ERNA LP GBS

22
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN BARRE SYNDROM (GBS) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Defenisi Guillan Barre Syndrome (GBS) adalah proses peradangan akut dengan karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang disebabkan karena demylin pada sarat prifer. Sindrom penyakit ini berupa paralisis flaccid asenden simetris yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Pada kondisi ini peran perawat adalah memberikan perawatan proses rehabilitasim mencegah komplikasi, memenuhi kebutuhan ADL dan support emosional. Sedangkan menurut Parry mengatakan bahwa, GBS adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 2. Etiologi

Transcript of ERNA LP GBS

Page 1: ERNA LP GBS

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

GUILLAIN BARRE SYNDROM (GBS)

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Defenisi

Guillan Barre Syndrome (GBS) adalah proses peradangan akut dengan

karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang disebabkan karena demylin

pada sarat prifer. Sindrom penyakit ini berupa paralisis flaccid asenden simetris

yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Pada kondisi

ini peran perawat adalah memberikan perawatan proses rehabilitasim mencegah

komplikasi, memenuhi kebutuhan ADL dan support emosional.

Sedangkan menurut Parry mengatakan bahwa, GBS adalah suatu

polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1

sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, GBS merupakan suatu

sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut

berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,

radiks, dan nervus kranialis.

2. Etiologi

Secara pasti penyebab GBS tidak diketahui, namun diduga berkaitan

dengan :

a. Penyakit akut, trauma, pembedahanm dan imunisasi 1-4 minggu sebelum

tanda dan gejala GBS (15% dari kasus)

b. Di dahulu Infeksi saluran pernapasan akut, penyakit gastrointestinal (50%

dari kasus)

c. Reaksi immunologi

d. Kehamilan atau dalam masa nifas

e. Dahulu diduga penyakit ini disebabkan oleh virus tetapi tidak ditemui pada

pemeriksaan patologis. Teori sekarang ini mengatakan bahwa GBS

disebabkan oleh kelainan immunobiologik.

Page 2: ERNA LP GBS

3. Patofisiologi

Kerusakan myelin diantara Node of Ranvier ditemukan pada sebagian

besar kasus GBS, sehinga konduksi impuls akan lambat dan terganggu. Myelin

berfungsi menghantarkan impuls yang pada respon motorik berasal dari otak.

Keadaan ini mengakibatkan kelemahan/paralisi pada ekstermitas bawah

kemudian berjalan ke tubuh bagian atas.

Fase Sindroma Guillain Barre.

a. Fase Progresif

Fase ini dimulai dari terjangkit penyakit. Selama fase ini kelumpuhan

bertambah berat sampai mencapai maksimal, belangsung beberapa hari

sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.

b. Fase Plateau

Fase ini telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini biasanya hanya 2

hari samapi 3 minggu.

FaseRekonvalesen(perbaikan)

Fase ini ditandai dengan terjadi perbaikan kelumpuhan ekstremitas yang

berlangsung selama beberapa bulan. Seluruh perjalan penyakit Sindroma

Guillain Barre ini biasanya berlangsung dalam kurun 6 bulan.

4. Manifestasi Klinis

a. Gangguan motorik

- Kelemahan otot secara asending dengan paralisis flaksid dan atropi

- Kesulitan berjalan

- Menurunnya atau tidak adanya reflex tendon dalam

- Gangguan pernafasan (dispnea dan menurunnya bunyi nafas)

- Kehilangan control bowel dan bladder

b. Gangguan sensorik

- Paresthesia

- Kram

- Kerusakan saraf cranial

Page 3: ERNA LP GBS

- Kelemahan otot wajah

- Dysphagia

- Diplopia

- Kerusakan saraf cranial (IX, X, XI, XII)

c. Gangguan saraf otonom

- Tekanan darah tidak stabil

- Kardiak disritmia

- Takhikardia

5. Patofisiologi

GBS merupakan suatu demielinasi polineuropati akut yang dikenal

dengan beberapa nama lain yaitu, polineurutis akut, paralisis asenden Landry,

dan polineuropati inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis

motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungi sensorik. GBS

adalah gangguan neuron motorik bagian bawah dalam saraf primer, final

common pathway, untuk gerakan motorik juga terlibat.

