermula dari penyaksian pancaindra
tentang gejala natural yang menyimpulkan hakikat wujud “Robbani” atau
aktivitas kehendakNya – lalu hakikat tersebut menetap di hati dan
menjadi pendorong / kontrol untuk penerbitan pikiran, ucapan, serta
perbuatan yang mengikuti / mentaati Kehendak Rabbani. Generalisasi
semacam ini didasarkan pada untaian hadits:”Berpikirlah kamu tentang
makhluk Allah dan jangan kamu berpikir tentang Zat-Nya, niscaya kamu
celaka” 4.
Aqidah berperan untuk perilaku ekonomi di mana aktifitas
Rabbani diyakini oleh seorang mukmin saat ia melakukan proses
kegiatan ekonomi. Misal saja seorang mukmin yang sedang beraktifitas
ekonomi tadi ia merasa harus bekerja secara optimal yakni efektif, efisien
dan sinergis – sebab ia berkeyakinan Allah tidak akan merubah nasib
(tetap bernasib tidak mendapat rizki), melainkan ia sendiri berikhtiar /
kasab / usaha (proaktif untuk mendatangkan rizki)5 lihat QS (13): 11.
Bagi mukmin yang beraktifitas dalam dunia produksi atau perdagangan,
pada saat ada kepakuman pelayanan pelanggan meskipun telah penuh
upaya secara pisik namun terus bersabar dan tetap berdzikir serta
berharap kepada “Ar-Razzaaqu Jalla Jalaaluh” (Asma’ul-
Husna ke-17 : Allah SWT), sehingga keadaan sedemikian tidak
dirasakan sebagai penderitaan, malah melahirkan “taqarub dan
muhasabah” (mendekatkan diri kepada Allah dan mengoreksi
kesalahan diri). Hal ini disinyalir dalam QS (62): 10: “…carilah karunia
(rizki) Allah dan ingatlah (sebutlah) Allah sebanyak-banyaknya supaya
kamu beruntung”6. Adapun pada saat mukmin menerima keuntungan
dalam sela-sela periode keberlangsungan aktifitas ekonomi, maka ia pula
menyampaikan rasa syukurnya kepada “Ar-Razzaqu Jalla Jalaaluh” (Allah
SWT).
4
Perilaku ekonomi seorang mukmin berkaitan dengan keyakinan
terhadap unsur-unsur keimanan lainnya: mengimani peran para Malaikat,
mengimani al-Qur’an dan Hadits, dan Hari Akhirat.
Peran para Malaikat diyakini keterlibatannya karena mereka turun
untuk menolong dan menggembirakan pelaku ekonomi yang senantiasa
meneguhkan diri tentang “tidak ada Tuhan kecuali Allah” 7 dan secara
simultan diartikulasikan “tidak ada pemberi rizki kecuali Allah SWT“ lihat
QS (41): 30, sehingga nuansa kesalehan dalam perilaku ekonomi terkait
ke motiv untuk mendapatkan pertolongan para Malaikat.
Al-Qur’an dan Hadits diyakini kebenarannya dan karenanya
diperankan sebagai “pengarah” (directing) ke visi dan missi ekonomi saat
seorang mukmin beraktifitas ekonomi.
Ingat hari Akhirat sangat berperan penting untuk mengontrol perilaku
ekonomi seorang mukmin manakala ia tergoda mengikuti naluri
hedonisme, kemudian membatasinya karena memikirkan ketercapaian
kesejahteraan ukhrawi. Jadi ia menghindari penyimpangan perilaku
ekonomi sehingga tidak terjadi pemecah-belahan keuntungan. Yakni agar
dua keuntungan diperoleh secara utuh; tidak menghilangkan keuntungan
surgawi karena berbuat dosa demi mendapatkan keuntungan duniawi
semata.
2. Landasan Syari’ah
a. Hal kepemilikan: “segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi
mutlak milik Allah SWT”, lihat QS (2): 284, QS (3): 189. Karena
semua milik Allah SWT maka manusia bukan penguasa mutlak atas
segala sumberdaya ekonomi di bumi. Manusia hanya menjalankan
amanat pengelolaan atas harta Allah SWT atau disebut
“mustakhlafin”.8 Jadi kekuasaan manusia yang menggenggam
sejumlah uang atau modal tidak boleh berlebihan sebagaimana
paham kapitalisme, dimana perolehan penghasilan menurut ukuran
uang. Dan gagasan memperbanyak jumlah uang dengan cara
membungakan pinjaman uang merupakan kebalikan dari gagasan
memperoleh nafkah9.
