ETIKA Pers Dan Penyiaran

36
TUGAS ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Andrik Purwasito, DEA Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Uji Kompetensi III dan IV Disusun oleh: 1. Eka Sulistiana (D0209027) 2. Henridho Kharisma Arif (D0209039) 3. Iksan Jaid Saputra (D0209041) 4. Reza Kurniawan (D0209069)

description

TUGAS ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASIDosen Pengampu : Prof. Dr. H. Andrik Purwasito, DEADiajukan Untuk Memenuhi Tugas Uji Kompetensi III dan IVDisusun oleh:1. Eka Sulistiana (D0209027) 2. Henridho Kharisma Arif (D0209039)3. Iksan Jaid Saputra (D0209041)4. Reza Kurniawan (D0209069)ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA2011

Transcript of ETIKA Pers Dan Penyiaran

Page 1: ETIKA Pers Dan Penyiaran

TUGAS ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Andrik Purwasito, DEA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Uji Kompetensi III dan IV

Disusun oleh:

1. Eka Sulistiana (D0209027)

2. Henridho Kharisma Arif (D0209039)

3. Iksan Jaid Saputra (D0209041)

4. Reza Kurniawan (D0209069)

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: ETIKA Pers Dan Penyiaran

I. Tentang Kode Etik Jurnalistik

1. Mengapa dibutuhkan Undang-Undang tentang Pers?

Pada dasarnya tugas dan fungsi per itu sendiri menurut Muhammad budyatna

(2006;27) adalah mewujudkan keinginan ini melalui media cetak maupun media

elektronik seperti radio, televisi dan internet. Tetapi, tugas dan fungsi pers tidaklah hanya

sekedar itu, melainkanlebih dalam lagi yaitu mengamankan hak-hak warga negara dalm

kehidupan bernegaranya.

Semenjak bergulirnya reformasi, diskursus mengenai kebebasan pers mulai ramai

kembali. Iklim orde baru yang tidak bersahabat dengan pers telah berlalu, insan pers pun

mulai menyambut harapan bahwa mereka dapat menjalankan profesionalismenya sebagai

jurnalis yang bertanggung jawab dan mengedepankan kebenaran.Usaha pemerintah untuk

menjamin kebebasan ini kemudian dituangkan melalui undang-undang pers yang

dikeluarkan pada 1999. UU Nomor 40 Tahun 1999 ditandatangani oleh Menteri

Sekretaris Negara RI, Muladi, dan disahkan Presiden RI pada saat itu, B.J. Habibie.

Menurut ketentuan UU tersebut, pers memiliki fungsi sebagai media informasi,

pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Masih dalam pasal yang sama (pasal 3), pers pun

berfungsi sebagai lembaga ekonomi

Masih dalam UU tersebut, pasal 6 menyatakan bahwa pers harus melaksanakan

peran, di antaranya; pertama, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Peran ini

tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat Indonesia selama 32 tahun di bawah kekuasaan

Orde Baru yang absolut. Segala informasi pada saat itu dipilih-pilih dan disembunyikan.

Informasi yang tampil ke hadapan publik hanyalah informasi yang berkaitan dengan

kegiatan Suharto dan kroninya. Kantung-kantung informasi tertutup bagi publik dan juga

pers. Peran pertama ini tentu menjadi pengobat masyarakat dari kondisi yang serba

terbatas tentang informasi yang ingin mereka ketahui.

Terdapat dua sisi kepentingan dalam bidang media, yaitu : pertama, pertimbangan

kepentingan umum atau kepentingan publik. Atas nama kepentingan umum atau

kepentingan publik. Atas nama kepentingan umum atau kepentingan masyarakat negara

harus mengatur dalam konstitusinya mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu

HAM adalah hak menyatakan pendapat. Salah satu cara menyatakan pendapat di muka

1

Page 3: ETIKA Pers Dan Penyiaran

umum adalah dengan menggunakan media massa. Oleh karena itu, media pada dasarnya

adalah alat bagi masyarakat luas untuk menyatakan pendapat secara bebas.

Dari sisi ini media harus dilindungi dari segala bentuk pengekangan atau

gangguan lainnya, agar rakyat tidak terganggu dalam menyatakan pendapatnya.

Terganggunya keberadaan media akan merupakan gangguan bagi rakyat untuk

menyampaikan pendapat berarti terhambatnya pelaksanaan HAM. Melemahnya

pelaksanaan HAM sama dengan mlemahnya penegakan konstitusi.

Kedua, kepentingan bisnis. Pada sisi lain, telah menjadi kenyataan bahwa

pengelolaan media dilakukan oleh sebuah organisasi yang pada umumnya untuk mencari

laba dalam sistem ekonomi kapitalis. Karena itu kepentingan umumnya pada media bisa

terkontaminasi oleh kepentingan privat perusahaan. Dari sisi ini media harus

dikendalikan agar tidak merugikan rakyat.

Hubungan tiga pihak antara media, kepentingan umum, dan kepentingan privat ini

lah yang menjadi dasarnya atau inti dari hukum media. Hukum media menjaga agar

kepentingan umum dapat terjada dalam media. Namum hukum media juga menyadari

bahwa media harus dapat menghidupi dirinya. 1

Secara teori, pelaksanaan kemerdekaan pers di Indonesia sesungguhnya telah

diatur dalam Undang-undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam praktiknya,

Undang-undang Pers yang mengatur dan memberikan perlindungan terhadap

kemerdekaan pers tersebut ternyata selalu berhadapan dengan pendekatan-pendekatan

lain dari sisi hukum, termasuk adanya beragam penafsiran.

Dari materi yang dikandungnya dan apa yang telah dijelaskan di atas, UU Pers

No. 40 Tahun 1999 sebenarnya telah menjamin kebebasan pers sebagai hak asasi warga

negara dan wujud kedaulatan rakyat. Undang-Undang ini juga dengan tegas menolak

sejumlah ancaman eksternal terhadap kebebasan pers, khususnya: (1) Penyensoran,

pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2); (2) Tindakan yang berakibat

menghambat atau menghalangi pelaksanaan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan

menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat 3). Kepada siapa saja yang

melakukan ancaman terhadap pers.