Usaha untuk memisahkan agen penyebab infeksi tidak berhasil dan

penyebabnya tidak diketahui. Namun telah diketaui bahwa GBS bukan penyakit

herediter atau menular. Walaupun mungkin tidak terdapat peristirwa pencetus,

anamnesis pasien yang lengkap sering kali memperlihatkan suatu penyakit virus

biasa yang terjadi 1 hingga 3 minggu sebelum awitan kelemahan motorik. Jenis

penyakit lain yang mendahului sidrom tersebut adalah infeksi pernapasan

ringan atau infeksi GI. Pembedahan, imunisasi, penyakit Hodgkin, atau

limfoma lain, dan lupus eritomatosus. Keadaan yang paling sering dilaporkan

adalah infeksi Campylobacter jejuni yang secara khas memyebabkan penyakit

GI swasirna yang ditandai dengan diare, nyeri abdomen, dan demam.

Akibat tersering dari kejadian ini dalam petologi adalah bahwa kejadian

pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah dalam sistem saraf sehingga

sistem imun mengenali sistem tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T

yang tersensitisasi dan amkrofag akan menyerang mielin. Selain itu limfosit

Page 4: ERNA LP GBS

mengiduksi limfosit B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian

tertentu daris selubung mielin, menyebabkan kerusakan mielin (NINDS,2000).

Akibatnya adalah cedera demielinasi ringan hingga berat yang

mengganggu konduksi impuls dalam saraf perifer yang terserang. (sebaliknya,

demielinasi pasda MS hanya terbatas pada sistem saraf pusat). Perubahan

patologi mengikuti pola yang tepat : infiltrasi limfosit terjadi dalam ruang

perivaskular yang berdekatan dengan saraf tersebut dan menjadi fokus

degenerasi mielin.

Demielinsi akson saraf perifer menyebabkan timbulnya gejala positif

dan negatif. Gejala positif adalah nyeri dan perestesia yang berasal dari

aktivitas impuls abnormal dalam serat sensoris atau “cross-talk” listrik antara

akson abnormal yang rusak. Gejala negatif adalah kelemahan atau paralisis otot,

hilangnya refleks tendon, dan menurunnya sensasi. Dua gejala negatif pertama

tersebut disebabkan oleh kerusakan akson motorik; yagn terakhir disebabkan

oleh kerusakan serabut sensorik.

Pada GBS, gejala sensorik cenderung ringan dan dapat terdiri dari rasa

nyeri, geli, mati rasa, serta kelainan sensasi getar dan posisi. Namun,

polineuropati merupakan motorik dominan dan temuan klienis dapat bervarisasi

mulai dari kelemahan otot hingga paralisis otot pernapasan yang membutuhkan

penanganan ventilator. Kelemahan otot rangka sering kali sangat akut sehingga

tidak terjadi atrofi otot, namun tonus otot hilang dan mudah terdeteksi

arefleksia. Kepekaan biasnya dirangsang dengan tekanan yang kuat dan

pemerasan pada otot. Lengan dapat menjdi kurus atau otot lengan kurang lemah

dibandingkan dengan otot tungkai. Gejala autonom termasuk hipotensi postural,

takikardi sinus, dan tidak kemampuan untuk berkeringat. Bila saraf kranial

terlibat, paralisis akan menyerang otot wajah, okular, dan otot orofaringeal

biasanya setelah keterlibatan lengan. Gejala saraf kranial adalah palsi wajah dan

kesulitan bicara, gangguan visual dan kesulitan menelan. Istilah palsi bulbar

kadang-kadang digunakan secara khusus untuk peralisis rahang, faring, dan otot

Page 5: ERNA LP GBS

lidah yang disebabkan oleh kerusakan saraf kranial IX, X, dan XI, yang berasal

dari medula oblongata dan biasa disebut bulb.

