Epistemologi Islam Final

download Epistemologi Islam Final

of 4

Transcript of Epistemologi Islam Final

  • 7/30/2019 Epistemologi Islam Final

    1/4

    Epistemologi Islam

    A. Pengertian EpistemologiEpistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat

    dalam usaha manusia memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui

    proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan (Jujun S. Suriasumantri, 1995: 9). Dengan

    demikian,epistemologi adalah persoalan metode mendapatkan pengetahuan yang menjadi dasar

    pijak suatu ilmu. Dalam perspektif filsafat ilmu, suatu ilmu pasti memiliki landasan epistemologi

    yangmenjadi dasar pijaknya.Apabila inginmengembangkan suatu ilmu, sesungguhnya usaha awal

    yang harus ditempuh adalah meninjau ulang epistemologi ilmu yang bersangkutan dan mencarialternatif baru bagi kemajuan epistemologi ilmu tersebut.

    Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah

    pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan.

    Menurut epistemology, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan

    penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia (Salam, 1988: 19). Epistemologi membahas

    sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan

    jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya (Muhammad Noor

    Syam, 1986: 32).

    B. Epistemologi IslamEpistemologi di dalam Islam tidak berpusat kepada manusia yang menganggap manusia sendiri

    sebagai makhluk mandiri dan menentukan segala-galanya, melainkan berpusat kepada Allah,

    sehingga berhasil atau tidaknya tergantung setiap usaha manusia, kepada iradat Allah. Epistemologi

    Islam mengambil titik tolak Islam sebagai subjek untuk membicarakan filsafat pengetahuan, maka

    di satu pihak epistemologi Islam berpusat pada Allah, dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan

    dan sumber segala kebenaran. Di lain pihak, epistemologi Islam berpusat pula pada manusia, dalam

    arti manusia sebagai pelaku pencari pengetahuan (kebenaran). Di sini manusia berfungsi subyek

    yang mencari kebenaran. Manusia sebagai khalifah Allah berikhtiar untuk memperoleh

    pengetahuan sekaligus memberi interpretasinya. Dalam Islam, manusia memiliki pengetahuan, dan

    mencari pengetahuan itu sendiri sebagai suatu kemuliaan.

    Jika merujuk pada Al-Jabiri(1990: 556) epistimologi dalam teologi Islam memiliki tiga

    kecenderungan yang kuat yaitu

  • 7/30/2019 Epistemologi Islam Final

    2/4

    1. Epistemologi bayani adalah epistemologi yang beranggapan bahwa sumber ilmupengetahuan adalah wahyu atau penalaran dari teks. Ilmu-ilmu keislaman seperti hadis,

    fikih, ushul fikih, dan lainnya, menggunakan epistemologis ini. Epistemologis bayani

    merupakan suatu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan berpijak pada teks, baik

    secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dalam arti langsung menganggap

    teks sebagai pengetahuan jadi, dan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan penalaran

    yang berpijak pada teks ini. Dengan kata lain sumber pengetahuan menurut epistemologi ini

    adalah teks atau penalaran yang berpijak pada teks

    2. Epistemologi irfani adalah epistemologi yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan adalahkehendak (irodah). Epistemologi ini memiliki metode yang khas dalam mendapatkan

    pengetahuan, yaitu kasyf. Metode ini sangat unique karena tidak bisa dirasionalkan dan

    diperdebatkan. Epistemologi ini benar-benar sulit dipahami, karena sifatnya yang tidak bisadiverifikasi dan didemonstrasikan. Epistemologi ini lebih mengandalkan pada rasa

    individual, daripada penggambaran dan penjelasan, bahkan ia menolak penalaran. Penganut

    epistemologi ini adalah para sufi, oleh karenanya teori-teori yang dikomunikasikan

    menggunakan metafora dan tamsil, bukan dengan mekanisme bahasa yang definite.

    3. Epistemologi burhani adalah epistemologi yang berpandangan bahwa sumber ilmupengetahuan adalah akal. Akal menurut epistemologi ini mempunyai kemampuan untuk

    menemukan berbagai pengetahuan, bahkan dalam bidan agama sekalipun akal mampu untuk

    mengetahuinya, seperti masalah baik dan buruk (tansin dan tahbih). Epistemologi burhani

    ini dalam bidang keagamaan banyak dipakai oleh aliran berpaham rasionalis seperti

    Mutazilah.

    Ketiga kecenderungan epistemologis Islam di atas mendapatkan justifikasi dari Alquran. Dalam

    Alquran banyak ditemukan ayat ayat yang berbicara tentang pengetahuan yang bersumber pada

    rasionalitas. Perintah untuk menggunakan akal dengan berbagai macam bentuk kalimat dan

    ungkapan merupakan suatu indikasi yang jelas untuk hal ini. Akan tetapi meski demikian tidaksedikit pula paparan ayat-ayat yang mengungkap tentang pengetahuan yang bersumber pada intuisi

    (hati atau perasaan) terdalam. Namun, jika dalam perkembangannya, kajian epistemologis dalam

    literature Barat dapat membuka prespektif baru dalam kajian ilmu pengetahuan yang

    multidimensional, kecenderungan epistemologi dalam pemikiran Islam beringsut lebih tajam ke

    wilayah bayani dan irfani dengan mengabaikan penggunaan rasio (burhan) secara maksimal,

    sebagaimana pernah dipraktekkan pada masa golden age of science in Islam antara tahun 650 M

    sampai 1100 M. Hal inilah kemudian yang diperkirakan menjadi faktor utama yang mengakibatkan

    keterpurukan umat Islam dalam bidang Sains dan Teknologi.

