Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah...

96
Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada tikus putih (rattus NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh : Titin Nuraeni NIM. M.0405063 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah...

Page 1: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada tikus putih (rattus

NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan

pangan lokal

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh :

Titin Nuraeni

NIM. M.0405063

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Page 2: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

PENGESAHAN

SKRIPSI

KADAR ALBUMIN, HEMOGLOBIN (Hb), DAN ZAT BESI (Fe) PADA

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SETELAH PEMBERIAN MAKANAN

ENTERAL BERFORMULASI BAHAN PANGAN LOKAL

Oleh :

Titin Nuraeni NIM. M0405063

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

Pada tanggal : 17 Juni 2009 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Surakarta, ..................................

Penguji I

Estu Retnaningtyas N., S.TP., M.Si. NIP. 19680709 200501 2 001

Penguji II

Dr. Sunarto, M.S. NIP. 19540605 199103 1 002

Penguji III

Shanti Listyawati, M.Si.

NIP. 19690608 199702 2 001

Penguji IV

Dra. Dini Ariani, M.Si. NIP. 19670605 199403 2 008

Mengesahkan

Dekan FMIPA

Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. NIP. 19600809 198612 1 001

Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si.

NIP. 19500320 197803 2 001

Page 3: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri

dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, 17 Juni 2009

Titin Nuraeni NIM. M0405063

Page 4: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

KADAR ALBUMIN, HEMOGLOBIN (Hb), DAN ZAT BESI (Fe) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SETELAH PEMBERIAN MAKANAN

ENTERAL BERFORMULASI BAHAN PANGAN LOKAL

Titin Nuraeni Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

ABSTRAK Makanan enteral merupakan makanan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi secara keseluruhan maupun sebagai suplemen pada penderita yang mengalami malnutrisi. Pada kondisi pasien tertentu, makanan ini biasanya diberikan dalam bentuk cair. Bahan pangan lokal seperti tempe, beras, kacang hijau, dan ganyong memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga layak digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan makanan enteral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi dengan parameter berat badan, kadar albumin, kadar Hb, dan kadar zat besi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 27 tikus putih jantan malnutrisi dibagi dalam 3 kelompok perlakuan dengan 9 ulangan pada masing-masing kelompok perlakuan. Kelompok A diberi diet makanan enteral formula A (dengan komposisi tempe, beras, dan kacang hijau sebagai bahan utama), kelompok B diberi diet makanan enteral formula B (dengan komposisi tempe, beras, kacang hijau, dan ganyong sebagai bahan utama), dan kelompok C (sebagai kontrol positif) diberi diet makanan enteral komersial. Makanan enteral tersebut diberikan setiap hari sebanyak 20 gram/hari selama 30 hari dan dilakukan penimbangan sisa pakan setiap harinya. Pengukuran berat badan, kadar albumin, kadar Hb, dan kadar Fe dilakukan pada hari ke-0, hari ke-15 dan hari ke-31. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Anava dan uji DMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan pemberian perlakuan makanan enteral formula B lebih optimal dalam meningkatkan kadar hemoglobin, kadar albumin, dan kadar zat besi yang akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan berat badan pada tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi jika dibandingkan dengan penggunaan makanan enteral formula A, sehingga formula B lebih layak untuk dikembangkan sebagai bahan penyusun utama dalam pembuatan makanan enteral untuk mengatasi malnutrisi. Kata Kunci : Makanan enteral, malnutrisi, bahan pangan lokal, berat badan, kadar

albumin, kadar hemoglobin, kadar zat besi

Page 5: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

THE LEVEL OF ALBUMIN, HAEMOGLOBIN (Hb), AND IRON (Fe) IN WHITE RAT (Rattus norvegicus) AFTER THE FEEDING OF ENTERAL

NUTRITION FORMULATED WITH LOCAL FOOD MATERIAL

Titin Nuraeni Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,

Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

Enteral nutrition is nutrition used to fulfill the needs of nutrition entirely and as the suplement for malnutrition patient. In a certain condition of patient, this nutrition is usually given in the form of liquid. Local material foods such as tempe, rice, mung bean, and ganyong have adequate nutrition, therefore they are suitable for being used as main raw materials in the making of enteral nutrition. The aim of this research is to know the influence of feeding enteral nutrition formulated with local food material toward malnutritious white rats (Rattus norvegicus) of which the parameters are weight, albumin, haemoglobin, and iron level. This research used Completely Random Design (CRD). Twenty seven of malnutritious male white rats were devided into 3 groups of treatment with 9 repetition for each groups of the treatment. Group A was given enteral nutrition diet of formula A (with the compositions are tempe, rice, and mung bean as the main raw material), group B was given enteral nutrition diet of formula B (with the compositions are tempe, rice, mung bean, and ganyong as the main raw material), and group C (as the positive control) was given comercial enteral nutrition diet. The daily giving of enteral nutrition is 20 gram/day during 30 days and the rest of food was weighed every day. The measurement of weight, albumin, haemoglobin, and iron level firstly was done before the treatment is given. The next measurement was conducted in 15th day and 31st day. The result data of this research was analyzed by Anava and DMRT test on the level of 5%. The result showed that the treatment of the enteral nutrition feeding of formula B was more optimal than formula A in terms of the way to increase the level of haemoglobin, albumin, and iron. Those three components will gave positive effect toward the increasing of the weight of malnutritious white rats (Rattus norvegicus). Therefore, formula B is more proper to be developed as the main material of making enteral food in order to treat the malnutrition. Key words : Enteral nutrition, malnutrition, local food material, weight, albumin,

haemoglobin, iron level

Page 6: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

MOTTO

Tak ada yang tak dapat kita raih,

ketika kita yak!n dan percaya pada kemampuan dan kekuatan diri kita sendiri.

Bahwa kita pasti bisa....!!!!!!!

Dan juga selalu yak!n dan percaya, Allah SWT kan selalu ada untuk kita,

dengan segala cinta'nya.

Kita adalah apa yang kita pikirkan.

Kita semua bangkit dengan pikiran.

Dengan pikiran kita hidup.

Dengan pikiran kita membuat dunia.

Dan dengan pikiran pula kita merubah dunia.

(Shahnaz haque)

Karena............

Hidup' mu,

adalah apa yang ada dalam pikiran' mu.

Page 7: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini, ku persembahkan untuk pribadi yang senantiasa selalu mencintai, mendukung, dan mendoakanku dalam tiap waktu'nya... Ibu'ku Hj. Faridah, dan Ayah'ku H. Syamsuri (Alm). Aku mencintai'mu seLaLu........ Terima kasih.

Page 8: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala

rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: “Kadar Albumin,

Hemoglobin (Hb), dan Zat Besi (Fe) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah

Pemberian Makanan Enteral Berformulasi Bahan Pangan Lokal”. Penyusunan

skripsi ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1

(S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang

sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada :

Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan ijin penelitiannya untuk keperluan skripsi.

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ijin dan saran kepada penulis dalam penelitian dan

penyusunan skripsi.

Page 9: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Dr. Ir. Suharwaji Sentana, M.App. Sc., selaku kepala UPT BPPTK LIPI

Yogyakarta atas ijin untuk ikut serta berpartisipasi dalam penelitian yang

dilakukan di UPT BPPTK LIPI Yogyakarta.

Shanti Listyawati, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang telah

memberikan bimbingan, memberikan masukan, arahan, meluangkan waktu,

memberikan dorongan dan kesabaran kepada penulis selama penelitian hingga

akhir penyusunan skripsi. Terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan yang telah

diberikan.

Dra. Dini Ariani, M.Si., selaku pembimbing II, yang telah memberikan

kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk ikut berpartisipasi dalam

penelitian di UPT BPPTK LIPI Yogyakarta, serta atas bimbingan, masukan,

arahan, meluangkan waktu, memberikan dorongan dan kesabarannya kepada

penulis selama penelitian hingga akhir penyusunan skripsi. Terima kasih sebesar-

besarnya atas kepercayaan dan bantuan yang telah diberikan.

Estu Retnaningtyas N., S.TP., M.Si., selaku dosen penelaah I dan Dr.

Sunarto, M. S., selaku dosen penelaah II dan juga sebagai pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan kepada penulis

selama penelitian hingga akhir penyusunan skripsi.

Seluruh dosen dan staff di Jurusan Biologi FMIPA UNS, terima kasih atas

bantuan dan kerjasamanya selama ini kepada penulis.

Ir. Mukhamad Angwar dan Ratnayani, S.P., atas kesabarannya dalam

memberikan masukan dan arahan kepada penulis. P. Ditahardiyani, S.TP., dan

Page 10: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Yuyun Khasanah, S.TP., serta seluruh staff di UPT BPPTK LIPI Yogyakarta atas

bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.

Bapak Yuli selaku staff di Laboratorium Pangan dan Gizi UGM yang telah

banyak membantu penulis dalam mengerjakan penelitian, serta Bapak Pribadi di

Laboratorium Kimia Analitik FMIPA UGM atas bantuannya dalam analisis Fe.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima

kasih banyak atas bantuannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan

penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan

sangat membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-

pihak yang terkait.

Surakarta,......... Juni 2009

Penyusun

Page 11: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................................. iv

ABSTRACT ................................................................................................ v

HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii

KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xviii

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 5

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................. 6

A. Tinjauan Pustaka ................................................................... 6

1. Status Gizi ....................................................................... 6

2. Albumin .......................................................................... 7

3. Hemoglobin (Hb) ............................................................. 10

4. Zat Besi (Fe)..................................................................... 12

5. Makanan Enteral .............................................................. 17

6. Tempe .............................................................................. 19

7. Kacang Hijau ................................................................... 22

Page 12: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

8. Beras ................................................................................ 23

9. Ganyong .......................................................................... 25

B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 27

C. Hipotesis ................................................................................ 29

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 30

A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 30

B. Alat dan Bahan ...................................................................... 30

1. Alat .................................................................................. 30

2. Bahan ............................................................................... 31

C. Cara Kerja ............................................................................ 34

1. Rancangan Percobaan ..................................................... 34

2. Pra Perlakuan ................................................................... 35

3. Perlakuan ......................................................................... 36

D. Teknik Pengumpulan data ..................................................... 42

E. Analisis Data ......................................................................... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 43

A. Berat Badan ......................................................................... 44

B. Kadar Albumin .................................................................... 49

C. Kadar Hemoglobin .............................................................. 55

D. Kadar Zat Besi ..................................................................... 61

BAB V. PENUTUP ................................................................................... 68

A. Kesimpulan ........................................................................... 68

B. Saran ...................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 70

LAMPIRAN ................................................................................................ 76

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 93

RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................... 94

Page 13: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai Normal Albumin .............................................................. 8 Tabel 2. Nilai Normal Hb........................................................................ 11 Tabel 3. Angka Kecukupan Zat Besi untuk Indonesia ........................... 16 Tabel 4. Komposisi Tempe (tiap 100 gram bahan) ................................. 20 Tabel 5. Komposisi Nilai Gizi Beras (tiap 100 gram bahan) .................. 24 Tabel 6. Kandungan Gizi Ganyong (tiap 100 gram bahan) ................... 26 Tabel 7. Formulasi Makanan Enteral yang Digunakan sebagai

Perlakuan (jumlah/100 gram bahan) ......................................... 32 Tabel 8. Nilai Nutrisi Makanan Enteral yang Digunakan sebagai

Perlakuan (kadar/100 gram bahan) ........................................... 33 Tabel 9. Nilai Nutrisi Pakan Gogek (kadar/100 gram bahan)................. 33 Tabel 10. Komposisi Rancangan Percobaan Penelitian dengan

Parameter Berat Badan, Kadar Albumin, Kadar Hemoglobin, dan Kadar Zat Besi.................................................................... 35

Tabel 11. Rata-rata Peningkatan Berat Badan pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari .......................... 45

Tabel 12. Rata-rata Peningkatan Kadar Albumin pada Tikus Putih

(Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari ............. 50

Tabel 13. Rata-rata Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih

(Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari ............. 56

Tabel 14. Rata-Rata Peningkatan Kadar Zat Besi pada Tikus Putih

(Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari ............. 62

Page 14: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Metabolisme zat besi dalam tubuh ........................................ 14 Gambar 2. Umbi ganyong (Canna edulis Kerr) ...................................... 25 Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian ............................. 28 Gambar 4. Rata-rata berat badan tikus putih (Rattus norvegicus) pada

hari ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31 ...................................... 45 Gambar 5. Histogram rata-rata peningkatan berat badan pada tikus

putih (Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari.......................................................................................... 46

Gambar 6. Rata-rata kadar albumin tikus putih (Rattus norvegicus)

pada hari ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31 ............................. 50 Gambar 7. Histogram rata-rata peningkatan kadar albumin pada tikus

putih (Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari.......................................................................................... 51

Gambar 8. Rata-rata kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus)

pada hari ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31 ............................. 56 Gambar 9. Histogram rata-rata peningkatan kadar hemoglobin pada

tikus putih (Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari.......................................................................................... 57

Gambar 10. Rata-rata kadar zat besi tikus putih (Rattus norvegicus)

pada hari ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31 ............................. 62 Gambar 11. Histogram rata-rata peningkatan kadar zat besi pada tikus

putih (Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari............ ............................................................................. 63

Page 15: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rata-rata Berat Badan Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari................................ 77

Lampiran 2. Rata-rata Kadar Albumin Tikus Putih (Rattus norvegicus)

setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari................................ 77

Lampiran 3. Rata-rata Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari....... 77

Lampiran 4. Rata-rata Kadar Zat Besi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari................................ 78

Lampiran 5. Rata-rata Pakan yang Tersisa pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari....... 78

Lampiran 6. Rata-rata Pakan yang Dikonsumsi oleh Tikus Putih

(Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari ................................................................................. 78

Lampiran 7. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari....... 79

a. Uji Deskriptif ............................................................... 79

b. Uji Homogenitas .......................................................... 79

c. Uji Anava ..................................................................... 79

d. Uji DMRT.................................................................... 80

Lampiran 8. Rata-rata Peningkatan Kadar Albumin Tikus Putih

(Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari ................................................................................. 80

Page 16: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

a. Uji Deskriptif ............................................................... 80 b. Uji Homogenitas .......................................................... 80 c. Uji Anava ..................................................................... 81 d. Uji DMRT.................................................................... 81

Lampiran 9. Rata-rata Peningkatan Kadar Hemoglobin Tikus Putih

(Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari ................................................................................. 81

a. Uji Deskriptif ............................................................... 81

b. Uji Homogenitas .......................................................... 82 c. Uji Anava ..................................................................... 82 d. Uji DMRT.................................................................... 82

Lampiran 10. Rata-rata Peningkatan Kadar Zat Besi Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari....... 83

a. Uji Deskriptif ............................................................... 83

b. Uji Homogenitas .......................................................... 83 c. Uji Anava ..................................................................... 83 d. Uji DMRT.................................................................... 84

Lampiran 11. Dokumentasi Proses Pelaksanaan Penelitian ...................... 85

a. Proses pembuatan pellet............................................... 85

b. Kandang perlakuan ...................................................... 85

c. Pengambilan darah tikus .............................................. 86

d. Penimbangan berat badan tikus ................................... 86

e. Spektrofotometer untuk pengukuran kadar Hb............ 86

f. Kit untuk pemeriksaan kadar albumin ......................... 87

Page 17: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

g. Kit untuk pemeriksaan kadar hemoglobin ................... 87

h. Pengukuran kadar albumin .......................................... 87

i. Flame Spektrofotometer Serapan Atom (F-AAS) ....... 88

j. Pellet yang terbuat dari formula makanan enteral A,

B, dan C ....................................................................... 88 Lampiran 12. Hasil Analisis Zat Besi........................................................ 89

Page 18: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

F-AAS Flame atomic absorption spectrofotometer

Anava Analisis varian

ATP Adenosine triphosphate

Ca Calsium

Cl Clorida

CO2 Karbondioksida

dL Desi liter

DMRT Duncan multiple range test

EDTA Ethylene diamine tetraacetic acid

Fe Zat besi

g Gram

Hb Hemoglobin

HCl Asam klorida

HNO3 Asam nitrat

K Kalium

KEP Kurang energi protein

mg Mili gram

Mg Magnesium

ml Mili liter

Na Natrium

P Phosphor

µl Mikro liter

Page 19: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita yang

sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Resiko terjadinya malnutrisi pada

pasien rawat inap (hospital malnutrition) berkisar antara 6-55%. Malnutrisi adalah

hilangnya/penurunan berat badan di atas 10% atau berat badan kurang dari 80%

berat badan ideal dalam kurun waktu 3 bulan (Suastika, 1992). Karakteristik

pasien yang mengalami malnutrisi adalah terjadinya penurunan berat badan akibat

asupan makanan yang rendah. Penurunan berat badan biasanya diikuti dengan

rendahnya kadar zat besi, hemoglobin dan albumin sehingga status gizi menurun.