1 Hari Wiryawan. Dasar-Dasar Hukum Media (Yogyakarta,apustaka Pelajar,2007) hlm.134

2

Page 4: ETIKA Pers Dan Penyiaran

Selain melindungi kebebasan pers, asas tanggung jawab (responsibility) media

terhadap publik juga dikandung oleh UU Pers. Dalam bekerja pers berpotensi melakukan

kekeliruan hingga menyangkut kepentingan orang atau sekelompok orang.

Bagaimanapun ketika persoalan ini terjadi, bukan berarti pers bisa bebas lepas dari

pertanggungjawaban atas kekeliruan yang dilakukannya. Karena pers diwajibkan

menyelesaikan persoalan ini sesuai ketentuan yang diperuntukkan kepada pers. Ketika

persoalan terjadi akibat karya jurnalistik yang dihasilkan oleh pers, masyarakat berhak

menuntut pers untuk mempertanggungjawabkannya. Dan persoalan jurnalistik

diselesaikan dengan mekanisme jurnalistik, berupa Hak Jawab dan Hak Koreksi sesuai

UU Pers. Karena itulah, UU Pers membatasi kebebasan pers dengan beberapa kewajiban

hukum, antara lain:

1) Memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan

rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1);

2) Melayani hak jawab (Pasal 5 ayat 2), hak seseorang atau sekelompok orang untuk

memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang

merugikan nama baiknya (Pasal 1 ayat 11);

3) Melayani hak koreksi (Pasal 5 ayat 3), hak setiap orang untuk mengoreksi atau

membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang

dirinya maupun tentang orang lain (Pasal 1 ayat 12). Dalam praktiknya, beberapa

media juga menggunakan lembaga mediator sendiri untuk persoalan yang

diakibatkan karya jurnalistik, yakni ombusdman. Ombusdman yang akan

membantu penyelesaian persoalan akibat pemberitaan dengan muaranya adalah

dikeluarkan hakjawab dan hak koreksi oleh media yang dituduh bersalah.

4) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan

benar (Pasal 6 ayat c);

5) Wartawan memiliki dan menaati kode etik (Pasal 7 ayat 2).

2. Apakah undang-undang tersebut mengatur tentang Etika Komunikasi?

Hukum komunikasi adalah hukum yang mengatur tentang berbagai masalah yang

berkaitan dengan aspek-aspek telekomunikasi atau yang berkaitan dengan aspek-aspek

telekomunikasi atau yang berkaitan dengan penggunaan ranah publik gelombang radio,

3

Page 5: ETIKA Pers Dan Penyiaran

termasuk aspek teknisnya, hukum komunikasi juga mengatur tentang masalah

kepemilikan dan perizinan, hal-hal yang diatur misalnya telekomunikasi, telepon, radio,

TV, satelit komunikasi dan aspek teknis komunikasi laiinya dalam bidang etika

komunikasi pada dasarnya.

3. Bagaimana PWI bersama Komponen Pers membangun Etika Jurnalistik (KEJWI)?

Hukum pers biasanya diasumsikan sebagai hukum pers cetak. Dalam hukum pers

cetak di indonesia banyak membahas aspek hukum pidana. Sementara di negara maju

hukum pers hanya meliputi dua aspek saja yaitu pembatasan kepemilikan dalam hal ini

berhubungan dengan hukum penyiaran dan maslah hukum dagang dalam hal ini untuk

mencegah monopoli pasar informasi yang ada.

Dengan asumsi diatas dalam kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers

adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana

masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan

hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan

pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung

jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati

hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol

oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk

memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan

etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan

menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia

menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

4. Jelaskan pengertian tentang Pers?

a) Right to Know :

Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak

manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. Istilah kebebasan pers

sebenarnya nama generik untuk seluruh hak bersifat asasi warga masyarakat, berupa

4

Page 6: ETIKA Pers Dan Penyiaran

hak untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam membentuk dan

membangun secara bebas pemikiran dan pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk

menyatakan pikiran dan pendapat di pihak lain. Makna ini berkaitan dengan

tersedianya informasi secara bebas, baik informasi sosial maupun estetis di tengah

masyarakat. Dan kiranya kegiatan ini menjadi penyangga bagi terbangun dan

terpeliharanya peradaban manusia. Media pers dan jurnalis hanya salah satu di

antara sekian banyak pelaksana bagi kedua hak asasi ini.

b) Fairness – big name (name) make news :

Tidak pilih kasih Istilah ini khususnya yang menyangkut komunikasi massa yang

meliputi beberapa aspek etis, misalnya menerapkan etika kejujuran atau obyektivitas berdasarkan

fakta, tidak memihak  dengan menulis berita secara berimbang sertamenerapkan etika

kepatutan atau kewajaran. Aspek kejujuran atau obyektivitas dalam komunikasi merupakan

etika yang didasarkan kepada data dan fakta. Faktualitas menjadi kunci dari etika kejujuran;

menulis dan melaporkan dilakukan secara jujur, tidak memutarbalikkan fakta yang ada. Dalam

istilah lain adalah informasi yang teruji kebenarannya dan orangnya terpercaya atau dapat diakui

integritas dan kredibilitasnya.

c) Cover both-side and justice :

Keberimbangan memberikan pendapat Keseimbangan juga menjadi unsur

penting untuk menjaga kredibilitas penulis. Sering terjadi, tulisan terhadap sebuah

persitiwa berkesan berat sebelah dan menguntungkan sebuah pihak sambi

merugikan pihak lain. Menurut penelitian kelemahan mendasar dari ketidak

seimbangan ini sering muncul sebagai contoh pemberitaan condong ke suara pejabat

dan institusi pemerintah, kurang memberi kesempatan pada munculnya suara

masyarakat.

d) Abuse :

Penyelewengan dalam artian jurnalistik tidak boleh memberikan opini

tentang fakta, harus berkata benar atau tidak boleh membohongi masyarakat, karena

ketergantungan masyarakat kepada pers dalam memperoleh informasi yang kian

5

Page 7: ETIKA Pers Dan Penyiaran

besar. Sehingga pers atau jurnalistik wajib memberi kebebasan bagi masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar.

e) Bias :

Jurnalis tidak boleh melakukan manipulasi menambah atau mengurangi fakta

f) Plagiarisme :

