Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia
Transcript of Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia
TUGAS
BUSINESS ETHIC AND CORPORATE GOVERNANCE
Resume Jurnal
ETIKA BISNIS DI JEPANG: Melihat Lebih Dekat Peranan Usia
Jeanne H. Yamamura, Universitas Nevada Reno
Yvonne Stedham, Universitas Nevada Reno
Dosen : Rina Astini, S.E., M.M.
Oleh:
Dwi Indah Retnoningtyas
NIM : 551111 20329
PKK Angkatan XX Kelas Minggu Menteng
PASCASARJANA MANAJEMEN MERCU BUANA
1 | P a g e
I. PENDAHULUAN
Jurnal ini memfokuskan penelitian mengenai pengaruh usia dan etika bisnis di
Jepang. Penelitian ini menelaah penilaian etika oleh pria dan wanita Jepang dalam
situasi bisnis dengan menggunakan dasar keadilan, manfaat, dan kriteria egoisme
dengan tujuan mengontrol pengaruh jenis kelamin serta pengaruh interaksi dan usia
jenis kelamin. Hal ini dikarenakan penilaian etika individu bergantung pada tahap
perkembangan moral dan usia.
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini memfokuskan pada hubungan antara usia dan penilaian etika
dalam situasi bisnis di Jepang dengan beberapa perspektif etika, yaitu keadilan,
utilitarian (manfaat), dan kriteria egoisme; digunakan untuk mengeksplorasi
hubungan tersebut.
1. Usia dan Penilaian Etis
Usia telah lama dikenal sebagai faktor penting dalam literatur etika
dengan hasil kesimpulan bahwa usia mempengaruhi etika dari seseorang.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang lebih tua
memiliki sikap yang lebih etis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan usia ini terkait
dengan penilaian etika yang lebih konservatif dan kaku serta pendapat yang lebih
tidak fleksibel mengenai hal-hal yang mana saja yang merupakan perilaku etis
(misalnya, Arlow, 1991; Barnett & Karson, 1989).
Peterson, dkk. (2001) menemukan hasil penelitian bahwa profesional
bisnis yang berusia muda menampilkan standar etika yang lebih rendah yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal dalam membuat penilaian etika. Sedangkan,
Conroy, dkk. (2009) menemukan hasil penelitian bahwa profesional bisnis yang
memiliki usia lebih tua kurang menilai secara etika suatu pertanyaan sebagai
perilaku yang dapat diterima.
Dalam penelitian yang melibatkan peserta non-Amerika Utara, usia juga
dikaitkan dengan peningkatan etika. Misalnya, Chan, dkk. (2002) mengatakan
bahwa eksekutif Cina yang berusia lebih muda lebih mungkin untuk terlibat
dalam kegiatan yang tidak etis dibandingkan dengan eksekutif yang memiliki usia
lebih tua. Wimalasiri (2001) juga mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia
diantara peserta Australia mengakibatkan kemampuan yang kuat untuk
penalaran moral. Sedangkan, Sidani, dkk. (2009) menyimpulkan bahwa usia
memberikan penjelasan yang lebih baik dari sensitivitas etika antara pekerja
Lebanon dari jenis kelaminnya. Volkema (2004) menemukan standar etika yang
2 | P a g e
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dalam studi sembilan negara.
Studi yang berfokus pada konsumen muda Jepang menemukan hasil bahwa
mereka kurang etis dibandingkan dengan konsumen yang lebih tua,
pertentangan terhadap penggelapan pajak juga meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, dan juga hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
responden yang memiliki usia lebih tua bersikap lebih etis daripada responden
yang lebih muda. Penilaian moral pria dan wanita juga dipengaruhi oleh faktor
usia (Aldrich & Kage, 2003; Erffmeyer, dkk., 1999;. McGee, 2007).
2. Tahapan Perkembangan Moral: Model Kohlberg
Meskipun pekerjaan yang berdasarkan atas pengalaman jelas
mendukung peranan usia dalam penilaian etika, beberapa studi mendasari
pemikiran untuk hubungan tersebut. Mengapa dan bagaimana usia dapat
berkaitan dengan penilaian etika? Hal tersebut telah dikemukakan bahwa
hubungan yang “hilang” tersebut mungkin dapat ditemukan dengan cara
memahami bagaimana seseorang belajar untuk membuat penilaian moral.
Misalnya, Ferrel, dkk. (2002, hal. 106), mengatakan bahwa “proses kognitif
moral adalah unsur penting dalam pengambilan keputusan etis”. Sebuah model
perkembangan moral juga dikemukakan oleh Kohlberg (1969, 1984).
Dengan meningkatnya usia dan pengalaman hidup, seseorang akan
menjadi lebih sadar akan konsekuensi negatif dari tindakan yang tidak beretika
(Miesling & Preble, 1985;. Wood, dkk., 1988). Peningkatan usia dan pengalaman
hidup juga telah meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi
terhadap apa yang dianggap "benar" dan "salah" di dalam budaya mereka
melalui pengetahuan yang lebih lama dan berkelanjutan (Mudrack, 1989).
Kohlberg (1971) mengusulkan bahwa modelnya dapat universal dan tidak
terikat oleh keadaan budaya atau sosial. Pernyataan dan model itu sendiri telah
menerima banyak kritik selama bertahun-tahun (Snarey, 1985; Simpson, 1994).
Kritik tersebut juga sudah membahas mengenai orientasi eksklusif Barat,
terdapat bias gender karena penggunaan data dari laki-laki muda saja, dan
anggapan bahwa hanya ada satu bentuk kematangan etis, yaitu pada tahap ke-
6. Meskipun kontroversi, enam tahap dalam model telah diterima secara umum
sebagai dasar dari bagaimana manusia membuat penilaian etis yang dapat
digunakan dalam penelitian nilai etika (Henry, 2001). Selain itu, studi terbaru
menunjukkan bahwa model Kohlberg telah berhasil diterapkan untuk orang-orang
profesional di Jepang (Davison dkk, 2009).
3 | P a g e
3. Perspektif Etika dan Pengembangan Moral: Sebuah Mata Rantai yang
Hilang
Sejak zaman sejarah kuno, banyak perhatian yang telah memfokuskan
pada pemahaman "etika" dan bagaimana manusia harus membuat penilaian
etika. Sementara pendekatan prinsip-prinsip etika dan penilaian dapat
menggunakan beberapa teori normatif, tiga kepentingan tertentu dalam suatu
pemeriksaan hubungan diantaranya adalah umur, perkembangan moral, dan
pengambilan keputusan etis: egoisme, utilitarianisme, dan keadilan.
