ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT...

116
ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT DEWARUCI Skripsi Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Teti Pujiawati NIM: 1113033100074 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2017 M.

Transcript of ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT...

Page 1: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU

DALAM SERAT DEWARUCI

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Meraih Gelar

Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Teti Pujiawati

NIM: 1113033100074

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2017 M.

Page 2: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh
Page 3: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh
Page 4: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh
Page 5: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

PadananAksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

ḏ de dengan garis di bawah ض

ṯ te dengan garis di bawah ط

ẕ zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ʹ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h wa ھ

apostrof ء

y ye ي

Vokal Tunggal

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

a fatẖah َـ

i kasrah َـ

u ḏammah َـ

Page 6: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

v

Vokal Rangkap

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ي َـ ai a dan i

و َـ au a dan u

Vokal Panjang

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas آ

Î I dengan topi di atas إى

Û u dengan topi di atas أو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qomariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-

dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah(Tasydȋd)

Syaddah atau tasdȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (َـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberitanda syaddah itu. Akan tetapi,

hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak

setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata

.tidak ditulis aḏ-darûrah melainkan al-darûrah الضرورۃ

Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/h/ (lihat contoh 1). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut

diikuti oleh kata sifat (naʹt) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah

tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab AlihAksara

ṯarîqah طريقة 1

al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2

waẖdat al-wujûd وحدۃالوجود 3

Page 7: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

vi

KATA PENGANTAR

Syukur tiada terhingga kepada Sang Esa, hanya Dia pemilik al-Hamdu yang

senantiasa menebarkan Rahmat kepada seluruh semesta. Shalawat dan salam saya

agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh penjuru

buana raya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian

skripsi ini.

1. Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku ketua Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam dan Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A., selaku sekertaris

Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Rosmaria Sjafariah Widjajanti, S.S., M. Si. Selaku dosen pembimbing,

yang bersedia meluangkan waktunya, dengan sabar membimbing dan

mengarahkan penulis, serta atas kritik, dan koreksinya yang

membangun, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Hamid Nasuhi, M.A., yang telah membantu dan memudahkan

penulis dalam mengumpulkan buku referensi terkait penulisan skripsi

ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen, khusunya Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam, Staff Perpustakan Fakultas Ushuluddin, beserta jajaran

Page 8: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

vii

Civitas Akademik, yang telah setia melayani penulis dalam mengurus

segala keperluan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Terima kasih tidak terhingga penulis haturkan bagi kedua orang tua, Ibu

Dartem dan Bapak Ijam. Ibunda, mata air ilmu yang tidak pernah kering,

terima kasih untuk Ayahanda, sosok bersahaja yang telah mengurai

peluh demi tegaknya kehidupan, berkat do’a dan restu kasihnya, penulis

bisa menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa kepada kedua adik tercinta

Fitria Rianjani dan Randi Febrian, yang menjadi pemacu semangat

dalam menuntut ilmu, serta seluruh keluarga besar penulis yang turut

serta mendo’akan dan mengantarkan penulis dalam menempuh

pendidikan.

6. Terimaksih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada keluarga Dr.

H. M. Suryadinata, M.A. dan Dra. Hj. Lilik Nurmaliha, yang telah

banyak membantu baik moral maupun materiil, tak lupa kepada Mbah

Putri (Hj. Muharramatun), Hj. Eva Zuhrotun beserta keluarga, dan Hj.

Lilis Alis beserta keluarga. Atas nasihat dan dorongan mereka, penulis

akhirnya bisa menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

7. Maksrul Sodik Buhaeri, sosok penuh arti, yang menemani,

menginspirasi, dan memberi dukungan moral, selama penulis

menempuh pendidikan.

8. Sahabat Pena penulis, Cici Zulaikha, Ainul Husna Heruditya, Mahesa,

Ahmad Riyadi, dan Abdus Syakur yang telah memotivasi dan berjuang

bersama, sehingga memacu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

viii

9. Triana Sugesti, Dalilah Ukhriyati, Selfiana Manurung, Siti Salbiyah,

Nuramalia Dini Priatmi, Rizka Widayanti, Fitrotul Azizah, dan Rusnul

Nurahlina Hanifi, teman setia penulis yang menemani perjalanan dalam

suka maupun duka.

10. Tim Redaksi Berita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kang Zainal,

Kang Lutfi, Kang Nanang, beserta teman-teman Pewarta lainnya, yang

telah memberikan angin segar dan warna baru bagi penulis dalam proses

kreatifitas.

11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) HIJRAH dan EKALAYA

2016, atas kerjasama dan partisipasinya penulis mendapatkan

pengalaman baru, serta belajar memahami lingkungan sosial

masyarakat.

12. Keluarga besar Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2013, yang telah

menemani berjuang dan belajar bersama, serta membina rasa

kekeluargaan di kampus tercinta ini.

Kepada semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, baik

perseorangan maupun institusi, yang telah membantu penulis. Kepada semuanya

penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Semoga Allah membalas segala

amal baik mereka. Aamiin.

Ciputat, 15 Januari 2018

Teti Pujiawati

Page 10: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

ix

ABSTRAK

Teti Pujiawati

Etika Hubungan Murid dan Guru dalam Serat Dewaruci

Serat Dewaruci digubah oleh Pujangga Surakarta, yaitu Raden Ngabehi

Yasadipura I, pada masa masuknya agama Islam ke Pulau Jawa (kira-kira pada

awal abad ke-16 M). Serat Dewaruci mengisahkan mengenai perjuangan seorang

murid bernama Bima/Arya Sena/Werkudara, yang diberi tugas oleh gurunya

(Guru Durna) untuk mencari air kehidupan (tirta pawitra). Dalam perjalanan

mencari air kehidupan, Bima sebagai murid demikian taat menjalankan perintah

dan hormat kepada gurunya. Bagi Bima, guru adalah sosok yang menjadi panutan,

yang mengajarkan dan membimbing murid agar mendapatkan pengetahuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui etika murid terhadap guru yang

terdapat dalam Serat Dewaruci, serta pengaruh guru dalam mengantarkan murid

menuju cita-citanya. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan

menitikberatkan kajiannya pada analisis isi (content analysis). Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa etika merupakan hal terpenting

yang harus dimiliki oleh seorang murid yang sedang menuntut ilmu, terutama

etika kepada gurunya, karena dalam mencapai kesempurnaan seorang murid harus

mengikuti perintah gurunya.

Seorang murid dalam menanggapi cita-cita tidak bisa mendapatkannya

begitu saja, perlu perjuangan dan kerja keras, serta wajib menghormati guru dan

bekerja untuk memperoleh kerelaan guru, dengan melakukan berbagai cara,

seperti menjaga ucapan, tingkah laku, serta bersikap terpuji. Guru dalam bahasa

Jawa adalah menunjuk pada seorang yang harus digugu dan ditiru oleh semua

murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu yang

disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh

semua murid. Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri teladan

(panutan) bagi semua muridnya.

Kata Kunci: Etika, Murid dan Guru

Page 11: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

x

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN.................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN............................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

PEDOMAN TRANSLITERASI....................................................................... iv

ABSTRAK.......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah.............................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................... 7

D. Tinjauan Kepustakaan............................................................................ 8

E. Metode Penelitian................................................................................. 10

1. Sumber Data ............................................................................... 10

2. Jenis Penelitian ........................................................................... 11

3. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 11

4. Teknik Analisi Data ................................................................... 12

5. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II SERAT DEWARUCI

A. Riwayat dan Asal-Usul Serat Dewaruci............................................... 14

1. Biografi Raden Ngabehi Yasadipura I........................................ 14

2. Karya-karya................................................................................. 17

3. Asal-Usul dan Perkembangan Serat Dewaruci........................... 21

B. Isi dan Jalan Cerita Serat Dewaruci ................................................... 25

BAB III ETIKA

A. Pengertian Etika ................................................................................... 30

B. Etika dalam Islam ................................................................................ 33

C. Etika terhadap Sesama Manusia ......................................................... 37

D. Etika Terhadap Seorang Guru ............................................................. 41

1. Pengertian dan Kedudukan Guru ............................................... 41

2. Pengertian dan Kedudukan Murid ............................................. 45

3. Etika Murid Terhadap Guru........................................................ 46

BAB IV HASIL ANALISIS ETIKA HUBUNGAN MURID KEPADA GURU

DALAM SERAT DEWARUCI

A. Menuntut Ilmu: Guru-Murid ............................................................... 50

1. Durna Sebagai Guru Pembimbing ............................................. 55

2. Dewaruci Sebagai Guru Sejati .................................................. 63

B. Makna Simbolik dalam Serat Dewaruci ............................................. 74

1. Perjalanan Mencari Air Kehidupan ............................................ 74

2. Menemukan Jati Diri: Manunggaling Kawula Gusti ................. 77

Page 12: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

xi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 80

B. Saran .................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82

LAMPIRAN

Page 13: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara historis, Islam masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-7 Masehi,

tepatnya di Kota Jepara, Jawa Timur. Islam diperkenalkan di negeri ini melalui

tiga cara, yaitu oleh para pedagang muslim, para da‟i dan para sufi yang datang

dari India, Arab, dan negara-negara lain. Namun, pada abad-abad itu, pengenalan

Islam ke Indonesia belum dapat dilakukan secara sistematis. Dakwah Islamiah

secara sistematis baru dapat dilakukan pada awal abad ke-13, yaitu ketika para

pedagang Arab berdagang hingga ke Sumatera Utara. Kemudian pada abad ke-15,

mereka sampai ke Jawa, dan menyebarkan agama Islam dengan cara yang amat

halus dan bijaksana, khususnya di sepanjang daerah pantai Utara Jawa yang

dikembangkan oleh para Walisongo.1

Realitas sejarah ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam yang

berkembang di Indonesia sampai saat ini adalah Islam Kultural.2 Artinya Islam

menjadi berkembang dan menjadi tradisi baru sejalan dengan dinamika budaya

masyarakat. Pendekatan kultural tersebut merupakan strategi pengembangan

keberagaman yang memerhatikan keharmonisan dan kekayaan budaya lokal

sebuah komunitas masyarakat.

Sejarah telah mencatat bahwa agama sejak zaman prasejarah telah

mempunyai peran yang menentukan dalam mengarahkan dan membentuk tradisi,

1Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia (Depok: Pustaka IIMan, 2009), Cet.I, h. 6-34.

2Islam kultural merupakan agama asli Nusantara, yang dianut oleh orang-orang

Indonesia–Melayu pada masa kerajaan Hindu-Budha.

Page 14: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

2

adat istiadat, pandangan hidup, dan nilai budaya, baik secara individu maupun

kelompok. Nilai agama yang menjadi karakter utama Islam adalah moralitas

(Akhlākul karīmah).3 Kualitas suatu masyarakat, dapat dilihat dari kualitas

moralnya. Bahkan kemajuan dan ketinggian budaya masyarakat amat ditentukan

oleh ketinggian akhlaknya. Inilah yang menjadi tujuan utama diutusnya

Rasullullah SAW, yaitu untuk memperbaiki akhlak manusia.4

Menurut Al-Ghazâlî akhlak adalah keadaan batin yang menjadi sumber

lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa

menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain

yang perlu ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat

memikirkan resiko. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan

melakukan kejahatan begitu peluang terbuka.

Etika atau akhlak menurut pandangan al-Ghazâlî bukanlah pengetahuan

(ma‟rifah) tentang baik dan jahat atau kemauan (qudrah) untuk baik dan buruk,

bukan pula pengamalan (fi‟il) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa

yang mantap.5

Konsep etika sebagai norma tentang bagaimana manusia seharusnya

menjalani kehidupannya secara baik dan sempurna, maka wayang mengajarkan

demikian, ini berarti bahwa etika Jawa juga dapat dilihat dalam dunia pewayangan

3Abdurrahman Mas’udi, Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gama Media,

2003), h. 24. 4 Lihat Q.S Al-Qalam: 4, Q.S At-Taubah:128.

5Rosmaria Sjafariah Widjajanti, Etika (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 227.

Page 15: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

3

yang telah lama berkembang sebagai kesenian rakyat yang menyatu dengan

kehidupan masyarakat Jawa.6

Agama Islam ketika menyebar di Pulau Jawa, bersamaan diikuti dengan

mengalirnya kepustakaan Islam, adanya berbagai kitab-kitab mengenai ajaran

agama Islam, kemudian dikembangkan dalam bentuk pengajaran di pesantren-

pesantren, kenyataan tersebut akhirnya tidak menutup kemungkinan memengaruhi

pula pertumbuhan dan perkembangan kepustakaan Jawa yang isinya

memertemukan tradisi Jawa dengan unsur-unsur ajaran Islam.7

Maka dalam hal ini terjadi sinkretisme, mengenai kepustakaan Jawa dan

bukti sinkretisme ini berikut pernyataan Simuh:

Jenis kepustakaan Jawa yang isinya memertemukan ajaran dengan tradisi

Jawa, disebut primbon, serat dan wirid. Adapun peninggalan kepustakaan

mistik Islam kejawen yang paling tua yaitu dua manuskrip yang kemudian

terkenal dengan nama Het Boek Van Bonang (Buku Sunan Bonang) dan

Een Javanese Primbon Vit De Zestiende Eeuw (Primbon Jawa Abad Enam

Belas).8

Di sisi lain selain kepustakaan, akar yang paling mendasar dalam falsafah

Nusantara (khusunya Jawa), yaitu mengenai falsafah dan etika hidup manusia

Jawa yang terdapat nilai-nilai ajaran tasawuf dan etika yang terkandung dalam

tokoh-tokoh maupun cerita-cerita yang ada pada kisah dalam lakon pewayangan,

khususnya wayang kulit. Wayang dalam bahasa Jawa berasal dari kata

wewayangan, yang artinya bayang-bayang. Wayang merupakan bahasa simbol

kehidupan yang lebih bersifat rohaniah dari pada jasmaniah. Jika orang melihat

6Sudirman Teba, Etika dan Tasawuf Jawa -Untuk Meraih Ketenangan Jiwa (Ciputat:

Pustaka IrVan, 2007), h. 102. 7Simuh, Mistik Islam Kejawen:R.Ng. Ranggawarsita (Jakarta: UI Press, 1988), h. 22.

8Simuh, Mistik Islam Kejawen:R.Ng. Ranggawarsita, h. 23.

Page 16: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

4

wayang, yang dilihat bukan wayangnya, melainkan masalah yang tersirat dalam

lakon wayang itu.9

Pengertian simbol di atas, dapat dikatakan bahwa simbolisme dalam dunia

pewayangan tampak begitu menonjol. Simbolisme dan interpretasi terhadap

simbol-simbol justru menjadi daya pikat tersendiri yang membuat wayang dapat

bertahan di tengah gempuran produk-produk kesenian dan kebudayaan lain yang

muncul lebih belakangan.10

Cerita wayang yang sangat populer terdapat dalam pewayangan Jawa,

salah satunya yaitu mengenai Kisah Dewaruci. Kisah Dewaruci merupakan

karangan sastra-dalam tradisi Jawa yang dikenal dengan istilah serat11

, yang

dibuat oleh Yasadipura I.12

Dalam kisah tersebut memuat cerita tentang Bima

yang mawas diri dengan tujuan menyucikan dirinya, agar menyatu dengan

Khaliknya atau Pamoring Kawula Gusti.13

Cerita Dewaruci adalah cerita asli Nusantara (Jawa) yang diperkirakan

ditulis pada pertengahan abad ke-15.14

Menurut Sukarto, ahli yang bergulat dalam

naskah-naskah kuno, Serat Dewaruci adalah salah satu contoh kepandaian dan

kemampuan setempat “Orang Jawa” (Local Genius) dalam menghadapi pengaruh

kebudayaan lain. Kisah Dewaruci adalah contoh yang jelas untuk menerangkan

bahwa Jawa tidak menelan begitu saja pengaruh agama Hindu, sebab di India

9Purwadi, Tasawuf Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2003), h. 15.

10Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci:Tasawuf Jawa Yasadipura I (Ciputat: Ushull Press-UIN

Jakarta, 2009), h.138. 11

Serat adalah karya-karya sastra yang berisi tentang ajaran-ajaran dari leluhur untuk

sebuah kebaikan. 12

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci:Tasawuf Jawa Yasadipura I, h.46. 13

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci:Tasawuf Jawa Yasadipura I, h.74. 14

Koencaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka,1994),h.17.

Page 17: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

5

diceritakan Bima Sena sebagai pemberi air kesuburan dan air hujan. Cerita

Dewaruci menghubungkan hal tersebut dengan usaha Bima sendiri mencari air

kehidupan. Sedangkan alur ceritanya dalam Serat Dewaruci merupakan alur cerita

yang berasal dari epos Mahabarata dan biasanya cerita ini di visualisasikan

melalui lakon wayang.15

Isi dari kisah Serat Dewaruci dan perannya secara singkat menjelaskan

bahwa: Pada masa itu diajarkan sebagai petunjuk bagi orang yang meneruskan

dalam beribadah untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Cerita Dewaruci

tidak hanya sekedar cerita begitu saja, akan tetapi untuk memahami isinya kita

harus mengetahui makna dari masing-masing tahapan cerita tersebut.

Latar belakang Bima mencari air kehidupan itu atas perintah sang Guru

Durna yang menyebutkan bahwa, apabila Bima ingin menyempurnakan ilmunya

dan bersatu dengan Yang Maha Suci dia harus mendapatkan air kehidupan.16

Niat

Bima mencari air kehidupan tak gentar, walaupun saudara-saudaranya sudah

memperingatkan bahwa itu adalah tipuan Guru Durna untuk melenyapkan Bima,

Bima tetap saja melaksanakan perintahnya, karena bagi Bima itu adalah bukti

ketaatan Murid terhadap Guru.

Menurur Mulder, hal yang dilakukan oleh Bima di kategorikan sebagai

bagian dari syari’at, yaitu menghormati dan hidup sesuai dengan hukum-hukum

agama, dengan cara menjalankan kewajiban-kewajiban seperti menghormati

15

Abdullah Cipta Prawira, Filsafat Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 40. 16

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci:Tasawuf Jawa Yasadipura I, h.77-78.

Page 18: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

6

orang tua, guru, dan raja, dengan kesadaran bahwa menghormati mereka adalah

menghormati Tuhan.17

Inilah yang menjadi titik pangkal pada penulisan skripsi ini, bagaimana

seharusnya sikap murid terhadap guru. Dalam pewayangan ini tercermin prilaku

Bima kepada Guru Durna, betapa keterkaitan antara Murid terhadap Guru. Hal ini

diterangkan oleh Sri Mulyono, sebagai berikut:

Dalam pewayangan hal ini kelihatan jelas, bagaimana peranan dan

hubungan Guru Dorna dengan muridnya sang Bima. Siswa (Bima) telah

menyerahkan diri kepada bimbingannya guru (Dorna), dengan ketaatan

yang tinggi dan pasrah total. Gurulah yang harus mengetahui dan dapat

menyesuaikan metode bimbingannya, sampai murid dapat mencapai

pribadinya yang sejati. Guru dipandang sebagai orang sakti dan orang

yang utama. Segala-galanya milik siswa, bahkan nyawa (siswa) pun harus

diserahkan kepada sang guru, sebagai raja dewa yang tertinggi dalam

pewayangan pun bernama Bathara Guru. Apabila orang atau siswa yang

berkhianat, dan berani terhadap guru dengan perbuatan, perkataan, bahkan

pikiran sekalipun akan dianggap sebagai dosa besar. Karena itu

dianjurkan, siswa sama sekali tidak boleh membantah, apalagi menghina

guru. Pendek kata seorang siswa harus patuh dan taat secara total.18

Berdasarkan latar belakang di atas yang telah penulis sampaikan bahwa

ajaran mistik yang terdapat dalam kitab-kitab Jawa, merupakan sarana-sarana

mempertahankan kepercayaan Jawa terhadap konsep “Sangkan Paraning

Dumadi”, yaitu asal dan tujuan manusia, dari mana manusia berasal, dan kemana

manusia akan pulang. Oleh karena parameter pujangga sangat aktif menyerap

ajaran tokoh-tokoh sufi beraliran mistik (Manunggaling Kawula Gusti), bagi

pengembangan ajaran Islam Kejawen. Maka dari pertimbangan itu penulis tertarik

untuk meneliti “ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT

DEWARUCI”.

17

Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan sufisme dalam

Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta: Penerbit NARASI, 2004), Cet. III, h. 127. 18

Lihat, Simuh, Mistik Islam Kejawen:R.Ng. Ranggawarsita, h. 371.

Page 19: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

7

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah pada suatu penelitian harus dilakukan supaya tidak

membahas semua kemungkinan yang bisa muncul. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini perlu diketahui tentang pengertian dari etika, baik itu etika Islam

maupun etika Jawa, serta hubungan murid kepada guru dalam Serat Dewaruci.

Selain itu bagaimana etika Jawa bisa berkembang dan jadi pandangan hidup

khususnya untuk orang-orang Jawa.

Dalam penelitian ini saya hanya membatasi hubungan murid kepada guru

yang ada dalam cerita wayang kulit, terutama dalam kisah Dewaruci yang

menceritakan Werkudara atau Bima yang mencari air kehidupan. Di situ

diceritakan bahwa Werkudara mendapatkan perintah dari gurunya, yaitu Durna

untuk mencari air kehidupan tersebut, sebagai bukti ketaatan terhadap guru dan

pencarian kesejatian diri.19

Agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu melebar, maka saya

merumuskan masalah dalam penelitian ini, lebih lanjut permasalahan pokok

tersebut dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan, bagaimanakah etika hubungan

murid terhadap guru dalam Serat Dewaruci?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini ingin mengetahui dan mendeskripsikaan

bagaimana etika hubungan murid dan guru, dalam konteks ini adalah bagaimana

seharusnya manusia bersikap dan berbuat, serta bisa mengkomparasikan dengan

19

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa Yasadipura I, h.62-61.

Page 20: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

8

kisah Dewaruci serta ajaran-ajaran Islam yang sudah bercampur dengan tradisi

lokal Nusantara (Jawa).

Penelitian dan penulisan karya akademik ini memiliki beberapa tujuan:

Pertama, berkaitan dengan persyaratan akademis untuk menyelesaikan Studi

tingkat Sarjana Progaram Strata Satu (S1) pada Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Kedua, untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap

budaya dan tradisi asli Nusantara, serta menyadarkan kita agar hidup dengan

sewajarnya sesuai dengan ajaran Islam.

Sedangkan kegunaan dari Penelitian ini juga dapat menambah khazanah

kepustakaan atau literatur di Indonesia, khusunya berkaitan dengan kisah

pewayangan, selanjutnya karya tulis ini diharapkan dapat ikut serta memberikan

kontribusi ilmiah kepada kajian falsafah dan tasawuf, pemikiran ke-Islaman dan

kebudayaan. Tentunya sebagai karya tulis akademik, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis maupun praktis.

D. Tinjauan Kepustakaan

Islam dalam masyarakat Jawa sampai saat ini terus berkembang bahkan

PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama) sendiri mencetuskan “Islam Nusantara”

hal tersebut membuktikan betapa kayanya kajian mengenai Islam dan tasawuf di

Nusantara khususnya mengenai corak dan unsur etika yang terdapat dalam

mistisisme kejawen (Serat Dewaruci). Dari sekian banyak karya yang membahas

tentang tema falsafah mengenai etika dan Serat Dewaruci, baik dalam bentuk

buku, jurnal, majalah, maupun skripsi, tesis, dan disertasi, penulis tidak

Page 21: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

9

menemukan tulisan yang secara spesifik membahas tentang etika hubungan murid

dan guru dalam Serat Dewaruci. Walaupun demikian, kajian-kajian tersebut

memberikan arti yang sangat besar bagi penulis dalam menambah informasi dan

pemahaman untuk melengkapi kajian skripsi ini. Sejumlah tulisan yang penulis

temukan diantaranya:

Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Rohmad Sri Yunanto dengan judul

“Aspek Mistik dalam Serat Dewa Ruci.” Penelitian ini terfokus pada aspek

mistisisme yang ada dalam kisah cerita dari Serat Dewaruci secara umum, dan

sangat kental dengan penjelasan terhadap ajaran Mistisisme Islam Kejawen.20

Kedua, Skripsi yang ditulis oleh Edwin dengan judul “Serat Dewa Ruci:

Studi pemikiran Tasawuf Yasadipura I.” Penelitian ini terfokus pada pemikiran

Tasawuf Yasadipura I dalam kisah Dewaruci yang menjadi falsafah bagi orang

Jawa, serta mengetahui tingkat religiusitas masyarakat Jawa.21

Ketiga, Skripsi yang ditulis oleh Siti Wahidah Hajar Saifuroh dengan judul

“Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kepribadian „Werkudara‟-Deskripsi

Wayang Kulit Purwa Lakon „Dewa Ruci‟.” Penelitian ini terfokus pada nilai-nilai

pendidikan Islam yang tercermin pada Werkudara dalam lakon Dewaruci.22

Keempat, Disertasi yang ditulis oleh Hamid Nasuhi dengan judul

“Gagasan Mistik dalam Serat Dewa Ruci Karya Yasadipura I (1729-1803):

20

Rohmad Sri Yunanto,“Aspek Mistik dalam Serat Dewaruci” (Skripsi Fakultas

Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003). 21

Edwin, “Serat Dewa Ruci: Studi pemikiran Tasawuf Yasadipura I” (Skripsi fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, 2001). 22

Siti Wahidah Hajar Saifuroh,“Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kepribadian

„Werkudara‟-Deskripsi Wayang Kulit Purwa Lakon „Dewa Ruci‟” (Skripsi Jurusan Tarbiyah,

STAIN Purwokerto, 2014).

