Epi Lepsi
-
Upload
siti-nur-rachmani -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
description
Transcript of Epi Lepsi
TUTORIAL
“EPILEPSI”
KEPANITERAAN KLINIK STASE SARAF
DISUSUN OLEH :
KARLINA LUBIS 2011730048
VEBI AMANDA CLARISA 2011730111
Dosen Pembimbing : dr. Gea Pandhita S,M.Kes,Sp.S
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AJARAN
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa ada batasan ras dan sosio-
ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang dibanding
dengan negara industri. Hal ini belum diketahui penyebanya, diduga terdapat beberapa faktor
ikut berperan, misalnya perawatan ibu hamil, keadaan waktu melahirkan, trauma lahir,
kekurangan gizi dan penyakit infeksi.
Angka insidensi epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000
penduduk. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta maka diperkirakan jumlah
pasien epilepsi berkisar antara 1,1-8,8 juta.
Tidak jarang penyakit epilepsi ini menimbulkan kematian. Angka kematian pertahun
adalah 2 per 100.000. Hal ini dapat berhubungan langsung dengan kejang, misalnya ketika
terjadi serangkaian kejang yang tidak terkontrol, dan di antara serangan pasien tidak sadar,
atau jika terjadi cedera akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang
terjadi pada penderita epilepsi (Sudden Unexplained Death In Epilepsy) diasumsikan
berhubungan dengan aktivitas kejang dan kemungkinan besar karena disfungsi
kardiorespirasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISIEpilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten,
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinis dari bangkitan
serupa (streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di
otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang
terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset),
jenis bangkitan, factor pencetus, dan kronisitas.
B. EPIDEMIOLOGIEpilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi
lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar
50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000.
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
(262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). Menurut
Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai
16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.
3
C. KLASIFIKASI
I . Kejang Parsial (fokal)
1) Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a) Dengan gejala motorik
b) Dengan gejala sensorik
c) Dengan gejala otonomik
d) Dengan gejala psikik
2) Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
Dengan automatisme
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme
3) Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik,
tonik atau klonik)
a) Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
b) Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
c) Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,dan
berkembang menjadi kejang umum
II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
a. Lena/ absens
b. Mioklonik
c. Tonik
d. Atonik
e. Klonik
f. Tonik-klonik
III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan
4
Klasifikasi untuk sindrom epilepsi :
1. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)
1.1. Idiopatik (primer)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentratemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital
1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik (sekunder)
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang klonik pada anak-anak (sindrom kojenikow)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresentasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan
umur
2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
5
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi denag aktivasi tertentu
2.2. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia
2.2.1. Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3. Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4. Epilepsi lena mioklonik
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensepalopati infantil dini dengan burst supression
- Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Etiologi spesifik
- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi yang tidak ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neontal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Epilepsi dengan gelombang paku (spike wive) kontinyu selama tidur dalam
- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
- Epilepsi yang tidak terklasifikasi selain yang di atas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
6
4. Sindrom khusus
Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1. Kejang demam
4.2. Bangkitan kejang atau status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated)
4.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksik,
alkohol, obat-obatan, eklamsi, hiperglikemia non ketotik
4.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
D. ETIOLOGI
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik,
awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok
ini makin kecil
Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan
metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak
ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan
neurodegeneratif.
Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan
epilepsi mioklonik
7
E. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi
pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang
memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di
antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,
norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel
akan melepas muatan listrik.
Faktor- faktornya, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca
dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.
Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan
dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa
saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah
pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra
dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas
muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan
8
epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak.
F. MANIFESTASI KLINIS
Bentuk Bangkitan
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi
1. Bangkitan Umum Lena (Petit mal)
Gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik
Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand mal)
Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan , mioklonik
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti
gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik,
mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung
Pasien sering tidur setelah bangkitan
3. Bangkitan Parsial Kompleks
Bangkitan fokal disertai kehilangan / terganggunya kesadaran
Sering diikuti dengan automatisme yang stereotipik seperti mengunyah, menelan,
tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
4. Bangkitan Parsial Sederhana
Tidak terjadi perubahan kesadaran
Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral / fokal) kemudian
menyebar (Jacksonian march)
9
Kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan “adversif”)
5. Bangkitan Umum Sekunder
Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu
singkat menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik
Sindrom Epilepsi
Contoh sindrom epilepsi yang sering ditemui
1. Sindrom West
Terdiri dari trias kombinasi bangkitan epilepsi (spasmus infantilis) yang
berlangsung beberapa detik, terhentinya perkembangan psikomotor dan pola EEG
yang khas yaitu hipsaritmia.