6. Komplikasi

a. Kegagalan jantung

b. Kegagalan pernapasan

c. Infeksi dan sepsis

d. Trombosis vena

e. Emboli paru

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pungsi lumbal berurutan : memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan

normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan protein

nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut tidak akan

tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri pungsi

lumbal (perlu diulang untuk dalam beberapa hari).

b. Elektromiografi : hasilnya tergantung pada tahat dan perkembangan sinrdom

yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran

yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase

akhir.

c. Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal.

d. Fotorontgen : dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari

gangguan pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.

e. Pemeriksaan fungis paru : dapat menunjukan adanya penurunan kapasitas

vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.

Page 6: ERNA LP GBS

8. Penatalaksanaan

a. Perawatan pernapasan seperti antispasi kegagalan pernapasan, persiapan

ventilator dan pemeriksaan AGD

b. Monitoring hemodinamik dan kardiovaskuler

c. Management bowel dan bladder

d. Support nutrisi

e. Perawatan immobilisasi

f. Plasmapheresis seperti penggantian plasma untuk meningkatkan kemampuan

motorik

g. Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid, immunosuppressive dan

antikoagulan

h. Pembedahan tracheostomy dan indikasi kegagalan pernapasan

9. Terapi

Sampai saat ini belum ada pengotan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama

secara simtomatis, tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan

memperbaiki prognosisnya.

a. Perawatan umum dan fisioterapi

Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada perawatan

sulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut,faring dan trakea.infeksi

paru dan saluaran kencing harus segera di obati.

Respirasi di awasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas dan gas darah

yang menunjukan permulaan kegagalan pernapasan. Setiap ada tanda

kegagalan pernapasan maka penderita harus segera di bantu dengan

pernapasan buatan. Jika pernapasan buatan di perlukan untuk waktu yang

lama maka trakeotomi harus di kerjakan fisioterapi dada secara teratur untuk

mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh

mencegah deep voin trombosis spientmungkin di perlukan untuk

mempertahankan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi di

cegah dengan gerakan pasif. Segera setelah penyembuhan mulai fase

Page 7: ERNA LP GBS

rekonfaselen maka fisioterapi aktif di mulai untuk melati dan meningkatkan

kekuatan otot.

b. Pertukaran Plasma

Pertukaran plasma ( plasma excange) bermanfaat bila di kerjakan dalam

waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang di

keluarkan per excange adalah 40-50 ml/kg. dalam waktu 7-14 hari x

excahange

c. Kortikostiroid

Walaupun telah melewati 4 dekade pemakaian kortikostiroid pada GBS

masih di ragukan manfaatnya. Namun demikian bahwa pemakaian

kortikostiroid pada vase dini penyakit mungkin bermanfaat

10. Prognosis

Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang penderita meninggal

oleh karena kegagalan pernasan. Sekarang ini berkisar antara 2-10%,deangan

penyebab kematian, oleh karena kegagalan pernasan, ganggan fungsi otonom,

infeksi paru dan emboli paru. Sebagian besar penderita 60-80% sembuh

secara sempurna dalam waktu 6 bulan. Sebagian kecil 7-22% sembuh dalam

waktu 21 bulan dengan motorik ringan dan atrofi otot kecil di tangan dan di

kaki. Kira- kira 3-5% penderita mengalami relaps

Page 8: ERNA LP GBS

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kejadian/gejala

b. Riwayat ISPA, pembedahan dan imunisasi

c. Riwayat hepatitis dan influenza

2. Pemeriksaan fungsi tubuh

a. Fungsi motorik

- Kelemahan otot yang menjalar ke atas

- Paresthesia, atropi otot

b. Saraf cranial

Kelemahan saraf fasial (VII), glossopharegeal (IX), vagus (X) menyebabkan

kelemahan otot wajah, disphagia, distrimia dan gangguan jantung.

c. Refleks

Tidak adanya reflek tendon dalam

d. Fungsi pernapasan

Bunyi napas berkurang, ekspansi paru berkuran.