Egoisme dan utilitarianisme adalah teori konsekuensialis yang
menggabungkan nilai-nilai terkait dengan seseorang berdasarkan fokus
masyarakat. Egoisme terlihat pada individu dan kepentingan pribadi (Shaw,
1999).
Dalam pengembangan pemahaman moral, tahap awal perkembangan
moral Kohlberg menunjukkan bahwa kriteria untuk penilaian moral berada pada
titik pusat individu yang berasal dari tindakan tertentu, namun konsekuensi
kekurangan pertimbangan dari keputusan ditujukan untuk orang lain. Oleh
karena itu, perspektif egoisme untuk penilaian etika menangkap aspek
pengembangan moral pra-konvensional (tahap 1 dan 2).
Sebaliknya, fokus utama dari utilitarianisme adalah pertimbangan
kemungkinan konsekuensi tindakan alternatif untuk semua pihak. Khususnya,
ketika menilai dilema etika seharusnya juga mempertimbangkan prinsip
utilitarian, sehingga hal ini dapat mempermudah pembuat keputusan untuk
menentukan sampai sejauh mana keputusan menghasilkan utilitas paling besar
untuk sebagian besar orang. Hal ini juga akan bertujuan untuk memaksimalkan
manfaat dan meminimalkan kerugian, serta mengarah kepada kebaikan terbesar
untuk jumlah orang terbanyak pula. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip
utilitarian, suatu tindakan dianggap etis jika dilihat sebagai penciptaan manfaat
bagi sebagian besar orang. Perspektif utilitarianisme tampaknya terkait dengan
tahapan 3, dan 4 tahap konvensional model Kohlberg, dimana penilaian moral
individu mulai dipengaruhi oleh kesadaran sosial.
Perspektif keadilan membahas mengenai perlakuan yang adil bagi
seorang individu yang sesuai dengan standar etika atau hukum. Hal ini muncul
dari standar kebenaran yang diterapkan pada tingkat individu untuk mengatasi
sesuatu hal yang berdasarkan hak-hak individu dan kinerja (Ferrell, dkk., 2002).
Aspek keadilan ini berhubungan dengan pengaruh usia karena memungkinkan
perbandingan gagasan keadilan yang lebih abstrak di seluruh kelompok usia
mengingat bahwa sudut pandang mengenai etika mungkin menjadi tidak toleran
4 | P a g e
dengan usia. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup yang semakin
banyak, seseorang bisa menjadi lebih percaya diri dan yakin tentang apa yang
mereka yakini "benar" dan apa yang "salah", "adil" dan "tidak adil”. Pada tahap 5
dan 6 dari model Kohlberg termasuk ke dalam fase pasca-konvensional. Pada
tahap tersebut menjelaskan bahwa individu telah dipandu oleh prinsip-prinsip
abstrak bukan karena menghindari konsekuensi negatif atau persepsi tugas
kepada orang lain atau masyarakat.
Model perkembangan moral Kohlberg menunjukkan adanya hubungan
antara usia dan penilaian etika. Mengapa orang-orang yang berusia lebih muda
membuat penilaian etika yang berbeda dari orang-orang yang memiliki usia lebih
tua? Hal ini dikarenakan orang-orang yang berusia lebih muda pada tahap
perkembangan moralnya kurang maju. Oleh karena itu, mereka cenderung
menggunakan perspektif etika yang berbeda untuk membuat penilaian etika dari
orang-orang yang memiliki usia lebih tua.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan antara usia dan penilaian etika dalam situasi bisnis
di Jepang dilihat dari beberapa perspektif etika (keadilan, utilitarianisme (manfaat),
dan egoisme) yang berdasarkan model Kohlberg?
C. Hipotesis Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang
hubungan antara usia dan penilaian etika. Di dalam penelitian ini akan menunjukkan
bahwa tahap perkembangan moral Kohlberg bermanfaat dalam memberikan
pengetahuan mengenai antara usia dan penilaian etika yang "hilang". Gambar 1 di
bawah ini merupakan dugaan sementara mengenai hubungan antara usia dan
penilaian etika.
Gambar 1. Dugaan Sementara Hubungan antara Usia dan Penilaian Etika
Usia Fase
Perkembangan Moral
Penilaian Etika
5 | P a g e
Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang pasti mencapai tingkat
perkembangan moral yang lebih tinggi. Berdasarkan model perkembangan moral
Kohlberg, tahap awal perkembangan moral berhubungan dengan fokus utama pada
diri sendiri, sedangkan tahap akhir dari perkembangan moral berisi pertimbangan
dari faktor yang lebih kompleks. Dengan demikian, ketika melakukan penilaian etika,
orang-orang yang berusia lebih muda akan merasa lebih peduli dengan konsekuensi
dari keputusan yang mereka putuskan sendiri dan kurang peduli dengan
konsekuensi yang akan berdampak pada masyarakat yang lebih besar dibandingkan
dengan orang-orang yang memiliki usia lebih tua. Selain itu, orang-orang yang
berusia lebih kurang menyadari untuk menerapkan prinsip-prinsip etika abstrak,
sebagai contoh mengenai aspek keadilan dibandingkan dengan orang-orang yang
memiliki usia lebih tua.
Dengan demikian, hasil penelitian mengenai etika bisnis, usia, dan
perkembangan moral yang sebelumnya memiliki kesimpulan sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang positif antara etika dan usia.
b. Hubungan ini telah terbukti ada di berbagai negara termasuk Jepang.
c. Model perkembangan moral kognitif Kohlberg menyediakan dukungan teoritis
terhadap hubungan usia dan etika.
d. Individu yang lebih muda cenderung berada dalam tahap pra-konvensional dan
konvensional dari model perkembangan moral kognitif Kohlberg. Perspektif
utilitarian dan egoisme di dalam etika berkaitan dengan usia melalui dua tahap.
e. Individu yang lebih tua akan memiliki sikap lebih sadar dan lebih pasti mengenai
standar etika dan norma-norma. Oleh karena itu, pada usia ini berkaitan dengan
penilaian etika melalui perspektif keadilan etika.
