Epidural Hematom

43
BAB I PENDAHULUAN Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah terutama Arteri meningea media (paling sering) yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang dipermukaan dalam os temporale. Hematom epidural tanpa cedera lain biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media. Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan tanda atau gejala. Baru setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intra kranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah, diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencepat maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaannya masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mngalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis hematom epidural bila sisi fraktur 1

Transcript of Epidural Hematom

Page 1: Epidural Hematom

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah terutama Arteri meningea media

(paling sering) yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara

duramater dan tulang dipermukaan dalam os temporale.

Hematom epidural tanpa cedera lain biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea

media. Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan tanda atau gejala. Baru setelah

hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intra

kranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah, diikuti dengan penurunan

kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil

ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencepat maksimal dan reaksi

cahaya yang pada permulaannya masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan

tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang

dalam, pupil kontralateral juga mngalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak

menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.

Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen

kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis hematom epidural bila sisi fraktur

terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi

hematom.

Penatalaksanaan dilakukan dengan segera dengan cara trepanasi dengan tujuan

melakukan evakuasi hematom dan menghentikan perdarahan. (1,2)

Untuk melakukan pembedahan diperlukannya pertimbangan anastesi yang tepat.

Anastesi dapat dibagi menjadi dua yaitu umum dan lokal. Pada pasien yang akan dilakukan

craniotomi biasanya dilakukan tindakan anastesi umum. Anastesi umum adalah tindakan

menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai hilang nya kesadaran dan dapat pulih

kembali (refersibel). Komponen anastesi ideal (trias anastesi) terdiri dari hipnotik, analgesi,

dan relaksasi. Trias anastesi ini dapat dicapai dengan menggunakan obat yang berbeda

secara terpisah. (8,9,10)

1

Page 2: Epidural Hematom

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestesia

adalah suatu keadaan depresi dari pusat - pusat saraf tertentu yang bersifat reversible, dimana

seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang

mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan

keselamatan pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), pearawatan

intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri manahun. (8,9,10)

2.2 Jenis-jenis anestesi

Secara garis besar anastesi dibagi atas :

1. Anestesi umum :

Tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias ideal terdiri dari

hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot.

Cara pemberian anestesi umum :

Parenteral (IM/IV). digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi.

Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan

ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral

dikombinasikan dengan cara lain.

Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

Anestesi inhalasi. yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anesetsi

yang mudah menguap sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Zat

anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa

campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari

tekanan parsialnya.

2. Anestesi Lokal

Tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya

kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan cara :

Anestesi permukaan 2

Page 3: Epidural Hematom

Yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa

seperti mata, hidung atau faring.

Anestesi infiltrasi

Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar tempat

lesi, luka atau insisi, Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blockade

lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.

Anestesi blok

Yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung kesaraf utama atau pleksus saraf.

Misalnya anestesi spinal, anestesi epidural, anestesi kaudal.

Anastesi regional intravena

yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi

dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet. (8,9,10)

2.3 Persiapan pra anastesi

Persiapan Praanestesi

Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya pada kunjungan praanestesi meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dll. Saat masuk ruangan operasi pasien dalam

keadaan puasa. Identitas pasien harus telah ditandatangani sesuai dengan rencana operasi

dan informed consent.

Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, apakah terdapat

hipovolemia, perdarahan, diare, muntah, atau demam. Akses intavena dipasang untuk

pemberian cairan infus, transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrokardiografi

(EKG), tekanan darah (tensi meter), saturasi oksigen (pulse oxymeter), kadar CO2 dalam

darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi dapat diberikan oral, rectal,

intramuskular, atau intravena. (8,9)

Klasifikasi Status fisik

Berdasarkan American Society of Anesthesiologists ( ASA ) membuat klasifikasi pasien

menjadi kelas-kelas :

1) Pasien normal dan sehat fisis dan mental

2) Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional

3) Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi

3

Page 4: Epidural Hematom

4) Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan keterbatasan fungsi

5) Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi

Bila operasi yang dilakukan darurat maka penggolongan ASA diikuti huruf E. (8,9)

Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium yaitu:

Stadium I

Stadium I (analgesia) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya

kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi

(hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi

kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.

Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran

dan refleks bulu mata sampai pernafasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat

adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak,

menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnoe dan hiperpnoe,

tonus otot rangka meningkat, inkotinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi

serta takikardia. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

Stadium III

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai

pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana, yaitu:

Plana I : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan

bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, refleks

lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai

relaksasi otot lurik yang sempurna ( tonus otot mulai menurun).

Plana II : Pernapasan teratur, spontan, perut dada, volume tidak menurun,

frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil

midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan refleks laring

hilang sehingga dapat diketjakan intubasi.

4

Page 5: Epidural Hematom

Plana III : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,

lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritonium

tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana IV: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis

total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan

kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat

menurun).

Stadium IV

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya

pernapasan perut dibanding stadium III plana IV. Pada stadium ini tekanan darah tidak

dapat diukur,denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan

pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan. (8)

Peralatan

Peralatan anestesi adalah alat-alat anestesi yang digunakan umtuk menghantarkan

oksigen dan obat anastetik inhalasi, mengontrol ventilasi, serta memonitor fungsi peralatan

tersebut.

Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara umum mesin

anestesi terdiri dari 3 komponen yang saling berhubungan, yaitu:

a) Komponen 1. yaitu sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter), dan alat penguap

(vaporizer)

b) Komponen 2. Meliputi sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan sistem

magill.

c) Komponen 3. Alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien, yaitu

sungkup muka (face mask), pipa endotrakea (endotrakeal tube).

Semua komponen mesin anestesi harus tersedia tanpa memperhatikan teknik anestesi

yang akan dipakai sebagai persiapan untuk kemungkinan pemakaian anestesi umum, selain

itu sumber oksigen dan peralatan bantu ventilasi (self- inflating bag seperti ambu bag)

harus tersedia untuk semua prosedur anestesi. (8)

2.4 Anastesi Umum

5

Page 6: Epidural Hematom

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai

hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi ideal (trias

anestesi) terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Trias anestesi ini dapat dicapai

dengan menggunakan obat yang berbeda secara terpisah. Teknik ini sesuai untuk pembedahan

abdomen yang luas, intraperitonium, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama,

dan operasi dengan posisi tertentu yang memerlukan pengendalian pernapasan. (8)

2.4.1Induksi Anestesi

Premedikasi

Tujuan premedikasi adalah :

Menimbulkan rasa nyaman pada pasien

Memudahkan/memperlancarkan induksi,rumatan, dan sadar dari anestesi

Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi

Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah

Mengurangi keasaman lambung dan stress fisiologis

Obat-obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah:

1. Obat antikholinergik

2. Obat sedatif

3. Obat analgetik narkotik.

Pasien diusahakan tenang dan diberikan oksigen melalui sungkup muka. Obat-obat

induksi diberikan secara intravena seperti tiopental, ketamin, diazepam, midazolam, dan

propofol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau pipa napas orofaring/nasofaring.

Setelah itu dilakukan intubasi trakea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi pasien

disesuaikan dengan posisi operasi yang akan dilakukan, misalnya telentang, telungkup,

litotomi, miring, duduk, dll.

a. Obat golongan antikholinergik

Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat

menekan/menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis.

Tujuan utama pemberian obat antikholinergik untuk premedikasi adalah:

1. Mengurangi sekresi kelenjar:saliva,saluran cerna dan saluran nafas

2. Mencegah spasme laring dan bronkus.

6

Page 7: Epidural Hematom

3. Mencegah bradikardi

4. Mengurangi motilitas usus

5. Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas.

Obat golongan antikholinergik yang digunakan dalam praktik anastesia adalah preparat

Alkaloid belladonna yang turunnya adalah Sulfas atropine dan Skopolamin

Mekanisme Kerja

Menghambat mekanisme kerja asetil kholin pada organ yang diinervasi oleh serabut

saraf otonom para simpatis atau serabut saraf yang mempunyai neurotransmitter asetil kolin.

Alkaloid belladona menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh

asetil kholin pada sel efektor organ terutama pada kelenjar eksokrin, otot polos dan otot jantung.

Khasiat sulfas atropine lebih dominan pada otot jantung , usus dan bronkus, sedangkan

skopolamin lebih dominan pada iris, korpus siliare dan kelenjar.

Efek terhadap susunan saraf pusat

Sulfas atropine tidak menimbulkan depresi susunan saraf pusat, sedangkan

skopolamin mempunyai efek depresi sehingga menimbulkan rasa ngantuk, euporia,

amnesia dan rasa lelah.

