epilepsi

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak Otak memiliki kurang lebih 15 millar neuron yang membangun subtansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat komplek, berfungsi sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas seperti gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat kedudukan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involunter atau otonom. Sel-sel otak bekerja bersama-sama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis. 5 Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus, dan area fronto-temporal sering kali merupakan letak awal munculnya serangan epilepsi. Area subkorteks misalnya thalamus, substansia nigra, dan korpus striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas serangan dan mencetuskan serangan epilepsi umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area subkorteks 3

description

epilepsi

Transcript of epilepsi

28

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi OtakOtak memiliki kurang lebih 15 millar neuron yang membangun subtansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat komplek, berfungsi sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas seperti gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat kedudukan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involunter atau otonom. Sel-sel otak bekerja bersama-sama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.5Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus, dan area fronto-temporal sering kali merupakan letak awal munculnya serangan epilepsi. Area subkorteks misalnya thalamus, substansia nigra, dan korpus striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas serangan dan mencetuskan serangan epilepsi umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area subkorteks mengatur neurotransmiter perangsang antara korteks dan area otak lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal. Penekanan terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di area tadi pada penderita epilepsi dapat memudahkan penyebaran aktivitas serangan mengikuti awal serangan parsial atau munculnya serangan epilepsi umum primer.5

4

4

Transmisi neuromuskular adalah rangkaian kejadian yang dapat mengalami gangguan di berbagai tingkat. Potensial aksi dihantarkan melalui aktivasi kanal Na+ ke ujung saraf, tempat potensial aksi mendepolarisasi membran sel sehingga membuka kanal Ca2+ bergerbang voltase. Ion Ca2+ yang masuk ke ujung saraf akan memperantarai penggabungan vesikel yang mengandung asetilkolin (ACh) dengan membran prasinaps, kemudian ACh dilepaskan ke dalam celah sinaps. ACh akan berikatan dengan reseptor di membran sub sinaps dan dengan cara ini 3

membuka kanal kation yang tidak spesifik. Depolarisasi pada membran subsinaps akan dijalarkan ke membran pasca sinaps, dan melalui pembukaan kanal Na+ akan mencetuskan potensial aksi yang akan segera menyebar ke membran otot. ACh akan dipecah oleh asetilkolinesterase, kwmudian direabsorbsi kembali ke ujung saraf dan digunakan kembali untuk menyintesis ACh.6,7

Gambar 2.1. Fisiologi Transmisi Neuromuskular

2.2 Pengertian EpilepsiKata epilepsi berasal dari Yunani Epilambanmein yang berarti serangan. Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Hal ini merupakan latar belakang adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi. Mitos tersebut mewarnai sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penangani penderita epilepsi dalam kehidupan normal.8Epilepsi sebetulnya sudah dikenal sekitar tahun 2000 sebelum Masehi. Hipokrates adalah orang pertama yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di seluruh dunia.8Epilepsi adalah perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (salivasi), atau fungsi kompleks (kognitif dan emosional) secara lokal maupun umum.8Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi sekumpulan gejala yang manifestasinya adalah lewat serangan epileptik yang berulang. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan occasional provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia.9Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena terlepasnya muatan listrik abnormal pada neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi.8 Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Epilepsi menurut JH Jackson didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak yaitu serangan parsial atau fokal atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak yang disebut serangan umum.9Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus, kronisitas.12 Lumbantobing mengatakan, bahwa pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron diotak terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan manifestasi baik lokal maupun general. Gangguan tidak terbatas aktifitas motor yang terlihat oleh mata, tetapi juga oleh aktifitas lain misalnya emosi, pikiran dan persepsi.8,92.3 Etiologi EpilepsiBeberapa gangguan di otak yang menyebabkan epilepsi menurut Silbernagl adalah:101. Kelainan genetik1. Luka (jaringan parut) pada sel glia1. Demam1. Hipoksia1. Tumor intrakranial1. Perdarahan intrakranial1. Abses intrakranial1. Keracunan alkoholDitinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:101. Epilepsi idiopatik: penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia >3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat-alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil1. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya: post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alcohol dan obat), dan kelainan neurodegeneratif.1. Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.10