Selain itu, penelitian sebelumnya pada etika bisnis berbasis gender
ditemukan perbedaan (Albaum & Peterson, 2006; Dawson, 1997; Glover, dkk.,
2002;. Loo 2003; Peterson, dkk., 2001;. Roxas & Stoneback, 2004; Stedham, dkk.,
2006) serta efek situasional pada penilaian etika (Beekun, dkk., 2003a, 2003b;
Cohen, dkk., 1996;. Reidenbach & Robin, 1988). Akibatnya, baik gender dan situasi
juga harus dimasukkan dalam model penelitian ini agar dapat mengetahui hubungan
penilaian etika dengan usia secara maksimal.
Berdasarkan hubungan teoritis mengenai usia, perkembangan moral, dan
perspektif etika serta hasil penelitian sebelumnya pada penilaian etika, peneliti
mengusulkan model berikut ini:
Penilaian Etika = f (Umur, Jenis Kelamin, Usia x Jenis, Situasi)
6 | P a g e
Secara keseluruhan, peneliti berharap bahwa perbedaan usia akan tercermin
di dalam perbedaan seseorang untuk melakukan penilaian etika berdasarkan kriteria
egoisme, utilitarian, dan keadilan. Hal ini dikarenakan usia berkaitan dengan
perkembangan moral, sedangkan tahap-tahap perkembangan moral terkait pula
dengan perspektif etika.
Berikut adalah hipotesis penelitian ini:
H1 : Ketika menggunakan kriteria egoisme untuk menilai etika dari suatu tindakan,
maka penilaian akan berbeda menurut kelompok usia.
H2 : Ketika menggunakan kriteria utilitarian untuk menilai etika dari suatu
tindakan, maka penilaian akan berbeda menurut kelompok usia.
H3 : Ketika menggunakan kriteria keadilan untuk menilai etika dari suatu tindakan,
maka penilaian akan berbeda menurut kelompok usia.
II. LANDASAN TEORI
A. Keadaan Penduduk Jepang
Populasi secara global mengalami kenaikan secara cepat dibandingkan
masa lalu. Pada tahun 2050, negara maju diperkirakan akan memiliki penduduk
yang berusia di atas 60 tahun dua kali lebih banyak dibandingkan penduduk yang
berusia di bawah 15 tahun (Fishman, 2010).
Jepang akan menjadi negara yang memimpin pertumbuhan “beruban” di
dunia. Tahun 2009, total penduduk Jepang hanya berjumlah 127.510.000 jiwa, dan
sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, jumlah penduduk Jepang telah
mengalami penurunan sebanyak 180.000 jiwa. Jika diproyeksikan, maka penduduk
Jepang akan mengalami penyusutan sampai 95 juta jiwa pada tahun 2050.
Tahun 2009, warga negara Jepang yang berusia 65 tahun ke atas terdiri
atas 22,7% dari total populasi. Sedangkan, pada tahun 2050, persentasenya akan
diperkirakan mencapi 39,6% (Biro Statistik Jepang, 2010).
B. Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Dari sudut pandang etika, usia telah lama dianggap sebagai faktor kunci
dalam penilaian etika dan moral. Hal ini didukung oleh teori Kohlberg (1984)
melalui Enam Tahap Penalaran Moral.
Berdasarkan model ini, kemajuan penalaran moral seseorang berkembang
secara enam tahap, dengan kemampuan yang terus meningkat untuk mengatasi
dilema moral pada setiap tahapnya.
7 | P a g e
Dengan demikian, setiap orang dimungkinkan dapat membuat keputusan
yang berbeda dalam situasi etis yang sama karena mereka memiliki
perkembangan moral kognitif dengan tahap yang berbeda. Tabel 1 di bawah ini
memberikan ringkasan tahapan model Kohlberg.
Tabel 1. Ringkasan Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Tahap Tingkatan
1
Pra-konvensional
Konsekuensi fisik, misalnya hukuman
2 Keuntungan pribadi dan epuasan kebutuhan
sendiri
3
Konvensional
Sesuatu yang menyenangkan atau
membantu orang lain
4 Wewnang dan perlu menjaga ketertiban
sosial
5
Pasca-konvensional
Hukum atau aturan di masyarakat
6 Hati nurani dan prinsip-prinsip etika universal
seperti keadilan dan kesetaraan
Seseorang pasti melalui tahap-tahap tersebut di atas selama hidupnya,
dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa usia berhubungan secara positif
dengan tingkat perkembangan moral. Seseorang pasti melalui tahap-tahap
tersebut di atas selama hidupnya, dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa
usia berhubungan secara positif dengan tingkat perkembangan moral.
Berikut adalah penjelasan teori Kohberg tersebut:
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg
terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap
diantaranya sebagai berikut :
1. Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.
Penalaran Prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam
teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan
oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan
dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat
hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.
a. Tahap I : Orientasi hukuman dan ketaatan
Orientasi hukuman dan ketaatan yaitu tahap pertama yang mana pada
tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena
orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
b. Tahap II : Individualisme dan tujuan
8 | P a g e
Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan
kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang
paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah
apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
2. Tingkat Dua : Penalaran Konvensional
Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi
individual menengah dimana seseorang tersebut menaati stándar-stándar
(Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati stándar-stándar orang lain
(eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
a. Tahap III : Norma-norma Interpersonal
Norma-norma interpersonal yaitu dimana seseorang menghargai
kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai
oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.
b. Tingkat IV : Moralitas Sistem Sosial
Moralitas sistem sosial yaitu dimana suatu pertimbangan itu didasarkan
atas pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
3. Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional yaitu suatu pemikiran tingkat tinggi dimana
moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-
standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,
menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.
a. Tahap V : Hak-hak Masyarakat Versus Hak-hak Individual
Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual yaitu nilai-nilai dan aturan-
aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu
orang ke orang lain.
b. Tahap VI : Prinsip-prinsip Etis Universal
Prinsip-prinsip etis universal yaitu seseorang telah mengembangkan suatu
standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam
artian bila seseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati,
seseorang akan mengikuti suara hati.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Sampel
9 | P a g e
Sampel kenyamanan terdiri dari 100 mahasiswa bisnis Jepang
menyelesaikan studi pasca-sarjana di bidang akuntansi di Jepang. Data dikumpulkan
dari tahun 2004-an sampai dengan awal tahun 2005.