Terjadi pada usia di bawah 1 tahun.
2. Sindrom Lennox-Gastaut
Bangkitan epilepsi : bangkitan tonik aksial, atonik, dan lena atipikal.
EEG abnormal : diffuse slow spike and wave (SSW) atau petit mal variant (PMV)
pada kondisi sadar, burst of fast rhytms 10 spd pada keadaan tidur.
Perkembangan mental yang lambat.
Biasanya muncul pada usia 3-5 tahun, lebih banyak pada perempuan.
3. Sindrom Landau Kleffner
Kelainan pada anak-anak dengan 2 gejala mayor berupa afasia didapat dan
gambaran EEG paroksismal dengan spike dan spike and wave, sebagian besar
multifokal terutama di regio temporal atau parieto-temporo-parietal selama tidur.
Kejang jarang didapatkan, bila ada berbentuk tonik klonik umum atau parsial
motor.
10
G. DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:7
Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi?
Langkah kedua: apabila ya, maka bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan
yang mana?
Langkah ketiga: apakah faktor penyebabnya, sindrom epilepsi apa yang
ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh
pasien?
Secara struktural, diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar :
1. Anamnesis (auto dan aloanamnesis)
Pola / bentuk bangkitan
Lama bangkitan
Gejala sebelum, selama dan pascabangkitan
Frekuensi bangkitan
Faktor pencetus
Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
Riwayat penyakit, penyebab atau terapi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
11
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab
terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai
pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat
menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti-epilepsi
- Membantu dalam menetukan letak fokus
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis.
Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
12
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal.
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis
dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis
yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Indikasi :
- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
- Adanya perubahan bentuk bangkitan
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi bangkitan parsial
- Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
- Untuk persiapan operasi epilepsi
CT scan : Dapat mendeteksi lesi fokal tertentu
MRI : Merupakan prosedur imaging pilihan untuk epilepsi dengan
sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding CT scan. Dapat mendeteksi
sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa.
13
Diindikasikan untuk epilepsi refrakter yang sangat mungkin memerlukan
terapi pembedahan.
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah : Rutin, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, dll sesuai indikasi
- Cairan serebrospinal : Atas indikasi
- Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi
DAGNOSIS PASTI
“Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan berulang
(minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.”
14
H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Pada neonatus dan bayi
Jittering
Apneu
Pada anak
Breath holding spell
Sinkop
Migren
Bangkitan psikogenik / konversi
Prolonged QT syndrome
Night terror
Tic
Hypercyanotic attack (pada tetralogi Fallot)
Pada dewasa
Sinkop; dapat sebagai vasovagal attack, sinkop kardiogenik, sinkop
hipovolumik, sinkop hipotensi dan sinkop saat miksi (micturition syncope)
Serangan iskemik sepintas (TIA)
Vertigo
Transient global amnesia
Narkolepsi
Bangkitan panik, psikogenik
Menier
Tic
I. PENATALAKSANAAN
15
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk
pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental
yang dimilikinya. Prinsip terapi farmakologi: 2
OAE mulai diberikan bila:
a. Diagnosis epilepsi telah ditentukan
b. Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatan
c. Pasien dan keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul
1. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan
jenis bangkitan dan sindrom epilepsi.
2. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat plasma ditentukan
bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
3. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah
mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-
lahan.
4. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat
diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi antarobat epilepsi.