Page 22: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

10

Tinjauan Tasawuf Falsafi.” Penelitian ini terfokus pada pembahasan konsep

mistik yang terkandung dalam Serat Dewaruci yang dikarang oleh Yasadipura I.23

E. Metode Penelitian

1. Sumber Data

Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan metode studi

perpustakaan (library research), yaitu menghimpun buku atau tulisan yang ada

hubungannya dengan tema skripsi. Data-data tersebut diambil dari sumber primer

yaitu diambil dari naskah “Yasadipura I Serat Dewa Ruci dalam huruf Jawa dan

Huruf Latin”, yang berupa Fotocopy bertuliskan aksara Jawa Manuscrift

Indonesia, Kediri, Tan Khoen Swie, 1929.

Sedangkan dari sumber lainnya yang ada hubungannya dengan judul

skripsi, antara lain: Yudhi AW, Serat Dewaruci : Pokok Ajaran Tasawuf Jawa:

Seno Sastroamidjojo, Tjeritera Dewa Rutji: Dengan arti Filsafatnja: Adhikara

SP, Unio Mystica Bima: Analisis Cerita Bimasuci Jasadipoera, Nawaruci,

Dewaruci: Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan: Prof. H. A.

Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme klasik ke Neosufisme: Harun Nasution,

Falsafat dan Mistisisme dalam Islam: Prof. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D,

Menuju Paradigma Islam Humanis: Muhaji Fikriono, Puncak Makrifat

Jawa:Pengembaraan Batin Ki Ageng Suryomentaram: Hamka, Tasawuf Modern:

Asmaran, AS, Pengantar Studi Tasawuf: Alwi Sihab Akar Tasawuf di Indonesia:

Purwadi, Tasawuf Jawa: Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa

23

Hamid Nasuhi dengan judul “Gagasan Mistik dalam Serat Dewa Ruci Karya Yasadipura

I (1729-1803): Tinjauan Tasawuf Falsafi” (Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007).

Page 23: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

11

Yasadipura I: Simuh, Sufisme Jawa: Koencaraningrat, Kebudayaan Jawa:

Muh.Said, Etik Masyarakat Indonesia : Rosmaria Sjafariah Widjajanti, Etika:

Sudirman Teba, Etika dan Tasawuf Jawa-Untuk Meraih Ketenangan Jiwa:

Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa: M. Yatimin Abdullah, Pengantar

Studi Etika: Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Achmad Chodjim, Sunan

Kalijaga-Mistik dan Makrifat: Simuh, Mistik Islam Kejawen:R.Ng.

Ranggawarsita, dan beberapa referensi lainnya yang mendukung dan berkaitan

dengan judul skripsi.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu dengan mendeskripsikan

secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian

menganalisis setiap masalah untuk memperoleh pemahaman secara komprehensif.

3. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini termasuk penelitian Library Research, maka teknik

pengumpulan data dilakukan di sebagian besar perpustakaan, baik pusat

perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin, pusat arsip sastra Nasional: H.B Jassin, maupun referensi yang

berkaitan dengan tema yang diangkat pada penelitian ini.

Semua buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini

dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan relevansi terhadap pembahasan

penelitian ini. Setelah semua buku telah diklasifikasi maka langkah selanjutnya

adalah dibaca dan diteliti, dan pada akhirnya dimasukan pada pembahasan

penelitian yang diangkat.

Page 24: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

12

4. Teknik Analisa Data

Karena analisis pada penelitian ini terfokus antar teks, maka sedikit

banyak digunakan berbagai metode, baik itu metode hermeneutik,24

Semantik,25

,

maupun filologis. Teknik penulisan pada penelitian ini mengacu pada buku

pedoman penulisan karya ilmiah tahun 2007 yang diterbitkan oleh penerbit

CeQda, dan Pedoman Akademik Program Strata I 2013/2014, yang diterbitkan

oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013.

Adapun transliterasi menggunakan Jurnal Ilmu Ushuluddin terbitan HIPIUS

(Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin) tahun 2013.

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab yang dimulai dengan

bab I sebagai pendahuluan. Di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang

masalah dan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian. Dalam bagian ini

akan dikemukakan bahwa etika merupakan bagian dari pandangan hidup Jawa,

terutama mengenai etika hubungan murid kepada guru yang terdapat pada kisah

Dewaruci.

Pada bab II, sebagai biografi maka dalam bab II ini akan diuraikan

mengenai riwayat hidup, asal-usul serat Dewaruci, serta kutipan naskah serat

24

Hermeneutik merupkan proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi

mengerti. Dalam definisi yang agak berbeda, dikatakan bahwa hermeneutik sebagai suatu metode

atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks

untuk dicari arti dan maknanya. Mudjia Raharjo, Dasar-Dasar Hermeneutika:Antara

Internasionalisme dan Gadameria (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2008), h. 29. 25

Semantik adalah suatu studi dan analisa tentang makna-makna linguistik. Ilmu ini

membahas tentang telaah makna, lambang lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan

makna dan hubungan makna yang satu dengan yang lainnya. Abd. Mu’in Salim, Metode Ilmu

Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), h. 77-78.

Page 25: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

13

Dewaruci yang berkaitan etika murid kepada guru. Karena hal yang paling

mendasar dalam penelitian ini adalah mengetahui mengenai sejarahnya.

Pada bab III, sebagai landasan teori, akan membahas mengenai etika.

Mulai dari pengertian etika secara umum, etika dalam pandangan Islam, etika

kepada manusia, serta yang paling penting adalah etika murid kepada guru.

Bab IV, sebagai bab inti yaitu suatu pembahasan dan analisa. Maka dalam

bagian ini yaitu membahas mengenai unsur etika dalam Serat Dewaruci,

diantaranya adalah etika guru dan murid, dalam menuntut ilmu. Selain itu di bab

IV juga akan di bahas mengenai makna simbolik dalam Serat Dewaruci yang

mana pada pembahasan ini akan dijelaskan perjalanan mencari air kehidupan dan

menemukan jati diri: Manunggaling Kawula Gusti.

Kesimpulan pada penelitian ini akan dibahas pada bab V. Bab ini akan

memberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang sudah dijelaskan. Dalam

bab ini pula akan memberikan jawaban terhadap masalah yang menjadi fokus

dalam penelitian ini, yaitu seputar etika hubungan murid kepada guru dalam

Serat Dewaruci. Tidak lupa pula saran-saran dan rekomendasi yang bersifat

konstruktif seputar etika Islam Jawa pada umumnya, serta kisah mengenai

Dewaruci.

Page 26: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

14

BAB II

SERAT DEWARUCI

A. Riwayat dan Asal-Usul Serat Dewaruci

1. Biografi Raden Ngabehi Yasadipura I

Raden Ngabehi Yasadipura I adalah putera dari Raden Tumenggung Arya

Padmanegara, seorang bupati (abdi dalem bupati jaksa) di Pengging pada masa

pemerintahan Pakubuwana I (1704-1719 M). Ia dilahirkan di Pengging pada hari

Jum‟at-Paing bulan Sapar pada tahun Jimakir (tahun 1654 Jawa atau 1729 M).1

Yasadipura diberi nama Bagus Banjar oleh orangtuanya pada saat dia

kecil, sedangkan nama panggilannya adalah Jaka Subuh, karena ia lahir pada

waktu subuh. Ketika berusia delapan tahun ia dikirim ke sebuah pesantren di

Kedu di bawah bimbingan Kiai Anggamaya. Dalam usia yang relatif muda, Bagus

Banjar sudah memerlihatkan bakat yang luar biasa dalam pelajaran ilmu agama

dan Kesusastraan.2 Selain belajar ilmu-ilmu agama, Bagus Banjar juga belajar

ilmu kanuragan, kesusastraan Jawa dan Arab, ilmu akhlak, serta ilmu kebatinan.3

Bagus Banjar menamatkan pendidikannya di pesantren pada usia 14 tahun,

lalu ia pulang untuk kemudian mengabdi ke Kraton Kartasura di bawah kekuasaan

Pakubuwana II (1726-1749). Pada mulanya Bagus Banjar diterima sebagai

1Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A.

Mutamakin dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, Terj. Enoch Mahmud dan Mahpudi (Bandung:

Penerbit Nuansa, 2004), Cet. I, h. 31. 2Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 32. 3Yudhi AW, Serat Dewaruci : Pokok Ajaran Tasawuf Jawa (Yogyakarta: NARASI ,

2012), h. 32.

Page 27: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

15

prajurit istana (abdi dalem prajurit Namengjaya) dan diberinama Kudapangawe

yang bertugas menjaga Kyai Cakra, yaitu senjata keraton. Di lingkungan ini juga

ia mendapatkan pengetahuan yang sangat mendalam tentang adat istiadat dan

etika Jawa. Pada kurun waktu selanjutnya juga, Yasadipura muda menjadi saksi

berbagai pergolakan yang melanda lingkungan keraton.4

Seperti pemberontakan oleh orang-orang Cina tahun 1740-1743 yang

berakibat pada kerusakan parah pada keraton. Disusul dengan pemindahan

keraton dari Kartasura ke desa Sala (Solo) di sebelah Timur Kartasura tahun 1745

(kemudian menjadi Keraton Surakarta).

Seiring dengan pemindahan keraton, nama Kudapangawe telah berubah

menjadi Yasadipura, dan sesuai dengan bakatnya dalam bidang sastra, ia pun

ditunjuk sebagai sekretaris di bawah bimbingan pangeran Wijil.5 Ia mendapat

kepercayaan sebagai Pujangga Taruna ( pujangga muda). Ia ikut boyongan ke

Sala dan berdiam di kampung Kedungkol, sekarang bernama Kampung

Yasadipura di daerah Pasar Kliwon Surakarta.

Yasadipura juga ikut menjadi saksi melemahnya kekuasaan Raja dan

menguatnya hegemoni Belanda hingga berujung pada peperangan antara

Pakubuwono III dengan pamannya sendiri yang bernama Mangkubumi (kelak

bergelar Sultan Hamengkubuwono I di Yogyakarta) yang bersekutu dengan

keponakannya yang bernama Raden Mas Said ( Mangkunegoro I). Peperangan ini

4Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci; Tasawuf Jawa Yasadipura I ( Ciputat, Ushul Press,

2009), h. 47. 5Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 32.

Page 28: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

16

berakhir dengan diadakannya Perjanjian Giyanti (1755) yang membagi kerajaan

Mataram menjadi dua bagian, yakni Surakarta di sebelah Timur dan Yogyakarta

di sebelah Barat.

Suasana Keraton Surakarta berangsur-angsur tenang, setelah berlalunya

masa pergolakan yang demikian mencekam. Sebagai kompensasi dari

melemahnya pengaruh politik keraton, dilakukanlah konsolidasi internal dengan

membangkitkan kembali warisan kebudayaan Jawa. Hal itu meningkatkan

perhatian Raja Surakarta terhadap sastra semakin besar, dan Yasadipura memikul

tanggung jawab sebagai pengemban amanat Raja untuk mengubah kembali

khazanah kesusastraan Jawa kuno untuk dibukukkan kembali dalam format

kekinian.

Yasadipura dengan keahlian yang luar biasa, berhasil menulis ulang buku-

buku kuno ke dalam bahasa Jawa modern. Ia juga mengarahkan perhatian kepada

karya-karya yang bercorak Islam dan sejarah. Karya-karya sejarah Yasadipura ini

menyajikan informasi tak ternilai dalam kajian sejarah Kerajaan Mataram

sepanjang abad ke-18.

Yasadipura lebih dikenal sebagai ahli sastra yang mumpuni, tetapi

sebenarnya ia juga mempunyai kepiawaian dalam bidang politik dan telah

memeroleh pengakuan dari Pakubuwana IV, dan pada suatu saat ia diminta untuk

Page 29: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

17

menjadi menteri (patih) dalam pemerintahan Surakarta, akan tetapi ia menolak

dengan alasan karena sudah berusia lanjut.6

Yasadipura meninggal di Surakarta pada hari Senin-Kliwon 20

Dulkangidah, tahun Wawu 1728TJ, atau 14 Maret 1803 M.7 Ia di makamkan di

tempat kelahirannya, Pengging, dan sampai saat ini makamnya masih

dikeramatkan. Kedudukan sebagai pujangga keraton digantikan oleh anaknya,

yaitu Yasadipura II (Raden Tumenggung Sastranegara).

2. Karya-karya Yasadipura I

Yasadipura meninggalkan warisan buku-buku dalam bahasa Jawa yang

hingga kini masih tetap populer. Bahasanya telah memberikan pengaruh besar

pada perkembangan bahasa Jawa Surakarta, dan sebaliknya telah membuat bahasa

tersebut menjadi standar dari bahasa Jawa baru.8

Poerbatjaraka menyebut dalam buku Kepustakaan Jawa, setidaknya

terdapat 12 karya penting yang dihasilkan oleh Yasadipura I, yaitu: Tajusalatin,

Babad Giyanti, Serat Ambiya, Menak, Bratayuda, Babad Prayut, Cabolek,

Arjunawiwaha, Rama, Panitisastra, Dewaruci, dan Babad Pakepung.9

Yasadipura memiliki bakat dan intelektual sastra yang tinggi, ia juga

menggubah beberapa karya, diantaranya:

6Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 34. 7Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 34. 8Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci; Tasawuf Jawa Yasadipura I, h. 48.

9Poerbatjaraka dan Tardjan Hadidjaja, Kepustakaan Jawa (Jakarta: Djambatan, 1957), h.

150-151.

Page 30: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

18

1. Serat Rama, merupakan gubahan klasik terbesar dan terbaik

Yasadipura. Serat Rama merupakan adaptasi dari Kakawin Ramayana

yang ditulis antara tahun 898-910 M pada masa pemerintahan Raja

Dyah Balitung.10

Kitab ini menjadi sumber yang penting bagi ajaran-

ajaran moral dan filosofis kaum bangsawan Jawa pada khusunya, dan

masyarakat Jawa pada umumnya. Di dalam Serat Rama pula dijumpai

ajaran tentang kepemimpinan yang sangat terkenal, Hastabrata.

2. Serat Baratayuda, merupakan adaptasi dari Bharatayudha Kakawin,

yang ditulis oleh Mpu Sedah pada tahun 1157 pada masa pemerintahan

Raja Jayabhaya (1135-1157 M), dari Kediri Jawa Timur. Dibanding

Ramayana Kakawin, bahasa Bharatayudha Kakawin lebih mudah

dipahami, karena kitab tersebut lebih muda usianya.11

Baratayuda

bercerita tentang peperangan yang terjadi dalam keluarga besar Barata,

antara klan Pandawa dan Kurawa. Cerita ini merupakan salah satu

episode sekaligus menjadi klimaks cerita dari epos besar Mahabharata,

yang sampai saat ini masih digemari oleh orang Jawa.

3. Kitab Arjuna Wiwaha, merupakan adaptasi dari Arjuna Wiwaha

Kakawin karya Mpu Kanwa, yang hidup pada masa Raja Airlangga

(1019-1042).12

Bagi orang Jawa, karya ini sangat penting, tidak hanya

dipandang dari nilai sastranya, tapi juga dari sudut kandungan etika dan

falsafahnya. Kisah Arjuna Wiwaha merupkan alegori dari perjuangan

10

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 34. 11

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan, h. 34. 12

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan, h. 35.

Page 31: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

19

manusia melawan kejahatan agar dapat meraih kesempurnaan

(perfection).

4. Serat Dewaruci, merupakan risalah yang kandungannya tidak jauh

berbeda dengan kitab Arjuna Wiwaha, yaitu ajaran mistik. Versi Jawa

Kuna dari naskah Dewaruci ini tidak ada yang ditemukan. Namun

Profesor Poerbatjaraka telah memberi bahan yang sangat penting

kepada pengetahuan kita mengenai naskah ini dengan ditemukannya

sebuah versi dalam bahasa Jawa Pertengahan. Naskah Poerbatjaraka

bila dinilai dari sudut bahasa dan sajaknya, yakni pada masa masuknya

agama Islam ke pulau Jawa (kira-kira pada awal abad ke-16 M).13

5. Serat Panitisastra, yang didasarkan pada Kakawin Nitisastra. Gubahan

ini merupakan kitab etika yang sangat mashur di Jawa. Gubahan

Yasadipura dari karya ini ditulis dalam kawi miring dengan danding

Sekar Ageng. Ia menyelesaikan karyanya pada tahun 1734 J (1798

M).14

6. Yasadipura pun menggubah karya-karya yang berasal dari khazanah

Islam, seperti Serat Menak, Kitab Tajusalatin, dan Serat Anbiya. Cerita

Menak diperkirakan sudah mulai menyebar sejak zaman Sultan Agung

(1613-1645). Karya ini merupakan adaptasi dari Hikayat Amir Hamzah

yang sangat populer di kalangan Muslim Melayu sepanjang abad ke-16.

13

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 36. 14

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 37.

Page 32: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

20

7. Kitab Tajusalatin merupakan adaptasi bebas (Free Adaptation) dari

karya Melayu berjudul Mahkota segala raja-raja, yang ditulis di Aceh

oleh Bukhari dari Johor pada tahun 1603. Kitab ini pun aslinya berasal

dari Persia. Sedangkan Kitab Anbiya berisi kisah para Nabi yang

disebutkan dalam al-Qur‟an. Di Jawa kitab ini juga dikenal dengan

sebutan kitab Tapel Adam.15

8. Babad Giyanti, merupakan karya yang ditulis dalam bentuk macapat

yang indah. Yasadipura menulis karya ini semasa pemerintahan

Pakubuwana III (1749-1788 M). Babad Giyanti menggambarkan

dengan rinci peristiwa-peristiwa penting di Jawa sejak didirikan

Surakarta selama masa pemerintahan Paku Buwana II (1745-1746 M),

khusunya tentang alasan-alasan dari, dan menyebabkan timbulnya,

peperangan antara Pangeran Mangkubumi dan Mas Said. Perang

Mangkubumi ini hakikatnya merupakan pergulatan menentang

kekuasaan VOC yang terus bertambah besar dan memakan waktu dari

tahun 1746 M, sampai tahun 1755 yang berakhir dengan penandatangan

Persetujuan Giyanti.16

9. Serat Cabolek, buku terakhir ini mengisahkan sejarah sosial-keagamaan

di Jawa awal abad ke-18, yang merekam perdebatan menghebohkan

antara Kiai Ahmad Mutamakin dari desa Cebolek di Tuban dan Ketib

Anom, penghulu dari Kudus. Perseteruan ini akhirnya diselesaikan di

15

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci:Tasawuf Jawa Yasadipura I, h. 52. 16

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 40.

Page 33: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

21

hadapan mahkamah kerajaan di Kartasura dengan melibatkan Patih

Danureja dan Demanag Urawan sebagai utusan Raja Pakubuwana II.17

3. Asal-Usul dan Perkembangan Serat Dewaruci

Penghargaan terhadap nilai lakon “Dewaruci” telah diketahui sejak zaman

Kartasura, Serat Dewaruci tersebut dapat diartikan pula sebagai salah satu cara

untuk menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat di pulau Jawa, yang

pada waktu itu masyarakatnya masih dalam keadaan buta hurup, belum mengenal

huruf latin.18

Menurut Soebadri, kisah Dewaruci jelas berasal dari masa pra-Islam di

Jawa, karena bagian intinya sangat mungkin berasal dari kisah Mahabharata yang

datang dari India.19

Cerita tersebut telah mengalami perubahan-perubahan tertentu

dimana peran Bima telah dibuat lebih penting dibandingkan dengan peran Arjuna.

Dalam Dewaruci, Bima tidak saja ditonjolkan sebagai pahlawan yang gagah

perkasa yang memiliki kekuatan fisik, tapi ia pun ditampilkan sebagai seorang

ahli esoterik yang bijaksana.

Widji Saksono menyatakan, meskipun tampak spekulatif, bahwa Wali

Sanga atau lebih tepatnya Sunan Kalijaga merupakan pencipta kisah Dewaruci.

Pandangan ini didasarkan kepada adanya beberapa fragmen dalam kisah Dewaruci

17

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci; Tasawuf Jawa Yasadipura I , h. 52. 18

Lihat, Seno Sastroamidjojo, Tjeritera Dewa Rutji: Dengan arti Filsafatnja ( Jakarta:

Penerbit KINTA, 1967), Cet.II, h. 2-3. 19

Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 63.

Page 34: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

22

yang memiliki kemiripan dengan kitab Mantiq al-Tayr karya sufi penyair Persia

terkemuka, Farîd al-Dîn ʼAttâr.20

Menurut Hamid Nasuhi, dilihat dari sudut historis-kronologis,

sebagaimana dikemukakan oleh Poerbatjaraka cerita Dewaruci tertua diperkirakan

ditulis pada zaman sastra Jawa Tengahan (1292-1520). Rentang periode ini jelas

menunjukan bahwa kisah tersebut ditulis berbarengan dengan mulai

merambahnya pengaruh Islam di tanah Jawa. Karena itu muncul asumsi bahwa

cerita Dewaruci tak lebih sebagai cerita rekaan sufi yang mendompleng pada

cerita wayang yang memang sangat disenangi oleh orang Jawa. Namun demikian,

tidak menutup kemungkinan yang lain, yaitu bahwa cerita Dewaruci memang

murni cerita pra-Islam.21

Serat Dewaruci yang ditulis oleh Yasadipura I, merupakan teks Dewaruci

paling lengkap dan menjadi babon (induk) bagi cerita Dewaruci yang terbit

sesudahnya, diyakini terinspirasi dan bersumber dari teks yang diredaksi oleh

Poerbatjaraka. Yasadipura sendiri hidup pada masa akhir pemerintahan Kerajaan

Mataram di Kartasura dan sekitar 60 tahun petama pemerintahan Surakarta.22

Masa ini ditandai oleh semakin kuatnya pengaruh Islam di kalangan orang

Jawa, baik yang berada di dalam maupun di luar keraton. Literatur Islam, terutama

yang bernuansa mistik (suluk), telah banyak beredar, khususnya di lingkungan

pesantren. Maka tidak menutup kemungkinan bahwa motivasi penulisan ulang

20

Lihat, Jajat Burhanuddin, “Wacana Baru Islam-Jawa,” Studia Islamika Vol.5, No. 2,

1998, h. 186. 21

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci; Tasawuf Jawa Yasadipura I , h. 13. 22

Lihat , Soebardi, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A.

Mutamakin dan Fenomena Shaikh Siti Jenar, h. 31-34.

Page 35: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

23

kisah Dewaruci ini adalah sebagai respon terhadap perkembangan tersebut. Hal ini

tampak misalnya dari karya Yasadipura I yang lain, seperti Serat Cabolek yang

memuat fragmen inti dari cerita Dewaruci.23

Serat Dewaruci sebagai salah satu karya Yasadipura I mendapat sambutan

yang sangat baik di masyarakat. Kisah Dewaruci sudah merasuk ke dalam diri

masyarakat Jawa semenjak lama. Bahkan kisah ini menjadi salah satu episode

tersendiri dalam cerita wayang.24

Ada beberapa alasan yang mendasari masyarakat Jawa untuk menyukai

kisah Dewaruci ini. Setidaknya ada tiga alasan utama yang yang bisa dipaparkan

di sini, yakni sebagai berikut:25

1. Masyarakat Jawa sangat menggemari wayang, termasuk epos

Mahabarata. Keberadaan kisah Dewaruci menjadi penting manakala

dihubungkan dengan sosok Bima yang menjadi aktor utama dalam kisah

Dewaruci.

2. Isi kandungan dalam kisah Dewaruci sarat dengan nuansa kebatinan

Jawa, yakni mencari jati diri cara kejawen. Unsur mistis dan sinkretisme

antara Islam, Hindu dan Buddha sudah merasuk dalam batin masyarakat

Jawa. Isi kisah Dewaruci ini menjadi media yang sangat tepat untuk

mewakili hasrat masyarakat pada kebutuhan rohani mereka.

23

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci; Tasawuf Jawa Yasadipura I , h. 13. 24

Yudhi AW, Serat Dewaruci : Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 11. 25

Yudhi AW, Serat Dewaruci : Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 12.

Page 36: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

24

3. Kisah Dewaruci ini terpublikasikan kepada masyarakat Jawa melalui

media pertunjukan wayang yang sudah mendarah daging sebagai

tontonan wajib bagi mereka.

