KARAKTERISTIK SUSU SKIM BUBUK DENGAN ...repository.ub.ac.id/4735/1/Teti Miryanti.pdfPeternakan...
Transcript of KARAKTERISTIK SUSU SKIM BUBUK DENGAN ...repository.ub.ac.id/4735/1/Teti Miryanti.pdfPeternakan...
i
KARAKTERISTIK SUSU SKIM BUBUK
DENGAN PENAMBAHAN NANO PROTEIN
WHEY KATEKIN DITINJAU DARI DAYA
LARUT, SEDIMENTASI, MIKROSTRUKTUR
DAN UKURAN PARTIKEL
SKRIPSI
Oleh :
Teti Miryanti
NIM. 135050100111028
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
KARAKTERISTIK SUSU SKIM BUBUK
DENGAN PENAMBAHAN NANO PROTEIN
WHEY KATEKIN DITINJAU DARI DAYA
LARUT, SEDIMENTASI, MIKROSTRUKTUR
DAN UKURAN PARTIKEL
SKRIPSI
Oleh :
Teti Miryanti
NIM. 135050100111028
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka Jawa Barat pada
tanggal 24 Maret 1995 dari pasangan Ibu Dede Nengsih dan
Bapak Anta. Penulis merupakan putri ketiga dari empat
bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah
Sekolah Dasar Negeri Loji 2 (2001-2007), Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Jatiwangi (2007-2010) dan Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Jatiwangi (2010-2013). Penulis
diterima di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya melalui
jalur SBMPTN pada tahun 2013 dan memperoleh Beasiswa
Bidik Misi.
Pengalaman Penulis selama menjadi mahasiswa, yaitu
aktif dalam beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa diantaranya
menjadi anggota Human Resource Development Department
(HRD) Kelompok Ilmiah Mahasiswa tahun 2014-2015, anggota
Poultry Club (PC) Barisan Orang Sukses tahun 2014-2015,
dan Pengurus Harian Inti Bagian Bendahara Umum 1
Kelompok Ilmiah Mahasiswa tahun 2015-2016. Kegiatan lain
yang pernah diikuti oleh penulis adalah kompetisi kepenulisan
ilmiah tingkat regional, nasional maupun internasional
diantaranya Juara 3 Pekan Ilmiah Mahasiswa Baru Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya tahun 2013, Juara 2
Program Kreativitas Mahasiswa Rector Cup Universitas
Brawijaya tahun 2014, Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah
PHINISI di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Makassar tahun 2015, Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah
Pekan Karya Teknologi Hasil Ternak di Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2015, Juara 3 Poster
v
EXPO UNAIR di Universitas Airlangga tahun 2015, Finalis
Animal Science Paper Competition di Universitas Airlangga
tahun 2015, Finalis Inovator Teknologi (INOTEK) Kota
Malang tahun 2016, Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah
CEPTION di Universitas Negeri Semarang tahun 2016, serta
menjadi delegasi dalam International Invention and Innovative
Competition (INIIC) series II bertempat di Port Dickson,
Malaysia pada tahun 2016 dan berhasil mendapatkan medali
perunggu. Penulis juga pernah menjadi penerima hibah
Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2015 pada 2 bidang
karsa cipta dan tahun 2016 pada 2 bidang yakni karsa cipta
serta kewirausahaan
Penulis berpengalaman melakukan Praktek Kerja
Lapang (PKL) di PT Indolakto Ice Cream Factory Cicurug
Sukabumi Jawa Barat pada bulan Juli-Agustus tahun 2016, dengan
judul laporan PKL “Manajemen Produksi Es Krim di PT Indolakto
Ice Cream Factory Cicurug Sukabumi Jawa Barat” dengan dosen
pembimbing Prof. Dr.Sc.Agr. Ir. Suyadi, MS. Disamping itu
penulis juga berpengalaman menjadi asisten praktikum mata kuliah
Ilmu Produksi Aneka Ternak Komoditi Lebah Madu tahun 2015-
2016, asisten praktikum Kewirausahaan tahun 2016 dan asisten
praktikum Teknologi Aneka Ternak Komoditi Lebah Madu
tahun 2017.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat, hidayah dan Inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi
dengan judul “Karakteristik Susu Skim Bubuk Dengan
Penambahan Nano Protein Whey Katekin Ditinjau Dari Daya
Larut, Sedimentasi, Mikrostruktur dan Ukuran Partikel”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW., beserta para keluarga, para sahabat
dan para pengikutnya serta semoga penulis senantiasa menjadi
pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih dengan segala ketulusan hati
kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Ir. Purwadi, MS., selaku pembimbing utama dan Dr.
drh. Masdiana Chendrakasih Padaga, M.App.Sc., selaku
pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan arahan, bimbingan dan saran selama
proses penyelesaian skripsi ini.
2. Prof. Dr.Sc.Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, yang berjasa dalam
memberikan kebijakan tertinggi untuk kemajuan
pendidikan di Fakultas Peternakan.
3. Dr. Ir. Sri Minarti, MP., selaku Ketua Jurusan dan Dr.
Ir. Iman Thohari, MP., selaku Sekretaris Jurusan
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya yang telah
membantu kelancaran proses studi.
vii
4. Dr. Agus Susilo, S.Pt., MP., selaku Ketua Program
Studi Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya yang
telah membantu kelancaran proses studi.
5. Dr. Ir. Mustakim, MP., selaku Ketua Minat Bagian
Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang telah membantu kelancaran
proses studi.
6. Dr. Ir. Puguh Surjowardojo, MP., dan Dr. Ir. Eko
Widodo, M.Agr.Sc., M.Sc., selaku dosen penguji yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan,
bimbingan dan saran selama proses penyelesaian
skripsi.
7. Abdul Manab, S.Pt., MP., selaku pembimbing
laboratorium yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan arahan, bimbingan dan saran selama proses
penyelesaian skripsi.
8. Keluarga penulis khususnya Ibu, Bapak, Kakak dan
Adik yang selalu memberikan dukungan, semangat dan
motivasi selama menempuh pendidikan.
9. Tim penelitian Ratih Anggam Shofiga, Sebvyn Mustika
Sari, Dekandra Lesmana yang membantu dengan ikhlas
selama pelaksanaan penelitian.
10. Sahabat terkasih yang tak bisa disebut satu persatu,
terima kasih selalu memberikan dukungan terbaik.
Penulis mengharapkan skripsi ini bisa dijadikan rujukan
untuk penelitian selanjutnya di bidang teknologi hasil ternak
dan semoga dapat menjadi bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Agustus 2017
viii
CHARACTERISTIC OF SKIM MILK POWDER WITH
ADDITION NANO WHEY PROTEIN-CATECHIN IN
TERMS OF SOLUBILITY, SEDIMENTATION,
MICROSTRUCURE AND PARTICLE SIZE
Teti Miryanti1)
, Purwadi2)
dan Masdiana Chendrakasih Padaga 2)
1)Student of Animal Husbandry Faculty, University of
Brawijaya 2)
Lecturer of Animal Husbandry Faculty, University of
Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this research was to determined the
best addition of nano whey protein-catechin in terms of
solubility, sedimentation, microstructure and particle size of
skim milk powder. The method of this research was laboratory
experiment by 3 treatments consisted of P0 (without nano
whey protein-catechin), P1 (5%) dan P2 (10%) with 4
repeatation. The experiment was designed by Completely
Randomized Design (CRD). The data was analyzed by
Analysis of Variance (ANOVA). The result showed that the
addition of nano whey protein-catechin didn’t give
significantly different effect (P>0.05) on solubility and
sedimentation. Based on the microstructure test, the addition
of nano whey protein-catechin 10% (P2) has the clear
spreading of protein aggregate. The addition nano whey
protein-catechin 10% (P2) improved the particle size which
was getting smaller. The conclusion of this research was that
10% addition nano whey protein-catechin got the best result.