2.4 Klasifikasi EpilepsiMenurutInternational League Against Epilepsy (ILAE), epilepsi diklasifikasikan menjadi 2 yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindrom epilepsi. Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi:81. Bangkitan ParsialBangkitan parsial diklasifikasikan menjadi3yakni,a. Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)- Dengan gejala motorik- Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus- Dengan gejala autonom- Dengan gejala psikisb. Parsial Kompleks (kesadaran menurun)- Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang menjadi penurunan kesadaran- Dengan penurunan kesadaran sejak awitanc. Parsial yang menjadi umum sekunder- Parsial sederhana yang menajdi umum tonik-konik- Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum tonik konik2. Bangkitan Umuma. Absence/lena /petit malBangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.b. TonikBerupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.c. KlonikKejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. d. Tonik-klonik /Grand malSecara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diikuti oleh kekakuan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yang disertai dengan relaksasi). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.e. MioklonikBangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involunter sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.f. AtonikBangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba.3. Bangkitan yang tidak terklasifikasi.

2.5 Patofisiologi EpilepsiDasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah Gamma Amino Butyric Acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca2+ dan Na+ dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca2+ akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. 11Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.11

Gambar 2.2. Patofisiologi Epilepsi Keterangan: Patofisiologi terjadinya epilepsi ditinjau dari pertukaran ion.2.6 Tanda dan Gejala Epilepsi8,12a) Kejang parsial simplekSerangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:1. Dejavu yaitu perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.1. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan1. Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih tertentu.1. Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu1. Halusinasib) Kejang parsial (psikomotor) kompleks Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:1. Gerakan seperti mencucu atau mengunyah1. Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya1. Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung1. Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang1. Berbicara tidak jelas seperti menggumam.c) Kejang tonik klonik (epilepsi grand mal). Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.22

2.7. Diagnosis Banding EpilepsiDiagnosis banding untuk epilepsi adalah status epileptikus, kejang psikogenik, untuk pasien anak bisa dipikirkan kejang demam.1. Status epileptikusAnamnesis: Riwayat epilepsi berulang, riwayat penyakit sistemik atau SSP seperti keganasan, infeksi, kelainan metabolik, keracunan, putus alkohol. Riwayat putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah berjalan. Riwayat trauma kepala. Pemeriksaan Fisik: cara yang paling penting untuk membedakan status epileptikus dari suatu bangkitan umum biasa adalah dengan memeriksa aktivitas susunan saraf simpatis. Menetapnya takikardi, hipertensi, berkeringat, dan hipersalivasi.1. Kejang psikogenikKejang psikogenik (kejang nonepilepsi, kejang semu, dan kejang histerikal) adalah serangan kejang yang menyerupai epilepsi dan sering salah diagnosis sebagai epilepsi. Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat. Monitor EEG-video merupakan standar baku. Sekitar 50-70% pasien kejang psikogenik adalah wanita. Sekitar 43-100% pasien dengan kejang psikogenik memiliki gangguan kejiwaan. 1. Kejang demamPada anamnesis dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam, seperti: menentukan adanya kejang, suhu sebelum dan saat kejang yang tinggi 39C, frekewemsi, interval, pasca kejang, penyebab demam (demam ec. infeksi, pasca imunisasi, perubahan keseimbangan cairan). Pemeriksaan Fisik: Suhu tubuh mencapai 39C, anak sering kehilangan kesadaran saat kejang, kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Kulit pucat dan bisa menjadi biru. Serangan selama beberapa menit setelah itu anak sadarGAMBARAN KLINIS YANG MEMBANTU MEMBEDAKAN KEJANG PSIKOGENIK DENGAN KEJANG EPILEPSI