5
b. Memakmurkan bumi: “manusia asal kejadiannya dari bumi maka
Allah menghendaki manusia pula yang menjadi pemakmur
bumi”, lihat QS (11): 61. Atas dasar statemen ini maka sesatlah
pemikiran bahwa uang merupakan faktor produksi yang utama
sebagaimana paham kapitalisme. Tidak, faktor produksi yang utama
adalah “human resources” (sumberdaya manusia) beserta
ketauhidan bahwa Allah sumber berkah, keutungan atau kerugian.
c. Potensi geografis dan pengalokasiannya:
“Tuhan kami ialah Yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk”.
QS (20): 50. “Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung
yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuninya)....”QS (41): 10
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah menyediakan potensi-
potensi ekonomi yang terkandung dalam sumberdaya alam, yang
pada gilirannya manusia harus menentukan pilihan-pilihan optimal
dalam pengalokasian sebagai sumber produktif.
d. Pemanfaatan Sumberdaya Manusia: “…setiap orang bekerja
menurut tabiat / keahlian ecara demografis terhadap alam
sekitarnya….” Lihat QS (17): 84. Jadi pada dasarnya keahlian SDM
secara alamiah dibentuk oleh keadaan geografi. Sehingga pada
setiap tata letak bumi yang memiliki potensi alamnya tersendiri
berjodohan dengan tangan terampil manusia setempat yang penuh
kreasi dalam merespon alamnya.
e. Kehalalan barang kebutuhan:
1) Halal dzat, fiman Allah SWT: “Hai sekalian manusia makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi….”,QS (2):
168, 172-173 & QS(5): 90-91. Jadi konsumsi atau output produksi
harus dijamin kehalalannya dan kewalitas kebaikan, multimanfaat
serta daya tahannya.
2) Halal cara memperoleh atau tidak dengan cara batil dalam
mengupayakan / memproduksi / menjual-belikan. Firman
6
Allah SWT:“…janganlah makan harta sesamamu dengan cara
batil kecuali cara jual-beli yang saling rela…” QS (4): 29, dan
cara batil karena menyuap hakim…” QS (2): 188
f. Kebutuhan nafkah:“…janganlah kamu berlebih- lebihan….” Lihat
QS (7): 31. Kriteria nafkah merupakan ukuran optimal (efektif dan
hemat) bagi pemakaian konsumsi, dan menjadi penentu jumlah
barang yang ingin dibuat untuk persediaan sehubungan besarnya
kebutuhan permintaan pasar. Karena Islam pun melarang terjadinya
kekurangan di suatu waktu – serta terjadi pemborosan atau tindakan
mubadzir pada saat ini, lihat QS (17): 27.
g. Memperbaiki Tarap Hidup dan perekonomian: “ …janganlah
kamu lemparkan dirimu oleh kamu sendiri ke lembah
kebinasaan, perbaikilah sesungguhnya Allah mencintai orang
yang memperbaiki”. QS(2): 195
h. Urgensi data dan pencatatan transaksi (akunting), QS (2) : 282.
Sehubungan pelaksanaan klaim penagihan utang atau kewajiban
agar tidak bermasalah dengan ketiadaan data besar/kecilnya hak
klaim.
j. Beberapa larangan penting untuk menyelamatkan perekonomiam :
1) Gharar, adalah kegiatan bisnis yang bersifat "untung-untungan"
(spekulasi), Rasulullah SAW melarangnya (Hadits Riwayat
Muslim)10. Misalnya, menjual-belikan buah yang masih ada di
pohon (belum diketahui kuantitas dan kualitasnya).
2) Ihtikar, adalah menimbun/ menyembunyikan barang yang sedang
dibutuhkan mendesak karena penimbun (penjual) ingin menaikkan
harga hingga diperoleh keuntungan berlipat-lipat ganda.
Rasulullah SAW melarang ihtikar, H.R. Muslim11
3) Talqqi, ialah memborong / mendominasi pembelian barang yang
seharusnya langsung dijual di pasar karena konsumen banyak
menunggu kedatangannya di pasar. Rasulullah SAW melarang
talaqqi (HR. Bukhari / Muttafaq alaih: Mutawatir) 12
4) Najasy, adalah adalah iklan palsu atau pura-pura sebagai
pembeli agar terkesan di depan barang dagangannya banyak
7
pembeli, sehingga mengundang pembeli yang sesungguhnya.