Berikut adalah rincian sampel di dalam penelitian ini:
Tabel 2. Sampel Penelitian
KATEGORI
UMUR
20 – 29 tahun 12
30 – 39 tahun 67
40 tahun ke atas 21
Jumlah 100
JENIS KELAMIN
Pria 72
Wanita 28
Jumlah 100
B. Ukuran
Tindakan untuk responden diambil dalam tiga tahap yang berkaitan dengan
skenario yang diberikan. Hal ini dilakukan sebagai stimulus kontekstual untuk proses
evaluasi (Alexander & Becker, 1978). Peneliti menggunakan hasil penelitian
Reidenbach dan Robin (1988, 1990) untuk skenario pra-validasi dan kriteria etika
yang menunjukkan reliabilitas yang tinggi dan validitas konstruksi dalam berbagai
penelitian (lihat Tabel 3 dan 4). Hasil tanggapan menggunakan skala Likert yang
terdiri dari 7 poin dan umumnya skala 1 menunjukkan etis, sedangkan skala 7
menunjukkan tidak etis.
Skor Alpha-Cronbach digunakan untuk memverifikasi keandalan instrumen.
Antar item atau poin koefisien alpha digunakan untuk menghitung variabel egoisme,
utilitarian, dan keadilan dimana penilaian ini dilakukan oleh responden Jepang
masing-masing responden diberikan tiga skenario, sehingga totalnya adalah 9.
Reliabilitas alpha berkisar antara 0,89 - 0,70; hal ini menunjukkan konsistensi internal
(Nunnally, 1967). Satu-satunya pengecualian dari 9 perhitungan tersebut adalah
variabel egoisme untuk skenario penjualan yang memperoleh skor Alpha-Cronbach
sebesar 0,36.
Kuesioner ini diselesaikan dalam bahasa Jepang. Kuesioner ini sudah
diterjemahkan kembali dengan revisi dengan maksud untuk menjamin kesetaraan
fungsional.
10 | P a g e
Tabel 3. Skala Instrumen Etika
Perspektif Etika Poin (7 Poin Skala Likert)
Egoisme Mempromosikan diri / tidak
Mengorbankan diri / tidak
Secara pribadi memuaskan
Utilitarianisme Menghasilkan utilitas terbesar /
menghasilkan utilitasterkecil
Memaksimalkan keuntungan sementara
meminimalkan bahaya /
meminimalkan keuntungan sementara
memaksimalkan bahaya
Menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah
terbesar /
mengarah ke yang baik setidaknya untuk jumlah
terbesar
Keadilan Adil / Tidak adil
Curang / Tidak curang
Keterangan: 1 = Memuaskan diri atau memaksimalkan keuntungan (etis) 7 = Tidak memuaskan diri atau tidak memaksimalkan keuntungan (tidak etis)
Tabel 4 : Skenario/Perlakuan Penelitian
Skenario 1 : Pedagang Eceran – Otomobil
Seseorang membeli mobil baru dari dealer mobil waralaba di daerah setempat.
Delapan bulan setelah mobil dibeli, ia mengalami masalah dengan transmisi mobil
tersebut. Dia mengirimkan mobil kembali ke dealer, dan beberapa perbaikan kecil
dilakukan. Selama beberapa bulan berikutnya ia terus-menerus punya masalah
yang sama dengan transmisi mobil. Setiap dealer melakukan penyesuaian sedikit
pada mobil. Dan ketika bulan ketiga belas setelah mobil telah dibeli orang itu ke
dealer kembali karena transmisi masih belum berfungsi dengan baik. Dan kali ini,
transmisi benar-benar dirombak
Aksi: Garansi mobil tersebut hanya berlaku selama satu tahun (12 bulan dari
tanggal pembelian), dealer memberikan harga penuh untuk penggantian biaya
suku cadang dan tenaga kerja.
Skenario 2 : Lingkungan sekitar Toko
Sebuah ritel kelontong rantai telah beroperasi di beberapa toko di seluruh wilayah
termasuk suatu daerah kampung Yahudi di perkotaan. Sebuah penelitian telah
menunjukkan bahwa harga barang di toko cenderung lebih tinggi dan ada kurang
lengkap dibandingkan produk di lokasi lain.
Aksi: Ketika hari pemeriksaan, pengecer di daerah kota meningkatkan harga pada
11 | P a g e
semua dagangannya.
Skenario 3 : Salesman
Seorang pemuda baru-baru ini dipekerjakan sebagai seorang salesman untuk toko
ritel daerah lokal. Ia telah bekerja keras untuk memberikan hasil pekerjaan yang
memuaskan untuk atasannya dengan kemampuan penjualannya. Suatu ketika, ia
sangat cemas terhadap pesanannya, sehingga ia menjadi kurang bersemangat.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan pesanan yang memuaskan, ia melebih-
lebihkan nilai dari barang-barang yang dipesan atau menahan informasi yang
relevan tentang produk yang ia jual. Tidak ada penipuan dengan hal yang telah ia
lakukan, namun ia hanya terlalu bersemangat.
Aksi : Si pemilik toko ritel menyadari tindakan pedagang muda tersebut sehingga
melakukan berbagai cara untuk menghentikan praktek tersebut.
C. Metode Statistika
Penilaian awal antara variabel-variabel penelitian berdasarkan perhitungan
statistik deskriptif dan analisis korelasi. Penilaian terhadap model keseluruhan
menggunakan perhitungan ulang MANCOVA. Uji F multivariat akan lebih tepat
apabila dilakukan penilaian secara berulang-ulang yang dilakukan oleh responden
dengan tiga situasi dan menghasilkan korelasi tinggi di antara variabel-variabel
bebas yang meliputi, egoisme, utilitarianisme, dan Kkeadilan (lihat Tabel 6). Uji F
multivariat (ANCOVAs) digunakan untuk memberikan penilaian individual untuk
hipotesis adanya perbedaan usia dari masing-masing ketiga perspektif etika
tersebut. Tabel 8 menunjukkan hasil penilaian etika berdasarkan usia dan perspektif
etika.
IV. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini memperlihatkan korelasi perspektif etika untuk model
perkembangan moral Kohlberg yang dapat dimungkinkan penulis untuk menawarkan
ide-ide konseptual antara usia dan penilaian etika. Berikut ini adalah hasil perhitungan
yang telah dilakukan oleh penulis.