e. Fungsi jantung

Sinus takhikardia, bradikardia, distrimia

3. Pemeriksaan psikososial

a. Rasa kecemasan, ketakutan dan panic

b. Intonasi bicara lambat

c. Penampilan fisik

d. Kemampuan kognitig

Page 9: ERNA LP GBS

B. Diagnosa keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b/d kelemahan otot pernapasan atau paralisis.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kesulitan mengunyah, menelan,

paralisis ekstremitas

3. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot, paralisis dan ataksia

4. Resiko tinggi ganguan integritas kulit b/d paralisi ekstremitas

5. Gangguan komunikasi verbal b/d paralisis saraf kranial VII

C. Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan otot pernapasa atau paralisis

Intervensi keperawatan:

a. Monitor jumlah pernapasan, irama dan kedalamannya setiap 1-4 jam.

Rasional: Paralisis pernapasan dapat terjadai 48 jam

b. Auskultasi bunyi nafas setiap 4 jam.

Rasional:  Bunyi nafas indikasi adekuatnya ventilasi

c. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan cara suction dan bersihkan mulut.

Rasional:  Jalan napas paten

d. Lakukan fisioterapi dada.

Rasional:  Mencegah peneumonia dan atelektasis

e. Kolaborasi dalam pemberian oksigen

Rasional:  Pemenuhan kebutuhan oksigen

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kesulitan mengunyah, menelan,

paralisis ekstremitas.

Intervensi Keperawatan

a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk

mencerna/makan makanan

Rasional:  Mempengaruhi pilihan intervensi

b. Monitor intake dan output nutrisi.

Rasional:  Menentukan adekuatnya kebutuhan nutrisi pasien

Page 10: ERNA LP GBS

c. Berikan makanan sesuai diet TKTP

Rasional:  kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan.

d. Berikan makanan personde dengan posis setengah duduk atau semifowler

Rasional:  Menghindari terjadinya aspirasi

e. Lakukan perawatan mulut sesudah dan sebelum makan

Rasional:  Meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan nafsu makan

f. Timbanglah berat badan 3 hari sekali jika memungkinkan

Rasional:  Mengetahui status nutrisi.

3. Kelemahan mobilitas fisik b/d kelemahan otot, paralisis dan ataksia.

Intervensi keperawatan

a. Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam.

Rasional:  Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin

naik.

b. Kaji derajat ketergantungan pasien.

Rasional: Mengidentifikasikan kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL.

c. Lakukan alih posisi setiap 2 jam yaitu posisi sim.

Rasional:  Menghindarai dekubitus.

d. Lakukan ROM.

Rasioanal:  Mencegah atropi dan kontraktur.

4. Resiko tinggi ganguan integritas kulit b/d paralisis ekstremitas.

Intervensi keperawatan

a. Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam.

Rasional:  Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin

naik.

b. Kaji derajat ketergantungan pasien.

Rasional: Mengidentifikasikan kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL.

c. Lakukan alih posisi setiap 2 jam yaitu posisi sim.

Rasional:  Menghindarai dekubitus.

Page 11: ERNA LP GBS

d. Lakukan ROM.

Rasioanal:  Mencegah atropi dan kontraktur

e. Lakukan massage pada daerah yang tertekan

Rasional:  Memperlancar aliran darah.

5. Gangguan komunikasi verbal b/d paralisis saraf kranial VII

Intervensi Keperawatan

a. Kaji kemampuan komunikasi pasien verbal/nonverbal

Rasional:  Identifikasikan kemampuan komunikasi pasien

b. Bicara pelan dan terjadi kontak mata.

Rasional:  memudahkan dalam berkomunikasi.

c. Komunikasikan kepada keluarga tentang gangguan komunikasi

Rasional:  keluarga tidak memaksakan untuk berkomunikasikan secara

verbal sehingga mengakibatkan rasa frustasi pada pasien

Page 12: ERNA LP GBS

DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta,

Sagung Seto

Page 13: ERNA LP GBS

askep GBS

         Konsep Dasar

1. Pengertian

-    Merupakan peradangan neuritis demielinasi (disebut juga polineuropati) progresif dan akut yang mengenai sistem saraf perifer

-    Gangguan kelemahan neuromuskular akut yang memburuk secara progresif yang

dapat mengarah pada kelumpuhan total tetapi biasanya parolisis sementara

2. Etiologi

            Penyebab dari Guillain Barre Syndrome belum diketahui.

