etika rahasia kedokteran

20
Emergency Medicine 2 Etika dan Rahasia Kedokteran Daniel Richardo 102008080 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat Email: [email protected] PENDAHULUAN Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.

description

etika kedokteran

Transcript of etika rahasia kedokteran

Emergency Medicine 2

Etika dan Rahasia KedokteranDaniel Richardo102008080Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat

Email: [email protected]

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.

Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.Skenario

Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu, ia masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.

Prinsip Etika Profesi Kedokteran

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie dalam penerapan praktiknya sebagai berikut : 1

a. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.

b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.

d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. 1Prima Facie : dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-absah sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ilat yang sesuai). Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie.2

Autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya). Dalam skenario, dokter menghormati hak pasien yang tidak ingin isterinya tahu tentang penyakitnya. Oleh itu, dokter telah memberi nasihat kepada pasien agar berterus terang kepada isterinya karena khuatir isterinya juga tertular. Sekiranya isterinya tidak datang berobat, penyakit isterinya bisa menjadi kronis. Dokter juga menerangkan bahawa penyakit tersebut tidak sulit untuk diobati.

Beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien). Pada skenario sekiranya si pasien tidak mengajak isterinya berobat, maka tiada gunanya dilakukan perawatan pada pasien karena penyakit pada isterinya bisa tertular kepadanya semula.

Non maleficence(tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien). Dokter menerangkan bahawa penyakit yang dihidapi oleh pasien tidak sulit untuk diobati. Untuk mengelakkan tertular semula penyakit tersebut, pasien dinasihatkan untuk membawa isteri datang berobat dan tidak melakukan hubungan dengan wanita lain.Justice (bersikap adil dan jujur). Semua orang mempunyai hak untuk diobati. Jadi sekiranya pasien tidak mahu memberitahu isterinya atau isterinya enggan datang untuk rawatan maka dokter bisa meresepkan obat dengan dosis untuk dua orang kepada pasien. Ini bisa dilakukan karena dokter curiga isterinya sudah tertular dan khuatir penyakit itu akan memburuk.1,2Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain : 3Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu :

1. Threshold elements.Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).

Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.

Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mentalyang dianggap tidak kompeten adalah apablia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikan rupa, sehingga kemampuan membuat keputusan terganggu.

2. Information elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman).

Pengertian "berdasarkan pemahaman yang adekuat" membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa "baik" informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu

Standar Praktek profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dari kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis (constumary praetiees of a profesional community-Faden and Beauchamp, 1986). Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang ada didalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.

Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut diatas tidak sesuai dengan nilai nilai sosial setempat, misalnya: risiko yang "tidak bermakna (menurut medis) tidak diinformasikankan. padahal mungkin bermakna dan sisi sosial pasien

Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untukpasien tersebut dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya. standar Ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.

Standar pada reasonable person

Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam

Subelemen pemahaman ( understanding) di pengaruhi oleh penyakitnya, irrasonalis dan immatturitas. Banyak ahli yang mengatakan bahwa apabila elemen ini tidak dilakukan maka dokter di anggap telah lalai melaksanakan tugasnya memberi informasi yang adekuat

3. Consent Elements

Elemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya merepresentasi ataupun paksaan Pasien juga harus bebas dari "tekanan'' yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan "dibiarkan" apabila tidak menyetujui tawarannya.

Banyak ahli masih berpendapat bahwa melakukan persuasi yang "tidak berlebihan" masih dapat dibenarkan secara moral.

Consent dapat diberikan :

a. dinyatakan (expressed) dinyatakan secara lisan

dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.

b. tidak dinyatakan (implied)

Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.

Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.

Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal- hal yang telah dinyatakan sebelumnya, tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah

disepakati hanya apabila gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.

Proxy-consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya (baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy-consent adalah suami/isteri, anak, orang tua, saudara kandung, dll.

Proxy-consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. Suatu kasus telah membuka mata orang Indonesia betapa riskannya proxy- consent ini, yaitu ketika seorang kakek-kakek menurut dokter yang telah mengoperasinya hanya berdasarkan persetujuan anaknya, padahal ia tidak pernah dalam keadaan tidak sadar atau tidak kompeten.

Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat tidak absolut, artinya masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh dokter. Hal ini karena dokter akan mengalami konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk mencegah perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan integritas etis profesi dokter.3RAHASIA KEDOKTERAN

Rahasia Kedokteran dianggap sebagai norma dasar yang melindungi hubungan dokter-pasien. Kewajiban ini sesuai dengan Sumpah Dokter Indonesia Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya dan Kode Etik Kedokteran Indonesia Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meniggal dunia.Peraturan Pemerintah No.10 Tahun, Pasal 322 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu4,5.UU Praktik Kedokteran memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):

1. Untuk kepentingan kesehatan pasien

2. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum

3. Permintaan pasien sendiri

4. Berdasarkan ketentuan undang-undang

Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adalah ijin atau persetujuan atau kuasa sari pasien itu sendiri, perintah jabatan (pasal 51 KUHP), daya paksa (pasal 48 KUHP), dan dalam rangka membela diri (pasal 49 KUHP). Selain itu, etika kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk kepentingan konsultasi professional, pendidikan dan penelitian.4,5Pada kasus kali ini, pasien meminta dokter merahasiakan penyakit GO yang dideritanya daripada pengetahuan istri karena takut terjadi pertengkaran. Hal ini akan menjadi kewajiban dokter untuk tidak membuka rahasia tersebut walaupun pada dasarnya istrinya sebaiknya tahu dan ikut diperiksa supaya penatalaksanaan awal dapat dilakukan sekiranya turut terjangkit. Sekiranya dokter membuka rahasia ini tanpa alasan yang memperbolehkan, ia bisa dituntut sesuai pasal 322 KUHP.

Dampak Hukum5,61. Kewajiban menyimpan rahasia

Pasal 1 PP No 10 / 1996

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2 PP No 10 / 1996

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan.

Pasal 3 PP No 10 / 1996

Yang wajib menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :

a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan

b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.5-82. Dampak dari melanggar kerahasiaan kedokteran

Pasal 4 PP No 10 / 1996

Terdapat pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratip berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.

Pasal 5 PP No 10 / 1996

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 6 PP No 10 / 1996

Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan atau badan- badan lain bilamana perlu.

Pasal 322 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang atau yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.5-83. Membuka rahasia kedokteran yang tidak dipidana

Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004

Tentang praktek kedokteran ditetapkan sebagai berikut:

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008

tentang rekam medis sebagai berikut : informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan

c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri

d. Permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan

e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 48 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana

MA 117/K/Kr/1968 2 Juli 1969

Dalam noostoestand harus dilihat adanya :

1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum.

2. Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum.

3. Pertentangan antara dua kewajiban hukum.

Pasal 49 KUHP

(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Pasal 50 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana.

Pasal 51 KUHP

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.5-84. Hubungan pasien dengan wanita selain istrinya

Pasal 284 KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :

1a. Seorang pria telah kawin melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku padanya;

b. seorang wanita telah kawin melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku padanya.

2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa yang turut bersalah telah kawin.

b. seorang wanita tidak kawin yang turut melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut besalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilaman bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tigak bulan diikuti dengan permintaan bercerai atai pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku padal 72, 73, dan 75

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai,

(5) jika bagi suami isteri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.5-8PENUTUP

Kesimpulan

Seorang pasien laki-laki yang datang ke praktek dokter keluarganya mengeluh dua hari terakhir bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri,yang didapatkan nya akibat perselingkuhan dengan wanita lain,pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya,disini dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.

Disini yang harus dijaga oleh seorang dokter adalah untuk tetap menjaga rahasia kedokteran ialah pertama-tama dokter harus menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan penyakit tersebut sebenarnya tidak sulit, tetapi karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya, maka kemungkinan istrinya juga sudah tertular dan harus diobati. Dokter juga menjelaskan adanya kemungkinan-kemungkinan dimana AIDS bisa saja tertular melalui hubungan seksual yang tidak sehat,karena dokter memegang prinsip rahasia kedokteran pasien, maka dokter tidak boleh membocorkan apapun yang dialami pasien kepada siapapun termasuk kepada sang istri.Dokter seharusnya hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha jujur dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan nya,tetapi semua keputusan tetap di tangan pasien tersebut,karena dokter tidak bisa memaksa sesuai hak Autonomy seorang pasien dan sesuai rahasia jabatan kedokteran.Daftar Pustaka:1. Muhammad Mulyohadi Ali, Ieda Poernomo Sigit Sidi dan Huzna Zahir. Komunikasi efektif dokter pasien. 2006. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. h : 1 40.2. Agus Purwadianto. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilemma Etik dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik. dalam Program Non Gelar Blok II : FKUI. Juni 2007.3. Djojosugito A. Kodeetik kedokteran Indonesia dan pedoman kodeetik kedokteran indonesia. Sumatra Utara: FK USU. 2004 .4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T.D, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar. Cetakan kedua, Juli 2007; hal 53-55.5. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. cetakan kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 1994, hal 17.6. Budiyanto arif,Widiatmaka Wibisana,dkk .Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran edisi 2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1994 h 20-36.7. Wetboek B.Kitab undang-undang hukum perdata. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.2007.8. Presiden RI. Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.