12 | P a g e
Tabel 5 : Statistika Deskriptif
Variabel N Rata-rata Std. Dev Interval
Penilaian menggunakan kriteria egoisme
Total 83 5,40 0,82 4,44 – 7
Usia 20-an 11 4,89 0,76 3,56 – 5,89
Usia 30-an 55 5,37 0,85 3,44 – 7
Usia-40+ 17 5,83 0,51 4,56 – 6,44
Penilaian menggunakan kriteria utilitarian
Total 85 5,12 0,92 3 – 7
Usia 20-an 12 4,44 0,90 3 – 6
Usia 30-an 36 5,13 0,85 3,22 – 6,89
Usia-40+ 17 5,54 0,92 3,89 – 7
Penilaian menggunakan kriteria keadilan
Total 86 5,62 0,89 3,33 – 7
Usia 20-an 12 5,04 0,96 3,33 – 6,17
Usia 30-an 57 5,59 0,90 3,83 – 7
Usia-40+ 17 6,10 0,49 5 – 6,67
Catatan:
Jumlah responden melebihi ukuran sampel responden yang diterima untuk masing-
masing 3 (tiga) skenario yang berbeda.
Statistik deskriptif dan korelasi untuk variabel-variabel penelitian disajikan pada
Tabel 5 dan 6. Tabel tersebut menunjukkan terdapat peningkatan nilai rata-rata seiring
dengan bertambahnya usia untuk semua kriteria etika yang telah ditentukan pada
Hipotesis 1, Hipotesis 2, dan Hipotesis 3. Analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang relatif tinggi dan signifikan diantara variabel-variabel perspektif etika
tersebut.
Di dalam tes multivariat, usia menunjukkan korelasi yang signifikan diantara
ketiga perspektif etika, dengan rincin sebagai berikut:
Egoisme - F2,74 = 5,876, p < 0,000
Keadilan - F2,74 = 13,410, p < 0,003
Utilitarianisme - F2,74 = 13,391, p < 0.005
Situasi - F6,292 = 10,353, p < 0,000; hal ini menunjukkan adanya respon secara
signifikan dengan skenario yang telah ditentukan sebelumnya
Namun, variabel jenis kelamin dan jenis kelamin x usia tidak menunjukkan hasil
yang signifikan.
Univariat ANCOVA ditunjukkan di dalam Tabel 7. Berdasarkan hasil perhitungan,
terdapat korelasi antara pengaruh usia yang signifikan dengan masing-masing tiga
13 | P a g e
penilaian etika yang telah memberikan dukungan untuk Hipotesis 1, Hipotesis 2, dan
Hipotesis 3.
Tabel 6. Korelasi
Variabel 1 2
1. Penilaian menggunakan
kriteria egoisme
2. Penilaian menggunakan
kriteria utilitarian 0,616**
3. Penilaian menggunakan
kriteria keadilan 0,843** 0,621**
= p < 0,05; ** = p < 0,01
Tabel 7 : Univariat Ancova untuk Penilaian Etika
Sumber DF Jumlah
Kuadrat
Rata2
Kuadrat Nilai F Nilai P
Penilaian menggunakan Kriteria Egoisme
Model Keseluruhan 7 180,571 25,796 19,688 0,000
Kesalahan 254 332,803 1,310
Jumlah yang benar 261 513,374
Usia 2 20,140 10,070 7,685 0,001
Jenis Kelamin 1 0,817 0,817 0,624 0,430
Usia * Jenis Kelamin 2 3,720 1,860 1,420 0,244
Situasi 2 159,810 79.905 60,985 0,000
Penilaian menggunakan Kriteria Utilitarian
Model Keseluruhan 7 55,912 7,987 5,357 0,000
Kesalahan 256 381,718 1,491
Jumlah yang benar 263 437,63
Usia 2 27,020 13,510 9,060 0,000
Jenis Kelamin 1 0,431 0,431 0,289 0,591
Usia * Jenis Kelamin 2 1,513 0,757 0,507 0,603
Situasi 2 26,553 13,277 8,904 0,000
Penilaian menggunakan Kriteria Keadilan
Model Keseluruhan 7 61,236 8,748 5,115 0,000
Kesalahan 263 449,825 1,710
Jumlah yang benar 270 511,061
Usia 2 26,450 13,225 7,732 0,001
Jenis Kelamin 1 0,024 0,024 0,014 0,906
Usia * Jenis Kelamin 2 1,762 0,881 0,515 0,598
14 | P a g e
Situasi 2 32,466 16,233 9,491 0,000
Tabel 8 : Penilaian Etika berdasarkan Skenario, Usia, dan Perspektif Etika
Perspektif Etika
Usia
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
40 tahun ke atas
Selisih Kelompok Usia Tertua -
Termuda TOKO MOBIL
Egoisme 5,36 6,05 6,23 0,87
Utilitarianisme 5,22 5,29 5,78 0,56
Keadilan 5,25 5,70 6,45 1,20
TOKO SAYURAN
Egoisme 5,42 5,88 6,51 1,09
Utilitarianisme 4,30 5,30 5,82 1,52
Keadilan 5,62 5,86 6,38 0,76
PENJUAL
Egoisme 4,03 4,25 4,70 0,67
Utilitarianisme 3,78 4,71 5,07 1,29
Keadilan 4,25 5,21 5,50 1,25
SELURUH SKENARIO
Egoisme 4,94 5,39 5,81 0,87
Utilitarianisme 4,43 5,10 5,56 1,13
Keadilan 5,04 5,59 6,11 1,07
Tanggapan dibuat dengan menggunakan 7 poin skala Likert dengan menunjukkan
skala 1 = etis sedangkan skala 7 = tidak etis.
Tabel 8 memperlihatkan ringkasan dari penilaian etika yang berdasarkan situasi,
usia, dan perspektif etika dimana menunjukkan terdapat perubahan dalam penilaian
etika dengan bertambahnya usia seseorang.
V. PENUTUP
A. Simpulan
Studi ini meneliti hubungan antara usia dan etika bisnis di Jepang. Peneliti
meneliti usia dan hubungannya dengan penilaian etika yang dibuat oleh orang-orang
bisnis di Jepang dengan menggunakan variabel egoisme, utilitarian (manfaat), dan
kriteria keadilan sekaligus untuk mengontrol variabel jenis kelamin dan pengaruh
situasi.
15 | P a g e
Peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara perspektif etika dan
usia karena penilaian etika individu tergantung pada tahap perkembangan moral
mereka. Sebagai hipotesis, peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara
usia dan penilaian etika. Untuk ketiga perspektif etika tersebut, ditemukan
kesimpulan bahwa responden yang memiliki usia lebih tua berada memiliki sikap
yang lebih etis dibandingkan dengan responden yang berusia lebih muda. Hasil
penelitian ini konsisten dengan tipologi Kohlberg yang menunjukkan bahwa orang
yang lebih tua berada pada tahap perkembangan moral yang lebih maju
dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda.