Mencontek pemberitahuan dari sumber lain plagiarisme dapat dikatakan

sebagai perilaku mencontek karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya dan

menganggap tulisan tersebut adalah hasil karya pribadinya. Perilaku plagiarisme

terkait masalah etika, kejujuran dan karakter seseorang.

g) Accuracy :

Akurat dalam isi berita Akurasi atau keakuratan disebut-sebut sebagai dasar

untuk segala macam bentuk penulisan jurnalistik. Apabila seorang jurnalis ceroboh

dalam akurasi, artinya sang jurnalis membodohi atau membohongi khalayak.

h) Off the Record :

Hak tolak nara sumber menyatakan tidak dipublikasikan sebagai contoh

permintaan dari sumber berita untuk tidak menyiarkan keterangan yang diberikan

oleh sumber berita. Menurut penjelasan pasal 14 kode etik jurnalistik PWI bahwa

off-the-record terjadi berdasarkan perjanjian antara sumber berita dan wartawan

yang bersangkutan untuk tidak menyiarkan informasi yang telah diberikan sumber

berita.2

2 Muhammad budyatna, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2006).hlm.107

6

Page 8: ETIKA Pers Dan Penyiaran

II. Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

1. Mengapa dibutuhkan Undang-Undang Penyiaran?

a. right to know --- media contents

Perlunya pengaturan bagi media massa baik media penyiaran hal ini dilakukan

untuk menyampaikan pesan kepada massa, media penyiaran yang dalam

menyampaikan pesan melalui teknologi telekomunikasi baik berupa suara, pesan

berupa suara dan kemudian didistribusikan melalui frekuensi gelombang radio.

Frekuensi gelombang radio ini secara hukum dinyatakan milik publik atau ranah

publik. Karena itu, penggunaannya harus memperoleh izin dari publik. Penggunaan

frekuensi gelombang radio tersebut juga harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik.Oleh karenanya media penyiaran menggunakan fasilitas publik dalam

distribusinya, maka media ini memperoleh pelakuan yang lebih ketat dimata hukum.3

Konsekuensi penggunaan ranah publik oleh media penyiaran antara lain adalah

perlunya wadah yang dapat mewakili kepentingan umum untuk mengawasi

penggunaan frekuensi gelombang radio. Wadah disini memiliki fungsi sebagai

regulator atau pengatur. Di Indonesia wadah tersebut bernama Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI).

Gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, pada tahun 1998, berhasil

menumbangkan rezim Orde Baru. Secara hakiki, gerakan reformasi juga

menumbangkan model birokrasi otoriter yang diterapkan rezim. Represi politik serta

konsentrasi kekuasaan media, mendapat resistansinya. Kontrol negara yang begitu

powerfull di masa Orde Baru tidak lagi bisa diberlakukan. Sistem sensor ketat,

pembredelan media, hingga TV Poll misalnya, menghadapi perlawanan justru dari

insan media. Muara dari nuansa pemberontakan terhadap rezim kemudian

terakumulasi pada tuntutan demokratisasi penyiaran yang dipersonifikasi pada revisi

UU Penyiaran yang berlaku ketika itu.

Desakan bagi demokratisasi penyiaran mulai bergulir ketika pada tanggal 7 Juni

2000, 26 anggota DPR yang terdiri dari berbagai fraksi mengajukan usul inisiatif RUU

tentang penyiaran. Hal ini dimungkinkan karena sesuai dengan bunyi Peraturan Tata

Tertib DPR – RI pasal 125 Ayat (1) menyatakan bahwa, ‘sekurang – kurang nya 10

3 Hari Wiryawan. Loc . Cit

7

Page 9: ETIKA Pers Dan Penyiaran

(sepuluh) orang anggota dapat mengajukan usul rancangan undang – undang usul

inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat’.

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh para pengusul pada Rapat

Paripurna tanggal 21 Juli 2000, maka pada tanggal 4 September 2000, masing-masing

fraksi di DPR telah memberikan tanggapan atas usul inisiatif RUU tentang Penyiaran

yang semula berupa usul inisiatif beberapa inisiator secara resmi telah berubah

menjadi usul inisiatif DPR-RI.4

b. bussiness ---- kepemilikan, monopoli informasi

Ada dua aliran besar yang menaungi ekonomi-politik penyiaran dalam

diskursus komunikasi. Yang pertama, liberal political economy. Mufid (2005: 83)

menerjemahkannya sebagai instrumen untuk melihat perubahan sosial dan

transformasi sejarah sebagai suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk

mengorganisasi dan menangani ekonomi pasar, guna tercapainya suatu efisiensi yang

maksimum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu; sedangkan yang

kedua, critical political economy yang melihat relasi antara agensi (individu dalam

tema liberal) dan strtuktur (pasar dan negara) dengan lebih dinamis Hidayat (2001:3).

Critical political economy atau kajian ekonomi politik kritis memiliki tiga

varian10: instrumentalis yang banyak dikembangkan oleh Herman dan Chomsky

cenderung menempatkan agen (tindakan yang secara nyata dilakukan oleh aktor sosial

atau agen) pada posisi lebih dominan dalam suatu struktur atau kultur. Media

dipandang sebagai instrumen dominasi yang bisa dipergunakan sepenuhnya untuk

kepentingan penguasa politik dan pemilik modal. Varian kedua adalah strukturalis

yang cenderung melihat struktur sebagai totalitas yang solid dan permanen. Struktur

dianggap memiliki superioritas terhadap agen. Sedangkan Golding dan Murdock

(Sudibyo, 2004: 3) mengembangkan varian konstruktivis yang pada intinya melihat

adanya interplay atau interaksi timbal balik antara struktur dan agen. Dalam

pandangan ini, para aktor sosial (agensi) dianggap mampu merubah dan mereproduksi

struktur yang merupakan konstruksi sosial secara konstan. Varian ekonomi politik

4 Muhammad mufid, Komunikasi dan regulasi penyiaran (Jakarta, Kencana, 2007) hlm. 98

8

Page 10: ETIKA Pers Dan Penyiaran

yang terakhir inilah yang akan digunakan untuk menelisik sistem siaran berjaringan di

Indonesia.