Penurunan status gizi ini disebabkan tubuh mengalami defisiensi zat-zat gizi

makro, seperti protein dan defisiensi zat-zat gizi mikro seperti zat besi.

Resiko terjadinya malnutrisi akan berdampak pada proses pemulihan dan

penyembuhan penyakit, status gizi, lama hari rawat, dan biaya perawatan di

rumah sakit. Dukungan gizi pada penderita yang dirawat di rumah sakit sangat

penting agar dapat memenuhi kebutuhan gizi yang optimal dan adekuat

(mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh, baik secara kualitas maupun kuantitas)

sehingga penderita tidak mengalami malnutrisi yang berakibat terjadinya

penurunan status gizi. Sebagai alternatif untuk mencegah permasalahan ini adalah

usaha pemenuhan kebutuhan gizi yang cukup, salah satunya adalah dengan

pemberian dukungan nutrisi berupa makanan enteral (Sobariah, 2005).

Page 20: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Makanan enteral yang beredar saat ini umumnya impor sehingga harganya

mahal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia golongan ekonomi

bawah. Guna mengatasi masalah tersebut, maka perlu dikembangkan makanan

enteral dengan memanfaatkan bahan baku lokal Indonesia yang berasal dari

serealia seperti kedelai, beras, kacang hijau, dan umbi-umbian seperti talas,

ganyong, singkong dan lain-lain. Bahan pangan ini dapat dijadikan bahan pangan

alternatif, suplemen dan bahan pengganti yang dapat meningkatkan kandungan

gizi pada makanan, sehingga diharapkan harganya lebih murah dan dapat

dijangkau oleh semua golongan masyarakat.

Makanan enteral yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan

makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal. Bahan pangan lokal yang

digunakan sebagai bahan utama antara lain tempe, kacang hijau, beras, dan

ganyong, dengan komposisi yang seimbang dan memiliki kandungan gizi yang

cukup tinggi.

Tempe dipilih sebagai salah satu bahan utama berdasarkan keunggulan

yang dimiliki. Tempe dapat dijadikan sumber protein yang aman dan murah pada

makanan dengan nilai cerna (digestibility) yang tinggi (Karyadi dan Hermana,

1995). Tepung tempe memiliki kadar protein kasar sebesar 48 %, kadar lemak

kasar 27,78 %, serat kasar 2,58 %, kadar air 8,78 %, kadar abu 2,38 % dan

karbohidrat 13,58 % (Bakara, 2006). Dengan pemberian tempe, pertumbuhan

berat badan penderita gizi buruk akan meningkat, diare menjadi sembuh dalam

waktu singkat dan dapat menghindarkan seseorang dari anemia akibat kekurangan

zat besi (Astawan, 2008).

Page 21: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Kacang hijau memiliki kelebihan dibanding kacang-kacangan yang lain,

yaitu adanya tripsin inhibitor yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan

paling kecil memberi pengaruh flutulensi (gas dalam lambung). Kacang hijau juga

mempunyai nilai gizi yang tinggi serta dapat digunakan sebagai sumber vitamin

dan mineral. Sebagai sumber protein nabati, kandungan protein kacang hijau

sekitar 19,04–25,37% (Saneto dan Susanto, 1994).

Selain digunakan tepung tempe dan tepung kacang hijau, digunakan juga

tepung beras. Beras merupakan salah satu bahan makanan yang merupakan

sumber energi bagi manusia. Zat-zat gizi yang dikandung beras sangat mudah

dicerna dan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi.

Pada salah satu formula makanan enteral yang di kembangkan juga

digunakan ganyong. Dasar pemanfaatan ganyong sebagai salah satu bahan utama

makanan enteral karena tanaman tersebut mempunyai kandungan gizi yang cukup

tinggi terutama karbohidrat dan banyak ditemukan di daerah Gunungkidul. Selain

itu, ganyong juga mempunyai kandungan zat besi yang tinggi yakni 20–22

mg/100 gram. Ganyong dengan kandungan zat besi ini merupakan salah satu

bahan pangan fungsional yang mempunyai potensi untuk mengatasi kurang

konsumsi zat besi (Numala, 2005).

Pada penelitian ini akan diamati pengaruh dari formula makanan enteral A

dengan komposisi bahan penyusun utama yang terdiri dari 20% tepung tempe,

15% tepung kacang hijau, dan 35% tepung beras, serta formula makanan enteral B

yang mengandung 20% tepung tempe, 15% tepung kacang hijau, 20% tepung

beras, serta 15% tepung ganyong sebagai bahan utamanya, dan makanan enteral

Page 22: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

formula C (sebagai kontrol positif) yang merupakan makanan enteral komersial.

Sebelum diberikan pada pasien, perlu dilakukan studi kelayakan, keamanan, dan

efektifitas dari makanan enteral terlebih dahulu. Salah satu cara yang dapat

digunakan adalah dengan mengujikan formula makanan enteral tersebut pada

hewan percobaan/tikus putih (Rattus norvegicus) di laboratorium. Sebagai

penilaian terhadap status gizi pada tikus putih setelah pemberian makanan enteral,

parameter yang akan diamati pada penelitian ini adalah berat badan, kadar

albumin, kadar hemoglobin (Hb) dan kadar zat besi (Fe).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh pemberian makanan enteral berformulasi bahan

pangan lokal terhadap berat badan, kadar albumin, kadar hemoglobin, dan

kadar zat besi pada tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi?

2. Formulasi makanan enteral manakah yang memberikan pengaruh paling

optimal terhadap peningkatan berat badan, kadar albumin, kadar

hemoglobin, dan kadar zat besi pada tikus putih (Rattus norvegicus)

malnutrisi?

Page 23: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

C. Tujuan Penelitian

Penelitian pengaruh pemberian makanan enteral berformulasi bahan

pangan lokal terhadap kadar albumin, hemoglobin (Hb), dan zat besi (Fe) pada

tikus putih (Rattus norvegicus) ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh pemberian makanan enteral berformulasi bahan

pangan lokal terhadap berat badan, kadar albumin, kadar hemoglobin, dan

kadar zat besi pada tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi.

2. Mengetahui formulasi makanan enteral yang memberikan pengaruh paling

optimal terhadap peningkatan berat badan, kadar albumin, kadar

hemoglobin, dan kadar zat besi pada tikus putih (Rattus norvegicus)

malnutrisi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian pengaruh pemberian makanan

enteral berformulasi bahan pangan lokal terhadap kadar albumin, hemoglobin

(Hb), dan zat besi (Fe) pada tikus putih (Rattus norvegicus) antara lain:

1. Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

efektifitas makanan enteral dengan berbasis bahan pangan lokal dalam

mengatasi malnutrisi.

2. Digunakan sebagai salah satu alternatif dalam upaya penanganan

terjadinya malnutrisi/gizi buruk di masyarakat.

3. Peningkatan nilai tambah bahan pangan lokal Indonesia dalam pembuatan

makanan enteral.

Page 24: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan yang dapat memberi petunjuk apakah

seseorang berstatus gizi kurang atau berstatus gizi normal. Status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat-zat gizi. Konsumsi

makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang normal

terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara

efisien, sehingga memungkinkan seseorang mengalami pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan pada tingkat setinggi

mungkin (Almatsier, 2001). Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami

kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial, dan sebaliknya status gizi lebih

terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah berlebihan sehingga

dapat menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Status gizi dipengaruhi oleh

penyediaan pangan, konsumsi makanan, distribusi makanan, dan penggunaan

makanan di dalam tubuh (Andryani, 2002).

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi adalah dengan melakukan

pengukuran antropometri melalui pengukuran berat badan. Berat badan digunakan

karena berat badan sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi

pada keadaan gizi, sehingga pada umumnya berat badan akan turun dengan

menurunnya asupan makanan dan asupan gizi (Rohke, 1979). Adanya malnutrisi

Page 25: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

dapat memberi pengaruh yaitu turunnya berat badan pada fase dini karena

kurangnya jaringan otot dan jaringan subkutan, kemudian akan diikuti

menurunnya kecepatan tumbuh, bahkan dapat berhenti sama sekali. Akibat yang

lain adalah berkurangnya metabolisme dan aktivitas fisik yang disertai hipotermi

(Waterlow, 1991).

Selain dengan pengukuran terhadap berat badan, penilaian status gizi juga

dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium (biokimia darah),

seperti melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar albumin, kadar zat besi, dan

lain-lain. Dari data hasil pemeriksaan laboratorium ini akan menghasilkan data

yang membantu menegakkan diagnosis adanya defisiensi protein dan

mikronutrien yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi (Hartono, 1997).

2. Albumin

Albumin adalah protein yang larut dalam air. Albumin disintesis di hati

dan berfungsi utama untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah. Hal

ini karena albumin merupakan protein dengan berat molekul besar yang tidak

dapat melintasi dinding pembuluh atau dinding kapiler sehingga dapat membantu

mempertahankan cairan yang ada di dalam sistem vascular (Sutedjo, 2007).

Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia,

yaitu sekitar 55-60% dari protein serum yang terukur (Hasan dan Indra, 2008).

Albumin di dalam tubuh berfungsi antara lain :

a. Mempertahankan tekanan osmotik plasma.

b. Membantu metabolisme dan transportasi berbagai substansi dalam plasma.

Page 26: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

c. Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda

bermuatan listrik.

d. Mempertahankan integritas mikrovaskular sehingga dapat mencegah

masuknya kuman-kuman usus ke dalam pembuluh darah, agar tidak terjadi

peritonitis bakterialis spontan (Hasan dan Indra, 2008).

Sintesis albumin hanya terjadi di hati dengan kecepatan pembentukan 12-

25 gram/hari. Pada keadaan normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi

albumin, tetapi laju produksi ini bervariasi tergantung keadaan penyakit dan laju

nutrisi karena albumin hanya dibentuk pada lingkungan osmotik, hormonal dan

nutrisional yang cocok. Tekanan osmotik koloid cairan interstisial hepatosit

merupakan regulator sintesis albumin yang penting (Hasan dan Indra, 2008).

Tabel 1 menunjukkan nilai normal albumin.

Tabel 1. Nilai Normal Albumin

Kriteria Nilai Normal

Wanita dewasa 3,5-5,0 g/dL

Laki-laki dewasa 3,8-5,1 g/dL

Anak 4,0-5,8 g/dL

Bayi 4,4-5,4 g/dL

Bayi baru lahir 2,9-5,4 g/dL

Tikus putih jantan 3,0-5,0 g/dL

Sumber: (Sutedjo, 2007).

Kadar albumin digunakan sebagai indikator perubahan biokimia yang

berhubungan dengan simpanan protein tubuh dan berkaitan dengan perubahan

status gizi, walaupun tidak terlalu sensitif. Pada penderita malnutrisi sering

ditemukan kadar albumin serum yang rendah, namun tidak jarang kadar albumin

Page 27: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

serum masih dalam batas normal. Peningkatan kadar albumin berkaitan erat

dengan kadar hemoglobin darah. Penurunan kadar albumin dalam darah akan

menyebabkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin, karena protein merupakan

salah salah unsur yang penting diperlukan dalam sintesis hemoglobin dan

pembawa zat besi, oleh karena itu apabila kadar albumin dalam tubuh rendah,

maka sintesis hemoglobin akan terganggu dan dapat mengakibatkan penurunan

kadar hemoglobin dalam darah (Sutedjo, 2007).

Penurunan albumin mengakibatkan keluarnya cairan vaskular menuju ke

jaringan sehingga terjadi odema. Penyakit/kondisi yang sering menyebabkan

hipoalbuminemia (penurunan albumin dalam darah) adalah :

a. Berkurangnya sintesis albumin: malnutrisi, sindrom malabsorpsi, radang

menahun, penyakit hati menahun, dan kelainan genetik.

b. Peningkatan akskresi (kehilangan): nefrotik sindrom, luka bakar yang luas,

dan penyakit usus.

c. Katabolisme meningkat: luka bakar yang luas, sirosis hati, kehamilan, dan

gagal jantung (Sutedjo, 2007).

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan perubahan konsentrasi albumin

adalah malnutrisi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada darah ular,

didapatkan hasil bahwa pada ular yang malnutrisi tidak tampak adanya serum

albumin dalam darahnya. Serum albumin tersebut ditemukan pada ular dengan

nutrisi yang cukup. Penelitian lain terhadap buaya juga menyatakan bahwa asupan

pakan dapat mempengaruhi kadar albumin dalam darah (Coppo, 2005).

Page 28: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

3. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit. Hemoglobin adalah

suatu protein yang banyak mengandung besi dan berperan penting dalam

membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Kualitas darah dan

warna merah darah ditentukan oleh kadar hemoglobin. Apabila jumlah

hemoglobin dalam eritrosit rendah, maka kemampuan eritrosit membawa oksigen

ke seluruh jaringan tubuh juga akan menurun dan tubuh menjadi kekurangan

oksigen. Hal ini akan menyebabkan terjadinya anemia (Meliana, 2004).

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan heme (berisi

zat besi) dan 4 rantai globin (alfa, beta, gama, dan delta). Terdapat 141 molekul

asam amino pada rantai alfa, dan 146 molekul asam amino pada rantai beta, gama,

dan delta (Sutedjo, 2007). Hemoglobin mengandung 0,338% besi, dan tiap-tiap

molekul heme mempunyai satu atom besi dengan berat molekul kira-kira 16.750

KD (Kilo Dalton) (Guyton dan Hall, 1997).

Menurut Ganong (1999), sintesis hemoglobin dimulai di dalam

proeritroblas dan dilanjutkan sedikit ke dalam stadium retikulosit. Sintesis

hemoglobin selain dipengaruhi oleh ketersediaan zat besi, juga dipengaruhi oleh

kecukupan protein. Dari penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa bagian

heme dari Hb terutama disintesis dari asam asetat dan glisin di dalam

mitokondria. Tahap awal sintesis adalah pembentukkan senyawa protoporfirin

yang kemudian berikatan dengan besi membentuk heme. Setelah itu, 4 molekul

heme berikatan dengan 1 molekul globin membentuk Hb.

Page 29: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Berkaitan dengan fungsi utama hemoglobin untuk mengangkut oksigen,

pada orang normal lebih dari 21 ml oksigen dibawa dalam bentuk gabungan

dengan hemoglobin per desiliter darah, sedangkan pada wanita normal, oksigen

yang dapat diangkut sebesar 19 ml (Guyton dan Hall, 1997). Kandungan normal

Hb dalam darah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Normal Hb

Kriteria Nilai normal

Wanita dewasa 12-16 g/dL

Laki-laki dewasa 14-18 g/dL

Anak 10-16 g/dL

Bayi baru lahir 12-24 g/dL

Tikus putih jantan 10-11 g/dL

Sumber: (Sutedjo, 2007).