KEJANG EPILEPSIKEJANG PSIKOGENIK

PencetusBiasanya tidak adaSeringkali karena emosi

Suasana waktu tidurSeringJarang

Suasana waktu sendirianSeringTidak biasa

ProdromalJarangSering

AwalBiasanya mendadak. Mungkin disertai aura singkat, mata cenderung terbukaMungkin berangsur dengan meningkatnya gejala emosional. Mata cenderung tertutup

Jeritan pada awalSeringTidak biasa

VokalisasiHanya waktu automatismeHanya selama serangan

Fenomena gerakStereotipik, biasanya meliputi kedua fase klonik dan tonik. Gerakan klonik melemah bila kejang berlanjut.Bervariasi. Seringkali hanya tonik atau klonik. Komponen klonik bervariasi amplitudo dan frekwensinya selama serangan. Gerakan pelvis menon jol. Gerakan-gerakan pseudo klonik.

Trauma/cederaSeringJarang

InkontinensiaSeringTidak bisa

Lidah tergigitSeringJarang

KesadaranBiasanya hilang sama sekali saat serangan kejang, mata terbuka saat seranganBervariasi, seringkali masih mungkin berkomunikasi saat serangan, mata cenderung tertutup.

PengekanganTidak berpengaruhDapat melawan, kadang-kadang menghentikan serangan

LamanyaBiasanya pendekDapat memanjang

Berhenti seranganBiasanya pendek (dapat memanjang jika disertai dengan automatisme) biasanya bingung, mengantuk, atau tidur.Dapat berangsur seringkali dengan penampakan emosi, bingung, mengantuk, atau tidur tidak biasa terjadi.

Tabel 2.1. Perbedaan antara Kejang Psikogenik dan Kejang Epilepsi2.8 Penegakan Diagnosis EpilepsiBeberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk menggambarkan kejadian sebelum , selama dan sesudah serangan kejang itu berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien Adapun beberapa Langkah yang harus dilakukan dokter adalah sebagai berikut:81) Wawancara Pasien1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb.1. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dj vu dan atau ada sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan aura hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.1. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.1. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah post ictal period Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut Todds Paralysis yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada Absens khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang.1. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu malam hari.1. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu, drug abuse, reading & eating epilepsy. Dengan mengetahui faktor pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu dalam mencegah serangan kejang.1. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi ini dapat membantu untuk mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat obat obat anti kejang .1. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang? Pertanyaan ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ?1. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan kejang secara lengkap.1. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan aura tetapi tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin ada aura , sehingga dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk mengurangi bahaya terjadinya luka.1. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain yang menyertai.

Riwayat medik dahulu.Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya.1. Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya? 1. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratory distress?1. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?1. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.1. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.1. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?1. Apakah ada riwayat tumor otak?1. Apakah ada riwayat stroke?Riwayat sosial.Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi.1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.1. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi, mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan dirinya.1. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan bermotor.1. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk mengurangi risiko terjadinya neural tube defects pada bayinya. 1. Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol .Riwayat keluarga.Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.Riwayat allergi.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam rash perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas?Riwayat pengobatan.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.Riwayat Pemeriksaan penunjang lain.Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudah dilakukan pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi atau CT Scan kepala atau MRI.2) Pemeriksaan Fisik dan Neurologi.13Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti caf au lait spots dan iris hamartoma pada neurofibromatosis, Ash leaf spots , shahgreen patches , subungual fibromas , adenoma sebaceum pada tuberosclerosis, port - wine stain ( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada dupytrens contractures yang dapat terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama. Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, gait , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu serangan kejang terjadi. Dysmorphism dan gangguan belajar mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia, mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.3) Pemeriksaan Laboratorium.Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya drug abuse.Pemeriksaan Elektroensefalografi.Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan membantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.1. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti 3-Hz spike-wave complexes adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang spesifik.1. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat menjelaskan manifestasi klinis daripadaaura maupun jenis serangan kejang. Pada pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat.Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsi didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan pemeriksaan klinis adalah penting sekali.1. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya epilepsi sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis epilepsi.1. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.1. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokus kadang-kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.Pemeriksaan RadiologiCT Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak (Harsono 2003, Oguni 2004)Indikasi CT Scan kepala adalah: (Kustiowati dkk 2003) Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan struktural di otak. Perubahan serangan kejang. Ada defisit neurologis fokal. Serangan kejang parsial. Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun. Untuk persiapan operasi epilepsi.CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital.