Keywords : catechin, microstructure, sedimentation,
solubility and particle size.
ix
KARAKTERISTIK SUSU SKIM BUBUK DENGAN
PENAMBAHAN NANO PROTEIN WHEY KATEKIN
DITINJAU DARI DAYA LARUT,
SEDIMENTASI, MIKROSTRUKTUR DAN UKURAN
PARTIKEL
Teti Miryanti1)
, Purwadi2)
dan Masdiana Chendrakasih
Padaga2)
1)Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
2)Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
RINGKASAN
Susu memiliki banyak produk olahan salah satunya
adalah susu skim. Protein yang terdapat pada susu skim terdiri
dari dua kelompok yaitu kasein dan whey dengan komposisi
80% dan 20%. Protein susu memiliki sifat fungsional
diantaranya daya larut, sedimentasi, mikrostruktur dan ukuran
partikel. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas susu
skim yaitu dengan penambahan bahan pangan lain melalui
metode perlakuan pemanasan. Perlakuan pemanasan tidak
hanya berdampak positif, tetapi juga berdampak negatif
terhadap kerusakan protein akibat denaturasi. Langkah yang
dapat diterapkan adalah pemanfaatan senyawa polifenol
sebagai agen crosslink dengan protein susu. Interaksi antara
senyawa fenolik dan protein susu terbukti meningkatkan
stabilitas protein terhadap denaturasi panas. Nano protein
whey katekin merupakan gabungan interaksi whey dan katekin
yang memiliki ukuran partikel nano yang dapat ditambahkan
pada susu guna mempertahankan dan atau meningkatkan sifat
fungsional susu.
x
Penelitian dimulai pada 24 Januari sampai 14 April
2017. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium Biosains,
Universitas Brawijaya dan Laboratorium Farmasetika Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui perlakuan terbaik fortifikasi nano protein
whey katekin pada susu skim bubuk yang ditinjau dari daya
larut, sedimentasi, mikrostruktur dan ukuran partikel.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
protein whey, katekin dan susu skim. Metode yang digunakan
adalah percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan perlakuan fortifikasi nano protein whey katekin
dengan persentase, yaitu tanpa penambahan (P0), penambahan
5% (P1), dan penambahan 10% (P2). Penelitian ini dilakuakan
sebanyak empat ulangan. Variabel yang diamati adalah daya
larut, sedimentasi, mikrostruktur dan ukuran partikel. Data
hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam,
sedangkan data yang dihasilkan dari mikrostruktur dan ukuran
partikel dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan nano protein whey katekin tidak memberikan
perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap nilai daya
larut dan sedimentasi. Nilai rataan yang dihasilkan dari uji
daya larut P0; P1; P2 berturut-turut yaitu 92 ± 0,07; 97 ± 0,02;
98 ± 0,01. Sedangkan nilai rataan dari uji sedimentasi P0; P1;
P2 berturut-turut yaitu 0,090 ± 0,01; 0,080 ± 0,01; 0,082 ±
0,01. Hasil uji mikrostruktur yang diamati, perlakuan 10% (P3)
penyebaran agregat protein nampak menyebar dan renggang,
sementara analisis ukuran partikel menunjukkan perlakuan
10% menghasilkan ukuran partikel terkecil yakni 125,23 nm.
Kesimpulan penelitian diduga bahwa penambahan hingga 10%
masih mampu mempertahankan sifat fungsional susu bubuk
xi
DAFTAR ISI
Isi Halaman
RIWAYAT HIDUP ........................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................... v
RINGKASAN .................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................ 3
1.4 KegunaanPenelitian ......................................... 4
1.5 Kerangka Pikir ................................................ 4
1.6 Hipotesis ......................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Skim Bubuk ............................................ 7
2.2 Protein Whey ................................................... 7
2.3 Katekin ............................................................. 8
2.4 Kualitas Susu ................................................... 10
2.4.1 Daya Larut .............................................. 10
2.4.2 Sedimentasi ............................................. 10
2.4.3 Mikrostruktur .......................................... 11
2.4.5 Ukuran Partikel ....................................... 13
xii
BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................... 15
3.1.1 Lokasi ..................................................... 15
3.1.2 Waktu ...................................................... 15
3.2 Materi Penelitian .............................................. 15
3.2.1 Bahan Penelitian ..................................... 15
3.2.2 Peralatan Penelitian ................................ 16
3.3 Metode Penelitian ........................................... 16
3.3.1 Rancangan Percobaan ............................. 16
3.3.2 Tahapan Penelitian .................................. 17
3.3.2.1 Pembuatan Larutan Nano Protein
Whey Katekin ........................... 17
3.3.3.2 Proses Pengeringan Susu ........... 18
3.4 Variabel Penelitian .......................................... 21
3.5 Analisa Data ................................................... 21
3.6 Batasan Istilah .................................................. 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daya Larut ....................................................... 23
4.2 Sedimentasi ...................................................... 24
4.3 Mikrostruktur ................................................... 28
4.4 Ukuran Partikel ................................................ 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................... 33
5.2 Saran ............................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 34
LAMPIRAN ........................................................................ 40
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabulasi Data yang Digunakan pada Penelitian ...... 17
2. Rata-rata Nilai Daya Larut Susu Skim Bubuk ........ 23
3. Rata-rata Sedimentasi Susu Skim Bubuk ................ 25
4. Rata-rata Ukuran Partikel Susu Skim Bubuk .......... 31
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pikir penelitian ........................................ 5
2. Penampang Mikrostruktur ....................................... 12
3. Prosedur Pembuatan Larutan Nano Whey Katekin
(Thongkaew et al., 2014) yang Dimodifikasi
................................................................................. 19
4. Skema Tahapan Penelitian ...................................... 20
5. Penampang Mikrostruktur Susu Skim Dengan
Penambahan Nano Protein Whey Katekin .............. 28
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Prosedur Pengujian Daya larut ................................ 40
2. Prosedur Pengujian Sedimentasi ............................. 42
3. Prosedur Pengujian Mikrostruktur .......................... 44
4. Prosedur Pengujian Ukuran Partikel ....................... 45
5. Data Analisis Ragam Uji Daya Larut ...................... 46
6. Data Analisis Ragam Uji Sedimentasi .................... 48
xvii
xviii
DAFTAR SINGKATAN
α-la : alfa laktalbumin
β-lg : beta laktoglobulin
BSA : Bovine Serum Albumin
Ig : Immunoglobin
nm : nanometer
µm : mikrometer
w/v : weight per volume
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan makanan lengkap bernutrisi karena
mengandung beberapa zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Ye, Fan, Xu and Liang (2013) menyatakan bahwa pada susu
(whole milk) mengandung air (85,5-88,7%), protein (2,3-4,4%)
dan lemak (2,4-5,5%). Susu memiliki banyak produk olahan
salah satunya adalah susu skim bubuk. Susu skim bubuk
merupakan bagian dari susu yang tertinggal setelah lemak
dipisahkan melalui proses separasi, sehingga kaya akan
protein dan kandungan airnya telah dihilangkan sebagian atau
seluruhnya melalu proses pemanasan. Protein yang terdapat
pada susu skim terdiri dari dua kelompok yaitu kasein dan
whey dengan komposisi 80% dan 20% (Ye et al., 2013).
Protein susu memiliki sifat fungsional tertentu pada
produk pangan. Protein susu berperan dalam membangun sifat
fungsional susu skim bubuk antara lain daya larut,
sedimentasi, emulsi dan pembentukan buih (Kresic et al.,
2011). Protein susu memiliki karakter labil terhadap perlakuan
pemanasan, sementara pada proses pengolahan susu skim cair
menjadi bubuk terdapat proses pemanasan. Proses pemanasan
akan mempengaruhi dan menurunkan kemampuan protein
dalam membangun sifat fungsional susu.
Sifat fungsional protein susu dapat dipertahankan atau
ditingkatan kualitasnya dengan cara penambahan bahan
pangan lain. Langkah yang dapat diterapkan adalah
pemanfaatan senyawa polifenol sebagai agen crosslink dengan
protein susu. Zhou, Seo, Alli and Chang (2015) menyatakan
bahwa interaksi antara senyawa fenolik dan protein susu
2
terbukti meningkatkan stabilitas protein terhadap denaturasi
panas.
Nano protein whey katekin merupakan gabungan
interaksi whey dan katekin yang memiliki ukuran partikel
nano. Whey merupakan kelompok protein susu yang
komponen utamanya yakni β-laktoglobulin terdiri dari dua
ikatan disulfida dan satu gugus sulfhidril (Cys 121) yang
terkubur di dalam badan protein, tapi menjadi terbuka dan
aktif setelah denaturasi protein (Jovanovic, Barac and Macej,
2005), sehingga mampu berinteraksi dengan senyawa lain.