Penurunan kadar Hb dapat terjadi karena terhambatnya proses

pembentukkan hemoglobin dalam darah. Penghambatan ini terjadi karena

kurangnya pasokan zat besi akibat terganggunya fungsi hepatosit, sehingga

protein yang membawa ion ferro hasil pemecahan eritrosit sebagai bahan

pembentukkan hemoglobin tidak terbentuk. Hal ini akan mengakibatkan tidak

terbentuknya heme sebagai bahan penyusun Hb. Selain oleh faktor zat besi, kadar

Hb juga dipengaruhi juga oleh asam amino glisin, vitamin B6 atau piridoksin,

vitamin B12, dan suksinil-koA. Protein yang berupa asam amino glisin dan

suksinil-koA tersebut diperlukan untuk menjadikan protoporfirin dan akhirnya

menjadi heme setelah berinteraksi dengan zat besi dengan bantuan enzim

ferrocelatase, sedangkan untuk sintesis globin diperlukan asam amino, biotin,

Page 30: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 (Susilo, 2002). Vitamin B12 berperan

dalam menjaga agar sel-sel berfungsi normal, terutama sel-sel dalam sumsum

tulang dan saluran pencernaan. Dalam sumsum tulang, koenzim vitamin B12

sangat diperlukan untuk sintesis DNA. Bila DNA tidak diproduksi, erythroblast

tidak membelah diri tetapi membesar menjadi megaloblast (Winarno, 2001). Hal

ini akan mengakibatkan terjadinya anemia karena daya angkut hemoglobin

menjadi sangat terbatas.

4. Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan unsur mikronutrien yang penting bagi manusia. Zat

besi terutama diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam

sintesis hemoglobin (Achmad, 2000). Zat besi terdapat dalam semua sel tubuh dan

memegang peranan penting pada berbagai reaksi biokimia. Zat besi juga terdapat

dalam enzim-enzim yang bertanggung jawab pada pengangkutan elektron

(sitokrom), untuk pengaktifan oksigen, serta untuk pengikatan oksigen

(hemoglobin dan mioglobin) (Nasoetion, 1988).

Zat besi di dalam bahan makanan dapat berbentuk heme (ferro) yang

terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewan. Lebih dari 35% zat besi

heme dapat diabsorpsi langsung. Bentuk lain adalah dalam bentuk nonheme yaitu

senyawa besi anorganik yang kompleks yang terdapat di dalam bahan makanan

yang berasal dari tumbuhan, yang hanya dapat diabsorbsi sebanyak 5%. Zat besi

nonheme (dalam bentuk zat besi ferri) absorbsinya dapat ditingkatkan apabila

terdapat kadar vitamin C yang cukup. Vitamin C dapat mereduksi zat besi ferri

menjadi bentuk ferro sehingga mudah diabsorbsi serta dapat meningkatkan

Page 31: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

absorbsi zat besi nonheme sampai empat kali lipat (Mulyawati, 2003). Absorpsi

besi juga dapat diperbesar oleh protein akibat dari pembentukkan hasil-hasil

pencernaan dengan berat molekul rendah (peptida, asam amino), yang dapat

membentuk chelate besi yang larut. Selain itu, absorpsi besi dipengaruhi pula oleh

status besi dalam tubuh. Absorpsi besi akan meningkat pada tubuh dengan

cadangan besi yang rendah (Bovell-Benjamin et al., 2000).

Selain itu, dalam bahan makanan sering pula ditemukan adanya faktor

penghambat (inhibitor) penyerapan zat besi. Faktor penghambat penyerapan zat

besi tersebut antara lain adalah tanin, asam fitat, oksalat, dan kalsium yang akan

mengikat zat besi sebelum diserap oleh mukosa usus menjadi zat yang tidak dapat

larut, sehingga akan mengurangi penyerapannya. Dengan berkurangnya

penyerapan zat besi, maka jumlah feritin (zat besi yang tersimpan dalam tubuh)

juga akan berkurang yang akan berdampak pada menurunnya jumlah zat besi

yang akan digunakan untuk sintesa hemoglobin dan mengganti hemoglobin yang

rusak (Susilo, 2002).

Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi

di dalam tubuh perlu dipertahankan. Keseimbangan ini diartikan bahwa jumlah

zat besi yang dikeluarkan oleh tubuh sama dengan jumlah besi yang diperoleh

tubuh dari makanan. Suatu skema proses metabolisme zat besi untuk

mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam tubuh dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 32: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Gambar 1. Metabolisme zat besi dalam tubuh (Wahyuni, 2004)

Setiap hari total zat besi dalam darah adalah 35 mg, tetapi tidak semuanya

harus didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari

penghancuran sel–sel darah merah tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk

dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel–sel darah

merah baru, dan hanya sebanyak 1 mg yang diperoleh dari makanan. Kelebihan

zat besi dalam tubuh disimpan di hati dalam bentuk feritin. Hanya 1 mg zat besi

yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing,

sedangkan pada wanita yang sedang menstruasi, tubuh mengeluarkan zat besi

lebih banyak yaitu 28 mg/periode (Wahyuni, 2004).

Zat besi diabsorpsi melalui sel mukosa usus, dan akan diikat oleh

apoferitin menjadi feritin (Fe + apoferitin), dan di dalam serum, ikatan tersebut

akan lepas dan zat besi ferro akan diangkut dalam bentuk transferin (ikatan Fe

dengan protein, yang mengandung 3-4 mg Fe), kemudian disimpan di dalam hati,

limpa dan sumsum tulang belakang. Sebagian zat besi digunakan untuk sintesis

Page 33: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

hemoglobin (20-25 mg/hari), dan mengganti Hb yang rusak (20-25 mg/hari)

(Susilo, 2002). Untuk memenuhi kebutuhan dalam pembentukan hemoglobin,

sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah akan dimanfaatkan

kembali, kemudian baru kekurangannya harus dipenuhi dan diperoleh melalui

makanan (Caroline, 2008).

Besi plasma atau besi yang beredar dalam sirkulasi darah terutama

terikat dengan transferin sebagai protein pengangkut besi. Kadar normal

transferin plasma adalah 250 mg/dl, dan secara laboratorik sering diukur sebagai

protein yang menunjukkan kapasitas maksimal dalam mengikat besi. Total besi

yang terikat transferin ialah 4 mg atau hanya 0,1% dari total besi tubuh. Sebanyak

65% besi diangkut transferin ke prekursor eritrosit di sumsum tulang yang

memiliki banyak reseptor untuk transferin. Sebanyak 4% digunakan untuk

sintesis mioglobin di otot, 1% untuk sintesis enzim pernafasan seperti

sitokrom C dan katalase, sisanya sebanyak 30% disimpan dalam bentuk feritin

dan hemosiderin. Kompleks besi transferin dan reseptor transferin masuk ke

dalam sitoplasma prekursor eritrosit melalui endositosis. Sebanyak 80–90%

molekul besi yang masuk ke dalam prekursor eritrosit akan dibebaskan dari

endosom dan reseptor transferin akan dipakai lagi, sedangkan transferin akan

kembali ke dalam sirkulasi. Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk

ke dalam mitokondria untuk diproses menjadi heme setelah bergabung dengan

protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin (Muhammad, 2005).

Page 34: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Jumlah zat besi yang diperlukan pada tiap orang berbeda-beda,

dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Untuk lebih jelasnya, angka kecukupan

zat besi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Angka Kecukupan Zat Besi untuk Indonesia

Kriteria Jumlah

Bayi 2-5 mg

Anak sekolah 10 mg

Dewasa laki-laki 13 mg

Dewasa wanita 14-26 mg

Ibu hamil +20 mg

Sumber: (Suhanantyo, dkk., 2000).

Defisiensi zat besi akan mengakibatkan sirkulasi darah ke jaringan

berkurang. Pada kondisi anemia (Hb kurang dari 11g/dL), akan diikuti timbulnya

gejala-gejala klinis yaitu lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai akibat kurangnya

suplai O2 ke jaringan (Kralik, 1996). Beberapa penelitian menunjukkan pemberian

suplementasi Fe menunjukkan efek positif terhadap berat badan (McGregor,

2001). Defisiensi zat besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang

seimbang maupun adanya gangguan absorbsi yang disebabkan oleh penyakit,

seperti penyakit gastrointestinal (Werner, 2002).

Page 35: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

5. Makanan Enteral

Makanan enteral merupakan makanan yang diberikan untuk memenuhi

kebutuhan gizi secara keseluruhan maupun sebagai suplemen pada pasien yang

diindikasikan akan atau mengalami malnutrisi (Madjid, 1987). Pada kondisi

pasien tertentu, makanan ini biasanya diberikan dalam bentuk cair selama saluran

pencernaan masih berfungsi. Makanan enteral digunakan untuk memenuhi

kebutuhan gizi yang optimal sesuai kebutuhan dalam penyerapan, dan

mempertahankan atau memperbaiki status gizi penderita guna membantu

mempercepat penyembuhan (Sobariah, 2005).

Secara umum tujuan pemberian makanan enteral adalah :

a. Sebagai makanan tambahan (suplementasi) yaitu pada pasien yang masih

dapat makan atau minum, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan energi,

protein, karbohidrat, dan zat gizi yang lainnya.

b. Sebagai pengobatan yakni mencukupi kebutuhan seluruh zat gizi yang

diperlukan karena tidak dapat makan seperti biasa sama sekali (Sobariah,

2005).

Beberapa kondisi yang membutuhkan makanan enteral adalah:

a. Pasien yang mengalami kesulitan untuk menghabiskan makanan padat (seperti

makanan biasa, lunak atau saring), tetapi masih dapat makan atau minum

melalui mulut atau per oral.

b. Pasien yang mengalami kesukaran menelan dengan indikasi seperti gangguan

saluran pencernaan, kanker, luka bakar, gizi kurang, dan stroke, maka

Page 36: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

makanan enteral diberikan melalui sonde Naso Gastric Tube (NGT)

(Sobariah, 2005).

Indikasi pemberian makanan enteral adalah bila fungsi sistem

gastrointestinal baik, tetapi pasien tidak dapat mengkonsumsi nutrien yang

adekuat secara oral atau terdapat kontra indikasi makan secara per oral, maka

pilihan yang tepat untuk pemberian nutrisi adalah secara enteral dengan

menggunakan pipa.

Makanan enteral harus mempunyai komposisi yang seimbang dan

osmolaritas yang tepat. Komposisi zat gizi yang harus terkandung pada makanan

enteral antara lain karbohidrat, protein, lemak, air, serat, vitamin, mineral, dan

elektrolit dalam jumlah cukup dan seimbang sehingga dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan gizi (Sobariah, 2005).

Adapun syarat makanan enteral secara umum yaitu :

a. Kandungan nutrisi sedang

b. Kandungan nutrisi seimbang. Kebutuhan kalori sebagian besar diambil dari

karbohidrat dengan komposisi umum untuk Indonesia yaitu 70% karbohidrat,

15-20% protein, dan 20-25% lemak.

c. Mudah diabsorpsi

d. Makanan enteral bebas dari bahan yang mengandung kolesterol

e. Bebas atau rendah laktose, karena intoleransi laktose sering terjadi pada

pasien malnutrisi (Sobariah, 2005).

Secara praktis nutrisi enteral dapat diberikan jika terjadi penurunan berat

badan lebih dari 10% dalam kurun waktu 3 bulan, kadar trasferin serum kurang

Page 37: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

dari 250 mg/dL, kadar Hb kurang dari 10 g/dL, kadar zat besi total dalam darah

kurang dari 350 µg/dL, dan kadar albumin serum kurang dari 3,4 g/dL

(Boediwarsono, 2006). Keuntungan nutrisi enteral ini antara lain dapat mencegah

atropi mukosa gastrointestinal dan mempertahankan barrier usus yang normal

sehingga mencegah translokasi endotoksin dan bakteria (Sastroamidjojo, dkk.,

2000).

Pemberian nutrisi enteral yang dini akan memberikan manfaat antara lain

memperkecil respon katabolik, mengurangi komplikasi infeksi, mempertahankan

integritas usus, mempertahankan respon imunologis, dan memberikan sumber

energi yang tepat bagi usus pada waktu sakit (Hartono, 1997).

6. Tempe

Tempe merupakan bahan makanan tradisional Indonesia yang relatif

murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Tempe dapat dijadikan

sumber protein yang aman dan murah pada makanan dengan nilai cerna

(digestibility) yang tinggi (Karyadi dan Hermana, 1995). Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan

dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai, bahkan untuk

makanan penderita yang harus makan melaui pipa sekalipun. Ini telah dibuktikan

pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Keunggulan

protein nabati dibanding protein hewani adalah sedikit mengandung protein non-

N (amoniagenik), mengandung asam amino esensial serta kaya akan serat

(Ratnasari, 2001). Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita

Page 38: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat

(Astawan, 2008). Kandungan nutrisi pada tempe dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Tempe (tiap 100 gram bahan)

Komposisi Jumlah

Protein 46,5 g

Lemak 19,7 g

Karbohidrat 20,2 g

Serat 7,2 g

Abu 3,6 g

Kalsium 347,0 mg

Fosfor 729,0 mg

Besi 10 mg

Sumber: (Bakara, 1996).

Tempe juga mengandung beberapa vitamin yang diperlukan oleh tubuh.

Terdapat dua kelompok vitamin yang terkandung dalam tempe, yaitu vitamin larut

air (vitamin B kompleks) dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K).

Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang

terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), asam

pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12

(sianokobalamin). Keberadaan vitamin B12 dalam tempe sangat istimewa.

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani, tetapi tidak

dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian). Vitamin

B12 sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Kekurangan

vitamin ini mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Kadar vitamin B12

dalam tempe berkisar antara 1,5-6,3 mg/100 gram tempe kering (Astawan, 2008).

Page 39: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Selain itu, tempe juga mengandung mineral makro dan mikro dalam

jumlah yang cukup tinggi. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang

akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor

dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi,

kalsium, magnesium, seng) menjadi lebih mudah untuk diserap dan dimanfaatkan

tubuh. Dengan mengkonsumsi tempe secara teratur akan menghindarkan

seseorang dari anemia akibat kekurangan zat gizi besi (Astawan, 2008). Mineral

besi yang terkandung dalam tempe dapat dimanfaatkan tubuh dengan baik untuk

pembentukan hemoglobin. Pengamatan pada tikus percobaan penderita anemia

(kadar Hb 9,03 g/dL), menunjukkan kenaikan kadar Hb menjadi 12,04 g/dL

setelah pemberian pakan tempe selama 2 minggu dengan nilai regenerasi sebesar

44,76%, sama dengan nilai regenerasi Hb pada tikus percobaan yang mendapat

protein susu (kasein) yang besarnya 45,64% (Darwin, 1995).

Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan

antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi

pembentukan radikal bebas. Penelitian yang dilakukan di Universitas North

Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang

terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

Mengingat tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam

jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini

(Astawan, 2008).

Beberapa penelitian lain juga menunjukkan tempe bermanfaat bagi

penderita malnutrisi/KEP (Kurang Energi Protein). Pemberian tempe pada

Page 40: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

penderita gizi buruk dapat meningkatkan pertumbuhan (status gizi) (Widianarko,

dkk., 2000). Pada penderita penyakit hati, pemberian tempe dapat meningkatkan

kandungan albumin dalam darah dan kadar hemoglobinnya normal (Ratnasari,

dkk., 2001).