Berdasarkan seluruh skenario penelitian diperoleh hasil bahwa perbandingan
selisih mean antara responden tertua dan termuda untuk kriteria keadilan dan kriteria
egoisme menunjukkan perbedaan yang jauh lebih besar, yaitu 1,07 untuk kriteria
keadilan dan 0,87 untuk kriteria egoisme. Hal ini masuk akal karena perspektif
keadilan adalah variabel pandangan etika yang paling "abstrak" di dalam penelitian
ini dan mewakili tingkat perkembangan etika yang paling maju (fase pasca-
konvensional).
Untuk variabel egoisme, kelompok usia muda memiliki rata-rata 4,94,
sedangkan kelompok usia tua memiliki rata-rata 5,81. Hal ini menunjukkan
responden yang lebih muda dapat lebih mudah menerima aksi untuk
mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan pembuat keputusan hanya dari
responden yang lebih tua. Namun, responden yang berusia lebih tua tidak merasa
bahwa tindakan itu dibenarkan hanya karena manfaat dari pengambil keputusan. Hal
ini jelas konsisten dengan gagasan bahwa responden yang lebih muda cenderung
pada tahap-tahap awal di dalam perkembangan moral.
Perbedaan di dalam penilaian etika di seluruh kelompok usia muncul juga di
dalam variabel situasi. Skenario dibuktikan dengan derajat yang berbeda dari
skenario toko kelontong yang dinilai "paling keji" oleh responden sedangkan skenario
salesman dianggap sebagai serangan "intensitas moral".
Menariknya, perbedaan terbesar terdapat di dalam penilaian kelompok yang
berusia lebih tua dibandingkan dengan responden yang lebih muda. Hal ini terdapat
di dalam skenario toko kelontong untuk variabel utilitarian. Hasil serupa ditemukan
untuk skenario salesman dan variabel utilitarian, selisih untuk responden yang
berusia lebih tua dibandingkan dengan yang muda sebesar 1,29. Sedangkan, untuk
variabel utilitarian terdapat perbedaan sebesar 1,13 diantara responden yang berusia
lebih tua dibandingkan dengan yang lebih muda. Hasil ini mendukung adanya
perbedaan nilai-nilai yang terkait dengan kolektivisme.
16 | P a g e
Dalam skenario otomobil, perbedaan penilaian antara kelompok termuda dan
tua tidak begitu besar seperti dalam skenario lain kecuali untuk perspektif keadilan
(perbedaan hanya sebesar 1,20). Di dalam skenario ini, "apa yang benar dan apa
yang salah" terlihat lebih abstrak.
Perspektif etika yang berbeda digunakan oleh responden di seluruh skenario
dapat menunjukkan "volatilitas panggung" seperti yang telah disebutkan oleh Snell
(1996) dan Davison dkk (2009). Volatilitas ini dibuktikan dengan pertimbangan
simultan faktor yang berkaitan dengan tahap penalaran etika. Snell dkk. (1997)
mengatakan bahwa "pengalaman moral menjadi semakin kompleks dan beragam,
dan berpotensi lebih mudah menguap, seperti halnya untuk meningkatkan kapasitas
penalaran etika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa keputusan yang paling ketat
untuk perilaku etika dari ketiga kelompok umur muncul dengan menggunakan
variabel egoisme. Mengingat bahwa ukuran untuk penilaian etika berdasarkan
perspektif egoisme termasuk kriteria seperti mempromosikan diri, kepentingan diri
sendiri, dan lain-lain. Aspek individualis dari perspektif ini serta penekanannya pada
diri dan kepentingan pribadi lebih kuat beresonansi dengan responden Jepang.
Literatur yang mendukung pertumbuhan individualisme di Jepang (misalnya
penelitian yang dilakukan oleh Kambayashi & Scarborough, 2001; Matsumoto, 2002;.
Matsumoto, dkk., 1996), yaitu terdapat fenomena yang menyebabkan beberapa
kekhawatiran di antara penduduknya yang sebelumnya lebih kolektivis (Hofstede,
2001). Kelompok usia muda telah tumbuh di era kekayaan dan kemakmuran relatif,
waktu di mana individualisme telah tumbuh dan kepedulian terhadap kelompok telah
berkurang. Akibatnya, usia yang berbeda dapat menanggapi "kepuasan pribadi" dan
"mengarah ke kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar" sangat berbeda.
Hasil penelitian ini tidak mengungkapkan perbedaan jenis kelamin di dalam
penilaian etika. Hasil ini mengejutkan mengingat reputasi Jepang sebagai "salah
satu masyarakat yang memiliki gender bertingkat" di dunia (Verba et al., 1978). Hasil
ini menguatkan kurangnya temuan gender yang muncul di Davison, dkk (2009)
tentang studi profesional teknologi informasi Jepang. Kurangnya pengaruh di dalam
penilaian etika berdasarkan gender mungkin karena kesamaan yang kuat di antara
wanita dan pria di dalam kedua sampel. Gerakan perempuan ke dalam posisi
profesional di Jepang relatif baru dan telah lambat. Wanita tradisonal Jepang juga
telah bertanggung jawab untuk rumah tangga dan keluarga mereka. Akibatnya, karir
mereka cenderung berada di posisi yang rendah ditambah pula pengaruh adanya
ketika terjadi pernikahan atau adanya anak-anak mereka.
17 | P a g e
Penelitian ini juga tidak menemukan adanya hasil interaksi antara usia x jenis
kelamin yang signifikan. Menurut hasil ANCOVA, baik laki-laki dan perempuan muda
ataupun pria yang dan wanita lebih tua secara signifikan berbeda di dalam menilai
suatu tindakan yang diambil. Hasil ini berbeda dari penelitian yang ditemukan
sebelumnya di mana penilaian jenis kelamin ditentukan pula dengan usia
(misalnyapenelitian yang dilakukan oleh Aldrich & Kage, 2003). Hal ini dimungkinkan
terdapat kesamaan nilai antara pria dan wanita dalam sampel yang telah
berkontribusi terhadap hasil penelitian ini.