Rasulullah SAW melarang najasy, (H.R .Muttafaq alaih) 13
5) Riba adalah tambahan atau memberi lebihan terhadap barang /
uang pinjaman atau tukaran. Q.S. al-Baqarah(2): 275
Islam menghendaki keuntungan dibagi secara adil di antara
pemilik dana (investor) dan pengelola dana (pengusaha). Sebab
peluang ekonomi itu milik orang yang mempunyai modal (dana)
dan orang yang mempunyai keahlian usaha (entrepreneurship).
Sedangkan “riba” dalam praktek pembungaan uang pinjaman,
hanya memberi keuntungan sepihak yaitu keuntungan bagi
kreditor semata. Jadi peluang ekonomi hanya milik “tuan uang”.
Adapun pemilik keahlian seringkali dikalahkan keuntungannya
dengan kewajiban membayar bunga..Terdapat 4 (empat) jenis
Riba:
(1) Riba Nasiah ialah perjanjian pinjaman uang dengan
pelunasan plus bunga tertentu, dan jika jatuh tempo tidak
mampu melunasi debitur dikenakan denda 100% dari nilai
pokok pinjaman oleh kreditur.
(2) Riba Qardhi ialah perjanjian pinjaman uang dengan
pelunasan plus bunga tertentu, dan bila diperpanjang pokok
& bunga yang lalu dikenakan bunga akumulatif.
(3) Riba Fadli ialah pemberian tambahan terhadap barang
tukaran dalam transaksi tukar-menukar barang sejenis.
(4) Riba Yadi ialah nilai tambah yang diraih salah satu pihak
penukar dengan cara menyembunyikan kekurangan (atau
kecacatan) barang yang ditukarkan ke pihak lain.
3. Landasan Akhlaq
Akhlaq: “ menyembah Allah laksana ia melihatNya namun bila tidak
merasa melihatNya maka Ia (Allah) melihat hambaNya…”(HR.
Muslim)14. Pengamalan Islam tarap tinggi manakala sudah pada tataran
implementasi akhlaq. Sebab norma-norma dalam akhlaq perlu sinergi
dengan karakter jiwa (nafs) yang “muraqabah” (monitoring Allah hadir
diperasaannya ). Tak ubahnya dalam shalat dimana terjadi respon
interaktif antara hamba dengan Tuhannya; demikian halnya dalam
perilaku ekonomi sang hamba menyertakan Allah dalam pikiran dan
8
persaan yang mempengaruhi dalam tindakan ekonomi. Jadi akhlaq
tercela dapat dicegahnya. Misal sikap penghianatan dan hasud selalu
ditawarkan oleh nafsu sebagai cara untuk memenangkan persaingan
ekonomi, namun akh akhlaq tercela itu tidak dilakukannya. Akhlaqul
Mahmudah senantiasa diperjuangkan untuk tetap membiasa. Misal,
senantiasa shalat duha dan berdo’a untuk keberhasilan ekonomi,
memikat pelanggan dengan kelembutan budi bahasan, jujur dan adil.
D. KONSEP INTERAKSI EKONOMI MENURUT PEMAHAMAN ISLAM
1. Interaksi akad-akad Mu’amalat, sebagaimana diaplikasikan Bank
Syari’ah:
a) Jual-beli (bay’i) dengan konsep umum dalam skema:
b. Pesananan (salam):
PEMBELI BANK
5 BAYAR
3 PENGIRIMAN 2 PEMESANAN
PESANAN SUPPLIER & BAYAR (DP)
4 KIRIM DOKUMEN
Salam ini lazimnya berguna pada saat langka terasedianya barang
sedangkan permintaan (demand) lebih banyak.