Varian ekonomi politik kritis konstruktivis yang selanjutnya disebut ekonomi

politik konstruktivis digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam kajian ini karena

beberapa alasan. Pertama, varian ini tidak menempatkan faktor ekonomi atau politik

sebagai satu-satunya faktor yang dominan dalam penyiaran. Kedua, dalam perspektif

ini media tidak hanya dipandang sebagai instrumen dominasi namun juga berpotensi

untuk menghambat struktur. Ketiga, konstruktivis menurut Mufid (2005: 84) melihat

struktur sebagai suatu formasi yang dinamis yang secara konstan terproduksi dan

berubah melalui keseluruhan praktik sosial. Keempat, adanya interaksi kekuasaan

yang intens dalam penyelenggaraan sistem penyiaran di suatu negara. Konteks

ekonomi politik ini seringkali dikaitkan dengan isu demokrasi.

Mufid (2005: 85) mencatat bahwa konteks ekonomi-pollitik media memiliki tiga

tolok ukur sistem sosial politik yang demokratis. Pertama, peniadaan ketimpangan

sosial dalam masyarakat. Kedua, pembentukan kesadaran bersama (shared

consciousness) mengenai pentingnya meletakkan kepentingan bersama (public

interest) di atas kepentingan pribadi. Terakhir, demokrasi membutuhkan sistem

komunikasi politik yang efektif. Warga negara harus terlibat secara aktif dalam

proses-proses pembentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. Mufid

(ibid) merangkum tema demokrasi dalam konteks ekonomi-politik ini sbb: Tema

demokrasi, dengan demikian bisa diartikan sebagai suatu sistem sosial politik yang

memberikan jaminan penuh terhadap kebebasan individu. Hanya, kebebasan tersebut

baru akan berarti bila setiap individu warga negara dapat memproleh innformasi yang

cukup serta memiliki keterlibatan dan partisipasi politik yang tinggi. Sebaliknya,

ketiadaan informasi serta tertutupnya ruang politik bagi masyarakat hanya akan

mempersulit warga untuk mempersoalkan proses alokasi kekuasaan dan sumber daya.

2. Semangat/substansi dalam Undang-Undang Penyiaran?

a. Desentralisasi/localism

Semangat otonomi daerah sangat mewarnai pembahasan RUU Penyiaran. Hal ini

misalnya terlihat dari DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) No.43 Ayat (3) yang

9

Page 11: ETIKA Pers Dan Penyiaran

berbunyi, “ Komisi Penyiaran Indonesia terdiri atas Komisi Penyiaran Indonesia

Pusat dibentuk ditingkat pusat dan Komisi Penyiaran Daerah dibentuk ditingkat

provinsi”. Juga DIM No.77 Ayat (3) “Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

secar administratif ditetapkan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Dewan

Perwakilan Rakyat Indonesia, dan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

secara administratif ditetapkan oleh Gubrernur selaku Kepala Daerah atas usul

Dewan Perwakilan Daerah”.5

Atas nama otonomi daerah anggota Dewan juga menolak semangat sentralistik

pemerintah terhadapa RUU DPR tersebut. Untuk DIM No. 43 misalnya, pemerintah

mengusulkan agar, “Komisi Penyiaran Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara

Republik Indonesia dan dapat mempunyai perwakilan di tempat-tempat lain sesuai

kebutuhan”. Dengan catatan bahwa yang dimaksud dengan ‘perwakilan’ yaitu hanya

menjalankan fungsi administratif dan monitoring. Sedangkan untuk DIM No. 77

pemerintah mengusulkan agar ayat tersebut diubah menjadi “ anggota KPI diangkat

oleh presiden atas usul Dewan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia”.

Para narasumber sendiri mengakui kuatnya konteks daerah dan semangat anti-

sentralisme penyiaran dalam proses penyusunan RUU Penyiaran tersebut. Paulus

Widayanto misalnya mengatakan bahwa demokratisasi sistem penyiaran harus

menjamin sebanyak-benyak orang/ pihak untuk (dapat) berusaha di dunia penyiaran

(wawancara Tanggal 24 Juni 2003).

Dewan kemudian mengidentifikasi demokratisasi penyiaran dengan pola

berjaringan, sehingga memungkinkan daerah untuk berkiprah di dunia penyiaran

sekaligus mengikis semangat sentralisme UU Penyiaran yang lama yang ditandai

dengan kentalnya bau Jakarta. Sistem berjaringan dianggap jawaban terhadap

tuntutan masyarakat yang hendak mengubah tampilan dunia penyiaran.

“Kita juga tidak (akan lagi) memberikan kesempatan kepada mereka untuk

melakukan monopoli. Kalau dia bisa bersiaran nasional, maka bisa saja mereka

akan memiliki (stasiun) transmisi sampai seribu dan daerah hanya menjadi tiang-

tiang pancang transmisi saja. Sistem penyiaran jaringan akan memunculkan

(stasiun) siaran lokal. Kalau nanti TV lokal Bandung hanya mampu siaran selama 4

5 Muhammad mufid , Op. Cit. hlm. 101

10

Page 12: ETIKA Pers Dan Penyiaran

jam misalnya, maka yang 20 jam digunakan untuk TV jaringan. Local content-nya

‘kan jadi ada. Kita memanfaatkan frekuensi secara maksimal. Dengan demikian, TV

jaringan harus mempunyai kekuatan programming. Sistem ini ditolak oleh mereka

mereka (industri). Padahal kita bertugas untuk membagi seadil-adilnya. Mereka

tidak mau, dengan alasan sudah investasi” (Paulus Widayanto wawancara Tanggal

24 Juni 2003)6

b. Diversity of content

Prinsip demokrasi di ranah penyiaran dijalankan dengan sistem diversity of

content (keberagaman isi) dan diversity of ownership (keberagaman pemilik).

Semakin beragam isi siaran sesuai target komunitas pemirsa dan semakin meluasnya

distribusi kepemilikan media penyiaran, maka semakin demokratislah ranah

penyiaran itu Sudibyo (2004: xi). Sistem siaran sebagai upaya memaknai demokrasi

bertolak dari dua pijakan. Yang pertama adalah pijakan politis. Secara politis,

demokrasi menghendaki adanya sesuatu yang menjamin keberagaman atau diversitas

politik Muffid (2005 : 68). Diversitas memungkinkan terjadinya aliran ide secara

bebas melalui suatu instrument yang berpotensi dapat diakses oleh semua orang

secara merata. Jika satu dua orang atau kelompok mendominasi kepemilikan media,

dan menggunakan posisi tersebut untuk mengontrol isi tampilan media, maka ketika

itulah terjadi reduksi ‘keberagaman sudut pandang’ (heterodox view) (Muffid, 2005 :

69).