Secara umum, telah ditemukan bahwa etika perilaku akan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia (misalnya penelitian yang dilakukan oleh Borkowski &
Ugras, 1998; Conroy dkk, 2009; Peterson dkk, 2001). Meskipun banyak penelitian
telah dilakukan dengan sampel Amerika Utara, hasil serupa telah diperoleh untuk
negara lain (misalnya penelitian yang dilakukan oleh Chan dkk, 2002;. Sudani dkk,
2009;. Wimalasiri, 2001).
B. Keterbatasan Penelitian dan Implikasi untuk Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini harus diinterpretasikan dengan mempertimbangkan
perhatian-perhatian berikut.
Pertama, responden adalah lulusan siswa bisnis yang akan menyelesaikan
studi di bidang akuntansi. Kelompok khusus ini mungkin tidak mewakili populasi
secara keseluruhan sehingga membatasi kemampuan peneliti ini untuk
menggeneralisasi hasil penelitian kami.
Kedua, variabilitas usia sampel terbatas sehingga terdapat perbandingan
dengan kelompok usia yang lebih spekulatif.
Ketiga, penelitian ini akan lebih baik jika sampel yang digunakan jumlahnya
lebih besar untuk setiap kelompok usia untuk memungkinkan analisis statistik
tambahan.
Penelitian sebelumnya dan penelitian ini memberikan dukungan untuk
penerapan model Kohlberg untuk orang-orang bisnis Jepang. Hasil penelitian ini
memiliki implikasi penting yang meliputi perspektif teoritis, model, serta penelitian
tentang penilaian etika dimana harus menyertakan usia.
Model perkembangan moral kognitif Kohlberg menyediakan landasan teoritis
yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan usia dan etika serta dapat
berlaku untuk perspektif budaya.
Untuk penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi masalah ini untuk
menentukan apakah pencapaian 6 (enam) penalaran model Kohlberg ini murni dapat
digunakan oleh sebuah penelitian ataukah penalaran etika adalah proses
18 | P a g e
multidimensi yang memerlukan pertimbangan lebih lanjut tentang tahap Kohlberg
dan perkembangannya.
Implikasi praktis terhadap penelitian ini berhubungan dengan pemahaman
bahwa dalam transaksi bisnis dengan pengusaha Jepang, penilaian etika akan
berbeda berdasarkan usia. Pengusaha yang berusia lebih tua akan melakukan
penilaian etika lebih ketat dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang berusia
lebih muda. Hal ini dapat menyebabkan tantangan dalam perusahaan Jepang
sebagai pengambilan keputusan berdasarkan kelompok dan konsensus. Selisih nilai
dan etika antara karyawan muda dan tua dapat mempersulit untuk mencapai
keputusan bersama.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Albaum, G. and Peterson, R.A. (2006). Ethical attitudes of future business leaders: do
they vary by gender and religiosity? Business and Society, 45(3), 300-21.
Aldrich, D. and Kage, R. (2003). Mars and Venus at Twilight: A Critical Investigation of
Moralism, Age Effects, and Sex Differences. Political Psychology, 24(1), 23-40.
Alexander, C. and Becker, M. (1978). The use of vignettes in survey research. Public
Opinion Quarterly, 42:1, 93–104.
Arlow, P. (1991). Personal Characteristics in College Students’ Evaluations of Business
Ethics and Corporate Social Responsibility. Journal of Business Ethics, 10, 63-
69.
Bainbridge, William S. (2009). Demographic collapse. Futures
doi:10.1016/j.fugures.2009.07.005. Retrieved online 9/5/09.
Barnett, J.H. and Karson, M.J. (1989). Managers, Values and Executive Decisions: An
Exploration of the Role of Gender, Career Stage, Organizational Level, Function,
and the Importance of Ethics, Relationships, and
Results in Managerial Decision-Making. Journal of Business Ethics, 8(10), 747-71.
Beekun, R.I, Stedham, Y., Yamamura, J, and Barghouti, J.A. (2003a). Comparing
Business Ethics in Russia and the U.S. International Journal of Human Resource
Management, 14, 8 (December), 1333-1349.
Beekun, R., Stedham, Y., and Yamamura, J. (2003b). Business Ethics in Brazil and the
U.S.: Egoism and Utilitarianism. Journal of Business Ethics 42, 3, 267-279.
Borkowski, S.C. and Ugras, Y. (1998). Business students and ethics: a meta-analysis.
Journal of Business Ethics 17(11), 1117-27.
Chan, R.Y.K., Cheng. L.T.W., and Szeto, R.W.F. (2002). The dynamics of guanxi and
ethics for Chinese executives. Journal of Business Ethics 41(4), 327-36.
19 | P a g e
Cohen, J.R., Pant, L.W., and Sharp, D.J. (1996). A methodological note on cross-
cultural accounting ethics research. International Journal of Accounting 31: 55-
66.
Conroy, S.J., Emerson, T.L.N., and Pons, F. (2009). Ethical Attitudes of Accounting
Practitioners: Are Rank and Ethical Attitudes Related? Journal of Business
Ethics DOI 10.1007/s10551-009-0076-2.
Davison, R.M., Martinsons, M.G., Ou, C.X.J., Murata, K., Drummond, D., Li, Y., and Lo,
H.W.H. (2009). The Ethics of IT Professionals in Japan and China. Journal of
the Association for Information Systems 10(11), 834-859.
Dawson, L.M. (1997). Ethical Differences between Men and Women in the Sales
Profession. Journal of Business Ethics 16, 1143-1152.
Dubinsky, A.J. and Rudelius, W. (1980). Ethical beliefs: how students compare with
industrial salespeople, in Proceedings of the American Marketing Association
Educators Conference, Chicago, pp. 73-76 (Chicago: American Marketing
Association).
Dupont, A.M. and Craig, J.S. (1996). Does management experience change the ethical
perceptions of retail professionals: a comparison of the ethical perceptions of
current students with those of recent graduates?
Journal of Business Ethics 15, pp. 815-826.
Erffmeyer, R.C., Keillor, B.D., and LeClair, D.T. (1999). An Empirical Investigation of
Japanese Consumer Ethics.
Journal of Business Ethics 18(1), 35-50.
Ferrell, O.C., Fraedrich, J., and Ferrell, L. (2002). Business Ethics. Boston, MA:
Houghton Mifflin.
Fishman, T. (2010). As Populations Age, a Chance for Younger Nations. New York
Times, Oct. 14, 2010.
Accessed 11/26/10.
http://www.nytimes.com/2010/10/17/magazine/17Aging-t.html?pagewanted=all
Glosserman, B. and Tsunoda, T. (2009). Gray Menace. Foreign Policy July 24, 2009.