1. NEGOSIASI PERSYARATAN
2. AKAD JUAL-BELI
BANK NASABAH
5. BAYAR
SUPPLIER
3 Beli 4. Kirim barang & dokumen
Jika lunas sekaligus dalam tempo yang disepakati dinamakan “Murabbahah”;Jika dicicil dalam harga dan tempo yang dimufakati, dinamakan “BBA” (Ba’i Bitsamanil Aji)
9
c) Kemitraan dana dan usaha (mudlarabah);
PERJANJIAN BAGI HASIL
MUDLARIB B A N K
KEAHLIAH MODAL 100%
PROYEK USAHA
Nisbah X% Nisbah Y%
PEMBAGIAN UNTUNG
MODAL PENGEMBALIAN
d) Penyertaan saham (musyarakah atau syirkah);
NASABAH B A N K
Parsial Parsial
ASSET VALUE PEMBIAYAAN
PROYEK/USAHA
KEUNTUNGAN
BAGI HASIL KEUNTUNGAN
MENURUT KONTRIBUSI MODAL (NISBAH)
e) Pemindahan piutang (hiwalah);
BANK SYARI'AH 4 TAGIH BANK KORESPONDEN
7 BAYAR
2 INVOICE 3 BAYAR 5 TAGIH 6 BAYAR
SUPPLIER 1 PENGIRIMAN BARANG BUYER
10
f) Penjaminan (kafalah);
4 Deposito Mudharabah
& Pengembalian Dana talangan
BANK SYARI'AH NASABAH BPR
1 AKAD PENJAMINAN /PERUSAHAAN
5 Pengembalian 2 go public investasi 3 Investasi Dok. Investasi Bagi-Hasil Bagi-Hasil PUBLIK SUMBER DANA
g) Titipan (wadi’ah);
BANK SYARI'AH NASABAH 1 GIRO
2 PENARIKAN GIR0
h) Gadai (rahn);
PEMBIAYAAN 2 PERMOHONAN PEMBIAYAAN Marhun Bih BANK SYARI'AH 3 AKAD PEMBIAYAAN NASABAH Murtahin 4 HUTANG + MARK UP Rahin 1 TITIPAN/GADAI : PEMBIAYAAN JAMINAN Marhun
i) Sewa-beli (ijarah wa iqtina);
B MILIK
SUPPLIER OBJEK SEWA NASABAH
A MILIK 3 SEWA-BELI
2 BELI OBJEK SWA
11
BANK SYARI'AH 1 BUTUH OBJEK SEWA
2. Interaksi Kewarisan
Sebagaimana ketentuan QS an-Nisa: 7, 11 dan 12
a. Dzawil Furudh: Yang mempunyai bagian-bagian tertentu, misalnya:
½ = untuk suami jika isteri wafat tidak meninggalkan anak
½ = untuk anak perempuan tunggal jika ibu/bapaknya wafat hanya
punya anak satu-satunya yaitu dia.
¼ = untuk suami jika isteri wafat meninggalkan anak
¼ = untuk isteri jika suami wafat tidak meninggalkan anak
1/8 = untuk isteri jika suami wafat meninggalkan anak
2/3 = untuk anak perempuan dua orang/ lebih jika ibu/bapaknya wafat
tidak punya anak laki-laki.
1/3 = untuk ibu jika anak wafat tidak punya anak
1/3 = untuk saudara perempuan kandung/sebapak bila yang wafat
tidak punya anak
1/6 = untuk ibu jika anaknya yang wafat mempunyai anak
1/6 = untuk bapak jika anaknya yang wafat mempunyai anak
b. Ashabah: Yang mempunyai hak sisa, terdiri dari tiga jenis:
Ashabah bin-Nafsi: Hak sisa harta waris hanya dimiliki oleh 1 atau
lebih anak laki-laki atau anak-nya (cucu laki-laki) dari anak laki-
laki yang telah meninggal lebih dahulu; atau hanya dimiliki oleh
ayah pewaris karena pewaris tidak punya anak laki-laki.
Ashabah bil-ghair: Hak sisa yang dimiliki secara berskutu anak
laki-laki dengan anak perempuan, atau cucu-cucu (yang sekutu
laki-laki dan perempuan) dari anak laki-laki yang telah wafat lebih
dahulu, dimana porsi yang laki-laki 2 bagian, dan perempuan 1
bagian; atau ayah pewaris bersekutu dengan saudara laki-laki
kandung manakala pewaris tidak punya anak laki-laki atau cucu
dari anak laki-laki yang wafat lebih dahulu.
Ashabah ma’al-Ghair; Hak sisa yang dimiliki misal hanya anak
perempuan tunggal bersama saudara perempuan kandung /
sebapak.
c. Dzawil Arham: Kerabat pewaris yang dapat menggantikan posisi
dzawil furudh; dan menggantikan posisi ashabah.
12
3. Interaksi Dermawan Kaya dan Dua’afa
a. Zakat dari para Muzakki.