Pijakan kedua adalah aspek kultural. Salah satu keresahan Diversitas

memungkinkan terjadinya aliran ide secara bebas melalui suatu instrument).

c. Diversity of ownership

Jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat

dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of

Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa

dalam dunia penyiaran di Indonesia.

6 Muhammad mufid , Op. Cit. hlm. 102

11

Page 13: ETIKA Pers Dan Penyiaran

III. Etika Komunikasi dalam New Media

Kami mengambil satu artikel beserta seluruh dialog komentar yag mengikuntinya

dari www.kompasiana.com.

CATATAN KECIL UNTUK PARA SELINGKUHAN SAYA

Perhelatan MPK baru saja berakhir. Hasilnya masih hangat dan akan selalu

terasa enak untuk dinikmati. Ibarat kue, prosa-prosa ini tak pernah basi untuk

dinikmati. Ibarat kopi, cerita-cerita ini tak pernah dingin. Selalu hangat dan siap

menghangatkan tubuh. Sebentar lagi, acara ini hendak ditutup. Namun, sebelumnya

saya ingin menyampaikan kesan-kesan saya mengikuti MPK ini terutama tentang

teman kolaborasi saya.

Berkolaborasi dengan banyak orang dari beragam latar belakang membuat saya

mendapatkan pengalaman baru yang luar biasa. Kolaborator -yang biasa disebut

dengan selingkuhan- saya lumayan banyak dan berasal dari beragram profesi,

bahkan ada juga yang saya tak tahu profesinya. Model selingkuhnya pun bermacam-

macam. Ada yang saya lempari bola panas, ada yang melempari saya bola salju,

namun ada pula yang cukup membagi tugas saja, selanjutnya tinggal

mengembangkan sendiri-sendiri.

Sebisa saya. Itu yang saya lakukan. Dan ternyata saya memang kecacalan

(istilah Bahasa Indonesianya apa, ya?). Kalau pelari sudah ngos-ngosan kehabisan

nafas. Tak banyak sih, hanya 8. Tapi ide yang tak kunjung datang ketika sedang ada

waktu senggang dan ide yang datang di saat sedang sibuk sempat membuat saya

pusing. Maklum, bukan keahlian saya untuk membuat cerpen sedemikian banyak

dalam waktu sedemikian singkat. Pengalaman saya, sih, menulis cerpen ketika

sedang patah hati saja, hahaha.

1. Edi Kusumawati

Entah mengapa, saya merasa begitu akrab dengan ibu dari Bontang,

Kalimantan ini. Mungkin karena kami sering bersahut kata di Kompasiana,

berlanjut dengan meronda di Paradoks, kemudian, DAN, dan terakhir MPK ini.

12

Page 14: ETIKA Pers Dan Penyiaran

Awalnya, beliau mengirimi saya pesan, intinya mengatakan kalau Langit punya

acara MPK. Nanti kita kolab berdua, ya, begitu katanya. Ia juga berpesan agar

saya yang daftar. Saya pun mengiyakan, meskipun akhirnya ia yang

mendaftarkan kami ketika Langit sudah teringat untuk memasukkan namanya

ke grup MPK. Hahaha… ternyata yang biasa meronda bersama justru malah

terlupakan.

Kolab dengan Mbak Edi segar rasanya. Orangnya lucu, apa yang dikatakan

selalu mengundang tawa. Idenya ada-ada saja. Pertama kali, ia melemparkan

ide pada saya, berbasis pada kisah nyata yang dialami tetangganya. Saya

sambut lemparannya itu dengan tangan terbuka dan jadilah sebuah bola salju

kecil yang saya lemparkan kembali padanya. Ternyata bola salju kecil itu

diubahnya menjadi bola yang sangat besar. Saya pikir bukan bola lagi,

melainkan balon udara, saking besarnya. Cerita tentang wanita yang dianiaya

suaminya hingga wanita itu memberontak pun akhirnya harus tertuang dalam 2

seri tulisan Ketika Noda Lipstik Bercerita, Mandau Pun Ikut Bicara 1 dan 2.

Bahkan, saking panjangnya, cerita itu hampir saja dibagi menjadi 3

2. Dyah Chamidiyah

Ibu guru yang berasal dari Pati ini baru saya kenal lewat Mak Comblang,

Langit Queen. Meskipun belum saling mengenal, kami langsung saling indoks

karena untuk chat kami kesulitan menyesuaikan waktu. Waktu saya pagi hari,

sedangkan beliau sore hari. Malam hari saya bisa, tapi beliau tak bisa. Karena

saya kesulitan menemukan ide, maka bu guru ini yang memberikan ide,

sekaligus melemparkan bola saljunya kepada saja. Untungnya, bola salju itu

sudah besar, sehingga saya hanya sedikit menambahinya. Ternyata oh ternyata,

ketika saya longok lapaknya, dia belum menjadi teman saya di Kompasiana.

Hahaha… Tentu, saya berharap agar Mbak Diah tak kecewa berkolaborasi

dengan saya.

3. Shofya Edi

Pasangan selingkuh saya ini adalah satu-satunya yang saya kenal di dunia

nyata. Dia adalah senior saya di MGMP dan kebetulan kami adalah anak buah

kesayangan koordinator MGMP sehingga sering mendapat tugas bersama.

13

Page 15: ETIKA Pers Dan Penyiaran

Alhasil, kami pun akrab pula di dunia nyata. Beliau masuk ke Kompasiana ini

juga karena terpengaruh ajakan saya, meskipun tulisannya tak sebanyak saya.

Ketika ada MPK, maka saya pun menawarkan pada beliau untuk ikut dan

beliau langsung meng-iya-kan.

Kolaborasi ini adalah kolaborasi kami yang kedua. Sebelumnya kami

berkolaborasi menulis soal UKK kelas VII, hahaha. Bukan prosa, memang.