7. Kacang Hijau

Kacang hijau (Vigna radiata L) merupakan salah satu famili leguminoceae

dan mengandung protein tinggi yaitu 24 %. Dalam menu masyarakat sehari-hari,

kacang-kacangan adalah alternatif sumber protein nabati terbaik, namun daya

cerna protein kacang-kacangan tidak setinggi protein hewani. Studi tentang

konsumsi kacang-kacangan pada anak menunjukkan bahwa kacang hijau adalah

yang paling rendah menimbulkan flatulensi (gas) dalam perut. Flatulensi

disebabkan adanya oligosakarida yang tidak dapat dicerna dan kemudian

difermentasikan oleh bakteri usus. Oligosakarida ini jumlahnya relatif sedikit

dalam kacang hijau. Selain itu, kacang hijau juga memiliki daya cerna yang baik

(Hidayat, 2008).

Kandungan gizi yang terdapat dalam kacang hijau, antara lain dalam 110

gram kacang hijau mengandung 345 kalori, 22,2 gram karbohidrat, 1,2 gram

protein, 62,9 gram lemak, vitamin dan mineral yang berupa fosfor, zat besi, dan

Mg. Kacang hijau juga mengandung kalsium (124 mg/100 gram) dan fosfor (326

mg/100 g) yang relatif tinggi. Ini berarti kacang hijau bermanfaat untuk

memperkuat kerangka tulang yang sebagian besar tersusun dari kalsium dan

fosfor.

Page 41: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Kandungan lemak kacang hijau adalah 1,3 %, jauh lebih rendah daripada

kedelai (18 %). Oleh sebab itu, kacang hijau sangat baik bagi orang yang ingin

menghindari konsumsi lemak tinggi (Hidayat, 2008). Lemak kacang hijau

tersusun atas 73 % asam lemak tak jenuh dan 27 % asam lemak jenuh. Umumnya

kacang-kacangan mengandung lemak tidak jenuh tinggi. Asupan lemak tidak

jenuh yang tinggi, penting untuk menjaga kesehatan jantung.

Vitamin yang banyak terkandung dalam kacang hijau adalah vitamin B1

dan B2. Vitamin B1 (tiamin) diperlukan untuk pertumbuhan. Defisiensi vitamin

B1 dapat mengganggu proses pencernaan makanan dan selanjutnya dapat

berdampak buruk bagi pertumbuhan. Dengan meningkatkan asupan bahan

makanan yang banyak mengandung vitamin B1, seperti kacang hijau, hambatan

pertumbuhan dapat diperbaiki. Selain itu, defisiensi vitamin B1 juga

menyebabkan waktu pengosongan lambung dan usus dua kali lebih lambat

sehingga makanan tidak dapat diserap dengan baik. Vitamin B2 (riboflavin)

berperan untuk membantu penyerapan protein di dalam tubuh. Kehadiran vitamin

B2 akan meningkatkan pemanfaatan protein sehingga penyerapannya menjadi

lebih efisien. Manusia tidak dapat menghasilkan vitamin di dalam tubuhnya, oleh

karena itu diperlukan asupan vitamin yang berasal dari bahan makanan (Hidayat,

2008).

8. Beras

Beras merupakan salah satu bahan makanan yang merupakan sumber

energi bagi manusia. Zat gizi yang terkandung dalam beras sangat mudah dicerna

dan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Sebagai bahan campuran pembuatan

Page 42: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

makanan berkarbohidrat, tepung beras sangat dianjurkan karena kandungan

amilopektin yang tinggi. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya

proses puffing sehingga produk yang dihasilkan akan bersifat ringan, porus garing,

dan renyah (Winarno, 2004). Beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia. Dari

beras kemudian akan diolah menjadi nasi yang merupakan makanan utama

sebagian besar penduduk. Selain karbohidrat, beras juga mengandung protein,

vitamin dan mineral. Vitamin yang dikandung oleh beras yaitu vitamin B1

(tiamin) yang banyak terdapat pada bagian kulit arinya (Adin, 2007).

Beras juga dikenal sebagai sumber karbohidrat yang baik dengan

kandungan sekitar 70–80%, sehingga berfungsi sebagai sumber tenaga.

Komponen kedua terbesar dari beras adalah protein. Kandungan protein pada

beras adalah 8% pada beras pecah kulit dan 7% pada beras giling (Adin, 2007).

Lebih lengkap, kandungan gizi beras dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Nilai Gizi Beras (tiap 100 gram bahan)

Komposisi Jumlah

Kalori 360 kal

Protein 6,8 g

Lemak 0,7 g

Karbohidrat 78,9 g

Kalsium 6 mg

Fosfor 140 mg

Besi 0,8 mg

Vitamin B1 0,12 mg

Sumber : (Direktorat Gizi Depkes RI, 1996).

Page 43: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Menurut Indrasari dkk., (1997) di Indonesia, beras menyumbang 63%

terhadap total kecukupan energi, 38% terhadap total kecukupan protein, dan

21,5% terhadap total kecukupan zat besi. Beras juga menyumbang 40-55%

terhadap total kecukupan zat besi pada masyarakat berpenghasilan rendah di

negara Banglades dan Filipina (Bouis dkk., 2000).

9. Ganyong

Ganyong (Canna edulis) merupakan salah satu bahan pangan non beras

yang bergizi cukup tinggi, terutama kandungan karbohidratnya. Kandungan gizi

yang tinggi pada ganyong ini terutama terletak pada umbinya.

Gambar 2. Umbi ganyong (Canna edulis Kerr) (Yusnanda, 2008).

Ganyong juga memiliki kandungan besi yang cukup tinggi jika

dibandingkan dengan umbi yang lain yaitu 20–22 mg/100 gram bahan (Numala,

2005). Dengan demikian ganyong sangat tepat bila digunakan sebagai keragaman

makanan untuk konsumsi makanan sehari-hari karena kandungan gizinya yang

cukup tinggi. Untuk lebih jelasnya, kandungan gizi ganyong dapat dilihat pada

Tabel 6.

Page 44: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Tabel 6. Kandungan Gizi Ganyong (tiap 100 gram bahan)

Komposisi Jumlah

Kalori 95 kal

Protein 1,0 g

Lemak 0,1 g

Karbohidrat 22,6 g

Kalsium 21 mg

Fosfor 70 mg

Besi 20 mg

Vitamin C 10 mg

Sumber : (Direktorat Gizi Depkes RI, 1996).

Rhizoma ganyong dapat dimanfaatkan secara langsung maupun diolah

untuk diambil patinya. Pati ganyong dapat digunakan untuk membuat beberapa

macam makanan karena mudah dicerna sehingga baik untuk makanan bayi

maupun orang yang sedang sakit. Pati ganyong juga berkhasiat sebagai obat

lambung, serta dapat dimanfaatkan sebagai campuran nasi jagung, bahan

campuran pembuatan bihun, maupun bahan campuran pembuatan bakso (Dewi,

1998).

Page 45: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

B. Kerangka Pemikiran

Formula makanan enteral diberikan pada pasien yang mengalami

malnutrisi. Formula makanan enteral komersial yang beredar saat ini umumnya

impor, sehingga harganya relatif mahal. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu

dikembangkan formula makanan enteral dengan memanfaatkan bahan pangan

lokal Indonesia, seperti dari tempe, beras, ganyong, dan kacang hijau.

Terdapat dua formulasi makanan enteral yang dikembangkan, yaitu

formula A dengan komposisi bahan penyusun utama 20% tepung tempe, 15%

tepung kacang hijau, dan 35% tepung beras, serta formula makanan enteral B

yang mengandung 20% tepung tempe, 15% tepung kacang hijau, 20% tepung

beras, serta 15% tepung ganyong. Sebagai kontrol, digunakan formula makanan

enteral komersial (formula C). Beberapa parameter yang diamati adalah berat

badan, albumin, hemoglobin (Hb), dan zat besi (Fe).

Dari percobaan yang dilakukan, diharapkan akan terjadi peningkatan berat

badan, kadar albumin, hemoglobin (Hb), dan zat besi (Fe) pada tikus putih setelah

pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal, serta dapat

diketahui formula makanan enteral yang memberikan pengaruh paling optimal

terhadap terjadinya peningkatan berat badan, kadar albumin, hemoglobin (Hb),

dan zat besi (Fe).

Page 46: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

Pasien malnutrisi Formula makanan enteral

Komersil (antara lain mengandung kaseinat, lesitin kedelai, minyak tumbuhan, maltodekstrin, sukrosa, vitamin, dan mineral)

Bahan pangan lokal Indonesia (antara lain mengandung tempe, beras, dan kacang hijau)

Formula A · Beras : 35 % · Tempe : 20 % · Kc. Hijau:15 %

Formula B · Beras : 20 % · Tempe : 20 % · Kc. Hijau: 15 % · Ganyong : 15 % ·

· Berat badan · Albumin · Hemoglobin · Zat besi

Tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi

1. Terjadi peningkatan berat badan, kadar albumin, kadar hemoglobin, dan kadar zat besi pada tikus putih yang mengalami malnutrisi.

2. Formulasi B lebih optimal dalam meningkatkan berat badan, kadar albumin, kadar hemoglobin, dan kadar zat besi pada tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi daripada formulasi A.

Ganyong dengan kandungan nutrisi/100 g antara lain: · Karbohidrat : 85,2 g · Protein : 0,7 g · Lemak : 0,2 g · Fe : 1,5 mg

Tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi

Tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi

· Berat badan · Albumin · Hemoglobin · Zat besi

· Berat badan · Albumin · Hemoglobin · Zat besi

Formula C

Page 47: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

C. Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan berdasarkan studi pustaka yang dilakukan

adalah:

1. Pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal

memberikan pengaruh dapat meningkatkan berat badan, kadar

albumin, kadar hemoglobin dan kadar zat besi pada tikus putih (Rattus

norvegicus) malnutrisi.

2. Formula makanan enteral B (dengan komposisi tempe, beras, kacang

hijau, dan ganyong sebagai bahan utama) memiliki pengaruh yang

lebih optimal dalam meningkatkan berat badan, kadar albumin, kadar

hemogobin, dan kadar zat besi pada tikus putih (Rattus norvegicus)

malnutrisi jika dibandingkan dengan formula makanan enteral A

(dengan komposisi tempe, beras, dan kacang hijau sebagai bahan

utama).

Page 48: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2008.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG)

UGM Yogyakarta sebagai tempat untuk pemeliharaan, perlakuan, serta tempat

untuk analisis kadar hemoglobin dan kadar albumin, serta di Laboratorium Kimia

Analitik FMIPA UGM sebagai tempat untuk analisis kadar zat besi.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Pembuatan pakan (pellet) hewan uji:

Mesin pencetak pellet, loyang, pengaduk, baskom, dan oven.

2. Perlakuan pada hewan uji :

Kandang untuk pemeliharaan tikus beserta tempat pakan dan tempat minum.

3. Pengambilan sampel darah :

Mikrohematokrit, tabung mikrosentrifuse, tissue, termos es, dan rak tabung

mikrosentrifuse.

4. Pengukuran kadar Hb :

Spektrofotometer HACH DR/2000, mikropipet, tip, tabung reaksi, vorteks,

dan cuvette.

Page 49: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

5. Pengukuran kadar albumin :

Spektrofotometer HACH DR/2000, tabung reaksi, cuvette, mikropipet, tip,

dan vorteks.

6. Pengukuran kadar zat besi serum :

Botol film, tabung reaksi, F-AAS (Flame Atomic Absorption

Spectrofotometer) Perkin Elmer model 3110, mikropipet, tip, gelas ukur 100

ml, labu ukur 100 ml, oven, cawan porselen, gelas beker, hot plate, dan mufel

furnase.

7. Pengukuran berat badan :

Timbangan analitik Sartorius.

8. Dokumentasi :

Camera digital.

2. Bahan

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Makanan enteral :

Makanan enteral formula A dan B yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan formulasi makanan enteral hasil penelitian yang telah dilakukan di

UPT BPPTK LIPI Yogyakarta, sedangkan makanan enteral formula C

merupakan formulasi makanan enteral komersial. Perbandingan komposisi

dan nilai nutrisi dari masing-masing formulasi makanan enteral (A, B, dan C)

dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Page 50: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Sedangkan untuk pengkondisian hewan uji menjadi malnutrisi digunakan

pakan gogek dengan nilai nutrisi pada Tabel 9.

a. Tabel 7. Formulasi Makanan Enteral yang Digunakan sebagai Perlakuan (jumlah/100 gram bahan) :

Formula A Formula B Formula C

Nama Bahan Jumlah Nama Bahan Jumlah Nama Bahan

Tepung beras 35 % Tepung beras 20 % Kaseinat

Tepung tempe 20 % Tepung tempe 20 % Lesitin kedelai

Tepung kacang hijau 15 % Tepung kacang hijau 15 % Minyak nabati

Gula - Gula - Maltodekstrin

Margarine - Margarine - Sukrosa

Tepung ganyong 15 % Oligosakarida

Vitamin

Mineral

Sumber: (Angwar dkk., 2008).

Keterangan : Jumlah dari gula dan margarine pada formulasi A dan B tiap 100 gr bahan besarnya sama.

Page 51: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

b. Tabel 8. Nilai Nutrisi Makanan Enteral yang Digunakan sebagai Perlakuan (kadar/100 gram bahan) :

Komposisi Formula A Formula B Formula C

Kadar air 3,66 g 3,67 g 2,89 g

Kadar abu 1,26 g 1,56 g 2,04 g

Lemak 9,45 g 9,49 g 10,35 g

Protein 16,56 g 16,32 g 11,9 g

Serat kasar 7,92 g 6,34 g -

Karbohidrat 61,78 g 62,65 g 71,4 g

Kalori 398 Kal 401 Kal 425 Kal

Na 0,10 mg 0,11 mg 221 mg

K 0,11 mg 0,16 mg 306 mg

Ca 0,23 mg 0,24 mg 226,1 mg

Mg 0,03 mg 0,03 mg 107,1 mg

Fe 3,11 mg 3,48 mg 2,89 mg

P 0,13 mg 0,14 mg 25, 86 mg

Cl 0,15 mg 0,15 mg 10,34 mg

Glukosa 17,77 mg 17,21 mg -

Osmolaritas - - 300 mOsm/L

Sumber: (Angwar dkk., 2008).

c. Tabel 9. Nilai Nutrisi Pakan Gogek (kadar/100 gram bahan) :

Komposisi Jumlah

Karbohidrat 90,05 g

Lemak 0,37 g

Protein 2,56 g

Abu 1,24 g

Serat kasar 2,23 g

Sumber: (Angwar dkk., 2008).

Page 52: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

2. Hewan uji :

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (R. norvegicus) dengan jenis

kelamin jantan strain Wistar, umur 2 bulan yang diperoleh dari Laboratorium

Penelitian dan Pengujian Terpadu Layanan Penelitian Pra-Klinik dan

Pengembangan Hewan Percobaan (LPPT-LP3HP) UGM Yogyakarta.

3. Pengukuran kadar Hb :

Darah sampel, EDTA, potassium cyanida, potassium hexacyanoferrate (III),

fosfat buffer (pH 7,2) dan detergen.

4. Pengkuran kadar albumin :

Darah sampel, EDTA, citrate buffer (pH 4,2), dan bromocresol green.

5. Pengukuran kadar zat besi (Fe) :

Darah sampel, larutan standar besi, HCl, HNO3 pekat, dan aquades.

C. Cara Kerja

1. Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini digunakan rancangan percobaan berupa RAL

(Rancangan Acak Lengkap) menggunakan 3 kelompok perlakuan dengan 9

ulangan pada masing-masing kelompok perlakuan (Gomez, 1995).