Katekin merupakan senyawa fenol yang mempunyai
kemampuan berinteraksi dengan protein whey dan
menyebabkan perubahan struktur dan konformasi protein
(Gallo, Vinci, Graziani, Simone and Ferranti, 2013). Struktur
protein whey dimodifikasi dan diinteraksikan dengan
menggunakan metode crosslink dengan bantuan panas yang
bertujuan untuk meningkatkan sifat fungsional protein.
Katekin tidak hanya berinteraksi dengan whey, katekin secara
umum berinteraksi dengan protein susu, termasuk dengan
kasein (Gallo et al., 2013). Zhou et al., (2015) menyatakan
bahwa senyawa fenolik mampu berikatan dengan protein
terutama dengan protein kaya prolin, seperti β-kasein.
Interaksi antara whey dan katekin ini yang akan dijadikan
materi tambahan pada susu skim bubuk.
Protein whey akan mengalami denaturasi pada
pemanasan diatas 60oC dan terjadi interaksi sesama protein
whey atau dengan K-kasein membentuk agregat (Anema and
Li, 2003). Protein yang rusak oleh panas tidak akan terlarut
sehingga berpengaruh terhadap penurunan daya larut susu dan
pembentukan sedimentasi. Tinggi rendahnya daya larut dan
sedimentasi pada susu bubuk selain ditentukan oleh komposisi
3
bahan, juga dipengaruhi oleh proses pengolahan seperti
pemanasan (Widodo, Rachmawati, Chulaila dan Budisatria,
2012). Analisis mikrostruktur juga memiliki peranan penting
dalam pengendalian produk-produk susu. Pengamatan
mikrostruktur berfokus mengamati susunan partikel-partikel
protein yang bergabung membentuk agregat dimana menjadi
indikator pembentukan gelasi protein atau awal dari terjadinya
denaturasi protein. Simmons, Jayarman and Fryer (2007)
menyatakan bahwa fortifikasi kalsium, agregat protein
terbentuk pada permukaan partikel protein whey. Semakin
kecil persebaran agregat protein diduga bahwa ukuran partikel
dari protein susu semakin kecil. Protein whey dalam sistem
nanoemulsi memiliki rentang ukuran droplet 10-200 nm
(Adjonu, Doran, Torley and Agboola, 2014) dan kasein
memiliki rentang diameter 50-600 nm (Yazdi and Corredig,
2012) sangat potensial dalam upaya pengembangan sistem
nanodelivery senyawa bioaktif katekin dalam sistem pangan.
Senyawa polifenol seperti katekin dapat membentuk kompleks
larut dengan protein dalam larutan (Kanakis, Hasni, Bourassa,
Tarantilis and Polissiou, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian pada susu
skim bubuk dengan penambahan nano protein whey katekin
akan berfokus pada analisis daya larut, pembentukan
sedimentasi, mikrostruktur dan analisis ukuran partikel.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana karakter
susu skim bubuk dengan penambahan nano protein whey
katekin pada kadar berbeda ditinjau dari daya larut,
sedimentasi, mikrostruktur, dan ukuran partikel.
4
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian adalah mengetahui perlakuan
terbaik penambahan nano protein whey katekin pada susu
bubuk skim ditinjau dari daya larut, sedimentasi,
mikrostruktur, dan ukuran partikel.
1.4 Kegunaan
1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa mengenai
penambahan nano protein whey katekin pada susu
skim bubuk ditinjau dari daya larut, sedimentasi,
mikrostruktur dan ukuran partikel.
2. Sebagai bahan informasi bagi produsen susu bubuk
agar dapat memanfaatkan whey katekin sebagai materi
tambahan dalam upaya peningkatkan kualitas susu.
1.5 Kerangka Pikir
Susu skim bubuk diproses menggunakan proses
pengeringan dengan diberikan perlakuan pemanasan.
Perlakuan pemanasan tersebut berpengaruh terhadap
penurunan sifat fungsional susu seperti daya larut,
sedimentasi, pembentukan buih dan emulsi. Katekin dapat
diinteraksikan dengan whey yang merupakan komponen
protein susu sehingga dapat menstabilkan struktur sekunder
protein ketika terpapar panas. Ye et al., (2013) menerangkan
bahwa 35% protein whey terikat ke katekin. Katekin dapat
berinteraksi dengan protein whey (α-lactalbumin, β-
lactoglobulin dan bovine serum albumin) disebabkan karena
protein susu banyak mengandung prolin dan mempunyai
struktur yang terbuka. (Stojadinovic, Radosavljevic,
Ognjenovic, Vesic, Prodic, Vucinic and Velickovic, 2013).
Jumlah polifenol yang diinteraksi dengan whey akan
5
berpengaruh terhadap daya afinitas protein terikat dengan
folifenol. Afinitas pengikatan folifenol ke protein tergantung
pada ukuran polifenol dan meningkat seiring dengan ukuran
molekul (Kanakis et al., 2011). Nano protein whey katekin
yang ditambahkan dalam susu skim akan berinteraksi pada
protein yang ada dalam susu skim sehingga mempengaruhi
terhadap daya larut susu, pembentukan sedimentasi,
penampakan agregat mikrostruktur dan ukuran partikel susu.
Kerangka pikir penelitian dipaparkan dalam bentuk skema
yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
Pengolahan susu skim bubuk menurunkan sifat fungsional
susu akibat denaturasi protein susu
Penambahan bahan pangan
NANO PROTEIN WHEY KATEKIN
1. 35% protein whey terikat ke katekin (Ye et al., 2013)
2. Interaksi antara senyawa fenolik dan protein susu
terbukti meningkatkan stabilitas protein terhadap
denaturasi panas (Zhou, et al., 2015)
Susu skim bubuk dengan penambahan nano protein whey katekin
Ditinjau dari:
1. Daya Larut (Haque et al., 2012)
2. Sedimentasi (Beck, J. R 2007)
3. Mikrostruktur (Strauss and Gibson, 2004)
4. Ukuran partikel (Triawati, Radiati, Thohari dan
Manab (2016)
6
1.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga
penambahan nano protein whey katekin pada susu skim dapat
memberikan perbedaan pengaruh terhadap kualitas susu skim
bubuk meliputi daya larut, sedimentasi, mikrostruktur dan
ukuran partikel.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Skim Bubuk
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah
krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim
mengandung protein susu 3,5%, laktosa 5%, dan mineral
antara lain potasium, kalsium, fosfor, klorida, dan sodium.
Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim
seringkali disebut sebagai susu bubuk tak berlemak yang
banyak mengandung protein dan kadar air sebesar 5%.
Penggunaanya dalam pengolahan pangan dapat berfungsi
sebagai penstabil emulsi, pengikat air, koagulasi, dan lain-lain.
Protein yang terdapat pada susu terdiri dari dua kelompok
yaitu kasein dan whey dengan komposisi 80% dan 20% (Ye et
al., 2013).
Protein dalam susu terdiri dari globular protein dan
fibrous protein. Protein susu merupakan protein globular yang
terdiri dari kasein, laktalbumin dan laktoglobulin. Kasein
berkumpul membentuk misel kasein, agregat-agregat ini
ditemukan dalam susu. Kasein dalam bentuk koloid terdispersi
memiliki partikel yang tersebar dikenal sebagai misel. Kasein
adalah protein heterogen dimana memiliki jenis diantaranya
αs1-kasein (38%), αs2-kasein (10%), β-kasein (36%) dan κ-
kasein (13%) (Zhou et al., 2015).
2.2 Protein Whey
Whey Protein Concentrate (WPC) dan Whey Protein
Isolates (WPI) secara luas banyak digunakan pada industri
2
makanan karena memiliki nilai fungsional dan gizi yang baik.
Fraksi protein whey mewakili sekitar 18-20% dari total protein
susu, terdiri dari 4 protein utama antara lain: beta-
laktoglobulin (β-Lg), α-laktalbumin (α-La), serum darah
albumin (BSA) dan imunoglobulin (Ig). Protein ini masing-
masing mewakili 20%, 50% dan 10% dari fraksi protein whey
(Jovanovic, Barack and Macej, 2005)
β-Lg terdiri dari dua ikatan disulfida dan satu gugus
sulfidril (Cys 121) yang terkubur di dalam protein asli, tapi
menjadi terbuka dan aktif setelah denaturasi protein oleh agen
(termasuk panas) dan kemudian dapat menjalani interaksi
sulphydrildisulphide dengan dirinya sendiri atau protein lain.
