Enteral

20
Tujuan pengajaran Seusai mempelajari bab ini anda diharapkan mampu: … Menjelaskan klasifikasi DM dan pengaruhnya terhadap diit. Menjelaskan penilaian klinis DM dan kaitannya terhadap diit. Menjelaskan penilaian laboratoris DM dan pengaruhnya terhadap diit. Menjelaskan cara pengobatan DM dan pengaruhnya terhadap diit. Menjelaskan cara pencegahan DM dan pengaruhnya terhadap diit. NUTRISI ENTERAL Pendahuluan Pemilihan apakah pasien akan diberi nutrisi enteral atau parenteral (atau kombinasi kedua-nya) bergantung pada status gizi, keadaan klinis, serta keberfungsian saluran cerna penderita. Jika saluran cerna dapat dan masih berfungsi sebaiknya digunakan nutrisi enteral. Pemberian secara enteral memang lebih dianjurkan karena telah terbukti bermanfa- at dalam memicu respons fisiologis saluran cerna, di samping pembiayaan lebih murah dan kemung- kinan terjadinya penyulit lebih sedikit. Keberadaan makanan di dalam saluran cerna akan mengimbas sekresi hormon-hormon seperti gastrin dan kolesistokinin, yang telah ter-bukti berpengaruh trofik terhadap saluran cerna. Selain itu, pasien yang diberi makanan seca- ra enteral ternyata mampu mentolerir jumlah makanan lebih banyak, sehingga keseimbangan nitrogen lebih positif dibandingkan dengan mereka yang hanya diberi nutrisi parenteral. Sebaliknya, pemberian makanan secara parenteral total dalam jangka panjang telah terbukti (pada binatang percobaan) dapat mengakibatkan hipoplasia usus halus, gangguan sekresi hormon-hormon saluran cerna, serta menurunkan aktifitas enzim-enzim usus halus. Untuk menghindarkan hal tersebut dianjurkan: (1) jika mungkin saluran cerna tetap digunakan, 93

description

m

Transcript of Enteral

Page 1: Enteral

Tujuan pengajaran

Seusai mempelajari bab ini anda diharapkan mampu: …

Menjelaskan klasifikasi DM dan pengaruhnya terhadap diit.

Menjelaskan penilaian klinis DM dan kaitannya terhadap diit.

Menjelaskan penilaian laboratoris DM dan pengaruhnya terhadap diit.

Menjelaskan cara pengobatan DM dan pengaruhnya terhadap diit.

Menjelaskan cara pencegahan DM dan pengaruhnya terhadap diit.

NUTRISI ENTERAL

PendahuluanPemilihan apakah pasien akan diberi nutrisi enteral atau parenteral (atau kombinasi kedua-nya) bergantung pada status gizi, keadaan klinis, serta keberfungsian saluran cerna penderita. Jika saluran cerna dapat dan masih berfungsi sebaiknya digunakan nutrisi enteral.

Pemberian secara enteral memang lebih dianjurkan karena telah terbukti bermanfa- at dalam memicu respons fisiologis saluran cerna, di samping pembiayaan lebih murah dan kemungkinan terjadinya penyulit lebih sedikit. Keberadaan makanan di dalam saluran cerna akan mengimbas sekresi hormon-hormon seperti gastrin dan kolesistokinin, yang telah ter-bukti berpengaruh trofik terhadap saluran cerna. Selain itu, pasien yang diberi makanan seca- ra enteral ternyata mampu mentolerir jumlah makanan lebih banyak, sehingga keseimbangan nitrogen lebih positif dibandingkan dengan mereka yang hanya diberi nutrisi parenteral.

Sebaliknya, pemberian makanan secara parenteral total dalam jangka panjang telah terbukti (pada binatang percobaan) dapat mengakibatkan hipoplasia usus halus, gangguan sekresi hormon-hormon saluran cerna, serta menurunkan aktifitas enzim-enzim usus halus. Untuk menghindarkan hal tersebut dianjurkan: (1) jika mungkin saluran cerna tetap diguna-kan, dan (2) secara berangsur-angsur menggunakan saluran cerna manakala keadaan pasien (seandainya pada saat itu sedang digunakan nutrisi parenteral) tampak (mulai) membaik.

IndikasiNutrisi enteral diindikasikan terutama kepada mereka yang menampakkan tanda-tanda fisik dan/atau psikologis akan menderita gangguan gizi jika perbaikan gizi secara adekuat tidak segera dimulai. Syarat yang harus terpenuhi adalah, bahwa kondisi saluran cerna (relatif) ba-ik. Hasil yang diperoleh bergantung pada toleransi saluran cerna terhadap volume, tekanan os motik, daya serap, luas lesi pada mukosa, serta permukaan serap yang masih tersisa.

Tabel . Indikasi tersebut dapat diperinci seperti berikut ini:

93

Page 2: Enteral

Gangguan neuro-logik-psikiatrik:

Penyakit serebrovaskuler, neoplasma (trauma, peradangan, penyakit demielinasi, depresi berat, anoreksia nervosa.