Kelompok A : Tikus malnutrisi dengan diet makanan enteral formula A

Kelompok B : Tikus malnutrisi dengan diet makanan enteral formula B

Kelompok C : Tikus malnutrisi dengan diet makanan enteral formula C

Page 53: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Tabel 10. Komposisi Rancangan Percobaan Penelitian dengan Parameter Berat Badan, Kadar Albumin, Kadar Hemoglobin, dan Kadar Zat Besi.

ULANGAN KELOMPOK PERLAKUAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diet makanan enteral formula A A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9

Diet makanan enteral formula B B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9

Diet makanan enteral formula C C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9

2. Pra-Perlakuan

Penelitian pra-perlakuan bertujuan untuk mendapatkan kondisi malnutrisi

pada hewan uji (R. norvegicus). Kondisi malnutrisi dibuat dengan cara pemberian

pakan gogek sebanyak 20 gram/hari selama 14 hari secara ad libittum. Pakan

gogek merupakan pakan yang terbuat dari singkong yang parut, dan dimasak

dengan cara dikukus, kemudian dikeringkan (seperti gaplek, namun ukurannya

lebih kecil). Dalam penelitian ini digunakan 27 tikus putih jantan dengan berat

badan 150-200 gram. Setelah pemberian pakan gogek selama 14 hari, tikus-tikus

tersebut diperiksa berat badan, kadar albumin, zat besi dan hemoglobinnya.

Parameter tikus malnutrisi adalah berat badan kurang dari 150 gram, kadar

albumin kurang dari 3,0 g/dL, kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dL, dan kadar

zat besi total dalam darah kurang dari 350 µg/ml (Speicher, 1994).

Page 54: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

3. Perlakuan

1. Persiapan Hewan Percobaan

Tikus malnutrisi/gizi buruk dengan kriteria berat badan kurang dari 150

gram, kadar albumin kurang dari 3,0 g/dL, kadar hemoglobin kurang dari 10

g/dL, dan kadar zat besi total dalam darah kurang dari 350 µg/ml (Speicher,

1994), dipersiapkan. Jumlah total tikus malnutrisi yang digunakan untuk

perlakuan adalah 27 tikus yang dibagi dalam tiga kelompok dengan

pembagian pada masing-masing kelompok terdiri atas sembilan tikus.

Kemudian masing-masing tikus dari tiga kelompok perlakuan tersebut

dipelihara dalam kandang individual (Lampiran 11, Gambar b).

2. Pembuatan Pellet

1. Makanan enteral formula A, B, dan C dan pakan gogek dalam bentuk

serbuk/tepung dipersiapkan.

2. Kemudian dimasukkan ke dalam baskom dan diberi sedikit air.

3. Setelah itu dicampur hingga rata dan dimasukkan ke dalam mesin

pencetak/mesin untuk membuat pellet yang ukuran filternya disesuaikan

dengan kebutuhan (Lampiran 11, Gambar a).

4. Pellet yang telah dicetak kemudian dimasukkan ke dalam oven selama

kurang lebih 5 jam hingga kering.

Page 55: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

3. Perlakuan Hewan Uji

Duapuluh tujuh tikus gizi buruk di kelompokkan menjadi 3 kelompok.

Masing-masing kelompok terdiri dari sembilan ekor tikus gizi buruk sebagai

ulangan. Tikus putih diberi perlakuan pakan pellet yang dibuat dari makanan

enteral formula A, B, dan C (Lampiran 11, Gambar j). Pakan dan minum tikus

diberikan secara ad libittum.

Pakan yang digunakan sebagai perlakuan tersebut diberikan sebanyak 20

gram/tikus/hari. Hal ini berdasarkan kebutuhan makan tikus tiap hari yaitu

kurang lebih sebanyak 15-20 gram (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Perlakuan diberikan setiap pagi hari sekitar pukul 07.00-08.00 WIB selama 30

hari. Setiap hari dilakukan penimbangan sisa pakan untuk dapat mengetahui

asupan makanan dari tikus tersebut tiap harinya. Pada hari ke-15 dan ke-31

setelah perlakuan, dilakukan penimbangan berat badan tikus dan diambil

darahnya untuk dilakukan pengukuran kadar albumin, kadar hemoglobin, dan

kadar zat besi.

4. Pengukuran Berat Badan Tikus

Penimbangan berat badan tikus dilakukan pada hari ke-0, ke-15, dan ke-

31. Berat badan tikus diukur dengan cara meletakkan tikus tersebut pada

kandang tikus (Lampiran 11, Gambar d). Kandang tikus ditimbang terlebih

dahulu, setelah itu tikus dimasukkan ke dalam kandang dan dilakukan

penimbangan kembali terhadap kandang dan tikus. Berat tikus diperoleh

dengan menghitung selisih antara berat tikus dan kandang dikurangi berat

kandang.

Page 56: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

5. Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan darah hewan uji dilakukan pada hari ke-0, ke-15, dan ke-31

dengan menggunakan mikrohematokrit (Lampiran 11, Gambar c). Darah

diambil sebanyak 5 ml melalui sinus orbitalis tikus, kemudian dimasukkan ke

dalam tabung reaksi yang di dalamnya telah berisi serbuk EDTA (Ethylene

Diamine Tetraacetic Acid) (1 mg/1 ml darah), larutan lalu dikocok dengan

tujuan mencegah terjadinya koagulasi/penggumpalan.

6. Pengukuran Kadar Albumin (Menggunakan Kit dari DiaSys)

Pengukuran kadar albumin dilakukan dengan menggunakan kit dari

DiaSys (Lampiran 11, Gambar f). Darah diambil sebanyak 10 µl lalu

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dicampur dengan reagen (yaitu

campuran dari bromocresol green dan citrate buffer) sebanyak 1000 µl.

Sebagai blanko, digunakan 10 µl aquades yang dicampur dengan 1000 µl

reagen. Kedua larutan tersebut kemudian diinkubasi selama 10 menit dan

dibaca absorbansinya terhadap blanko reagen dengan menggunakan

spektrofotometer (Lampiran 11, Gambar h) pada panjang gelombang 540 nm.

Perhitungan kadar albumin dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar Albumin [g/dL] = Skala sampel / Skala standar x Konsentrasi standar

7. Pengukuran Kadar Hemoglobin (Menggunakan Kit dari DiaSys)

Pengukuran kadar hemoglobin juga dilakukan dengan menggunakan kit

dari DiaSys (Lampiran 11, Gambar g). Cara pengukurannya adalah sebanyak

20 µl darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan

reagen (yang terdiri dari campuran potassium cyanida, potassium

Page 57: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

hexacyanoferrate, fosfat buffer, dan detergen) sebanyak 5000 µl dengan

menggunakan mikropipet dan dicampur dengan menggunakan vorteks hingga

homogen. Detergen digunakan untuk mempercepat dan menyempurnakan

reaksi antara sampel dan reagen. Setelah itu, diinkubasi selama 3 menit lalu

dibaca absorbansinya pada spektrofotometer (Lampiran 11, Gambar e) dengan

panjang gelombang 540 nm. Sebagai blanko digunakan larutan reagen

sebanyak 5000 µl. Kadar Hb dapat dihitung dengan rumus :

Konsentrasi Hb (g/dL) = absorbansi x 36,8 g/dL

8. Pengukuran Kadar Zat Besi

a. Pembuatan sampel

1. Sebanyak 1 ml sampel darah dimasukkan ke dalam cawan porselen.

2. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan oven pada suhu 1100 C

selama 5 jam.

3. Setelah itu, dilanjutkan dengan memanaskan sampel tersebut ke dalam

mufel furnase dengan suhu 500-6000 C selama 6 jam.

4. Setelah kering atau terbentuk abu, sampel dipindahkan ke dalam gelas

labu/labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 50 ml aquarigia

(merupakan campuran dari HCl : HNO3 = 1 : 3) dan dipanaskan di atas

hot plate dengan suhu 1000 C selama semalam.

5. Jika telah kering, sampel dipindahkan kembali ke dalam gelas labu

yang baru, dan ditambahkan 1-2 ml HNO3 pekat, kemudian

dipanaskan kembali hingga jernih.

Page 58: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

6. Sampel yang telah jernih kemudian dipindahkan ke dalam botol film.

Setelah itu dilakukan pengenceran dengan menambahkan 10 ml

aquades.

7. Sampel kemudian dianalisis dengan menggunakan alat F-AAS pada

panjang gelombang 248,3 nm (Lampiran 11, Gambar i).

b. Pembuatan larutan standar besi :

1. Stock standar besi 1000 mg/L disiapkan

2. Sebanyak 10 mL larutan induk logam besi (Fe 1000 mg/L)

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan pengencer ditepatkan

sampai tanda tera (Fe 100 mg/L).

3. Kemudian 50 mL larutan standar logam besi (Fe 100 mg/L) dipipet ke

dalam labu ukur 500 mL. Larutan pengencer ditepatkan sampai tanda

tera (Fe 10 mg/L).

4. Sebanyak 0 ml, 12,5 ml, 25 mL, 50 ml, 75 mL, dan 100 mL larutan

baku besi (Fe 10 mg/L) masing-masing dimasukkan ke dalam labu

ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan larutan pengencer sampai tepat

tanda tera sehingga diperoleh konsentrasi logam besi 0,0 mg/L; 1,25

mg/L; 2,5 mg/L; 5,0 mg/L; 7,5 mg/L; dan 10,0 mg/L.

5. Larutan standar kemudian diukur kadar besinya dengan menggunakan

F-AAS pada panjang gelombang 248,3 nm.

6. Dari hasil pengukuran F-AAS pada setiap sampel, hasilnya

dibandingkan dengan hasil kurva pada larutan standar besi.

Page 59: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

7. Konsentrasi logam besi pada sampel dihitung dengan menggunakan

rumus Fe (mg/L) = C x fp

Dimana : C adalah konsentrasi yang didapat hasil pengukuran

(µg/ml)

fp adalah faktor pengenceran

Page 60: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

D. Teknik Pengambilan Data

Data yang diambil merupakan data kuantitatif yang diperoleh dengan

melakukan pengukuran berat badan, kadar albumin, kadar Hb, dan kadar zat besi

tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi pada hari ke-0 (sebelum pemberian

perlakuan makanan enteral) serta pada hari ke-15 dan ke-31 setelah pemberian

perlakuan makanan enteral.

E. Analisis Data

Data dianalisa secara statistik dengan menggunakan Analysis Of Variance

(ANAVA) kemudian dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada

taraf 5% apabila menunjukkan hasil yang signifikan untuk mengetahui letak

perbedaan antar perlakuan, sehingga diketahui perlakuan yang paling berpengaruh

optimal dalam meningkatkan berat badan, kadar Hb, kadar Fe, dan kadar albumin

pada tikus putih (R. norvegicus) yang mengalami malnutrisi.

Page 61: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Malnutrisi merupakan semua kelainan gizi yang dapat disebabkan

ketidakseimbangan atau ketidakcukupan asupan makanan ke dalam tubuh, atau

adanya gangguan metabolisme makanan di dalam tubuh (Dorland, 1996). Resiko

terjadinya malnutrisi dapat mengakibatkan penurunan berat badan, yang biasanya

akan diikuti juga oleh defisiensi zat-zat gizi makro dan zat-zat gizi mikro sehingga

status gizi menurun (Hartono, 1997).

Makanan enteral merupakan suatu formulasi makanan yang diberikan

untuk memenuhi kebutuhan gizi secara keseluruhan maupun sebagai suplemen

kepada pasien yang mengalami malnutrisi (Madjid, 1987). Pengembangan

formula makanan enteral dengan memanfaatkan bahan pangan lokal Indonesia

seperti dari tempe, beras, kacang hijau, dan ganyong dengan kandungan zat gizi

yang dimilikinya diharapakan akan dapat meningkatkan status gizi pasien yang

mengalami malnutrisi. Parameter yang dapat digunakan sebagai indikasi

terjadinya peningkatan status gizi pada pasien malnutrisi adalah adanya

peningkatan berat badan, kadar hemoglobin, kadar albumin, dan kadar zat besi.

Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi

jantan galur Wistar. Pemilihan tikus sebagai hewan uji karena hewan ini memiliki

kemiripan dengan manusia dalam hal fisiologi, anatomi, nutrisi, patologi, ataupun

metabolismenya, sedangkan digunakannya tikus jantan karena pada jenis kelamin

tersebut sedikit terpengaruh oleh perubahan hormonal.

Page 62: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Beberapa parameter yang diamati setelah pemberian perlakuan makanan

enteral berformulasi bahan pangan lokal pada tikus putih (Rattus norvegicus)

malnutrisi meliputi berat badan, kadar albumin, kadar hemoglobin, dan kadar zat

besi. Hasil pengukuran yang diperoleh setelah 30 hari perlakuan adalah sebagai

berikut :

A. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu pengukuran antropometri yang sering

digunakan untuk penilaian status gizi, karena berat badan sangat dipengaruhi

oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada makanan dan keadaan gizi,

sehingga pada umumnya berat badan akan turun dengan menurunnya asupan

makanan dan asupan gizi (Rohke, 1979), dan pada saat kondisi asupan

makanan dan gizi tercukupi, berat badan akan mengalami peningkatan hingga

mencapai berat badan normal. Hasil pengukuran berat badan pada hari ke-0,

hari ke-15, dan hari ke-31 ditampilkan pada Gambar 4, sebagai berikut:

Page 63: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

0

50

100

150

200

250

0 15 31

Lama waktu pengamatan (hari)

Re

rata

be

rat

ba

da

n (

gra

m)

A

B

C

Gambar 4. Rata-rata berat badan tikus putih (Rattus norvegicus) pada hari ke-

0, hari ke-15, dan hari ke-31 Tabel 11. Rata-rata Peningkatan Berat Badan pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari

Kelompok perlakuan Nilai peningkatan berat badan ± SD (gram)

A 93,89 ± 11,18c

B 83,11 ± 7,86b

C 71,00 ± 9,46a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan (taraf uji 5%).

SD : Standar Deviasi A : Tikus dengan diet makanan enteral formula A B : Tikus dengan diet makanan enteral formula B C : Tikus dengan diet makanan enteral formula C

Page 64: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

124.

3321

8.22

93.8

9

140.

5622

3.67

83.1

1

135.

2220

6.22

71.0

0

0%

25%

50%

75%

100%B

erat

bad

an (

Gra

m)

A B CKelompok perlakuan

Peningkatan beratbadanBerat badan harike-31Berat badan harike-0

Gambar 5. Histogram rata-rata peningkatan berat badan pada tikus putih

(Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari

Berdasarkan data rata-rata berat badan yang diperoleh (Lampiran 1 dan

Gambar 4), dapat dilihat bahwa rata-rata berat badan tikus putih (Rattus

norvegicus) malnutrisi setelah 30 hari diberi perlakuan mengalami

peningkatan pada semua kelompok perlakuan. Menurut Smith dan

Mangkoewidjojo (1988), berat badan tikus jantan umur 2 bulan adalah antara

150-250 gram. Pada penelitian ini tikus malnutrisi setelah 30 hari diberi

perlakuan makanan enteral memiliki berat badan yang normal pada semua

kelompok perlakuan (Lampiran 1).

Berdasarkan atas hasil perhitungan selisih antara rata-rata berat badan di

hari ke-31 dengan berat badan di hari ke-0 pada tiap kelompok perlakuan

(Tabel 11 dan Gambar 5) terlihat bahwa nilai rata-rata peningkatan berat

badan paling besar terjadi pada kelompok perlakuan A (diet makanan enteral

Keterangan: A :Makanan enteral

formula A B :Makanan enteral

formula B C :Makanan enteral

formula C

Page 65: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

formula A) yaitu sebesar 93,89 gram, sedangkan nilai rata-rata peningkatan

berat badan pada kelompok perlakuan B adalah sebesar 83,11 gram dan pada

kelompok perlakuan C nilai rata-rata peningkatan berat badannya sebesar

71,00 gram.

