Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

23
TUGAS BUSINESS ETHIC AND CORPORATE GOVERNANCE Resume Jurnal ETIKA BISNIS DI JEPANG: Melihat Lebih Dekat Peranan Usia Jeanne H. Yamamura, Universitas Nevada Reno Yvonne Stedham, Universitas Nevada Reno Dosen : Rina Astini, S.E., M.M. Oleh: Dwi Indah Retnoningtyas NIM : 551111 20329 PKK Angkatan XX Kelas Minggu Menteng PASCASARJANA MANAJEMEN MERCU BUANA

Transcript of Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

Page 1: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

TUGAS

BUSINESS ETHIC AND CORPORATE GOVERNANCE

Resume Jurnal

ETIKA BISNIS DI JEPANG: Melihat Lebih Dekat Peranan Usia

Jeanne H. Yamamura, Universitas Nevada Reno

Yvonne Stedham, Universitas Nevada Reno

Dosen : Rina Astini, S.E., M.M.

Oleh:

Dwi Indah Retnoningtyas

NIM : 551111 20329

PKK Angkatan XX Kelas Minggu Menteng

PASCASARJANA MANAJEMEN MERCU BUANA

Page 2: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

1 | P a g e

I. PENDAHULUAN

Jurnal ini memfokuskan penelitian mengenai pengaruh usia dan etika bisnis di

Jepang. Penelitian ini menelaah penilaian etika oleh pria dan wanita Jepang dalam

situasi bisnis dengan menggunakan dasar keadilan, manfaat, dan kriteria egoisme

dengan tujuan mengontrol pengaruh jenis kelamin serta pengaruh interaksi dan usia

jenis kelamin. Hal ini dikarenakan penilaian etika individu bergantung pada tahap

perkembangan moral dan usia.

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini memfokuskan pada hubungan antara usia dan penilaian etika

dalam situasi bisnis di Jepang dengan beberapa perspektif etika, yaitu keadilan,

utilitarian (manfaat), dan kriteria egoisme; digunakan untuk mengeksplorasi

hubungan tersebut.

1. Usia dan Penilaian Etis

Usia telah lama dikenal sebagai faktor penting dalam literatur etika

dengan hasil kesimpulan bahwa usia mempengaruhi etika dari seseorang.

Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang lebih tua

memiliki sikap yang lebih etis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan usia ini terkait

dengan penilaian etika yang lebih konservatif dan kaku serta pendapat yang lebih

tidak fleksibel mengenai hal-hal yang mana saja yang merupakan perilaku etis

(misalnya, Arlow, 1991; Barnett & Karson, 1989).

Peterson, dkk. (2001) menemukan hasil penelitian bahwa profesional

bisnis yang berusia muda menampilkan standar etika yang lebih rendah yang

dipengaruhi oleh faktor eksternal dalam membuat penilaian etika. Sedangkan,

Conroy, dkk. (2009) menemukan hasil penelitian bahwa profesional bisnis yang

memiliki usia lebih tua kurang menilai secara etika suatu pertanyaan sebagai

perilaku yang dapat diterima.

Dalam penelitian yang melibatkan peserta non-Amerika Utara, usia juga

dikaitkan dengan peningkatan etika. Misalnya, Chan, dkk. (2002) mengatakan

bahwa eksekutif Cina yang berusia lebih muda lebih mungkin untuk terlibat

dalam kegiatan yang tidak etis dibandingkan dengan eksekutif yang memiliki usia

lebih tua. Wimalasiri (2001) juga mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia

diantara peserta Australia mengakibatkan kemampuan yang kuat untuk

penalaran moral. Sedangkan, Sidani, dkk. (2009) menyimpulkan bahwa usia

memberikan penjelasan yang lebih baik dari sensitivitas etika antara pekerja

Lebanon dari jenis kelaminnya. Volkema (2004) menemukan standar etika yang

Page 3: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

2 | P a g e

meningkat seiring dengan bertambahnya usia dalam studi sembilan negara.

Studi yang berfokus pada konsumen muda Jepang menemukan hasil bahwa

mereka kurang etis dibandingkan dengan konsumen yang lebih tua,

pertentangan terhadap penggelapan pajak juga meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, dan juga hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

responden yang memiliki usia lebih tua bersikap lebih etis daripada responden

yang lebih muda. Penilaian moral pria dan wanita juga dipengaruhi oleh faktor

usia (Aldrich & Kage, 2003; Erffmeyer, dkk., 1999;. McGee, 2007).

2. Tahapan Perkembangan Moral: Model Kohlberg

Meskipun pekerjaan yang berdasarkan atas pengalaman jelas

mendukung peranan usia dalam penilaian etika, beberapa studi mendasari

pemikiran untuk hubungan tersebut. Mengapa dan bagaimana usia dapat

berkaitan dengan penilaian etika? Hal tersebut telah dikemukakan bahwa

hubungan yang “hilang” tersebut mungkin dapat ditemukan dengan cara

memahami bagaimana seseorang belajar untuk membuat penilaian moral.

Misalnya, Ferrel, dkk. (2002, hal. 106), mengatakan bahwa “proses kognitif

moral adalah unsur penting dalam pengambilan keputusan etis”. Sebuah model

perkembangan moral juga dikemukakan oleh Kohlberg (1969, 1984).

Dengan meningkatnya usia dan pengalaman hidup, seseorang akan

menjadi lebih sadar akan konsekuensi negatif dari tindakan yang tidak beretika

(Miesling & Preble, 1985;. Wood, dkk., 1988). Peningkatan usia dan pengalaman

hidup juga telah meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi

terhadap apa yang dianggap "benar" dan "salah" di dalam budaya mereka

melalui pengetahuan yang lebih lama dan berkelanjutan (Mudrack, 1989).

Kohlberg (1971) mengusulkan bahwa modelnya dapat universal dan tidak

terikat oleh keadaan budaya atau sosial. Pernyataan dan model itu sendiri telah

menerima banyak kritik selama bertahun-tahun (Snarey, 1985; Simpson, 1994).

Kritik tersebut juga sudah membahas mengenai orientasi eksklusif Barat,

terdapat bias gender karena penggunaan data dari laki-laki muda saja, dan

anggapan bahwa hanya ada satu bentuk kematangan etis, yaitu pada tahap ke-

6. Meskipun kontroversi, enam tahap dalam model telah diterima secara umum

sebagai dasar dari bagaimana manusia membuat penilaian etis yang dapat

digunakan dalam penelitian nilai etika (Henry, 2001). Selain itu, studi terbaru

menunjukkan bahwa model Kohlberg telah berhasil diterapkan untuk orang-orang

profesional di Jepang (Davison dkk, 2009).