Efek terhadap respirasi

Menghambat sekresi kelenjar pada hidung, mulut, faring trakea, dan bronkus,

menyebabkan mukosa jalan nafas kekeringan, relaksasi otot polos bronkus dan

bronkhioli, sehingga diameter lumennya melebar akan menyebabkan volume ruang rugi

bertambah.

Efek terhadap kardiovaskular

Menghamabat aktivitas vagus pada jantung ,sehingga denyut jantung

meningkat,tetapi tidak berpengaruh langsung pada tekanan darah.pada hipotensi karena

reflex vegal, pemberian obat ini akan meningkatkan tekanan darah.

Efek terhadap saluran cerna

Menghambat sekresi kelenjar liur sehingga mulut terasa kering dan sulit

menelan, mengurangi sekresi getah lambung sehingga keasaman lambung bisa

dikurangi, mengurangi tonus otot polos sehingga motilitas usus menurun.

Efek terhadap kelenjar keringat.

Menghambat sekresi kelenjar keringat, sehingga menyebabkan kulit kering dan

badan terasa panas akibat pelepasan panas tubuh terhalang melalui proses evaporasi.

Cara pemberian dan dosis :

7

Page 8: Epidural Hematom

- Intramuscular dengan dosis 0,01 mg/kg BB, diberikan 30-45 menit

sebelum induksi.

- Intravena dengan dosis 0,005 mg/kg BB, diberikan 5-10 menit sebelum

induksi.

b. Obat golongan sedatif/trankulizer

Obat golongan sedative adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan menimbulkan

rasa kantuk. Tujuan pemberian obat golongan ini adalah untuk memberikan suasana

nyaman bagi pasien prabedah,bebas dari rasa cemas dan takut, sehingga pasien menjadi

tidak peduli dengan linkungannya.

Untuk keperluan ini, obat golongan sedative/trankulizer yang sering digunakan adalah:

a. Derivate fenothiazin.

Derivate fenothiasin yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah

propetazin.obat ini pada mulanya digunakan sebagai antihistamin.

Khasiat farmakologi.

Terhadap saraf pusat . Menimbulkan depresi saraf pusat, bekerja pada

formasioretikularis dan hipotalamus menekan pusat muntah dan mengatur suhu obat ini

berpotensi dengan sedative lainnya.

Terhadap respirasi. Menyebabkan dilatasi otot polos saluran nafas dan menghambat

sekresi kelenjar.

Terhadap kardiovaskular. Menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat memperbaiki

perfusi jaringan.

Terhadap saluran cerna efek lain. Menurunkan peristaltik usus,mencegah spasme

mengurangi sekresi kelenjar, efek lainnya adalah menekan dekresi ketekolamin dan

sebagai antikholinergik.

Dengan demekian dapat disimpulkan bahwa khasiat propethazin sebagai obat

premedikasi adalah sebagai sedative, antiemetik, antikhonergik, antihistamin, bronkodilator

dan antipiretika.

Cara pemberian dan dosis

Intramuskular dengan dosis 1 mg/kg BB dan diberikan 30-45 menit sebelum induksi.

Intravena dengan dosis 0,5 mg/kg BB diberikan 5-10 menit sebelum induksi.

Kemasan dan sifat fisik. Dikemas dalam bentuk ampul 2 ml mengandung 50 mg tidak

berwarna dan larut dalam air.

b. Derivat benzodiazepine

8

Page 9: Epidural Hematom

Derivat benzodiazepine yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah diazepam dan

midazolam. derivat yang lain adalah klordiazepoksid, nitrazepam dan oksazepam.

Khasiat farmakologi :

Terhadap saraf pusat dan medulla spinalis.

Mempunyai khasiat sedasi dan anti cemas yang bekerja pada system limbic dan pada

ARAS serta bisa menimbulkan amnesia antero grad. Sebagai obat anti kejang yang bekerja pada

kornu anterior medulla spinalis dan hubungan saraf otot. pada dosis kecil bersifat sedative,

sedangkan dosis tinggi sebagai hipnotik.

Terhadap respirasi

Pada dosis kecil (0,2 mg/kg BB)yang diberikan secara intravena, menimbulkan depresi

ringan yang tidak serius. Bila dikombinasikan dengan narkotik menimbulkan depresi nafas yang

lebih berat.