Pemilihan obat anti-epilepsi atas dasar jenis bangkitan epilepsi
TIPE KEJANG DAN SINDROMA EPILEPSI
OBAT LINI PERTAMA OBAT LINI KEDUA
Kejang sederhana dan kejang parsial kompleks,
kejang umum tonik-klonik primer dan sekunder
Carbamazepine, valproate dan phenytoin
Levetiracetam, Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide*, gabapentin, lamotrigine, , oxcarbazepine, phenobarbital, primidone*, tiagabine*, topiramate, vigabatrin
Generalized absence seizures
Valproate, ethosuximde* Acetazolamide, clobazam, clonazepam , lamotrigine, phenobarbital, primidone*
16
Atypical absence, tonic and clonic seizures
Valproate Acetazolamide, carbamazepine, clobazam, clonazepam, ethosuximide* , lamotrigine, oxcarbazepine, phenobarbital, phenytoin, primidone*, topiramate
Myoclonic seizures Valproate Clobazam, clonazepam, ethosuximide* , lamotrigine, phenobarbital, piracetam, primidone*
* Obat tersebut belum tersedia di Indonesia
17
Pedoman dosis obat anti-epilepsi lini pertama pada orang dewasa
OBAT INDIKASI DOSIS AWAL
DOSIS HARIAN UMUM
(Miligram)
DOSIS RUMATAN
JUMLAH DOSIS
PER HARI
WAKTU PARUH
PLASMA (Jam)
Carbamazepine Parsial & KUTK
400 600 600-1200 2-3* 16-36
Phenytoin Parsial & KUTK atau status epilepticus
300 300 300-500 1 24-40
Valproic acid Parsial & KUTK
500-1000
1000 1000-3000 2 8-16
Phenobarbital Parsial & KUTK, kejang neonatal, atau status epilepticus
60-90 120 90-120 1 72-120 †
48 ‡
Primidone Parsial & KUTK
100-125 500 250-1500 3
Ethosuximide Kejang absans umum
500 1000 1000-2000 2
Clonazepam Epilepsi mioklonik, sindroma L-G, spasme infantil, atau status epilepsticus
1 4 2-8 1 or 2
* KUTK (Kejang Umum Tonik Klonik) L-G (Lennox Gastaut) †: dewasa ‡ : anak-anak
18
Pedoman dosis obat anti-epilepsi klasik pada anak-anak
OBAT INDIKASI
DOSIS AWAL
DOSIS RUMATAN STANDAR (RANGE)
JUMLAH DOSIS/ HARI
TARGET KONSENTRASI OBAT DALAM
DARAH (RANGE)
Mg/kg/hari Μg/mgG
Carbamazepine Parsial & KUTKS
5 10-25 2-4 6-12
Phenytoin Parsial & KUTKS atau status epilepsi
5 5-15 1 or 2 10-20
Valproic acid Parsial & KUTKS
5 15-40 1-3 50-100
Phenobarbital Parsial & KUTKS, kejang neonatal, atau status epileptikus
4 4-8 1 or 2 10-40
Primidone Parsial & KUTKS
10 20-30 1 or 2 5-12
Ethosuximide Kejang absans umum
10 15-30 1 or 2 40-100
Clonazepam Epilepsi mioklonik, sindroma Lennox-Gastaut, spasme infantil, atau status epileptikus
0.025 0.025-0.1 2 or 3 none
KUTKS : Kejang Umum Tonik-Klonik Sekunder
19
Efek samping obat anti epilepsi klasik:
OBAT EFEK SAMPING
TERKAIT DOSIS IDIOSINKRASI
CARBAMAZEPINE Diplopia, dizziness, nyeri kepala, mual, mengantuk, netropenia, hiponatremia
Ruam morbiliform, agranulositosis, anemia aplastik, hepatotoksik, SSJ, teratogenik
PHENYTOIN Nistagmus, ataksia, mual, muntah, hipertropi gusi, depresi, mengantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastik
Jerawat, coarse facies, hirsutism, lupus like syndrome, ruam, SSJ, Dupuytren’s contracture, hepatotoksik, teratogenik
ASAM VALPROAT Tremor, berat badan naik, dyspepsia, mual, muntah, kebotakan, teratogenik
Pankreatitis akut, hepatotoksik, trombositopenia, ensefalopati, udem perifer
PHENOBARBITAL Kelelahan, restlegless, depresi, insomnia (anak), distracatibility (anak), hiperkinesia (anak), irritability (anak)
Ruam makulopapular, eksfoliasi, NET, hepatotoksik, arthritic changes, Dupuytren’s contracture, teratogenik
CLONAZEPAM Kelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi (anak), hiperkinesia (anak)
Ruam, trombositopenia
Untuk menghentikan pemberian OAE pada penderita yang sudah lama mengkonsumsi
OAE ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
1. Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
a. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah
bebas bangkitan selama minimal 2 tahun
b. Gambaran EEG normal
c. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan.
d. Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.
2. Kekambuhan setelah penghentian OAE lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut:
20
a. Semakin tua usia
b. Epilepsi simtomatik
c. Gambaran EEG abnormal
d. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
e. Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita
f. Penggunaan lebih dari satu OAE
g. Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
h. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
3. Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan
selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka
gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian
dievaluasi kembali.
J. PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2
tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak
mengalami kejang lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak
mengalami remisi meskipun minum teratur. Sesudah remisi, kemungkinan munculnya
serangan ulang Paling sering didapat pada kejang tonik-klonik dan kejang parsial
kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Diagnosa pasti epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis
bangkitan berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG.
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2
tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien
tidak mengalami kejang lagi, dikatakan telah mengalami remisi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta:
EGC
Lumbantobing SM. Epilepsi (ayan). Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006
Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S, editors. Pedoman tatalaksana epilepsi. Edisi ke-3.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008
National Institute for Healt and Care Excellence.2015.Epilepsy overview.
23