Interaksi terjadi pada suhu 60-65oC (Jovanovic et al., 2005)
dan 79,8oC (Haugh, Skar, Vegarud, Langsrud and Draget,
2009). Interaksi antara protein whey dan senyawa bioaktif
antioksidan terjadi melibatkan struktur dan komposisi asam
amino pada protein susu yang kaya akan prolin akan bereaksi
baik dengan struktur polifenol dan berpengaruh pada ukuran
molekul. Keduanya bereaksi secara terbuka dan fleksibel
(Schwarz and Hofmann, 2008).
Fungsi bahan whey ditentukan oleh perubahan sifat
fisik dan kimianya selama pengolahan yang umumnya
mencakup pengolahan termal seperti pre-heating, pasteurisasi
atau sterilisasi (Rodrigues, Martin, Ramos, Malcata, Teixeira,
Vicente and Pereira, 2015).
2.3 Katekin
Katekin adalah senyawa fungsional golongan
polifenol yang merupakan antioksidan berfungsi melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan ini bekerja
menekan kerusakan sel akibat proses oksidasi dari radikal
3
bebas. Katekin yang terdapat pada gambir presentasenya 7-
33% lebih besar dari pada katekin pada teh hijau yaitu 30%
(Putri, 2010) . Senyawa tanaman polifenol menunjukkan
interaksi yang kuat dengan protein globular dan bisa
menyebabkan struktur protein terbentang. Dalam larutan,
polifenol seperti katekin dapat membentuk kompleks larut
dengan protein. Afinitas pengikatan polifenol ke protein
tergantung pada ukuran polifenol dan meningkat seiring
dengan ukuran molekul. Polifenol yang lebih besar seperti
yang ada di teh hitam yang paling mungkin untuk membentuk
kompleks dengan protein susu (Kanakis et al., 2011).
Katekin dapat berinteraksi dengan protein whey (α-
laktalbumin, β-laktoglobulin dan bovine serum albumin),
karena protein susu banyak mengandung prolin dan
mempunyai struktur terbuka (Stojadinovic et al., 2013).
Senyawa fenolik mampu berikatan dengan protein terutama
dengan protein kaya prolin, seperti β-kasein (Zhou et al.,
2015) Interaksi antara katekin (seperti EGCg, EGC dan EKG)
dan protein murni (seperti β-kasein, α-kasein dan β-
laktoglobulin) atau dengan protein susu terjadi dengan
membentuk komplek katekin-protein, dan diketahui bahwa
EGCg memiliki afinitas yang paling kuat dibandingkan
dengan C, EC dan EGC. (Ye et al., 2013). Dalam studi
sebelumnya, interaksi antara protein dan polifenol adalah
fenomena yang juga telah terbukti penting untuk kompleksasi
polifenol dan protein kaya prolin (Thongkaew, Gibis, Hinrichs
and Weiss, 2014).
4
2.4 Kualitas Susu
2.4.1 Daya Larut
Tinggi rendahnya daya larut pada susu bubuk selain
ditentukan oleh komposisi bahan, juga dipengaruhi oleh proses
pengolahan (Widodo, 2003). Salah satu faktor yang
menyebabkan protein terdenaturasi adalah proses pemanasan.
Kelarutan protein akan menurun dengan adanya pemanasan,
akan tetapi pada suhu 40-50oC kelarutan akan meningkat.
Selain itu kondisi proses seperti pengadukan juga akan
mempengaruhi kelarutan protein. Kelarutan protein
merupakan sifat fungsional yang terbentuk akibat interaksi
antara air dan protein. Interaksi senyawa fenolik dengan
protein dapat menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia
protein seperti kelarutan (Ozdal, Capanoglu and Altay, 2013).
Menurut Anema, Lowe and Lee (2004) semakin
banyak protein terdenaturasi akan meningkatkan jumlah ikatan
disulfida bebas dan berpotensi untuk membentuk interaksi
antar protein, menyebabkan berat molekul bertambah dan
menyebabkan partikel turun ke dasar sebagai protein yang
rusak.
2.4.2 Sedimentasi
Sedimentasi merupakan suatu endapan yang
dihasilkan akibat denaturasi protein. Protein dan komponen
penyusun susu lainnya yang tidak stabil terhadap panas akan
mengalami koagulasi dengan adanya pemanasan tinggi.
Semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin besar pula
terjadinya denaturasi yang menjadikan banyaknya partikel-
partikel dalam susu rusak dan mengendap, sehingga
sedimentasi pada susu tersebut juga akan meningkat.
Sedimentasi berbanding linear dengan denaturasi protein dan
5
berbanding terbalik dengan kadar protein terlarut susu.
Tingginya suhu pemanasan menyebabkan semakin tinggi
terjadinya denaturasi protein dan memungkinkan banyak
partikel yang rusak dan mengendap. Selama denaturasi,
struktur protein whey akan mengalami perubahan, gugus
sulfidril yang reaktif dengan adanya panas akan berbalik
keluar. Apabila pada polimer lainnya terjadi hal yang sama
maka antar gugus sulfidril membentuk ikatan disulfida.
Semakin banyak ikatan disulfida menyebabkan berat molekul
protein semakin tinggi dan turun ke dasar membentuk sedimen
atau endapan. (Ramandani, Lilik dan Purwadi 2015). Residu
atau sedimen biasanya tidak larut dalam air, yakni
mengandung: a. protein yang rusak atau mengalami denaturasi
b. partikel yang hangus atau lengket c. Partikel yang sukar
larut d. bahan campuran (Widodo dkk., 2012).
2.5 Mikrostruktur
Sifat-sifat susu jauh berubah selama pemanasan
karena terjadinya denaturasi protein whey. Setelah denaturasi,
protein whey membentuk agregat protein larut atau bersatu
dengan kasein misel, sehingga whey protein dilapisi misel
kasein. Pengamatan mikrostruktur protein whey terdenaturasi
digambarkan pada Gambar 2 dibawah ini.
6
Gambar 2. Penampang mikrostruktur native whey protein free
(WPF) dan native whey protein isolate (WPI)
(Vasbinder, Velde and Kruif, 2004).
Pada Gambar 1 nampak penampang mikrostruktur
dari pembentukan gel protein (A) native whey protein free
(WPF) dan native whey protein isolate (WPI) yang diwarnai
menggunakan pewarna Rhodamine B dan (B) WPF yang
diwarnai pewarna Texas Red dan WPI yang diwarnai pewarna
Oregon Green, dengan ukuran gambar 40x40 µm Menurut
Vasbinder et al., (2004) kedua penampang menunjukkan
penampakan yang sebanding dalam hal kekasaran, untai
ketebalan dan ukuran pori.
Mikrostruktur protein whey katekin dapat diamati
menggunakan Mikroskop Flourescene. Mikroskop ini
merupakan mikroskop yang memanfaatkan sifat-sifat senyawa
kimia tertentu. Ketika mendapatkan sumber cahaya dengan
panjang gelombang yang tepat, maka bahan kimia tersebut
akan menyala seperti sinar ultraviolet. Senyawa yang
digunakan adalah methylen blue berfungsi untuk melihat ada
tidaknya protein yang terdapat dalam suatu produk pangan
(Triawati, Radiati, Thohari and Manab, 2016). Menurut
Taterka and Castillo (2015) menyatakan bahwa agregasi
protein menghasilkan peningkatan pada ukuran partikel dari
protein.
A B
7
2.6 Ukuran Partikel
Particle Size Analysis atau analisis ukuran partikel
memiliki prinsip menggunakan Dynamic Light Scattering
(DLS). DLS memiliki karakteristik non-invasif yang telah
digunakan untuk mempelajari nukleasi dan pertumbuhan
kristal pada protein. Teknik ini adalah metode terpopuler
untuk mengetahui pembentukan kristal dan digunakan untuk
menentukan radius hidrodinamik dari molekul yang berukuran
sub-mikron seperti protein (Heng, 2004). Metode Light
Scattering Method atau metode hamburan cahaya telah
terbukti dapat digunakan untuk mengukur kemampuan partikel
bubuk untuk terdispersi berdasarkan perubahan ukuran
partikel dan konsentrasi volume partikel yang tidak larut.
Kemampuan terdispersi dapat diukur dengan tingkat
penurunan ukuran partikel (Ji, Fitzpatrick, Cronin, Crean and
Miao, 2016).