Gangguan orofa-rings/esofagus

Neoplasma, peradangan, trauma/fraktur, irradiasi kepala dan leher,.kemoterapi paliatif.

Gangguan salur-an gastrointes-tinal

Pankreatitis, inflamatory bowel disease, short bowel syndrome, penyakit usus neonatus, malabsorpsi, persiapan pra-operatif saluran cerna,.fistula.

Lain-lain: Luka bakar, kemoterapi, radioterapi, transisi dari nutirisi parenteral total, payah ginjal dan hati

Sumber: ......

IndikasikontraApapun indikasi pemberian nutrisi enteral, harus dipikirkan kemungkinan terjadi gangguan yang diakibatkan baik oleh kateter (misalkan, oklusi, pendarahan dan perforasi saluran cerna) maupun oleh zat-zat yang terkandung di dalam makanan yang diberikan (pemberian trigli-serida rantai panjang dalam jumlah berlebihan dapat memperberat keadaan malabsorpsi yang telah ada). Karena itu nutrisi enteral tidak boleh diberikan jika pasien telah terbukti menderita: ... 1. Gangguan pencernaan atau penyerapan (gangguan mukosa, enzim dan produksi hormon).2. Menderita kerusakan usus yang berat (fistula) yang hanya dapat disembuhkan dengan is-

tirahat.3. Sering sekali muntah.4. Menderita diare yang berat dan membandel.5. Menderita penyakit saluran napas, hidung, atau fraktur tengkorak (kecuali bila digunakan tempat lain selain hidung sebagai tempat menginfuskan makanan).6. Gangguan kesadaran dan psikistrik (sering sekali mencabut selang).

Hal-hal di bawah ini perlu dipertimbangkan sebelum dipastikan cara pemberian yang akan digunakan:1. Lamanya penggunaan nutrisi enteral (penggunaan jangka panjang, misalkan lebih dari 4 minggu sebaiknya menggunakan cara gastrostomi).2. Respons tubuh pasien terhadap jenis makanan yang diberikan (jika penyerapan makanan dalam saluran cerna tidak adekuat, berikan makanan formula khusus).3. Status gizi dahulu dan sekarang (keseimbangan nitrogen dan kehilangan berat badan: jika status gizi selama pemberian enteral tidak membaik, tambahkan nutrisi parenteral perifer.4. Jumlah kebutuhan akan kalori dan protein (serta kandungan kalori dan protein dalam ma- kanan formula).5. Kecelakaan yang secara teknik maupun fisiologis bisa muncul ketika nutrisi enteral dibe- rikan (jika terdapat risiko terjadi aspirasi, pilihlah cara nasoduodenal atau nasojejunal). 6. Keadaan klinis penderita: orang yang sudah tidak mempunyai lambung tidak akan mampu

mentolerir formula hiperosmolar. Orang yang sudah beberapa minggu tidak makan mela-lui mulut, atau mereka yang mengkonsumsi makanan dalam jumlah minimal, membutuh-kan waktu untuk beradaptasi sebelum diberikan makanan dalam jumlah dan kekentalan penuh.

Penghitungan dosis enteral

94

Page 3: Enteral

Tahapan penghitungan dosis makanan enteral ialah sebagai berikut: ...1. Menentukan status gizi pasien2. Menentukan besaran kalori yang seharusnya.3. Menentukan besaran kalori yang diperbolehkan4. Memlih makanan suplementasi yang diinginkan dan yang diperbolehkan (palatable)5. Menentukan perbedaan besar asupan zat gizi pasien yang tercatat dengan yang tertulis di

label.6. Menentukan kandungan kalori formula terpilih (biasanya 1,0 dan 2,0 kkal/cc).7. Menentukan millimeter (volume) formula agar besar kebutuhan kkal tercapai.8. Membagi volume itu dengan jumlah (frekuensi) bersantap yang diperbolehkan.9. Menghitung kebutuhan protein pasien 10. Memastikan kalau kebutuhan akan protein ini tercukupi dengan cara mencocokan

jumlah protein yang diresepkan dengan volume suplemen yang disantap. Pastikan pula kalau pasien tidak mengkonsumsi protein dua kali lebih besar dari RDA ini.

Contoh11. Anggap saja kebutuhan kalori pasien sebesar 1716 kkal12. Pasien ini tercatat telah mengkonsumsi sebesar 555 kkal (berselisih 1166 kkal).13. Katakanlah pasien telah berkesempatan mencicipi bebberapa suplemen, dan menyukai

suplemen merek X (dalam label tertulis kandungan 1,0 kkal/cc).14. Pasien butuh 1166 kkal untuk memenuhi kkal yang seharusnya.15. Pasien berkemampuan menyantap makanan suplemen ini 5 kali sehari; dengan rincian 3

kali sebagai santap utama, dan 2 kali sebagai “camilan”: satu kali santap ialan 1200 dibagi 5 = 240 cc.

16. Anggap saja pasien ini hanya menyantap 10 gram protein sehari; sementara kebutuhannya akan protein sehari sebanyak 48 gram sehari (berkekurangan 38 gram). Makanan suplemen mestinya mampu menyediakan kekurangan ini (38).