3. Patofisiologi

Kerusakan myelin di antara nodus ranvier adalah patofisiologi utama yang ditemukan pada GBS akibatnya impuls dan nodus ranvier satu ke nodus ranvier lain menjadi terganggu. Sehingga penyebaran impuls terhalang (conduction block) pada tahap lanjut dari penyakit ini.Terdapat 3 tahap pada keadaan akut GBS yaitu :

a.       The initial period (1-3 minggu), dimulai pada onset pertama dari gejala yang nyata

dan berakhir ketika tidak terjadi keadaan yang memburuk

b.      The plateu period (beberapa hari sampai 2 minggu)

c.       The recovery period (4-6 bulan) bersamaan dengan remyelinisasi dan regenerasi

aksonal

Klien yang mengalami injury pada akson memerlukan rehabilitasi yang intensive mungkin lebih dari 2 tahun penyembuhan tidak terjadi dengan baik maka disebut sebagai GBS kronik.

4. Manifestasi Klinik

Page 14: ERNA LP GBS

a.       Manifestasi motorik :-    Kelemahan otot secara ascending (dari distal ke proksimal) flaccid parolysis tanpa

atropi otot-    Penurunan atau tidak adanya reflek tendon dalam-    Gangguan pernapasan (dyspnea, penurunan suara napas)

b.      Manifestasi sensori :

Paresthesis (kesemutan)

Nyeri (cramping)

c.       Manifestasi pada syaraf kronialis :

Kelemahan otot muka

d.      Manifestasi pada syaraf otonom :

Tekanan darah yang labil

Disritmia jantung

Takikardia

Pada umumnya GBS tidak mempengaruhi tingkat kesadaran, fungsi serebral dan tanda gangguan pada pupil.

5. Diagnostik Test

   Analisis fungsi lumbal menunjukkan peningkatan protein CSS dan jumlah sel darah putih rendah

   Pemeriksaan elektrofisiologis menunjukkan pelambatan velositas konduksi saraf,

menunjukkan demielinasi

   Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal

   Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat ditetapkan

nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit

   Foto ronsen : dapat memperlihatkan perkembangannya tanda-tanda dari gangguan

pernapasan, seperti atelektosis, pneumonia

   Pemeriksaan fungsi paru dapat menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital,

volume tidal, dan kemampuan inspirasi

Page 15: ERNA LP GBS

6. Penatalaksanaan

   Ventilasi mekanis untuk kegagalan pernapasan

   Fisiotherapi dada dan penghisapan endotrakeal apabila kemampuan untuk batuk

hilang dan sekresi mulai terkumpul di paru-paru

   Pemasangan selang nasogastrik untuk pemberian makanan, bila pasien tidak dapat

menelan

   Analgesik untuk mengatasi rasa nyeri, selama periode penyembuhan

   Terapi fisik untuk memulihkan kekuatan otot, dimulai bila px menunjukan tanda-

tanda pemulihan

   Plasmaferesis (pertukaran plasma untuk tujuan terapeutik)

   Pemberian penyekat-beta untuk mengatasi hipertensi

   Pemantulan EKG secara terus-menerus

   Terapi intravena untuk meningkatkan volume cairan dan memperbaiki hipotensi

7. Komplikasi

-    Gagal pernapasan, melemahnya otot pernapasan membuat pasien beresiko tinggi terhadap hipoventilasi, dan infeksi pernapasan berulang, disfagia juga dapat timbul mengarah pada aspirasi.

-    Penyimpangan pada kardiovaskuler dapat mengakibatkan distritmia jantung atau

perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda vital.

-    Plasma faresis infeksi mungkin terjadi pada akses vaskuler, hipofolemia, dapat

mengakibatkan hipotensi, takikardia pening dan diaforesis.