β-lg terbukti memiliki ukuran rata-rata 6.2 nm pada
pH 5,5 sedangkan β-lg-chitosan campuran memiliki ukuran
42,1 nm. Pergeseran ke rata-rata ukuran partikel yang jauh
lebih tinggi tersebut diindikasikan bahwa protein β-lg
membentuk kompleks ikatan dengan kitosan (Mounsey,
Brendan, Mark and Andre, 2008). Menurut Anema and Li
(2003) menyatakan bahwa ukuran kasein micel pada susu
meningkat pada perlakuan pemanasan suhu 70-100oC selama
60 menit. Joyce, Brodkorb, Kelly and O’Mahony (2017)
menambahkan juga bahwa Skim Milk Powder (SMP) yang
diberi fortifikasi Whey Protein Isolate (WPI) dengan
perlakuan pemanasan High Temperature Short System (HTST)
pada suhu 72oC dan 85
oC memiliki ukuran partikel rata-rata
antara 204-278 nm. Menurut Anema and Li (2003)
menyatakan bahwa pada perlakuan pemanasan terjadi
8
peningkatan ukuran diameter partikel kasein misel (30-35 nm).
Adapun distribusi rata-rata ukuran partikel komponen susu
setelah pemanasan diketahui bahwa misel kasein (diameter 50-
600 nm, dengan rata-rata diameter 120 nm) (Maubois and
Olliver, 1997), agregat protein whey (diameter 60 nm)
(Vasbinder and Kruif, 2003) dan k-kasein/komplek protein
whey (diameter 25-75 nm) (Jean, Famelart and Guyomarch
2006).
1
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi
a. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, untuk pengujian
daya larut dan uji sedimentasi.
b. Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya
Malang, untuk pengujian mikrostruktur dengan
menggunakan mikroskop Flourescene
c. Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi
Universitas Airlangga Surabaya, untuk pengujian
ukuran partikel menggunakan metode Dinamic
Light Scattering
3.1.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada 24 Januari - 14 April
2017
3.2 Materi Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain: Whey Protein Isolate (WPI) komersial yang
berasal dari Produsen Muscle Feastindo, ekstrak katekin
gambir komersial dalam bentuk powder dibeli dari CV
Jaya Makmur yang berlokasi di Medan, susu skim cair
komersial merek Diamond dan aquades PH 7 (CV.
Makmur Sejati, Malang).
2
3.2.2 Perlatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain: Beaker glass (Iwaki Phyrex, Jepang), gelas
ukur (Iwaki Phyrex, Jepang), timbangan analitik merk
CHQ, magnetic stirer merek SBS, pengaduk, showcase,
termometer, mini spray dryer (B290 Buchi, Jerman),
sentrifuse, test tube, kertas saring whatman No.1
,eksikator, tang penjepit, mikroskop flourscene (FSX 100
Olympus, Jepang), DLC merek Horiba LA 500, pipet
tetes, object glass dan cover glass
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode percobaan di
laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan masing-masing
dilakukan 4 kali pengulangan. Perlakuan yang diberikan
yaitu penggunaan nano protein whey katekin dengan
perbedaan konsentrasi yang diaplikasikan pada susu
skim bubuk. Perlakuan yang diteliti yaitu penambahan
0%; 5% dan 10%. Variabel yang diteliti adalah daya
larut, sedimentasi, mikrostruktur dan ukuran partikel.
Model tabulasi data pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Tabulasi Data yang Digunakan Pada Penelitian
Perlakuan Ulangan
U1 U2 U3 U4
P0 P0U1 P0U2 P0U3 P0U4
P1 P1U1 P1U2 P1U3 P1U4
P2 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4
Keterangan:
P0 : Perlakuan susu skim tanpa penambahan nano protein
whey katekin
P1 : Perlakuan susu skim dengan penambahan nano
protein whey katekin 5%
P2 : Perlakuan susu skim dengan penambahan nano
protein whey katekin 10%
U1 : Ulangan 1
U2 : Ulangan 2
U3 : Ulangan 3
U4 : Ulangan 4
3.3.2 Tahapan Penelitian
3.3.2.1 Pembuatan Larutan Nano protein whey katekin
Pembuatan larutan nano protein whey katekin
dilakukan sesuai dengan prosedur Thongkaew et al., (2014)
yang dimodifikasi. Dilarutkan WPI bubuk (5% w/v) dalam
aquades. Proses selanjutnya adalah larutan distirer
menggunakan hot plate stirer pada suhu ruang selama 2 jam
sampai homogen. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 65o
C selama 40 menit dengan menggunakan waterbath, setelah
itu didinginkan, kemudian disaring menggunakan kertas
saring. Proses selanjutnya adalah tahap penambahan katekin
4
(0,25% w/v) dalam larutan whey, kemudian distirer pada suhu
ruang selama 15 menit, setelah itu disaring. Pencampuran
larutan nano protein whey katekin pada susu skim dilakukan
pada suhu ruang. Susu skim cair diberi perlakuan penambahan
nano protein whey katekin, yaitu tanpa penambahan (P0); 5%
(P1) dan 10% (P2). Prosedur pembuatan larutan nano protein
whey katekin dapat disajikan pada Gambar 2.
3.3.2.2 Proses Pengeringan Susu Skim Dengan
Penambahan Nano Protein Whey Katekin
Pada proses pengeringan dilakukan beberapa tahapan,
antara lain: susu skim ditambahkan nano protein whey katekin
sesuai perlakuan, yaitu tanpa penambahan (P0); 5% (P1) dan
10% (P2), selanjutnya larutan tersebut distirer pada suhu ruang
selama 15 menit, kemudian siap dilakukan proses
pengeringan. Pengeringan susu skim yang telah ditambahkan
nano protein whey katekin dilakukan menggunakan mini spray
dryer dengan suhu inlet 125oC dan outlet 74
oC. Hasil
pengeringan berbentuk powder ditempatkan pada wadah
plastik rangkap 3 yang kemudian dimasukkan dalam botol
kaca bertujuan agar susu terhindar dari kontaminasi udara dan
uap air, setelah itu disimpan dalam suhu ruang.
5
Gambar 3. Prosedur Pembuatan Larutan Nano Protein Whey
Katekin (Thongkaew et al., 2014) yang
Dimodifikasi
Larutan WPI (5%
w/v)
Distirer hingga homogen selama 2 jam pada suhu ruang
Dipanaskan dengan waterbath pada suhu 65oC selama 40
menit
Didinginkan kemudian disaring menggunakan kertas saring
halus
Ditambahkan katekin dalam larutan whey (0,25% w/v)
Distirer hingga homogen selama 15 menit, kemudian
disaring menggunakan kertas saring halus
Nano protein
whey katekin
6
Gambar 4. Skema Tahapan Penelitian
Susu skim
cair
Ditambahkan larutan nano protein whey katekin sesuai
perlakuan,
tanpa penambahan (P0); 5% (P1); 10% (P2)
Distirer hingga homogen
Dikeringkan menggunakan spray dryer
Susu Skim Bubuk
dengan penambahan
Nano protein whey
katekin
Variabel Uji Susu Skim Bubuk Dengan Penambahan
Nano Protein Whey Katekin
Daya Larut
Sedimentasi
Mikrostruktur
Ukuran Partikel
7
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diuji pada penelitian ini yaitu daya
larut, sedimentasi, mikrostruktur dan ukuran partikel.
Pengujian susu skim dengan penambahan nano protein whey
katekin berbeda konsentrasi adalah sebagai berikut:
a. Pengujian Daya Larut
Prosedur pengujian mengacu pada prosedur Haque et
al., (2012) pada Lampiran 1.
b. Pengujian Sedimentasi
Prosedur pengujian mengacu pada prosedur Beck, J.
R (2007) pada Lampiran 2.
c. Pengujian Mikrostruktur
Prosedur uji mengacu pada prosedur Strauss and
Gibson, (2004) pada Lampiran 3.
d. Ukuran Partikel
Prosedur uji mengacu pada prosedur Triawati, Radiati,
Thohari dan Manab (2016), pada lampiran 4.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh pada uji daya larut dan
sedimentasi dihitung dengan analisis ragam, sedangkan untuk
hasil pengujian mikrostruktur dan ukuran partikel dianalisis
secara deskriptif kualitatif.
3.6 Batasan Istilah
Skim : Susu tanpa lemak yang diperoleh secara komersial
dengan merk Diamond Produsen PT.Diamond Cold
Storage dengan karakteristik cair.