17. Suplemen merek X tertulis pada label mengandung 10 g protein per 250 gram (satu kemasan). Sementara, pasien harus menyantap 5 kali 240 cc, yang berarti sekitar 1200 cc; yang berarti pula mengandung 50 gram protein (ditambah 10: santapan non suplemen). Jumlah protein meski berlebih, tetapi belum mencapai 2 kali RDA.

Cara PemberianMakanan formula dapat diberikan dengan atau tanpa bantuan pembedahan. Pipa yang dapat dipasang tanpa intervensi bedah biasanya diinsersikan (disisipkan) melalui hidung menuju ke dalam perut (pipa nasogastrik), duodenum (pipa nasoduodenal), atau jejunum (pipa nasojejunal atau nasoenterik). Ada pula pipa yang dimasukkan melalui mulut (tetapi jarang digunakan, kecuali untuk bayi prematur, karena lubang hidungnya terlalu kecil), yang segera dicabut bila makan-an selesai diberikan.

Tabel . Rute pemberian makanan enteralAkses enteral Indikasi Keuntungan Kerugian

NasogastrikGerak dan sfingter lambung normal, refleks gag

Murah, mudah dipa-sang dan dicabut

Risiko aspirasi, mudah dislokasi

Nasoduodenal/Nasojejunal

Risiko aspirasi tinggi, waktu pengosongan

Berfaedah untuk me-nurunkan infeksi no- sokomial pneumonia

Memerlukan bantuan endoskopi atau fluoro-skopi; risiko dislokasi

95

Page 4: Enteral

lambung memendek, gastroparesis, dis-fungsi lambung aki-bat trauma/operasi

bertambah.

Gastrotomi

Lubang hidung tak bisa digunakan, fungsi lambung normal, tanpa refluks esofageal

Pasien merasa nya-man; dapat disisipkan dengan bantuan endo-skopi, laparoskopi, atau fluoroskopi.

Risiko aspirasi dan fis-tula seusai pencabutan meninggi; celah (sto-ma) mesti dirawat, po-tensi dislokasi pipa.

Jejunostomi

Motilitas lambung terganggu, potensi aspirasi, disfungsi lambung akibat operasi/ trauma

Risiko aspirasi kurang; dapat disisipkan de-ngan bantuan endosko- pi, laparoskopi, atau fluoroskopi.

Berpotensi terjadi vol-vuluis, perlengketan intraperitoneal.

Sumber (antara lain):

Dibandingkan dengan cara lain, penginfuskan makanan ke dalam lambung lebih me-nguntungkan, karena konsistensi makanan yang pekat dapat diteruskan ke dalam duodenum se-cara perlahan, serta tidak menimbulkan efek sampingan seperti kram, kembung, muntah, diare, atau gangguan keseimbangan elektrolit. Di samping itu, karena volume lambung lebih besar, lambung dapat digunakan dengan aman untuk memberikan makanan di dalam bentuk bolus. Keuntungan lain adalah, pemasangan pipa nasogastrik lebih mudah bila dibandingkan dengan penginsersian pipa nasoduodenal.

Kelemahan cara ini (karena dapat mengakibatkan aspirasi) adalah, penderita harus ter-lebih dahulu dipastikan mempunyai refleks batuk yang baik, serta waktu pengosongan lam-bung normal. Selain itu, selama makanan diberikan, penderita harus mampu menegak- kan kepala (paling tidak) setinggi 30° (posisi trendelenberg). Itulah sebabnya mengapa cara ini ti-dak boleh dilakukan terhadap pasien dalam keadaan koma, stupor, letargi, amat lemah, volume sisa lambung tinggi, atau mereka yang tengah dipasangi pipa endotrakhea atau trakheostomi.

Dengan pemberian langsung ke dalam duodenum insidensi aspirasi memang cukup rendah, tetapi kejadian dumping syndrome amat sering. Penderita penyakit saluran cerna bagian proksimal (pangkal), akan beroleh manfaat lebih jika makanan diberikan melalui je-junum. Dumping syndrome merupakan respons fisiologis yang kompleks akibat adanya se-jumlah makanan yang tidak dapat dicerna di dalam jejunum. Gejala sindrom tersebut, antara lain, ialah (1) rasa penuh di perut, (2) nausea, (3) kadang kram perut yang disertai oleh rasa nyeri dan diare selama kira kira 15 menit sesudah makan, (4) rasa panas, pusing, lemah dan rasa mau pingsan; nadi cepat, dan berkeringat dingin. Gejala-gejala tersebut akan berkurang bila pasien berbaring segera sesudah makan, karena makanan akaa tinggal lebih lama di da-lam lambung.

Jika terdapat sumbatan pada hidung dan/atau esofagus, pemasangan pipa memerlu-kan bantuan pembedahan. Sayatan tempat masuk pipa dapat dilakukan pada esofagus se-tinggi tulang belakang servikal (esofagostomi), atau ke dalam rongga perut (gastrotomi), atau langsung ke dalam jejunum (jejunostomi).