TABEL ZAKAT ( MUI PUSAT)15
1 1
3
4
5
6
7
8
9
1
1
1
1
1
1
13
No JENIS HARTA NISABNYA HAULNYA % ZAKATNYA
1. Emas 93,6 gram setahun 2,5 % 2. Perak 624 gram setahun 2,5 % 3. Hasil Pertanian 750 Kg. Waktu 5 % dengan teknologi Panen 10 % tanpa teknologi 4. Benda Niaga 93,6 gram setahun 2,5 % 5. Mata Uang 93,6 gram setahun 2,5 % 6. Hasil Tambang 93,6 gram setahun 2,5 % 7. Barang Temuan 93,6 gram waktu di- 20 % temukan8. Binatang Ternak :
a. Unta 5 ekor setahun 1 ekor kambing biasa umur 2 tahun / lebihb. Sapi / Kerbau 30 ekor setahun 1 ekor anak sapi/kerbau
umur 2 tahun/lebih c. Kambing 40 ekor setahun 1 ekor kambing betina biasa umur 2 tahun/lebih atau 1 ekor kambing domba betina umur 1 ta- hun / lebih.9. Pendapatan Bersih
Perusahaan 93,6 gram setahun 2,5 %
b. Infaq dan Sedekah. Infaq berasal dari kata "nafaqah" (sarana pemenuh
kebutuhan), pengertiannya adalah sumbangan harta untuk memberi
pertolongan kepada orang-orang yang sedang mendapat musibah seperti
kebanjiran, kebakaran dan lain-lain. Besarnya infaq tidak ada batasan
tertentu karena sifatnya sunnah. Sedangkan sedekah pada dasarnya
sama dengan infaq yaitu tidak ada batasan seberapa besarnya, namun
sedekah diberikan untuk "du'afa" (orang lemah) di samping para mustahik
zakat.
c. Radh Harta Waris. Yang dimaksud rod harta waris di sini dimana orang
yang wafat tidak punya ahli waris baik dzawil furudh maupun dzawil
arham. Dzawil furudh adalah yang punya hubungan dekat dengan
pewaris dan mendapat bagian tertentu. Dzawil arham adalah kerabat jauh
dengan pewaris dan menggantikan dzawil furudh bila mereka tidak ada.
Dengan demikian harta waris tersebut harus diserahkan ke Bait-alMal.
d. Skematis Manajemen BM Konseptual.
a PENDATAAN
MUZAKKI/
DERMAWAN
MUSLIM
b. PENDATAAN
MUSTAHIK
c. COLEKTOR
14
DANA ZAKAT INFAQ SODAQOH ROD HARTA
WARIS
MANAJEMEN VISI & MISSI PERENCANAAN, PENGORGANISASIAN PENGARAHAN PENGAWASAN
MUSTAHIKKONSUMTIF
MUSTAHIKPRODUKTIF
ACCOUNTING
TREASURES
PENYALURDANA /MAL
REGISTRASI& ADMINISTRASI
DAFTAR KUTIPAN
1Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa Tarjamatu
ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, ( Medinah Munawwarah: khadim al-
Haramain asy-Syarifain, Tahun 1411 H ), h. 847
2Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, ( Jakarta: Rajawali
Pers, 1995 ) Cet. I, h.13
3 Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia Op. Cit.. h. 34, 129, 191,
228, 271, 306, 480, dan 712
4Yusuf Qardhawi, Daurul - Qiyam wal - Akhlaq fil – Iqtishadil -
Islami, terjemah, Didin Hafidhuddin, ( Jakarta: Rabbani Press, 1997 ),
Cet. Ke-,1 h.25
5Muhammad Abduh, Syekh, Risalatut-Tauhid, terjemahan: Firdaus
AN, K.H., Jakarta: Bulan Bintang, Cet. VII, 1979, hal: 79
6 Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Op. Cit. Hal: 370
7Ibid, hal: 933
15
LAPANGAN USAHA / BISNIS- PRODUKSI- PERDAGANGAN- JASA, dll.
MANAJEMENINVESTASI
PEMBINAAN:- MENTAL ISLAM- KEWIRAUSAHAAN
PENERIMAAN :- LAPORAN KEBERHA- SILAN / KEGAGALAN USAHA.
- PERNYATAAN KESANG- GUPAN BERZAKAT/IFAQ ATAU SEDEKAH - PENGEMBALIAN SEBA- GIAN (% tertentu) PINJAM AN 'QARDHUL-HASAN'
8Ibid, hal: 777
9Yusuf Qardhawi, Op. Cit., hal: 47
10Muhammad Abdul Manan, Islamic economic: theory and practice,
terjemahan oleh M. Nastangin, ( Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993 ), h: 311
11Ismail alKahlani, Muhammad, Subul al-Salam, Juz III Maktabat
Dahlan, h. 15
12Ibid., h. 25
13Ibid, hal: 21-22
14Barmawie Umary, Materia Akhlaq, Solo: Ramadhani, Cet. Ke-10,
1991, hal: 4
15Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, ( Jakarta: Haji Masagung, 1989 ) Cet ke-3, h. 271
16