Page 4: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

3 | P a g e

3. Perspektif Etika dan Pengembangan Moral: Sebuah Mata Rantai yang

Hilang

Sejak zaman sejarah kuno, banyak perhatian yang telah memfokuskan

pada pemahaman "etika" dan bagaimana manusia harus membuat penilaian

etika. Sementara pendekatan prinsip-prinsip etika dan penilaian dapat

menggunakan beberapa teori normatif, tiga kepentingan tertentu dalam suatu

pemeriksaan hubungan diantaranya adalah umur, perkembangan moral, dan

pengambilan keputusan etis: egoisme, utilitarianisme, dan keadilan.

Egoisme dan utilitarianisme adalah teori konsekuensialis yang

menggabungkan nilai-nilai terkait dengan seseorang berdasarkan fokus

masyarakat. Egoisme terlihat pada individu dan kepentingan pribadi (Shaw,

1999).

Dalam pengembangan pemahaman moral, tahap awal perkembangan

moral Kohlberg menunjukkan bahwa kriteria untuk penilaian moral berada pada

titik pusat individu yang berasal dari tindakan tertentu, namun konsekuensi

kekurangan pertimbangan dari keputusan ditujukan untuk orang lain. Oleh

karena itu, perspektif egoisme untuk penilaian etika menangkap aspek

pengembangan moral pra-konvensional (tahap 1 dan 2).

Sebaliknya, fokus utama dari utilitarianisme adalah pertimbangan

kemungkinan konsekuensi tindakan alternatif untuk semua pihak. Khususnya,

ketika menilai dilema etika seharusnya juga mempertimbangkan prinsip

utilitarian, sehingga hal ini dapat mempermudah pembuat keputusan untuk

menentukan sampai sejauh mana keputusan menghasilkan utilitas paling besar

untuk sebagian besar orang. Hal ini juga akan bertujuan untuk memaksimalkan

manfaat dan meminimalkan kerugian, serta mengarah kepada kebaikan terbesar

untuk jumlah orang terbanyak pula. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip

utilitarian, suatu tindakan dianggap etis jika dilihat sebagai penciptaan manfaat

bagi sebagian besar orang. Perspektif utilitarianisme tampaknya terkait dengan

tahapan 3, dan 4 tahap konvensional model Kohlberg, dimana penilaian moral

individu mulai dipengaruhi oleh kesadaran sosial.

Perspektif keadilan membahas mengenai perlakuan yang adil bagi

seorang individu yang sesuai dengan standar etika atau hukum. Hal ini muncul

dari standar kebenaran yang diterapkan pada tingkat individu untuk mengatasi

sesuatu hal yang berdasarkan hak-hak individu dan kinerja (Ferrell, dkk., 2002).

Aspek keadilan ini berhubungan dengan pengaruh usia karena memungkinkan

perbandingan gagasan keadilan yang lebih abstrak di seluruh kelompok usia

mengingat bahwa sudut pandang mengenai etika mungkin menjadi tidak toleran

Page 5: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

4 | P a g e

dengan usia. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup yang semakin

banyak, seseorang bisa menjadi lebih percaya diri dan yakin tentang apa yang

mereka yakini "benar" dan apa yang "salah", "adil" dan "tidak adil”. Pada tahap 5

dan 6 dari model Kohlberg termasuk ke dalam fase pasca-konvensional. Pada

tahap tersebut menjelaskan bahwa individu telah dipandu oleh prinsip-prinsip

abstrak bukan karena menghindari konsekuensi negatif atau persepsi tugas

kepada orang lain atau masyarakat.

Model perkembangan moral Kohlberg menunjukkan adanya hubungan

antara usia dan penilaian etika. Mengapa orang-orang yang berusia lebih muda

membuat penilaian etika yang berbeda dari orang-orang yang memiliki usia lebih

tua? Hal ini dikarenakan orang-orang yang berusia lebih muda pada tahap

perkembangan moralnya kurang maju. Oleh karena itu, mereka cenderung

menggunakan perspektif etika yang berbeda untuk membuat penilaian etika dari

orang-orang yang memiliki usia lebih tua.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan antara usia dan penilaian etika dalam situasi bisnis

di Jepang dilihat dari beberapa perspektif etika (keadilan, utilitarianisme (manfaat),

dan egoisme) yang berdasarkan model Kohlberg?

C. Hipotesis Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang

hubungan antara usia dan penilaian etika. Di dalam penelitian ini akan menunjukkan

bahwa tahap perkembangan moral Kohlberg bermanfaat dalam memberikan

pengetahuan mengenai antara usia dan penilaian etika yang "hilang". Gambar 1 di

bawah ini merupakan dugaan sementara mengenai hubungan antara usia dan

penilaian etika.

Gambar 1. Dugaan Sementara Hubungan antara Usia dan Penilaian Etika

Usia Fase

Perkembangan Moral

Penilaian Etika

Page 6: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

5 | P a g e

Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang pasti mencapai tingkat

perkembangan moral yang lebih tinggi. Berdasarkan model perkembangan moral

Kohlberg, tahap awal perkembangan moral berhubungan dengan fokus utama pada

diri sendiri, sedangkan tahap akhir dari perkembangan moral berisi pertimbangan

dari faktor yang lebih kompleks. Dengan demikian, ketika melakukan penilaian etika,

orang-orang yang berusia lebih muda akan merasa lebih peduli dengan konsekuensi

dari keputusan yang mereka putuskan sendiri dan kurang peduli dengan

konsekuensi yang akan berdampak pada masyarakat yang lebih besar dibandingkan

dengan orang-orang yang memiliki usia lebih tua. Selain itu, orang-orang yang

berusia lebih kurang menyadari untuk menerapkan prinsip-prinsip etika abstrak,

sebagai contoh mengenai aspek keadilan dibandingkan dengan orang-orang yang

memiliki usia lebih tua.

Dengan demikian, hasil penelitian mengenai etika bisnis, usia, dan

perkembangan moral yang sebelumnya memiliki kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat hubungan yang positif antara etika dan usia.

b. Hubungan ini telah terbukti ada di berbagai negara termasuk Jepang.

c. Model perkembangan moral kognitif Kohlberg menyediakan dukungan teoritis

terhadap hubungan usia dan etika.

d. Individu yang lebih muda cenderung berada dalam tahap pra-konvensional dan

konvensional dari model perkembangan moral kognitif Kohlberg. Perspektif

utilitarian dan egoisme di dalam etika berkaitan dengan usia melalui dua tahap.

e. Individu yang lebih tua akan memiliki sikap lebih sadar dan lebih pasti mengenai

standar etika dan norma-norma. Oleh karena itu, pada usia ini berkaitan dengan

penilaian etika melalui perspektif keadilan etika.