Duodenostomi jarang dilakukan karena letak duodenum agak di belakang, sehingga tidak mudah terlihat melalui dinding depan perut (pipa dikhawatirkan masuk ke dalam rong-ga perut).

Enterostomi primer diindikasikan pada berbagai keadaan seperti (1) gangguan mene- lan, (2) gangguan sistim syaraf pusat, (3) collagen vascular disease, (4) myasthenia

96

Page 5: Enteral

gravis, (5) obstruksi saluran cerna bagian atas, (6) neoplasma orofarings, dan (7) striktura atau neo-plasma esofagus, duodenum, dan pankreas. Enterostomi sekunder ditujukan pada kondisi se-perti (1) esofagektomi, (2) gastrektomi, (3) pankreatikoduodenektomi, (4) massive small bowel resection, dan (5) pankreatektomi.

Gastrostomi ialah cara yang paling sering diterapkan kepada pasien, yang menderita akibat kerusakan (obstruksi total) pada sambungan kardioesofagus, yang memerlukan bantu-an MLP dalam jangka panjang (terhitung bulan), serta mereka yang mengalami gangguan mental. Di samping itu, terutama pada anak, cara ini digunakan pada kasus-kasus gangguan mengisap, mengunyah dan menelan, yang diperkirakan akan berlangsung lebih dari 3 bulan. Sementara, jejunostomi diindikasikan pada pasien yang terhadap mereka tidak bisa dilakukan gastrotomi, yaitu penderita refluks gastroesofageal yang parah dan telah gagal dengan cara pemberian nasogastrik. Contohnya, pasien dalam keadaan koma, atau menderita fistula, obstruksi saluran gastrointestinal, muntah psikogenik, dan yang baru menjalani reseksi usus halus bagian proksimal.

Pemberian makanan aman dilakukan 12-18 jam setelah jejunostomi selesai dilakukan. Dengan perawatan yang cermat, 85% pasien dapat mentolerir makanan yang diberikan. Jika terjadi diare atau kram, diberikan bubuk lomotil atau 8-10 tetes tinctura belladona melalui pipa makanan 30 menit sebelum makanan formula diinfuskan. Selain itu, boleh juga diberikan 5 cc paregorik 15-30 menit sebelum makan. Pada beberapa kasus, gejala tersebut akan mereda jika kecepatan dan volume infus dikurangi, dan makanan formula tidak diberikan dalam keadaan dingin).

Jenis makanan formulaMakanan formula pada umumnya dikelompokkan menjadi makanan formula yang lengkap dan tidak lengkap. Makanan formula lengkap dibedakan pula berdasarkan keadaan fisik pro-tein yang terkandung; yaitu makanan yang mengandung (a) zat gizi utuh, (b) protein yang di-hidrolisis, dan (c) asam amino kristal. Makanan formula lengkap digunakan untuk mencu-kupi kebutuhan harian, sementara makanan tidak lengkap ditujukan untuk mengganti defisit zat-zat gizi yang tertali dengan penyakit tertentu.

1. Makanan formula yang mengandung zat gizi utuha. Blenderized diets terbuat dari daging, telur, susu, serealia, buah-buahan, sayuran, mi-

nyak kacang atau kedele. Osmolaritas terentang antara 300-435 mOsm. Tiap cc me-ngandung 1 kkal. Makanan jenis ini diindikasikan pada pasien berpenyakit kronis yang tidak mampu (tidak diperkenankan) meninggalkan tempat tidur, serta membutuhkan nutrisi enteral dalam waktu lama. Contoh produk adalah Vitaneed.

b. Milk-based diets mengandung banyak residu, laktosa, sukrosa, dekstrosa, sirup jagung, susu tak berlemak, caseinate, butterfat, dan minyak jagung atau kedele. Osmolaritas terentang antara 500-690 mOsm. Tiap cc mengandung 1-1,8 kkal. Makanan jenis ini di-indikasikan pada pasien yang toleran terhadap laktosa. Contoh produk misalnya sustacal.

c. Lactose-free diets mengandung oligosakharida, sukrosa, maltodekstrin, putih telur pa-dat, kalsium dan kalsium kaseinat; serta minyak kedele, atau jagung, atau MCT (me-dium chains triglyceride). Osmolaritas terentang antara 300-740 mOsm. Tiap cc me-ngandung 1-1,5 kcal. Indikasi: penderita intoleransi laktosa dan penyakit yang memerlukan makanan ren-dah sisa. Contoh produk: Isocal.

97

Page 6: Enteral

2. Protein hidrolisis mengandung oligosakharida, protein ikan, kasein, kedele, laktal-bumin, serta minyak safflower, bunga matahari, dan MCT. Osmolaritas terentang anta- ra 450-650 mOsm. Tiap cc mengandung 1 kcal. Indikasi: malabsorpsi yang memerlu-kan makanan rendah sisa. Contoh produk: Criticare HN.

3. Asam amino kristal mengandung oligosakharida, asam amino kristal, minyak safflo-wer. Osmolalitas berkisar antara 550-810 mOsm. Tiap cc mengandung 1 kcal. Indikasi: terutama malabsorpsi. Contoh produk: Vivonex T.E.N.