Naskah Asli Serat Dewaruci tulisan Yasadipura I ini tersimpan di Museum

Sana Budaya dalam bentuk tulisan tangan. Setelah ditemukannya mesin cetak

muncul naskah-naskah transformasi (turunan) yang bersumber dari naskah induk

tulisan Yasadipura I.26

Beberapa naskah transformasi Dewaruci dalam bentuk

cetakan antara lain:

1. Serat Dewa Ruci cetakan pertama yang diterbitkan oleh Mas Ngabehi

Kramapawira tahun 1870, dicetak oleh Percetakan Van Dorp Semarang

dengan tulisan Jawa. Cetak ulang oleh Van Dorp atas naskah Dewaruci

ini dilakukan dua kali yakni tahun 1873 dan 1880.

2. Serat Dewa Ruci berbahasa Jawa dan juga berhuruf Jawa tulisan Mas

Ngabehi Mangunwijaya dan diterbitkan oleh Tan Khoen Swie Kediri

tahun 1922.

3. Cerita Dewa Roetji yang dimuat di majalan Belanda Djawa pada tahun

1940, dengan kontributor Prof. Dr. R.M. Ng. Poerbatjaraka.

4. Serat Dewaruci Jarwa Sekar Macapat Gubahanipun R. Ng. Yasadipura

I yang tersimpan di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM

Yogyakarta, berhurup latin dan berbahasa Jawa. Tak ada nama penerbit

dan tahun penerbit namun diduga buku itu adalah terbitan Keluarga

Bratakesawa Yogyakarta.

26

Yudi AW, Serat Dewaruci : Pokok Ajaran Tasawuf Jawa ,h. 13-14.

Page 37: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

25

5. Serat Dewa Ruci Kidung dari Bentuk Kakawin yang diterbitkan oleh

Penerbit Dahara Prize Semarang tahun 1991, berhuruf Latin, berbahasa

Jawa, dan ada terjemahan bahasa Indonesia secara tekstual. Dalam versi

tersebut hanya disebutkan penulisnya adalah Pujangga Surakarta.

Naskah Dewaruci terdapat berbagai transformasi, tetapi yang

terpenting adalah intisari cerita itu dapat menggambarkan perkembangan cara

berpikir bangsa Indonesia, khusunya masyarakat Jawa, terutama mengenai

pandangan hidup.27

B. Isi dan Jalan Cerita Serat Dewaruci

Isi Serat Dewaruci sampai saat ini masih sangat menarik dan dihargai oleh

berbagai kalangan, khusunya masyarakat Jawa sebagai objek pembelajaran yang

didalamnya terdapat unsur tasawuf dan falsafat, sehingga menjadikan Serat

Dewaruci sebagai pembimbing dalam mencari jalan ke arah tercapainya Kawruh

Kasampurnaan (Ilmu Pengetahuan mengenai usaha mencapai kesempurnaan

hidup).28

Bisa dikatakan bahwa Serat Dewaruci versi Yasadipura I merupakan versi

terbaik dan terlengkap sehingga sering dijadikan acuan oleh para pengarang

setelahnya yang ingin mengadaptasi kisah Dewaruci. Bahkan Dewaruci versi

Yasadipura I ini pulalah yang dijadikan “versi resmi” (official version) para

dalang yang mementaskan lakon Dewaruci dalam pergelaran wayang. Adapun

27

Seno Sastroamidjojo,Tjeritera Dewa Rutji: Dengan arti Filsafatnja, h.5. 28

Seno Sastroamidjojo, Tjeritera Dewa Rutji: Dengan arti Filsafatnja, h.1.

Page 38: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

26

ringkasan atau jalan cerita Dewaruci versi Yasadipura I tersebut adalah sebagai

berikut:29

Arya Sena, nama lain Werkudara atau Bima, berguru kepada Resi Durna.

Oleh gurunya ia disuruh mencari “tirta pawitra” untuk menyucikan dirinya. Sena

lalu pamit kepada saudara-saudaranya di Amarta. Meskipun mereka menahan agar

Sena tidak berangkat menjalankan perintah Durna, tetapi ia pergi juga. Tidak ada

yang menemaninya, kecuali angin ribut. Ia minta diri kepada Durna, yang diberi

nasihat bila ia mendapatkan air itu maka ia akan mempunyi pengetahuan yang

sempurna, menonjol di dunia dan akan melindungi orang tuanya yang dihormati

karena dirinya.

Dikatakan oleh Durna bahwa air itu ada di hutan Tikbrasara, di

Gandamana pada lereng Gunung Candramuka. Suyudana (pura-pura) menahan

kepergian Werkudara, tetapi ia berangkat juga. Setelah sampai di Gunung

Candramuka, dibongkarnya gunung itu, tetapi ia tidak menemukan air yang dicari,

malah bertemu dengan raksasa Rukmuka dan Rukmakala, yang ketika melihat

Werkudara amat marah, karena merasa terganggu dengan kehadirannya. Maka

terjadilah pertengkaran antara mereka, dan Werkudara berhasil membanting kedua

raksasa itu di batu hingga hancur lebur.

Ajaibnya, tubuh kedua raksasa itu menghilang, dan tiba-tiba muncul

Hyang Indra dan Hyang Bayu yang menyatakan terima kasihnya kepada

29Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci; Tasawuf Jawa Yasadipura I , h. 61-64.

Page 39: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

27

Werkudara karena telah me-ruwat 30

kedua dewa itu, sehingga mereka kembali ke

asal jati dirinya sebagai dewa. Mereka sebelumnya telah kena kutukan Hyang

Pramesthi sehingga berubah rupa dan bentuk menjadi raksasa. Werkudara lalu

mendengar suara (dari Hyang Indra dan Hyang Bayu) yang memberitahukan

bahwa “air kehidupan” itu memang ada tetapi temptanya bukan di Gunung

Candramuka. Ia disuruh minta penjelasan lagi kepada Durna.

Ketika Werkudara kembali ke Astina, Durna berkilah bahwa ia

diperintahkan pergi ke gunung candramuka itu untuk diuji keteguhan hati dan

baktinya kepada guru. Kemudian ia diberitahu bahwa air itu berada di pusat

samudera. Sebelum berangkat ke samudra, Werkudara lebih dahulu pergi ke

Amarta menemui saudara-saudaranya yang tengah dirundung gelisah. Namun ia

menolak permintaan saudara-saudaranya agar mengurungkan niatnya pergi ke

tengah samudera, dan ia segera berangkat. Setelah sampai di pinggir samudra,

Werkudara lalu terjun ke laut. Ia ingat bahwa ia mempunyai Aji Jayasengsara

yang dapat membantunya berjalan di atas air. Ia kemudian bertemu dengan seekor

naga besar yang menyerang dan membelitnya. Naga itu berhasil ia tusuk dengan

kuku Pancanaka hingga tewas.

Para Pandawa, beserta saudara-saudara Werkudara dirundung kesedihan,

kemudian Kresna menenangkan mereka dengan mengatakan bahwa Werkudara

30

Dalam istilah Jawa, upacara Ruwatan biasa dipergunakan sebagai sarana pembebasan

dan penyucian manusia atas dosanya atau kesalahannya yang berdampak kesialan dalam

kehidupannya. Dalam dunia pewayangan sendiri, istilah ruwatan dilakukan sebagai sarana

pensucian bagi Dewa yang telah ternoda, untuk menjadi suci kembali.kehidupannya.

Page 40: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

28

tidak akan mati, dan bahkan akan mendapat anugerah Dewata. Ia akan kembali

dalam keadaan suci.

Werkudara masuk ke dalam samudera dan bertemu dengan makhluk kecil

yang menyerupai dirinya, dan mengatakan bernama Dewaruci. Setelah berdialog

dengan dewa penjaga laut itu, Werkudara jatuh kagum. Karena kekagumannya itu,

ia minta diberi wejangan. Ia disuruh masuk ke dalam perut Dewaruci melalui

telinga kirinya. Di dalam perut Dewaruci Werkudara melihat laut yang amat luas,

seolah-olah tidak bertepi. Ketika ditanya apa yang dilihtanya, ia menjawab bahwa

ia merasa bingung sehingga tidak jelas penglihatannya.

Tiba-tiba ia telah berhadapan lagi dengan Dewaruci. Lalu ia dapat melihat

Timur, Barta, Selatan, Utara, atas dan bawah. Di dalam „dunia yang terbalik‟

(Jagat walikan) ia juga melihat matahari. Ketika ia disuruh melihat lainnya, ia

melihat empat macam warna, yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Dewaruci

mengatakan bahwa warna merah, hitam dan kuning itu menjadi penghalang

tindakannya yang baik, yang menuju ke penyatuan dengan Hyang Suksma. Bila

ketiga hal itu dapat dihilangkan, maka ia kan dapat bersatu dengan Hyang Ilahi.

Putih menunjukkan kesucian dan kesejahteraan, hanya yang putihlah yang dapat

menerima petunjuk ke arah kesatuan antara manusia dengan Tuhan (pamoring

kawula gusti).

Ketika warna yang empat itu telah menghilang, terlihat lagi satu nyala

dengan delapan warna, yang merupakan „kesatuan sejati‟ (sajatining tunggal).

Selanjutnya dikatakan bahwa semua warna itu ada dalam dirinya, berupa isi bumi

Page 41: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

29

yang digambarkan sebagai badannya, dan bahwa „jagad besar’ dan „jagad kecil’

itu tidak ada bedanya. Bila semua warna itu telah menghilang, yang tinggal adalah

bentuk yang sebenarnya. Ketika Werkudara melihat sebuah boneka putih, ia

bertanya apakah itu Zat yang sedang ia cari. Dijawab oleh Dewaruci bahwa bukan

itu yang dicari. Yang dicari itu tidak dapat dilihat, tidak berwujud, tidak berwarna

dan tidak bertempat tinggal. Ia hanya dapat dilihat oleh orang yang telah jernih

pandangannya. Yang kelihatan itu adalah Pramana, yang ada di dalam tubuhnya.

Werkudara minta diberi ajaran sampai tuntas, dan ia tidak mau keluar dari

perut Dewaruci, karena ia disitu merasa nikmat. Namun Dewaruci tidak

mengizinkannya, karena hanya dengan kematian hal itu dapat dicapai. Ia diberi

busana berupa cawat kain poleng bang bintulu yang sebenarnya telah diterimanya

dari Hyang Guru sejak ia masih berada di dalam bungkus (saat proses

kelahirannya). Cawat poleng bang bintulu itu akan menyebabkan ia mampu

menghilangkan kesombongan. Akhirnya Werkudara kembali ke Amarta.

Page 42: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

30

BAB III

ETIKA

A. Pengertian Etika

Etika secara terminologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos

(jamaknya: tha etha), yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam arti ini,

etika berkaitan dengan kebiasan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik

pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan

diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.1 Ada juga yang mengartikan

bahwa etika berasal dari bahasa latin dari kata ethicus, yang berarti kesusilaan

atau moral, maksudnya adalah tingkah laku yang ada kaitannya dengan norma-

norma sosial, baik yang sedang berjalan maupun yang akan terjadi.2 Sedangkan

dalam bahasa Inggris, etika dipahami sebagai “a discipline dealing with is good

bad and with moral duty and obligation”.3

Sedangkan secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos

yang berarti adat-istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk

melakukan perbuatan. Etika juga mengajarkan tentang keluhuran budi baik-buruk.

Banyak istilah yang menyangkut etika, dalam bentuk tunggal mempunyai banyak

arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,

sikap, cara pikir. Dalam bentuk jamak kata ta-etha artinya kebiasaan, arti ini

1A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006), cet. III, h. 2.

2Rosmaria Sjafariah, Etika (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008), h. 23.

3Sebuah kedisiplinan berhubungan dengan baik buruk dan dengan kewajiban moral serta

kewajiban-kewajiban yang lain. Lihat Rosmaria Sjafariah, Etika, h. 23.

Page 43: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

31

menjadi bentuk dalam penjelasan etika yang oleh Aristoteles sudah dipakai untuk

menunjukan istilah etika. Jadi, jika dibatasi asal-usul kata ini, etika berarti ilmu

tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.4

Para ahli berbeda-beda pendapat mengenai definisi etika yang

sesungguhnya. Masing-masing mempunyai pandangan sebagai berikut:

Seperti misalnya, Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang

menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan

oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam

perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya

diperbuat.5 Sementara Asmaran AS mengartikan etika sebahagai ilmu yang

mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai-nilai perbuatan

tersebut baik atau buruk, sedangkan ukuran untuk menetapkan nilainya adalah

akal pikiran manusia.6

Kemudian Frans Magnis Suseno mengartikan etika sebagai usaha

manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirannya untuk memecahkan

masalah bagaimana ia harus hidup apabila ia menjadi baik.7

Sedangkan, M. Amin Abdullah mengartikan etika sebagai ilmu yang

mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi, bisa dikatakan etika berfungsi sebagai

4Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta; Rajawali Pers, 1980), h. 13.

5Ahmad Amin, Etika, (Ilmu Akhlak), terj, K.H. Farid Ma’aruf, judul asli Al-Akhlaq

(Jakarta: Bulan Bintang, 1983), cet. III, h. 3. 6Asmaran AS, Pengatar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), h.7.

7 M. Sastra Praja, Kamus Istilah Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.

144.

Page 44: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

32

teori perbuatan baik dan buruk (ethics atau „ilm al-akhlak al-karimah), praktiknya

dapat dilakukan dalam disiplin falsafah.8

Tujuan hidup manusia dalam hal ini, seperti halnya bekerja, sekolah,

ataupun berperilaku yang buruk sekalipun, semisal mencuri atau korupsi, itu

semua dilakukan atas dasar untuk mencari kebahagiaan semata sebagai. Hal ini

berarti tujuan hidup yang dikehendaki manusia pada umumnya adalah

kebahagiaan.

Etika juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang memelajari tentang

segala soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik

pikiran, dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai

tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Ilmu etika ini tidak membahas

kebiasaan semata-mata yang berdasarkan tata beradab, melainkan membahas tata

sifat-sifat dasar, atau adat-istiadat yang terkait tentang baik dan buruk dalam

tingkah laku manusia. Jadi, etika menggunakan refleksi dan metode pada tugas

manusia untuk menemukan nilai-nilai itu sendiri ke dalam etika dan menerapkan

pada situasi kehidupan konkret.9 Maka dari itu etika merefleksikan tentang

bagaimana upaya manusia berhasil hidup menjadi manusia yang bermutu.10

Berdasarkan berbagai pengertian diatas, etika ialah suatu ilmu yang

membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, yang mana dapat

8M. Amin Abdullah, Filsafat Etika Islam (Bandung: Mizan, 2002), h. 15.

9M. Said, Etika Masyarakat Indonesia (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), h. 23-25.

10Rosmaria Sjafariah, Etika, h. 19.

Page 45: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

33

dinilai baik dan mana yang jelek dengan memerlihatkan amal perbuatan manusia

sejauh yang dapat dicerna akal pikiran.11

B. Etika Dalam Islam

Etika dalam Islam sendiri lebih dikenal dengan nama Akhlaq yang dalam

bahasa Arab berarti Khuluq, jamaknya khuluqun, secara etimologi sebagai budi

pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Jika diperhatikan secara etimologi

memiliki makna yang sama dengan etika. Kata akhlak meliputi tingkah laku

lahiriah dan batiniah seseorang. Kata akhlak sendiri memiliki kesesuaian dengan

kata Khaliq yang berarti pencipta dan khalqun yang berarti kejadian. Perumusan

kata akhlak memiliki kesesuaian antara Khaliq dengan khalqun dan makhluk.12

Selain akhlak, kata moral juga sering digunakan oleh sebagian orang.

Moral sendiri berasal dari bahasa latin “mores”, jamaknya dari “mos” yang

berarti adat kebiasaan, dalam bahasa Indonesia diartikan susila.13

Yang dimaksud

dengan moral ialah sesuai dengan ide umum yang diterima, tentang tindakan

manusia mana yang baik dan wajar, sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang

umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Etika memandang

perbuatan manusia secara universal, sedangkan moral secara lokal. Moral

menyatukan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.14

Beberapa kutipan diatas dapatlah disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

yang prinsipil antara kata etika, akhlak, dan moral. Ketiga-tiganya merujuk kearah

11

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 10. 12

Rosihan Anwar, Akidah Akhlak ( Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. I, h. 205. 13

Hamzah Ya’cub, Etika Islam (Jakarta: Publicita, 1978), h. 13. 14

Hamzah Ya’cub, Etika Islam, h. 14.

Page 46: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

34

kebaikan, dan bisa dilihat bahwa etika berlandaskan pada pemikiran, akhlak

berlandaskan pada wahyu, sedangkan moral berlandaskan pada adat istiadat.

Etika sebagai cabang dari falsafah tentu bertitik tolak dari akal pikiran

yang bersifat rasional, tidak dari agama.15

Maka dapat dipahami titik perbedaan

antara etika dan akhlak, kecuali jika kata “etika” digandeng dengan kata “Islam”

maka relevansi antara kedua kata itu sangat jelas, sehingga memiliki makna yang

serupa dengan kata “akhlak”. Dalam pandangan Islam etika jika dipandang

sebagai salah satu cabang ilmu yang berdiri sendiri berarti sifatnya rasional

berdasarkan akal sedangkan etika Islam “akhlak” ialah ilmu tentang baik dan

buruk berdasarkan sumber utama ajaran Islam dari Al-Qur’an dan Sunnah (Allah

dan Rasul-Nya).

Etika Islam biasanya sering disebut sebagai dasar kesusilaan. Kesusilaan

berarti bimbingan terhadap manusia terhadap manusia agar hidup sopan sesuai

dengan norma dan ajaran agama. Dasar etika Islam bersifat membimbing,

memandu, mengarahkan, membiasakan masyarakat, hidup yang sesuai dengan

norma sopan santun yang berlaku dalam masyarakat.16

Etika Islam menggambarkan keadaan orang berpedoman untuk

membimbing manusia agar berjalan dengan baik berdasarkan pada nilai-nilai yang

berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik

oleh masyarakat.17

15

Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), cet. IV, h. 13. 16

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, h. 319. 17

Abuddin Nata, Metodologi Studi-studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),

cet.VII, h. 62-95.

Page 47: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

35

Dasar-dasar etika Islam lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem

hidup yang dilaksanakan dan diberlakukan dalam masyarakat. Dasar etika Islam

lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya untuk

menentukan baik dan buruknya hal-hal yang dikerjakan manusia. Dasar etika

Islam merupakan suatu cara hidup yang meliputi keseluruhan, tidak hanya

menentukan kepercayaan, tetapi juga peraturan dan adat kebiasaan, yang

merupakan faktor dasar kebiasaan manusia.18

Tradisi falsafah etika lazim diketahui sebagai suatu teori ilmu pengetahuan

yang mendiskusikan mengenai apa yang baik dan buruk berkenaan dengan

perilaku manusia. Dengan kata lain, etika merupakan usaha dengan akal budinya

untuk menyusun teori mengenai penyelenggaran hidup yang baik.

Sebagai cabang dari falsafah, etika bisa dibedakan menjadi dua, yaitu:

obyektif dan subyektif. Obyektif berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu

tindakan bersifat obyektif terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Paham ini

secara tidak langsung sesuai dengan paham Mu’tazilah yang sangat rasional,

sehingga sesuatu disebut baik jika sesuai dengan kehendak universal. Sedangkan

subyektif, berpandangan bahwa disebut baik manakala sejalan dengan kehendak

atau pertimbangan subyek tertentu. Paham ini dalam Islam sejalan dengan

Asy’ariah, karena nilai kebaikan seseorang bukan terletak pada obyektivitas tapi

harus memiliki kesesuaian dengan ketaatan pada kehendak Ilahi.19

Mu’tazilah dan Asy’ariyah adalah dua aliran kalam besar, bahkan

Asy’ariyah dijadikan rujukan mazhab kalam oleh mayoritas Ahlussunnah wal

18

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, h. 321. 19

Barsihannoor, Etika Islam (Makassar: University Alauddin Press, 2012), cet. I, h. 39-

40.

Page 48: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

36

Jama’ah di Indonesia.20

Kaum Mu’tazilah memandang etika bersifat obyektif,

yakni terlepas dari kekuatan yang otonom, khususnya Allah. Kalaupun Allah de-

ngan otoritas-Nya memerintahkan satu kebaikan kepada manusia, itu karena

sudah sepantasnya Allah berbuat demikian. Akan tetapi, moralitas berdiri sendiri

di luar perintah Allah, dan bisa dijangkau oleh akal budi manusia yang mencintai

kebijaksanaan, dengan ataupun tanpa agama.21

Asy’ariyah, berpandangan bahwa etika sudah semestinya bersifat sub-

yektif, dalam pengertian etika datang dari Yang Maha Mengetahui. Etika menjadi

bermakna, karena Allah sendiri yang memberikan makna keadilan pada setiap pe-

rintah dan larangan-Nya.22

Salah satu tokoh Asy’ariyah yang banyak mengembangkan teori etika di

dunia Islam adalah al-Ghazâlî. Beliau menghubungkan wahyu dengan tindakan

moral. Menurut al-Ghazâlî akhlak adalah keadaan batin yang menjadi sumber

lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa

menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain

yang perlu ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat

memikirkan resiko. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan

melakukan kejahatan begitu peluang terbuka.23

20

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:

UI Press, 2002), edisi II, cet. I, h. 128-129. 21

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Edisi II,

cet. I, h. 128-129. 22

Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, terj. Musa

Kazim dan Arif Mulyadi (Bandung: Mizan, 2002), h. 127-130. 23

Komaruddin Hidayat, Kontekstualisasi Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina,

1996), cet. I, h. 22.

Page 49: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

37

Konsep etika Islam sendiri lebih mengarahkan kepada status insan kamil,

yaitu manusia sempurna bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong,

membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan

mental.24

Tujuan etika Islam untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di

akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan manusia bukan semata

beretika secara Islami, tetapi bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

Demikian bahwa etika dalam Islam memerhatikan secara komprehensif

menyeluruh, mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Dasar-dasar

etika Islam jauh lebih sempurna, ia mencakup hubungan dengan manusia,

hubungan dengan binatang, tumbuhan, udara, alam dan kepada Tuhannya. Kedua

sumber ajarannya bersikap inklusif untuk menghargai bahkan menampung

pendapat akal pikiran, adat-istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia,

dengan catatan semuanya itu tetap sejalan dengan petunjuk al-Qur’an dan

Sunnah.25

C. Etika Terhadap Sesama Manusia

Secara alamiah, manusia sering dikatakan sebagai makhluk sosial.26

Hubungan manusia dengan sesama manusia adalah dalam rangka memenuhi

kebutuhan-kebutuhan hidup manusia yang kompleks tersebut, baik itu kebutuhan-

24

Insan Kamil Sendiri tertuju pada diri Rasulullah SAW, yaitu manusia yang paling

sempurna menjadi panutan bagi seluruh manusia dalam menjalankan tingkah laku. Lihat Syeikh

Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al-Jaili, INSAN KAMIL: Ikhtiar Memahami Kesejatian Manusia

Dengan Sang Khaliq Hingga Akhir Zaman, terj. Misbah El Majid (Surabaya: Pustaka Hikmah

perdana, 2005), h. 315-321. 25

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, h. 326. 26

Artinya manusia tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik tanpa bantuan dan

interaksinya pada orang lain.

Page 50: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

38

kebutuhan yang bersifat fisik (jasmaniyah), maupun kebutuhan-kebutuhan yang

bersifat psikis (rohaniyah).27

Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu bertetangga secara baik

merupakan ajaran Islam, dan juga adab bertamu dan menjadi tuan rumah secara

baik diatur oleh Islam. Selain itu hubungan silaturrahmi sangat dianjurkan agar

persaudaraan dan hubungan baik terjalin, demikian juga tentang pergaulan antar

sesama manusia haruslah mengindahkan aturan-aturan yang sudah dijelaskan oleh

Islam.28

Pada hakikatnya posisi manusia terhadap sesamanya adalah sama dan

sederajat, sama-sama sebagai ciptaan (makhluq) Allah, dan karenanya di hadapan

Allah semuanya sama, yang membedakannya hanyalah amal perbuatannya atau

taqwanya saja. Oleh karena itu, secara individual hubungan manusia dengan

manusia lainnya, masing – masing mempunyai kekuasaan yang sama, setiap

individu dengan individu lainnya tidak boleh saling memaksa apalagi merampas

hak-haknya.

Substansi hubungan manusia itu pada pokonya dalam rangka saling

memenuhi kebutuhan masing-masing. Etika sebagai aturan hubungan memberikan

batasan-batasan tentang perbuatan-perbuatan yang harus diperbuat dan perbuatan-

perbuatan yang harus ditinggalkan untuk keharmonisan interaksi, berikut ini

adalah beberapa etika terhadap sesama manusia, diantaranya:

27

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, h. 342. 28

Lihat ,Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan DIKLAT Departemen

Agama RI, Seri 3, Etika Berprilaku, Bermasyarakat , dan Berpolitik: Tafsir Al-Qur‟an Tematik

(Jakarta: Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an, 2009), h. 329.

Page 51: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

39

1. Bertetangga

Islam mengajarkan supaya kita hidup bertetangga secara baik, sesuai

dengan sabda Rasullullah SAW, yang artinya: “Barang siapa yang beriman

kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah memuliakan

tetangganya”.(Riwayat al-Bukhāri).