Selain itu, penelitian sebelumnya pada etika bisnis berbasis gender

ditemukan perbedaan (Albaum & Peterson, 2006; Dawson, 1997; Glover, dkk.,

2002;. Loo 2003; Peterson, dkk., 2001;. Roxas & Stoneback, 2004; Stedham, dkk.,

2006) serta efek situasional pada penilaian etika (Beekun, dkk., 2003a, 2003b;

Cohen, dkk., 1996;. Reidenbach & Robin, 1988). Akibatnya, baik gender dan situasi

juga harus dimasukkan dalam model penelitian ini agar dapat mengetahui hubungan

penilaian etika dengan usia secara maksimal.

Berdasarkan hubungan teoritis mengenai usia, perkembangan moral, dan

perspektif etika serta hasil penelitian sebelumnya pada penilaian etika, peneliti

mengusulkan model berikut ini:

Penilaian Etika = f (Umur, Jenis Kelamin, Usia x Jenis, Situasi)

Page 7: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

6 | P a g e

Secara keseluruhan, peneliti berharap bahwa perbedaan usia akan tercermin

di dalam perbedaan seseorang untuk melakukan penilaian etika berdasarkan kriteria

egoisme, utilitarian, dan keadilan. Hal ini dikarenakan usia berkaitan dengan

perkembangan moral, sedangkan tahap-tahap perkembangan moral terkait pula

dengan perspektif etika.

Berikut adalah hipotesis penelitian ini:

H1 : Ketika menggunakan kriteria egoisme untuk menilai etika dari suatu tindakan,

maka penilaian akan berbeda menurut kelompok usia.

H2 : Ketika menggunakan kriteria utilitarian untuk menilai etika dari suatu

tindakan, maka penilaian akan berbeda menurut kelompok usia.

H3 : Ketika menggunakan kriteria keadilan untuk menilai etika dari suatu tindakan,

maka penilaian akan berbeda menurut kelompok usia.

II. LANDASAN TEORI

A. Keadaan Penduduk Jepang

Populasi secara global mengalami kenaikan secara cepat dibandingkan

masa lalu. Pada tahun 2050, negara maju diperkirakan akan memiliki penduduk

yang berusia di atas 60 tahun dua kali lebih banyak dibandingkan penduduk yang

berusia di bawah 15 tahun (Fishman, 2010).

Jepang akan menjadi negara yang memimpin pertumbuhan “beruban” di

dunia. Tahun 2009, total penduduk Jepang hanya berjumlah 127.510.000 jiwa, dan

sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, jumlah penduduk Jepang telah

mengalami penurunan sebanyak 180.000 jiwa. Jika diproyeksikan, maka penduduk

Jepang akan mengalami penyusutan sampai 95 juta jiwa pada tahun 2050.

Tahun 2009, warga negara Jepang yang berusia 65 tahun ke atas terdiri

atas 22,7% dari total populasi. Sedangkan, pada tahun 2050, persentasenya akan

diperkirakan mencapi 39,6% (Biro Statistik Jepang, 2010).

B. Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Dari sudut pandang etika, usia telah lama dianggap sebagai faktor kunci

dalam penilaian etika dan moral. Hal ini didukung oleh teori Kohlberg (1984)

melalui Enam Tahap Penalaran Moral.

Berdasarkan model ini, kemajuan penalaran moral seseorang berkembang

secara enam tahap, dengan kemampuan yang terus meningkat untuk mengatasi

dilema moral pada setiap tahapnya.

Page 8: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

7 | P a g e

Dengan demikian, setiap orang dimungkinkan dapat membuat keputusan

yang berbeda dalam situasi etis yang sama karena mereka memiliki

perkembangan moral kognitif dengan tahap yang berbeda. Tabel 1 di bawah ini

memberikan ringkasan tahapan model Kohlberg.

Tabel 1. Ringkasan Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Tahap Tingkatan

1

Pra-konvensional

Konsekuensi fisik, misalnya hukuman

2 Keuntungan pribadi dan epuasan kebutuhan

sendiri

3

Konvensional

Sesuatu yang menyenangkan atau

membantu orang lain

4 Wewnang dan perlu menjaga ketertiban

sosial

5

Pasca-konvensional

Hukum atau aturan di masyarakat

6 Hati nurani dan prinsip-prinsip etika universal

seperti keadilan dan kesetaraan

Seseorang pasti melalui tahap-tahap tersebut di atas selama hidupnya,

dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa usia berhubungan secara positif

dengan tingkat perkembangan moral. Seseorang pasti melalui tahap-tahap

tersebut di atas selama hidupnya, dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa

usia berhubungan secara positif dengan tingkat perkembangan moral.

Berikut adalah penjelasan teori Kohberg tersebut:

Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg

terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap

diantaranya sebagai berikut :

1. Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.

Penalaran Prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam

teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak

memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan

oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan

dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat

hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.

a. Tahap I : Orientasi hukuman dan ketaatan

Orientasi hukuman dan ketaatan yaitu tahap pertama yang mana pada

tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena

orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

b. Tahap II : Individualisme dan tujuan

Page 9: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

8 | P a g e

Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan

kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang

paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah

apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

2. Tingkat Dua : Penalaran Konvensional

Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi

individual menengah dimana seseorang tersebut menaati stándar-stándar

(Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati stándar-stándar orang lain

(eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.

a. Tahap III : Norma-norma Interpersonal

Norma-norma interpersonal yaitu dimana seseorang menghargai

kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan

pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai

oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.

b. Tingkat IV : Moralitas Sistem Sosial

Moralitas sistem sosial yaitu dimana suatu pertimbangan itu didasarkan

atas pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.

3. Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional yaitu suatu pemikiran tingkat tinggi dimana

moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-

standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,

menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.

a. Tahap V : Hak-hak Masyarakat Versus Hak-hak Individual

Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual yaitu nilai-nilai dan aturan-

aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu

orang ke orang lain.

b. Tahap VI : Prinsip-prinsip Etis Universal

Prinsip-prinsip etis universal yaitu seseorang telah mengembangkan suatu

standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam

artian bila seseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati,

seseorang akan mengikuti suara hati.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Sampel

Page 10: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

9 | P a g e

Sampel kenyamanan terdiri dari 100 mahasiswa bisnis Jepang

menyelesaikan studi pasca-sarjana di bidang akuntansi di Jepang. Data dikumpulkan

dari tahun 2004-an sampai dengan awal tahun 2005.