Makanan formula tak lengkap mengandung asam amino dalam formula yang diran- cang khusus untuk penyakit tertentu, seperti penyakit gagal ginjal, gagal hati, atau trau-ma. Zat gizi yang terkandung adalah oligosakharida, maltodekstrin, sukrosa, asam ami-no kristal (terutama BCAA dan asam amino essensial); dan minyak safflower, bunga matahari, atau MCT. Osmolalitasnya berkisar antara 590-900 mOsm dan mengandung 1,1-2,0 kcal per cc. Contoh produk: Amin-aid, Hepatic-aid, dan Traumaid.

Cara pemberian1. Pemberian dengan cara bolus:

Dengan cara ini makanan diberikan dalam jumlah besar, namun tidak boleh lebih dari 500 cc setiap kali makan (pasien dengan fungsi lambung normal bias mentolerir 500 cc untuk setiap kali santap), dan dengan sela waktu agak lama. Misalkan, penderita dire-sepkan 2400 cc makanan setiap hari: kepadanya harus diberikan 400 cc setiap 4 jam dengan menggunakan sempritan besar, dan harus selesai dalam beberapa menit.

Kecepatan pemberian tidak boleh kurang dari 5 menit (rata-rata 10-15 menit), karena penginfusan makanan dalam jumlah yang besar dan berkecepatan tinggi dapat memperlambat waktu pengosongan lambung. Setelah itu, diberikan air sebanyak sete-ngah jumlah makanan (jumlah ini harus ditingkatkan pada keadaan insensible water loss meningkat seperti demam, banyak keringat, penyaliran fistula, atau bila makanan formula banyak mengandung protein dan elektrolit).

Fungsi air di sini adalah, disamping untuk mencegah terjadinya diare hiperto- nik, juga untuk membilas pipa karena protein cenderung menggumpal begitu bersen-tuhan dengan HCl lambung. Jumlah air bilasan harus pula diperhitungkan sebagai bagian dari air yang harus diminum agar (terutama pasien yang terhadapnya harus di-berlakukan pembatasan cairan) tidak terjadi kelebihan cairan.

Bila makanan dapat ditolerir, jumlah serta sela waktu pemberian boleh diting-katkan secara perlahan hingga tercapai frekuensi 6-9 kali makan sehari.

Kerugian: makanan sulit ditoleransi, dapat mengakibatkan rasa nek, muntah, diare, distensi, kram, atau aspirasi. Manfaatnya: tidak memerlukan banyak peralatan serta dapat dilakukan dengan cepat. Sehinggga, bisa dilakukan pada penderita rawat jalan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pemberian bolus:1. Terhadap pasien dewasa, makanan diberikan sebanyak 50 cc setiap 1-2 jam, meng-

gunakan formula yang tidak diencerkan, dan diteruskan selama 8 jam. (Pemberian makanan harus dihentikan jika terjadi retensi >100 cc). Penambahan volume makanan dilakukan setiap 8-12 jam menjadi 100 cc, 150 cc, dan seterusnya sampai menjadi 200 cc tiap 2 jam. Setelah itu jumlah makanan dan sela waktu pemberian ditingkatkan secara perlahan sampai tercapai frekuensi san-

98

Page 7: Enteral

tap 6-9 kali sehari. Makanan sebaiknya tidak diberikan (atau volumenya dikurangi) pada malam hari untuk mencegah terjadinya aspirasi, dan memberi waktu agar pa-sien dapat beristirahat.

2. Jika keadaan memungkinkan, pasien sebaiknya diberi makan dalam posisi duduk.3. Segera sesudah santap, pipa dibilas dan dijepit erat (meskipun sudah dijepit tidak

berarti pipa tidak bisa bergeser).4. Sempritan harus segera dicuci dan dikeringkan sesudah digunakan, dan diganti se- tiap hari.5. Makanan formula jangan dibiarkan terbuka lebih dari 4 jam.6. Terhadap pasien yang tidak dapat mengatur masukan cairannya sendiri, aras (level)

glukosa darah harus dipantau beberapa kali seminggu untuk mencegah keterjadian dehidrasi hiperosmolar.

2. Pemberian dengan cara tetes terputus (intermittent gravity drip)Cara ini merupakan alternatif pemberian dengan cara bolus. Makanan diteteskan secara terputus-putus selama 20-30, atau 60-90 menit. Pasien dengan waktu pengosongan lam-bung normal dan tidak mau dirawat di rumah sakit, umumnya lebih menyukai cara ini.Toleransi dengan cara ini bisa juga jelek, namun lebih baik bila dibandingkan dengan ca-ra bolus, dan lebih bersifat fisiologis tinimbang cara continuous; di samping pembiaya-annya lebih murah karena tidak memerlukan pompa infus.