Terhadap kardiovaskular

Pada dosis kecil,pengaruhnya kecil sekali pada kontraksi maupun denyut jantung, akan

tetapi pada dosis besar menimbulkan hipotensi yang disebabkan oleh efek dilatasi pembuluh

darah.

Terhadap saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supra spinal dan

spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka seperti

pada tetanus.

Penggunaan klinis

Dalam praktik anastesia obat ini digunakan sebagai:

Premedikasi dapat diberikan intramuscular dengan dosis 0,2 mg/kg BB atau peroral

dengan dosis 5-10 mg.

Induksi diberikan intravena dengan dosis 0,2-0,6 mg/kg BB.

Sedasi pada analgesia regional diberikan intravena.

Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Pada pemberian intramuscular atau intravena, obat ini tidak bisa dicampur dengan obat

lain karena bisa terjadi resipitasi. Jalur vena yang dipilih sebaiknya melalui vena-vena besar

untuk mencegah flebitis.Pemberian intramuscular kurang disenangi oleh karena menimbulkan

rasa nyeri pada daerah suntikan.

9

Page 10: Epidural Hematom

Kemasan injeksi berbentuk larutan emulsi dalam ampul 2 ml yang mengandung 10

mg ,berwarna kuning, sukar larut dalam air dan bersifat asam .kemasan oral dalam bentuk tablet

2 dan 5 mg, disamping itu ada kemasan supositoria atau pipa rectal (rectal tube)yang diberikan

pada anak-anak. sedangkan midazolam yang ada dipasaran adalah hanya dalam bentuk larutan

tidak berwarna, mudah larut dalam air dan kemasan dalam ampul (3 dan 5 ml) yang

mengandung 5 mg/ml.

c. Derivat butirofenon

Derivat ini disebut juga obat golongan neroleptika, karena sering digunakan sebagai

nerolitik. derivat butirofenon yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah

dehidrobenzperidol atau popular disebut DHBP.

Efek farmakologi

Terhadap saraf pusat

Berkhasiat sebagai sedative atau trankulizer.disamping itu mempunya khasiat khusus

sebagai anti muntah yang bekerja pada pusat muntah di “chemoreceptor trigger zone”. Efek

samping yang tidak dikehendaki adalah timbulnya rangsangan ekstrapiramidal sehingga

menimbulkan gerakan tak terkendali (Parkinson) yang bisa diatasi dengan pemberian obat anti

Parkinson.

Terhadap respirasi

Menimbulkan sumbatan jalan nafas akibat dilatasi pembuluh darah rongga hidung juga

menimbulkan dilatasi pembuluh darah paru. Sehingga kontraindikasi pada pasien asma.

Terhadap sirkulasi

Menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga sering digunakan sebagai

anti syok.tekan darah akan turun tetapi perfusi dapat dipertahankan selama volume sirkulasi

adekuat.

Penggunaan klinik

1. Premedikasi diberikan intramuscular dengan dosis 0,1 mg/kg BB.

2. Sedasi untuk tindakan endoskopi dan analgesia regional

3. Anti hipertensi

4. Anti muntah

5. Suplemen anastesia.

Kemasan:

Dalam bentuk ampul 2 ml dan 10 ml, mengandung 2,5 mg/ml . Tidak berwarna dan bisa

dicampur dengan obat lain.

10

Page 11: Epidural Hematom

d. Derivate barbiturate

Derivate barbiturate yang sering digunakan sebagai obat premedikasi

adalah :pentobarbital dan sekobarbital. Digunakan sebagai sedasi dan penenang pra bedah,

terutama pada anak-anak. Pada dosis lazim dapat menimbulkan depresi ringan pada respirasi

dan sirkulasi.

Sebagai premedikasi diberikan intramuscular dengan dosis 2 mg /kg BB atau per oral.

e. Preparat Antihistamin

Obat golongan ini yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah derivate

defenhidramin. Khasiat yang diharapkan adalah sedative, anti muntah ringan, dan anti piretik,

sedangkan efek sampingnya adalah hipotensi yang sifatnya ringan.

c. Golongan analgetik narkotik atau opioid

Berdasarkan struktur kimia, analgetik narkotik atau opioid, dibedakan menjadai 3

kelompok :

1. Alkaloid opium (natural) : morfin dan kodein

2. Derivate semi sintetik : diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oximorfon,

hidrokodon dan oxikodon.