Islam menekankan kepada orang-orang Mukmin agar bersikap simpatik

terhadap para tetangga. Ia dituntut untuk menolong, bekerja sama, atau

meminjamkan fasilitas kepada mereka tanpa membedakan status sosial, ras, etnis,

warna kulit, agama dan sebagainya. Kewajiban terpenting orang Mukmin adalah

mengembangkan hubungan yang ramah dan penuh kebersamaan dengan tetangga-

tetangganya dengan bersikap santun dan baik dengan tetangganya.29

2. Bertamu

Islam mengajarkan etika untuk bertamu. Salah satu hadis Nabi

Muhammad SAW yang berkaitan tentang menghormati tamu, yaitu: artinya “ Dan

barang siapa yang beriman kepada Allah hendaklah memuliakan tamunya.” (HR.

Muslim).

Hadis itu menjelaskan mengenai keutamaan agar setiap manusia

menghormati tamu dan memperlakukan tamunya dengan baik.

29

Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan DIKLAT Departemen Agama

RI, Seri 3, Etika Berprilaku, Bermasyarakat , dan Berpolitik: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, h. 329-

332.

Page 52: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

40

3. Silaturrahmi

Silaturrahmi mempunyai posisi yang penting dalam Islam. Dalam

sebuah hadis Nabi SAW bersabda: “ barang siapa yang mau dipanjangkan

umurnya, diluaskan rezekinya, perbanyaklah silaturrahmi”

Karena silaturrahmi merupakan bentuk yang paling sempurna dari

menjaga ikatan kekeluargaan adalah memperlakukan kerabat dekat dengan baik.

Seseorang wajib membantu penderitaan kerabatnya selagi mereka tidak berbuat

dosa-dosa besar. Meski demikian, ia tetap harus berupaya untuk memperbaiki dan

menjaga mereka agar tidak mengalami degradasi moral.30

4. Pergaulan

Pergaulan antara manusia harus mengindahkan tatakrama yang diatur

baik oleh negara maupun agama. Selain terhadap orang tua, anak-anak, tetangga,

dan sudara seiman, orang Mukmin harus memperhatikan anggota masyarakat

lainnya, seperti anak yatim, orang miskin dan sanak saudara.31

Etika terhadap sesama manusia adalah mutlak dilakukan oleh seseorang

tanpa terbatas oleh waktu, kondisi, tempat, agama, dan budaya. Beretika adalah

fitrah manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan

dengan makhluk yang lainnya. Ketinggian derajat dan martabata manusia karena

etika yang akan membentuk peradaban luhur manusia. Kalau ada manusia yang

30

Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan DIKLAT Departemen Agama

RI, Seri 3, Etika Berprilaku, Bermasyarakat , dan Berpolitik: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, h. 342-

343. 31

Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan DIKLAT Departemen Agama

RI, Seri 3, Etika Berprilaku, Bermasyarakat , dan Berpolitik: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, h.343-

345.

Page 53: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

41

beretika buruk, sebenarnya megingkari fitrahnya sehingga orang yang hidupnya

demikian tidak akan pernah menemukan kebahagiaan dan ketentraman yang abadi

dalam hidupnya.32

Etika untuk saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain

menjadi dasar dan landasan bagi berlangsungnya hubungan dan komunikasi sosial

yang sehat, dimana tidak ada pemaksaan dan diskriminasi berdasarkann

kemestian-kemestian hidup yang ménjadi bawaan kodrati, seperti ras, suku,

agama dan pandangan hidup seseorang.

D. Etika Terhadap Seorang Guru

1. Pengertian dan kedudukan Guru

Kata guru berasal dalam bahasa Indonesia yang berarti orang yang

mengajar. Sedangkan dalam bahasa Inggris dijumpai kata teacher yang berarti

pengajar.33

Dalam bahasa Arab istilah yang mengacu kepada pengertian guru

lebih banyak lagi, seperti al-alim (jamaknya Ulama) atau al-mu‟alim, yang berarti

orang yang mengetahui dan banyak digunakan para /ahli pedidikan untuk

menunjuk pada hati guru.34

Dalam literatur sufi atau tasawuf, guru spiritual yang biasanya disebut

Syekh, Pir, (keduanya berarti orang yang lebih tua), Mursyid (pembimbing), dan

Murad (orang yang dicari oleh kehendak sang murid), bertugas menuangkan

32

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, h. 343. 33

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: gramedia,

1982), h. 581. 34

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,h. 608.

Page 54: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

42

anggur spiritual ke dalam cawan batin murid. Dalam wacana sufisme, anggur

spiritual merupakan lambang api cinta Ilahi dan sekaligus cahaya pengetahuan

yang mencerahkan dan makirfat.35

Sedangkan dalam pandangan masyarakat Jawa, guru artinya adalah

yang digugu lan ditiru (diikuti, dipercaya dan ditiru). Tokoh yang dipercaya oleh

murid dan masyarakat karena telah mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat

sehingga dirinya dijadikan panutan. Dalam pandangan yang lebih modern, seperti

dimunculkan oleh Ki Hajar Dewantara, seorang guru haruslah bisa mewujudkan

sikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Artinya: guru dituntut pula untuk mampu menjadi pemimpin yang baik. Di depan

menjadi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang tidak tinggal diam

dan selalu membangkitkan kepercayaan diri.36

Berdasarkan petunjuk al-Qur’an sebagaimana telah disebutkan dari

beberapa diatas, terdapat empat hal yang berkenaan dengan guru. Pertama,

seorang guru harus memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi, sehingga

mampu menangkap pesan-pesan ajaran, hikmah, petunjuk, dan rahmat dari segala

ciptaan Tuhan, serta memiliki potensi batiniah, yang kuat sehingga ia dapat

mengarahkan hasil kerja dari kecerdasannya untuk diabdikan kepada Tuhan.

Kedua, seorang guru harus dapat mempergunakan kemampuan intelektual dan

emosional spiritualnya untuk memberikan peringatan kepada manusia lainnya,

35

Lihat, Seyyed Hossen Nasr, The Garden of Truth, terj. Yuliani Liputo (Bandung:

Mizan, 2010), h. 143. 36

Imam Budhi Santoso, Manusia Jawa Mencari kebeningan Hati: Menuju Tata Hidu-

Tata Krama-Tata Prilaku (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2013), h. 11.

Page 55: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

43

sehingga manusia-manusia tersebut dapat beribadah kepada Allah SWT. Ketiga,

seorang guru harus dapat membersihkan diri orang lain dari segala perbuatan dan

akhlak yang tercela. Keempat, seorang guru harus berfungsi sebagai pemelihara,

pembina, pengarah, pembimbing dan pemeberi bekal ilmu pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan kepada orang-orang yang memerlukannya.37

Prof. Mulyadhi Kartanegara menjelaskan dalam bukunya yang berjudul

Reaktualisasi Ilmiah Islam, ada tiga peran guru dalam memajukan pendidikan,

yaitu: 38

1. Mempersiapkan murid dengan ilmu-ilmu alat dasar yang sangat diperlukan

sebagai persiapan ataupun fondasi bagi kajian berikutnya. Ilmu

pengetahuan dasar yang sering diberikan kepada murid pada masa sekolah

Al-Qur’an, Hadist dan sastra, inilah pelajaran-pelajaran dasar yang hampir

secara universal diajarkan kepada murid-murid Muslim baik secara formal

maupun informal.

2. Peran guru dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Seorang guru profesional

tentu saja memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bidang yang

ditekuninya. Demikian juga ia tentu memiliki pengetahuan yang luas

tentang sumber informasi, atau buku-buku dasar (textbooks), serta buku-

buku lanjutan dan yang tingkat tinggi (advanced).

37

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid „Studi Pemikiran

Taswuf Al-Ghazali (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), h. 47. 38

Mulyadhi kartanegara, Reaktualisai Tradisi Ilmiah Islam (Jakarta Pusat: Baitul Ihsan,

2006), cet. I, h. 52-56.

Page 56: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

44

3. Peran guru sebagai pembimbing. Bimbingan guru tentu sangat penting,

tetapi juga bukan tanpa batas. Banyak ilmuwan-ilmuwan besar, yang

setelah mendapatkan bimbingan seperlunya, kemudian mampu melebihi

kemampuan gurunya.39

4. Guru berperan sebagai pembimbing murid dalam upaya dan rencana

penyelesaian masalah atau “Problem Solving” , guru mestilah membantu

siswa menentukan pesoalan-persoalan yang berarti, melokasikan sumber

data yang relevan menafsirkan dan mengevaluasi ketepatan data, dan

merumuskan kesimpulan.

Dalam konteks pendidikan islam, guru adalah Spiritual Father atau bapak

rohani bagi murid. Gurulah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan

akhlak dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan

terhadap anak-anak pula. Oleh karena itu menjadi pendidik hendaklah memiliki

sifar-sifat sebagai berikut.40

1. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajarkan mencari

keridhaan Allah SWT semata.

2. Bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa,

terhindar dari dosa besar, sifat ria (mencari nama), dengki,

permusuhan, perselisihan, dan lain –lain sifat yang tercela.

3. Ikhlas dalam pekerjaan

4. Suka dan mudah memaafkan

39

Mulyadhi kartanegara, Reaktualisai Tradisi Ilmiah Islam, h. 52-56. 40

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam „Paradigma Baru Pendidikan

Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 111.

Page 57: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

45

5. Guru merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru

6. Guru harus mengetahui tabiat murid, dan guru harus menguasai

mata pelajaran.

Itu sebabnya guru dalam pandangan Islam bukanlah sekadar

pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki karakteristik

baik. Kendati demikian, tidak ada perbedaan dari beberapa pengertian yang tadi

semuanya sama merujuk kepada bahwa seorang guru adalah sosok yang menjadi

panutan bagi seorang murid, yang mengajarkan dan membimbing murid agar

mendapatkan pengetahuan.

Dengan alasan inilah, seorang mursyid mutlak diperlukan sebagai

pemandu, bahkan menurut Imam al-Ghazâlî, seorang murid harus patuh kepada

mursyidnya bagaikan seorang bayi di tangan ibunya. Jika gurunya “keliru” maka

hal itu lebih bermanfaat daripada kebenaran dirinya sendiri.41

2. Pengertian dan Kedudukan Murid

Secara etimologi, murid adalah pencari hakikat dibawah bimbingan dan

arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib dari segi

bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah

penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk

mencapai derajat sufi.42

41

Lihat, Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: SebuahKajian Tematik (Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2016), h.77. 42

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), cet. II, h. 104.

Page 58: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

46

Istilah murid juga diartikan sebagai orang yang melatih kehendaknya,

atau salik, yang berarti orang yang menempuh perjalanan. Seperti seorang pendaki

yang ingin mencapai puncak, sang murid memerlukan pemandu, yang tidak lain

adalah guru spiritualnya.43

Mengutip pemaparan Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Abudin

Nata menyebutkan, bahwa kata murid berasal dari bahasa arab, yang artinya orang

yang menginginkan (the willer). Menurut Abudin Nata kata murid diartikan

sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,

ketrampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar

bahagia dunia dan akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh.44

Istilah murid (disciple) itu sendiri menyiratkan disiplin. Ia harus

memiliki semangat (himmah) dan kehendak yang kuat (iradah) untuk benar-benar

menapaki jalan pengetahuan. Yang terpenting adalah calon murid harus memiliki

iman, cinta kepada Allah, dan memiliki hasrat untuk mengenal dan berjumpa

dengan-Nya sedemikian besar sehingga ia bersedia berkorban dan menjalani

disiplin yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.45

3. Etika Murid Terhadap Guru

Ada banyak tugas yang harus dipenuhi oleh seorang murid dalam

menjalani pendakian spiritual atau mendalami wacana-wacana spiritual dan

adabnya terhadap sang mursyid.

43

Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: SebuahKajian Tematik, h. 74. 44

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid „Studi Pemikiran

Taswuf Al-Ghazali, h. 102. 45

Seyyed Hossen Nasr, The Garden of Truth, terj. Yuliani Liputo, h. 146-147.

Page 59: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

47

Dijelaskan dalam kitab Ilmu wa Adab al-Alim wa al-Muta‟alim

dikatakn, bahwa sikap murid sama dengan sikap guru, yaitu sikap murid sebagai

pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. Sebagai pribadi seorang murid

harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan benar

dalam menangkap pelajaran, menghafal dan mengamalkannya.46

Dalam kitab itu dijeaskan beberapa prilaku yang harus dikerjakan oleh

seorang murid, diantaranya:

a. Seorang murid juga harus bersikap rendah hati pada ilmu dan guru,

dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya.

b. Seorang murid hendaknya tidak memasuki ruangan guru kecuali setelah

mendapat izinnya.

c. Seorang murid harus menunjukkan kesungguhan dalam belajar, tekun

belajar setiap waktu, siang dan malam, ketika di rumah atau di

perjalanan, tidak bepergian yang tidak ada hubungannya dengan

menuntut ilmu pengetahuan, kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok

seperti makan, tidur dan semacamnya seperti istirahat sebentar untuk

menghilangkan rasa lelah dan kebutuhan pokok lainnya.

d. Selain itu, seorang murid juga harus bersikap sabar, dan menjauhkan

diri dari perlakuan yang kurang baik dari syaikhnya dan jangan

menutup diri dan terus berupaya menyertainya dengan menduga tetap

ada nilai-nilai positifnya, dan hendaknya ia tetap menduga terhadap

46

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid„Studi Pemikiran

Taswuf Al-Ghazali, h. 102-105.

Page 60: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

48

perbuatan syaikh yang secara lahiriah tampak buruk, tetapi pada

hakikatnya tetap baik.

Sedangkan menurut Imam al-Ghazâlî mengenai etika murid dijelaskan

sebagai berikut:47

a. Seorang murid harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak

yang buruk dan sifat-sifat tercela. Hal ini didasarkan pada

pandangannya bahwa ilmu adalah ibadah hati dan merupakan shalat

secara rahasia dan dapat mendekatkan batin kepada Allah.

b. Seorang murid hendaknya tidak banyak melibatkan diri dalam urusan

duniawi.

c. Seorang murid jangan menyombongkan diri dengan ilmu yang

dimilikinya dan jangan pula banyak memerintah guru.

d. Seorang murid harus memfokuskan pada satu bagian ilmu yang

dianjurkan oleh gurunya dan tidak menerjunkan diri kedalam

tingkatan-tingkatan ilmu sebelumnya.

e. Seorang murid agar dalam mencari ilmunya didasarkan pada upaya

untuk menghias batin dan mempercantiknya dengan berbagai

keutamaan. Hal ini didasarkan pada tujuan belajar untuk memperoleh

kehidupan yang baik di akhirat.

f. Seorang murid wajib menjaga batinnya kepada siapa pun dan hanya

membuka rahasia tersebut kepada guru spiritualnya.

47

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid „Studi Pemikiran

Taswuf Al-Ghazali, h. 106-109.

Page 61: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

49

Etika murid kepada guru mempunyai peranan besar dalam mengatur

pola interaksi dalam prinsip hormat. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang

dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus menunjukkan sikap hormat

terhadap orang lain, terutama hormat kepada guru yang menjadi pembimbing

dalam menempuh jalan spiritual.

Page 62: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

50

BAB IV

HASIL ANALISIS ETIKA HUBUNGAN MURID KEPADA GURU

DALAM SERAT DEWARUCI

A. Menuntut Ilmu: Guru-Murid

Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap manusia, hal itu

dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang

lebih baik, karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan

meninggalkan kebodohan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin mengatakan, bahwa dasar

keilmuan itu tentunya tidak dapat diperoleh dengan belajar sendiri dari kitab,

melainkan belajar itu harus dengan cara mendengar langsung dari para guru,

duduk bersama mereka, dan mendengarkan langsung dari mulut mereka. Hal ini

penting dilakukan karena dengan adanya bimbingan seorang guru ahli, itu akan

membuka pintu-pintu ilmu agar selamat dari kesalahan dan ketergelinciran.1

Serat Dewaruci menjelaskan pentingnya seorang guru, tetapi juga

diingatkan agar hati-hati dalam memilihnya. Untuk itu sebelum memilih guru,

seseorang harus yakin terlebih dahulu dengan apa yang akan dicari, sehingga ia

tidak bingung dan tersesat. Karena untuk mendapatkan apa yang dicari terkadang

1Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu,

terj. Ahmad Sabiq (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2005), cet. I, h. 101.

Page 63: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

51

orang harus siap berhadapan dengan marabahaya yang mengancam jiwa.2 Seperti

dialog Dewaruci dengan Bima (Durma 21-22), disebutkan:

Lan maninge Wrêkudara ingkang prapta// Dan ia tahu Werkudara yang

datang

Iya ing kene iki// di sini ini

Akeh pancabaya// banyak marabahaya

Yen nora êtoh pêjah// jika tidak bertaruh nyawa

Sayêkti tan prapta ugi// tak akan orang sampai kesini

Ing kene mapani// di tempat ini

Sakalir sarwa mamring// segalanya serba sepi.

Nora urup lan ciptamu paripaksa// Pikiranmu tidak jelas dan memaksa

Sêdya kaluhuran// demi menggapai kemuliaan

Kene mangsa anaa// yang tak mungkin ditemukan di sini

Kewran sang Wrêkudara// Werkudara menjadi bingung

Sêsaurira// atas ucapan itu

Dene tan wruh ing gati// karena tidak tahu maksudnya.

Maka dari itu sangatlah penting bagi seorang murid yang sedang menuntut

ilmu, untuk mencari guru, yang akan menuntun dan membawa sang murid pada

kebenaran. Seperti halnya yang dikatakan oleh Maulana Jalaludin Rumi, apabila

seorang murid tidak mendapat bimbingan dari seorang mursyid, jika diibaratkan

“dua hari perjalanan akan menjadi perjalanan seratus tahun bagi para pencari”.

Dengan alasan inilah, seorang mursyid mutlak diperlukan sebagai pemandu.3

Robert Frager juga mengungkapkan, tanpa seorang pembimbing, kita akan

memilih ajaran dan praktik ibadah yang kita sukai, bukan yang dibutuhkan jiwa

kita. Ego akan mendorong kita untuk memilih ajaran dan praktik ibadah yang

2Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa Yasadipura I (Ciputat, Ushul Press,

2009), h. 182. 3Lihat, William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, terj. Sadat Ismail dan Achmad Nidjam

(Yogyakarta: Qalam, 2005), h. 183.

Page 64: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

52

membuat kita tetap seperti sedia kala, tidak mengalami transformasi atau

perubahan.4

Beberapa contoh bisa kita lihat dari usaha menuntut ilmu: murid kepada

guru untuk mendapatkan pelajaran mengenai kesempurnaan hidup. Diantaranya

dalam Babad Tanah Djawa: Pertama, kisah Ki Tjokrodjojo (Sunan Gesang) yang

berguru kepada Sunan Kalijaga, sebagai bukti taat melaksanakan perintah guru,

Ki Tjokrodjojo bertapa untuk membasuh diri, hingga tubuhnya terkurung oleh

duri-durian yang tumbuh disekitarnya. Kedua, kisah Ki Ageng Pandanarang

(Sunan Bajat) berguru ke orang yang sama, yaitu Sunan Kalijaga, atas perintah

sang guru dengan ikhlas ia meninggalkan segala harta benda kekayaan dan

kekuasaannya. Ketiga, dalam Kisah Dewaruci, ketika Arya Sena atau Bima

berguru kepada Resi Durna, atas perintah sang guru ia mencari Tirta Parwitasari

(Air Kehidupan). Ia rela menaruhkan hidup dan matinya demi mendapatkan air

tersebut.

Dari ketiga contoh tersebut, ketiga-tiganya tampak menggambarkan

ketegasan, keikhlasan, dan ketabahan dalam mengikuti nasihat sang guru, dan

tercapainya cita-cita.5 Berdasarkan pada konteks tersebut, penulis hanya akan

menekankan pada kisah yang ketiga, yaitu Dewaruci, pencarian air kehidupan

yang diperankan oleh tokoh Bima, dengan melihat keinginan, serta usaha yang

besar yang dilakukan oleh Bima untuk mendapatkan air kehidupan. Bukan hanya

itu, Bima pun menunjukkan sikap yang sangat hormat kepada sang guru, yaitu

4Robert Frager, Obrolan Sufi, terj. Hilmi Akmal (Jakarta: Zaman, 2012), h. 45.

5Lihat, Ki Siswoharsojo, Tafsir Kitab Dewarutji (Jogjakarta: PT. JAKER Lodjiketjil),

cet. I, h. 23.

Page 65: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

53

Resi Durna sebagai guru fisik (jasmani) dan Dewaruci sebagai guru sejatinya

(Spiritual).

Ajaran Serat Dewaruci menurut Dr. A. Seno Sastoamidjojo, berisi

mengenai anjuran mencari guru yang layak. Jelasnya guru yang dengan sungguh-

sungguh dan dapat dipercaya, tidak sembarangan, serta segala pelajaran yang

diberikan tidak menyeleweng dari perasaan kita sendiri, tentunya hal itu harus

masuk akal dan telah menyatu ke dalam sanubari kita, sehingga menimbulkan

kebulatan tekad kepada diri kita. Pelajaran itu seyogyanya ditaati, dilaksanakan

sebaik-baiknya, tanpa ragu, tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam

keselamatan hidupnya. Dalam hal ini tugas guru ialah hanya semata-mata

menanamkan benih, serta memberikan bantuan seperlunya selaku pembimbing,

semuanya itu bergantung pada diri murid itu sendiri.6

Adapun isi naskah Serat Dewaruci yang menjelaskan keinginan Bima

untuk mencari guru pembimbing, terdapat dalam pupuh Dandanggula (I), pada

bait 11-13, terjadi dialog antara Bima dan Gurunya, Resi Durna. Bima

menunjukkan sikap hormatnya kepada Resi Durna dengan cara menyembah dan

memastikan bahwa dia akan memenuhi tugasnya, yaitu untuk mencari air

kehidupan. Ki Siswoharsojo menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Tafsir

Kitab Dewarutji, bahwa Bima sangat rindu ingin menyucikan hidupnya dengan

mencari tirta pawitra (air kehidupan). Atas dorongan itu, ia berusaha mencari

guru yang dapat memberi petunjuk. Akhirnya Bimapun mempercayai Resi Durna

6A. Seno Sastroamidjojo, Tjeritera Dewa Rutji (Jakarta: Penerbit KINTA, 1997), cet. 2,

h. 73-74.

Page 66: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

54

sebagai gurunya, dengan penuh keyakinan bahwa Resi Durna bisa memberi

wedjangan (petunjuk) kepadanya agar bisa memperoleh air kehidupan.7 Berikut

dialog antara Bima dan Resi Durna:

Ebah kagyat kang samya alinggih// Terkejut semua yang hadir

Sri narendra Ngastina ngandika// Raja Astina berkata

Yayi den kapareng kene// adikku marilah kesini

Wrêkudara anjujug// Bima langsung menghadap

Dhanyang Durna sigra ngabêkti// Pendeta Durna seraya

menyembah

Rinangkul jangganira// dirangkul lehernya

Babo suteng ulun// wahai anakku

Sira sida ngulatana// kau jadi pergi mencari

Ingkang tirta pawitra sucining ngurip// air jernih yang menyucikan

hidup

Yen iku kapanggiha// jika itu kau temukan

Nirmala panggih wiseseng urip// Kau akan menguasai hidupmu

Wis kawêngku aji kang sampurna// kau kuasai ilmu kesempurnaan

Pinunjul ing jagat kabeh// akan unggul di seluruh jagad

Ngaubi bapa bijung// melindungi bapak ibumu

Mulya saking sira nak mami// kemuliaan datang darimu anakku

Linuwih ing tri loka// unggul di dalam Triloka

Langgêng ananipun// yang kekal abadi

Arya Sena matur nêmbah// Arya Sena berkata sambil menyembah

Inggih pundi prênahe kang tirta suci// di manakah tempatnya air

suci itu

Nuntên paduka têdah// mohon aku diberi petunjuk.

Prênahipun kang her adi êning// Di mana tempat air bening itu

Rêsi Durna mojar marang Sena// Pendeta Durna berkata kepada

Sena

Adhuh sutaning sun angger// duhai anakku tercinta

Ênggoning kang tuya nung// letak air suci itu

Pan ing wana Tikbrasareki// di hutan Tikbrasara

Turutên tuduh ingwang// ikutilah petunjukku

Sangêt parikudu// harus diperhatikan

Nucekakên badanira// itu akan menyucikan dirimu

Ulatana soring Gandamadaneki// carilah di bawah gua

Gandamadana

Ing wukir Candramuka// di gunung Candramuka.8

7 Ki Siswoharsojo, Tafsir Kitab Dewarutji, h. 7-8.

Page 67: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

55

Dialog diatas, menunjukkan perintah yang diberikan Resi Durna kepada

Bima untuk mencari air kehidupan. Resi Durna sebagai Guru pembimbing

tentunya tidak asal memberi perintah, dia pun pasti memiliki ilmunya, hanya saja

dia belum tahu persis apa itu air kehidupan. Resi Durna yang hanya baru tahu

teorinya, tapi sudah menyuruh sang murid untuk melaksanakan perintahnya. Dan

Bima pun dengan kepatuhan total kepada gurunya berusaha mendapatkan air

kehidupan itu.9

1. Guru Durna sebagai Guru Pembimbing (Jasmani)

Pendeta Drona dalam jagad pewayangan, atau menurut lidah Jawa lazim

disebut Dahyang Durna, sudah cukup terkenal. Hampir disetiap lakon yang

mengisahkan konflik Pandawa dan Kurawa, tokoh ini selalu tampil dan terlibat.