3. Pemberian secara berkesinambungan (continuous feeding)Cara ini dipilih manakala penderita harus menerima makanan hipertonik langsung ke da-lam usus kecil. Pada mulanya, pasien hanya diberi makanan formula sebanyak 30-50 cc per jam, yang seterusnya ditambah sebanyak 25 cc per jam hingga tercapai kecepatan tertentu ketika kebutuhan akan zat gizi terpenuhi. Penambahan secara gradual ini dimak-sudkan untuk memberi kesempatan saluran cerna penderita beradaptasi, di samping tuju-an mencegah komplikasi terjadi. Dengan cara ini, pipa mesti dibilas dengan air setiap 4-6 jam, dan makanan formula tidak boleh digantung lebih dari 4 jam (kecuali jika formula itu dikemas dalam system yang steril). Cara ini ditoleransi paling baik, namun membutuhkan pompa (berarti lebih mahal). Lama pemberian berkisar antara 16-24 jam. Sebagai contoh: penderita yang diresepkan 2400 cc makanan selama 16 jam, akan mene-rima 150 cc tiap jam dan jumlah ini agaknya lebih mudah ditolerir.

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pemberian makanan secara berkesinam- bungan:1. Jika mungkin, gunakanlah pompa infus, agar kecepatan aliran berjalan mantap.2. Makanan formula tidak boleh diencerkan.3. Terhadap orang dewasa, penginfusan dimulai dari 20 cc/jam. Sisa makanan di dalam

lambung diperiksa 8 jam kemudian. Jika di dalam lambung tidak didapati sisa ma-kanan, laju penginfusan ditingkatkan menjadi 40 cc/jam, 60 cc/jam, dan 80 cc/jam. Setiap mengganti jumlah makanan harus dilakukan pemeriksaan sisa lambung setiap 8 jam. Pada penderita yang kooperatif sesungguhnya pemeriksaan sisa lambung tidak perlu dilakukan, kecuali ada keluhan perut kembung.

4. Selang infus harus diganti setiap hari.

99

Page 8: Enteral

5. Terhadap pasien yang tidak dapat mengatur masukan cairannya sendiri harus dilaku-kan pemantauan kadar gula darah beberapa kali dalam seminggu, untuk menghindari terjadinya dehidrasi hiperosmolar.

6. Bila makanan padat sudah boleh diberikan, penginfusan siang hari tidak dilakukan lagi, kecuali pada malam hari (misalnya dari pukul 8 malam sampai dengan 8 pagi). Penginfusan siang hari diganti dengan pemberian makanan padat.

Kecepatan AliranMakanan enteral harus diberikan dalam jumlah kecil (diberikan sedikit-sedikit), atau dalam bentuk makanan encer sampai penderita mampu mentolerir makanan yang (lebih) kental. Kali pertama, makanan biasanya diberikan dengan kekentalan seperempat sampai setengah: sebanyak 25-50 cc tiap jam, selama paling tidak 8 jam. Jika makanan tersebut bisa ditolerir oleh pasien (pasien tidak muntah, diare, atau terjadi glukosuria), kecepatan pemberian boleh ditingkatkan sebanyak 25 cc/jam setiap 8-12 jam. Gejala-gejala yang tidak diingini yang mungkin terjadi adalah rasa mual, muntah, diare, dan kram.

1. Hari IMakanan diencerkan sampai kekentalan biasa (kekentalan formula). Berikan hanya 50-100 cc tiap kali makan (untuk pemberian dengan cara bolus), atau 20-70 (rata-rata 25) cc/jam jika dilakukan penetesan terus menerus (continuous drip).

2. Hari II - IIIMakanan diencerkan sampai. Kecepatan infus ditambah 25 cc tiap kali makan, atau 50-90 cc/ jam.

3. Hari IV - V (atau sampai toleransi terjadi)Kecepatan penginfusan ditingkatkan perlahan-lahan sampai 300-400 cc formula (keken-talan 100%), atau 15-30 cc/menit ditolerir tiap 3 jam (6-8 kali makan/hari) dengan ma-kanan bolus, atau 125 cc/jam secara continuous drip (tetes terus menerus). Toleransi da-pat dipantau melalui masukan dan keluaran cairan, uji glukosa urin, dan status klinis penderita.

Gambaran kasar jumlah serta kecepatan pemberian jika penghitungan secara rinci belum dapat dilakukan terpapar pada contoh-contoh di bawah ini:

Tabel . Anjuran pemberian awal makanan formula secara tetes terputus

Tahap Anjuran Vol. total1 100 cc D5 tiap 4 jam 6002 100 cc formula isotonis tiap 4 jam 6003 150 cc formula isotonis tiap 4 jam 9004 200 cc formula isotonis tiap 4 jam 12005 250 cc formula isotonis tiap 4 jam 15006 300 cc formula isotonis tiap 4 jam 18007 400 cc formula isotonis tiap 4 jam 2400

100

Page 9: Enteral

8 400 cc formula isotonis tiap 4 jam 24009 480 cc formula isotonis 5 x sehari 2400

Sumber: ...

Tabel . Anjuran pemberian awal makanan formula secara berkesinambungan

Tahap Kekentalan Kecepatan Vol total

Formula isotonis

1234

PenuhPenuhPenuhPenuh

5075

100125

1200180024003000

Formula hipertonis

123456

1/23/4

PenuhPenuhPenuhPenuh

50505075

100125

120012001200180024003000

Sumber: ...