  • 7/30/2019 Epistemologi Islam Final

    3/4

    C. Kriteria KebenaranKebenaran selalu berkaitan dengan dimensi keilmuan, menjadi prinsip yang fundamental dalam

    epistemologi, dan di dalamnya tersusun nilai-nilai benar dan salah. Kebenaran dalam wacana

    keilmuan, sepenuhnya bersandar kepada manusia, melalui kemampuannya mengembangkan

    kapasitas berfikirnya yang bekerja untuk mencapai suatu kebenaran, dan seringkali kebenaran itu

    gagal dicapainya, sebaliknya berbagai kesalahan justru muncul, dan dari berbagia kesalahan, baru

    kemudian didapatkan suatu kebenaran dan kebenaran menjadi anak kandung kesalahan. Kebenaran

    hanya dapat diketahui seseorang karena ada kesalahan yang ditemuinya. Oleh karena itu, kesalahan

    seharusnya membawa seseorang kepada kebenaran.

    Kebenaran dalam wacana ilmu adalah ketetapan metode dan kesesuaiannya antara pemikiran

    dengan hukum-hukum internal dari obyek kajiannya. Setiap obyek pemikiran secara internal sudah

    ada hukum-hukum yang menajadi bagian dari adanya sejak awal keberadaannya. Dengan

    pemahaman atas hukum-hukum itu, maka manusia bisa memanfaatkan untuk kepentingan

    hidupnya, karena melalui pemahaman dan penguasaan atas hukum-hukum itu, suatu kebudayaan

    akan terbentuk.

    Oleh karena obyek pemikiran itu berbeda, maka hukum-hukum internal dari obyek-obyek

    pemikiran itu juga berbeda, sehingga perbedaan ini juga berakibat pada perbedaan kebenaran, dan

    masing-masing ilmu pada dasarnya memiliki tingkat kebenarannya sendiri-sendiri, yang masing-

    masing kebenaran itu tidak bisa saling meniadakan. Kebenaran ilmu alam, berbeda dengan

    kebenaran filsafat dan berbeda pula dengan kebenaran agama. Kebenaran ilmu alam lebih bersifat

    lebih obyektif daripada kebenran filsafat dan agama, akan tetapi tidak berarti tingkat

    obyektivitasnya dapat dicapai 100%. Bagaimana pun juga, suatu kebenaran ilmu, pada dataran apa

    pun, tidak terlepas dari kapasitas pemikiran, dan pemikiran adalah bagian dari diri pribadi yang

    sangat kompleks, yang tidak pernah dapat melepaskan diri dari bawaan pribadinya, dan ini akan

    sangat berpengaruh pada realitas kebenaran itu.

    Kebenaran ilmu pada hakikatnya bersiafat relatif dan sementara, karena setiap kajian ilmu selalu

    dipengaruhi oleh pilihan atau fokus yang bersifat parsial, selalu tidak pernah menyeluruh yang

    meliputi berbagai dimensinya, dan dipengaruhi oleh realitas ruang dan waktu yang selalu berubah.

    Perubahan-perubahan ini, tentu akan berpenagruh pada realitas kebenaran yang ada. Apalgi

    sandaran ilmu adalah pemikiran manusia, dan apapun yang bersandar kepada manusia, tidak akan

    pernah menempati posisi mutlak dan abadi. Agama memang diyakini pemeluknya mempunyai

    kebenaran mutlak, akan tetapi pemahaman, pemikiran, dan penafsiran manusia terhadap agama

    yang mutlak itu, tidak pernah mutlak, karena pemikiran, pemahaman dan pentafsiran itu bersandar

    pada manusia yang selamanya tidak akan pernah menempati kemutlakan. Agama itu sendiri

  • 7/30/2019 Epistemologi Islam Final

    4/4

    memang bersifat mutlak, karena agama bersandar dan datang dari Tuhan, tetapi kemutlakannya itu

    bersifat internal, bagi dan dalam dirinya. Memutlakan agama dapat dimengerti jika berlaku internal,

    akan tetapi secara eksternal dalam arti pemikiran, penghayatan dan pentafsiran manusia terhadap

    agama, dan juga dalam hubungannya dengan agama yang lain, maka klaim mutlak-mutlakan itu

    akan dapat menjadi ancaman bagi kerukunan umat beragama.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abid al-Jabiri Muhammad, 2000, Post Tradisionalisme Islam, Terjemahan. Ahmad Baso

    Yogyakarta: LkiS.

    www.suaraaceh.com/ Teuku Zulkhairi /Membumikan Pemikiran Islam

    http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/10/epistemologi-islam/