Whey : Whey Protein Isolat komersial yang dilarutkan
dalam aquades.
8
Katekin : Ekstrak katekin dari tanaman Gambir
komersial yang dilarutkan dalam aquades.
Daya larut : Protein dan katekin yang larut dalam
aquades.
Sedimentasi : Sisa hasil penyaringan menggunakan kertas
saring Whatman no.1.
Mikrostruktur : Gambaran mikroskopis persebaran matriks
protein pada interaksi susu skim dan nano
protein whey katekin.
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daya Larut
Data dan analisis ragam daya larut tertera pada
Lampiran 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan penambahan nano protein whey katekin pada susu
skim bubuk dengan persentase yang berbeda (0%, 5% dan
10%) tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05)
terhadap nilai daya larut. Berikut nilai rata-rata daya larut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Nilai Daya Larut Susu Skim Bubuk
Perlakuan Daya Larut (%)
P0 (tanpa penambahan) 92 ± 0,07
P1 (5%) 97 ± 0,02
P2 (10%) 98 ± 0,01
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan
nano protein whey katekin pada susu skim bubuk tidak
memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap nilai
daya larut. Hal ini diduga karena persentase penambahan
nano protein whey katekin terlalu sedikit, sehingga interaksi
yang terjadi antara katekin dan protein susu tidak terlalu kuat
dalam menstabilkan struktur protein ketika mendapat
perlakuan panas. Zhou et al., (2015) menyatakan bahwa
interaksi yang kuat antara senyawa fenolik dan protein susu
terbukti meningkatkan stabilitas protein terhadap denaturasi
panas. Stabilitas protein terhadap denaturasi diduga akan
2
berpengaruh terhadap daya larut yang semakin tinggi dan
pembentukan sedimentasi yang semakin sedikit..
Hasil rata-rata daya larut susu skim bubuk dengan
penambahan nano protein whey katekin pada Tabel 2.
Menunjukkan bahwa rata-rata daya larut pada P0; P1; dan P2
sebesar 92 ± 0,07; 97 ± 0,02; dan 98 ± 0,01. Hasil terbaik
diperoleh pada P2 dengan persentase penambahan nano protein
whey sebanyak 10% pada susu skim. Daya larut yang semakin
tinggi mengindikasikan adanya interaksi antara protein dan
katekin selama terjadinya pemanasan. Katekin berinteraksi
dengan whey (α-laktalbumin, β-laktoglobulin dan bovine
serum albumin) (Stojadinovic et al., 2013) dan β-kasein
karena protein susu banyak mengandung prolin dan
mempunyai struktur terbuka (Zhou et al., 2015). Sementara
hasil daya larut terendah diperoleh oleh P0 dengan tanpa
penambahan nano protein whey katekin pada susu skim. Hal
ini diduga karena banyak protein yang terdenaturasi selama
proses pemanasan. Menurut Anema et al., (2004)
menyatakan bahwa semakin banyak protein terdenaturasi akan
meningkatkan jumlah ikatan disulfida bebas dan membentuk
interaksi antar protein, menyebabkan berat molekul bertambah
dan menyebabkan partikel turun ke dasar sebagai protein yang
rusak dan menyebabkan penurunan daya larut.
4.2 Sedimentasi
Data dan analisis ragam sedimentasi tertera pada
Lampiran 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan penambahan nano protein whey katekin pada susu
skim bubuk dengan persentase yang berbeda (0%, 5% dan
10%) tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05)
3
terhadap nilai sedimentasi. Berikut nilai rata-rata sedimentasi
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Sedimentasi Susu Skim Bubuk
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penambahan nano protein whey katekin pada susu skim bubuk
tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap
nilai sedimentasi. Hal ini diduga karena persentase
penambahan nano protein whey katekin terlalu sedikit,
sehingga interaksi yang terjadi antara katekin dan protein susu
tidak terlalu kuat dalam menstabilkan struktur protein ketika
mendapat perlakuan panas. Menurut Zhou et al., (2015)
menyatakan bahwa interaksi yang kuat antara senyawa fenolik
dan protein susu terbukti meningkatkan stabilitas protein
terhadap denaturasi panas. Stabilitas protein terhadap
denaturasi diduga akan berpengaruh terhadap daya larut yang
semakin tinggi dan pembentukan sedimentasi yang semakin
sedikit. Pengukuran terhadap sedimentasi merupakan
parameter yang menunjukkan kestabilan protein terhadap
panas (Widodo dkk., 2012).
Hasil rata-rata sedimentasi susu skim bubuk dengan
penambahan nano protein whey katekin pada Tabel 3.
Menunjukkan bahwa rata-rata sedimentasi pada P0; P1; dan P2
sebesar 0,090 ± 0,01; 0,080± 0,01 dan 0,082± 0,01. Nilai rata-
Perlakuan Sedimentasi (g/ml)
P0 (tanpa penambahan) 0,090 ± 0,01
P1 (5%) 0,080 ± 0,01
P2 (10%) 0,082 ± 0,01
4
rata sedimentasi yang semakin menurun diduga akibat adanya
penstabilan struktur protein oleh senyawa katekin pada nano
protein whey katekin yang menyebabkan protein stabil
terhadap denaturasi. Semakin sedikit protein yang
terdenaturasi diduga mengakibatkan semakin sedikit pula
sedimentasi atau endapan yang dihasilkan. Menurut Widodo
dkk (2012) bahwa sedimen atau residu merupakan partikel
tidak larut dalam air, yakni mengandung diantaranya: protein
yang rusak atau mengalami denaturasi, partikel yang hangus
atau lengket, partikel yang sukar larut dan adanya bahan
campuran lain.
Pada P0 dengan tanpa penambahan nano protein whey
katekin menghasilkan nilai rata-rata pembentukan sedimentasi
paling tinggi dibandingkan dengan P1 dan P2. Hal ini diduga
bahwa protein mengalami denaturasi akibat adanya perlakuan
pemanasan sehingga protein rusak, kehilangan daya larut dan
mengendap. Menurut Ramandani (2015) bahwa selama
denaturasi, struktur protein whey akan mengalami perubahan,
gugus sulfhidril yang reaktif dengan adanya panas akan
berbalik keluar. Apabila pada polimer lainnya terjadi hal yang
sama maka antar gugus sulfidril membentuk ikatan disulfida.
Semakin banyak ikatan disulfida menyebabkan berat molekul
protein semakin tinggi dan turun ke dasar membentuk sedimen
atau endapan.
Pada P1 dengan penambahan nano protein whey
katekin sebanya 5% menghasilkan angka rata-rata sedimentasi
paling rendah diantara semua perlakuan yakni 0,080±0,01.
Adanya perlakuan pemanasaan pada saat proses pengeringan
susu menggunakan spray dryer membuat struktur protein
terbuka dan memungkinkan protein untuk berinteraksi dengan
nano protein whey katekin. Pada proses pemanasan spray
5
dryer menggunakan suhu inlet 125oC mampu mendenaturasi
protein yang belum berinteraksi. Pada saat denaturasi terjadi,
katekin yang merupakan senyawa polifenol dapat berikatan
dan berinteraksi dengan protein susu sehingga membentuk
komplek protein-polifenol. Menurut Ye et al., (2013) interaksi
antara katekin (seperti EGCg, EGC dan EKG) dan protein
murni (seperti β-casein, α-casein dan β-lactoglobulin) atau
dengan protein susu terjadi dengan membentuk komplek
katekin-protein.
Pada P2 dengan penambahan nano protein whey
katekin sebanya 10% menghasilkan angka rata-rata
sedimentasi yang tidak berbeda jauh dengan P1 yakni 0,082±
0,01. Adanya penambahan nano protein whey katekin
menghasilkan penurunan pada rata-rata pembentukan
sedimentasi. Katekin dapat berinteraksi dengan protein, karena
protein susu banyak mengandung prolin dan mempunyai
struktur terbuka. (Stojadinovic et al., 2013). Menurut Ferruzi,
Bordenave and Hamaker (2012) menyatakan bahwa interaksi
antara protein dan polifenol timbul karena interaksi hidrofobik
dan ikatan hidrogen pada gugus hidroksi fenolik. Interaksi
hidrofobik akan membentuk ikatan peptida non spesifik
sehingga protein yang kaya prolin dan polifenol akan
mengalami perubahan konformasi dalam struktur proteinnya
sehingga kelarutan menurun dan terjadi pengendapan atau
sedimen.