Berikut adalah rincian sampel di dalam penelitian ini:

Tabel 2. Sampel Penelitian

KATEGORI

UMUR

20 – 29 tahun 12

30 – 39 tahun 67

40 tahun ke atas 21

Jumlah 100

JENIS KELAMIN

Pria 72

Wanita 28

Jumlah 100

B. Ukuran

Tindakan untuk responden diambil dalam tiga tahap yang berkaitan dengan

skenario yang diberikan. Hal ini dilakukan sebagai stimulus kontekstual untuk proses

evaluasi (Alexander & Becker, 1978). Peneliti menggunakan hasil penelitian

Reidenbach dan Robin (1988, 1990) untuk skenario pra-validasi dan kriteria etika

yang menunjukkan reliabilitas yang tinggi dan validitas konstruksi dalam berbagai

penelitian (lihat Tabel 3 dan 4). Hasil tanggapan menggunakan skala Likert yang

terdiri dari 7 poin dan umumnya skala 1 menunjukkan etis, sedangkan skala 7

menunjukkan tidak etis.

Skor Alpha-Cronbach digunakan untuk memverifikasi keandalan instrumen.

Antar item atau poin koefisien alpha digunakan untuk menghitung variabel egoisme,

utilitarian, dan keadilan dimana penilaian ini dilakukan oleh responden Jepang

masing-masing responden diberikan tiga skenario, sehingga totalnya adalah 9.

Reliabilitas alpha berkisar antara 0,89 - 0,70; hal ini menunjukkan konsistensi internal

(Nunnally, 1967). Satu-satunya pengecualian dari 9 perhitungan tersebut adalah

variabel egoisme untuk skenario penjualan yang memperoleh skor Alpha-Cronbach

sebesar 0,36.

Kuesioner ini diselesaikan dalam bahasa Jepang. Kuesioner ini sudah

diterjemahkan kembali dengan revisi dengan maksud untuk menjamin kesetaraan

fungsional.

Page 11: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

10 | P a g e

Tabel 3. Skala Instrumen Etika

Perspektif Etika Poin (7 Poin Skala Likert)

Egoisme Mempromosikan diri / tidak

Mengorbankan diri / tidak

Secara pribadi memuaskan

Utilitarianisme Menghasilkan utilitas terbesar /

menghasilkan utilitasterkecil

Memaksimalkan keuntungan sementara

meminimalkan bahaya /

meminimalkan keuntungan sementara

memaksimalkan bahaya

Menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah

terbesar /

mengarah ke yang baik setidaknya untuk jumlah

terbesar

Keadilan Adil / Tidak adil

Curang / Tidak curang

Keterangan: 1 = Memuaskan diri atau memaksimalkan keuntungan (etis) 7 = Tidak memuaskan diri atau tidak memaksimalkan keuntungan (tidak etis)

Tabel 4 : Skenario/Perlakuan Penelitian

Skenario 1 : Pedagang Eceran – Otomobil

Seseorang membeli mobil baru dari dealer mobil waralaba di daerah setempat.

Delapan bulan setelah mobil dibeli, ia mengalami masalah dengan transmisi mobil

tersebut. Dia mengirimkan mobil kembali ke dealer, dan beberapa perbaikan kecil

dilakukan. Selama beberapa bulan berikutnya ia terus-menerus punya masalah

yang sama dengan transmisi mobil. Setiap dealer melakukan penyesuaian sedikit

pada mobil. Dan ketika bulan ketiga belas setelah mobil telah dibeli orang itu ke

dealer kembali karena transmisi masih belum berfungsi dengan baik. Dan kali ini,

transmisi benar-benar dirombak

Aksi: Garansi mobil tersebut hanya berlaku selama satu tahun (12 bulan dari

tanggal pembelian), dealer memberikan harga penuh untuk penggantian biaya

suku cadang dan tenaga kerja.

Skenario 2 : Lingkungan sekitar Toko

Sebuah ritel kelontong rantai telah beroperasi di beberapa toko di seluruh wilayah

termasuk suatu daerah kampung Yahudi di perkotaan. Sebuah penelitian telah

menunjukkan bahwa harga barang di toko cenderung lebih tinggi dan ada kurang

lengkap dibandingkan produk di lokasi lain.

Aksi: Ketika hari pemeriksaan, pengecer di daerah kota meningkatkan harga pada

Page 12: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

11 | P a g e

semua dagangannya.

Skenario 3 : Salesman

Seorang pemuda baru-baru ini dipekerjakan sebagai seorang salesman untuk toko

ritel daerah lokal. Ia telah bekerja keras untuk memberikan hasil pekerjaan yang

memuaskan untuk atasannya dengan kemampuan penjualannya. Suatu ketika, ia

sangat cemas terhadap pesanannya, sehingga ia menjadi kurang bersemangat.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan pesanan yang memuaskan, ia melebih-

lebihkan nilai dari barang-barang yang dipesan atau menahan informasi yang

relevan tentang produk yang ia jual. Tidak ada penipuan dengan hal yang telah ia

lakukan, namun ia hanya terlalu bersemangat.

Aksi : Si pemilik toko ritel menyadari tindakan pedagang muda tersebut sehingga

melakukan berbagai cara untuk menghentikan praktek tersebut.

C. Metode Statistika

Penilaian awal antara variabel-variabel penelitian berdasarkan perhitungan

statistik deskriptif dan analisis korelasi. Penilaian terhadap model keseluruhan

menggunakan perhitungan ulang MANCOVA. Uji F multivariat akan lebih tepat

apabila dilakukan penilaian secara berulang-ulang yang dilakukan oleh responden

dengan tiga situasi dan menghasilkan korelasi tinggi di antara variabel-variabel

bebas yang meliputi, egoisme, utilitarianisme, dan Kkeadilan (lihat Tabel 6). Uji F

multivariat (ANCOVAs) digunakan untuk memberikan penilaian individual untuk

hipotesis adanya perbedaan usia dari masing-masing ketiga perspektif etika

tersebut. Tabel 8 menunjukkan hasil penilaian etika berdasarkan usia dan perspektif

etika.

IV. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini memperlihatkan korelasi perspektif etika untuk model

perkembangan moral Kohlberg yang dapat dimungkinkan penulis untuk menawarkan

ide-ide konseptual antara usia dan penilaian etika. Berikut ini adalah hasil perhitungan

yang telah dilakukan oleh penulis.