Sayangnya, event ini bertepatan dengan persiapan beliau mengikuti Lomba

Guru Berprestasi Tingkat Jawa Tengah. Alhasil, sampai mendekati hari H,

kami belum sempat ngobrol untuk membicarakan cerpen kami. Karena

terbatasnya waktu yang beliau punya, maka saya pun berpesan agar dikirimi

puisi. Puisi cinta juga tak apa, ambil dari file yang tersedia. Akhirnya saya

dikirimi dua buah puisi, namun satu di antaranya tersesat di email saking

banyaknya email sampah yang ada di ymail saya. Jadilah saya

mengembangkannya menjadi prosa dengan menyesuikan isinya dengan isi

puisi dan hasilnya adalah cerpen yang berjudul Selamat Pagi, Cantik!

Cerpen ini kemudian saya kirimkan ke indok FB-nya, tetapi saya yakin saat ini

beliau belum sempat buka karena sedang bertarung di LPMP dengan para guru

berprestasi lainnya. Mohon doanya, ya…

4. Odi Sholahuddin

Awalnya, saya tak percaya diri untuk berkolaborasi untuk maestro cerpen di

kompasiana ini. Saya hanyalah penulis ecek-ecek sedangkan tulisan beliau

sudah saya baca di media cetak sejak bertahun-tahun lalu. Oleh karenanya,

ketika Langit menawarkan pada saya, saya membutuhkan waktu berjam-jam

untuk menjawab. Setelah didesak-desak, akhirnya saya mau juga. Siapa tahu,

saya bisa menyerap ilmu menulisnya, hehehe. Namun, beberapa waktu

kemudian, saya terancam patah hati karena tiba-tiba Mas Odi mengatakan

kalau hendak puasa nulis di Kompasiana. Yah, tak jadi ngintip ilmunya Mas

Odi, deh.

Namun, ternyata kekhawatiran saya tak terbukti. Beberapa hari kemudian,

munculah tulisan-tulisan dari mas Odi pas hari ulang tahunnya masuk di

Kompasiana. Namun, bukan berarti kolab ini berlangsung lancar. Kesibukan

14

Page 16: ETIKA Pers Dan Penyiaran

beliau membuat kami tak bisa berkomunikasi. Saya pun hanya mengatakan ide

saya untuk menuliskan tentang ABG yang terpaksa menjual diri demi

melanjutkan sekolahnya. Setelah itu, saya membuat sebuah cerpen tentangnya,

kemudian saya lemparkan bola panas ini kepada beliau. Ibarat kayu maka saya

sampaikan kayu dengan ukiran sederhana yang sangat kasar. Dan Mas Odi

mengolahnya menjadi sebuah ukiran halus nan indah dalam prosa kolaborasi

kami yang berjudul Anak-anak yang Terjajah Malam. Ketika saya bandingkan,

nyata benar beda dua cerpen itu: cerpen yang saya lemparkan dan yang

dilemparkan kembali oleh Mas Odi. Hahaha… ya bedalah, antara yang ahli

dan yang amatir. Bahkan dua cerpen itu menjadi sangat berbeda sama sekali,

meskipun ruh-nya sama.

Berkolaborasi dengan maestro cerpen memang membuat saya kolab. Lemparan

itu baru saya buka pukul setengah sepuluh malam dengan koneksi internet

yang lemot. Saya pun kemudian mengeposnya, namun karena leletnya koneksi

ini, yang termuat hanya separuh. Dorrr!!! Kagetlah saya ketika di facebook

Mas Odi mengatakan kalau cerpen kami baru separuh. Buru-buru saya edit

lagi, pos lagi. Ternyata, setelah saya lihat, nama penulisnya belum termuat.

Edit lagi. Padahal itu sudah lewat tengah malam. Ngos-ngosan rasanya.

Mungkin saking nervous-nya, ya, hehehe. Meskipun kinerja saya buruk, saya

harap Mas Odi tak kecewa. Dan meskipun tak dapat HL, cerpen ini selama

sehari menempati kolom termenarik selama seharian penuh. Lumayanlah.

5. Trio Kewer-Kewer ( Edi Kusumawati, Valentino, Afandi)

Mengapa Trio Kewer-kewer? Panjang ceritanya. Ini kami peroleh dari obrolah

panjang yang lucu sekali di inboks kami. Kalau saya pikir, kasihan si Fandi

yang terpaksa ngobrol dengan orang-orang dewasa sedikit kenthir macam

kami. Tapi, lumayan untuk nambah ilmunya, hahaha.

Kolab ini unik, karena kami hanya berbagi tema untuk menceritakan tokoh

yang bernama Bima dan Sinta. Masa kecil diceritakan oleh Bang Valen, masa

remaja oleh Afandi, kuliah oleh Mbak Edi, dan saya menceritakan masa

menikah. Lumayan membingungkan, namun akhirnya jadi juga. Lucunya,

malam itu Afandi lupa kalau harus posting tulisan, sehingga kami

15

Page 17: ETIKA Pers Dan Penyiaran

menunggunya cukup lama. Hampir fajar, baru saya kebagian waktu untuk

mengeposkan cerpen kami yang berjudul Karena Cinta AKu di Sini.

6. Granito Adam

Sejak awal, saya memang menyukai gaya penulisan Granito yang bersayap

sayap. Selama ini, saya memang tak bisa membuat cerpen dengan bahas

bersayap. Banyak orang bilang kalau menyukai alur cerita yang saya tulis,

namun saya sendiri merasa tak cukup puas karena tulisan saya tak indah. Ibarat

jalan, tulisan saya adalah jalan tol yang kiri kanannya adalah padang pasir.

Cepat sampai, namun tak ada keindahan di sana. Ibarat, pohon, cerpen saya

adalah pohon bambu dan saya ingin mengubahnya menjadi tebu yang manis.

Saya rasa, pelengkap yang paling tepat adalah Granito.

Namun, kolaborasi dengan dia? Tahu dirilah, hahaha. Selingkuhannya sudah

banyak dan kelihatannya semuanya perempuan. Kalau tidak semuanya, maka

sebagian besar perempuan. Maka saya pun tak berusaha untuk melamarnya.