2.9 Penatalaksanaan Epilepsi2.9.1 Prinsip PenatalaksanaanStatus epileptikus merupakan kondisi kegawat daruratan yang memerlukan pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian. Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit. Memulai pengobatan epilepsi:1. Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi dua kali bangkitan dalam selang waktu yang tidak lama (maksimum satu tahun)1. Pada umumnya, bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE, kecuali bila terdapat pertimbangan kemungkinan berulang yang tinggi1. Bangkitan parsial sederhana tipe sensorik/psikis biasanya tidak perlu OAE, kecuali mengganggu penderita.14Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:1. Pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. Pemilihan obat disesuaikan dengan keadaan klinis, efek samping, interaksi anatara OAE (Obat Anti Epilepsi), dan harga obat.1. Strategi pengobatan: terapi dimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai dosis, kemudian ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/didapatkan hasil yang optimal dan konsentrasi plasma OAE pada kadar yang maksimal. Jika bangkitan masih tidak teratasi, secara bertahap ganti ke OAE lini kedua sebelum pemberian politerapi. 1. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.1. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.1. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.1. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.1. Tindak lanjut. Periksa pasien secara berkala, dan awasi adanya toksisitas OAE. Pemeriksaan darah dan uji fungsi hati harus dilakukan secara periodik pada beberapa OAE. Penting juga dilakukan evaluasi ulang fungsi neurologis secara rutin.14,15

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi (OAE):1. Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)1. Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi pronduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE dilakukan bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan. Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:1. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan151. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan. Jika penghentian pengobatan dilakukan secara tiba-tiba, pasien harus dalam pengawasan yang ketat karena dapat mencetuskan bangkitan atau bahkan status epileptikus. Jika bangkitan timbul selama atau sesudah penghentian pengobatan, OAE harus diberikan lagi sekurang-kurangnya 1-2 tahun.1. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.14