Page 13: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

12 | P a g e

Tabel 5 : Statistika Deskriptif

Variabel N Rata-rata Std. Dev Interval

Penilaian menggunakan kriteria egoisme

Total 83 5,40 0,82 4,44 – 7

Usia 20-an 11 4,89 0,76 3,56 – 5,89

Usia 30-an 55 5,37 0,85 3,44 – 7

Usia-40+ 17 5,83 0,51 4,56 – 6,44

Penilaian menggunakan kriteria utilitarian

Total 85 5,12 0,92 3 – 7

Usia 20-an 12 4,44 0,90 3 – 6

Usia 30-an 36 5,13 0,85 3,22 – 6,89

Usia-40+ 17 5,54 0,92 3,89 – 7

Penilaian menggunakan kriteria keadilan

Total 86 5,62 0,89 3,33 – 7

Usia 20-an 12 5,04 0,96 3,33 – 6,17

Usia 30-an 57 5,59 0,90 3,83 – 7

Usia-40+ 17 6,10 0,49 5 – 6,67

Catatan:

Jumlah responden melebihi ukuran sampel responden yang diterima untuk masing-

masing 3 (tiga) skenario yang berbeda.

Statistik deskriptif dan korelasi untuk variabel-variabel penelitian disajikan pada

Tabel 5 dan 6. Tabel tersebut menunjukkan terdapat peningkatan nilai rata-rata seiring

dengan bertambahnya usia untuk semua kriteria etika yang telah ditentukan pada

Hipotesis 1, Hipotesis 2, dan Hipotesis 3. Analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang relatif tinggi dan signifikan diantara variabel-variabel perspektif etika

tersebut.

Di dalam tes multivariat, usia menunjukkan korelasi yang signifikan diantara

ketiga perspektif etika, dengan rincin sebagai berikut:

Egoisme - F2,74 = 5,876, p < 0,000

Keadilan - F2,74 = 13,410, p < 0,003

Utilitarianisme - F2,74 = 13,391, p < 0.005

Situasi - F6,292 = 10,353, p < 0,000; hal ini menunjukkan adanya respon secara

signifikan dengan skenario yang telah ditentukan sebelumnya

Namun, variabel jenis kelamin dan jenis kelamin x usia tidak menunjukkan hasil

yang signifikan.

Univariat ANCOVA ditunjukkan di dalam Tabel 7. Berdasarkan hasil perhitungan,

terdapat korelasi antara pengaruh usia yang signifikan dengan masing-masing tiga

Page 14: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

13 | P a g e

penilaian etika yang telah memberikan dukungan untuk Hipotesis 1, Hipotesis 2, dan

Hipotesis 3.

Tabel 6. Korelasi

Variabel 1 2

1. Penilaian menggunakan

kriteria egoisme

2. Penilaian menggunakan

kriteria utilitarian 0,616**

3. Penilaian menggunakan

kriteria keadilan 0,843** 0,621**

= p < 0,05; ** = p < 0,01

Tabel 7 : Univariat Ancova untuk Penilaian Etika

Sumber DF Jumlah

Kuadrat

Rata2

Kuadrat Nilai F Nilai P

Penilaian menggunakan Kriteria Egoisme

Model Keseluruhan 7 180,571 25,796 19,688 0,000

Kesalahan 254 332,803 1,310

Jumlah yang benar 261 513,374

Usia 2 20,140 10,070 7,685 0,001

Jenis Kelamin 1 0,817 0,817 0,624 0,430

Usia * Jenis Kelamin 2 3,720 1,860 1,420 0,244

Situasi 2 159,810 79.905 60,985 0,000

Penilaian menggunakan Kriteria Utilitarian

Model Keseluruhan 7 55,912 7,987 5,357 0,000

Kesalahan 256 381,718 1,491

Jumlah yang benar 263 437,63

Usia 2 27,020 13,510 9,060 0,000

Jenis Kelamin 1 0,431 0,431 0,289 0,591

Usia * Jenis Kelamin 2 1,513 0,757 0,507 0,603

Situasi 2 26,553 13,277 8,904 0,000

Penilaian menggunakan Kriteria Keadilan

Model Keseluruhan 7 61,236 8,748 5,115 0,000

Kesalahan 263 449,825 1,710

Jumlah yang benar 270 511,061

Usia 2 26,450 13,225 7,732 0,001

Jenis Kelamin 1 0,024 0,024 0,014 0,906

Usia * Jenis Kelamin 2 1,762 0,881 0,515 0,598

Page 15: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

14 | P a g e

Situasi 2 32,466 16,233 9,491 0,000

Tabel 8 : Penilaian Etika berdasarkan Skenario, Usia, dan Perspektif Etika

Perspektif Etika

Usia

20 – 29 tahun

30 – 39 tahun

40 tahun ke atas

Selisih Kelompok Usia Tertua -

Termuda TOKO MOBIL

Egoisme 5,36 6,05 6,23 0,87

Utilitarianisme 5,22 5,29 5,78 0,56

Keadilan 5,25 5,70 6,45 1,20

TOKO SAYURAN

Egoisme 5,42 5,88 6,51 1,09

Utilitarianisme 4,30 5,30 5,82 1,52

Keadilan 5,62 5,86 6,38 0,76

PENJUAL

Egoisme 4,03 4,25 4,70 0,67

Utilitarianisme 3,78 4,71 5,07 1,29

Keadilan 4,25 5,21 5,50 1,25

SELURUH SKENARIO

Egoisme 4,94 5,39 5,81 0,87

Utilitarianisme 4,43 5,10 5,56 1,13

Keadilan 5,04 5,59 6,11 1,07

Tanggapan dibuat dengan menggunakan 7 poin skala Likert dengan menunjukkan

skala 1 = etis sedangkan skala 7 = tidak etis.

Tabel 8 memperlihatkan ringkasan dari penilaian etika yang berdasarkan situasi,

usia, dan perspektif etika dimana menunjukkan terdapat perubahan dalam penilaian

etika dengan bertambahnya usia seseorang.

V. PENUTUP

A. Simpulan

Studi ini meneliti hubungan antara usia dan etika bisnis di Jepang. Peneliti

meneliti usia dan hubungannya dengan penilaian etika yang dibuat oleh orang-orang

bisnis di Jepang dengan menggunakan variabel egoisme, utilitarian (manfaat), dan

kriteria keadilan sekaligus untuk mengontrol variabel jenis kelamin dan pengaruh

situasi.