Peningkatan nilai rata-rata berat badan pada tikus putih (R. norvegicus)

yang mengalami malnutrisi ini dipengaruhi oleh perbedaan komposisi bahan

penyusun makanan enteral yang diberikan. Hal ini sesuai dengan hasil yang

diperoleh dari uji Anava (Lampiran 7c), yang memperlihatkan bahwa

perbedaan formula makanan enteral yang diberikan adalah faktor yang

signifikan berpengaruh terhadap peningkatan berat badan tikus putih yang

mengalami malnutrisi (p<0,05). Hasil uji DMRT pada taraf signifikansi 5%

(Lampiran 7d) menunjukkan ada perbedaan yang bermakna diantara semua

kelompok perlakuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya

perbedaan komposisi bahan penyusun makanan enteral pada masing-masing

kelompok perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

berat badan tikus putih malnutrisi. Dari hasil uji DMRT juga dapat diketahui

bahwa makanan enteral formula A lebih optimal dalam meningkatkan berat

badan pada tikus putih malnutrisi dibandingkan dengan pemberian makanan

enteral formula B maupun dengan formula C.

Pertumbuhan berat badan dinyatakan dengan pengukuran berat badan

tiap hari atau tiap minggu, yang ditentukan oleh banyaknya jumlah makanan

yang masuk ke dalam tubuhnya (Tillman et al., 1994). Pada kelompok

perlakuan A, asupan pakannya lebih tinggi daripada kelompok perlakuan B

Page 66: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

dan C (Lampiran 6), sehingga rata-rata peningkatan berat badan pada

kelompok perlakuan A lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok

perlakuan yang lainnya. Pakan sebagai faktor yang sangat besar pengaruhnya

untuk metabolisme di dalam tubuh, aktivitas produksi, dan kelebihannya akan

disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak dan daging. Menurut Rahardjo

(2005), rata-rata jumlah konsumsi makanan mempunyai pengaruh yang kuat

dan nyata terhadap kenaikan berat badan. Hal ini juga sesuai dengan yang

dikatakan Soetjiningsih (1988), bahwa asupan makanan merupakan salah satu

faktor penyebab kenaikan berat badan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariani dkk., (2009),

kelompok perlakuan A memiliki kadar trigliserida yang paling tinggi jika

dibandingkan dengan kelompok B dan C. Menurut Sun (2006), trigliserida

merupakan lemak utama di dalam tubuh, dibentuk di hati dari gliserol dan

lemak yang berasal dari makanan. Hampir seluruh trigliserida terutama yang

bersifat jenuh dapat diserap oleh tubuh sehingga konsumsi makanan yang

mengandung lemak jenuh tinggi memberikan kontribusi besar dalam

meningkatkan kadar trigliserida dalam darah. Fungsi utama trigliserida adalah

sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida.

Kandungan karbohidrat dalam makanan dapat mempengaruhi kadar

trigliserida dalam darah, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap berat

badan (Almatsier, 2001). Trigliserida tinggi seringkali berkaitan dengan

kegemukan. Kelebihan trigliserida akan ditimbun dalam jaringan di bawah

Page 67: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

kulit, sehingga berat badan akan cenderung mengalami peningkatan seiring

dengan peningkatan kadar trigliserida di dalam tubuh.

B. Kadar Albumin

Albumin merupakan protein yang penting untuk transport dan pengikat

berbagai substansi dalam plasma, serta berperan untuk menjaga tekanan

osmotik plasma. Albumin disintesis di hati dan merupakan protein plasma

yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dari protein

serum yang terukur (Hasan dan Indra, 2008).

Kadar albumin dalam plasma berhubungan dengan simpanan protein

dalam tubuh. Albumin memiliki ekskreta simpanan sintesis di hati yang cukup

besar, sehingga adanya penurunan kadar albumin dalam plasma dapat

dijadikan indikasi adanya defisiensi protein dalam tubuh dan merupakan salah

satu pertanda terjadinya malnutrisi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan

perubahan konsentrasi albumin adalah malnutrisi. Pengukuran albumin dalam

serum digunakan untuk mengindikasikan status gizi dan kesehatan sehingga

dapat digunakan untuk mendeteksi adanya malnutrisi maupun penyakit hati

seperti sirosis (Sja'bani, 1998). Hasil pengukuran kadar albumin pada tikus

putih (R. norvegicus) malnutrisi setelah pemberian formula makanan enteral

yang berbeda pada hari ke-0, hari ke-15 dan hari ke-31 dapat dilihat pada

Gambar 6, sebagai berikut :

Page 68: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

0

1

2

3

4

5

0 15 31

Lama waktu pengamatan (hari)

Rer

ata

kad

ar a

lbu

min

(g

/dl)

A

B

C

Gambar 6. Rata-rata kadar albumin tikus putih (Rattus norvegicus) pada hari

ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31

Tabel 12. Rata-rata Peningkatan Kadar Albumin pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari

Kelompok perlakuan Nilai peningkatan kadar albumin ± SD

(g/dL)

A 1,35 ± 0,15a

B 2,13 ± 0,14c

C 1,56 ± 0,09b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan (taraf uji 5%).

SD : Standar Deviasi A : Tikus dengan diet makanan enteral formula A B : Tikus dengan diet makanan enteral formula B C : Tikus dengan diet makanan enteral formula C

Page 69: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

2.60

3.94

1.35

2.62

4.76

2.13

2.61

4.18

1.56

0%

25%

50%

75%

100%K

adar

alb

umin

(g/d

l)

A B CKelompok perlakuan

Peningkatan kadaralbuminKadar albumin harike-31Kadar albumin harike-0

Gambar 7. Histogram rata-rata peningkatan kadar albumin pada tikus putih

(Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari

Jika dilihat dari data rata-rata hasil pengukuran kadar albumin pada

Lampiran 2 dan Gambar 6, dapat diketahui bahwa rata-rata kadar albumin

tikus putih (Rattus norvegicus) malnutrisi mengalami kecenderungan

terjadinya peningkatan kadar albumin diakhir perlakuan pada semua

kelompok perlakuan. Berdasarkan atas hasil perhitungan selisih antara rata-

rata kadar albumin di hari ke-31 dengan rata-rata kadar albumin di hari ke-0

pada tiap kelompok perlakuan (Tabel 12 dan Gambar 7) terlihat adanya

peningkatan nilai rata-rata kadar albumin paling besar terjadi pada kelompok

perlakuan B (tikus putih dengan diet makanan enteral formula B) yaitu sebesar

2,13 g/dL. Pada kelompok perlakuan A dan C, nilai rata-rata peningkatan

kadar albumin masing-masing sebesar 1,35 g/dL dan 1,56 g/dL.

Keterangan: A :Makanan enteral

formula A B :Makanan enteral

formula B C :Makanan enteral

formula C

Page 70: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Hasil uji Anava (Lampiran 8c) menunjukkan bahwa adanya faktor

perbedaan komposisi bahan penyusun makanan enteral yang diberikan pada

tikus putih malnutrisi adalah faktor yang bermakna nyata (signifikan) terhadap

terjadinya peningkatan kadar albumin (p<0,05). Berdasarkan hasil uji DMRT

5%, kelompok perlakuan A berbeda nyata dengan kelompok perlakuan B dan

juga dengan kelompok perlakuan C (Lampiran 8d). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa adanya perbedaan komposisi bahan penyusun makanan

enteral pada masing-masing kelompok perlakuan tersebut memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap kadar albumin tikus putih malnutrisi.

Peningkatan kadar albumin setelah 30 hari perlakuan pada kelompok

perlakuan A dan B menunjukkan bahwa diet makanan enteral berformulasi

bahan pangan lokal mampu meningkatkan kadar albumin serum secara

bermakna, sama halnya dengan pemberian diet formula makanan enteral

komersil (kelompok perlakuan C).

Terjadinya peningkatan kadar albumin yang cukup optimal pada

kelompok perlakuan B menunjukkan adanya kandungan protein di dalam

tubuh yang lebih besar jika dibanding kelompok perlakuan A dan kelompok

perlakuan C, sehingga kelompok perlakuan B ada kecenderungan mengalami

perbaikan status gizi yang lebih baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Ariani dkk., (2009), kadar protein total dalam plasma pada kelompok

perlakuan B lebih besar jika dibandingkan dengan kadar protein total pada

kelompok perlakuan A dan C. Kadar protein total plasma dapat digunakan

sebagai parameter untuk mengetahui total kandungan protein dalam tubuh.

Page 71: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Protein total dalam plasma terdiri dari protein albumin, globulin dan

fibrinogen. Protein albumin memiliki komposisi terbesar di dalam plasma

(lebih dari 50%).

Menurut Sutedjo (2007), kadar normal albumin pada tikus jantan adalah

3,0-5,1 g/dL. Adanya pemberian perlakuan makanan enteral pada tikus putih

(R. norvegicus) malnutrisi selama 30 hari perlakuan, terbukti dapat

meningkatkan kadar albumin menjadi normal (Lampiran 2) pada semua

kelompok perlakuan.

Menurut Suliantari (1994), daya cerna protein cenderung meningkat

dengan semakin banyaknya variasi bahan pangan yang ditambahkan ke dalam

pembuatan suatu bahan makanan, sehingga akan semakin meningkatkan

jumlah asam amino yang diserap oleh tubuh. Hal ini penting, karena dengan

semakin banyaknya asam amino suatu protein dapat diserap oleh tubuh, maka

pemanfaatan asam-asam amino pada protein tersebut juga semakin maksimal

sehingga akan dapat meningkatkan kadar albumin dalam darah.

Menurut penelitian yang dilakukan Sja'bani (1998), albumin mempunyai

ekskreta simpanan yang cukup tinggi di hati. Enam puluh persen albumin

berada di ruang ekstravaskular dan akan dimobilisasi bila terjadi penurunan

kandungan protein dalam darah.

Kandungan protein pada formula makanan enteral yang diberikan pada

kelompok perlakuan A lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang terkandung

pada formula makanan enteral yang diberikan pada kelompok perlakuan B

(pada Tabel 8). Namun peningkatan kadar albumin pada kelompok perlakuan

Page 72: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

A lebih rendah daripada kelompok perlakuan B. Hal ini karena adanya

kandungan serat kasar yang juga cukup tinggi pada formula makanan enteral

A (pada Tabel 8). Menurut Zahidah (2000), serat kasar mengandung selulosa

yang tinggi. Selulosa akan mencegah menggumpalnya makanan dalam

lambung dan usus dengan cara memberi pengaruh pencahar dan

mempertahankan tanus otot dalam saluran pencernaan. Efek pencahar ini

mengakibatkan makanan lebih cepat melewati saluran pencernaan sehingga

dapat menurunkan absorpsi terhadap zat-zat makanan, salah satunya adalah

protein sehingga zat-zat makanan yang terkandung dalam makanan tersebut

lebih banyak yang terbuang.

Peningkatan atau penurunan kadar albumin dipengaruhi oleh masukan

protein ke dalam tubuh, pencernaan atau absorpsi protein yang adekuat atau

tidak adekuat, dan penyakit. Protein merupakan bagian dari semua sel hidup

dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Jenis ini berupa struktur

kompleks yang terbuat dari asam-asam amino. Protein dalam diet dicerna oleh

saluran pencernaan, kemudian diserap oleh tubuh dalam bentuk asam amino.

Dari sini 18-20 asam amino dikeluarkan melalui urine dan beberapa

mengalami metabolisme menjadi karbohidrat, lemak, CO2, urea, dan lain-lain.

Asam amino tertentu seperti triptofan, arginin, lisin, fenil alanin, glutamin,

alanin, treonin, dan prolin dapat merangsang sintesis albumin (Tandra, 1998).

Page 73: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

C. Kadar Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit dan merupakan suatu

protein yang banyak mengandung besi dan berperan penting dalam membawa

oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh (Meliana, 2004).

Pemeriksaan kadar Hb sering dilakukan sebagai salah satu pemeriksaan yang

dapat mengindikasikan adanya anemia dan malnutrisi yang dapat

mengakibatkan penurunan status gizi.

Sintesis hemoglobin selain dipengaruhi oleh ketersediaan zat besi, juga

dipengaruhi oleh kecukupan protein. Asam amino yang berupa asam amino

glisin dan suksinil-koA diperlukan untuk menjadikan protoporfirin dan

akhirnya menjadi heme setelah berinteraksi dengan zat besi dengan bantuan

enzim ferrocelatase, sedangkan untuk sintesis globin diperlukan asam amino,

biotin, asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12. Setelah itu, 4 molekul heme

berikatan dengan 1 molekul globin membentuk Hb. (Susilo, 2002). Adanya

defisiensi zat besi maupun protein dalam asupan makanan sehari-hari dapat

menyebabkan terjadinya gangguan sintesis Hb yang akan mengakibatkan

anemia yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi. Setelah

30 hari perlakuan didapatkan hasil pengukuran kadar Hb pada hari ke-0, hari

ke-15 dan hari ke-31 dapat dilihat pada Gambar 8, sebagai berikut :

Page 74: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 15 31

Lama waktu pengamatan (hari)

Re

rata

ka

dar

he

mo

glo

bin

g/d

l)

A

B

C

Gambar 8. Rata-rata kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus) pada

hari ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31 Tabel 13. Rata-rata Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari

Kelompok perlakuan Nilai peningkatan kadar hemoglobin ± SD

(g/dL)

A 4,03 ± 0,32a

B 5,40 ± 0,31c

C 4,91 ± 0,41b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan (taraf uji 5%).

SD : Standar Deviasi A : Tikus dengan diet makanan enteral formula A B : Tikus dengan diet makanan enteral formula B C : Tikus dengan diet makanan enteral formula C

Page 75: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

7.77

11.8

04.

03

8.04

13.3

75.

33

7.78

12.6

94.

91

0%

25%

50%

75%

100%K

adar

Hb

(g/d

l)

A B CKelompok perlakuan

Peningkatan KadarHbKadar Hb hari ke-31

Kadar Hb hari ke-0

Gambar 9. Histogram rata-rata peningkatan kadar hemoglobin pada tikus putih

(Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari

Hasil penelitian terhadap tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi diperoleh

data rata-rata kadar hemoglobin setelah 30 hari diberi perlakuan formula

makanan enteral yang berbeda sebagai pakannya, dapat dilihat bahwa

kelompok perlakuan B (tikus dengan diet makanan enteral formula B)

memiliki rata-rata kadar Hb yang lebih tinggi dibanding kadar Hb kelompok

perlakuan A dan C (Lampiran 3 dan Gambar 8) yaitu sebesar 5,40 g/dL. Pada

kelompok perlakuan A, yang merupakan formula makanan enteral tanpa

adanya penambahan ganyong peningkatan kadar Hb hanya sebesar 4,03 g/dL,

sedangkan pada kelompok perlakuan C, peningkatan kadar Hb adalah sebesar

4,91 g/dL.

Berdasarkan atas hasil perhitungan selisih antara rata-rata kadar Hb di

hari ke-31 dengan rata-rata kadar Hb di hari ke-0 pada tiap kelompok

perlakuan (Tabel 13 dan Gambar 9) terlihat bahwa kelompok perlakuan B

Keterangan: A :Makanan enteral

formula A B :Makanan enteral

formula B C :Makanan enteral

formula C

Page 76: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

memiliki nilai rata-rata peningkatan kadar Hb paling besar yaitu sebesar 5,40

g/dL. Berdasarkan hasil uji Anava (Lampiran 9c) menunjukkan terdapat

hubungan yang bermakna (signifikan) antara pemberian makanan enteral

dengan komposisi bahan penyusun yang berbeda terhadap terjadinya

peningkatan kadar Hb pada masing-masing kelompok perlakuan (p<0,05).