Jika makanan formula dapat ditoleransi dengan baik, aliran bisa dipercepat setiap 12-24 jam. Diare (bila tidak disertai gejala lain) tidak menghalangi penambahan tersebut.

Penyulit-penyulit nutrisi enteral serta cara penanganannya1. Penyulit yang bersifat mekanik:

a. Iritasi nasofarings. Iritasi nasofariangs dapat diatasi dengan pemberian anestesi topi-kal, dekongestan, atau batu es).

b. Obstruksi lumen. Obstruksi lumen terjadi karena stasis yang disebabkan oleh menu-runnya motilitas usus, atau blok karena ada materi (misalnya obat) selain makanan berada di dalam pipa. Karena itu, obat tidak boleh diberikan melalui pipa). Cara me-ngatasinya: pipa dibilas, atau ditukar sama sekali).

c. Erosi mukosa. Erosi mukosa bisa diatasi dengan melakukan reposisi pipa, atau mem-bilas selang dengan air es, atau dicabut jika cara-cara tersebut tidak berhasil).

d. Selang berubah letak. Jika letak selang berubah, ganti dengan selang yang baru.e. Aspirasi. Pasien yang berkemungkinan mengalami aspirasi adalah mereka yang per-nah

mengalami aspirasi, refleks batuk negatif, atoni lambung, dan tengah menjalani fiksasi maksila-mandibula.

Pencegahananya adalah (1). waktu memberikan makanan kepala pasien ditegakkan 30º, (2). Menggunakan pompa agar kecepatan penginfuskan akurat, (3). Mengamati terjadi-nya muntah, perut kembung, dan volume residu yang tinggi, (4). menggunakan semprit-an besar (50 cc/>) untuk melakukan irigasi agar pangkal selang infus tidak mudah pecah.

2. Penyulit pada saluran gastrointestinal:a. Kembung/kram dapat terjadi bila makanan formula yang diberikan terlalu dingin. Pe-

nanganannya: ganti dengan makanan formula yang lain. Jika penderita tak toleran ter-hadap laktosa, kurangi kecepatan infus.

101

Page 10: Enteral

b. Muntah terjadi karena pemberian makanan terlalu cepat. Diare tidak jarang terjadi, namun biasanya disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, tinja keras dan/atau formula terlalu kental, atau terlalu banyak zat lemak; atau memang disebabkan karena atropi villi: keadaan yang lazim terjadi pada penyakit khronis. Penanganannya adalah dengan mengurangi kecepatan infus, mengencerkan formula (atau mengganti dengan makanan formula yang terbuat dari tepung beras, karena ba-han ini mengandung polimer rantai panjang yang bertekanan osmotik rendah), dan memberi obat anti diare.

3. Penyulit metabolik:a. Dehidrasi hipertonik (lihat: “ “ lalu tambahkan air).

b. Intoleransi terhadap glukosa (beri insulin, kurangi kecepatan infus). Insulin biasanya diberikan sebanyak 5 – 10 unit, dengan dosis maksimal 100 unit/liter.

c. Koma nonketotik hiperosmolar (hentikan makan lewat pipa).d. Ensefalopati hepatik (kurangi jumlah protein).e. Payah ginjal (kurangi fosfat, magnesium, dan kalium; batasi protein, cairan asam amino essensial). f. Payah jantung (kurangi kandungan natrium, batasi cairan).

4. Penyulit akibat infeksi:a. Pneumonia aspirasi terjadi karena selang salah letak, atau refluks gastroesofageal ke

dalam trakea karena perut terlampau penuh atau stasis. Penanganannya: selama pem-berian makanan secara continuous, atau 2 jam sesudah intermittent feeding, kepala ditegakkan 30º.

b. Kontaminasi formula dan peralatan biasanya terjadi pada makanan yang dibuat sen-diri. Karena itulah lebih dianjurkan pemberian makanan formula buatan pabrik, sebab di samping komposisinya lengkap dan takaran tiap tiap zat gizi sama dengan RDA, kebersihannya pun terjamin.

5. Penyulit akibat ulah penderita:a. Selang dicabut sendiri karena pasien menderita disorientasi, atau memang menolak di-

beri makan. Penanganannya adalah dengan meminta bantuan keluarga pasien untuk memberi pengertian dan menjaga penderita.

b. Depresi dan kurang tidur jika memberi makan pada malam hari.c. Tidak mau menggosok gigi dan membersihkan mulut.