Page 16: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

15 | P a g e

Peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara perspektif etika dan

usia karena penilaian etika individu tergantung pada tahap perkembangan moral

mereka. Sebagai hipotesis, peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara

usia dan penilaian etika. Untuk ketiga perspektif etika tersebut, ditemukan

kesimpulan bahwa responden yang memiliki usia lebih tua berada memiliki sikap

yang lebih etis dibandingkan dengan responden yang berusia lebih muda. Hasil

penelitian ini konsisten dengan tipologi Kohlberg yang menunjukkan bahwa orang

yang lebih tua berada pada tahap perkembangan moral yang lebih maju

dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda.

Berdasarkan seluruh skenario penelitian diperoleh hasil bahwa perbandingan

selisih mean antara responden tertua dan termuda untuk kriteria keadilan dan kriteria

egoisme menunjukkan perbedaan yang jauh lebih besar, yaitu 1,07 untuk kriteria

keadilan dan 0,87 untuk kriteria egoisme. Hal ini masuk akal karena perspektif

keadilan adalah variabel pandangan etika yang paling "abstrak" di dalam penelitian

ini dan mewakili tingkat perkembangan etika yang paling maju (fase pasca-

konvensional).

Untuk variabel egoisme, kelompok usia muda memiliki rata-rata 4,94,

sedangkan kelompok usia tua memiliki rata-rata 5,81. Hal ini menunjukkan

responden yang lebih muda dapat lebih mudah menerima aksi untuk

mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan pembuat keputusan hanya dari

responden yang lebih tua. Namun, responden yang berusia lebih tua tidak merasa

bahwa tindakan itu dibenarkan hanya karena manfaat dari pengambil keputusan. Hal

ini jelas konsisten dengan gagasan bahwa responden yang lebih muda cenderung

pada tahap-tahap awal di dalam perkembangan moral.

Perbedaan di dalam penilaian etika di seluruh kelompok usia muncul juga di

dalam variabel situasi. Skenario dibuktikan dengan derajat yang berbeda dari

skenario toko kelontong yang dinilai "paling keji" oleh responden sedangkan skenario

salesman dianggap sebagai serangan "intensitas moral".

Menariknya, perbedaan terbesar terdapat di dalam penilaian kelompok yang

berusia lebih tua dibandingkan dengan responden yang lebih muda. Hal ini terdapat

di dalam skenario toko kelontong untuk variabel utilitarian. Hasil serupa ditemukan

untuk skenario salesman dan variabel utilitarian, selisih untuk responden yang

berusia lebih tua dibandingkan dengan yang muda sebesar 1,29. Sedangkan, untuk

variabel utilitarian terdapat perbedaan sebesar 1,13 diantara responden yang berusia

lebih tua dibandingkan dengan yang lebih muda. Hasil ini mendukung adanya

perbedaan nilai-nilai yang terkait dengan kolektivisme.

Page 17: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

16 | P a g e

Dalam skenario otomobil, perbedaan penilaian antara kelompok termuda dan

tua tidak begitu besar seperti dalam skenario lain kecuali untuk perspektif keadilan

(perbedaan hanya sebesar 1,20). Di dalam skenario ini, "apa yang benar dan apa

yang salah" terlihat lebih abstrak.

Perspektif etika yang berbeda digunakan oleh responden di seluruh skenario

dapat menunjukkan "volatilitas panggung" seperti yang telah disebutkan oleh Snell

(1996) dan Davison dkk (2009). Volatilitas ini dibuktikan dengan pertimbangan

simultan faktor yang berkaitan dengan tahap penalaran etika. Snell dkk. (1997)

mengatakan bahwa "pengalaman moral menjadi semakin kompleks dan beragam,

dan berpotensi lebih mudah menguap, seperti halnya untuk meningkatkan kapasitas

penalaran etika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa keputusan yang paling ketat

untuk perilaku etika dari ketiga kelompok umur muncul dengan menggunakan

variabel egoisme. Mengingat bahwa ukuran untuk penilaian etika berdasarkan

perspektif egoisme termasuk kriteria seperti mempromosikan diri, kepentingan diri

sendiri, dan lain-lain. Aspek individualis dari perspektif ini serta penekanannya pada

diri dan kepentingan pribadi lebih kuat beresonansi dengan responden Jepang.

Literatur yang mendukung pertumbuhan individualisme di Jepang (misalnya

penelitian yang dilakukan oleh Kambayashi & Scarborough, 2001; Matsumoto, 2002;.

Matsumoto, dkk., 1996), yaitu terdapat fenomena yang menyebabkan beberapa

kekhawatiran di antara penduduknya yang sebelumnya lebih kolektivis (Hofstede,

2001). Kelompok usia muda telah tumbuh di era kekayaan dan kemakmuran relatif,

waktu di mana individualisme telah tumbuh dan kepedulian terhadap kelompok telah

berkurang. Akibatnya, usia yang berbeda dapat menanggapi "kepuasan pribadi" dan

"mengarah ke kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar" sangat berbeda.

Hasil penelitian ini tidak mengungkapkan perbedaan jenis kelamin di dalam

penilaian etika. Hasil ini mengejutkan mengingat reputasi Jepang sebagai "salah

satu masyarakat yang memiliki gender bertingkat" di dunia (Verba et al., 1978). Hasil

ini menguatkan kurangnya temuan gender yang muncul di Davison, dkk (2009)

tentang studi profesional teknologi informasi Jepang. Kurangnya pengaruh di dalam

penilaian etika berdasarkan gender mungkin karena kesamaan yang kuat di antara

wanita dan pria di dalam kedua sampel. Gerakan perempuan ke dalam posisi

profesional di Jepang relatif baru dan telah lambat. Wanita tradisonal Jepang juga

telah bertanggung jawab untuk rumah tangga dan keluarga mereka. Akibatnya, karir

mereka cenderung berada di posisi yang rendah ditambah pula pengaruh adanya

ketika terjadi pernikahan atau adanya anak-anak mereka.

Page 18: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

17 | P a g e

Penelitian ini juga tidak menemukan adanya hasil interaksi antara usia x jenis

kelamin yang signifikan. Menurut hasil ANCOVA, baik laki-laki dan perempuan muda

ataupun pria yang dan wanita lebih tua secara signifikan berbeda di dalam menilai

suatu tindakan yang diambil. Hasil ini berbeda dari penelitian yang ditemukan

sebelumnya di mana penilaian jenis kelamin ditentukan pula dengan usia

(misalnyapenelitian yang dilakukan oleh Aldrich & Kage, 2003). Hal ini dimungkinkan

terdapat kesamaan nilai antara pria dan wanita dalam sampel yang telah

berkontribusi terhadap hasil penelitian ini.