Namun, ternyata pucuk dicinta ulam pun tiba. Melalui komentar pada sebuah

tulisannya, ia pun menawarkan pada saya untuk berkolaborasi. Tak segera saya

jawab, tetapi saya benar-benar berminat. Esok harinya, saya tanyakan kembali

tentang tawarannya itu dan ternyata masih berlaku.

Model kolaborasi dengan Granito hampir sama dengan Mas Odi. Saya lempar

dia dengan cerpen jadi, kemudian saya minta dia untuk mengolahnya dengan

bahasanya yang bersayap. Kebetulan cerpen ini sudah lama berhenti di file

saya. Beberapa waktu kemudian, dikembalikannya cerpen saya itu dengan

catatan.

sudah aku baca, sambil miris2 ……sebenarnya sudah 95% jadi itu….paling-

paling aku retouch dikit ya?….mau dibuat makin menyayat atau diperindah

seperti pesona sejuta taman? dan bun…aku nggak tega. alur dan dialognya

ketat. nyaris sempurna secara struktur…..cuman sedikit aku sentuh….udah aku

kirim via email ya…..

Dan ketika saya baca kembali, sentuhan itu memang membuat cerpennya

menjadi lebih memiriskan hati. Hasil perselingkuhan kami adalah Sisi Gelap

Sang Rembulan.

16

Page 18: ETIKA Pers Dan Penyiaran

7. Admin DAN: Valentino, Afandi, Edi Kusumawati, R-42, Hamzet, Princess

Model kerja kami hampir sama dengan kolab kami berempat. Bagi tema, bagi

judul, menyamakan tokoh, tapi tetap saling berhubung. Hasilnya, diposting

pada wall masing-masing. Saya urutan kedua, setelah Fandi. Eh, ternyata

Afandi lupa kalau harus menulis cerita itu. Jadilah ia ngebut menyelesaikan

PR-nya. Mbak Edi pun akhirnya menulisnya kembali, menjadikan ceritanya

yang selalu panjang menjadi lebih pendek. Semua cerita itu bisa dibaca secara

bersambung di wall masing-masing anggota kolab.

8. Dwi Ilyas

Ini selingkuhan saya yang terakhir. Bu guru ini baru saja diputuskan oleh sang

pacar yang ngambeg, sehingga ia kehilangan teman kolab. Akhirnya, ia pun

saya minta untuk melempari saya dengan bola panas karena saya memang

sedang kehabisan ide. Ia pun melemparkannya dan saya menyambutnya

dengan sedikit pusing karena keterbatasan waktu. Kebetulan saat itu saya

sedang sibuk jaga tes UKK sehingga saya jaga sambil ngetik cerpen. Untung si

Bos sedang tak bawel sehingga saya didiamkan saja meskipun membawa

laptop ke ruang tes. Saya buat sejadinya dan saya lemparkan lagi ke Mbak Dwi

biar disesuaikan dengan tema awalnya.

Selesai sudah. Kok jadi panjang begini, ya. Tulisan ini saya buat sejak kemarin

dan baru selesai sekarang, ketika MPK sudah ditutup. Untuk semua

selingkuhan eh partner kolab saya, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya atas pengalaman dan atas ilmu yang tersampaikan kepada saya.

Apabila ada kesalahan selama kita berinteraksi, saya minta maaf yang sebesar-

besarnya dan tentu saya sampaikan pula: Jangan kapok, ya…

Daaaggg…

13 Juni 2011

Dian/Bunda Ninha

FB: http://www.facebook.com/diankhristiyantinugrahaningtyas

17

Page 19: ETIKA Pers Dan Penyiaran

KOMENTAR

1. Lakeisha, menarik tante ……………. 

Balas Dian, Makasih, Syasya cantik.. 

2. Granito Ibrahim, maaf kan jika aku hanya sedikit menyentuhmu… maksud hati

tak ingin membuat wajahmu tebal dan bergincu…

namun bila ku harus berbuat sesuatu…

sekedar menyibak tirai yang menutupi cantik wajahmu….

Balas Dian, Thanks, ya Nito…

Kalimat-kalimatmu itu memang membuatku mabuk

kepayang.

Terimakasih untuk polesan yang sederhana tapi indah itu.

Jangan kapok, yaaaa….

3. Manusia1991. alau ane kapan di Posting orang ya.

Huh !! memang susah jadi pemula.

Tapi aku Teeeetaaaaaap Seeeeemaaaaaaangaaaaaat,,,,,,

Makasih ya kak atas ilmunya

Balas Dian, Sama-sama, Dhek…

Eh, ilmu yang mana nih?

Kemarin ikut MPK?

4. Odi Shalahuddin,

Wah..wah..wah..

menjadi tidak enak hati nih

deg-deg-kannya pasti juga lantaran

penyelesaiannya saat hari terakhir

hi..hi..hi..hi..hi.

wah senang berkolaborasi dengan dirimu

Sebenarnya ingin lagi, kelak, mungkin juga tidak dalam rangka acara

memulai dari awal, dan berproses bersama hingga akhir…

Imajinasi dan pendeskripsiannya luar biasa loh, Mbak Dian

memang dalam konteks tertentu bila ada pengamatan

pastilah akan lebih luar biasa lagi

18

Page 20: ETIKA Pers Dan Penyiaran

Saya yakin kamu bisa menulis yang sangat menarik

pada dunia yang kamu kenali dan mampu mendeskrisikannya secara detil

(loh kok malah mengkritik dan kasih masukan di sini..

ha.ha.h.ah.a.h.ah.a.ha.

Semoga tidak marah ya…

A. Analisis Isi Konten

Dari segelumit cerita diatas, ada hubungan yang menarik antara judul dengan isi

bacaan. Bisa dipastikan, mayoritas dari mata dan pikiran kita akan langsung tertuju dan

tertarik pada kata / kalimat “Untuk Selingkuhan Saya”. Namun, bisa digaris bawahi

ketika kita menghayati dan memahami tulisan yang dipaparkan melainkan sebuah makna

denotatif dari kata ‘Selingkuh’. Yang dimaksud selingkuh dalam cerita diatas adalah

mengenai banyaknya partisipan dan begitu banyak rekan yang turut andil dalam MPK.