Tabel . Penyulit metabolik pemberian makanan enteralMasalah Penyebab Cegah/obatIntoleransi glukosa

DM, sepsis, trauma, stres metabo-lik, “refeeding syndrome”

Glukosa < 200 mg/dL; beri anti diabetik oral, insulin; atau ganti formula

Dehidrasi

Asupan cairan tak cukup, keluar cairan berlebihan, penggunaan formula hipertonik/tinggi protein

Hitung ulang kebutuhan cairan; persiapkan cairan yang berdasar formula

102

Page 11: Enteral

OverhidrasiAsupan cairan berlebihan; gagal jantung, hati, atau “refeeding syndrome”

Hitung ulang kebutuhan cairan; bila perlu gunakan formula kental

Hipokalemia“refeeding syndrome”, pengobat-an diuretika, atau insulin; diare berlebihan

Beri suplementasi K+, aliran infus jangan dipercepat hingga hipoka-lemia terkoreksi

Hipofosfatemia

“refeeding syndrome”, pengobat-an insulin, antasid yang mengikat fosfat

Suplementasi dengan fosfat, alir an infus jangan dipercepat hing- ga hipokalemia terkoreksi, dosis antasid dihitung lagi

Hiponatremia Hiperglisemia, insufisiensi jan-tung, hati, dan ginjal

Hitung ulang kebutuhan cairan, jika perlu gunakan formula yang kental

Hiperkalemia Gagal ginjal, formula mengandung kalium berlebihan Rancang ulang formula

Hipernatremia Kekurangan cairanHitung ulang cairan; gunakan formula baku, atau yang lebih encer

Sumber: ...

Pemantauan PenderitaSemua penderita yang diberi makanan melalui pipa harus diamati secara cermat. Tiga indi-kator yang harus dipantau, disamping penilaian status gizi, adalah...1. toleransi terhadap formula makanan,2. keadaan hidrasi, dan3. respons terhadap zat-zat gizi yang diberikan.

1. Toleransi terhadap formulaData yang harus diperoleh (untuk kemudian dicatat) adalah frekuensi BAB (buang air besar), konsistensi tinja, keterjadian muntah, atau keluhan perut kembung. Seandainya penderita sering muntah dan perut terasa kembung, berarti proses pemberian makanan harus segera dihentikan sampai gejala-gejala tersebut mereda. Setelah itu, sesudah dila-kukan penghitungan ulang, pemberian makanan dimulai lagi. Bila pemberian makanan melalui pipa telah dimulai kembali, untuk memperoleh data tentang tolerasi terhadap karbohidrat, glukosa serta aseton urin diperiksa. Pemeriksaan tersebut kemudian dilanjutkan setiap hari (jika perlu dua kali sehari), selama 3 sampai dengan 14 hari. Jika penderita terbukti tidak menderita diabetes (disimpulkan dari hasil uji tiga hari berturut-turut negatif), uji tersebut tidak perlu lagi dilanjutkan.Jika penderita diabetes, sepsis, atau stres berat tidak dapat memetabolisir karbohidrat, le-bih baik diberikan insulin, bukan mengurangi masukan karbohidrat; sebab, mengurangi jumlah masukan karbohidrat berarti mengurangi masukan energi.

2. Keadaan Hidrasi:Penimbangan penderita dilakukan pada saat masuk rumah sakit, dan tiap 3 kali seminggu (beberapa pusat terapi mengusulkan penimbangan setiap hari). Penghitungan asupan serta keluaran makanan formula dan air perlu dicatat secara terpisah. Kalau berat badan penderita tiba-tiba bertambah, atau sebaliknya berkurang (terutama bila terjadi perubah-an lebih dari 1 kg/hari), kemungkinan besar telah terjadi gangguan hidrasi (dehidrasi, atau overhidrasi).

103

Page 12: Enteral

Penderita yang mengalami dehidrasi menunjukkan tanda-tanda seperti mukosa ke-ring, turgor kulit jelek, volume dan tekanan darah menurun. Di samping itu, aras protein serum, hematokrit, dan sel-sel darah meningkat. Tanda-tanda biokimiawi meliputi: hiper-natremia, azotemia, hiperkhloridemia, hiperglisemia, dan berat jenis urine meningkat.Sebaliknya: overhidrasi, ditandai oleh penambahan berat badan, peningkatan tekanan da-rah, edema, dan distensi vena jugularis.

3. Respons terhadap terapi gizi:a. Penghitungan kebutuhan kalori tiap hari (untuk 5-7 hari), dan kemudian tiap ming-

gu. Jumlah yang diberikan kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diresepkan.b. Penilaian UUN (urea nitrogen urin) dan UC (urine creatinine) pada awal terapi,

dan (untuk menghitung keseimbangan nitrogen) kemudian setiap minggu.c. Penentuan masukan nitrogen (untuk menghitung keseimbangan nitrogen). d. Perkiraan keluaran energi awal (pada waktu MRS), dan diulang setiap kali

terjadi perubahan.e. Penghitungan serum albumin setiap 2-3 minggu. f. Penghitungan serum Fe dan transferrin, atau TIBC setiap 2-4 minggu.g. Penghitungan serum magnesium (setiap 2 minggu) pada penderita malnutrisi

berat.

Secara singkat dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor yang perlu dipantau selama pemberian makanan formula adalah berat badan (ditimbang paling tidak 3 kali seming-gu), tanda-tanda edem dan dehidrasi; masukan dan keluaran cairan; masukan energi, protein, lemak, karbohi- drat, mineral dan vitamin; aras BUN; kadar glukosa dalam urin dan dalam serum; serta ka-dar elektrolit dalam serum.

104