2.9.2 Obat Anti Epilepsi8,14,151. KarbamazepinEfektivitas: untuk epilepsi parsial terutama epilepsi parsial kompleks, epilepsi umum tonik-klonik, maupun kombinasi kedua jenis ini. Karbamazepin tidak aktif untuk penatalaksanaan epilepsi absens, epilepsi mioklonik, dan epilepsi atonik.Mekanisme kerja: Inhibisi kanal Na+ dan inhibisi Ca2+.Dosis pemberian: untuk menghindari efek samping, titrasi untuk mencapai kadar terapeutik harus dilakukan secara perlahan. Dewasa: dimulai dari dosis 100-200 mg, kemudian setelah 3-7 hari ditingkatkan menjadi 2 dd 200 mg. Setelah 1 minggu, kadar karbamazepin darah diperiksa dan dosis dapat dinaikkan setiap interval 3-7 hari untuk mencapai kadar 4-12 g/L. Kadar dalam darah sebaiknya diperiksa setiap 4-6 minggu karena terdapat kemungkinan terjadi autoinduksi metabolisme, sehingga dosis perlu ditingkatkan. Dosis rumatan untuk dewasa 600-1600 mg/hari, maksimal 2400 mg/hari. Anak-anak dosis awal 5-10 mg/kg/hari, dosis rumatan 15-20 mg/kg/hari, maksimal 30 mg/kg/hari. Pemberian dilakukan 2 kali sehari dengan kadar terapeutik 4-12 g/L.Efek samping: pusing, diplopia, mual, muntah, sedasi, leukopenia, bradiritmia, ruam, pankreatitis, osteopenia, teratogenik.Interaksi: Karbamazepin mengurangi efektifitas klonazepam, etosuksimid, primidon, valproat, topiramat, fenitoin, fenobarbital, kontrasepsi oral, rifampin, ketokonazol, warfarin. Kadar karbamazepin diturunkan oleh fenobarbital dan fenitoin. Namun ditingkatkan oleh eritromisin dan propoxyphene hydrochloride.1. FenitoinEfektivitas: untuk epilepsi parsial dan tonik-klonik, tidak efektif untuk absens dan epilepsi mioklonik. Mekanisme sama dengan karbamazepin.Dosis pemberian: Dewasa: loading dose oral 2 dd 500 mg atau 3 dd 300 mg. Loading dise IV 15 mg/kg (20 mg/kg untuk status epileptikus) maksimal 50 mg/menit. Rumatan: 300-400 mg/hari dibagi 2. Anak-anak 4-5/kg/hari. Maksimal 8 mg/kg. Dosis dapat diberikan dua kali sehari atau sekali sehari dengan kadar terapeutik 10-20 g/L.Efek samping: pusing, ataksia, diplopia, mual, ruam, hiperplasia gusi, hirsutisme, osteopenia, serta teratogenik.Interaksi obat: Fenitoin menurunkan efektivitas topiramat, karbamazepin, fenobarbital, pirimidon, valproat, kontrasepsi oral, kortikosteroid, dan warfarin. Kadar fenitoin ditingkatkan oleh topiramat, kloramfenikol, simetidin, isoniazid, sulfonamid, dan trimetoprim. Kadar fenitoin diturunkan oleh asam folat dan konsumsi alkohol jangka panjang.1. FenobarbitalEfektivitas: Fenobarbital dapat diberikan pada epilepsi umum tetapi bukan merupakan obat pilihan pertama sebab efek sampingnya merupakan penurunan fungsi kognitif.Dosis pemberian: Dewasa: 90-250 mg/hari. Anak-anak: 2-7 mg/kg/hari. dengan kadar terapeutik 10-40 g/L.Efek samping: sedasi, depresi, gangguan kognitif, ruam, hiperaktif pada anak.Interaksi: fenobarbital menurunkan kadar karbamazepin, diazepam, klonazepam, valproat, lamotrigin, tiagabin, dan zonisamid.1. BenzodiazepinEfektivitas: Diazepam. Jarang digunakan per oral, tetapi sering digunakan secara intravena atau per rektal untuk pengobatan status epileptikus. Apabila diberikan IV onset kerjanya 1-2 menit, tetapi masa kerjanya 15-20 menit.Dosis pemberian: Dewasa: 5-20 mg/hari. Anak-anak: 0,3-0,5 mg/kg/hari. Status epileptikus: 0,15-0,25 mg/kg IV, dapat diulang setiap 10-15 menit, maksimal 3 mg/kg/hari.Efek samping: mengantuk, kelemahan otot, depresi saluran pernafasan, konstipasi, depresi, diplopia, nyeri kepala, hipotensi, mual, inkontinensia, vertigo, dan pandangan kabur.Interaksi: kadar diazepam diturunkan dengan pemberian fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin.1. GabapentinEfektivitas: Gabapentin meningkatkan kerja GABA. Efektif untuk epilepsi parsial dan umum sekunder. Kelebihan gabapentin dibandingkan OAE yang lain adalah rendahnya efek samping.Dosis pemberian: Dewasa: mulai 300 mg pada malam hari. Dinaikkan 300 mg setiap 1-7 hari sampai 1800-3600 mg/hari. Pada orang tua dimulai dari 100 mg/hari atau 2 dd 100 mg, dinaikkan 100-200 mg setiap 1-7 hari sampai 1800-3600 mg/hari. Anak-anak (diatas 3 tahun): dimulai dari 10-20 mg/kg/hari dinaikkan sampai 30-60 mg/kg/hari. Dapat diberikan 2-3 atau 4 kali sehari, dengan kadar terapeutik 4-16 g/L.Efek samping: sedasi, pusing, kenaikan berat badan (BB), dan ruam (jarang).Interaksi: Tidak ada interaksi dengan obat lain.