Apa itu MPK dalam Kompasiana? MPK yang dimaksud bukanlah Metode Penelitian

Kual/Kuantitatif, melainkan ‘Malam Prosa Kolaborasi’. Dari cerita diatas, banyak sekali

ditemukan sebuah motivasi, bahwasanya usia, profesi, tidaklah menjadi hambatan untuk

kita senantiasa berkreasi. Memotivasi satu sama lain, menjadikan sebuah pengalaman

sebagai induk dimana kita akan belajar lebih dan lebih.

Adanya gagasan dimana usia dan profesi tidak menjadi hambatan untuk berkreasi

adalah dengan munculnya sebuah cerita, berdasar pengalaman yang ada. Antara tua,

muda bukanlah masalah untuk menyatukan pikiran. Bunda ninha, begitu ia biasa

dipanggil merupakan seorang lulusan dari salah satu SMA di Kudus yang kemudian

melanjutkan study nya ke IKIP semarang dijurusan Bahasa Indonesia. Darisini saya ambil

beberapa komentar dimana terlihat adanya kelekatan antara para komentator dengan

narasi yang ditulis.

1. dari Lakeisha, “menarik tante …………….  ”

bisa dilihat bahwa adanya nilai menarik ketika kita melihat judul bacaan

dengan tulisan yang ada, Rasa ingin tahu, mendorong untuk kita menelusuri apa

yang menjadi bahan utama dalam cerita ini, kemudian disampaikan oleh seorang

Lakeisha sebagai ketertarikan terhadap tulisan. Inilah bentuk rasa perhatian atas

ketertarikan tersebut.

19

Page 21: ETIKA Pers Dan Penyiaran

2. Odi Shalahuddin,

“Wah..wah..wah..

menjadi tidak enak hati nih

deg-deg-kannya pasti juga lantaran

penyelesaiannya saat hari terakhir

hi..hi..hi..hi..hi.

wah senang berkolaborasi dengan dirimu

Sebenarnya ingin lagi, kelak, mungkin juga tidak dalam rangka acara

memulai dari awal, dan berproses bersama hingga akhir…

Imajinasi dan pendeskripsiannya luar biasa loh, Mbak Dian

memang dalam konteks tertentu bila ada pengamatan

pastilah akan lebih luar biasa lagi

Saya yakin kamu bisa menulis yang sangat menarik

pada dunia yang kamu kenali dan mampu mendeskrisikannya secara detil

(loh kok malah mengkritik dan kasih masukan di sini..

ha.ha.h.ah.a.h.ah.a.ha.

Semoga tidak marah ya… ”

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/13/catatan-kecil-untuk-para-

selingkuhan-saya/

Dari komen yang dipaparkan oleh Odi Shalahuddin, betapa bentuk

perhatian dicurahkan senantiasa untuk membangun semangat untuk berkarya.

Adanya nilai etika mengkritik yang dipaparkan Odi tersebut tidak menyimpang

dari yang seharusnya, kenapa? Telah dijelaskan dalam buku “Etika sosial lintas

budaya”,oleh Albert T. Adeney ( hal.200 ) bahwa mengkritik dalam komunitas itu

merupakan bagian dimana pribadi sendiri telah mengadosi untuk senantiasa saling

membantu dan memberi, namun tidak berlaku untuk lingkungan yang lebih luas.

20

Page 22: ETIKA Pers Dan Penyiaran

Etika yang terjadi..?

*etika kesopanan sangat dijunjung tinggi dalam postingan ini, mengapa

tidak, karena dalam postingan ini sarat akan ilmu pengetahuan dan kekeluargaan.

Kedekatan emosional antara penulis cerita dan komentator yang tergabung

didalamnya sangatlah erat kaitannya dengan isi cerita. Disini penulis menuliskan

tentang isi hatinya tentang penyikapan dirinya atas MPK yang telah terjadi.

B. Kesimpulan

Banyak orang menggunakan news media untuk mengungkapkan, men-

share segala bentuk pengalaman yang didapatnya. Untuk menggambarkan sebuah

bentuk kekaguman yang fantantis bagi mereka yang mendapati, maupun

mengalami hal tersebut. Dalam MPK kali ini, Dian Khristiyanti Nugrahaningtyas,

sang penulis ingin memaparkan pengalamannya dengan menjadikan

pengalamannya sebagai cerita yang digambarkan didalamnya adalah mereka,

teman – teman yang mendampingingi nya sebagai ‘selingkuhannya’.

Mengingat komen yang tertera dalam cerita tersebut sangat memegang

nilai etika dalam news media, karena tidak adanya manipulas / mengasingkan

audien, etika berekspresi yang tidak berlebihan, adanya etika hubungan secara

langsung melalui media / lembaga seperti keluarga. (Masyarakat Indonesia

Vol22, hal 192).

Jadi pada intinya dengan adanya fasilitas yang mendukung seperti

teknologi, bisa dikatakan semua orang dapat menjadi jurnalis. Jurnalis atau

wartawan dalam artian luas, yakni orang yang menulis dan mengumpulkan berita

(KBBI, 2007). Jika dilihat hanya dalam arti luas ini, dapat kita anggap jika slogan

‘Everyone can be a journalist’ benar adanya. Melihat bukti dan fakta yang ada

jika semua orang dapat menjadi jurnalis diikuti perkembangan teknologi

informasi, beberapa orang biasa atau awam dapat memproduksi sebuah informasi

menjadi berita. New media, yakni internet telah membuat sebuah tren-tren baru

dalam masyarakat. Sering kita sapa dengan citizen journalism yang kian

berkembang seiring jaman dan online journalism yang muncul belakangan.

21

Page 23: ETIKA Pers Dan Penyiaran

DAFTAR PUSTAKA

Haryatmoko. Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi.

Yogyakarta : Kanisius, 2007

Mufid, Muhamad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta : Kencana,2007

Limburg. Etika Media Elektronik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008

Riswandi. Dasar-Dasar Penyiaran. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009

Wiryawan Hari. Dasar-Dasar hukum Media. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007

Kusumaningrat, Hikmat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2006

Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung : Simbiosa

Rekatama Media, 2006

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/13/catatan-kecil-untuk-para-

selingkuhan-saya/ (Diunduh pada tgl 13 juni 2011 )

22