Gara-gara menjadi penasihat Kurawa dan banyak menentukan gerak langkah

mereka yang dinilai salah, serakah, dan angkara murka, maka Durna benar-benar

dicap sebagai tokoh jelek di mata orang Jawa.

Resi Durna adalah satu-satunya guru besar yang diakui oleh Pandawa dan

Kurawa karena telah mengajarkan ilmu jaya kawijayan (Ilmu Kesaktian). Dalam

pandangan Bima, Resi Durna merupakan sosok yang istimewa bagi dirinya,

karena berkat bimbingannya, Bima berhasil menemukan air kehidupan. Meskipun

dalam kisah dinyatakan bahwa Durna sengaja menjebak Bima agar tewas dalam

pencarian tadi, tetapi justru Bima menganggapnya benar-benar sebagai petunjuk

8Naskah Serat Dewaruci itu terletak pada Syair Dandanggula (I), pada bait ke 11-13.

Lihat, Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa Yasadipura I, h. 86. 9 Yudhi AW, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa (Yogyakarta: NARASI,

2012), h. 101.

Page 68: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

56

dari guru yang dihormati. Berkat kejujuran dan tekad Bima yang demikian besar

ia berhasil menemukan kesempurnaan hidup melalui pertemuannya dengan

Dewaruci yang bermukim di dasar laut.10

Resi Durna adalah sosok guru yang

dianggap sejati bagi Bima, segala perintahnya ditaati, walaupun di dalam hati

Durna tertanam benih Kurawa yang jahat, tetapi secara tersirat, sebenarnya Resi

Durna telah mengajarkan motivasi mandiri kepada Bima dalam menuntut ilmu.11

Kesusatraan India serta Jawa Kuna menjelaskan bahwa, sifat taat seorang

murid kepada gurunya ini merupakan hal yang penting dan disebut dengan

gurusyusyrusa. Dalam pandangan hidup bangsa Indonesia yang berasal dari Jawa,

hormat kepada guru ini disebut sembah guru, yang termasuk lima sembah (panca

sembah) serta merupakan dasar pendidikan bagi penduduk di daerah Jawa.12

Saat mencari air kehidupan, Bima tidak sedikitpun merasa ragu atas

perintah sang guru, ia menjalankan perintah sang guru dengan penuh keikhlasan

dan senang hati. Seperti halnya yang diceritakan dalam Serat Dewaruci, pada

syair pangkur bait ke-1, yang isinya:

Lampahe sang Wrêkudara// perjalanan Bima

Lajêng ngambah praptanireng wana dri// telah sampai di tengah hutan

Ririh ing reh gandrung-gandrung// pelan ia sangat ingin

Sukanireng wardaya// hatinya sangat gembira

Tirta êning pamungkas wekasing guru// mencari air jernih atas petunjuk

guru

Tan nyipta bayaning marga// tak terpikir bahwa itu berbahaya

Kacaryan kang den ulati// ia bahagia atas apa yang dicari

10

Imam Budhi Santoso, Manusia Jawa Mencari Kebeningan Hati: Menuju Tata Hidup,

Tata Krama, Tata Prilaku (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2013), h. 10-13. 11

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan (Jogjakarta: DIVA Press,

2010), h. 243. 12

Adhikara SP, Nawaruci (Bandung: Penerbit ITB, 1984), h. 73.

Page 69: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

57

Naskah tersebut menjelaskan,sikap Bima sangat optimis dan berpikir

positif kepada gurunya, sikap ini pulalah yang menurut Imam al-Ghazâlî wajib

dimiliki bagi setiap murid yang sedang mencari ilmu. Imam al-Ghazâlî

menjelaskan dalam kitabnya “Bidâyatul Hidâyah”, bahwa hendaklah seorang

murid tidak berburuk sangka kepada gurunya dalam setiap perbuatan yang

dilakukan. Karena bisa jadi perbuatan itu tampak bagi murid adalah perbuatan

mungkar, akan tetapi guru lebih tahu terhadap apa yang ia lakukan.13

Bima telah menunjukkan ketaatan dan kesetiaannya yang luar biasa pada

perintah gurunya. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab III, mengenai etika

murid kepada Guru yang dikutip oleh Abuddinata dari kitab Ilmu wa Adab al-

Alim wa al-Muta’alim karya KH. Hasyim Asy‟ari. Dijelaskan bahwa seorang

murid juga harus bersikap sabar, dan menjauhkan diri dari perlakuan yang kurang

baik dari syaikhnya, dan jangan menutup diri dan terus berupaya menyertainya

dengan menduga tetap ada nilai-nilai positifnya. Dan hendaknya ia tetap menduga

terhadap perbuatan syaikh yang secara lahiriah tampak buruk, tetapi pada

hakikatnya tetap baik.14

Sikap itu tercermin dalam prilaku Bima kepada Resi

Durna, dalam kutipan naskah pun dijelaskan, diantaranya:

1. Suka Menuntut Ilmu dan Pantang Menyerah

Sosok Bima dalam kisah Dewaruci, diceritakan sangat senang menuntut

ilmu, meskipun dalam pencariannya itu ia kerap kali menemukan rintangan dan

13Lihat, Muhammad Ali Ba‟athiyah, SULUK: Pedoman Memperoleh Kebahagiaan

Dunia-Akhirat, terj. Hasan Suaidi (Bantul: CV. Layar Creative Mediatama, 2015), h. 59-60. 14

Lihat, Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid ‘Studi

Pemikiran Tasawuf al-Ghazali, h. 102-105.

Page 70: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

58

godaan, ia tetap berusaha untuk melewati kesulitan itu. Semuanya ia lewati demi

tercapainya cita-citanya yaitu menemukan air kehidupan. Rasa semangatnya yang

tinggi dan motivasi menuntut ilmu yang tinggi tercermin jelas dalam prilakunya.

Ngambah wukir sêngkan-sêngkan// gunung-gunung telah ia lalui

Anut bambing kapering lêmah miring// lereng-lereng curam ia tempuh

Gêgêr mênggêr agra gugur// ia jelajahi tanpa kenal menyerah

Jurang rejeng kaparang// Jurang penuh cadas tajam

Angragancang keh ri sarywa lata lumung// berkelok

penuh tumbuhan merambat berduri

Myang enggar katiban warsa// tampak segar tertimpa hujan

Sela ngapit marga supit// batu mengapit jalanan sempit

2. Taat Kepada Guru

Bima menjalankan perintah gurunya dengan penuh totalitas,tak ada

keraguan dalam hatinya, yang ada hanya keyakinan akan kebenaran. Ia percaya

dan yakin sepenuh hati, bahwa perintah gurunya adalah sebuah kebenaran. Dan ia

akan melaksanakan sampai berhasil, dan menaruhkan nyawa hidupnya. Padahal

dalam dirinya sendiri, dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya dia cari, dia

berusaha patuh kepada gurunya secara total dan melaksanakan semua perintah dan

petunjuk gurunya.15

Sang Durna angrangkul sigra// Pendeta Durna segera memeluk

Babo-babo lagya ingsun ayoni// wahai kau yang sedang kuuji

Katêmênane ing guru// benar-benar mengikuti petunjuk guru

Mêngko wus kalampahan// kini telah terbukti

Nora mengeng ngantêpi tuduhing guru// tidak menolak melaksanakan

perintah guru

Iya mengko sun wewarah// nanti kuberi petunjuk

Ênggone ingkang sayêkti// tempat yang sebenarnya.

Iya têlênging samodra// Yaitu di tengah samudera

15

Yudhi AW, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 101-103.

Page 71: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

59

Yen sirestu ngguru pun bapa kaki// jika sungguh kau akan berguru kepadaku

Ngêsung têlêng samudra gung// masuklah ke dalam samudera luas itu

Wrêkudara turira// Bima menjawab

Sampun mênggah ing têlênging samudra gung// jangankan masuk ke dalam

lautan

Wontêna nginggiling swarga// di atas surga pun

Dhasar engkang sapta bumi// dan di lapisan bumi ke tujuh pun

Mangsa ajriha palastra// Aku tak takut mati

Anglakoni tuduh sang maha yakti// melaksanakan petunjuk paduka yang

benar

Iya babo suteng uluni// Durna berkata wahai anakku

Yen iku pinanggiha// jika itu kau temukan

Bapa kakinira kang wis padha lampus// orangtua dan kakekmu yang sudah

mati

Besuk uripe neng sira// kelak hidupnya ada padamu

Lan sira punjul ing bumi// dan kau akan menonjol di muka bumi.16

Kutipan naskah tersebut menunjukkan betapa besar ketaatan Bima kepada

Resi Durna. Seperti halnya yang dikatakan oleh Mulyadhi Kartanegara dalam

bukunya yang berjudul Menyelami Lubuk Tasawuf, bahwasanya seorang murid

harus meyakini apa yang dikatakan oleh seorang mursyidnya, kita tidak boleh

meragukan otoritasnya, oleh karena itu kita tidak boleh mempertanyakan benar

salahnya jalan yang akan kita tempuh.17

3. Teguh dalam Pendirian

Selain sikap taat dan menuntut ilmu yang tinggi, Bima pun mempunyai

sikap yang teguh dalam pendirian, hal itu terbukti dari sikapnya yang tidak goyah

16

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Pungkur, bait 28-30. 17

Lihat, Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Penerbit Erlangga,

2006), h. 247-25.

Page 72: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

60

saat dilarang oleh saudara-saudaranya untuk mencari air kehidupan, hal itu

dijelaskan dalam Serat Dewaruci:

Aja sira kaya bocah// Janganlah kau seperti anak kecil

Den prayitna Wrêkudara nauri// hati-hati Bima menjawab

Heh Kurupati kakangku// hai Kurupati kakakku

Srahna marang jawata// serahkan saja kepada dewata

Aywa mêlang tumolih lilakna aku// jangan ragu dan relakan diriku

Aja nggrantes ing manah// jangan sedih hatimu

Pirang bara yen basuki// tentu aku akan selamat sampai tujuan.18

Samya nangis ngampah-ampah// meski menangis menghalang-halangi

Tan keguh ginubêl tangis// Sena tak goyah direcoki tangisan

Dananjaya nyêpeng asta// Dananjaya memegangi tangannya

Raden kalih suku kalih// dua adiknya menahan kedua kakinya

Sarwi lara anangis// sambil menangis mengiba-iba

Krêsna munggwing ngarsanipun// Sri Kresna berada di depannya

Srikandhi lan Sumbadra// Srikandi dan Subadra

Samya mangrubung nangisi// merubung sambil menangis

Kinipatkên sadaya sami kaplêsat// dikibaskan semua terlempar.19

Bima adalah orang yang mempunyai pendirian teguh, sehingga dia tidak

mudah terombang-ambing oleh keadaan. Ia mempunyai idealisme yang tinggi

sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain. Tidak sedikitpun ia takut

menghadapi marabahaya yang menerjang, berkat keteguhan hatinya inilah ia bisa

sampai pada tujuannya, yaitu menemukan air kehidupan atau tirta pawitra.20

4. Sikap Hormat

Bagi orang Jawa, sikap hormat wajib dimiliki oleh setiap orang, terutama

hormat kepada sesama manusia. Sikap hormat sangat diperlukan dalam

kehidupan, terutama dalam berinteraksi, karena pada dasarnya manusia adalah

18

Naskah Serat Dewaruci, pupuh Pungkur, bait ke 32. 19

Naskah Serat Dewaruci, pupuh Sinom ,bait ke 4. 20

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 243-246.

Page 73: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

61

makhluk sosial, artinya makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

orang lain. Implikasi sikap hormat akan terkait dengan budi pekerti yang

menyangkut ungguh-ungguh (tata krama). Seperti halnya hubungan antara anak-

orang tua, murid-guru, sesama saudara, secara tidak langsung itu akan

mencerminkan aplikasi hormat.21

Suwardi Endraswara menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Etika

Hidup Orang Jawa”, bahwa dalam kebudayaan Jawa sendiri sikap hormat ini lebih

dikenal dengan istilah tatakrama atau lebih identik dengan sopan santun.

Tatkrama adalah wujud perilaku yang sopan dan santun, yaitu suatu kewajiban

yang dilakukan oleh orang Jawa agar mempunyai budi yang luhur.22

Begitu pula menurut Frans Magnis Suseno bahwa, prinsip hormat itu

harus menunjukkan pada setiap orang dalam tata cara berbicara dan membawa diri

sesorang harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai

derajat yang didudukinya.23

Bima dalam menjalankan perintah selalu bersikap hormat kepada gurunya,

yaitu Resi Durna dan Dewaruci. Bima selalu bersembah bakti kepada gurunya,

terutama dalam komunikasi kepada gurunya, ia selalu menggunakan ragam

krama, hal ini menunjukkan bahwa betapa hormatnya Bima kepada gurunya itu.24

Ebah kagyat kang samya alinggih// Terkejut semua yang hadir

21

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 246. 22

Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa: Pedoman Beretika dalam Menjalani

Kehidupan sehari-hari (Yogyakarta: NARASI, 2010), h. 43. 23

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan

Hidup Jawa (Jakarta: PT. Gramedia, 1991), cet. 4, h. 60. 24

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 211.

Page 74: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

62

Sri narendra Ngastina ngandika// Raja Astina berkata

Yayi den kapareng kene// adikku marilah kesini

Wrêkudara anjujug// Bima langsung menghadap

Dhanyang Durna sigra ngabêkti// Pendeta Durna seraya menyembah

Rinangkul jangganira// dirangkul lehernya

Babo suteng ulun// wahai anakku

Sira sida ngulatana// kau jadi pergi mencari

Ingkang tirta pawitra sucining ngurip// air jernih yang menyucikan hidup

Yen iku kapanggiha// jika itu kau temukan.25

Dhungkarana ingkang wukir-wukir// Carilah di gunung-gunung

Jroning guwa jro panggonanira// di dalam gua di situlah letaknya

Tuhu herning pawitrane// air suci yang sesungguhnya

Ing nguni-uni durung// belum pernah diceritakan

Ana kang wruh nggoning toya di// ada yang tahu tempat air suci itu

Trustha sang Wrêkudara// segera sang Bima

Pamit awotsantun// mohon pamit sambil menyembah

Mring Durna mring Suyudana// kepada Durna dan Suyudana

Angandika sira prabu Kurupati// Prabu Kurupati berkata

Yayi mas den prayitna// berhati-hatilah adinda.26

Sikap hormat terhadap guru juga dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin

Shalih al-„Utsmain, beliau menjelaskan bahwa adab murid terhadap gurunya

adalah hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang murid.

Hendaklah dia menganggap gurunya sebagai seorang pengajar dan pendidik,

sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu, serta sebagai pendidik yang

membimbingnya kepada budi pekerti yang baik. Seorang murid kalau tidak

percaya dengan gurunya pada dua hal ini, maka dia tidak akan mendapatkan apa

yang di inginkan. Maka jadikanlah gurumu orang yang engkau hormati, hargai,

agungkan, dan berlakulah yang lembut. Berlakulah penuh sopan santun

25

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Dandanggula (I), bait ke 11. 26

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Dandanggula (I), bait ke 14.

Page 75: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

63

kepadanya saat duduk bersama, berbicara, saat bertanya, dan saat mendengar

pelajaran.27

Seperti itu pulalah sikap Bima kepada kedua gurunya, selalu menjaga laku

dan ucapan, menghormati dan menjalankan perintah guru, serta tetap memegang

teguh pendiriannya, bahwa apapun yang dikatakan oleh gurunya itu adalah suatu

kebenaran.

2. Dewaruci sebagai Guru Sejati

Paguyuban Pangestu menjelaskan bahwa Dewaruci merupakan Guru

Sejati, yakni sebagai sesuatu yang terdekat dengan Tuhan atau yang berada pada

tataran kedua setelah-Nya.28

Dewaruci sebagai utusan yang abadi, yang merasuk

dan melingkupi segala yang ada. Ia menjadi Guru Sejati, yang menuntun manusia

agar menjadi “dewasa” (tahu akan jati dirinya). Hubungan Guru Sejati dengan

jiwa manusia adalah seperti hubungan guru dengan muridnya. Artinya, suatu

hubungan yang didasarkan atas kasih sayang yang tulus, langgeng, dan suci,

dengan harapan terbentuknya siswa yang baik dan benar menyerupai dirinya.29

Dewaruci digambarkan sebagai seorang dewa katik, tampak hanya sebagai

anak kecil berjalan-jalan dan bermain-main di atas permukaan air. Perawakannya

seperti anak kecil, kekanak-kanakan, tubuhnya hanya sebesar kelingking.30

27

Muhammad bin Shalih al-„Utsmain, Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj.

Ahmad Sabiq, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2005), h. 111. 28

S. Sopater, Mengenal pokok-pokok Ajaran Pangestu (Jakarta: Sinar Harapan, 1987), h.

43. 29

Lihat, Imam Musbikin, Serat Dewaruci: Misteri Air Kehidupan, h. 172. 30

Yudhi AW, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 127.

Page 76: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

64

Sedangkan dalam buku Nawaruci yang ditulis oleh SP Adhikara,

dijelaskan bahwa Nawaruci bukan seorang dewa, tetapi digambarkan sebagai

makhluk yang tugasnya mengajarkan ilmu kebenaran tanpa cacat ( tattwa-jnana

nirmala) kepada Bima. Wejangan Nawaruci meliputi berbagai macam bidang

ilmu, akan tetapi dalam uraiannya nampak jelas usaha untuk menunjukkan kaitan

ilmu dan agama. Nampak jelas bahwa wejangan Nawaruci mengajarkan adanya

Tuhan Yang Maha Esa kepada Bima, akan tetapi ia menganjurkan kepada Bima

supaya menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, melainkan menganjurkan agar

Bima berusaha memiliki sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa.31

Yata malih wuwusên sang Wrêkudara// Kembali dikisahkan Sang Bima

Neng têlênging jaladri// yang masih di tengah samudera

Sampun pinanggihan// sudah bertemu

Awarni dewa bajang// dewa kerdil berambut panjang

Pêparabe dewa Ruci// bernama Dewa Ruci

Lir lare dolan// seperti anak kecil bermain

Ngandike têtanya ris// dia bertanya lirih.32

Dene bajang neng segara tanpa rowang// Anak berambut panjang di laut

tanpa kawan

Cilik amênthik-mênthik// tubuhnya kecil sekali

Iki ta wong apa// ini makhluk apa

Gêdhe sêjenthik ingwang// hanya sebesar kelingking

Pangucape sru kumaki// tapi ucapannya congkak

Ladak kumêthak// galak dan sombong

Dene tapa pribadi// berlagak seperti pertapa seorang diri.33

Pertemuan Bima dan Dewaruci memberikan kesan tersendiri bagi dirinya,

khusunya mengenai ajran yang diberikan oleh Dewaruci. Awalnya Bima sendiri

merasa penasaran dengan makhluk yang ada didepannya, akan tetapi setelah

31

Adhikara SP, Nawaruci, (Bandung: Penerbit ITB, 1984), h. 71. 32

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Durma, bait ke 17. 33

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Durma, bait ke 20.

Page 77: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

65

Dewaruci memberikan beberapa penjelasan mengenai kehidupan, pandangan

Bima berubah, dia tidak bisa meremehkan perkataan Dewaruci, bahkan tanpa

Bima ceritapun Dewaruci sudah mengetahui apa maksud dan tujuan Bima sampai

ke dasar samudera. Dewaruci memberitahukan bahwa perintah yang diberikan

oleh Resi Durna itu adalah tipuan, akan tetapi ia tidak mau percaya. Dari

pendirian Bima ini dapat diketahui betapa hormatnya ia kepada gurunya, sesuai

dengan ajaran sembah guru.34

Dewaruci akhirnya memberikan penjelasan terkait keyakinannya itu, bahwa

kita sebaiknya berbuat sesuatu jika sudah paham atas apa yang kita lakukan. Kita

baru melaksankan suatu perintah kalau sudah jelas tujuannya. Hal inilah yang

dijelaskan Dewaruci kepada Bima.35

Dalam naskah Dewaruci dijelaskan, yaitu:

“Sena, aku berpesan. Jangan pergi bila kamu belum jelas maksudnya.

Jangan makan bila belum tahu rasa yang dimakan. Jangan berpakian bila

belum tahu nama pakaianmu. Kau bisa tahu dari bertanya, atau dengan

meniru, dengan cara mencobanya terlebih dahulu. Demikianlah dalam

hidup ini. Ada orang bodoh dari gunung yang akan membeli emas. Oleh

tukang emas diberi kertas kuning, itu dikira emas mulia. Ia telah tertipu

karena kebodohannya. Demikian pula orang yang berguru, menyuruh

untuk menyembah. Jangan percaya dulu bila belum paham siapa yang

harus disembah.”36

Dari kisah ini dapat disimpulkan, pertama, bahwa manakala mau

melakukan suatu pekerjaan yang besar, itu harus diyakini secara total, bahwa apa

yang akan kita lakukan itu pasti akan berhasil. Dan Kedua, sebelum kita

melakukan sesuatu hendaknya kita bertanya terlebih dahulu, sampai kita paham

34

Adhikara SP, Nawaruci, h. 79. 35

Yudhi AW, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 104. 36

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Durma, bait ke 27-29.

Page 78: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

66

atas apa yang kita lakukan, agar apa yang kita lakukan itu tidak sia-sia. Inilah

nasihat Dewaruci kepada Bima. Atas penjelasan Dewaruci tersebut, Bimapun

akhirnya meminta untuk menjadi muridnya Dewaruci.

Sarwi sila sandika andikanira// Sambil bersila siap berujar

Sang Wrêkudara met sih// Bima meminta dengan hormat

Anuwun jinatyan// mohon diberi tahu

Sintên tan aran tuwan// siapakah tuanku sebenarnya

Dene neng ngriki pribadi// mengapa di sini sendirian

Sang Marbudyeng rat// Sang Marbudyengrat berkata

Ya ingsun dewa Ruci// akulah Sang Dewa Ruci.

Matur alon pukulan yen makatêna// Sena lirih berkatab jika demikian

Pun patik anuwun sih// hamba memohon

Ulun inggih datan// hamba ingin tahu tentangg

Wruh puruiteng badan// petunjuk yang hamba perlukan

Sasat sato wana inggih// karena hamba ini seperti hewan liar

Tan mantra-mantra// yang tidak tahu doa-doa

Waspadeng badan suci// yang membuat hamba jadi suci.

Langkung mudha punggung cinacad ing jagat// Masih bodoh penuh cacat

Kesi-esi-ing bumi// menjadi celaan seisi bumi

Angganing curiga// aku bagaikan tubuh keris

Ulun tanpa warangka// yang tak memiliki sarung

Wacana kang tanpa siring// bercakap tanpa tahu batas

Yat ngandika// berkatalah

Manis sang dewa Ruci// dengan lembut Sang Dewa Ruci.37

Dewaruci dengan belas kasih akhirnya menerima Bima sebagai

muridnya, dengan memerintahkan Bima untuk masuk ke dalam perutnya, melalui

telinga kirinya. Dalam perutnya Dewaruci, Bima diberi wejangan oleh Dewaruci,

wejangan itu mencakup lima aspek, yaitu: Pancamaya, Makrokosmos dan

37

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Durma, bait ke 30-32.

Page 79: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

67

Mikrokosmos, Pramana, Ilmu Pelepasan, Hidup dalam Mati dan Mati dalam

Hidup.

Pertama, Pancamaya, dalm kisah Dewaruci pancamaya diibaratkan

sebagai hati kita sendiri, yang menjadi pemuka badan dan pembentuk sifat-sifat

yang ada dalam diri. Hati itulah yang akan menuntun kita pada kesejatian. Dan

ada 4 macam warna yang dapat menjadi penghalang hati, diantarnya warna merah,

kuning, hitam dan putih. Warna merah disimbolkan dengan menunjukkn nafsu

yang tidak baik, segala keinginan jahat keluar dari situ, yang menutupi hati yang

sadar kepada kewaspadaan. Kuning sendiri melambangkan sifat yang selalu ingin

mengungguli dalam segala hal. Hitam, sifatnya menutupi tindakan yang baik.

Sedangkan yang putih di simbolkan dengan kesucian dan menguasai kebahagiaan.