Retrieved online 9/5/09 at:
http://www.foreignpolicy.com/articles/2009/07/24/japans_coming_crisis_of_age.
Glover, S.H., Bumpus, M.A., Sharp, G.F., and Munchus, G.A. (2002). Gender
differences in ethical decision making. Women in Management Review 17(5/6),
217-27.
Harris, J.R. and Sutton, C.D. (1995). Unraveling the decision-making process: clues
from an empirical study comparing Fortune 1000 executives and MBA students.
Journal of Business Ethics 14: 805-817.
20 | P a g e
Henry, S.E. (2001). What Happens When We Use Kohlberg? His Troubling
Functionalism and the Potential of Pragmatism in Moral Education. Educational
Theory 51(3): 259-276.
Hofstede, G. (2001). Culture’s Consequences: Comparing Values, Behaviors,
Institutions, and Organizations
Across Nations. Thousand Oaks, California: Sage.
Inoguchi, T. (2009). Demographic change and Asian Dynamics: Social and Political
Implications. Asian Economic
Policy Review 4: 142-157.
Jaimovich, N. and Siu, H.E. (2009). The Young, the Old, and the Restless:
Demographics and Business Cycle Volatility. American Economic Review 99(3):
804-826.
Kambayashi, N. and Scarborough, H. (2001). Cultural Influences on IT Use Amongst
Factory Managers: A UK-Japanese Comparison. Journal of Information
Technology 16(4), 221-236.
Kohlberg, L. (1969). State and Sequence: The Cognitive Developmental Approach to
Socialization in D.A. Goslin (ed.), Handbook of Socialization Theory and
Research. Chicago, Illinois: Rand McNally.
Kohlberg, L. (1971). From Is to Ought: How to Commit the Naturalistic Fallacy and Get
Away with It in the Study of Moral Development. New York: Academic Press.
Kohlberg, L. (1984). Essays on Moral Development: Vol. II. The Psychology of Moral
Development. San Francisco, California: Harper and Row.
Loo, R. (2003). Are Women More Ethical Than Men? Findings from Three Independent
Studies. Women in Management Review 18, 169-181.
Lysonski, S. and Gaidis, W. (1991). A cross-cultural comparison of the ethics of
business students. Journal of Business Ethics 10(2): 141-150.
Matsumoto, D. (2002). The New Japan: Debunking Seven Cultural Stereotypes.
Yarmouth, Maine: Intercultural Press Inc.
Matsumoto, D., Kudoh, T., and Takeuchi, S. (1996). Changing Patterns of Individualism
and Collectivism in the United States and Japan. Culture & Psychology 2, 77-
107.
McGee, R.M., (2007). Ethics and Tax Evasion: Empirical Studies of Korea, Japan and
China. Andreas School of Business Working Paper, Barry University, Miami
Shores, Florida.
Miesling, P. and Preble, J.F. (1985). A Comparison of Five Business Philosophies.
Journal of Business Ethics 4, 465-476.
21 | P a g e
Mudrack P. (1989). Age-related Differences in a Machiavellian Adult Sample.
Psychology Report 64(2), 1947-1950.
Nunnally, J.C. (1967). Psychometric Theory. New York: McGraw-Hill.
Peterson, D., Rhoads, A., and Vaught, B.C. (2001). Ethical Beliefs of Business
Professionals: A Study of Gender, Age, and External Factors. Journal of
Business Ethics 31, 225-232.
Reidenbach, R.E. and Robin, D.P. (1988). Some Initial Steps towards Improving the
Measurement of Ethical Evaluations of Marketing Activities. Journal of Business
Ethics 7, 871-879.
Reidenbach, R.E. and Robin, D.P. (1990). Toward the Development of A
Multidimensional Scale for Improving Evaluations of Business Ethics. Journal of
Business Ethics 9, 639-653.
Roxas, M.L. and Stoneback, J.Y. (2004). The importance of gender across cultures in
ethical decision-making.
Journal of Business Ethics 50(2), 149-65.
Shaw, W.H. (1999). Business Ethics. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Sidani, Y., Zbib, I., Rawwas, M., and Moussawer, T. (2009). Gender, age, and ethical
sensitivity: the case of Lebanese workers. Gender in Management: An
International Journal 24(3), 211-227.
Simpson, E.L. (1994). Moral Development: The great justice debate. In B. Puka (ed.)
“Moral development: A compendium.” New York, NY: Garland Press.
Snarey, J.R. (1985). Cross-cultural universality of social-moral development: A critical
review of Kohlbergian research. Psychological Bulletin Vol. 97, No.2, 202-232
Snell, R.S. (1996). Complementing Kohlberg: Mapping the Ethical Reasoning Used by
Managers for Their Own Dilemma Cases. Human Relations 49: 23-49.
Snell, R.S., Taylor, K.F., and Chak, A.M.K. ( 1997). Ethical Dilemmas and Ethical
Reasoning: A Study in Hong Kong. Human Resource Management Journal 7(3):
19-30.
Statistics Bureau Japan. (2010). Statistical Handbook of Japan 2010. Retrieved
11/28/10 from http://www.stat.go.jp/english/data/nenkan/index.htm.
Stedham, Y., Beekun, R.I., and Yamamura, J. (2006). Gender Differences in Business
Ethics: Justice and
Relativism. Business Ethics: A European Review Vol. 16, No. 2, 163-174.
Sudani, Y., Zbib, I., Wawwas, M., and Moussawer, T. (2009). Gender, age, and ethical
sensitivity: the case of Lebanese workers. Gender in Management: An
International Journal 24(3), 211-227.
22 | P a g e
Verba, S., Nie, H.N., and Kim, J. (1978). Participation and Political Equality: A Seven-
nation Comparison.
Cambridge, U.K.: Cambridge University Press.
Volkema, R.J. (2004). Demographic, cultural, and economic predictors of perceived
ethicality of negotiation behavior: A nine-country analysis. Journal of Business
Research 57, 69-78.
Wimalasiri, J.S. (2001). Moral reasoning capacity of management students and
practitioners: an empirical study in Australia. Journal of Managerial Psychology
16 (7/8), 614-34.
Wood, J., Longenecker, J. McKinney, J. and Moore, C. (1988). Ethical Attitudes of
Students and Business Professionals: A Study of Moral Reasoning. Journal of
Business Ethics 7, 249-257.