Secara umum, telah ditemukan bahwa etika perilaku akan meningkat seiring

dengan bertambahnya usia (misalnya penelitian yang dilakukan oleh Borkowski &

Ugras, 1998; Conroy dkk, 2009; Peterson dkk, 2001). Meskipun banyak penelitian

telah dilakukan dengan sampel Amerika Utara, hasil serupa telah diperoleh untuk

negara lain (misalnya penelitian yang dilakukan oleh Chan dkk, 2002;. Sudani dkk,

2009;. Wimalasiri, 2001).

B. Keterbatasan Penelitian dan Implikasi untuk Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini harus diinterpretasikan dengan mempertimbangkan

perhatian-perhatian berikut.

Pertama, responden adalah lulusan siswa bisnis yang akan menyelesaikan

studi di bidang akuntansi. Kelompok khusus ini mungkin tidak mewakili populasi

secara keseluruhan sehingga membatasi kemampuan peneliti ini untuk

menggeneralisasi hasil penelitian kami.

Kedua, variabilitas usia sampel terbatas sehingga terdapat perbandingan

dengan kelompok usia yang lebih spekulatif.

Ketiga, penelitian ini akan lebih baik jika sampel yang digunakan jumlahnya

lebih besar untuk setiap kelompok usia untuk memungkinkan analisis statistik

tambahan.

Penelitian sebelumnya dan penelitian ini memberikan dukungan untuk

penerapan model Kohlberg untuk orang-orang bisnis Jepang. Hasil penelitian ini

memiliki implikasi penting yang meliputi perspektif teoritis, model, serta penelitian

tentang penilaian etika dimana harus menyertakan usia.

Model perkembangan moral kognitif Kohlberg menyediakan landasan teoritis

yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan usia dan etika serta dapat

berlaku untuk perspektif budaya.

Untuk penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi masalah ini untuk

menentukan apakah pencapaian 6 (enam) penalaran model Kohlberg ini murni dapat

digunakan oleh sebuah penelitian ataukah penalaran etika adalah proses

Page 19: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

18 | P a g e

multidimensi yang memerlukan pertimbangan lebih lanjut tentang tahap Kohlberg

dan perkembangannya.

Implikasi praktis terhadap penelitian ini berhubungan dengan pemahaman

bahwa dalam transaksi bisnis dengan pengusaha Jepang, penilaian etika akan

berbeda berdasarkan usia. Pengusaha yang berusia lebih tua akan melakukan

penilaian etika lebih ketat dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang berusia

lebih muda. Hal ini dapat menyebabkan tantangan dalam perusahaan Jepang

sebagai pengambilan keputusan berdasarkan kelompok dan konsensus. Selisih nilai

dan etika antara karyawan muda dan tua dapat mempersulit untuk mencapai

keputusan bersama.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Albaum, G. and Peterson, R.A. (2006). Ethical attitudes of future business leaders: do

they vary by gender and religiosity? Business and Society, 45(3), 300-21.

Aldrich, D. and Kage, R. (2003). Mars and Venus at Twilight: A Critical Investigation of

Moralism, Age Effects, and Sex Differences. Political Psychology, 24(1), 23-40.

Alexander, C. and Becker, M. (1978). The use of vignettes in survey research. Public

Opinion Quarterly, 42:1, 93–104.

Arlow, P. (1991). Personal Characteristics in College Students’ Evaluations of Business

Ethics and Corporate Social Responsibility. Journal of Business Ethics, 10, 63-

69.

Bainbridge, William S. (2009). Demographic collapse. Futures

doi:10.1016/j.fugures.2009.07.005. Retrieved online 9/5/09.

Barnett, J.H. and Karson, M.J. (1989). Managers, Values and Executive Decisions: An

Exploration of the Role of Gender, Career Stage, Organizational Level, Function,

and the Importance of Ethics, Relationships, and

Results in Managerial Decision-Making. Journal of Business Ethics, 8(10), 747-71.

Beekun, R.I, Stedham, Y., Yamamura, J, and Barghouti, J.A. (2003a). Comparing

Business Ethics in Russia and the U.S. International Journal of Human Resource

Management, 14, 8 (December), 1333-1349.

Beekun, R., Stedham, Y., and Yamamura, J. (2003b). Business Ethics in Brazil and the

U.S.: Egoism and Utilitarianism. Journal of Business Ethics 42, 3, 267-279.

Borkowski, S.C. and Ugras, Y. (1998). Business students and ethics: a meta-analysis.

Journal of Business Ethics 17(11), 1117-27.

Chan, R.Y.K., Cheng. L.T.W., and Szeto, R.W.F. (2002). The dynamics of guanxi and

ethics for Chinese executives. Journal of Business Ethics 41(4), 327-36.

Page 20: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

19 | P a g e

Cohen, J.R., Pant, L.W., and Sharp, D.J. (1996). A methodological note on cross-

cultural accounting ethics research. International Journal of Accounting 31: 55-

66.

Conroy, S.J., Emerson, T.L.N., and Pons, F. (2009). Ethical Attitudes of Accounting

Practitioners: Are Rank and Ethical Attitudes Related? Journal of Business

Ethics DOI 10.1007/s10551-009-0076-2.

Davison, R.M., Martinsons, M.G., Ou, C.X.J., Murata, K., Drummond, D., Li, Y., and Lo,

H.W.H. (2009). The Ethics of IT Professionals in Japan and China. Journal of

the Association for Information Systems 10(11), 834-859.

Dawson, L.M. (1997). Ethical Differences between Men and Women in the Sales

Profession. Journal of Business Ethics 16, 1143-1152.

Dubinsky, A.J. and Rudelius, W. (1980). Ethical beliefs: how students compare with

industrial salespeople, in Proceedings of the American Marketing Association

Educators Conference, Chicago, pp. 73-76 (Chicago: American Marketing

Association).

Dupont, A.M. and Craig, J.S. (1996). Does management experience change the ethical

perceptions of retail professionals: a comparison of the ethical perceptions of

current students with those of recent graduates?

Journal of Business Ethics 15, pp. 815-826.

Erffmeyer, R.C., Keillor, B.D., and LeClair, D.T. (1999). An Empirical Investigation of

Japanese Consumer Ethics.

Journal of Business Ethics 18(1), 35-50.

Ferrell, O.C., Fraedrich, J., and Ferrell, L. (2002). Business Ethics. Boston, MA:

Houghton Mifflin.

Fishman, T. (2010). As Populations Age, a Chance for Younger Nations. New York

Times, Oct. 14, 2010.

Accessed 11/26/10.

http://www.nytimes.com/2010/10/17/magazine/17Aging-t.html?pagewanted=all

Glosserman, B. and Tsunoda, T. (2009). Gray Menace. Foreign Policy July 24, 2009.