3. Derivate sintetik

o Fenipiperidine : pethidin, fentanil, sulfentanyl dan alfentanyl.

o Benzomorfan : pentazosid, fenazosin dan siklazosin.

o Morfinan : lavorvanol

o Propionanilides : methadone

Tramadol

Sebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor-reseptor opioid yang

diketahui ada 4 reseptor, yaitu ;

1. Reseptor Mu

Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. stimulasi pada reseptor ini akan

menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria, dan depresi respirasi

2. Reseptor Kappa

Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anastesia. Morfin

bekerja pada reseptor ini.

3. Reseptor sigma

11

Page 12: Epidural Hematom

Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil midriasis,

dan stimulasi respirasi.

4. Reseptor delta

Pada manusia reseptor ini belum diketahui dengan jelas.

Golongan narkotik ysng sering digunakan sebagai premedikasi adalah: pethidin dan

morfin. Sedangkan fentanyl digunakan sebagai suplemen anesthesia.

Efek farmakologi

Terhadap susunan saraf pusat

Sebagai analgetik, obat ini bekerja pada thalamus dan subtansia gelatinosa

medulla spinalis, disamping itu narkotik juga mempunyai efek sedasi.

Terhadap respirasi

Menimbulkan depresi pusat nafas terutama pada bayi dan orang tua. Efek ini

semakin manifest pada keadaan umum pasien yang buruk sehingga perlu pertimbangan

seksama dalam penggunaannya. Namun demikian efek ini dapat dipulihkan dengan

nalorfin atau nalokson.

Terhadap bronkus, pethidin menyebabkan dilatasi bronkus, sedangkan morfin

menimbulkan constriksi akibat pengaruh pelepasan histamine.

Terhadap sirkulasi

Tidak menimbulkan depresi system sirkulasi, sehingga cukup aman diberikan

pada semua pasien kecuali oada bayi dan orang tua.

Pada kehamilan, narkotik dapat melewati barier plasenta sehingga dapat

menimbulkandepresi nafas pada bayi baru lahir.

Terhadap system lain

Merangsang pusat muntah, menimbulkan spasme spincter kandung empedu sehingga

menimbulkan kolok abdomen. Morfin merangsang pelepasan histamine sehingga dapat

menimbulkan rasa gatal seluruh tubuh atau minimal pada daerah hidung, sedangkan pethidin,

pelepasan histaminnya bersifat local ditempat suntikan.

Indikasi kontra

Pemberian narkotik harus hati-hati pada pasien orang tua atau bayi dan keadaan umum

yang buruk. Tidak boleh diberikan pada pasien yang mendapatkan preparat pengghambat

monoamine oksidase, pasien asma dan penderita penyakit hati.

Efek samping atau tanda-tanda intoksikasi :

12

Page 13: Epidural Hematom

1. Memperpanjang masa pulih anesthesia

2. Depresi pusat nafas sehingga pasien bisa henti nafas

3. Pupil miosis

4. Spasme bronkus pada pasien asma terutama akibat morfin

5. Kolik bdomen akibat spasme spingter kandung empedu.

2.4.2 Rumatan Anestesi

Selama operasi berlangsung hal-hal yang dipantau adalah fungsi vital, pernapasan,

tekanan darah, nadi dan kedalaman anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan,

perubahan pola napas, takikardia, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.

Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung jenis

lama dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan puasa

rumatan perdarahan evaporasi dan lain-lain. Jenis cairan yang dapat diberikan dapat berupa

kristaloid (Ringer Laktat, NaCl, Dextrosa 5%), koloid ( plasma expander, albummin 5%) atau

trensfusi darah bila perdarahan terjadi lebih dari 20% volume darah.

2.5 Pemulihan Pasca-Anestesi

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang

perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum ekstubasi dilakukan pada saat pasien dalam

anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum,

kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drainage,

dll.

Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan dilakukan paling

tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15

menit. Pulse oxymetri dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan suhu juga

dilakukan.

Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus dapat oksigen

30-40% selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien yang memiliki

resiko tinggi hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang

dilakukan tindakan operasi di daerah abdomen atau di daerah dada. (8)

13

Page 14: Epidural Hematom

2.6 Anatomi Kepala

A. Kulit Kepala (SCALP)

Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:

1. Skin atau kulit

2. Connective Tissue atau jaringan penyambung

3. Aponeurosis atau galea aponeurotika  adalah jaringan ikat berhubungan langsung

dengan tengkorak

4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar Merupakan tempat terjadinya

perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).

5. Perikranium

B. Tulang Tengkorak

Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak  dasar dibagi 3 fosa :

1. Anterior  tempat lobus frontalis

2. Media  tempat lobus temporalis

3. Posterior  tempat batang otak bawah dan serebelum

C. Meningen

Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :

1. Durameter

Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula interna

atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid dibawahnya,

sehingga terdapat ruangan potensial disebut  ruang subdural yang terletak antara durameter

dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menuju sinus sagitalis superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami

robekan serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus

yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu :  sinus sagitalis superior mengalirkan darah

vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.  Perdarahan akibat sinus cedera 1/3

14

Page 15: Epidural Hematom

anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark

vena dan kenaikan tekanan intracranial.

Arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami cedera

adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat menimbulkan

perdarahan epidural.

2. Arachnoid

3. Piameter

Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal

bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid. Perdarahan ditempat

ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial..

D. Otak

1. Serebrum

Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan

durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat pusat

bicara.

2. Serebelum

Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior

berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.

3. Batang otak

Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan

kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla spinalis.

E. Cairan Serebrospinalis

Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar

500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus yang

15

Page 16: Epidural Hematom

terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis dan

ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan serebrospinal pada

orang dewasa sekitar 120 mL  Cairan serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus

koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen

interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV

melalui akuaduktus Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan

1 foramen Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui

granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus  duramater kemudian masuk ke aliran vena

Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal  melebihi

jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal yang

berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous sinus.

Mekanisme kompensasi yang terjadi  adalah transventricular absorption, dural

absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles. Pelebaran

ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal horns, seringkali asimetris,

keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari

septum pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah

bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction)

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :

1. Supratentorial terdiri fosa kranii anterior dan media

2. Infratentorial berisi fosa kranii posterior

Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak

(pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura

tentorial.  Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan oleh

masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut2 parasimpatik untuk

kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini

disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut

menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah.

16

Page 17: Epidural Hematom

Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom klasik

herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama

dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu. (11)

2.7 Epidural Hematoma

2.7.1 Definisi

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering

terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang keras.

Otak juga dikelilingi oleh pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi

otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periostium tabula interna. Ketika seorang

mendapat benturan yang hebat dikepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang,

pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan pembuluh darah

mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang

tengkorak, keadaan inilah yang dikenal sebagai epidural hematom. (1,2,4,)

Epidural hematom merupakan sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan

biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,

sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan

robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada

middle meningeal arteri yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam

ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi. (5)

2.7.2 Etiologi

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa

keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematoma adalah benturan pada kepala pada

kecelakaan motor. Hematoma Epidural terjadi akibat trauma kepala yang biasanya

berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah terutama Arteri meningea media

(paling sering) yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara

duramater dan tulang dipermukaan dalam os temporale.

17

Page 18: Epidural Hematom

Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan epidural hematom. Desakan oleh hematom

akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah

besar.

Hematom epidural tanpa cedera lain biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea

media. (1,6)

2.7.3 Patofisiologi

Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan duramater.

Perdarahan ini lebih sering terjadi pada daerah temporal bila salah satu cabang arteri

meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak didaerah

bersangkutan. Hematoma dapat pula terjadi didaerah frontal dan oksipital. Arteri meningea

media yang masuk didalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater

dan tulang dipermukaan dan os temporal. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom

epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala

sehingga hematoma bertambah.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

mengalami herniasi dibawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya

tanda-tanda neurologi yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada

sirkulasi arteria yang mengurus formatio retikularis di medulla oblongata menyebabkan

hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomontorius).

Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.

Tekanan pada lintasan kortikospinal yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan

kelemahan respons motorik kontralateral, reflex hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda

babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan

terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang membesar.

Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain lain kekakuan

desebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini

berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar makin lama makin membesar.

Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera

sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang

18

Page 19: Epidural Hematom

progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan

kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid.

Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural hematoma.

Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural

hematom dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung

tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. Sumber perdarahan:

Arteri meningea (lucid interval 2-3jam)

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a.diploica dan vena

diploica.

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergency dibedah saraf karena

progresifitasnya yang cepat karena duramater melekat erat pada saluran sehingga langsung

mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infratentorial. Karena

itu setiap penderita yang megeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif

memberat, harus segera dirawat dan diperiksa dengan teliti.(1,2,5)

2.7.4 Gejala Klinis

Pasien dengan hematoma epidural mengalami kehilangan kesadaran singkat setelah

trauma kepala, diikuti interval lucid dan kemunduran neurologi

Gejala yang sering tampak:

Penurunan kesadaran, bias sampa koma

Bingung

19

Page 20: Epidural Hematom

Penglihatan kabur

Susah bicara

Nyeri kepala yang hebat

Keluar cairan darah dari telinga dan hidung

Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala

Mual

Pusing

Berkeringat

Pucat

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi lebar

Gejala dan tanda nya:

Hilangnya kesadaran posttraumatic / posttraumatic loss of

consciousness (los) secara singkat.

Terjadi lucid interval untuk beberapa jam

Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparese

kontralateral, dilatasi pupil ipsilateral (1,2,5)

2.7.5 Pemeriksaan Penunjang

Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah

dikenali.

Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera

intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula

terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, paling sering di daerah

temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline

terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,

Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya

peregangan dari pembuluh darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

20

Page 21: Epidural Hematom

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi

duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat

menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan

yang dipilih untuk menegakkan diagnosis. (1,2,3,4,5)

2.7.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti foto

rontgen kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis hematom epidural bila sisi

fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat

menunjukkan lokasi hematom. (1)

Diagnosis Banding

o Hematoma subdural

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan

arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma

epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang

menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang  sehingga merusak a.

kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan

hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk

bulan sabit.

o Hematoma Subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di

dalamnya.

Gejala klinis nya seperti:

Kaku kuduk

Nyeri kepala

Gangguan kesadaran (6,7)

21

Page 22: Epidural Hematom

2.7.7 Penatalaksanaan

Penanganan darurat :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa

1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital

Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat

menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan

pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-kan

cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.

2. Mengurangi edema otak

Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:

a.Hiperventilasi.

b.Cairan hiperosmoler.

c.Kortikosteroid.

d.Barbiturat.

Terapi Operatif

            Operasi di lakukan bila terdapat :

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 5 mm

fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1

cm

22

Page 23: Epidural Hematom

EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan

GCS 8atau kurang

Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional

saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi

emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc = desak ruang supra tentorial

> 10 cc = desak ruang infratentorial

> 5 cc = desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving  adalah efek masa yang signifikan :

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.

Operasi pada epidural hematom adalah trepanasi/craniotomi

Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang

bertujuanmencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan

pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan

penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial

(Susan M, Tucker, Dkk. 1998)

Indikasi

23

Page 24: Epidural Hematom

Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

     Mengurangi tekanan intrakranial.

Mengevakuasi bekuan darah .

Mengontrol bekuan darah.

Pembenahan organ-organ intrakranial.

Tumor otak.

Perdarahan (hemorrage).

Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms).

Peradangan dalam otak

Trauma pada tengkorak.

2.7.8 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi primer atau sekunder, komplikasi primer yang disebabkan

oleh cedera mekanis direk, menyebabkan cedera aksonal yang ditandai dengan

hilangnya kesadaran awal atau depresi status mental. Komplikasi sekunder yang

disebabkan oleh hematoma yang meluas menyebabkan kemunduran neurologic.

2.7.9 Prognosis

 Prognosis tergantung pada :

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-

15%

2.8 Anastesi pada kraniotomi

24

Page 25: Epidural Hematom

Pada pasien yang akan dilakukan kraniotomi biasanya dipakai tindakan anastesi umum.

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai hilangnya

kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi ideal (trias anestesi) terdiri

dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Trias anestesi ini dapat dicapai dengan menggunakan

obat yang berbeda secara terpisah. Teknik ini sesuai untuk pembedahan abdomen yang luas,

intraperitonium, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan

posisi tertentu yang memerlukan pengendalian pernapasan. (8)

dikenal beberapa ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini.