Hasil uji DMRT dengan taraf signifikansi 5% (Lampiran 9d),

memperlihatkan adanya beda nyata diantara kelompok perlakuan A, kelompok

perlakuan B, maupun kelompok perlakuan C. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa adanya perbedaan komposisi bahan penyusun makanan

enteral pada masing-masing kelompok perlakuan tersebut memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap kadar hemoglobin tikus putih malnutrisi.

Menurut Sutedjo (2007), kadar normal hemoglobin pada tikus jantan

adalah 10-11 g/dL. Adanya perlakuan pemberian makanan enteral pada tikus

putih (R. norvegicus) malnutrisi selama 30 hari perlakuan terbukti dapat

meningkatkan kadar hemoglobin menjadi normal pada semua kelompok

perlakuan (Lampiran 3).

Ganyong merupakan salah satu bahan pangan lokal yang memiliki

kandungan zat besi yang cukup tinggi, yaitu sebesar 20–22 mg/100 gram.

Ganyong dengan kandungan zat besi yang tinggi ini merupakan salah satu

bahan pangan fungsional yang mempunyai potensi untuk dapat meningkatkan

kadar hemoglobin dalam darah pada penderita anemia (Numala, 2005).

Adanya penambahan ganyong pada makanan enteral formula B terbukti dapat

meningkatkan kandungan zat besi dalam formula makanan enteral tersebut

Page 77: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

jika dibanding dengan makanan enteral formula A yang tanpa diberi

penambahan ganyong (Tabel 8).

Pada Lampiran 4, menunjukkan peningkatan kadar zat besi pada

kelompok perlakuan A lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok

perlakuan B, namun kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan A lebih

rendah jika dibanding dengan kelompok perlakuan B (Lampiran 3). Hal ini

terjadi karena untuk menjadikan hemoglobin tidak hanya dibutuhkan zat besi

saja tetapi juga asam amino khususnya asam amino glisin dan suksinil-koA

untuk menjadikan protoporfirin dan akhirnya menjadi heme setelah

berinteraksi dengan zat besi dengan bantuan enzim ferrocelatase, sedangkan

untuk sintesis globin diperlukan asam amino, biotin, asam folat, vitamin B6,

dan vitamin B12 (Susilo, 2002). Vitamin B12 berperan dalam menjaga agar

sel-sel berfungsi normal, terutama sel-sel dalam sumsum tulang dan saluran

pencernaan. Dalam sumsum tulang, koenzim vitamin B12 sangat diperlukan

untuk sintesis DNA. Bila DNA tidak diproduksi, erythroblast tidak membelah

diri tetapi membesar menjadi megaloblast (Winarno, 2004). Hal ini akan

mengakibatkan terjadinya anemia karena daya angkut hemoglobin menjadi

sangat terbatas.

Selain sebagai bahan pembentuk heme dan globin, protein juga

diperlukan sebagai pembawa zat besi. Zat besi yang telah diserap oleh mukosa

usus masuk ke dalam darah dan selanjutnya akan diikat oleh protein menjadi

transferin dan disimpan di hati, limpa, dan sumsum tulang belakang untuk

pembentukkan sel darah merah (eritropoiesis), sehingga apabila tubuh

Page 78: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

kekurangan asupan protein, juga akan mengakibatkan terganggunya sintesis

hemoglobin.

Di dalam sel, besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkut

elektron yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi.

Protein memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi

penghasil energi ke O2 sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut

dihasilkan ATP. Sebagian besar besi berada di dalam Hb, yaitu molekul

protein yang mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin di dalam

otot. Protein dalam bentuk transferin dapat mengangkut zat besi, sehingga

apabila asupan protein dalam tubuh kurang, maka zat besi tidak dapat

semuanya terangkut untuk membentuk hemoglobin dan menyebabkan

gangguan pada absorpsi dan transportasi zat besi (Almatsier, 2001).

Menurut Guyton dan Hall (1997), tingginya kadar Hb belum tentu diikuti

oleh tingginya status besi. Karena sintesis Hb bukan hanya dipengaruhi oleh

zat besi, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain seperti asam

amino glisin, vitamin B6 (piridoksin). Selain itu, faktor lain yang juga dapat

mempengaruhi kadar Hb dalam darah adalah umur, jenis kelamin, aktivitas

otot, kondisi psikologis, tekanan udara dan kebiasaan spesies.

Page 79: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

D. Kadar Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan unsur mikronutrien yang penting bagi manusia. Zat

besi terutama diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam

sintesa hemoglobin (Achmad, 2000). Absorpsi zat besi di dalam tubuh

(terutama dalam bentuk ferri) dapat ditingkatkan apabila terdapat faktor

pemacu (enhancer) penyerapan zat besi seperti vitamin C dan protein.

Absorbsi zat besi juga dapat terhambat oleh adanya faktor penghambat

penyerapan (inhibitor) seperti tanin, asam fitat, oksalat, dan kalsium dalam

makanan. Dengan berkurangnya penyerapan zat besi, maka jumlah feritin (zat

besi yang tersimpan dalam tubuh) juga akan berkurang yang akan berdampak

pada menurunnya jumlah zat besi yang akan digunakan untuk sintesa

hemoglobin sehingga dapat menimbulkan anemia (Susilo, 2002).

Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi

di dalam tubuh perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa

jumlah zat besi yang dikeluarkan oleh tubuh sama dengan jumlah zat besi

yang diperoleh tubuh dari makanan.

Pemeriksaan terhadap kadar zat besi dalam darah dapat digunakan

sebagai progres terjadinya malnutrisi. Adanya peningkatan kadar zat besi

serum, dapat mengindikasikan kenaikan status gizi. Hasil pengukuran kadar

zat besi pada tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi pada hari ke-0, hari ke-15

dan hari ke-31 ditampilkan dalam Gambar 10, sebagai berikut :

Page 80: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

0

100

200

300

400

500

0 15 31

Lama waktu pengamatan (hari)

Ka

da

r za

t b

es

i (µ

g/m

l)

A

B

C

Gambar 10. Rata-rata kadar zat besi tikus putih (Rattus norvegicus) pada hari

ke-0, hari ke-15, dan hari ke-31

Tabel 14. Rata-Rata Peningkatan Kadar Zat Besi pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang berbeda selama 30 hari

Kelompok perlakuan Nilai peningkatan kadar zat besi ± SD

(µg/ml)

A 417,99 ± 83,43b

B 399,56 ± 79,68b

C 275,15 ± 96,45a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan (taraf uji 5%).

SD : Standar Deviasi A : Tikus dengan diet makanan enteral formula A B : Tikus dengan diet makanan enteral formula B C : Tikus dengan diet makanan enteral formula C

Page 81: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

63.5844

1.98

417.

99113.59

472.

8039

9.56

112.52

365.

5427

5.15

0%

25%

50%

75%

100%

Ka

dar

za

t be

si (

µg/

ml

A B C

Kelompok perlakuan

Peningkatan Fe

Kadar Fe hari ke-31

Kadar Fe hari ke-0

Gambar 11. Histogram rata-rata peningkatan kadar zat besi pada tikus putih

(Rattus norvegicus) setelah perlakuan pemberian makanan enteral dengan formula yang berbeda selama 30 hari

Apabila dilihat dari data rata-rata kadar zat besi pada Lampiran 4 dan

Gambar 10, menunjukkan terjadinya kenaikan kadar zat besi yang cukup

tinggi diakhir perlakuan pada semua kelompok perlakuan. Berdasarkan atas

hasil perhitungan selisih antara rata-rata kadar zat besi di hari ke-31 dengan

rata-rata kadar zat besi di hari ke-0 pada tiap kelompok perlakuan (Tabel 14

dan Gambar 11) terlihat bahwa nilai rata-rata peningkatan kadar zat besi

paling besar terjadi pada kelompok perlakuan A (diet makanan enteral formula

A) yaitu sebesar 417,99 µg/ml.

Pada kelompok perlakuan B, peningkatan kadar zat besi lebih besar

daripada kelompok perlakuan C yaitu sebesar 399,56 µg/ml, sedangkan pada

kelompok perlakuan C peningkatan kadar zat besi hanya sebesar 275,15

µg/ml.

Keterangan: A :Makanan enteral

formula A B :Makanan enteral

formula B C :Makanan enteral

formula C

Page 82: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Peningkatan nilai rata-rata kadar zat besi pada tikus putih (R. norvegicus)

malnutrisi ini dipengaruhi oleh perbedaan komposisi bahan penyusun

makanan enteral. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dari uji Anava

pada Lampiran 10c, yang memperlihatkan bahwa perbedaan formula makanan

enteral yang diberikan adalah faktor yang signifikan berpengaruh terhadap

peningkatan kadar zat besi tikus putih yang mengalami malnutrisi (p<0,05).

Dari hasil uji DMRT pada taraf signifikansi 5% yang dilakukan

(Lampiran 10d), dapat dilihat adanya beda nyata antara kelompok perlakuan C

dengan kelompok perlakuan A dan B, sedangkan kelompok perlakuan A dan

kelompok perlakuan B menunjukkan tidak beda nyata. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian perlakuan makanan enteral formula A maupun pemberian

perlakuan makanan enteral formula B pengaruhnya terhadap kadar zat besi

total relatif sama. Dengan demikian, adanya faktor penambahan ganyong pada

makanan enteral formula B sangat kecil pengaruhnya atau tidak berpengaruh

terhadap kadar zat besi total tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi.

Menurut Wahyuni (2004), kadar normal zat besi total pada darah tikus

jantan adalah 350 µg/ml. Adanya pemberian perlakuan makanan enteral pada

tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi selama 30 hari perlakuan terbukti dapat

meningkatkan kadar zat besi total dalam darahnya menjadi normal pada semua

kelompok perlakuan (Lampiran 4).

Zat besi dalam tubuh terdiri atas dua bagian yaitu cadangan dan

fungsional. Zat besi cadangan tidak mempunyai fungsi fisiologi selain sebagai

buffer, yaitu menyediakan zat besi jika dibutuhkan untuk fungsi fisiologi. Zat

Page 83: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

besi yang bersifat fungsional berbentuk hemoglobin dan mioglobin. Apabila

tubuh kekurangan asupan zat besi, maka tubuh akan mengaktifkan zat besi

cadangan (Nurmiyati, 2006).

Setelah masuk saluran gastrointestinal, zat besi akan berubah menjadi

bentuk ferro. Bentuk ferro ini yang kemudian akan diabsorpsi. Absorpsi bisa

terjadi di lambung, namun absorpsi terbesar terjadi di usus bagian atas,

kemudian berkurang secara drastis begitu sampai bagian distal. Mekanisme

absorpsi menembus sel mukosa menggunakan transport aktif. Feritin yang

terdapat pada membran mukosa mengatur jumlah besi yang diabsorpsi.

Setelah sampai di plasma, bentuk ferro dioksidasi menjadi ferri dan berikatan

dengan transferin. Jumlah besi yang diabsorpsi akan tergantung pada

komposisi diet yang antara lain mengandung besi heme, vitamin C, atau fitat

(Kristin, 2005). Penelitian Hallberg dan Hulthen (2000), menyebutkan bahwa

seberapa besar makanan akan berpengaruh terhadap absorpsi besi dipengaruhi

juga oleh perbedaan komposisi kandungan makanan yang dapat menaikkan

absorpsi atau menurunkan absorpsi besi. Absorpsi besi akan menurun apabila

ada inhibitor yaitu fitat, asam fosfat, kalsium, maupun tanat. Sebaliknya

absorpsi besi akan naik apabila ada faktor enhancer, seperti vitamin C.

Absorpsi besi tidak dipengaruhi oleh banyak sedikitnya makanan yang

masuk ke dalam lambung. Faktor yang kemungkinan berpengaruh adalah

kadar feritin, seperti yang dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh

Bovell-Benjamin et al., (2000), bahwa absopsi besi dipengaruhi oleh status

Page 84: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

besi dalam tubuh. Absorpsi besi akan meningkat pada tubuh dengan cadangan

besi yang rendah.

Pada hari ke-0 yaitu pada saat tikus putih sebagai hewan uji mengalami

malnutrisi, kelompok perlakuan A mengalami defisiensi zat besi yang lebih

tinggi daripada kelompok perlakuan B. Rata-rata kadar zat besi pada

kelompok perlakuan A adalah 63,58 µg/ml, sedangkan pada kelompok B

rata-rata kadar zat besinya adalah 112,52 µg/ml (Lampiran 4).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Triawati (2002), pada keadaan

defisiensi besi, kemampuan sel-sel mukosa usus dalam mengabsorpsi zat besi

meningkat 10% hinggga 30%, sehingga jumlah zat besi yang masuk ke dalam

darah cukup untuk meningkatkan kadar zat besi dalam serum. Tubuh yang

kekurangan Fe akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk pembentukkan

sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu, sumsum tulang

bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorpsi berlangsung

lebih efisien. Dengan demikian akan lebih banyak Fe yang diserap oleh tubuh.

Berdasarkan penelitian yang telah diperoleh, pemberian formula

makanan enteral dengan komposisi tempe, beras, kacang hijau, dan ganyong

dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam tubuh. Peningkatan kadar

hemoglobin dalam tubuh selain dipengaruhi oleh kecukupan zat besi juga

dipengaruhi oleh kecukupan protein. Kadar zat besi dan albumin yang normal

dalam tubuh, akan menunjang proses sintesis hemoglobin juga berjalan

normal. Adanya peningkatan kadar hemoglobin dalam darah ini biasanya akan

diikuti dengan peningkatan berat badan. Dengan meningkatnya kadar Hb akan

Page 85: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

menyebabkan oksigenasi sel menjadi lebih baik, metabolisme meningkat dan

fungsi sel akan optimal sehingga daya serap makanan lebih baik dan timbul

rasa lapar sehingga nafsu makan bertambah yang menyebabkan asupan

makanan meningkat dan terjadi kenaikan berat badan (Mulyawati, 2003).

Agar penyerapan zat besi dalam tubuh lebih optimal, diperlukan

pemberian suplementasi vitamin C ataupun bahan makanan yang mengandung

kadar vitamin C yang tinggi, karena vitamin C dapat mempercepat proses

penyerapan zat besi dalam saluran pencernaan. Selain itu, agar peningkatan

berat badan pada pemberian makanan enteral formula B lebih optimal, maka

perlu dilakukan penambahan jumlah atau kuantitas makanan enteral yang

diberikan. Hal ini karena dengan semakin banyaknya asupan kalori yang

masuk ke dalam tubuh, maka kelebihan kalori tersebut akan disimpan dalam

tubuh dalam bentuk lemak, sehingga pada umumnya berat badan akan

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi makanan yang masuk

ke dalam tubuh.

Page 86: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal selama 30 hari

mampu meningkatkan kadar albumin, kadar hemoglobin, kadar zat besi, dan

berat badan pada tikus putih (R. norvegicus) malnutrisi.

2. Pemberian perlakuan makanan enteral formula B (dengan komposisi tempe,

beras, kacang hijau, dan ganyong sebagai bahan utama) lebih optimal dalam

meningkatkan kadar hemoglobin, kadar albumin, dan kadar zat besi yang akan

memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan berat badan pada tikus

putih (Rattus norvegicus) malnutrisi jika dibandingkan dengan penggunaan

makanan enteral formula A (dengan komposisi tempe, beras, dan kacang

hijau), sehingga formula B lebih layak untuk dikembangkan sebagai bahan

penyusun utama dalam pembuatan makanan enteral untuk mengatasi

malnutrisi.