Ketiga warna itu diibaratkan dengan hawa nafsu manusia, untuk itu harus bisa

menghilangkan ketiganya (merah, kuning, hitam), agar bisa mensucikan diri dan

bisa bersatu dengan Yang Sejati.38

Purwadi dalam buku Tasawuf Jawa, mengutip dari penjelasan Haryanto,

bahwa Pancamaya (lima bayangan) dapat diinterpretasikan sebagai bayangan

yang diperoleh lantaran pancaindera dan disimpan dalam ketidaksadaran hati.

Pada saat pancaindera menanggapi segala sesuatu dari alam sekelilingnya, ia di

dorong oleh nafsu.39

Kedua, Makrokosmos dan Mikrokosmos, yaitu alam semesta dan

seisinya yang dapat ditanggapi oleh pancaindera. Dengan demikian alam semesta

38

Lihat, Serat Dewaruci, Pupuh Dandanggula (II), bait ke 7-17. 39

Purwadi, Tasawuf Jawa (Yogyakarta: NARASI, 2003), h. 34.

Page 80: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

68

dapat digambarkan segala sesuatu yang ada di bumi dan seisinya itu terdapat

dalam diri manusia, sekalipun hanya bayangan maya, yang sifatnya semu.

Ketiga, Pramana, yaitu di dalam raga pramana yang melestarikan

kehidupan raga manusia. Selama jantung berdenyut, selama itu pula pramana ada

dalam raga dan selama itu pula raga masih hidup. Sedangkan yang menghidupi

pramana adalah sukma sejati yang dapat merasakan adanya sifat-sifat ketuhanan

Yang Maha Esa pada raga dan jiwa manusia. Jelas bahwa hidup ini tidak ada yang

menghidupi dan abadi sifatnya, bila mana raga manusia mati, pramana pun ikut

mati.40

Keempat, Ilmu Pelepasan, yaitu ilmu tentang kelepasan jiwa, nyawa,

sukma dan sebagainya dari raga atau tubuh manusia. Dengan kata lain ilmu

pelepasan adalah ilmu kematian manusia. Menurut kepercayaan atau agama yang

mengalami kematian itu raga atau jasad manusia, sedangkan kehalusan atau jiwa,

sukma, nyawa manusia tidak mengalami kematian, melainkan hidup terus kekal

dan abadi. Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa mati atau ajal itu merupakan faktor

penting dalam ilmu pelepasan.41

Kelima, mati dalam hidup dan hidup dalam mati, yaitu menekankan

bahwa agar selama orang masih hidup, nafsu yang mendorong seseorang untuk

melakukan tindakan jahat atau jelek, hendaklah dipadamkan sehingga yang

40

Adhikara SP, Unio Mystica Bima: Jasadipoera I (Bandung: Penerbit ITB, 1984), h. 41. 41

Adhikara SP, Nawaruci, h. 86-87.

Page 81: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

69

tinggal hanyalah nafsu yang mendorong perbuatan baik. Dengan jalan demikian

manusia dapat menyatupadukan diri dengan pencipta (Khâliknya).42

Setelah mendapatkan wejangan dari Dewaruci, hati Bima merasa senang

dan sudah tidak ada lagi keraguan dalam hatinya, ia pun sudah berhasil mengenali

dirinya sendiri dan mengetahui hakikat hidup dan yang menghidupi.

Bima menganggap Dewaruci sebagai guru sejatinya, yang bisa

menyempurnakan segenap cita-citanya, yaitu untuk memperoleh tirta pawitra (air

kehidupan). Hal itu tak lepas dari usaha Bima sendiri yang berusaha keras

menjalankan dan mematuhi perintah guru, karena bagaimanapun peran guru

dalam membimbing muridnya itu sangat penting dalam tercapainya cita-cita.

Sama halnya dengan Resi Durna, Dewaruci pun begitu dihormati oleh

Bima, terbukti dari sikapnya yang merendahkan diri dan memohon untuk

dibimbing secara langsung oleh Dewaruci agar mendapatkan pengetahuan

tertinggi. Sikap Bima kepada Dewaruci ini dapat kita ketahui melaui perilakunya

yang begitu patuh dan menjunjung tinggi gurunya, sikap itu diantaranya:

1. Rendah Hati pada Ilmu dan Guru

Selain rasa hormat dan keyakinan yang tinggi kepada guru, Bima pun

mempunyai sifat yang rendah hati dalam menuntut ilmu. Sifat rendah hati yang

dimiliki Bima lahir karena keinginanan dan kebutuhan akan ilmu tersebut. Hal itu

dikisahkan dalam Serat Dewaruci, saat Bima bertemu dengan Dewaruci di dasar

samudera. Berikut Dialog Bima dan Dewaruci:

42

Purwadi, Tasawuf Jawa, h. 35.

Page 82: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

70

Matur alon pukulan yen makatêna// Sena lirih berkatab jika demikian

Pun patik anuwun sih// hamba memohon

Ulun inggih datan// hamba ingin tahu tentangg

Wruh puruiteng badan// petunjuk yang hamba perlukan

Sasat sato wana inggih// karena hamba ini seperti hewan liar

Tan mantra-mantra// yang tidak tahu doa-doa

Waspadeng badan suci// yang membuat hamba jadi suci.

Langkung mudha punggung cinacad ing jagat// Masih bodoh penuh

cacat

Kesi-esi-ing bumi// menjadi celaan seisi bumi

Angganing curiga// aku bagaikan tubuh keris

Ulun tanpa warangka// yang tak memiliki sarung

Wacana kang tanpa siring// bercakap tanpa tahu batas

Yat ngandika// berkatalah

Manis sang dewa Ruci// dengan lembut Sang Dewa Ruci.43

Sifat rendah diri inilah yang ditunjukkan Bima kepada Dewaruci,

karena pada dasarnya sifat ini menjadi hal yang utama bagi seseorang untuk

memperoleh ilmu pengetahuan. sifat rendah hati yang dimiliki Bima mampu

mengendalikan rasa keakuan diri, rasa ego dan sifat sombong yang ujungnya

membawa kesengsaraan.

Terlepas dari itu semua, Bima mampu mengontrol dan mawas diri, serta

selalu menghargai orang lain, terutama menghargai gurunya. Hal itu pula

dijelaskan oleh Franz Magnis Suseno, bahwa ada dua manusia yang mengancam

cara hidup manusia, yaitu nafsu-nafsu (hawa nafsu) dan egoisme (pamrih). Oleh

karena itu manusia harus bisa mengontrol nafsu-nafsunya dan melepaskan

pamrihnya.44

43

Serat Dewaruci, Pupuh Durma, bait ke 31-32. 44

Lihat ,Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa, h. 139.

Page 83: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

71

2. Ikhlas dan Nrima

Sikap ikhlas dimiliki oleh Bima, dalam menjalankan perintah gurunya

untuk mencari air kehidupan. Tak sedikitpun ia keberatan dalam menjalankan

perintahnya, karena kebersihan hati Bima inilah yang membawa keberhasilan

pada Bima mendapatkan cita-citanya.

Bima sendiri sebenarnya mengetahui, bahwa apa yang diperintahkan

oleh gurunya (Resi Durna) itu adalah tipuan untuk melenyapkan dirinya, akan

tetapi dia tetap ikhlas menjalankan itu semua. Bima bersedia untuk melepaskan

individualitasnya sendiri dan mencocokan diri ke dalam keselarasan agung alam

semesta sebagaimana yang sudah ditentukan Yang Maha Esa.

Selain ikhlas, ia pun nrima apa yang diperintahkan dan yang akan

terjadi pada dirinya, tanpa protes dan pemberontakan. Sikap Nrima berarti bahwa

orang dalam keadaan kecewa dan dalam kesulitanpun bereaksi dengan rasional,

tidak ambruk, dan juga tidak menentang secara percuma. Sikap nrima menuntut

kekuatan untuk menerima apa yang tidak dapat dihindarkan tanpa membiarkan

diri dihancurkan olehnya.45

Sikap itu bisa digambarkan dalam kisah Dewaruci, saat Bima

menghadapi kedua raksasa Rukmuka dan Rukmakala, dan saat menghadapi naga

di tengah samudera, dengan penuh keyakinan akhirnya Bima pun berhasil

45

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan

Hidup JawaI, h. 143.

Page 84: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

72

mengalahkan kedua makhluk tersebut. Sikap ikhlas dan nrima inilah yang

terdapat dalam diri Bima.46

3. Berserah Diri kepada Tuhan

Sama halnya dengan seorang salik atau orang yang telah bertekad bulat

untuk menempuh jalan rohani. Bima dihadapkan kepada kebimbangan ujian yang

akan menghadapinya nanti. Bima memasrahkan dirinya kepada Dewata, manakala

akalnya sudah menemui kebuntuan.47

Aja sira kaya bocah// Janganlah kau seperti anak kecil

Den prayitna Wrêkudara nauri// hati-hati Bima menjawab

Heh Kurupati kakangku// hai Kurupati kakakku

Srahna marang jawata// serahkan saja kepada dewata

Aywa mêlang tumolih lilakna aku// jangan ragu dan relakan diriku

Aja nggrantes ing manah// jangan sedih hatimu

Pirang bara yen basuki// tentu aku akan selamat sampai tujuan.48

Wong anêdya puruita// orang yang ingin mengabdi

Ujar bêcik upama den alani// jika kebaikannya ditanggapi dengan

keburukan

Santosa ing bathara gung// yakinlah kepada Dewata Yang Agung

Ingkang nêdya bancana// yang mendatangkan bencana

Mangsa wurung nêmu wêwalês ing pungkur// kelak tentu akan

mendapatkan balasan

Punagi ing aturira// begitu pula dikatakan

Marang prabu Harimurti// kepada Prabu Harimurti.49

Naskah di atas menjelaskan bahwa apapun yang akan terjadi pada

Bima, ia tetap mengingat kepada Dewata, dengan menyerahkan diri kepada-Nya.

Menurut Ki Siswoharsojo, menyerah pada taraf itu maknanya, dengan keyakinan

46

Lihat, Serat Dewaruci, Pupuh Pangkur bait ke-19 dan 20, dan pupuh Durma (II) bait ke

17 dan 19. 47

Lihat, Yudhi AW, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 119-123 . 48

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Pangkur, bait ke 32. 49

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Pangkur, bait ke 40.

Page 85: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

73

yang mendalam (Haqqul Yaqin) apa yang akan terjadi, niscaya atas kehendak

Tuhan yang tak dapat dibatalkan.50

Inilah kesuksesan pertama bagi seseorang yang sedang menempuh

perjalanan menuju Tuhan. Tidak ada lagi rasa kekhawatiran di hati dan tak ada

pula duka cita dalam rasa, yang ada hanyalah kepercayaan dan kesetiaan kepada

Tuhan.

4. Menjaga Kerahasiaan

Menjaga kerahasiaan guru, merupakan hal yang sangat penting bagi murid

yang sedang menempuh pendidikan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Bima

dan Dewaruci, saat akan diberi wejangan oleh Dewaruci, Bima diminta agar ia

menjaga rahasia mengenai ilmu apa yang akan diajarkan padanya. Dialog ini

terdapat pada pupuh Dandanggula (II), bait ke 27.

Nora kêna lamun den rasani// Tidak boleh kau membicarakannya

Lan sasama-samaning manungsa// dengan sesamamu

Yen nora lan nugrahane// yang belum diberi anugerah ini

Yen ana nêdya padu// bila ada yang ingin membahas denganmu

Angrasani rêrasan iki// tentang ilmu rahasia ini

Bêcik den kalahana// lebih baik kau mengalah

Aywa kongsi kêbanjur// jangan bicara terlalu banyak

Aywa ngadekken sarira// jangan tinggi hati

Lan aywa krakêt marang wisayaning urip// jika engkau kecanduan racun

hidup ini

Balik sikapên uga// maka kuasailah.51

Inilah tugas murid kepada gurunya, yaitu menjaga kerahasiaan. Seorang

murid wajib menjaga rahasia batinnya kepada siapapun dan hanya membuka

50

Ki Siswoharsojo, Tafsir Kitab Dewarutji, h. 22. 51

Naskah Serat Dewaruci, Pupuh Dandanggula (II), bait ke 27.

Page 86: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

74

rahasia tersebut kepada guru spiritualnya. Guru spiritual itulah yang akan

membimbing untuk terus melakukan pendakian rohani menuju semakin dekat

dengan Tuhan dan tidak boleh tergoda dengan semua buah-buahan spiritual yang

aneh dan unik (Karomah) di tengah-tengah pendakian spiritual tersebut.52

B. Makna Simbolik dalam Serat Dewaruci

Intisari dari cerita Dewaruci karangan Yasadipura I, bagi kalangan orang

Indonesia yang berasal dari daerah Jawa, disimpulkan sebagai istilah “Curiga

manjing warangka, warangka manjing curiga”, artinya, keris bersatu padu dalam

sarung keris, sarung keris bersatu padu dalam keris. Kesimpulan tersebut dapat

ditafsirkan sebagai berikut: keris (curiga) dapat diartikan sebagai sifat Ketuhanan

Yang Maha Esa dan sarung keris (warangka) dapat diartikan manusia. Sedangkan

manjing artinya masuk sampai tak dapat lepas, jadi bersatu padu. Dengan

demikian, curiga manjing warangka, warangka manjing curiga dapat ditafsirkan,

yaitu sifat Ketuhanan Yang Maha Esa bersatu padu dalam diri manusia, manusia

bersatu padu dalam sifat ketuhanan Yang Maha Esa.53

Hal inilah yang menjadi faktor utama Bima pergi mencari air kehidupan,

karena ia ingin mendapatkan ilmu sejati, agar bisa bersatu dengan Tuhannya.

1. Perjalanan Mencari Air Kehidupan

Bima diperintahakan oleh gurunya Resi Durna untuk mencari tirta prawita

sari. Tirta artinya air, prawita artinya permulaan atau maha guru, sedangkan sari

52

Lihat, Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik (Jakarta: Rajawali Pers,

2016), h. 86. 53

Lihat, Adhikara SP, Unio Mystica Bima, h. 43.

Page 87: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

75

artinya keindahan atau inti. Dapat disimpulkan bahwa tirta prawita sari adalah air

yang menjadi gerbang untuk menuju keindahan. Bisa juga diartikan sebagai guru

sejati.54

Bima memegang teguh janji kepada sang guru untuk melaksanakan

perintahnya, meskipun berat dan banyak sekali rintangan, Bima lebih memilih

mati daripada tidak menepati janjinya. Dalam hal ini, kesetiaan dijunjung tinggi

oleh Bima. Kesetiaannya ternyata diuji juga oleh gurunya Resi Durna dan ia

berhasil melalui ujian kesetiaan itu. Kesetiaan Bima untuk mengikuti segala

petunjuk gurunya juga melambangkan disiplin kesempurnaan. Disiplin yang

sempurna pada akhirnya menghantar seseorang kepada apa yang didambakan

yang dilambangkan dengan tirta pawitra (air kehidupan). Manusia harus sampai

kepada sumber air hidupnya apabila ia mau mencapai kesempurnaan hidup.

Sumber air itu tidak ditemukan dalam alam luar, melainkan dalam diri manusia itu

sendiri.55

Kisah perjalanan Bima sebenarnya bermakna sebagai perjalanan dia

mengalahkan hawa nafsu dan keinginan-keinginannya untuk mendapat air suci.

Perjalanannya ke gunung Candramuka dan mengalahkan raksasa bermakna Bima

berhasil mengalahkan hawa nafsunya.56

Kisah Bima mencari tirta pawitra dalam

cerita Dewaruci, secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus

54

Yudhi Aw, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 100. 55

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan

Hidup Jawa, h. 116. 56

Yudhi Aw, Serat Dewaruci: Pokok Ajaran Tasawuf Jawa, h. 107-114.

Page 88: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

76

menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya, atau pencaraian

sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup manusia).57

Secara maknawi, ungkapan “tujuan hidup” mengandung dua hal, pertama,

merupakan tujuan akhir, bila dikaitkan dengan suatu bentuk kegiatan dari

kehidupan, bisa diartikan sebagai tempat yang dituju dari kegiatan manusia.

Kedua, merupakan makna yang sebenarnya, adalah suatu aktivitas konkret dalam

hidup yang diarahkan dan betul-betul diusahakan dalam rangka meraih cita-cita.58

Serat Cabolek juga menjelaskan, bahwa lakon Dewaruci tidak saja

mengemukakan ajaran-ajaran yang memperinci hubungan antara manusia dengan

Tuhan dan dengan dunia nyata, serta dengan dirinya sendiri, tetapi juga mencoba

untuk menjelaskan apakah tujuan akhir dari keberadaan manusia di bumi ini dan

bagaimana ia dapat mencapainya. Kisah Bima mencari air kehidupan, dalam

pandangan orang Jawa dipahami bahwa untuk mencapai tujuan hidup, manusia

harus menghadapai berbagai halangan dan kesukaran, dan kesukaran-kesukaran

ini hanya akan dapat diatasi bila manusia memiliki tekat yang teguh didasarkan

atas kejujuran, keikhlasan dan kesetiaan pada tujuan-tujuan itu.59

Kisah Dewaruci menjelaskan bahwa, air kehidupan adalah tujuan akhir

mistik yakni pamoring kawula-gusti atau manunggaling kawula gusti, yang

berarti persatuan antara abdi dengan Tuhan. Tetapi dalam kerangka tema dasar

dari cerita-cerita religius Jawa, tujuan akhir dari manusia adalah merenungkan

57

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 208. 58

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 130. 59

Lihat, Soebadri, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan (Pengadilan K.H. A.

Mutamakin dan Fenomena Shaikh Siti Jenari), terj. Enoch Machmud dan Mahpudi (Bandung:

Penerbit Nuansa, 2004), h. 66.

Page 89: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

77

Tuhan semata-mata melalui pensucian tubuh dan jiwa dari semua keburukan dan

penaklukan semua keinginan yang membawa manusia kepada kesesatan, sehingga

dalam kesadaran mistiknya itu tidak ada yang lain kecuali Tuhan.60

Inti dari pencapaian tujuan itu (Unio Mystica) adalah harus dengan kondisi

baik dan suci. Sedangkan kesucian hanya dapat diwujudkan dengan perjuangan,

dan perjuangan itu hanya bisa dilakukan di dunia, itulah yang harus dilakukan

oleh Bima atau manusia lainnya untuk mendapatkan tujuan hidupnya, yaitu

bersatu dengan Tuhan.

2. Menemukan Jati Diri: Manunggaling Kawula Gusti

Imam Musbikin menjelaskan bahwa, Manunggaling kawula Gusti

bukanlah suatu ajaran, melainkan suatu pengalaman. Yakni, pengalaman yang

benar-benar nyata bagi siapa saja yang pernah mengalaminya. Pengalaman ini

berupa penyatuan diri dengan Yang Maha Kuasa. Ada pula istilah lain sebagai

padanannya, yaitu “peleburan”.61

Bima saat bertemu dengan Dewaruci, mengalami hal yang luar biasa, dia

berhasil mendapatkan ajaran rahasia agar tercapai tujuan hidupnya. Paham

mengenai tujuan hidup manusia (sangkan-paran) hanya dapat tercapai apabaila

dijadikan tujuan satu-satunya dan manusia bersedia melawan segala godaan alam

luar, bahkan mempertaruhkan nyawanya sebagaimana hal yang dilakukan oleh

Bima.

60

Soebadri, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan (Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenari), Terj. Enoch Machmud dan Mahpudi, h. 67. 61

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 138.

Page 90: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

78

Manusia semacam ini telah mati bagi alam luar, dan mencapai hidup yang

benar, terhindar dari godaan hawa nafsu. Seperti yang sudah penulis jelaskan

diatas, ini termasuk salah satu ajaran yang diberikan oleh Dewaruci, yaitu mati

sajaroning urip, urip sajroning mati (mati dalam hidup, dan hidup dalam mati).62

Dewaruci menerangkan kepada Bima mengenai wujud tertinggi, di mana

ia hanya sadar tentang Tuhan dengan alam semestanya dan akhirnya memeroleh

rasa Ilahiah dari ke-Esaan Tuhan dengan alam semestanya dan dengan dia sendiri.

Pencapaian mistik inilah yang dikenal dalam bahasa Jawa: pamoring Kawula-

Gusti.63

Dalam hubungan ini dikatakan bahwa Tuhan dan manusia adalah satu,

hanyalah seperti bayangan pada sebuah cermin, yaitu refleksi dari benda yang ada

di depan cermin tersebut. Yang berdiri di depan cermin adalah manusia. Dalam

ajaran Dewaruci Hyang Sukma adalah satu dalam asal manusia dan dia dapat

ditemukan dalam semua manusia dan di alam semesta.

Seseorang yang mendapatkan pengalama mistik, ia harus merahasiakan

dan tidak diperlihatkan kepada orang-orang lain. Seperti yang tercantum dalam

Serat Dewaruci, pada bagian Dandanggula (II), bait ke-27. Dalam bait tersebut

Dewaruci menjelaskan bahwa seseorang yang telah memperoleh realisasi dari

persatuan dengan Tuhan harus tetap dalam keadaan waspada dan menanggalkan

sikap bangga dan congkak, yaitu sifat-sifat yang sangat berbahaya.64

62

Lihat, Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa, h. 117 63

Soebadri, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan (Pengadilan K.H. A. Mutamakin

dan Fenomena Shaikh Siti Jenari), terj. Enoch Machmud dan Mahpudi, h. 71. 64

Soebadri, Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan. h. 68.

Page 91: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

79

Demikianlah Bima dalam pertemuannya dengan Dewaruci menjadi

manusia baru, walaupun ia kembali kedalam kehidupannya yang biasa untuk

memenuhi kewajibannya. Dia telah berhasil mencapai eksistensi yang lebih

mendalam, dengan sendirinya hidupnya akan berubah, ia akan memiliki sikap-

sikap yang lain, yang lebih benar, lebih cocok dengan realitas yang sebenarnya.65

Hamid Nasuhi menjelaskan bahwa, setelah seseorang dapat menikmati

pengalaman pencerahan yang luar biasa, dia harus kembali kedunianya yang

semula. Ia tidak boleh berasyik-asyik sendiri pada dunia mistiknya, tetapi harus

kembali menapaki hidupnya yang nyata dan membawa kegembiraan bagi

sekeliling lingkungannya, sebagaimana tergambar betapa bahagianya saudara-

saudara Bima menyambut kedatangannya.66

Satu hal yang sangat ditekankan pada Serat Dewaruci adalah bahwa

pencapaian kesatuan antara dirinya (Bima maupun manusia lainnya) dengan

Tuhan tidak lain hanyalah dengan cara “laku” (perjuangan yang teguh serta

konsisten). Hal tersebut tampak pada perjuangan Bima yang tekun serta konsisten,

meski pun penuh dengan marabahaya dan dalam waktu yang cukup lama. Satu hal

yang diharapkan Bima dari perjuangannya itu, yaitu kesucian diri atau diri yang

baik. Sebab itulah syarat yang harus ada bagi dirinya, juga manusia lain, bila

menghendaki kesatuan.67

65

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan

Hidup Jawa, h. 131. 66

Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa Yasadipura I, h. 206. 67

Imam Musbikin, Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan, h. 126.

Page 92: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Serat Dewaruci merupakan karya sastra yang mempunyai nilai filosofis

tinggi, yang memberikan pengajaran tentang cara-cara yang harus ditempuh untuk

mencapai tujuan hidup tertinggi, yaitu Manunggaling Kawula Gusti.

Salah satu hal yang bisa ditempuh untuk mendapatkan pengetahun

tertinggi, yaitu dengan cara hormat, patuh, dan taat menjalankan perintah guru.

Sikap itu bertujuan untuk membimbing manusia agar berjalan dengan baik

berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam tatanan masyarakat.

Etika murid kepada guru mempunyai peranan besar dalam mengatur

pola interaksi dalam prinsip hormat. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang

dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus menunjukkan sikap hormat

terhadap orang lain, terutama hormat kepada guru yang menjadi pembimbing

dalam menempuh jalan spiritual.

B. Saran-Saran

Penulis berharap bahwa skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak,

khusunya bagi penulis sendiri, dan umumnya bagi para pembaca. Selain itu

dengan adanya karya ini, diharapkan dapat memberikan gambaran serta

pemahaman kepada pembaca tentang pentingnya etika saat menuntut ilmu,

terutama etika kepada guru.

Page 93: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

81

Mengingat kekayaan budaya Indonesia merupakan hal yang sangat

menarik untuk dikaji, terutama mengenai karya sastra yang dikarang oleh Para

Pujangga, salah satunya adalah Serat Dewaruci, karya ini memberikan

pengetahuan mengenai filosofis atau pandangan manusia, khusunya masyarakat

Jawa, dengan menyuguhkan unsur Islam yang kental, karya sastra ini bisa

menambah kekayaan khazanah intelektual Islam.

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, terlepas dari

keterbatasan yang dimiliki, hasil penelitian ini diharapkan mempunyai implikasi

yang luas untuk penelitian selanjutnya dengan topik serupa. Kritik dan saran dari

pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan penelitian ini di

kemudian hari.

Page 94: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

82

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan, 2002.

Abdullah, M. Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2006.

Al-‘Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Syarah Adab dan Manfaat

Menuntut Ilmu. Terj. Ahmad Sabiq. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,

2005.