Retrieved online 9/5/09 at:

http://www.foreignpolicy.com/articles/2009/07/24/japans_coming_crisis_of_age.

Glover, S.H., Bumpus, M.A., Sharp, G.F., and Munchus, G.A. (2002). Gender

differences in ethical decision making. Women in Management Review 17(5/6),

217-27.

Harris, J.R. and Sutton, C.D. (1995). Unraveling the decision-making process: clues

from an empirical study comparing Fortune 1000 executives and MBA students.

Journal of Business Ethics 14: 805-817.

Page 21: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

20 | P a g e

Henry, S.E. (2001). What Happens When We Use Kohlberg? His Troubling

Functionalism and the Potential of Pragmatism in Moral Education. Educational

Theory 51(3): 259-276.

Hofstede, G. (2001). Culture’s Consequences: Comparing Values, Behaviors,

Institutions, and Organizations

Across Nations. Thousand Oaks, California: Sage.

Inoguchi, T. (2009). Demographic change and Asian Dynamics: Social and Political

Implications. Asian Economic

Policy Review 4: 142-157.

Jaimovich, N. and Siu, H.E. (2009). The Young, the Old, and the Restless:

Demographics and Business Cycle Volatility. American Economic Review 99(3):

804-826.

Kambayashi, N. and Scarborough, H. (2001). Cultural Influences on IT Use Amongst

Factory Managers: A UK-Japanese Comparison. Journal of Information

Technology 16(4), 221-236.

Kohlberg, L. (1969). State and Sequence: The Cognitive Developmental Approach to

Socialization in D.A. Goslin (ed.), Handbook of Socialization Theory and

Research. Chicago, Illinois: Rand McNally.

Kohlberg, L. (1971). From Is to Ought: How to Commit the Naturalistic Fallacy and Get

Away with It in the Study of Moral Development. New York: Academic Press.

Kohlberg, L. (1984). Essays on Moral Development: Vol. II. The Psychology of Moral

Development. San Francisco, California: Harper and Row.

Loo, R. (2003). Are Women More Ethical Than Men? Findings from Three Independent

Studies. Women in Management Review 18, 169-181.

Lysonski, S. and Gaidis, W. (1991). A cross-cultural comparison of the ethics of

business students. Journal of Business Ethics 10(2): 141-150.

Matsumoto, D. (2002). The New Japan: Debunking Seven Cultural Stereotypes.

Yarmouth, Maine: Intercultural Press Inc.

Matsumoto, D., Kudoh, T., and Takeuchi, S. (1996). Changing Patterns of Individualism

and Collectivism in the United States and Japan. Culture & Psychology 2, 77-

107.

McGee, R.M., (2007). Ethics and Tax Evasion: Empirical Studies of Korea, Japan and

China. Andreas School of Business Working Paper, Barry University, Miami

Shores, Florida.

Miesling, P. and Preble, J.F. (1985). A Comparison of Five Business Philosophies.

Journal of Business Ethics 4, 465-476.

Page 22: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

21 | P a g e

Mudrack P. (1989). Age-related Differences in a Machiavellian Adult Sample.

Psychology Report 64(2), 1947-1950.

Nunnally, J.C. (1967). Psychometric Theory. New York: McGraw-Hill.

Peterson, D., Rhoads, A., and Vaught, B.C. (2001). Ethical Beliefs of Business

Professionals: A Study of Gender, Age, and External Factors. Journal of

Business Ethics 31, 225-232.

Reidenbach, R.E. and Robin, D.P. (1988). Some Initial Steps towards Improving the

Measurement of Ethical Evaluations of Marketing Activities. Journal of Business

Ethics 7, 871-879.

Reidenbach, R.E. and Robin, D.P. (1990). Toward the Development of A

Multidimensional Scale for Improving Evaluations of Business Ethics. Journal of

Business Ethics 9, 639-653.

Roxas, M.L. and Stoneback, J.Y. (2004). The importance of gender across cultures in

ethical decision-making.

Journal of Business Ethics 50(2), 149-65.

Shaw, W.H. (1999). Business Ethics. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.

Sidani, Y., Zbib, I., Rawwas, M., and Moussawer, T. (2009). Gender, age, and ethical

sensitivity: the case of Lebanese workers. Gender in Management: An

International Journal 24(3), 211-227.

Simpson, E.L. (1994). Moral Development: The great justice debate. In B. Puka (ed.)

“Moral development: A compendium.” New York, NY: Garland Press.

Snarey, J.R. (1985). Cross-cultural universality of social-moral development: A critical

review of Kohlbergian research. Psychological Bulletin Vol. 97, No.2, 202-232

Snell, R.S. (1996). Complementing Kohlberg: Mapping the Ethical Reasoning Used by

Managers for Their Own Dilemma Cases. Human Relations 49: 23-49.

Snell, R.S., Taylor, K.F., and Chak, A.M.K. ( 1997). Ethical Dilemmas and Ethical

Reasoning: A Study in Hong Kong. Human Resource Management Journal 7(3):

19-30.

Statistics Bureau Japan. (2010). Statistical Handbook of Japan 2010. Retrieved

11/28/10 from http://www.stat.go.jp/english/data/nenkan/index.htm.

Stedham, Y., Beekun, R.I., and Yamamura, J. (2006). Gender Differences in Business

Ethics: Justice and

Relativism. Business Ethics: A European Review Vol. 16, No. 2, 163-174.

Sudani, Y., Zbib, I., Wawwas, M., and Moussawer, T. (2009). Gender, age, and ethical

sensitivity: the case of Lebanese workers. Gender in Management: An

International Journal 24(3), 211-227.

Page 23: Etika Bisnis Di Jepang_melihat Lebih Dekat Peranan Usia

22 | P a g e

Verba, S., Nie, H.N., and Kim, J. (1978). Participation and Political Equality: A Seven-

nation Comparison.

Cambridge, U.K.: Cambridge University Press.

Volkema, R.J. (2004). Demographic, cultural, and economic predictors of perceived

ethicality of negotiation behavior: A nine-country analysis. Journal of Business

Research 57, 69-78.

Wimalasiri, J.S. (2001). Moral reasoning capacity of management students and

practitioners: an empirical study in Australia. Journal of Managerial Psychology

16 (7/8), 614-34.

Wood, J., Longenecker, J. McKinney, J. and Moore, C. (1988). Ethical Attitudes of

Students and Business Professionals: A Study of Moral Reasoning. Journal of

Business Ethics 7, 249-257.