Setiap perlakuan dibedakan atas perbedaan persentase
penambahan nano protein whey katekin. Adanya penambahan
nano protein whey katekin menghasilkan angka rata-rata
pembentukan sedimentasi yang cenderung menurun.
6
4.3 Mikrostruktur
Susu skim bubuk dengan penambahan nano whey-
katekin dilakukan uji pengamatan mikrostruktur menggunakan
mikroskop flourescene tipe FSX 100 Olympus perbesaran
100x. Tujuan pengamatan mikrostruktur bertujuan untuk
melihat ada atau tidaknya pembentukan gel pada protein yang
terjadi akibat adanya perlakuan pemanasan. Pembentukan gel
(gelasi) merupakan fenomena agregasi protein dimana
interaksi polimer-polimer dan polimer-solven sangat seimbang
sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Pembentukan
gel juga menjadi indikator awal bahwa protein mulai
terdenaturasi.
Pembuatan preparat dalam pengamatan menggunakan
pewarnaan rhodamin B yang akan mengekspresikan protein
dengan warna merah terang ketika diamati menggunakan
mikroskop. Gambar mikrostruktur susu skim bubuk dengan
penambahan nano protein whey katekin lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Penampang mikrostruktur susu skim dengan
penambahan nano whey katekin, A=P0 (tanpa
penambahan) B=P1 (penambahan sebanyak 5%)
dan C=P2 (penambahan sebanyak 10%).
Hasil mikrostruktur susu skim bubuk dengan
penambahan nano protein whey katekin nampak berbeda pada
P2 P3
P3
A B
C
C
7
setiap perlakuan. Hasil mikrostruktur Gambar 5. A yakni susu
skim tanpa penambahan nano protein whey katekin
menunjukkan bahwa protein membentuk agregat dan sudah
mengalami proses pembentukan gel atau indikator awal
protein terdenaturasi. Terlihat bahwa pendaran warna merah
nampak sangat terang dan persebaran protein sangat
berdekatan hingga membentuk agregat. Protein terpilin dan
berubah struktur akibat adanya perlakuan pemanasan. Agregat
protein tersebut terbentuk karena terjadinya interaksi antar
polimer protein akibat adanya pemanasan sehingga struktur
tersier protein terbentuk. Pemanasan pada proses pembuatan
susu menjadi bubuk menggunakan spray dryer dengan suhu
inlet 125oC dan outlet 74
oC. Menurut Ferrandon, Niranjan and
Grandison (2006) bahwa pada suhu diatas 80oC, -
lactoglobulin dan α-lactalbumin terdenaturasi dan mulai
berikatan dengan k-casein pada permukaan misel kasein
melalui interkasi tereksposnya gugus sulfidril.
Hasil mikrostruktur Gambar 5. B yakni susu skim
bubuk dengan penambahan nano protein whey katekin
sebanyak 5% menunjukkan bahwa protein juga membentuk
agregat dan sudah mengalami proses pembentukan gel atau
indikator awal protein terdenaturasi. Terlihat ada persebaran
partikel protein yang lebih renggang dibandingkan dengan
Gambar 5. A. Pendaran warna merah nampak tidak lebih tebal
dibandingkan dengan Gambar 5. A. Hal tersebut
mengindikasikan adanya peran katekin pada nano protein
whey katekin dalam menstabilkan struktur protein. Menurut
Ye et al., (2013) interaksi antara katekin (seperti EGCg, EGC
dan EKG) dan protein murni (seperti β-kasein, α-kasein dan β-
laktoglobulin) atau dengan protein susu terjadi dengan
membentuk komplek katekin-protein.
8
Hasil mikrostruktur Gambar 5. C yakni susu skim
bubuk dengan penambahan nano protein whey katekin
sebanyak 10% menunjukkan bahwa protein juga membentuk
agregat dan sudah mengalami proses pembentukan gel atau
indikator awal protein terdenaturasi. Persebaran partikel
protein terlihat hampir sama dengan Gambar 5. B. pendaran
warna merah nampak berpilin namun tidak lebih tebal.
Penambahan 10% nano protein whey katekin menjadi faktor
afinitas pengikatan katekin ke protein meningkat. Menurut
Kanakis et al., (2011) bahwa afinitas pengikatan folifenol ke
protein tergantung pada ukuran polifenol. Dapat diindikasikan
bahwa semakin besar ukuran polifenol yang dalam kaitan ini
adalah katekin maka akan memperkuat daya afinitas polifenol
terikat ke protein, yang akan berakibat pada kemungkinan
struktur protein dapat dipertahankan dan mencegah terbentuk
matriks tersier.
Berdasarkan perbandingan tampilan mikrostruktur
pada gambar 5. A, B dan C menunjukkan adanya perbedaan.
Semakin banyak penambahan katekin diduga mencegah
terbentuknya agregat protein sehingga pembentukan gel dan
denaturasi protein melambat. Persebaran agreagar protein yang
semakin renggang akan berakibat pada semakin kecilnya
ukuran partikel.
4.4 Ukuran Partikel
Hasil penelitian dari penambahan nano protein whey
katekin dengan level berbeda yaitu 0%, 5% dan 10% pada
susu skim bubuk memberikan hasil terhadap ukuran partikel
susu bubuk, dapat dilihat pada Tabel 4.
9
Tabel 4. Rata-rata Ukuran Partikel Susu Skim Bubuk
Perlakuan Rata-rata (nm)
P0 (tanpa penambahan) 149,28
P1 (5%) 159,93
P2 (10%) 125,23
Pengukuran ukuran partikel merupakan parameter
yang digunakan untuk mengetahui ukuran partikel sampel
setelah diinteraksikan. Pengukuran partikel menggunakan
metode hamburan cahaya dinamais (DLS) telah terbukti dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan partikel bubuk untuk
terdispersi berdasarkan perubahan ukuran partikel dan
konsentrasi volume partikel yang tidak larut. Kemampuan
terdispersi dapat diukur dengan tingkat penurunan ukuran
partikel (Ji et al., 2016).
Hasil analisa ukuran menunjukkan bahwa P2 memiliki
ukuran partikel paling kecil, sementara P1 memiliki ukuran
partikel paling besar. Hal ini diduga bahwa penambahan nano
protein whey katekin dengan kadar yang tepat dapat
berpengaruh positif terhadap ukuran partikel. Dalam kaitan ini
adalah semakin kecil berarti semakin bagus karena akan
berbanding lurus dengan meningkatnya daya larut susu bubuk
dan menurunnya sedimentasi karena partikel lebih sempurna
saat tersuspensi dalam air. P2 dengan penambahan nano
protein whey katekin sebanyak 10% memiliki ukuran partikel
rata-rata diameter 125,23 nm. Hal ini sesuai dengan penelitian
Maubois and Olliver (1997) bahwa distribusi rata-rata ukuran
partikel komponen susu setelah pemanasan diketahui bahwa
misel kasein (diameter 50-600 nm, dengan rata-rata diameter
10
120 nm). Penambahan ukuran partikel yang lebih besar
tersebut diduga karena ada interaksi antara protein susu dan
senyawa polifenol katekin. Keberadaan katekin akan
menstabilkan struktur protein ketika proses pemanasan,
sehingga mencegah terbentuknya agregat yang akan
berpengaruh terhadap membesarnya ukuran diameter partikel.
Menurut Taterka and Manuel (2015) agregasi protein akan
menghasilkan peningkatan pada ukuran partikel dari protein.
1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan nano protein whey katekin pada susu skim bubuk
mampu mempertahankan nilai daya larut dan sedimentasi,
memiliki mikrostruktur agregat protein yang menyebar dan
ukuran partikel yang semakin kecil. Penggunaan penambahan
10% nano protein whey katekin memperoleh hasil terbaik,
dengan nilai daya larut 98%, nilai sedimentasi 0,082 g/ml,
mikrostruktur agregat protein yang menyebar dan ukuran
partikel 125,23 nm.
5. 2 Saran
Saran penelitian adalah nano protein whey katekin
dengan persentase 10% dapat dijadikan sebagai bahan
tambahan pada susu skim bubuk serta perlu adanya
pengembangan penelitian karakteristik susu skim bubuk
ditinjau dari sifat kimia susu.