Al-Jaili, Syeikh Abdul Karim Ibnu Ibrahim. INSAN KAMIL: Ikhtiar Memahami

Kesejatian Manusia dengan Sang Khaliq Hingga Akhir Zaman. Terj.

Misbah El Majid. Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005.

Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhlak). Terj. K.H. Farid Ma’aruf, judul asli Al-

Akhlaq, Cet. III. Jakarta: Bulan Bintang, 1983.

Anwar, Rosihan. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Asmaran AS. Pengatar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992.

Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan

Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Ba’athiyah, Muhammad Ali. SULUK: Pedoman Memperoleh Kebahagiaan

Dunia-Akhirat. Terj. Hasan Suaidi. Bantul: CV. Layar Creative

Mediatama, 2015.

Barsihannoor. Etika Islam. Makassar: University Alauddin Press, 2012.

Burhanuddin, Jajat. Wacana Baru Islam-Jawa. Studia Islamika Vol.5, No. 2,

1998.

Chittick, William. Jalan Cinta Sang Sufi. Terj. Sadat Ismail dan Achmad Nidjam.

Yogyakarta: Qalam, 2005.

Echols, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:

Gramedia, 1982.

Edwin. Serat Dewa Ruci: Studi pemikiran Tasawuf Yasadipura I. Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, 2001.

Page 95: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

83

Endraswara, Suwardi. Etika Hidup Orang Jawa: Pedoman Beretika dalam

Menjalani Kehidupan sehari-hari. Yogyakarta: NARASI, 2010.

--------. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya

Spiritual Jawa. Jogjakarta: Penerbit NARASI, 2004.

Hidayat, Komaruddin. Kontekstualisasi Islam dalam Sejarah. Jakarta:

Paramadina, 1996.

Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Penerbit Erlangga,

2006.

--------. Reaktualisai Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta Pusat: Baitul Ihsan, 2006.

Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

Ki Siswoharsojo. Tafsir Kitab Dewarutji. Jogjakarta: PT. JAKER Lodjiketjil,

1966.

Koencaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka,1994.

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Etika Berprilaku,

Bermasyarakat, dan Berpolitik (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta:

Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an, 2009.

Leaman, Oliver. Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis. Terj.

Musa Kazim dan Arif Mulyadi. Bandung: Mizan, 2002.

M. Said. Etika Masyarakat Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976.

Mas’udi , Abdurrahman. Menuju Paradigma Islam Humanis. Yogyakarta: Gama

Media, 2003.

Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008.

Musbikin, Imam. Serat Dewa Ruci: Misteri Air Kehidupan. Jogjakarta: DIVA

Press, 2010.

Nasr, Seyyed Hossen. The Garden of Truth. Terj. Yuliani Liputo. Bandung:

Mizan, 2010.

Nasuhi, Hamid. Gagasan Mistik dalam Serat Dewa Ruci Karya Yasadipura I

(1729-1803): Tinjauan Tasawuf Falsafi. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Page 96: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

84

-------. Serat Dewaruci:Tasawuf Jawa Yasadipura I. Ciputat: Ushull Press-UIN

Jakarta, 2009.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.

Jakarta: UI Press, 2002.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi-Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002.

-------. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid : Studi Pemikiran

Taswuf Al-Ghazali. Jakarta: Raja Grafindo, 2001.

Poerbatjaraka dan Tardjan Hadidjaja. Kepustakaan Jawa. Jakarta: Djambatan,

1957.

Praja, M. Sastra. Kamus Istilah Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha Nasional,

1981.

Prawira, Abdullah Cipta. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Purwadi. Tasawuf Jawa. Yogyakarta: Narasi, 2003.

Pujangga Surakarta. SERAT DEWARUCI: Kidung dari Bentuk Kakawin. Cet.II.

Semarang: Dahara Prize,1991.

Raharjo, Mudjia. Dasar-Dasar Hermeneutika: Antara Internasionalisme dan

Gadameria. Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2008.

Robert Frager, Obrolan Sufi. Terj. Hilmi Akmal. Jakarta: Zaman, 2012.

Saifuroh, Siti Wahidah Hajar. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kepribadian

‘Werkudara’-Deskripsi Wayang Kulit Purwa Lakon ‘Dewa Ruci’. Skripsi

Jurusan Tarbiyah, STAIN Purwokerto, 2014.

Salim, Abd. Mu’in. Metode Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.

Santoso, Imam Budhi. Manusia Jawa Mencari kebeningan Hati: Menuju Tata

Hidu-Tata Krama-Tata Prilaku. Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia,

2013.

Sastroamidjojo, A. Seno. Tjeritera Dewa Rutji. Jakarta: Penerbit KINTA, 1997.

-------.Tjeritera Dewa Rutji: Dengan Arti Filsafatnja. Cet.II. Jakarta: Penerbit

KINTA, 1967.

Shihab, Alwi. Akar Tasawuf di Indonesia. Depok: Pustaka IIMan. 2009.

Page 97: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

85

Simuh. Mistik Islam Kejawen:R.Ng. Ranggawarsita. Jakarta: UI Press, 1988.

--------. Sufisme Jawa. Yogyakarta: Bentang, 1999.

Soebardi. Serat Cabolek: Kuasa, Agama, Pembebasan ( Pengadilan K.H. A.

Mutamakin dan Fenomena Shaikh Siti Jenar. Terj. Enoch Mahmud dan

Mahpudi. Bandung: Penerbit Nuansa, 2004.

SP Adhikara. Nawaruci. Bandung: Penerbit ITB, 1984.

--------. Dewaruci. Bandung: Penerbit ITB, 1984.

--------. Unio Mystica Bima: Analisis Cerita Bimasuci Jasadipoera. Bandung:

Penerbit ITB, 1984.

Sri Yunanto, Rohmad. Aspek Mistik dalam Serat Dewaruci. Skripsi Fakultas

Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.

Suseno, Franz Magnis. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia, 1991.

Teba, Sudirman. Etika dan Tasawuf Jawa -Untuk Meraih Ketenangan Jiwa.

Ciputat: Pustaka IrVan, 2007.

Widjajanti, Rosmaria Sjafariah. Etika. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

Ya’cub, Hamzah. Etika Islam. Jakarta: Publicita, 1978.

Yudhi AW. Serat Dewaruci : Pokok Ajaran Tasawuf Jawa.. Yogyakarta:

NARASI , 2012.

Zaprulkhan. Ilmu Tasawuf: SebuahKajian Tematik. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2016.

Zubair, Achmad Charris. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers, 1980.

Page 98: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

LAMPIRAN

Naskah Serat Dewaruci Berkaitan Dengan Etika Murid Kepada Guru

Naskah Serat Dewaruci berbentuk tembang puisi ini secara keseluruhan

memuat 165 bait yang terdiri dari Dandanggula (I) 16 bait, Pangkur 44 bait,

Sinom 18 bait, Durma 32 bait, dan Dandanggula (II) 55 bait.

Naskah Serat Dewaruci yang berkaitan dengan Etika Hubungan Guru dan

Murid, diantaranya:

I. Dandanggula (I), yaitu pada bait :

1. Pada Pupuh Dandanggula bait ke-2, Adhikara SP, dalam bukunya

yang berjudul Dewaruci, menjelaskan mengenai Arya Sena atau

Werkudara berguru kepada gurunya, yaitu Guru Durna dan

diperintahkan oleh sang Guru untuk mencari air kehidupan. Tatkala

mendapatkan perintah itu, tanpa disengaja bertemu dengan

keluarganya akhirnya Werkudara meminta ijin kepada keluarganya

untuk melakukan perjalanan. Dalam kisah itu Werkudara disuruh Resi

Durna mencari air suci, Tirtapawitra yang letaknya di hutan Tibrasara

di dalam gua bukit candramuka di kaki gunung Gadmadana.

Wrêkudara duk puruita mring// Werkudara ketika berguru kepada

Dhanyang Durna kinen ngupaya// Pendeta Durna disuruh mencari

Toya ingkang nuceake// air yang menyucikan

Marang sariranipun// atas dirinya

Wrêkudara mantuk wêwarti// Werkudara pulang memberi kabar

Maring nagri Ngamarta// ke negeri Amarta

Pamit kadang sêpuh// mohon diri kepada kakaknya

Sira prabu Yudisthira// yaitu Prabu Yudhistira

Kang para ri sadaya nuju marêngi// dan adik-adiknya semua

kebetulan

Aneng ngarsaning raka// sedang menghadap kakandanya.

2. Pada bait ke-3 dan ke-5, naskah ini menjelaskan mengenai niat

Werkudara untuk mencari air yang diperintahkan oleh gurunya, saat

Page 99: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

membicarakan kepada sang kakak, namun Sri Darmaputra khawatir

akan keselamatan adiknya, karena dalam perjalanan mencari air itu

pasti banyak rintangan dan berbahaya. Niat Werkudara tak gentara

untuk mencari air kehidupan, ia rela bertarung nyawa demi

mendapatkan air itu. Walaupun keluarga pandawa banyak yang

menentang akan perjalanannya itu, Werkudara tak dapat dicegah demi

baktinya kepada sang guru. Bahkan saudara-saudaranya berpendapat

bahwa tugas yang biberikan itu adalah untuk mencelakakaknnya, dan

bahkan membinasakan para Pandawa. Sesungguhnya tugas itu

diberikan kepada kurawa untuk membinasakan Werkudara.

Rya Sena matur ing raka ji// Arya Sena berkata kepada kakanda raja

Lamun arsa kesah mamrih toya// bahwa ia akan pergi mencari air

Dening guru pituduhe// atas petunjuk gurunya

Sri Darmaputra ngungun// Sri Darmaputra heran

Amiyarsa aturing ari//mendengar penuturan adiknya

Cinipta prapteng baya// memikirkan marabahaya

Narendra mangun kung// sang raja menjadi berduka

Dyan satriya Dananjaya// Raden Satria Dananjaya

Matur nêmbah ing raka Sri narapai// berkata sambil menyembah

kakanda raja Punika tan sakeca// bahwa itu tidak baik. (bait ke-3)

Wrêkudara miyarsa nauri// Werkudara mendengar lalu menjawab

Ingsun mangsa kênaa den ampah// aku tak mungkin dapat dicegah

Matia umurku dhewe// kalaupun mati, itu ajalku sendiri

Wong nêdya mrih pinutus// aku ingin mencari yang diperintahkan

Panunggale Hyang Maha Suci// untuk bersatu dengan Yang Maha

Suci

Arya Sena saksana// Arya Sena segera pergi

Kalepat sumêmprung// diam dan sangat sedih

Sri Narendra Yudhistira// sang Prabu Yudistira

Miwah ari katiga ngungun tan sipi// dan ketiga adiknya termangu-

mangu

Lir tinêbak mong tuna// bagaikan kehilangan sesuatu. (Bait ke-5)

3. Pada bait ke-11 dan ke-12, dikisahkan setelah pamit kepada saudara-

saudarnya, tanpa disangka-sangka Werkudara datang ke istana dan bertemu

dengan Raja Astina, dan Resi Durna. Disitu pula Resi Durna menunjukan

kewibawaanya kepada sang murid, begitu pula Werkudara yang menunjukkan

sikap hormatnya kepada sang guru, serta memberi kepastian kepada gurunya

bahwa Werkudara bersedia pergi mencari air kehidupan. Resi Durnapun

langsung memberi penjelasan jikalau Werkudara berhasil menemukan air

kehidupan itu, hidup Werkudara akan sempurna serta unggul di seluruh jagad

Page 100: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

raya. Mendengar penjelasan gurunya itu, Werkudara langsung meminta

petunjuk Gurunya agar bisa menemukan air tersebut.

Ebah kagyat kang samya alinggih// Terkejut semua yang hadir

Sri narendra Ngastina ngandika// Raja Astina berkata

Yayi den kapareng kene// adikku marilah kesini

Wrêkudara anjujug// Werkudara langsung menghadap

Dhanyang Durna sigra ngabêkti// Pendeta Durna seraya menyembah

Rinangkul jangganira// dirangkul lehernya

Babo suteng ulun// wahai anakku

Sira sida ngulatana// kau jadi pergi mencari

Ingkang tirta pawitra sucining ngurip// air jernih yang menyucikan hidup

Yen iku kapanggiha// jika itu kau temukan (bait ke-11)

Nirmala panggih wiseseng urip// Kau akan menguasai hidupmu

Wis kawêngku aji kang sampurna// kau kuasai ilmu kesempurnaan

Pinunjul ing jagat kabeh// akan unggul di seluruh jagad

Ngaubi bapa bijung// melindungi bapak ibumu

Mulya saking sira nak mami// kemuliaan datang darimu anakku

Linuwih ing tri loka// unggul di dalam Triloka

Langgêng ananipun// yang kekal abadi

Arya Sena matur nêmbah// Arya Sena berkata sambil menyembah

Inggih pundi prênahe kang tirta suci// di manakah tempatnya air suci itu

Nuntên paduka têdah// mohon aku diberi petunjuk. (bait ke-12)

4. Pada bait ke-13, Resi Durna memberi petunjuk bahwa air itu terdapat di hutan

Tibraksara. Resi Durna memerintahakan agar Werkudara mengikuti dan

memerhatikan petunjuk dari gurunya.

Prênahipun kang her adi êning// Di mana tempat air bening itu

Rêsi Durna mojar marang Sena// Pendeta Durna berkata kepada Sena

Adhuh sutaning sun angger// duhai anakku tercinta

Ênggoning kang tuya nung// letak air suci itu

Pan ing wana Tikbrasareki// di hutan Tikbrasara

Turutên tuduh ingwang// ikutilah petunjukku

Sangêt parikudu// harus diperhatikan

Nucekakên badanira// itu akan menyucikan dirimu

Ulatana soring Gandamadaneki// carilah di bawah gua Gandamadana

Ing wukir Candramuka// di gunung Candramuka.

5. Pada bait ke-14 dan ke-15, dikisahkan setelah mendapatkan petunjuk dari

Resi Durna, Werkudara segera memohon pamit dan menyembah kepada sang

guru dan saudaranya Suyudana, sebagai bukti hormat kepada mereka.

Page 101: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Saudara-saudara Werkudara mengkhawatirkan akan keselamtan dirinya

dalam menempuh perjalannanya. Dengan hati yang tenang, Werkudara

meyakinkan saudara-saudaranya itu, bahwa dia akan berhati-hati dan menjaga

dirinya.

Dhungkarana ingkang wukir-wukir// Carilah di gunung-gunung

Jroning guwa jro panggonanira// di dalam gua di situlah letaknya

Tuhu herning pawitrane// air suci yang sesungguhnya

Ing nguni-uni durung// belum pernah diceritakan

Ana kang wruh nggoning toya di// ada yang tahu tempat air suci itu

Trustha sang Wrêkudara// segera sang Werkudara

Pamit awotsantun// mohon pamit sambil menyembah

Mring Durna mring Suyudana// kepada Durna dan Suyudana

Angandika sira prabu Kurupati// Prabu Kurupati berkata

Yayi mas den prayitna// berhati-hatilah adinda. (bait ke-14)

Mbok kasasar denira ngulati// Meskipun tersesat dalam pencarian

Panggonane gawat tan têtela// tempatnya berbahaya sukar ditemukan

Wrêkudara lon ature// Werkudara menjawab pelan

Nora pêpeka ingsun// saya tidak akan lengah

Anglakoni tuduh sang yogi// menjalankan petunjuk sang Pertapa

Amêsat saking pura// meninggalkan istana

Sigra reh sumêngkut// dengan cepat dan terburu-buru

Kang maksih aneng jro pura// yang masih di dalam istana

Samya mêsem nateng Mandraka lingnya ris// pada tersennyum, Prabu

Mandraka berkata

Paran polahe ikal// bagaimana nantinya Werkudara. (bait ke-15)

II. Pangkur, yaitu pada bait:

1. Pada Pupuh Pangkur bait ke-1, dijelaskan Werkudara sudah berangkat

umenempuh perjalanan, tak ada sedikitpun rasa takut dan khawatir dalam diri

Werkudara, yang ada hanya kebahagiaan karena dia mengikuti dan

melaksanakan perintah gurunya.

Lampahe sang Wrêkudara// perjalanan Werkudara

Lajêng ngambah praptanireng wana dri// telah sampai di tengah hutan

Ririh ing reh gandrung-gandrung// pelan ia sangat ingin

Sukanireng wardaya// hatinya sangat gembira

Page 102: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Tirta êning pamungkas wekasing guru// mencari air jernih atas petunjuk guru

Tan nyipta bayaning marga// tak terpikir bahwa itu berbahaya

Kacaryan kang den ulati// ia bahagia atas apa yang dicari

2. Pada bait ke-11, diceritakan bahwa Werkudara sudah sampai di hutan

Tibraksara, dia mencari kesana kemari, akan tetapi dia tidak berhasil

menemukan air suci di hutan itu, sehingga menimbulkan kesedihan di

hatinya.

Wrêksa gêng-agêng kagêman// pohon-pohon besar diamati

Kaidêran mbalasan bosah-basih// berkeliling terus mencari

Prêhaning toya rinuruh// tempat air yang ditunjukkan

Dangu datan kapanggya// tapi lama sekali tidak ditemukan

Kawuwusa ditya kang wontên ing ngriku// diceritakan raksasa yang ada di

situ

Sang Rukmuka Rukmakala// Rukmuka dan Rukmakala

Kagyat denira miyarsi// terkejut mereka mendengar.

3. Pada bait ke-19 dan ke-20, dijelaskan di hutan itu Werkudara berhasil

mengalahkan kedua raksasa Rukmuka dan Rukmakala, yang tak lain adalah

jelmaan Batara Indra dan Batara Bayu yang dikutuk. Merekapun tanpa

menampakan wujudnya memperingatkan kepada Werkudara bahwa dia harus

mendapatkan petunjuk yang benar dalam menempuh perjalanannya

itu.Werkudara mendapatkan nasihat dari Batara Indra dan Batara Bayu,

terjadi perbedaan pendapat antara Werkudara dan Kedua batara itu. Sampai

akhirnya Werkudara memasrahkan, dia lebih baik mati, daripada tidak

berhasil menemukan air itu.

Tan katon kang duwe swara// tak tampak yang bersuara

Adhuh putuning sun liwat kaswasih// wahai cucuku yang sangat sedih

Ngupaya nora kêpangguh// mencari tetapi tidak menemukan

Tan antuk tuduh nyata// tidak memperoleh petunjuk yang benar

Ring prênahe kang sira upaya iku// di mana benda yang kau cari itu

Sangsayeku polahira// sungguh menderita dirimu

Wrêkudara duk miyarsi// Werkudara ketika mendengarnya. (bait ke-19)

Nauri sintên kang swara// Menjawab, siapa yang bersuara itu

Dene botên kaeksi dening kami// karena tidak kelihatan olehku

Punapa yun ngambil tuwuh// apakah ingin membunuhku

Kawula nggih sumangga// mari kupersilahkan

Page 103: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Lêhêng pêjah ngulati datan kêpengguh// lebih baik mati daripada tidak

menemukan(air)

Kang swara gumuyu suka// suara itu tertawa riang

Yen sira tambuh ing mani// bahwa kamu tidak mengetahui aku. (bait ke-20)

4. Pada bait ke-22 dan ke-27, di kisahkan kedua Batara Indra dan Bayu

memerintahkan agar Werkudara kembali ke Astina dan menanyakan ke Resi

Durna dimana tempat yang sesungguhnya air kehidupan itu berada.

Sesampainya di dalam istana, Werkudara disambut dan ditanya mengenai

hasil pencariannya. Werkudara menjelaskan bahwa dia tidak menemukan air

di gunung itu, melainkan menemukan dua raksasa. Werkudara menceritakan

kepada orang-orang yang ada di dalam istana mengenai kisahnya yang

berhasil mengalahkan kedua raksasa itu dan tidak berhasil menemukan air

yang dicari. Sampai akhirnya Werkudara meminta penjelasan kepada sang

guru, agar Resi durna memberikan petunjuk yang benar kepada dirinya.

Sira angulati toya// Engkau mencari air

Pituduhe Dhanyang Durna ing nguni// atas petunjuk Resi Durna itu

Nyata na banyu urip iku// memang benar ada air kehidupan

Tuture Rêsi Durna// seperti kata Resi Durna

Nanging nor ing kene panggonanipun// tapi bukan di sini tempatnya

Sira balia atasna// kembalilah kau ke Astina

Ênggone ingkang sayêkti// tanyakan tempat yang sebenarnya. (bait ke-22)

Rukmuka lan Rukmakala// Rukmuka dan Rukmakala

Sampun sirna kalih kawula banting// telah sirna keduanya kubanting

Dene ditya amrih lampus// agar raksasa itu lekas mati

Sikara ing kawula// karena mengganggu diriku

Wukir kabeh kabelengkrah tan katêmu// penjuru gunung aku obrak-abrik tak

ketemu

Paduka tuduh kang nyata// paduka harus memberi petunjuk yang jelas

Sampun amindho gaweni// tidak perlu berulang seperti ini. (bait ke-27)

5. Pada bait ke-28 dan ke-29, menceritakan Resi Durna bangga kepada

Werkudara, karena ia benar-benar mengikuti petunjuk gurunya dan tidak

menolak melaksanakan perintahnya. Akhirnya Resi Durna memberikan

penjelasan terkait letak yang sesungguhnya dimana air kehidupan itu berada.

Sebagai bukti kesungguhan Werkudara berguru ke Resi Durna, Werkudara

siap untuk mengikuti dan melaksanakan apapun perintah dari gurunya.

Page 104: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Sang Durna angrangkul sigra// Pendeta Durna segera memeluk

Babo-babo lagya ingsun ayoni// wahai kau yang sedang kuuji

Katêmênane ing guru// benar-benar mengikuti petunjuk guru

Mêngko wus kalampahan// kini telah terbukti

Nora mengeng ngantêpi tuduhing guru// tidak menolak melaksanakan

perintah guru

Iya mengko sun wewarah// nanti kuberi petunjuk

Ênggone ingkang sayêkti// tempat yang sebenarnya. (bait ke-28)

Iya têlênging samodra// Yaitu di tengah samudera

Yen sirestu ngguru pun bapa kaki// jika sungguh kau akan berguru kepadaku

Ngêsung têlêng samudra gung// masuklah ke dalam samudera luas itu

Wrêkudara turira// Werkudara menjawab

Sampun mênggah ing têlênging samudra gung// jangankan masuk ke dalam

lautan

Wontêna nginggiling swarga// di atas surga pun

Dhasar engkang sapta bumi// dan di lapisan bumi ke tujuh pun. (bait ke-29)

6. Pada bait ke-30, Werkudara meyakinkan kepada gurunya, Ia akan

menaruhkan hidup dan matinya demi melaksanakan perintah guru. Resi

Durna pun menjelaskan, jikalau dia mendapatkan apa yang di cari (air

kehidupan), kehidupan Werkudara dan orang tuanya akan mendaptkan

kehormatan.

Mangsa ajriha palastra// Aku tak takut mati

Anglakoni tuduh sang maha yakti// melaksanakan petunjuk paduka yang

benar

Iya babo suteng uluni// Durna berkata wahai anakku

Yen iku pinanggiha// jika itu kau temukan

Bapa kakinira kang wis padha lampus// orangtua dan kakekmu yang sudah

mati

Besuk uripe neng sira// kelak hidupnya ada padamu

Lan sira punjul ing bumi// dan kau akan menonjol di muka bumi.

7. Pada bait ke-32 dan 33, saat Werkudara akan berangkat ke samudera untuk

mencari air kehidupan, lagi-lagi keluarga dan saudaranya tidak setuju dan

mengkhawatirkan keselamatannya. Dia meyakinkan kepada kakaknya Kurupati,

bahwa dia akan selamat sampai tujuan dan dia harus merelakan kepergian dirinya

(Werkudara), dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Dewata. Saat kepergian

Werkudara, anggota keluarganya hanya bisa mendo’akan agar di setiap

Page 105: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

langkahnya direstui oleh Dewa Yang Agung. Dengan rasa hormat, werkudara

pamit kepada Resi Durna dan kakaknya untuk meninggalkna istana.

Aja sira kaya bocah// Janganlah kau seperti anak kecil

Den prayitna Wrêkudara nauri// hati-hati Werkudara menjawab

Heh Kurupati kakangku// hai Kurupati kakakku

Srahna marang jawata// serahkan saja kepada dewata

Aywa mêlang tumolih lilakna aku// jangan ragu dan relakan diriku

Aja nggrantes ing manah// jangan sedih hatimu

Pirang bara yen basuki// tentu aku akan selamat sampai tujuan.(bait ke- 32)

Ya yayi muga antuka// Ya adikku semoga berhasil

Lakunira pitulungging dewa di// langkahmu mendapat restu Dewa Yang

Agung

Pamit Arya Sena sampun// Arya sena mohon diri

Mring Durna mring sang nata// kepada Durna dan sang raja

Ing Ngastina sigra mêsat lampahipun// di Astina segera ia pergi

Saking pura pan wus medal// keluar dari istana

Nêdya amantuk rumiyin// untuk pulang lebih dahulu. (bait ke-33)

7. Pada bait ke-39, 40, dan 44, diceritkakan Werkudara pulang untuk mohon

pamit kepada Raja Kresna dan para Pandawa, mereka tidak dapat mencegah

kepergian Werkudara untuk mencari air kehidupan, padahal keluarga para

Pandawa sudah mengetahui bahwa perintah Resi Durna ke Werkudara itu

hanyalah tipuan, mereka hanya bisa memasrahkan kepada Dewata Yang

Agung. Prabu Harimurti, meyakini bahwa orang yang ingin mengabdi, jika

kebaikannya ditanggapi dengan keburukan, pasti akan menimbulkan bencana,

dan mendapatkan balsan dari Dewata Yang Agung. Akhirnya dengan penuh

rasa hormat,Werkudara pamit kepada Kresna, bahwa dia akan melakukan

perjalanan ke tengah samudera untuk mencari air kehidupan.