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai Bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm

Neonatus 2,5-3,5 12 11cm

1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm

½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm

1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm

4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm

6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm

8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm

10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm

12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm

25

Page 26: Epidural Hematom

Gambar  4. Pipa endotrakea

Teknik Intubasi

Intubasi Orotrakeal

Intubasi orotrakeal biasanya menggunakan laringoskop dengan dua jenis blade yang

paling umum digunakan, yaitu Macintosh dan Miller. Blade Macintosh berbentuk lengkung.

Ujungnya dimasukkan ke dalam Valekula (celah antara pangkal lidah dan permukaan faring

dari epiglotis). Pemakaian blade Macintosh ini memungkinkan insersi pipa endotrakeal lebih

mudah dan dengan risiko trauma minimal pada epiglotis. Ukuran pada blade Macintosh pun

beragam dari nomor 1 hingga nomor 4.

Sedangkan blade Miller berbentuk lurus, dan ujungnya berada tepat di bawah

permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis kemudian diangkat untuk melihat pita suara.

Kelebihan dari blade Miller ini adalah anestesiologis dapat melihat dengan jelas terbukanya

epoglotis, namun di sisi lain jalur oro-hipofaring lebih sempit. Ukuran bervariasi dari nomor 0

hingga nomor 4. Pasien diposisikan dalam posisi “sniffing”. Biasanya posisi seperti ini akan

memperluas pandangan laringoskopik.

26

Page 27: Epidural Hematom

Gambar  8. Sniffing Position

Laringoskop dipegang tangan kiri pada sambungan antara handle dan blade. Setelah

memastikan mulut pasien terbuka dengan teknik “cross finger” dari jari tangan kanan,

laringoskop dimasukkan ke sisi kanan mulut pasien sambil menyingkirkan lidah ke sisi kiri.

Bibir dan gigi pasien tidak boleh terjepit oleh blade. Blade kemudian diangkat sehingga terlihat

epiglotis terbuka. Laringoskop harus diangkat, bukan didorong ke depan agar kerusakan pada

gigi maupun gusi pada rahang atas dapat dihindari.

Ukuran pipa endotrakeal (endotracheal tube / ETT) bergantung pada usia pasien,

bentuk badan, dan jenis operasi yang akan dilakukan. ETT dipegang dengan tangan kanan

seperti memegang pensil lalu dimasukkan melalui sisi kanan rongga mulut kemudian masuk ke

pita suara. Bila epiglotis terlihat tidak membuka dengan baik, penting untuk menjadikan

epiglotis sebagai landasan dan segera masukkan ETT di bawahnya lalu masuk ke trakea.

Tekanan eksternal pada krikoid maupun kartilago tiroid dapat membantu memperjelas

pandangan anestesiologis. Ujung proksimal dari balon ETT ditempatkan di bawah pita suara,

lalu balon dikembangkan dengan udara positif.

Pemasangan ETT yang benar dapat dinilai dari auskultasi pada lima area, yaitu kedua

apeks paru, kedua basal paru, dan epigastrium. Bila suara napas terdengar hanya pada salah satu

sisi paru saja, maka diperkirakan telah terjadi intubasi endobronkial dan ETT harus ditarik

perlahan hingga suara napas terdengar simetris di lapangan paru kanan dan kiri. ETT kemudian

difiksasi segera dengan menggunakan plester.

27

Page 29: Epidural Hematom

KESIMPULAN

Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah terutama Arteri meningea media

(paling sering) yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara

duramaster dan tulang dipermukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi dapat

menimbulkan epidural hematom.

Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan tanda atau gejala. Baru setelah hematom

bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intra kranial.

Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah, diikuti dengan penurunan

kesadaran.

Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen

kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis hematom epidural bila sisi fraktur

terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi

hematom.

Penatalaksanaan dilakukan dengan segera dengan cara trepanasi dengan tujuan

melakukan evakuasi hematom dan menghentikan perdarahan.

Pada pasien yang akan dilakukan craniotomi biasanya dilakukan tindakan anastesi

umum. Anastesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang

disertai hilang nya kesadaran dan dapat pulih kembali (refersibel). Komponen anastesi ideal

(trias anastesi) terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi. Trias anastesi ini dapat dicapai

dengan menggunakan obat yang berbeda secara terpisah.

29

Page 30: Epidural Hematom

30