Beberapa jenis obat anti epilepsi yang lain, seperti klonazepam, valproat, primidon, etosuksimid, okskarbazepin, tiagabin, lamotrigin, levetiracetam. Topiramat, dan zonisamid. Setiap jenis obat memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karena itu setiap langkah pengobatan epilepsi harus memiliki landasan teori agar dapat meminimalkan efek samping dan memaksimalkan efektivitas dari obat tersebut.

2.10. Komplikasi EpilepsiPada pasien epilepsi dapat terjadi beberapa gangguan, antara lain:161. Gangguan fungsi kognitifKeparahan dari gangguan fungsi kognisi dipengaruhi oleh frekwensi bangkitan. Semakin sering frekwensinya semakin besar pula efeknya pada fungsi kognisi (misalnya: membaca dan berhitung)1. Gangguan memori Fenomena tip of tongue yaitu penderita tahu kata yang ingin diucapkan namun tidak terucap Checking, yaitu harus kembali memeriksa hal-hal yang telah dilakukan Sering lupa dimana tempat meletakkan barang Kesulitan mengingat perintah verbal Kesulitan konsentrasi dan juga mengingat wajah.1. Gangguan berbahasaHal ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan bersosialisasi.

Komplikasi yang lain berdasarkan jenis kejangnya antara lain komplikasi kejang parsial dengan pasien yang mungkin mengalami stressor tinggi sehingga mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:9 Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus, anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda) Kepribadian keras : agresif dan defensiveKomplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi: Aspirasi atau muntah Fraktur vertebra atau dislokasi bahu Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit Status epileptikusStatus epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang padasetiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal.Komplikasi meliputi: Aspirasi Kardiakaritmia Dehidrasi Fraktur Serangan jantung Trauma kepala dan oralAdapula komplikasi berupa Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP) terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsi. Dengan alasan yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsi dapat meninggal secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsi simtomatik memiliki risiko yang lebih tinggi. Dari hasil autopsi tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP.Jika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan terapi pada kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang. Jika pengobatan anti kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal yang telah direkomendasikan oleh dokter dan tidak lupa minum obat adalah hal yang penting dalam pencegahan kejang. 12 Beberapa orang dengan epilepsy sensitive terhadap alkhohol. Mungkin ada beberapa orang yang mengalami kejang setelah meminum sedikit alkhohol sehingga kunci utama dalam pencegahan kejang adalah dengan menghindari alkhohol. Kurang tidur dan stress mungkin meningkatkan frekuensi terjadinya kejang pada beberapa orang tertentu.

2.11. Prognosis epilepsi9Prognosis tergantung dari faktor medis, sosial dan psikologis. Secara umum prognosis tergantung dari beberapa faktor seperti kekerapan kejang, ada tidaknya defisit neurologis/mental, jenis, dan lamanya kejang. Kehidupan pasien akan jauh lebih normal bila bebas serangan kejang sedikitnya 1 tahun atau lebih.Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prognosis untelegensia didapatkan 47,3% dengan intelegensia normal, 13,1% dengan retardasi mental ringan dan sisanya dengan retardasi mental sedang atau berat. Juga terdapat gangguan perkembangan motor halus pada 42,7% pasien, gangguan berbicara pada 40%, dan kesulitan berhubungan interpersonal 37,8%. Terdapat 60% pasien dapat mengikuti sekolah normal, tetapi hanya 4,7% yang masuk perguruan tinggi. Prevalensi kematian mendadak yang berhubungan dengan kejang adalah 1/525 sampai 1/2100 pasien epilepsi.Secara umum dapat disimpulkan bahwa prognosis epilepsi tergantung jenis epilepsinya. Faktor yang berhubungan dengan baiknya prognosis antara lain tidak adanya kelainan neurologis dan mental, frekwensi kejang yang jarang, jenis tonik klonik umum dan kejang cepat dikendalikan, serta umur onset sesudah 2 atau 3 tahun.25