Ngandika narendra Krêsna// Berkata Raja Kresna

Yayi prabu aywa sungkaweng galih// dinda Prabu janganlah bersedih hati

Polahe arinireku// tingkah polah adik kita

Ki Arya Wrêkudara// Arya Werkudara

Nadyan silih yêktining pangapus// mencari air suci sesungguhnya tipuan

Ing tingkah Kurawa cidra// oleh para Kurawa yang curang

Den pasrah ing bathara di// pasrahkan saja kepada Dewata Yang Agung.

(bait ke-39)

Page 106: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Wong anêdya puruita// orang yang ingin mengabdi

Ujar bêcik upama den alani// jika kebaikannya ditanggapi dengan keburukan

Santosa ing bathara gung// yakinlah kepada Dewata Yang Agung

Ingkang nêdya bancana// yang mendatangkan bencana

Mangsa wurung nêmu wêwalês ing pungkur// kelak tentu akan mendapatkan

balasan

Punagi ing aturira// begitu pula dikatakan

Marang prabu Harimurti// kepada Prabu Harimurti. (bait ke-40)

Marang pambujananira// Kepada yang sedang berpesta

Karyaning sun mung arsa tur upeksi// kedatanganku hanya ingin memberi

kabar

Pan iya nuli awangsul// aku harus segera pergi

Miwah mring sira Krêsna// dan kepadamu Kresna

Pan kaparêng ingsun iki aweh wêruh// izinkan aku memberi tahu

Arsa mring têlêng samodra// aku akan ke tengah samudra

Ngupaya sinoming warih// mencari air suci. (bait ke-44)

III. Sinom, yaitu pada bait:

1. Pada bait ke-1 dalam Pupuh Sinom, dijelaskan adik-adik Werkudara

melarang dia (Werkudara) menjalankan tugasnya karena pada dasarnya itu

bukan tugas yang sebenarnya, melainkan hanya tipuan dari pihak Kurawa.

Ing tuduhe Dhanyang Durna// Atas petunjuk Pendeta Durna

Angulati toya urip// mencari air kehidupan

Nggone têlênging samodra// tempatnya di tengah samudra

Iku arsa sun lakoni// itu akan kulaksanakan

Matur kang para ari// berkatalah adik-adik Senan

Adhuh kangmas sampun sampun// aduh kakanda jangan lakukan

Punika dede lamba// itu bukan tugas

Tan pantês dipun lampahi// tidak patut dilaksanakan

Duk miyasa njêtung prabu Yudhistira// mendengar itu Prabu Yudistira

tertegun.

2. Pada bait ke-7 dan ke-11, diceritakan bahwa Werkudara telah meninggalkan

kota dan sedang menempuh perjalanan. Ia tidak menghiraukan orang-orang

sekitar dan tidak memikirkan bahaya yang menghadang, yang terpenting

adalah tercapai tujuan hidupnya, yaitu mendapatkan air kehidupan. Saat

Page 107: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

menempuh perjalanan, bukan hanya keluarga dan saudara-saudaranya yang

khawatir dan memberi isyarat bahwa perintah itu adalah tipuan, melainkan

makhluk hidupun seperti matahari dan burung mengisyaratkan pula bahwa

perintah Resi Durna tidaklah menunjukkan keselamatan, melainkan

mencelakakan.

Sahira saking jro kuta// Sena telah meninggalkan kota

Nulya sruh manjing wan dri// segera masuk ke dalam hutan

Tan kesthi durgameng awan// tak terpikirkan bahaya di jalan

Tan ana baya kaeksi// tak ada bahaya dilihatnya

Sagung wong têpis wiring// orang-orang di pinggiran

Gawok ing pandulunipun// semua heran mendengarnya

Lampahe Arya Sena// langkah Arya Sena

Lir naga krurangajrihi// seperti naga yang sangat menakutkan

Anyang baya amrih tuhuning agêsang// menerjang bahaya agar tercapai

tujuan hidupnya. (bait ke-7)

Diwasaning diwangkara// saat itu sang matahari

Titi sunya têngah wêngi// tidak muncul karena tengah malam

Kêdhasih munya timbangan// suara burung kedasih bersahutan

Musthikeng ganeya muni// mustika ganeya pun bernyanyi

Mangun onêng salwirning// menciptakan dengung di sekitarnya

Kadya mawarah mrih lampus// seolah-olah menyiratkan kematian

Upaya Dhanyang Durna// perintah pendeta Durna

Tan tuhu amrih basuki// tidaklah menunjukan keselamatan

Mawa kamandaka durgamaning awan// dengan siasat mencelakakan dalam

perjalanan. (bait ke-11)

3. Pada bait ke-16, dengan keteguhan hatinyaWerkudara hanya ingin menjadi

murid yang taat dengan melaksanakan perintah gurunya, dia tidak ingin

pulang dan menarik ucapannya untuk melaksanakan perintah guru. Dia lebih

baik mati, daripada pulang tidak mendapatkan hasil.

Tuhu darma kamandaka// Mengikuti petunjuk yang sesat

Tuduhira sang maharsi// petunjuk sang maharesi

Yen wangsula arda merang// tidak ingin pulang menentang

Kangên ujarireng uni// apa yang telah diucapkannya

Suka matiyeng tasik// lebih baik mati di laut

Mangkana wau kadulu// demikianlah ia melihat

Palwa awarna-warna// berbagai bentuk perahu

Page 108: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Kumêrab ing jalanidhi// beriring di atas lautan

Ting karêtap kadya wancak sumamburat// gemerlapan seperti belalang

bersinar.

IV. Durma, yaitu pada bait:

1. Pada Pupuh Durma, bait ke-1, dikisahkan Werkudara sudah sampai di

samudera, dia rela mati, tanpa berpikir panjang Werkudara langsung

memasuki samudera dan tidak lagi memikirkan marabahaya yang

mengancam nyawanya.

Musthi ing tyas sira Arya Wrêkudara// Hati Werkudara tak lagi memikirkan

Ing baya tan kaeksi// marabahaya yang dihadapi

Yen tan amanggiha// jika tidak dapat menemukan

Toya reh tirta marta// air yang jernih

Tan wrin palastra ing tasik// dari dasar samudera yang mengerikan

Mangsah mbêg pêjah// lebih baik mati

Cancut gumrêgut manjing// segera dia memasuki samudera.

2. Pada bait ke-12, Werkudara hanya bisa memasrahkan kepada Dewata yang

Agung, semuanya atas kuasanya.Karena dia sendiri tidak tahu hakikat dari

yang dicarinya, yang ada di pikirannya, hanya dia melaksanakan perintah

gurunya.

Dinuta tan uninga jatining lampah// Disuruh tapi tak tau hakikat tugasnya

Tirta marta maêning// air kehidupan yang jernih

Mapan tan pangarah// tak diketahui tempatnya

Tirta kang wruh ing tirta// hanya air yang tahu tentang air

Suksma-sinuksma mawingit// suksma berjiwa penuh rahasia

Tangeh manggiha// tak mungkin ditemukan

Yen tan nugraha yêkti// bila tanpa anugerah yang sebenarnya.

3. Pada bait ke-17 dan ke-19, singkat cerita setelah dia berhasil mengalahkan

naga dengan kuku pancanajanya di tengah samudera, akhirnya dia bertemu

dengan sang Dewaruci. Ia merasa heran dengan sosok yang dijumpainya.

Setelah Dewaruci menanyakan kedatangan Werkudara, Dewaruci pun

menjelaskan mengenai kehidupannya. Sambil tertegun, Wekudara sangat

kagum mendengar penjelasan dari Dewaruci.

Page 109: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Yata malih wuwusên sang Wrêkudara// Kembali dikisahkan Sang Werkudara

Neng têlênging jaladri// yang masih di tengah samudera

Sampun pinanggihan// sudah bertemu

Awarni dewa bajang// dewa kerdil berambut panjang

Pêparabe dewa Ruci// bernama Dewa Ruci

Lir lare dolan// seperti anak kecil bermain

Ngandike têtanya ris// dia bertanya lirih. (bait ke-17)

Amung godhong aking yen ana kumleyeng// Hanya daun kering tertiup angin

Tiba ing ngarsa mami// yang jatuh di hadapanku

Iku kang sung pangan// itulah yang aku makan

Yen nora nora nana// jika tidak ada tentu tidak makan

Nggariita tyasnya miyarsi// kagum sekali hatinya mendengar

Sang Wrêkudara// Sang Werkudara

Ngungun denya ningali// tertegun ia melihatnya. (bait ke-19)

4. Pada bait ke-20, 21, dan 23, diceritakan Werkudara berpikir akan makhluk

yang ditemuinya, berbadan kecil tetapi ucapannya sombong,seolah-olah

seperti pertapa yang mengetahui segalanya. Dewaruci menebak pikiran

Werkudara, yang tidak jelas dan memaksakan agar mendapatkan kemuliaan.

Werkudara pun bingung, apa maksud atas ucapannya itu. Dengan segala

kepasrahan hatinya, Werkudara mengikuti dan mendengarkan perkataan

Dewaruci, yang tanpa disangka-sangka Dewaruci mengetahui semua asal-

usul kehidupan Werkudara.

Dene bajang neng segara tanpa rowang// Anak berambut panjang di laut

tanpa kawan

Cilik amênthik-mênthik// tubuhnya kecil sekali

Iki ta wong apa// ini makhluk apa

Gêdhe sêjenthik ingwang// hanya sebesar kelingking

Pangucape sru kumaki// tapi ucapannya congkak

Ladak kumêthak// galak dan sombong

Dene tapa pribadi// berlagak seperti pertapa seorang diri. (bait ke-20)

Nora urup lan ciptamu paripaksa// Pikiranmu tidak jelas dan memaksa

Sêdya kaluhuran// demi menggapai kemuliaan

Kene mangsa anaa// yang tak mungkin ditemukan di sini

Kewran sang Wrêkudara// Werkudara menjadi bingung

Sêsaurira// atas ucapan itu

Dene tan wruh ing gati// karena tidak tahu maksudnya. (bait ke-21)

Page 110: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Dadya alon Wrêkudara saurira// Akhirnya Werkudara menjawab pelan

Mangsa borong sang yogi// terserah kepada sang guru

Sang wiku lingira// Sang Wiku berkata

Lah iya sira uga//dan kau juga

Bebete sang hyang Pramesthi// keturunan Sang Hyang Pramesthi

Hyang Girinata// Hyang Girinata

Turase`pan sayêkti// keturunannya yang sejati. (bait ke-23)

5. Pada bait ke-26, 29, 30, Dewaruci pun mengatakan bahwa alasan dia

(Werkudara) menyelam ke dasar samudera, itu tak lain adalah atas perintah

gurunya Resi Durna, untuk mencari air kehidupan dan untuk mendapatkan

hal itu, banyak rintangan, dan begitulah sulitnya menjalani kehidupan.

Dikisahkan setelah Dewaruci menjelaskan hakikat dari asal yang dicari,

Werkudara mendengarkan ucapan Dewaruci dengan hormat dan

merendahkan diri. Mendengarkan kata-kata Dewaruci yang bijaksana,

Werkudara memohon dengan penuh hormat, agar Dewaruci memperkenalkan

dirinya yang sebenarnya.

Iya Dhanyang Durna akon ngulatana// Juga atas perintah Resi Durna mencari

Banyu rip tirta êning// air kehidupan berupa air jernih

Iku gurunira// gurumu itu

Pituduh marang sira// memberi petunjuk padamu

Yeku kang sira lakoni// itulah yang kau laksanakan

Mulane iya// itulah betapa

Angel pratingkah urip// sulitnya menjalani hidup ini. (bait ke-26)

Dlancang kuning den anggêp kancana mulya// Kertas kuning dikira emas

murni

Mêngkono ing ngabêkti// demikian pula orang beribadah

Yen durung washkita// bila belum paham

Prênahe kang sinêmbah// sesuatu yang harus disembah

Wrêkudara duk miyarsi// Werkudara ketika mendengar itu

Ndhêku nor raga// terduduk merendahkan diri

Dene wiku sidik// terhadap Sang Wiku yang bijaksana. (bait ke-29)

Sarwi sila sandika andikanira// Sambil bersila siap berujar

Sang Wrêkudara met sih// Werkudara meminta dengan hormat

Anuwun jinatyan// mohon diberi tahu

Sintên tan aran tuwan// siapakah tuanku sebenarnya

Dene neng ngriki pribadi// mengapa di sini sendirian

Sang Marbudyeng rat// Sang Marbudyengrat berkata

Page 111: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Ya ingsun dewa Ruci// akulah Sang Dewaruci. (bait ke-30)

6. Pada bait ke-31dan ke-32, setelah Werkudara mengenal Dewaruci,

Werkudara pun memohon kepada Dewaruci agar diberitahukan tentang

petunjuk yang benar. Karena Werkudara merasa dia tidak tahu apa-apa,

bagaimana cara agar dia bisa mensucikan dirinya. Werkudara pun

merendahkan dirinya, bahwa selama ini, dia masih banyak kekurangan, dan

perlu bimbingan agar kehidupannya terarah.

Matur alon pukulan yen makatêna// Sena lirih berkatab jika demikian

Pun patik anuwun sih// hamba memohon

Ulun inggih datan// hamba ingin tahu tentangg

Wruh puruiteng badan// petunjuk yang hamba perlukan

Sasat sato wana inggih// karena hamba ini seperti hewan liar

Tan mantra-mantra// yang tidak tahu doa-doa

Waspadeng badan suci// yang membuat hamba jadi suci. (bait ke-31)

Langkung mudha punggung cinacad ing jagat// Masih bodoh penuh cacat

Kesi-esi-ing bumi// menjadi celaan seisi bumi

Angganing curiga// aku bagaikan tubuh keris

Ulun tanpa warangka// yang tak memiliki sarung

Wacana kang tanpa siring// bercakap tanpa tahu batas

Yat ngandika// berkatalah

Manis sang Dewaruci// dengan lembut Sang Dewaruci. (bait ke-32)

V. Dandanggula (II), yaitu pada bait :

1. Pada Pupuh Dandanggula (II), bait ke-1 dan ke-2, mendengar penuturan

Werkudara yang merendah, Dewaruci pun akhirnya menyuruh Werkudara

untuk masuk ke dalam perutnya. Akan tetapi dengan penuh rasa hormat,

werkudara meragukan perkataanya Dewaruci, dan mustahil tubuhnya masuk

ke dalam badan Dewaruci yang kecil. Dewaruci pun akhirnya memberikan

gambaran mengenai bumi dan seisinya kepada Werkudara, bahwa tidak ada

yang mustahil. Mendengar ucapannya itu, Werkudara tidak mampu menolak

dan masuklah Werkudara.

Lah ta mara Wrêkudara aglis// Segeralah kemari Werkudara

Lumêbua gua garbaningwang// masuk ke dalam perutku

Wrêkudara gumuyu// Werkudara tertawa

Sarwi ngguguk turira aris// sambil terbahak menjawab hormat

Page 112: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Dene paduka bajang// tuan ini bertubuh kecil

Kawula gêng luhur// saya bertubuh tinggi-besar

Inggih pangawak prabata// tubuhku sebesar gunung

Saking pundi marganing kawula manjing// dari mana saya harus masuk

Jênthik mangsa sêdênga// kelingking pun tak dapat masuk. (bait ke-1)

Angandika malih Dewaruci// Dewaruci berkata lagi

Gêdhe êndi sira lawan jagat// mana lebih besar, kamu atau dunia

Kabeh iki saisine// dan semua isinya

Kalawan gunungipun// sekalian gunung-gunungnya

Samodrane alase sami// laut-laut dan hutan-hutannya

Tan sêsak lumêbua// tidak sesak masuk

Guwa garbaning sun// ke dalam perutku

Wrêkudara duk miyarsa// Werkudara setelah mendengar

Esmu ajrih kumêl sandika turneki// agak takut menyatakan mau

Mengleng sang Dewaruci // berpalinglah sang Dewaruci. (bait ke 2)

2. Pada bait ke-3, 4, 6, dikisahkan Werkudara masuk ke dalam perut Dewaruci

melalui telinga kirinya. Sesampainya di dalam perut, Werkudara melihat laut

luas yang tak bertepi. Dewaruci pun memastikan apa yang dilihat Werkudara

disana. Werkudara menjelaskan bahwa ia berjalan di angkasa raya dan tidak

tahu tujuan, serta tidak mengetahui mana arah mata angin. Dengan

kebingungan hatinya, Dewaruci pun segera menenagkan. Akhirnya Dewaruci

masuk menyusul Werkudara, teranglah semua pikiran Werkudara dan hatinya

pun menjadi tenang, semuanya berkat Dewaruci, yang membuat hati dan

pikirannya menjadi nyaman.

Iki dalan talingan ngong kering// Ini jalan masuk lewat telinga kiriku

Wrêkudara manjing siga-siga// Werkudara segera masuk

Wus prapta ing jro garbane// stelah tiba di dalam perutnya

Andulu samodra gung// ia melihat laut luas

Tanpa têpi nglangut lumaris// tanpa tepi jauh sekali ia berjalan

Lêyêp adoh katingal// tampak jauh terlihat

Dewaruci nguwuh// Dewaruci berteriak

Heh apa katon ing sira// hei apa yang kau lihat

Dyan sumaur sang Sena inggih atêbih// sena berkata bahwa sejauh ini

Tan wontên katingalan// tak ada yang tampak. (bait ke-3)

Awng-awang kang kula lampahi// Aku berjalan di angkasa raya

Uwung-uwung tebih tan kantênan// kosong dan luas tak terkira

Page 113: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Ulun saparane-parane// aku pergi kemana-mana

Tan mulat ing lor kidul// tak tahu mana utara dan selatan

Wetan kilen datan udani// tidak tahu timur dan barat

Ing ngandhap nginggil ngarsa// bawah, atas, dan depan

Kalawan ing pungkur// serta belakang

Kawula botên uninga// aku tidak tahu

Langkung bingung ngandhika sang dewa Ruci// bingung sekali, sang

Dewaruci berkata pelan

Aywa maras tyasira// jangan takut tenangkan hatimu. (bait ke-4)

Byar katingal nadhêp Dewaruci// Byar, tampaklah Dewaruci

Wrêkudara sang wiku kuwangwang// Werkudara melihat Sang Wiku

Umancur katon cahyane// bergelimang cahaya

Nulya wruh ing lor kidul// kemudian ia tahu utara selatan

Wetan kilen sampun kaeksi// timur barat pun sudah tahu

Nginggil miwah ing ngandhap// atas maupun bawah

Pan samoun kadulu// juga sudah diketahui

Apan andulu baskara// kemudian ia melihat matahari

Eca tyase miwang sang wiku kaeksi// nyaman hati melihat Sang Wiku

Aneng jagat walikan// dalam dunia sebalik. (bait ke-6)

3. Pada bait ke-6 dan ke-24, Dewaruci pun memerintahkan kepada Werkudara

untuk mengamati yang ada disekelilingnya, dengan penuh kesungguhan

Werkudara pun mengikuti perintah sang Guru. Setelah Werkudara masuk

bersama Dewaruci ke dalam perutnya Dewaruci, Werkudara diberikan ilmu

pengetahun mengenai kesejatian diri. Dengan segala hormat kepada sang

Guru, Werkudara pun meminta kembali agar ia diajarkan lebih jauh lagi dan

secara menyeluruh mengenai ilmu yang pasti. Apapun akan dia lakukan,

asalkan dia mendapatkan ilmu itu.

Dewaruci Susksma angling malih// Dewaruci Suksma berkata lagi

Payo lumaku andêdulua// jangan bergerak tetapi pandanglah

Apa katon ing dheweke// apa yang tampak olehmu

Wrêkudara umatur// Werkudara menjawab

Wontên warni kawan prakawis// ada empat macam warna

Katingal ing kawula// yang tampak olehku

Sadya kang wau// semua itu

Sampun datan katingalan// sekarang sudah lenyap

Amung kawan prakawis ingkang kaeksi// hanya empat warna yang dapat

kulihat

Page 114: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Irêng bang kuning pêthak// hitam, merah, kuning dan putih. (bait ke-6)

Datan kêna iku yen sira prih// Engkau tidak bisa mengamatinya

Lan kahanan kang samata-mata// dalam keadaan biasa

Gampang angel pirantine// pirantinya bisa mudah bisa sulit

Wrêkudara umatur// Wrekudara berkata

Kula nuwun pamêjang malih// aku mohon diajari lagi

Inggih kêdah uninga// karena ini harus saya pahami

Babar pisanipun// secara keseluruhan

Pun patik ngaturkên pêjah// aku siap menghadapi maut

Amêjanga anggen-anggen ingkang pesthi// ajari aku tentang pakaian (ilmu)

yang pasti

Sampun tuwan kangelan// janganlah paduka menolak. (Bait ke 24)

4. Pada bait ke-25 dan ke-26, Werkudara bersikukuh kepada Dewaruci, jika

Dewaruci tidak mau memberitahukan kepada dirinya, dia tidak mau keluar

dari tubuh Dewaruci karena ia sudah merasa senang tinggal disana. Dewaruci

pun menjelaskan bahwa Werkudara tidak bisa tinggal disana selamanya,

sebelum mengalami kematin. Akhirnya Dewaruci semakin tidak tega melihat

Werkudara, dia pun memberitahukan mengenai ajaran rahasia. Pada

hakikatnya, kita harus bisa mawas diri, dan menjauhkan segala prilaku yang

bisa membuat penyesalan dalam diri.

Yen makatên ulun botên mijil// Jika demikian saya tidak mau keluar

Sampun eca neng ngriki kewala// aku sudah senang tinggal di sini

Datan wontên sangsayane// tidak ada penderitaan

Tan iyat mangan turu// tidak ada keinginan makan dan tidur

Botên arip botên angelih// tidak mengatuk dan tidak lapar

Botên ngraos kangelan// tidak mengalami kelelahan

Botên ngêrês linu// tidak sakit-sakit ngilu

Amung nikmat lan mupangat// hanya ada kenikmatan dan manfaat

Dewaruci lingira iku tan kêni// Dewaruci berkata itu tidak bisa

Yen ora lan antaka// jika belum mengalami kematian. (bait ke-25)

Sangsaya sihira Dewaruci// Semakin iba Dewaruci

Marang kang kaswasih ing panêdha// atas permohonan sang kekasih

Lah iya den awas bae// jika demikian hati-hatilah

Mring pamurungring laku// terhadap hal-hal yang menggagalkan laku

Aywa ana karêmireki// jauhkan dari kesenangan hawa nafsu

Den bêner den waspada// jujur dan waspadalah

Page 115: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

Panganggêpireku// dalam segala pikiranmu

Yen wis kasikêp ing sira// jika semua sudah kau kuasai

Aywa umuka den nganggo parah yen angling// jangan bangga dan hati-hatilah

berbicara

Iku reh pepingitan// itu adalah ajaran rahasia. (bait ke-26)

5. Pada bait ke-27, Dewaruci pun mengingatkan kembali Werkudara untuk tidak

memberitahukan kepada siapapun mengenai ajaran yang diberikan, serta dia

harus bisa menjaga ucapanya agar hilang kesombongannya.

Nora kêna lamun den rasani// Tidak boleh kau membicarakannya

Lan sasama-samaning manungsa// dengan sesamamu

Yen nora lan nugrahane// yang belum diberi anugerah ini

Yen ana nêdya padu// bila ada yang ingin membahas denganmu

Angrasani rêrasan iki// tentang ilmu rahasia ini

Bêcik den kalahana// lebih baik kau mengalah

Aywa kongsi kêbanjur// jangan bicara terlalu banyak

Aywa ngadekken sarira// jangan tinggi hati

Lan aywa krakêt marang wisayaning urip// jika engkau kecanduan racun

hidup ini

Balik sikapên uga// maka kuasailah.

Page 116: ETIKA HUBUNGAN MURID DAN GURU DALAM SERAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI... · agungkan kepada Sang Nabi yang telah menebar suluh cahaya ke seluruh

BIOGRAFI PENULUS

Nama : Teti Pujiawati

TTL : Karawang, 12 Mei 1993

Alamat : Dusun Lampean I, RT/RW 01/05, Kelurahan Kedawung, Kecamatan

Lemahabang, Kabupaten Karawang-Jawa Barat.

Email : [email protected]