Page 87: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka saran dari

penelitian ini adalah :

1. Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian

makanan enteral dengan berbasis bahan pangan lokal Indonesia sebagai upaya

untuk mengatasi malnutrisi dengan mengkaji beberapa parameter lain

diantaranya adalah pemeriksaan kadar feritin, transferin, pre-albumin,

eritrosit, dan beberapa pemeriksaan biokimia darah yang lainnya, serta waktu

penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama.

2. Agar penyerapan zat besi dalam tubuh lebih optimal, maka perlu dilakukan

pemberian suplementasi vitamin C atau dengan pemberian bahan pangan lain

yang banyak mengandung vitamin C ke dalam makanan enteral yang

diberikan, karena vitamin C mampu mempercepat penyerapan zat besi

nonheme di dalam tubuh.

3. Masyarakat yang menderita malnutrisi, dapat memanfaatkan makanan dengan

kombinasi antara tempe, beras, kacang hijau, dan ganyong sebagai bahan

makanan untuk konsumsi sehari-hari, karena pemberian makanan dengan

kombinasi bahan pangan tersebut terbukti dapat meningkatkan berat badan,

kadar albumin, Hb, dan zat besi dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan

status gizi.

Page 88: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, D. S. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia Jilid I. Dian Rakyat, Jakarta.

Adin. 2007. Tepung Mata Beras. http://www.sinarharapan.co.id/804/11/kesra02.html [23 September 2008]

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Andryani. 2002. ‘Hubungan Asupan Zat Besi dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar (Usia 9-10 tahun) di Desa Mojolegi Kecamatan Teras Boyolali’. Skripsi. Fakultas Kedokteran-UNS, Surakarta.

Angwar, M., D. Ariani., Y. Khasanah., Ratnayani., P. Ditahardiyani. 2008. ' Pengembangan Formula Makanan Lewat Pipa (Mlp) Menggunakan Bahan Pangan Lokal'. Laporan Teknis Kegiatan Penelitian DIPA 2008. UPT BPPTK LIPI Yogyakarta.

Ariani, Dini., M. Angwar., Y. Khasanah., Ratnayani., P. Ditahardiyani. 2009. ' Pengembangan Formula Makanan Lewat Pipa (MLP) Menggunakan Bahan Pangan Lokal'. Rencana Kegiatan Penelitian DIPA 2009. UPT BPPTK LIPI Yogyakarta. (Belum dipublikasikan)

ASPEN (American Society for Parentral and Enteral Nutrition). 2006. What is Nutrition Support Theraphy?. www.nutritioncare.org/WorkArea/linkit.asp[7 November 2008]

Astawan, Made. 2008. Tempe Cegah Penuaan dan kanker Payudara. http://www.docudesk.com [23 September 2008]

Bakara. 2006. ‘Karakteristik Fisik dan Kandungan Isoflavon Cookies dengan Subtitusi Tepung Tempe’. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian–IPB, Bogor.

Boediwarsono. 2006. ‘Terapi Nutrisi pada Penderita Kanker’. Naskah Lengkap Surabaya Hematology Oncology Update IV Medical Care of the Cancer Patient : 134-141

Bovell-Benjamin AC, Viteri FE, and Allen LH. 2000. 'Iron Absorption from Ferrous Bisglycinate and Ferric Triglycinate in Whole Maize is Regulated by Iron Status '. American Journal Clinic and Nutrition (71) : 1563-1569

Page 89: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Bouis, H.E., R.D. Graham, and R.M. Welch. 2000. ‘The Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR) Micronutrients Project: Justification and Objectives’. Food and Nutrition Bulletin 21 (4) : 374-381

Caroline. 2008. Metabolisme dan Fungsi Zat Besi dalam Tubuh. http://fransis.wordpress.com/2008/07/14/page/2/ [23 September 2008]

Coppo, J.A., and A.F. Santiago. 2005. 'Blood and Urine Physiological Values in Farm Cultured Rona Catesbeiana (Ranidae) in Argentina'. International Journal Tropical Biology 53 (3) : 545-559.

Darwin, Karyadi., dan Hermana. 1995. 'Potensi Tempe untuk Gizi dan Kesehatan'. Makalah Simposium Nasional Pengembangan Tempe dalam Industri Pangan Modern, Yogyakarta 15-16 April 1995 : 12-14

Dewi, Kumala. 1998. 'Sekilas Tentang Budidaya Ganyong (Canna edulis Ker) dan Pemanfaatan Rhizoma Ganyong sebagai Bahan Pangan'. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi - Yogyakarta, 15 Desember 1998 : 3-8

Direktorat Gizi Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Dorland. 1996. Kamus Kedokteran Edisi 26. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Ganong, W. F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Guyton, A. C. dan J.E. Hall. 1997. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Hallberg L, & Hulthen L. 2000. 'Prediction of Dietary Iron Absorption : An Algorithm for Calculating Absorption and Biovailability of Dietary Iron'. American Journal Clinic and Nutrition (71) : 1147-1160.

Hartono, Andry. 1997. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Hasan, Irsan., dan Tities Anggraeni Indra. 2008. ‘Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati’. Medicinus 21 (2) : 3-6

Hidayat, Nur. 2008. Sari Kacang Hijau Effervescent. http://wordpress.com/2008/03 [23 September 2008]

Indrasari, Siti Dewi., dan Made Oka Adnyana. 1997. ’ Preferensi Konsumen terhadap Beras Merah Sebagai Sumber Pangan Fungsional’. Iptek Tanaman Pangan 2 (2) : 227-241

Page 90: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Indrasari, Siti Dewi. 2006. ’ Kandungan Mineral Padi Varietas Unggul dan Kaitannya dengan Kesehatan’. Iptek Tanaman Pangan 1 : 88-99

Karyadi, D dan H. Hermana. 1995. Potensi Tempe untuk Gizi dan Kesehatan. Pusat Penelitian Gizi, Bogor.

Kralik, A., Eder K., & Kirchgessner, M. 1996. ’Influence of Zinc and Selenium Deficiency on Parameters Relating to Thyroid Hormone Metabolism’. Hormone Metabores Journal (28) : 223-226

Kristin, Erna. 2005. 'Pengaruh Pemberian Tablet Ferrous Sulphate @ 300 Mg Sesaat dan 2 Jam setelah Makan terhadap Profil Farmakokinetika Besi pada Wanita dengan Hb > 12 g/dl'. Berkala Ilmu Kedokteran 37 (4) : 183-189.

Madjid, Amir., dkk. 1987. ’Nutrisi Enteral pada Penderita Kritis’. Cermin Dunia Kedokteran 42 : 14-18

Maryani, Eny. 2000. ‘Hubungan Antara Perkembangan Berat dan Tinggi Badan, pada Anak Usia Balita dengan Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua di Kelurahan Gilingan’. Skripsi. Fakultas Kedokteran-UNS, Surakarta.

McGregor, S.G. & Ani, C. 2001. ‘A Review of Studies on The Effect of Iron Deficiency on Cognitive Development in Children’. Journal of Nutritions 131 : 649-668

Muhammad, Adar dan Osmar Sianipar. 2005. 'Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks Stfr-F'. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 12 (1): 9-15

Meliana, Dina. 2004. ‘Studi Banding Beberapa Metode Pengukuran Kadar Hemoglobin’. Skripsi. Fakultas Kedokteran-UNS, Surakarta.

Mulyawati, Yenni. 2003. ‘Perbandingan Efek Suplementasi Tablet Tambah Darah Dengan Dan Tanpa Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin pada Pekerja Wanita di Perusahaan Plywood, Jakarta 2003’. Thesis. Program Pascasarjana Unversitas Indonesia, Jakarta.

Nasoetion, A. H. 1988. Mengenal Pengetahuan Gizi Mutakhir. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Numala, Sri. 2005. Tanaman Ganyong Bisa Jadi Substitusi Tepung Terigu. Http//www.Pikiranrakyat.com. [6 November 2008]

Nurmiyati, Irna. 2006. 'Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di Puskesmas Kandangan Tahun 2005'. Berkala Kedokteran 5 (1) : 62-69

Page 91: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Rahardjo, Sri Setyo., Ngatijan., dan Suwijiyo Pramono. 2005. 'Influence of Etanol Extract of Jati Belanda Leaves (Guazuma ulmifolia Lamk.) On Lipase Enzym Activity of Rattus norvegicus Serum'. INOVASI Online Vol.4/XVII/Agustus 2005

Ratnasari, N., Siti, N., & Paulus. 2001. ’Diet Tempe Kedelai pada Penderita Sirosis Hati dalam Upaya Meningkatkan Kadar Albumin dan Perbaikan Encefalopati Hepatik’. Berkala Ilmu Kedokteran 33 (1) : 19-26

Rokhe, J. E. 1979. Prioritas Pediatri di Negara Berkembang. Yayasan Estetika Medika, Penerbit Buku-buku Ilmiah Kedokteran, Yogyakarta.

Saneto, dan T. Susanto. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu, Surabaya.

Sastroamidjojo, Soemilah., dkk. 2000. Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien. PGMI, Jakarta.

Sja'bani, Mochammad. 1998. 'Arti Klinis Pemeriksaan Albumin Serum sebagai Pertanda Progres Malnutisi dengan Metode Brom Cresol Green (BCG) dan Elektroforesis pada Penderita Hemodialisis Rutin'. Berkala Ilmu Kedokteran 30 (4) : 181-187

Smith, John B., dan Soesanto Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Sobariah, Enok., dkk. 2005. Panduan Pemberian Makanan Enteral. CV Jaya Pratama, Jakarta.

Soetjiningsih, 1988, Obesitas Pada Anak, dalam Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya, Hal. 185-90.

Speicher, Carl E., & Jack W. Smith. 1994. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Editor: Siti Boedina Kresno. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Suastika K. 1992. ‘Pengaruh Malnutrisi terhadap Berbagai System dan Organ Tubuh’.Majalah Ilmu Penyakit 18 (3) : 163 – 170

Suhanantyo., dkk. 2000. ‘Pengaruh Suplementasi Besi terhadap Hemoglobin dan Berat Badan Anak Sekolah Dasar, Wanita Umur 9-11 Tahun di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali’. Penelitian Kelompok. UNS, Surakarta.

Page 92: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Suharti, Wiwik dan Hamam Hadi. 2003. 'Pengaruh Suplementasi Besi dan Vitamin C terhadap Asupan Zat Gizi dan Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah'. Berita Kedokteran Masyarakat 19 (1) : 1-5

Suliantari. 1994. 'Komplementasi Kedelai dengan Beras untuk Pembuatan Tempe'. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 5 (2) : 61-66

Sun, Hembing. 2006. Mengendalikan Kolesterol Tinggi dengan Herba & Pola Hidup Sehat. http://cybernews.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/index.htm [14 Mei 2009]

Susetyowati. 2005. 'Peranan Konsultasi Gizi Berkelanjutan terhadap Kadar Serum Albumin penderita Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr.Sardjito Yogyakarta'. Berkala Kedokteran Klinik 11 (1) : 37-42

Susilo, Joko., dan Hamam Hadi. 2002. 'Hubungan Asupan Zat Besi dan Inhibitornya sebagai Prediktor Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Kabupaten Bantul Propinsi DIY'. Berita Kedokteran Masyarakat 18 (1) : 1-8

Sutedjo, SKM. 2007. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara Books, Yogyakarta.

Tandra, Soemato., dan Tjokroprawiro A. 1998. 'Metabolisme dan Aspek Klinis Albumin'. Medika (3) : 249-258

Tillman., et al. 1994. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.

Triawanti. 2002. 'Pengaruh Pemberian Zat Besi dan Kalsium dengan Kombinasi Dosis terhadap Kadar Besi Serum'. Berkala Kedokteran 2 (2) : 9-16

Wahyuni, Arlinda Sari. 2004. ‘Anemia Defisien Besi pada Balita’. USU digital library : 1-13

Waterlow. 1991. ‘Pelaksanaan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita di Jawa Timur, Dinkesda TK I, Jatim’. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia (2) : 5-12

Werner, S. 2002. Iron Supplementation Programes. Http://www.unu.edu.html [7 September 2008]

Widianarko, B.A., Rika P., Renaningsih. 2000. Tempe, Makanan Populer dan Bergizi Tinggi. Http://www.Ristek.go.id [18 Oktober 2008]

Page 93: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yusnanda, Reni. 2008. Ganyong. Http//www.renicantik.blogspot.com/ [6 November 2008]

Zahidah, Ida Irfan. 2000. 'Pengaruh Pemberian Pakan Tepung Ampas Tahu dan Pakan Bekatul terhadap Peningkatan Berat Badan Burung Puyuh (Catuirnix-caturnix japanica) Umur 1 Hari sampai 35 Hari'. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan-UGM, Yogyakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rata-rata Berat Badan Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah

Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30

hari

Rerata berat badan (gram) Kelompok

Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-15 Hari ke-31

A 124.33 172.67 218.22

B 140.56 183.56 223.67

C 135.22 185.89 206.22

Lampiran 2. Rata-rata Kadar Albumin Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah

Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari

Rerata kadar albumin (g/dl) Kelompok

Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-15 Hari ke-31

A 2.60 3.69 3.94

B 2.62 4.11 4.76

C 2.61 3.92 4.18

Lampiran 3. Rata-rata Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah

Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari

Kelompok Rerata kadar hemoglobin (g/dl)

Page 94: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-15 Hari ke-31

A 7.77 10.57 11.80

B 8.04 11.69 13.37

C 7.78 10.65 12.69

Lampiran 4. Rata-rata Kadar Zat Besi Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah

Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari

Rerata kadar zat besi (µg/ml) Kelompok

Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-15 Hari ke-31

A 63.58 95.32 441.98

B 113.59 125.03 472.80

C 112.52 172.98 365.54

Lampiran 5. Rata-rata Pakan yang Tersisa pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari

Lampiran 6. Rata-rata Pakan yang Dikonsumsi oleh Tikus Putih (Rattus

norvegicus) setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari

Kelompok perlakuan Rerata pakan yang tersisa (gram)

A 0.21

B 0.24

C 0.24

Kelompok perlakuan Rerata pakan yang dikonsumsi (gram)

A 19.79

B 19.76

Page 95: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

Lampiran 7. Rata-rata Peningkatan Berat Badan Tikus Putih (Rattus norvegicus)

setelah Perlakuan Pemberian Makanan Enteral dengan Formula yang Berbeda selama 30 hari

a. Uji Deskriptif

Descriptives

95% Confidence Interval for

Mean

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

Kelompok A 9 93.8889 11.18531 3.72844 85.2911 102.4867 72.00 106.00

Kelompok B 9 83.1111 7.86518 2.62173 77.0654 89.1568 74.00 99.00

Kelompok C 9 71.0000 9.46044 3.15348 63.7281 78.2719 61.00 92.00

Total 27 82.6667 13.26070 2.55202 77.4209 87.9124 61.00 106.00

b. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.491 2 24 .618

c. Uji Anava

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2360.222 2 1180.111 12.805 .000

Within Groups 2211.778 24 92.157

Total 4572.000 26

C 19.76

Page 96: Kadar albumin, hemoglobin (hb), dan zat besi (fe) pada .../Kadar... · NORVEGICUS) setelah pemberian makanan enteral berformulasi bahan pangan lokal Skripsi Untuk memenuhi sebagian

d. Uji DMRT

Duncan

Subset for alpha = 0.05

Perlakuan N 1 2 3

Kelompok C 9 71.0000

Kelompok B 9 83.1111

Kelompok A 9 93.8889

Sig. 1.000 1.000 1.000