1
DAFTAR PUSTAKA
Adjonu, R., G. Doran., P. Torey and S. Agboola. 2014. Whey
Protein Peptides as Component of Nanoemulsions: A
Review of Emulsifying and Biological Functionalities.
Journal of Food Engineering 122: 15-27.
Anema, S. G., dan Y. Li. 2003. Effect of pH On the
Asspciation of Denaturated Whey Protein with Casein
Micelles in Heated Reconstituted Skim Milk. J. Agric
Food Chem 51: 1640–1646.
Anema, S.G., E. K. Lowe, and S. K. Lee. 2004. Effect of Ph
At Heating On The Acid-Induced Aggregation of
Casein Micelles In Reconstituted Skim Milk. LWT-
Food Science and Technology, 37(7), 779-787.
Ferrandon, A.D., K. Niranjan and A. S. Grandison. 2006. A
Novel Technique for Differentiation of Proteins in the
Development of Acid Gel Structure from Control and
Heat Treated Milk Using Confocal Scanning Laser
Microscopy. Journal of Dairy Research, 73: 423-430.
Ferruzzi, M. G., N. Boredenave and B. R. Hamaker. 2012.
Does Flavor Impact Function? Potential Consequences
Of Polyphenol – Protein Interactions In Delivery and
Bioactivity Of flavan-3-Ols From Foods. Physiology
& Behavior 107: 591– 597
Gallo, M., G. Vinci., G. Graziani., C. D Simone and P.
Ferranti. 2013. The Interaction of Cocoa Polyphenols
2
with Milk Protein Studied by Proteomi Techniques.
Food Research International 54: 406-415.
Haque, E., A.K. Whittaker., M.J. Gidley., H.C. Deeth., K.
Febrianto and B.R. Bhandari. 2012. Kinetics of
Enthalphy Relaxatiom of Milk Protein Concentrate
Powder Upon Ageing and Its Effect on Solubility.
Food Chemistry 134: 1368-1373.
Haug I. J., Skar, H. M., Vegarud, G. E., Langsrud, T., &
Draget, K. I. (2009). Electrostatic Effects on Β-
Lactoglobulin Transitions During Heat Denaturation
As Studied By Differential Scanning Calorimetry.
Food Hydrocolloids 23: 2287-2293.
Heng, C. T. 2004. X-ray Crystallographic Studies of Bovine
Serum Albumin and Helicobacter Pylori Thioredoxin-
2. University of Saskatchewan. Saskatoon: Canada.
Jean, K., M. Renan., M. H. Famelart and F. Guyomarch. 2006.
Structure and Surface Properties of the Serum Heat-
Induced Protein Aggregates Isolated from heated Skim
Milk. International Dairy Journal 16: 303-315
Ji, J., J. Fitzpatrick., K. Cronin., A. Crean and S. Miao. 2016.
Assessment of Measurement Characteristics for
Rehydration of Milk Protein Based Powders. Food
Hydrocolloids 54: 151-161.
3
Jovanovic, S., M. Barac and O. Macej. 2005. Whey Proteins-
Properties and Possibility of Application. Journal for
Dairy Production and Processing Improvement 55(3):
215-233.
Joyce, A. M., A. Brodkorb., A. L.Kelly and J. A. O’Mahony.
2017. Separation of The Effect of Denaturation and
Aggreagation on Whey-Casein Protein Interaction
During the Manufacture of a Model Infant Formula.
Dairy Sci & Technol 96: 787-806.
Kanakis, C. D. I. Hasni., P. Bourassa., P.A. Tarantalis., M.G
Polissiou and H.A.T. Riahi. 2011. Milk β-
laktoglobulin Complexes with Tea Polyphenols. J.
Food Chemistry 127: 1046–1055.
Kresic, G., A.R. Jambrak., V. Lelas and Z. Herceg. 2011.
Influence of Innovative Technologies on Rheological
and Thermophysical Properties of Whey Proteins and
Guar Gum Model Systems. Mljekarstvo 61(1): 64-78.
Maubois, J.L and Olliver, G. 1997. Extraction of Milk
Proteins. In S Damodaran (Ed.,), Food Proteins and
Their Applications (pp 579-595). Boca Raton, FI.,
USA: CRC Press. .
Mounsey, J. S., Brendan, T. O., Mark, A. F., and Andre, B.
2008. The Effect of Heating on b-lactoglobulin-
chitosan Mixture as Influenced by pH and Ionic
Strength. Food Hydrocolloids 22: 65-73.
4
Ozdal, T., E. Capanoglu and F. Altay. 2013. A Review On
Protein-PhenoliccInteractions and Associated Changes.
Food Research International 51: 954-970.
Putri, M. A. H. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri (+) – Katekin
dari Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Terhadap
Beberapa Jenis Bakteri Gram Negatif dan
Mekanismenya. Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Ramandani, D., L.E. Radiati dan Purwadi. 2015. Quality of
Pasteurized Milk Using Microwave. Skripsi Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
Rodrigues, R. M., A. J. Martins., O. L. Ramos., F. X. Malcata.,
J. A.Teixeira., A. A.Vicente and R. N. Pereira. 2015.
Influence of Moderate Electric Fields On Gelation of
Whey Protein Isolate. Food Hydrocolloids 43: 329-
339.
Schwarz B. and Hofmann T., (2008). Is There A Direct
Relationship Between Oral Astringency And Human
Salivary Protein Binding. Eur Food Res Technol 227,
1693–1698
Simmons, M. J. H., P. Jayarman and P. J. Fryer. 2007. The
Effect of Temperature and Shear Rate Upon The
Aggregation of Whey Protein and Its Implication for
Milk Fouling. J.Food Eng 79: 517-528.
5
Stojadinovic, M., J. Radosavljevic., J. Ognjenovic., J. Vesic., I.
Prodic., D.S. Vucinic and T.C. Velickovic. 2013.
Binding Affinity Between Dietary Polypheols and β-
lactoglobulin Negatively Correlates with the Protein
Susceptibility to Digestion and Total Antioxidant
Activity of Complexes Formed. Food Chemistry 136:
1263-1271.
Strauss G. and S. M. Gibson. 2004. Phenolics As Cross-
Linkers Of Gelatin Gels and Gelatin-Based
Coacervates For Use As Food Ingredients. Food
Hydrocolloids 18: 81–89.
Taterka, H and M. Castillo. 2015. The Effet of Whey Protein
Denaturation On Light Backscatter and Partile Size of
thr Casein Micelle as a Function of pH and Heat-
Treatment Temperature. International Dairy Journal
XXX: 1-7.
Thongkaew, C., M. Gibis., J. Hinrichs and J. Weiss. 2014.
Polyphenol Interactions with Whey Protein Isolate and
Whey Protein Isolate-Pectin Coacervates. Food
Hydrocolloids 41: 103-112.
Triawati, N. W., L. E. Radiati., I. Thohari and A. Manab.
2016. Microbiological and Physicochemical Properties
of Mayonnaise Using Biopolymer of Whey Protein–
Gelatin–Chitosan During Storage. Inter J Curr
Microbiol App Sci 5 (7): 191–199.
6
Vasbinder, A.J and C.G.D. Kruif . 2003. Casein-Whey
Protein Interactions in Heated Milk: Teh Influenced of
pH. International Dairy Journal 13: 669-677.
Vasbinder, A.J F.V.D. Velde and C.G.D. Kruif. 2004.
Gelation of Casein-Whey Protein Mixtures. J,Dairy
Sci 87: 1167-1176.
Widodo W. 2003. Bioteknologi Fermentasi Susu. Universitas
Muhammadiyah Malang Press: Malang.
Widodo., A. V. Rachmawati., R. Chulaila dan I. G. S.
Budisatria. 2012. Produksi dan Evaluasi Susu Bubuk
Asal Kambing Peranakan Ettawa (PE). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan 23(2): 132-139.
Yazdi, S. R and M. Corredig. 2012. Heating of Milk Alters the
Binding of Curcumin to Casein Micelles, A
Flourescene Spectroscopy Study. Food Chemistry
132: 1143-1149.
Ye, J., F. Fan., X. Xu and Y. Liang. 2013. Interactions of
Black and Green tea Polyphenols with Whole Milk.
Food Research International 53: 449-455.
Zhou, S., S. Seo., I. Alli and Y. W. Chang. 2015. Interactions
of Caseins with Phenolic Acids Found in Chocolate.
Food Research International. 74: 177-184.